Anda di halaman 1dari 10

PANDUAN PRAKTEK

KLINIK

2023

TIM PMKP
RS KHUSUS IBU & ANAK ANDINA TERNATE
BAB I

DEFINISI

Panduan Praktik Klinis (PPK) adalah rekomendasi untuk pelayanan


kesehatan berdasarkan penelitian terkini sebagai rujukan dokter/ PPA lain dalam
tatalaksana kondisi atau situasi spesifik. Panduan ini berbasis bukti ( Evidence Base
Medicine) saat ini dan tidak menyediakan langkah – langkah dalam perawatan dan
pengobatan, namun memberikan informasi tentang pelayanan yang paling efektif

Panduan Praktik Klinis adalah istilah teknis sebagai pengganti Standar


Prosedur Operasional (SPO) dalam Undang-undang Praktik Kedokteran 2004 dan
Undang-Undang Keperawatan yang merupakan istilah administratif. Penggantian ini
perlu untuk menghindarkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi, bahwa “standar”
merupakan hal yang harus dilakukan pada semua keadaan. Jadi secara teknis Standar
Prosedur Operasional (SPO) dibuat berupa Panduan Praktik Klinis (PPK) yang dapat
berupa atau disertai dengan salah satu atau lebih: alur klinis (Clinical Pathway),
protokol, prosedur, algoritme, dan lain-lain.
BAB II

RUANG LINGKUP

1. RUANG LINGKUP
a. Jenis Panduan Praktik Klinis
Jenis Panduan Praktik Klinis (PPK) dibuat dengan rujukan lain Panduan Praktik
Klinis (PPK) dapat sama atau berbeda di RS yang beda. Di dalam rumah sakit PPK
dibuat dan disetujui berdasarkan masing – masing SMF yang di miliki oleh rumah
sakit.
b. Form Panduan Praktik Klinis
Berisi tentang :
 Definisi
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
 Kriteria Diagnosis
 Diagnosis
 Diagnosis Banding
 Terapi
 Prognosis
 Tingkat Evidens
 Tingkat Rekomendasi
 Penelaah Kritis
 Indikator Medis
 Kepustakaan
2. LANDASAN
a. Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran
wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran dan kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan
menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai


hak:
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.

Pasal 51

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai


kewajiban:

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar


prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila
ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
b. Permenkes 1438/ 2010
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kedokteran meliputi Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK) dan SPO.
(2) PNPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Standar
Pelayanan Kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi
profesi serta disahkan oleh Menteri.
(3) SPO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dan ditetapkan oleh
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 4

(1) Standar Pelayanan Kedokteran disusun secara sistematis dengan


menggunakan pilihan pendekatan:
a. Pengelolaan penyakit dalam kondisi tunggal, yaitu tanpa penyakit lain
atau komplikasi;
b. Pengelolaan berdasarkan kondisi.
(2) Standar Pelayanan Kedokteran dibuat dengan bahasa yang jelas, tidak
bermakna ganda, menggunakan kata bantu kata kerja yang tepat, mudah
dimengerti, terukur dan realistik.
(3) Standar Pelayanan Kedokteran harus sahih pada saat ditetapkan,
mengacu pada kepustakaan terbaru dengan dukungan bukti klinis, dan
dapat berdasarkan hasil penapisan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan atau institusi
pendidikan kedokteran.
c. Permenkes No.11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
d. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1

Standar PMKP 5 & TKRS 11.2

Berdasarkan standar SNARS Edisi 1 PMKP Standar PMKP 5 diungkapkan


bahwa setiap tahun rumah sakit harus memilih fokus perbaikan, proses, serta
hasil praktik klinis dan manajemen mengacu pada misi rumah sakit, kebutuhan
pasien, dan jenis pelayanan. Pemilihan ini berdasarkan atas proses yang
berimplikasi risiko tinggi, diberikan dalam volume besar. Atau cenderung
menimbulkan masalah. Fokus pe rbaikan praktik klinis melibatkan Komite Medis
dan Kelompok Staf Medis (KSM) terkait.

Mutu pelayanan klinis prioritas dilakukan evaluasi menggunakan indikator-


indikator mutu yang terdiri dari Indikator Area Klinis (IAK), Indikator Area
Manajemen (IAM), dan Indikator Mutu Sasaran Keselamatan Pasien (ISKP).
Indikator-indikator mutu tersebut dapat digunakan sebagai indikator audit medis
dan atau audit klinis sesuai dengan dimensi mutu WHO.

