Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gagal Napas


1. Definisi
Kondisi klinis yang dikenal sebagai gagal napas terjadi ketika sistem
pernapasan tidak mampu mempertahankan pertukaran gas yang cukup antara
darah dan paru-paru. Ini terjadi ketika paru-paru tidak mampu menjaga kadar
pH, PO2, dan pCO2 darah dalam kisaran normal. Akibatnya, keduanya dapat
terjadi hiperkapnia atau hipoksia (Arifputera, 2014).
Kegagalan nafas terjadi akibat penurunan fungsi sistem pernapasan yang
umumnya terjadi sebagai kondisi sekunder karena gangguan atau penyakit lain.
Gagal napas adalah keadaan distress pernapasan ringan (dengan indikator
200mmHg < PaO2 / FiO2 ≤ 300mmHg), sedangkan sindrom distress
pernapasan akut adalah derajat sedang hingga berat (PaO2 / FiO2 ≤ 200mmHg)
(Morton & Fontaine, 2018).
2. Etiologi
Salah satu dari banyak faktor yang dapat menyebabkan gagal napas adalah
ventilasi yang tidak memadai. Paru-paru mungkin masih normal secara
struktural pada tahap awal. Salah satu penyebab utama ventilasi yang tidak
memadai adalah penyumbatan saluran pernapasan bagian atas. Pernapasan yang
tidak mencukupi juga akan diakibatkan oleh masalah sistem saraf pusat. Pusat
pernapasan yang mengatur pernapasan terletak di pangkal batang otak (pons
dan medulla oblongata) (Arif Muttaqin 2019).
Penyebab gagal napas dapat dikategorikan sebagai ekstrapulmonal atau
intrapulmonal, bergantung pada komponen atau struktur sistem pernapasan
yang terdampak atau mengalami gangguan. Penyebab ekstrapulmonal antara
laingangguan pada otak, medula spinalis, sistem neuromuskular, toraks, pleura,
dan jalan napas atas. Sedangkan, penyebab intrapulmonal dapat berupa
gangguan jalan napas bawah, alveoli, sirkulasi pulmonal, dan membran
alveolar-kapiler. (Aulia Asman, S.Kep,Ns.,M.Biomed, AIFO. 2022).

6
7

Tabel 1. 1. Etiologi Gagal Napas Akut

Contoh bentuk gangguan Area yang terganggu


Ekstrapulmonal :

1. Otak Overdosis obat


Sindrom hipoventilasi
alveolar
Trauma atau lesi otak
Depresi pernapasan
anestesi post operatif
2. Medula spinalis Guillain-Barré
Syndrome
Poliomielitis
Sklerosis amiotropik
lateral
Trauma atau lesi
medula spinalis
3. Sistem Neuromuskular Miastenia gravis
Sklerosis multipel
Antibiotik
neuromuscular
blocking Keracunan
organofosfat
Distofi otot
4. Thoraks Obesitas
Trauma dada

5. Pleura Efusi Pleura


Pneumothoraks
8

6. Jalan napas atas Sleep apnea


Obstruksi trakea
Epiglotis

Intrapulmonal :
1. Jalan napas bawah danalveoli Penyakit Paru
Obstruksi Kronik
(PPOK)
Asma
Bronkiolitis
Cystic Fibriosis
Pneumonia
Sirkulasi Pulmonal :
1. Membran alveolar-kapiler Acute respiratory
distress syndrome
(ARDS)

3. Klasifikasi
Klasifikasi pada kegagalan pernapasan adalah (Janes Jainurakhma,Sufendi
Hariyanto, dan Donny Richard Mataputun. 2021) :
a. Tipe 1 atau Hipoksemia (PaO2 < 60 mmHg di permukaan laut)
1) Kegagalan pertukaran oksigen :
a) Peningkatan fraksi shunt (Qs/Qs) ;
b) Banjir alveolar (Due to alveolar flooding) ;
c) Hipoksemia yang refrakter terhadap oksigen tambahan.
2) Penyebab gagal napas Tipe 1 :
a) Pneumonia ; Pulmonary edema (edema paru karena
peningkatan tekanan hidrostatik) ;
b) Non Pulmonary Edema (edema paru karena
peningkatanpermeabilitas ;
9

c) Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) ;


d) Emboli paru (lihat juga kegagalan pernapasan tipe IV)
e) Atelektasis (lihat juga kegagalan pernapasan tipe III) ;
f) Pulmonal fibros
b. Tipe II atau Hypercapnic (PaCO2 > 45 mmHg) :
1) Kegagalan untuk menukar atau menghilangkan karbon dioksida :
a) Penurunan ventilasi menit alveolar (VA) ;
b) Sering disertai hipoksemia yang dikoreksi
dengan oksigentambahan.
c) Hipoventilasi sentral ;
d) Asma ;
e) Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) ;
f) Gangguan neuromuskular dan dinding dada
(miopati, neuropati, kyphoscoliosis, myasthenia
gravis) ;
g) Sindrom hipoventilasi obesitas.
c. Tipe III Kegagalan Pernapasan :
1) Kegagalan pernapasan perioperatif :
a) Peningkatan atelaktiasis akrena kapasitas residual
fungsional / Functional Residual Capacity (FRC) yang
rendah dalam pengaturan mekanik dinding perut yang
abnormal. Sering mengakibatkan gagal napas tipe II
b) Dapat diperbaiki dengan anestesi atau teknik operasi,
postur, spirometri insentif, analgesia pasca operasi,
upaya untukmenurunkan tekanan intra-absomen
2) Penyebab gagal napas Tipe III
a) Analgesia pasca operasi yang tidak memadai ;
b) Sayatan perut bagian atas ;
c) Obesitas ;
d) Asam ;
e) Merokok tembakau sebelum operasi ;
10

f) Sekresi jalan nafas yang berlebihan.


d. Tipe IV Kegagalan Pernapasan :
Syok Tipe IV menjelaskan pasien yang diintubasi dan diventilasi dalam
proses resusitasi untuk syok. Tujuan ventilasi adalah untuk menstabilkan
pertukaran gas dan untuk menurunkan beban otot-otot.
4. Patofisiologi
Karena diafragma dan otot interkostal berkontraksi, rongga dada mengembang,
dan tekanan negatif berkembang, respirasi inspirasi spontan terjadi saat fase
ekspirasi pasif. Gagal napas dibagi menjadi dua kategori: gagal napas akut dan
gagal napas kronis. Gagal napas akut terjadi pada pasien yang paru-parunya
secara struktural dan fungsional normal sebelum timbulnya penyakit.
Sementara itu, gagal napas kronis terjadi pada orang yang memiliki penyakit
paru kronis seperti bronkitis, emfisema, atau penyakit paru-paru hitam. Pasien
secara bertahap meningkatkan toleransi mereka terhadap hipoksia dan
hiperkapnia. Paru-paru biasanya pulih dari gagal napas akut dan kembali
berfungsi normal. Namun, struktur paru-paru rusak secara permanen pada kasus
gagal napas kronis. 2021) (Nur Mustika Aji Nugroho). Ada empat cara utama
kemampuan sistem pernapasan untuk bertukar gas terhambat. Mereka adalah
sebagai berikut: (I Made. II. Suastika, EGC 2019) :
1) Hipoventilasi
2) Ketidakseimbangan ventilasi/perfusi (ventilation/perfusion mismatch,
V/Q mismatch)
3) Pintasan darah kanan ke kiri (right-to-left shunting of blood)
4) Gangguan difusi. Kelainan ekstrapulmoner menyebabkan hipoventilasi
sedangkan kelainan intrapulmoner dapat meliputi seluruh mekanisme
tersebut.
Ada dua jenis kegagalan pernapasan: hipoksemia (kegagalan oksigenasi) dan
hiperkapnia (kegagalan ventilasi). Perbedaan tekanan alveoli-arteri O2 (A-
a)DO2 meningkat atau normal, dan penurunan pH dan PaO2 yang berlebihan
merupakan indikator kegagalan ventilasi. Kegagalan pernapasan ditunjukkan
dengan laju pernapasan dan kapasitas vital; tingkat pernapasan normal adalah
11

