Anda di halaman 1dari 6

Nama: Karyn Devina

Kelas: XI MIPA 5

Menulis Cerpen Sesuai Struktur

“It turns out my husband's evil nature still hasn't changed”

Di tengah kota yang ramai, hiduplah seorang remaja bernama Zean. Penampilannya yang
tampan dan senyumnya yang manis dan terkesan dingin menutupi gelapnya dunia batinnya.
Zean memiliki ketertarikan yang aneh pada hal-hal gelap, sesuatu yang membuatnya terkesan
misterius di mata orang lain.

Suatu hari Zean mengikuti kelas di sebuah Universitas. Di dalam kelas dia kesulitan fokus
karena fokusnya telah teralihkan pada salah seorang gadis yang tengah menggambar di meja
nya. Gadis itu mengukir sebuah wajah yang aneh.

Zean yang penasaran memutuskan untuk melihatnya seusai pelajaran.

“Hei, gadis nakal yang merusak fasilitas kampus.” Ucap Zean memanggil Eliza saat ruang
kelas mulai kosong.

“Hm? Aku? Memangnya kenapa?”

“Gambarmu bagus. Gambarkan satu di lenganku”

Gadis itu terlihat kebingungan mendengar perkataan Zean. “Di lengan? Bagaimana? Aku tak
bisa membuat tatto.”

“Kau bodoh ya? Gunakan alat yang kau pakai untuk merusak meja itu”

“Tapi -Auch”

Zean menarik kerah baju Eliza. Dia sangat kesal karna gadis itu membuang waktunya.

“Lakukan saja dengan pisau kecil itu”

Eliza yang terkejut dan sedikit merasa takut pun akhirnya menuruti permintaan aneh Zean.

“Selesai” Ucap Eliza dengan gemetar. Dia tak menyangka akan melukai lelaki tampan itu.

“Trims, ini balasannya”

Zean melemparkan sebuah kupon makan gratis di restoran dekat kampus mereka lalu pergi
meninggalkan Eliza yang masih gemetar ketakutan.

Hari demi hari, Zean lewati bersama Eliza. Eliza yang awalnya takut, kini sudah lebih
nyaman berada di dekat Zean.

“Hasil gambarku yang waktu itu masih sakit?”


“Apa aku sempat berteriak atau terlihat kesakitan saat itu?”

“Tidak”

“Ya memang tidak sakit sama sekali”

Zean tertawa kecil namun tidak dengan Eliza. Dia terheran-heran pada Zean. Tempo hari dia
melihatnya memakan daging yang masih sedikit mentah, dia juag sempat melihatnya
meminum segelas darah segar dari hewan yang dia buru.

“Sebenarnya dia ini mahluk apa? Kenapa dia tidak terlihat seperti manusia pada umumnya?”
Pikirnya dalam hati. Eliza terus terheran-heran melihat tingkah Zean.

“Melamunkan apa?” Tanya Zean yang ikut heran karena tingkah Eliza.

“Tidak ada”

“Oh, kalo gitu aku pergi dulu”

“Mau kemana?” Tanya Eliza sedikit penasaran. Namun pertanyaannya di abaikan. Zean pergi
begitu saja menyisakan jejak penasaran di pikiran Eliza.

Zean tak kunjung kembali sejak hari itu. Eliza terus menanti kehadirannya di tempat biasa
mereka bertemu. Sudah 1 bulan lamanya dan Eliza masih memikirkan Zean. Memikirkan
tentang “Siapa itu Zean?” “”Darimana asalnya?” dan “Kemana dia selama satu bulan penuh
ini?”

Di tengah pikirannya yang kacau, secara mengejutkan Eliza melihat seoarang pria setinggi
Zean berlari dengan cepat ke arah gang terpencil di dekat sana. Eliza yang penasaran tentu
saja memilih untuk mengikuti jejaknya dengan berhati-hati.

“AAAAAA!!!!”

Sebuah jeritan terdengar begitu menyeramkan di telinga Eliza. Namun hal tersebut tak
menyurutkan tekadnya, dia terus mengikuti jejak pria tersebut berlari.

Betapa terkejutnya Eliza saat melihat Zean yang baru saja ingin menusuk mata anak kecil.

“Zean?! Apa yang kamu lakukan? Lepaskan anak itu!” Bentaknya tanpa perasaan takut
sedikit pun. Yang dia pikirkan saat ini adalah keselamatan anak tak berdosa itu.

“Eliza? Kok kamu bisa disini? Inikan area terlarang”

“Aku ngikutin jejak kamu, tadi aku liat kamu pas lari ke sini”

“Maafin aku, anak itu ga sopan. Dia menghina nenek nenek tua di pinggir jalan tadi” Zean
berusaha meminta maaf dan menjelaskannya sedikit kepada Eliza yang terlihat sangat kesal.

