TINJAUAN PUSTAKA
6
7
Intrapulmonal :
1. Jalan napas bawah danalveoli Penyakit Paru
Obstruksi Kronik
(PPOK)
Asma
Bronkiolitis
Cystic Fibriosis
Pneumonia
Sirkulasi Pulmonal :
1. Membran alveolar-kapiler Acute respiratory
distress syndrome
(ARDS)
3. Klasifikasi
Klasifikasi pada kegagalan pernapasan adalah (Janes Jainurakhma,Sufendi
Hariyanto, dan Donny Richard Mataputun. 2021) :
a. Tipe 1 atau Hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg di permukaan laut)
1) Kegagalan pertukaran oksigen :
a) Peningkatan fraksi shunt (Qs/Qs) ;
b) Banjir alveolar (Due to alveolar flooding) ;
c) Hipoksemia yang refrakter terhadap oksigen tambahan.
2) Penyebab gagal napas Tipe 1 :
a) Pneumonia ; Pulmonary edema (edema paru karena
peningkatan tekanan hidrostatik) ;
b) Non Pulmonary Edema (edema paru karena
peningkatanpermeabilitas ;
9
16-20 napas per menit. Ventilator membantu jika tindakan dilakukan lebih dari
20 kali per menit karena peningkatan "kerja pernapasan" membuat tubuh lelah.
Kapasitas vital diukur dengan ukuran ventilasi, yang biasanya 10-20 mililiter
per kilogram. Michael R.P. dan Murat K. (2014).
Menurut (I Made Bakta, 2019), kegagalan oksigenasi pada gagal napas tipe
hiposekmik/non hiperkapnia, PaCO2 adalah normal atau menurun, dan PaO2
menurun dan disertai dengan peningkatan nilai (A-a) DO2. Gagal napas jenis
ini terjadi karena masalah di rongga napas sendiri, bukan karena masalah di luar
rongga napas. Mekanisme hipoksemia, terutama karena ketidaksepadanan
ventilasi-perfusi dan pintasan darah kanan-kiri,Penderita gagal napas tipe
hipoksik dapat dibagi kedalam 3 grup yaitu :
1) Gangguan pumolner non spesifik akut, ARDS
2) Penyakit paru spesifik akut
3) Penyakit paru progesif kronik.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien dengan gagal napas dapat berbeda-beda bergantung
pada penyebabnya dan lamanya hipoksia jaringan terjadi. Perkembangan
hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis dikaitkan dengan tanda dan gejala yang
umumnya muncul (Burns dan Morton & Fontaine, 2018). Gagal napas memiliki
gejala klinis berikut menurut Abd Wahid dan Imam Suprapto, 2013 :
a. Menurunnya kesadaran mental
b. Takikardi, takipnea
c. Dispnea dengan kesulitan bernafas
d. Retraksi interkosta
e. Sianosis
f. Hipoksemia
g. Auskultasi paru-paru: Ronkhi basah, krekels, stridor, dan wheezing
h. Auskultasi jantung: BJ normal tanpa murmur atau gallop
12
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam gagal napas merupakan tindakan suportif danpengobatan
penyebab yang mendasarinya. Untuk menangani gagal napas dengan identifikasi
dan pengendalian kondisi gagal napas serta pengaturan jalan napas dan
oksigenasi yang sangat penting.
a. Koreksi Hipoksemia
Mempertahankan oksigenasi jaringan yang cukup adalah tujuannya.
Hal ini sering dicapai dengan tekanan oksigen arteri (PaO2) 60 mm Hg
atau saturasi oksigen arteri (SaO2) 90%. Augmentasi oksigen yang
tidak terkendali dapat menyebabkan narkosis CO2 dan keracunan
oksigen. Oleh karena itu, untuk mengoksigenasi jaringan secara
adekuat, konsentrasi oksigen inspirasi harus dikurangi. Kanula hidung,
masker wajah non-rebreathing langsung, atau kanula hidung aliran
tinggi semuanya dapat digunakan untuk menyediakan oksigen,
tergantung pada skenario klinis. Oksigenasi membran ekstrakorporeal
mungkin diperlukan dalam kasus refraktori. Moorer dkk. (2018).