16-20 napas per menit. Ventilator membantu jika tindakan dilakukan lebih dari
20 kali per menit karena peningkatan "kerja pernapasan" membuat tubuh lelah.
Kapasitas vital diukur dengan ukuran ventilasi, yang biasanya 10-20 mililiter
per kilogram. Michael R.P. dan Murat K. (2014).
Menurut (I Made Bakta, 2019), kegagalan oksigenasi pada gagal napas tipe
hiposekmik/non hiperkapnia, PaCO2 adalah normal atau menurun, dan PaO2
menurun dan disertai dengan peningkatan nilai (A-a) DO2. Gagal napas jenis
ini terjadi karena masalah di rongga napas sendiri, bukan karena masalah di luar
rongga napas. Mekanisme hipoksemia, terutama karena ketidaksepadanan
ventilasi-perfusi dan pintasan darah kanan-kiri,Penderita gagal napas tipe
hipoksik dapat dibagi kedalam 3 grup yaitu :
1) Gangguan pumolner non spesifik akut, ARDS
2) Penyakit paru spesifik akut
3) Penyakit paru progesif kronik.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien dengan gagal napas dapat berbeda-beda bergantung
pada penyebabnya dan lamanya hipoksia jaringan terjadi. Perkembangan
hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis dikaitkan dengan tanda dan gejala yang
umumnya muncul (Burns dan Morton & Fontaine, 2018). Gagal napas memiliki
gejala klinis berikut menurut Abd Wahid dan Imam Suprapto, 2013 :
a. Menurunnya kesadaran mental
b. Takikardi, takipnea
c. Dispnea dengan kesulitan bernafas
d. Retraksi interkosta
e. Sianosis
f. Hipoksemia
g. Auskultasi paru-paru: Ronkhi basah, krekels, stridor, dan wheezing
h. Auskultasi jantung: BJ normal tanpa murmur atau gallop
12

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam gagal napas merupakan tindakan suportif danpengobatan
penyebab yang mendasarinya. Untuk menangani gagal napas dengan identifikasi
dan pengendalian kondisi gagal napas serta pengaturan jalan napas dan
oksigenasi yang sangat penting.
a. Koreksi Hipoksemia
Mempertahankan oksigenasi jaringan yang cukup adalah tujuannya.
Hal ini sering dicapai dengan tekanan oksigen arteri (PaO2) 60 mm Hg
atau saturasi oksigen arteri (SaO2) 90%. Augmentasi oksigen yang
tidak terkendali dapat menyebabkan narkosis CO2 dan keracunan
oksigen. Oleh karena itu, untuk mengoksigenasi jaringan secara
adekuat, konsentrasi oksigen inspirasi harus dikurangi. Kanula hidung,
masker wajah non-rebreathing langsung, atau kanula hidung aliran
tinggi semuanya dapat digunakan untuk menyediakan oksigen,
tergantung pada skenario klinis. Oksigenasi membran ekstrakorporeal
mungkin diperlukan dalam kasus refraktori. Moorer dkk. (2018).
b. Koreksi hiperkapnia dan asidosis respiratorik
Ini dapat dicapai dengan memperhatikan masalah yang mendasarinya
atau memberikan bantuan pernapasan. Indikasi umum untuk ventilasi
mekanis meliputi apnea dengan henti napas, takipnea dengan laju
pernapasan lebih dari 30 napas per menit, perubahan tingkat kesadaran
atau koma, kelelahan otot pernapasan, ketidakstabilan hemodinamik,
dan kekurangan oksigen tambahan untuk meningkatkan PaO2 hingga
55– 60 mmHg.
c. Terapi supportif lainnya
1) Suctioning
Untuk membersihkan saluran napas dari lendir atau dahak dan
menghindari infeksi saluran pernapasan, selang hisap dimasukkan ke
dalam ETT melalui mulut dan hidung (Paramitha & Suparmanto,
2020).
2) Fisioterapi dada
13