“Tapi jangan kayak gini! Kasian anak itu, bagaimana pun juga dia hanyalah seorang anak
kecil yang belum mengerti apa-apa”
“Maaf”

Dengan perasaan yang tak karuan karna amarah, Eliza membawa anak itu keluar dari ‘area
terlarang’ itu.

Zean diam-diam mengikuti Eliza dari belakang, dia merasa kesal dan menyesal. Entah apa
yang membuatnya menyesal, yang pasti terlihat jelas di wajahnya bahwa dia menyesali
perbuatannya malam itu.

“Ngapain ngikutin aku? Aku benci orang yang menyakiti orang lain. Apapun alasannya”

“Aku..”

Zean tak bisa berkata-kata lagi, dia tidak memahami dirinya sendiri. Dia tak pernah
menyesali perbuatannya, mau siapapun yang dia bunuh. Tak peduli wantia, lelaki, orang tua,
anak kecil. Tapi malam itu berbeda, dia merasa sangat menyesal karena hampir membunuh
anak itu.

“Aku apa? Menyesal? Sudah terlambat. Jangan pernah menemui aku lagi.” Ucap Eliza
sebelum akhirnya meninggalkan Zean sendirian di bawah pohon besar di taman.

Kini posisi terbalik, Zean terus menunggu kehadiran Eliza di taman. Tempat terakhir merkea
bertemu. Sejak hari itu Zean tak pernah lagi membunuh seseorang.

“Apakah dia akan kembali? Kenapa aku menunggu kehadirannya? Ini bukan Zean Altare
yang dulu.”

Pikirannya kacau, perasaannya tak karuan. Hal tersebut membuatnya ingin melakukan hal-hal
gila.

“AH! Siapa peduli tentang itu! Dia tidak akan pernah kembali lagi”

“Kata siapa?”

Tiba-tiba suara yang tak asing di telinganya terdengar begitu nyata. Terlihat gadis cantik
dengan pakaian putih yang indah berdiri di belakangnya.

“Zean Altare. Aku merindukanmu”

Pelukkan hangat terasa begitu aneh namun menenangkan bagi Zean. Tak disadari senyuman
manis terukir di wajah tampannya.

“Maaf aku kasar waktu itu, ternyata aku tak bisa berpikir jernih jika tak bersamamu”

“Aku yang seharusnya minta maaf.”

Kedua nya kembali berpelukkan di bawah pohon yang sangat besar.


“Aku senang kau kembali, Eliza”

“Aku juga senang bisa melihatmu lagi”

Hari-hari Zean dan Eliza kembali berwarna. Keduanya merasa sangat bahagia bisa
menghabiskan waktu bersama-sama lagi.

“Eliza Putri, mau kah kau menikah denganku? Aku tau, orang tuamu tak akan setuju tapi
cinta ku padamu tak bisa di abaikan lagi”

Tiba-tiba saja Zean melamar Eliza di tepi danau. Eliza terkejut bukan main, dia bingung juga
merasa senang.

“Tapi, aku harus bilang apa sama orang tuaku? Mereka tidak akan setuju”

“Tidak perlu izin, bagaimana?”

Dengan ragu-ragu Eliza menganggukkan kepalanya pelan. Dia tak tahu apakah ini semua
akan baik-baik saja atau tidak.

2 Minggu setelah lamaran tersebut, Eliza dan Zean kini sudah berada di sebuah gereja kecil.
Tak ada satupun orang yang di undang. Zean takut ada yang melaporkan pernikahan tersebut
kepada orang tua Eliza. Dan Eliza tak keberatan dengan hal itu. Mereka melaksanakan
pernikahan dengan singkat kemudian pergi ke vila milik Zean di dekat pantai.

“Sayang, aku khawatir orang tuaku bakal tau hal ini” Ucap Eliza penuh khawatir.

“Tenang aja, mereka ga bakal tau keberadaan kita kok. Udah, mending tidur yuk? Kamu
capek kan” Zean menenangkan istrinya dengan lembut. Setelah cukup tenang, Zean pun
menidurkan Eliza dan perlaha nikut tertidur di sampingnya.

Pagi harinya Zean terbangun tanpa keberadaan Eliza di sampingnya, dia pun mencoba
melihat ke luar kamar.

“Cantik banget sih” Gumamnya saat melihat keberadaan istrinya yang tengah memasak di
dapur.

Dihampiri dan dipelukknya tubuh mungil Eliza dari belakang, tak lupa dia mengecup kening
dan mengucapkan “selamat pagi” pada istri tersayangnya itu.

Zean yang merasakan kecupan hangat dari suaminya pun merasa malu, terlihat jelas
wajahnya memerah padam. Tentu saja, hal tersebut membuat Zean semakin gemas padanya.