Standar PMKP 5.1

Dilakukan evaluasi proses pelaksanaan panduan praktik klinik, alur klinis


(clinical pathway), dan/atau protokol klinis, dan/atau prosedur, dan/atau standing
order di prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis.

Ketua Kelompok Staf Medis telah menetapkan paling sedikit 5 (lima) prioritas
panduan praktik klinis-alur klinis dan/ atau protokol klinis dan atau prosedur
dan/atau standing order sebagai panduan standardisasi proses asuhan klinik
yang dimonitor oleh Komite Medik dengan tujuan sebagai berikut:

1. melakukan standardisasi proses asuhan klinik;


2. mengurangi risiko dalam proses asuhan terutama yang berkaitan asuhan
kritis;
3. memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam
memberikan asuhan klinik tepat waktu dan efektif;
4. memanfaatkan indikator prioritas sebagai indikator dalam penilaian
kepatuhan penerapan alur klinis di area yang akan diperbaiki di tingkat rumah
sakit;
5. secara konsisten menggunakan praktik berbasis bukti (“evidence-based
practices”) dalam memberikan asuhan bermutu tinggi.

Penerapan panduan praktik klinis-clinical pathway dipilih oleh tiap-tiap


kelompok staf medis adalah di unit-unit pelayanan di tempat DPJP memberikan
asuhan. Mengacu pada prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan
dievaluasi maka selain ditetapkan indikator mutu, juga diperlukan standardisasi
proses asuhan klinis pada prioritas pengukuran mutu di rumah sakit.

Karena itu, pimpinan medis bersama-sama dengan komite medis dan


kelompok staf medis agar memilih dan menetapkan 5 (lima) PPK, alur klinis
(clinical pathway), dan/ atau protokol klinis, dan/ atau prosedur, dan/ atau
standing order yang dipergunakan untuk pengukuran mutu prioritas rumah sakit
dengan mengacu pada panduan praktik klinis dan alur klinis yang sudah
diterapkan oleh kelompok staf medis di unit-unit pelayanan.
BAB III
TATALAKSANA

A. PERSIAPAN
1. Komite medis membuat kebijakan untuk menugaskan kepada setiap staf medis
fungsional ( SMF) membuat pendataan PPK yang akan dibuat.
2. Perencanaan rapat komite medis dengan SMF di dalam rumah sakit
3. Membentuk tim penyusun sesuai dengan kompetensinya
4. Ketua SMF membuat surat tugas kepada tim penyusun tentang pendelegasian
5. Setiap SMF melakukan pemilihan penyakit berdasarkan jenis yang termasuk High
Cost, High Risk, dan High Volume sebanyak 10 penyakit tertinggi yang ada saat
rencana pembuatan PPK
6. Perencanaan pertemuan secara berkala dari SMF dan tim penyusun yang
dikordinasikan oleh komite medik
7. Pengumpulan hasil pertemuan sebagai dokumentasi untuk dasar tindakan
selanjutnya

B. PENYUSUNAN
1. Kriteria penyakit yang dapat dibuat adalah penyakit atau kondisi klinis yang bersifat
multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat diprediksi.
2. Pembuatan PPK bersumber pada panduan nasional praktek klinis ( PNPK) sebagai
tinjauan pustaka
3. Bila tidak terdapat PNPK pada bidang penyakit tersebut, maka dapat menggunakan
refrensi dari jurnal terbaru, buku ajar terbaru, atau refrensi yang lain yang telah di
sepakati oleh staf medis fungsional (SMF)
4. Penyesuaian standar yang terdapat dalam pedoman nasional praktek klinis ke
panduan praktik klinis sesuai fasilitas yang di miliki Rs Khusus Ibu & Anak AnDina
Ternate
5. Format clinical pathway berupa tabel yang kolomnya berisi Definisi, Anamnesis,
Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang, Kriteria Diagnosis, Diagnosis,
Diagnosis Banding, Terapi, Prognosis, Tingkat Evidens, Tingkat Rekomendasi,
Penelaah Kritis, Indikator Medis, Kepustakaan
C. PENYANGKALAN ( DISCLAIMER)
1. Dalam setiap dokumen tertulis PPK serta perangkat implementasinya mutlak harus
dituliskan bab tentang disclaimer (wewanti/ penyangkalan). Hal ini dimaksudkan
untuk :
a. menghindari kesalah pahaman atau salah persepsi tentang arti kata standar,
yang dimaknai harus melakukan sesuatu tanpa kecuali.
b. menjaga autonomi dokter bahwa keputusan klinis merupakan wewenangnya
sebagai orang yang dipercaya pasien.
2. Dalam disclaimer minimal harus mencakup :
a. PPK dibuat untuk average patient
b. PPK dibuat untuk penyakit/ kondisi patologis tunggal
c. Reaksi individual terhadap prosedur diagnosis dan terapi bervariasi
d. PPK dianggap valid pada saat dicetak
e. Praktek kedokteran modern harus lebih mengakomodasi preferensi pasien
dan keluarga
3. Bab tambahan yang dapat disertakan pada disclaimer :
a. PPK dimaksudkan untuk tatalaksana pasien sehingga tidak berisi informasi
lengkap tentang penyakit
b. Dokter yang memeriksa harus melakukan konsultasi bila merasa tidak
menguasai atau ragu dalam menegakkan diagnosa dan memberikan terapi
c. Penyusun PPK tidak bertanggung jawab atas hasil apa pun yang terjadi
akibat penyala gunaan PPK dalam tatalaksana pasien