Tujuannya adalah untuk menghilangkan cairan, atau dahak, dari jalan


napas. Selain itu, kegiatan ini mencegah gagal napas. Jika perlu, pasien
diberitahu untuk memberikan tekanan dengan telapak tangan ke perut
mereka selama inspirasi untuk membantu mereka bernapas dengan
benar. Pasien batuk efektif. Terapkan drainase postural, perkusi,
getaran, tepukan punggung dan dada, dan banyak lagi. Terkadang juga
perlu minum obat seperti bronkodilator dan mukolitik (Khumayroh,
2019).
3) Bronkodilator
Obat ini dapat diberikan secara inhalasi, yang membuatnya lebih
efektif daripada bentuk parenteral atau oral. Ini karena, untuk efek
bronkodilatasi yang sama, efek samping dihirup lebih sedikit (Gilda
Simanjuntak & Serepina, 2020).
4) Kortikosteroid
Meskipun pemberian kortikosteroid secara sistemik dan topikal telah
menunjukkan perubahan dalam sifat dan jumlah sel inflamasi, tidak
ada yang tahu bagaimana kortikosteroid mempengaruhi jalan napas
(Gilda Simanjuntak & Serepina, 2020).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Analisis gas darah
Gagal napas memiliki gejala klinis yang sangat beragam dan tidak spesifik.
Analisa gas darah harus dilakukan jika gejala gagal napas sudah muncul
untuk memastikan diagnosis, membedakan antara gagal napas akut dan
kronik. Hal ini sangat penting untuk menilai intensitas gagal napas dan
memudahkan terapi. Untuk patokan terapi oksigen dan evaluasi objektif
berat-ringan gagal napas, analisis gas darah dilakukan. Ada dua cara untuk
memahami hasil analisis gas darah: gangguan keseimbangan asam-basa
dan perubahan oksigenasi jaringan (Syarani, Dr. Dr. Fajrinur, M.Ked(Paru,
2017).
14

2) Pulse Oksimetri
Alat ini mengukur perubahan jumlah cahaya yang melewati aliran darah
arteri yang berdenyut. Pengukuran saturasi oksigen non-invasif yang
konsisten dilakukan, yang dapat dilakukan pada jari tangan atau kaki atau
di lobus di bawah telinga. Menurut Syarani, Dr. Dr. Fajrinur, M.Ked, Paru
(2017), saturasi oksigen akan menurun jika tekanan oksigen turun di bawah
90%.
3) Pemeriksaan EKG
4) Pemeriksaan Radiologi
5) Rontgen dada
6) Ekocardiografi
15

8. Pathway

Etiologi (Bronkiolitis, Status


asmatikus,Pneumonia)

Penurunan respon pernafasan

Kegagalan pernafasan ventilasi

Hipoventilasi alveoli

Gangguan difusi dan retensi CO2

Hipoksia jaringan

Paru-Paru

Sekret, odema, wheezing


Kerja nafas PCO2

Kelelahan, diaprosis, Depresi pusat


sianosis Bersihan jalan nafas
pernapasan
tidak efektif

Hipoventilasi
(Takipnea)