Sayangnya masa-masa romantis itu tak bertahan lama. Setelah 1 bulan sejak pernikahan
mereka, tiba-tiba saja sikap Zean berubah drastis. Yang semula selalu romantis dan perhatian
tiba-tiba menjadi cuek. Dia pun sering kali keluar di tengah malam, saat istrinya sudah
tertidur. Saat di pergoki, dia selalu mengeles dengan berkata “Aku hanya ingin mencari udara
segar, tidurlah lagi.”
Hal tersebut tentu membuat Eliza kesal dan penasaran hingga suatu hari Eliza bertekad akan
mengikuti suaminya.

Di malam hari seperti biasa, Eliza dan Zean berbaring di atas kasur dan bersiap untuk tidur.
Namun malam ini Eliza tidak benar-benar tidur, dia hanya berpura-pura dan menunggu
suaminya keluar dari kamar.

Setelah menunggu cukup lama, terdengar suara pintu kamar yang terbuka secara perlahan.
Setelah benar-benar yakin bahwa Zean sudah keluar kamar, Eliza pun beranjak dari kasur dan
bersiap-siap untuk mengikuti suaminya.

Di tengah terangnya rembulan, Eliza terus mengikuti langkah demi langkah dari Zean.

“Dia mau kemana sih?”

Setelah perjalanan yang cukup lama, alhirnya langkah Zean terhenti di depan sebuah
bangunan kosong.

“Dia mau ngapain kesini?”

Dengan hati-hati Zean memasukki bangunan tersebut diikuti oleh Eliza. Betapa terkejutnya
Eliza saat melihat banyak orang yang terluka. Dari anak kecil hingga orang tua, wanita dan
pria. Semuannya terluka. Eliza ingin sekali marah dan membentak Zean tapi dia menahannya,
dia masih penasaran dengan apa yang akan Zean lakukan kepada mereka.

“Diam, jangan berisik atau anak di sebelah sana ku bunuh” Ucapnya dengan tegas.

Semua orang terlihat ketakutan, mereka menyadari keberadaan Eliza namun mereka mengerti
maksud dan tujuan Eliza berada disana. Dan mereka juga yakin bahwa Eliza tau resiko nya
berada disini.

“Kau pak tua, sini!” Zean memerintah seoarng kakek yang kakinya sudah berlumuran darah.

Kakek itu terlihat sangat kesulitan berjalan tetapi dia tetap berusaha menghampiri Zean.

“Craaassshhhh”

Darah mengalir deras dari telinga kakek itu. Tak ada yang berani teriak ataupun menolong
sang kakek. Dihempaskannya kakek itu begitu saja dan Zean menikmati telinga sang kakek.

“Besok kalian akan kedatangan teman baru, jangan berikan dia perkataan yang tidak benar.
Mengerti?!”

Semua mengangguk dengan cepat. Tak ada satupun dari mereka yang berani melawan Zean.

Merasa sudah cukup dengan pertunjukkannya malam ini, Eliza memutuskna untuk
menampakkan dirinya di depan Zean. Dengan penuh amarah Eliza berterika semabri berjalan
keluar dari persembunyiannya.

“Belum cukup dengan kejadian waktu itu ya?! Zean Altare, aku kecewa berat padamu!”
Mendengar teriakan dari wanita yang tak asing baginya, membuatnya sangat terkejut dan
bertanya-tanya.
“Bagaimana kau bisa tau? Dan sejak kapan kau ada disini?” Ucapnya terbata-bata

“Sejak awal aku mengikuti mu. Besok kita ke pengadilan, aku meminta perceraian! Aku
kecewa berat padamu! Aku sudah termakan oleh perkataan manismu yang palsu!”

Perdebatan singkat terjadi di tengah kerumunan orang-orang yang disekap oleh Zean, Eliza
memanggil polisi dan kedua orang tuanya. Eliza ingin meminta maaf kepada kedua orang
tuanya dan mencoba menyingkirkan Zean yang kejam.

Setelah semuanya dibersihkan, Zean di bawa ke kantor polisi sedangkan Eliza di bawa ke
rumahnya oleh kedua orang tuanya.

“Ma, Pa. Aku minta maaf, aku menyesal. Tak seharusnya aku mengikuti perkataan lelaki
kejam itu. Kukira dia sudah benar-benar berubah, namun ternyata aku salah. Dia sama sekali
belum berubah” Eliza terus meminta maaf di depan kedua orang tuanya.

“Sudah tidak apa-apa, lain kali jangan mudah tertipu oleh orang seperti itu. Pastikan terlebih
dahulu apakah orang itu sudah benar-benar berubah atau belum. Jadikan ini perlajaran
hidupmu yang paling berharga ya sayang.” Ucap Ibu Eliza dengan lembut.

Anda mungkin juga menyukai