D. IMPLEMENTASI
1. Seluruh kasus dilaksanakan sesuai PPK yang telah disahkan.
2. Dalam implementasi PPK harus sesuai kewenangan klinis staf medis.
3. Dalam menggunakannya pada pelayanan dapat dibantu dengan alat bantu
berupa clinical pathway, algoritme, protokol, prosedur tindakan, dan standing
order.
4. PPK hanya dapat digunakan pada pasien dengan keadaan yang rata-rata
sering terjadi.
5. PPK dapat diterapkan dengan baik pada penyakit dengan diagnosa tunggal,
tanpa komplikasi.
6. Penerapan PPK pada pasien dapat mengakibatkan respon yang bervariasi
terhadap prosedur diagnostik yang diberikan.
7. PPK yang dianggap masih valid untuk dilaksanakan dan diterapkan adalah
pada saat diterbitkan, tidak menutup kemungkinan untuk waktu mendatang
sudah tidak bisa digunakan karena terdapat studi yang lebih terkini, sehingga
perlu dilakukan revisi.
8. Penerapan PPK oleh dokter terhadap pasiennya harus tetap mematuhi
proses clinical decision making, dimana pasien berhak untuk memberikan
persetujuan atau penolakan terhadap tindakan yang akan dilakukan.

E. MONITORING DAN EVALUASI


1. Monitoring dan evaluasi terlaksananya PPK dalam pelayanan rumah sakit dapat
menggunakan perangkat proses audit medis yang dilakukan secara berkala.
2. Penelaahan audit medis dapat memberikan sumber untuk revisi berupa:
a. Evaluasi kompetensi staf medis
b. Evaluasi peningkatan mutu berkelanjutan dalam PPK (revisi isi, penambahan
PPK, pembuatan prosedur tindakan/ clinical pathway)
c. PPK secara periodik dilakukan peninjauan kembali atau revisi setiap 2 (dua)
tahun sekali, dengan atau tanpa perbaikan di dalamnya. Hal ini dikarenakan
dalam ilmu kedokteran selalu terdapat perkembangan ilmu dan teknologi yang
harus diikuti.

F. TINDAK LANJUT
1. Tindak lanjut dari evaluasi terhadap PPK dengan menggunakan audit klinis dapat
dibagi menjadi 2 (dua) bagian menurut permasalahannya :
a. Audit klinis kasus bermasalah Sumber didapatkan dari laporan
jaga/kompalin pasien/ronde ruangan. Pembahasan dapat berupa kasus sulit
atau kasus kematian. Hal ini dilakukan oleh SMF (1st party audit) dan
Komite Medis (2nd party audit)
b. Audit klinis sejumlah kasus dengan diagnosa tertentu Dilakukan oleh Komite
Medis dengan memilih kasus tertentu untuk dilakukan penilaian dan analisis
terhadap kesesuaian dengan PPK. Hasil dari audit sebagai bahan
rekomendasi untuk revisi PPK selanjutnya.
2. Setelah dilakukan audit nantinya akan dijadikan referensi terhadap perubahan
pada PPK untuk tatalaksana PPK berikutnya
3. PPK yang telah disusun dikumpulkan ke Komite Medis untuk diajukan ke Direktur
untuk diberikan surat keputusan pemberlakuan PPK tersebut pada pelayanan
rumah sakit.
BAB IV

DOKUMENTASI

1. Form Panduan Praktik Klinis


2. SPO Panduan Praktik Klinis
3. Rekomendasi dan tindak lanjut
4. Sosialisasi
5. Pelaporan

Anda mungkin juga menyukai