Gagal Nafas Bradipnea

Gambar 2.1 Pathway Gagal Nafas


16

B. Konsep Dasar Ventilator Mekanik

1. Definisi
Ventilator mekanis dengan tekanan positif atau negatif adalah alat pendukung
kehidupan yang digunakan untuk melengkapi atau menggantikan pernapasan
yang sehat. kemampuan jangka panjang untuk mempertahankan ventilasi dan
pengiriman oksigen. memberikan asuhan keperawatan baik di fasilitas
perawatan kritis maupun di rumah (Heru Suwardianto, 2019).
Ventilator membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi, menurut Nugroho (2016). Ventilator volume
dan ventilator tekanan adalah dua jenis ventilator. Volume tidal yang akan
dikirim dipilih dalam sistem volume ventilator terlepas dari resistensi atau
kepatuhan. Tekanan jalan nafas bervariasi, sedangkan volume tidal setiap
nafas tetap konstan. Intubasi diperlukan untuk penyisipan tabung
EndoTracheal Tube (ETT) yang invasif. Penempatan tabung ETT dapat
menyebabkan cedera dan peradangan lokal, yang meningkatkan risiko infeksi
nosokomial yang disedot dari orofaring di sekitar manset (Simanjuntak &
Serepina, 2020).
2. Tujuan
Menurut A Aryanto (2020), ventilator biasanya digunakan untuk tujuan
berikut:
a. Mengurangi usaha atau kerja nafas pasien
b. Mengatasi gejala stres pernafasan
c. Mengistirahatkan otot-otot pernafasan
d. Meningkatkan oksigenasi
e. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (asam basa)
f. Stabilisasi dinding dada (membuka atelectasis, memperbaiki
compliance, dan mencegah cedera paru lebih lanjut).
17

3. Indikasi
Menurut Rahma & Ismail (2019), beberapa indikasi untuk penggunaan
ventilator adalah sebagai berikut:
a. Kegagalan pernafasan akut atau kronis;
b. Hipoksemia akut (PaO2 kurang dari 60 mmHg), yang tidak respons
dengan terapi oksigen;
c. Luka pada paru-paru akut;
d. PaCO2 lebih dari 50 mmHg dengan pH arteri kurang dari 7,25;
e. Apnea; bradipnea atau apnea dengan arrest pernafasan;
f. Coma (atau GCS kurang dari 8)Kapasitas vital paru-paru kurang
dari 15 ml/kg BB. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimal
yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-paru
sepenuhnya, yang biasanya berkisar antara 3100 dan 4800 ml.
4. Manfaat
Menurut Sudoyo dkk. (2019), pemasangan ventilator memiliki manfaat
berikut:
a. Mengatasi hiposekmia
b. Mengatasi asidosis respiratorik akut
c. Mengatasi distress pernafasan
d. Mencegah atau mengatasi atelektasis paru-paru
e. Mengatasi kelelahan otot bantu nafas
f. Mempermudah pemberian analgesik dan blok neuromuskular
g. Menurunkan kebutuhan oksigen sistematik dan miokard.
5. Mode Ventilator
Beberapa mode ventilator dan aplikasi yang sering digunakan adalah
(GildaSimanjuntak & Serepina, 2020):
a. Controlled ventilation
Ventilator diatur untuk memberikan volume dan laju pernapasan yang
diantisipasi. Untuk mengurangi upaya yang diperlukan untuk bernapas,
pasien diberikan obat-obatan seperti opioid, neuroblocker dan relaksan,
serta benzodiazepin. Semua napas pasien diberikan oleh mesin dalam
18

mode ini. Frekuensi, volume tidal, waktu inspirasi, PEEP, rasio I-E, dan
FiO2 dapat dimodifikasi oleh perawat. Pasien memiliki opsi untuk
menggunakan sistem kontrol tekanan atau sistem kontrol volume dalam
mode ini. Tingkat tekanan kontrol sistem tekanan diubah oleh perawat.
b. Assist Control Ventilation
Pasien dapat mulai bernapas sendiri. Ventilator akan merespons pemicu
pasien dengan mengirimkan napas yang sesuai dengan volume tidal
setelah pemicu sensitif dibuka. Anda juga dapat menggunakan sistem
tekanan (kontrol tekanan) atau volume (kontrol volume) dalam mode ini.
Tingkat tekanan sistem tekanan dikendalikan oleh perawat.
c. Intermittent Mandatory Ventilation
Karena pasien dapat bernapas secara alami dengan kecepatan dan
volume yang sesuai dengan kemampuan mereka di antara napas mesin
sinkron, mode ini dikenal sebagai Ventilasi Wajib Intermiten
Tersinkronisasi. Mode ini juga dapat mencakup sistem volume dan
tekanan.
d. Pressure Support Ventilation
Setiap kali pasien menghirup, tekanan positif digunakan untuk
meningkatkan volume tidal. Dalam mode ini, pasien bernafas sendiri,
dan mesin mendistribusikan aliran udara sesuai dengan tingkat tekanan
yang telah ditentukan dengan setiap nafas. Tekanan bantuan, PEEP, dan
tingkat sensitivitas disesuaikan oleh perawat.
e. Continous Positif Airway Pressure
Dalam mode ini, pasien bernafas sendiri sementara mesin mengalirkan
udara pada tingkat tekanan yang telah ditentukan dengan masing-masing
inspirasi, menerapkan tekanan positif pada masing-masing untuk
membangun volume tidal. Perawat menerapkan sensitivitas, PEEP, dan
pelepasan tekanan.
f. ASV (Adaptive Support Ventilation)
Dimaksudkan untuk memberikan ventilasi untuk sementara waktu. ASV
akan secara otomatis mengubah persyaratan ventilasi untuk setiap napas
19