b. Koreksi hiperkapnia dan asidosis respiratorik
Ini dapat dicapai dengan memperhatikan masalah yang mendasarinya
atau memberikan bantuan pernapasan. Indikasi umum untuk ventilasi
mekanis meliputi apnea dengan henti napas, takipnea dengan laju
pernapasan lebih dari 30 napas per menit, perubahan tingkat kesadaran
atau koma, kelelahan otot pernapasan, ketidakstabilan hemodinamik,
dan kekurangan oksigen tambahan untuk meningkatkan PaO2 hingga
55– 60 mmHg.
c. Terapi supportif lainnya
1) Suctioning
Untuk membersihkan saluran napas dari lendir atau dahak dan
menghindari infeksi saluran pernapasan, selang hisap dimasukkan ke
dalam ETT melalui mulut dan hidung (Paramitha & Suparmanto,
2020).
2) Fisioterapi dada
13
2) Pulse Oksimetri
Alat ini mengukur perubahan jumlah cahaya yang melewati aliran darah
arteri yang berdenyut. Pengukuran saturasi oksigen non-invasif yang
konsisten dilakukan, yang dapat dilakukan pada jari tangan atau kaki atau
di lobus di bawah telinga. Menurut Syarani, Dr. Dr. Fajrinur, M.Ked, Paru
(2017), saturasi oksigen akan menurun jika tekanan oksigen turun di bawah
90%.
3) Pemeriksaan EKG
4) Pemeriksaan Radiologi
5) Rontgen dada
6) Ekocardiografi
15
8. Pathway
Hipoventilasi alveoli
Hipoksia jaringan
Paru-Paru
Hipoventilasi
(Takipnea)
1. Definisi
Ventilator mekanis dengan tekanan positif atau negatif adalah alat pendukung
kehidupan yang digunakan untuk melengkapi atau menggantikan pernapasan
yang sehat. kemampuan jangka panjang untuk mempertahankan ventilasi dan
pengiriman oksigen. memberikan asuhan keperawatan baik di fasilitas
perawatan kritis maupun di rumah (Heru Suwardianto, 2019).
Ventilator membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi, menurut Nugroho (2016). Ventilator volume
dan ventilator tekanan adalah dua jenis ventilator. Volume tidal yang akan
dikirim dipilih dalam sistem volume ventilator terlepas dari resistensi atau
kepatuhan. Tekanan jalan nafas bervariasi, sedangkan volume tidal setiap
nafas tetap konstan. Intubasi diperlukan untuk penyisipan tabung
EndoTracheal Tube (ETT) yang invasif. Penempatan tabung ETT dapat
menyebabkan cedera dan peradangan lokal, yang meningkatkan risiko infeksi
nosokomial yang disedot dari orofaring di sekitar manset (Simanjuntak &
Serepina, 2020).
2. Tujuan
Menurut A Aryanto (2020), ventilator biasanya digunakan untuk tujuan
berikut:
a. Mengurangi usaha atau kerja nafas pasien
b. Mengatasi gejala stres pernafasan
c. Mengistirahatkan otot-otot pernafasan
d. Meningkatkan oksigenasi
e. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (asam basa)
f. Stabilisasi dinding dada (membuka atelectasis, memperbaiki
compliance, dan mencegah cedera paru lebih lanjut).
17
3. Indikasi
Menurut Rahma & Ismail (2019), beberapa indikasi untuk penggunaan
ventilator adalah sebagai berikut:
a. Kegagalan pernafasan akut atau kronis;
b. Hipoksemia akut (PaO2 kurang dari 60 mmHg), yang tidak respons
dengan terapi oksigen;
c. Luka pada paru-paru akut;
d. PaCO2 lebih dari 50 mmHg dengan pH arteri kurang dari 7,25;
e. Apnea; bradipnea atau apnea dengan arrest pernafasan;
f. Coma (atau GCS kurang dari 8)Kapasitas vital paru-paru kurang
dari 15 ml/kg BB. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimal
yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-paru
sepenuhnya, yang biasanya berkisar antara 3100 dan 4800 ml.