berdasarkan pengaturan ventilasi menit minimum dan berat badan


optimal pasien sementara ventilator mengatur pernapasan mekanis. PC
dan PS digabungkan untuk membuat ASV. ASV memasuki mode
Kontrol Tekanan Murni secara otomatis jika pasien diberikan obat
penenang atau relaksasi otot sehingga tidak ada pemicu pernapasan.
Setelah itu, jika pasien terbangun (trigger +) atau mulai menyapih, ASV
akan beralih ke Pressure Support secara otomatis.
g. NIV (Non Invasif Ventilation)
Teknik pernapasan ini hanya menggunakan corong, masker hidung, atau
masker yang menutupi mulut dan hidung pasien; tidak ada Tabung
Endotrakeal di saluran udara. Pasien dengan COPD, kesulitan bernafas
ventilasi, atau penyakit dinding dada neuromuskuler sering
menggunakan pendekatan ini.
C. Konsep Bersihan Jalan Nafas Tidak efektif (D.0001)
1. Definisi
Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret dari jalan napas atau obstruksi
di jalan napas. Tim Pokja PPNI DPP SDKI (2018) mencantumkan ronkhi,
dahak berlebihan, suara napas mengi atau mengi, dan batuk tidak efisien
sebagai gejala dan indikator.
1) Fisiologis;
a. Spasme jalan napas
Kontraksi otot yang tiba-tiba muncul dan terjadi penyempitan pada
jalan napas sehingga sekret yang tertahan sulit untuk dikeluarkan
dan mengakibatkan sesak.

b. Hipersekresi jalan napas


Produksi secret, sputum, dan lender yang berlebihan pada jalan
napas.Sehingga kemungkinan terjadi sumpatan jalan napas oleh
secret yang berlebihan besar terjadi, membuat penderita sesak nafas
karena kekurangan oksigen yang terhalang masuk.

c. Disfungsi neuromuskuler
20

Ketidakmampuan system saraf dan otot untuk bekerja sebagaimana


mestinya. Kelainan neuromuscular memengaruhi kekuatan dari
kedua system otot tubuh yang dapat menyebabkan otot pernapasan
juga ikut melemah. Melemahnya otot pernapasan ini dapat
menyebabkan masalah pernapasan.

d. Benda asing dalam jalan napas


Adanya benda asing yang normalnya tidak ada di jalan nafas. Bisa
terjadi karena insiden.

e. Adanya jalan napas buatan


Suatu keadaan yang terjadi karena tindakan medis (mis. ETT)

f. Sekresi yang tertahan


Sekret atau sputum yang tertahan bisa dikarenakan sputum yang
terlalu kental, spasme jalan napas, batuk tidak efektif.

g. Hiperplasia dinding jalan napas


Terjadi penebalan pada dinding jalan napas, dimana penebalan ini
membuat saluran jalan nafas menjadi mengecil dan menyebabkan
sesak nafas karena kekurangan oksigen.

h. Proses infeksi
Infeksi bakteri atau virus dapat terjadi pada saluran pernapasan dan
jalan napas. Contoh infeksi ini termasuk batuk dan pilek.

i. Respon alergi
Terjadi reaksi abnormal atau reaksi berlebihan system kekebalan
tubuh terhadap suatu zat, mulai dari suhu udara, debu, serbuk sari,
makanan, sabun, dll.

2) Efek agen farmakologia (mis. anastesi)


3) Situasional
a. Perokok aktif
b. Perokok pasif
c. Terpajan polutan
21

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2018)


2. Tanda dan Gejala
a. Tidak ada batuk
b. Suara napas tambahan (mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering)
c. Perubahan frekuensi napas
d. Perubahan irama napas
e. Sianosis
f. Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
g. Penurunan bunyi napas
h. Dypsnea
i. Sputum dalam jumlah berlebih
j. Batuk tidak efektif
k. Orthopneu
l. Gelisah
m. Mata terbuka lebar (PPNI T. P., 2018)
3. Kondisi Klinis Terkait
a. Gullian barre syndrome.
b. Sklerosis multipel.
c. Myasthenia gravis.
d. Prosedur diagnostik (seperti bronkoskopi, transesophageal
echocardiography [TEE] ).
e. Depresi sistem saraf pusat.
f. Cedera Kepala
g. Stroke
h. Kuadriplegia
i. Sindron aspirasi mekonium (PPNI T. P., 2018)
22

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Bersihan Jalan


Nafas Tidak Efektif pada Pasien Gagal Napas yang Terpasang
Endotracheal Tube di Ruang ICU
1. Pengkajian
Menurut Casenia Meilani (2019), penelitian merupakan komponen dari
proses keperawatan yang berkembang dan terorganisasi, yang mencakup
tiga tindakan utama: pengumpulan data secara sistematis, pemilihan dan
pengaturan data yang akan dikaji, dan dokumentasi data dalam format
yang dapat dibuka kembali.
a) Identitas pasien
Informasi ini berisi nama lengkap pasien, alamat, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, dan etnis.
b) Keluhan utama
Nyeri biasanya merupakan keluhan utama pasien saat pengkajian.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Proses menceritakan keluhan utama pasien melalui PQRST atau CPOT.
d) Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk melihat kondisi medis masa lalu seperti hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, dan penggunaan
antikoagulan, aspirin, vasodilator, zat adiktif, dan alkohol.
e) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit menular dan keturunan harus menjadi subjek penelitian.
2. Pengkajian Sekunder
a) Sistem pernafasan
Gejala: Memiliki riwayat kanker paru, radang paru, penyakit paru
obstruktif kronik, dan trauma dada. Takipnea, peningkatan penggunaan
otot, penurunan bunyi napas, dan penurunan fremitus vokal adalah
gejalanya. Perkusi: gerakan dada tidak seimbang, suara napas
berkurang, dan fremitus vokal berkurang. Perkusi: hiporesonansi pada
area berisi udara (pneumothorax), hiporesonansi pada area berisi cairan
(hemothorax).
23

3. Pemeriksaan Fisik
Selain itu, akan sangat membantu untuk memeriksa indikator fisik dari
penyakit tambahan yang mungkin ada atau yang menguatkan diagnosis
saat ini. Pola pemeriksaan fisik berikut didaftar oleh Sistem Pemeriksaan
(Wardani et al., 2018):
a) B1 (Breathing)
Gerakan dada dan pernapasan. Lanjutkan bernapas secara simetris.
Pasien dengan gagal napas sering menunjukkan pola pernapasan
cepat dan dangkal, serta retraksi sternum dan ruang interkostal
(ICS). menghirup melalui hidung saat sangat kehabisan napas.
Pasien biasanya memiliki dahak purulen dan batuk produktif.
Biasanya terasa wajar jika mengalami nyeri dada yang diperparah
dengan batuk, pergerakan dinding toraks anterior/ekskresi
pernapasan, dan getaran (vowel fremitus). Bidang paru-paru
biasanya memberikan suara yang menyenangkan atau beresonansi
ketika ada kegagalan dan keluhan pernapasan. Pasien dengan
pneumonia merasakan perkusi yang tidak terdengar saat pertemuan
bronkopneumonia terjadi. Di sisi yang rusak, pasien juga
mengeluarkan suara ronkhi basah dan suara napas lemah.
4. Diagnosa Keperawatan
Umur, jenis kelamin, tingkat perkembangan, dan latar belakang sosial dan
psikologis pasien dibandingkan dengan ukuran normal. Menurut SDKI
(2018), diagnosa keperawatan yang mungkin termasuk:
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan
sekresi yang tertahan (D.0149)