4. Manfaat
Menurut Sudoyo dkk. (2019), pemasangan ventilator memiliki manfaat
berikut:
a. Mengatasi hiposekmia
b. Mengatasi asidosis respiratorik akut
c. Mengatasi distress pernafasan
d. Mencegah atau mengatasi atelektasis paru-paru
e. Mengatasi kelelahan otot bantu nafas
f. Mempermudah pemberian analgesik dan blok neuromuskular
g. Menurunkan kebutuhan oksigen sistematik dan miokard.
5. Mode Ventilator
Beberapa mode ventilator dan aplikasi yang sering digunakan adalah
(GildaSimanjuntak & Serepina, 2020):
a. Controlled ventilation
Ventilator diatur untuk memberikan volume dan laju pernapasan yang
diantisipasi. Untuk mengurangi upaya yang diperlukan untuk bernapas,
pasien diberikan obat-obatan seperti opioid, neuroblocker dan relaksan,
serta benzodiazepin. Semua napas pasien diberikan oleh mesin dalam
18
mode ini. Frekuensi, volume tidal, waktu inspirasi, PEEP, rasio I-E, dan
FiO2 dapat dimodifikasi oleh perawat. Pasien memiliki opsi untuk
menggunakan sistem kontrol tekanan atau sistem kontrol volume dalam
mode ini. Tingkat tekanan kontrol sistem tekanan diubah oleh perawat.
b. Assist Control Ventilation
Pasien dapat mulai bernapas sendiri. Ventilator akan merespons pemicu
pasien dengan mengirimkan napas yang sesuai dengan volume tidal
setelah pemicu sensitif dibuka. Anda juga dapat menggunakan sistem
tekanan (kontrol tekanan) atau volume (kontrol volume) dalam mode ini.
Tingkat tekanan sistem tekanan dikendalikan oleh perawat.
c. Intermittent Mandatory Ventilation
Karena pasien dapat bernapas secara alami dengan kecepatan dan
volume yang sesuai dengan kemampuan mereka di antara napas mesin
sinkron, mode ini dikenal sebagai Ventilasi Wajib Intermiten
Tersinkronisasi. Mode ini juga dapat mencakup sistem volume dan
tekanan.
d. Pressure Support Ventilation
Setiap kali pasien menghirup, tekanan positif digunakan untuk
meningkatkan volume tidal. Dalam mode ini, pasien bernafas sendiri,
dan mesin mendistribusikan aliran udara sesuai dengan tingkat tekanan
yang telah ditentukan dengan setiap nafas. Tekanan bantuan, PEEP, dan
tingkat sensitivitas disesuaikan oleh perawat.
e. Continous Positif Airway Pressure
Dalam mode ini, pasien bernafas sendiri sementara mesin mengalirkan
udara pada tingkat tekanan yang telah ditentukan dengan masing-masing
inspirasi, menerapkan tekanan positif pada masing-masing untuk
membangun volume tidal. Perawat menerapkan sensitivitas, PEEP, dan
pelepasan tekanan.
f. ASV (Adaptive Support Ventilation)
Dimaksudkan untuk memberikan ventilasi untuk sementara waktu. ASV
akan secara otomatis mengubah persyaratan ventilasi untuk setiap napas
19
c. Disfungsi neuromuskuler
20
h. Proses infeksi
Infeksi bakteri atau virus dapat terjadi pada saluran pernapasan dan
jalan napas. Contoh infeksi ini termasuk batuk dan pilek.
i. Respon alergi
Terjadi reaksi abnormal atau reaksi berlebihan system kekebalan
tubuh terhadap suatu zat, mulai dari suhu udara, debu, serbuk sari,
makanan, sabun, dll.
3. Pemeriksaan Fisik
Selain itu, akan sangat membantu untuk memeriksa indikator fisik dari
penyakit tambahan yang mungkin ada atau yang menguatkan diagnosis
saat ini. Pola pemeriksaan fisik berikut didaftar oleh Sistem Pemeriksaan
(Wardani et al., 2018):
a) B1 (Breathing)
Gerakan dada dan pernapasan. Lanjutkan bernapas secara simetris.
Pasien dengan gagal napas sering menunjukkan pola pernapasan
cepat dan dangkal, serta retraksi sternum dan ruang interkostal
(ICS). menghirup melalui hidung saat sangat kehabisan napas.
Pasien biasanya memiliki dahak purulen dan batuk produktif.
Biasanya terasa wajar jika mengalami nyeri dada yang diperparah
dengan batuk, pergerakan dinding toraks anterior/ekskresi
pernapasan, dan getaran (vowel fremitus). Bidang paru-paru
biasanya memberikan suara yang menyenangkan atau beresonansi
ketika ada kegagalan dan keluhan pernapasan. Pasien dengan
pneumonia merasakan perkusi yang tidak terdengar saat pertemuan
bronkopneumonia terjadi. Di sisi yang rusak, pasien juga
mengeluarkan suara ronkhi basah dan suara napas lemah.
4. Diagnosa Keperawatan
Umur, jenis kelamin, tingkat perkembangan, dan latar belakang sosial dan
psikologis pasien dibandingkan dengan ukuran normal. Menurut SDKI
(2018), diagnosa keperawatan yang mungkin termasuk:
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan
sekresi yang tertahan (D.0149)
Objektif :
3) Sputum berlebih.
4) Mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering.
5) Mekonium di jalan nafas pada Neonatus.
2. Tanda dan Gejala Minor
Subjektif :
1) Dispnea.
2) Sulit bicara.
3) Ortopnea.
Objektif :
1) Gelisah.
2) Sianosis.
3) Bunyi napas menurun.
4) Frekuensi napas berubah.
5) Pola napas berubah.
5. Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi keperawatan mengacu pada semua prosedur yang dilakukan
oleh perawat berdasarkan keahlian dan pengetahuan klinisnya untuk
menghasilkan luaran yang diinginkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Diagnosis keperawatan akan mengarah pada penerapan rencana asuhan
keperawatan berikut:
Tabel 2. 1. Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
1. Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan
head-tilt dan
chin-lift (jaw-
thrust jika
curiga trauma
cervical)
2. Posisikan semi-
Fowler atau
Fowler
3. Berikan minum
hangat
4. Lakukan
fisioterapi
dada, jika perlu
26
5. Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
7. Penghisapan
endotrakeal
8. Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu.
27
6. Implementasi Keperawatan
Menurut kriteria hasil yang diharapkan, implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien
mengatasi masalah kesehatan mereka dan mencapai status kesehatan yang
lebih baik. Kebutuhan pasien, faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
harus menjadi fokus proses pelaksanaan implementasi (Mulyanti,2017).
Pasien dengan masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif yang terpasang
ETT dapat dirawat dengan cara berikut:
a. Monitoring saturasi oksigen (SPO2) menggunakan oksimeter
b. Monitoring produksi sputum
c. Tindakan suction yang dilakukan sesuai dengan teknik yang benar,
tekanan harus diatur dengan benar serta dilakukan hiperoksigenasi
terlebih dahulu agar tidak muncul masalah keperawatan lainnya. Tekanan
yang lebih dari 150mmHg dapat menyebabkan trauma jalan nafas dan
hipoksia.
d. Mengobservasi peningkatan saturasi oksigen setelah dilakukan tindakan
suction
e. Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.
7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah cara untuk mengukur seberapa baik pengkajian, diagnosis,
perencanaan, dan implementasi manajemen asuhan keperawatan bekerja.
Kitong (2014) melakukan penelitian lain yang menunjukkan bahwa
penghisapan lendir ETT memengaruhi tingkat saturasi oksigen pasien di ruang
ICU. Penelitian Muharji (2019) menunjukkan bahwa pasien dengan
endotracheal tube yang dipasang dengan tekanan suction 140mmHg/19Kpa
meningkatkan saturasi oksigen.