1. Tanda dan gejala Mayor


Subjektif : Tidak ada

Objektif :

1) Batuk tidak efektif


2) Tidak mampu batuk.
24

3) Sputum berlebih.
4) Mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering.
5) Mekonium di jalan nafas pada Neonatus.
2. Tanda dan Gejala Minor
Subjektif :

1) Dispnea.
2) Sulit bicara.
3) Ortopnea.
Objektif :

1) Gelisah.
2) Sianosis.
3) Bunyi napas menurun.
4) Frekuensi napas berubah.
5) Pola napas berubah.
5. Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi keperawatan mengacu pada semua prosedur yang dilakukan
oleh perawat berdasarkan keahlian dan pengetahuan klinisnya untuk
menghasilkan luaran yang diinginkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Diagnosis keperawatan akan mengarah pada penerapan rencana asuhan
keperawatan berikut:
Tabel 2. 1. Intervensi Keperawatan (SIKI)

No.No Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SDKI)

(SLKI)

1.11. D.0149 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan


keperawatan diharapkan Nafas (I. 01011)
Bersihan Jalan Napas
Bersihan Jalan Napas Observasi
Tidak Efektif
meningkat dengan kriteria 1. Monitor pola
berhubungan dengan
hasil : napas
sekresi yang tertahan
(frekuensi,
25

1. Batuk efektif kedalaman,


meningkat usaha napas)
2. Produksi sputum 2. Monitor bunyi
meningkat napas tambahan
3. Ronkhi menurun (mis. Gurgling,
4. Sekresi jalan mengi, weezing,
napas menurun ronkhi kering)
3. Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik

1. Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan
head-tilt dan
chin-lift (jaw-
thrust jika
curiga trauma
cervical)

2. Posisikan semi-
Fowler atau
Fowler

3. Berikan minum
hangat

4. Lakukan
fisioterapi
dada, jika perlu
26

5. Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik

6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum

7. Penghisapan
endotrakeal

8. Berikan
oksigen, jika
perlu

Edukasi

1. Ajarkan teknik
batuk efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu.
27

6. Implementasi Keperawatan
Menurut kriteria hasil yang diharapkan, implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien
mengatasi masalah kesehatan mereka dan mencapai status kesehatan yang
lebih baik. Kebutuhan pasien, faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
harus menjadi fokus proses pelaksanaan implementasi (Mulyanti,2017).
Pasien dengan masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif yang terpasang
ETT dapat dirawat dengan cara berikut:
a. Monitoring saturasi oksigen (SPO2) menggunakan oksimeter
b. Monitoring produksi sputum
c. Tindakan suction yang dilakukan sesuai dengan teknik yang benar,
tekanan harus diatur dengan benar serta dilakukan hiperoksigenasi
terlebih dahulu agar tidak muncul masalah keperawatan lainnya. Tekanan
yang lebih dari 150mmHg dapat menyebabkan trauma jalan nafas dan
hipoksia.
d. Mengobservasi peningkatan saturasi oksigen setelah dilakukan tindakan
suction
e. Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.
7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah cara untuk mengukur seberapa baik pengkajian, diagnosis,
perencanaan, dan implementasi manajemen asuhan keperawatan bekerja.
Kitong (2014) melakukan penelitian lain yang menunjukkan bahwa
penghisapan lendir ETT memengaruhi tingkat saturasi oksigen pasien di ruang
ICU. Penelitian Muharji (2019) menunjukkan bahwa pasien dengan
endotracheal tube yang dipasang dengan tekanan suction 140mmHg/19Kpa
meningkatkan saturasi oksigen.

Anda mungkin juga menyukai