Anda di halaman 1dari 7

MATERI PERKERASAN JALAN 2

1. Pendahuluan
Sebelum tahun 1920-an, tebal struktur perkerasan ditentukan dengan cara coba-coba, sehingga seringkali tebal yang sama diimplementasikan pada semua segmen jalan,
meskipun seringkali ditempatkan di atas tanah dengan daya dukung yang bervariasi.
Dengan cara coba-coba ini dan setelah bertahun-tahun, baru diperoleh tebal struktur perkerasan yang sesuai, meskipun tidak ada dokumentasi yang memadai yang diketemukan.
2. Struktur jalan
– Summa Crusta (permukaan). Blok poligonal berpermukaan halus yang tertanam pada lapisan di bawahnya, yang dilapisi kapur di antara bebatuan
– Nucleus. Semacam lapisan pondasi yang terdiri dari kerikil dan pasir dengan semen kapur.
– Rudus. Lapisan ketiga terdiri dari pecahan batu dan batu yang lebih kecil, juga dipasang dengan mortar semen kapur. – Statumen. Dua atau tiga rangkaian batu pipih yang
dipasang pada mortar kapur.
3. Perkerasan Telford (1780)
• Dikembangkan oleh Thomas Telford
• Ketebalan jalan antara 350 - 450 mm (14 - 18 in.)
• Struktur perkerasan Telford:
– Lapisan bawah: batu, lebar + 100 mm (4 in.); tinggi + 75 - 175 mm (3 - 7 in.)
→ karakteristik utama perkerasan Telford
– Lapisan tengah: dua lapisan batu, ukuran batu maks + 60 mm (2,4 inci)
→ ketebalan lapisan total + 150 - 250 mm (6 - 9 inci)
– Lapisan atas: lapis aus (wearing course), terbuat dari kerikil dengan tebal + 40 mm (1,6 inci).
4. PERKERASAN MacAdam (1800)
• Dikembangkan oleh John MacAdam
• Fitur: – Perkerasan makadam memperkenalkan penggunaan agregat bersudut
– Agregat bersudut pada tanah dasar yang dipadatkan memiliki kinerja yang lebih baik
– MacAdam menggunakan permukaan tanah dasar/subgrade yang miring untuk memperbaiki drainase
(tidak seperti Telford yang menggunakan
permukaan tanah dasar/subgrade yang datar) – Tebal total perkerasan MacAdam umumnya sekitar
250 mm (10 inci) • Struktur Perkerasan Macadam: – Lapisan bawah: dua lapisan dengan total tebal
sekitar 200 mm (8 inci) – Lapisan atas: ditempatkan lapis aus (wearing course) (tebal sekitar 50 mm
dengan ukuran agregat maksimum 25 mm)
5. JENIS METODE DESAIN PERKERASAN JALAN
• Metode empiris: sebelum tahun 1929, metode desain perkerasan lentur dilakukan dengan coba-coba tanpa ada uji material. Setelah tahun 1929, metode desain dengan uji
kekuatan material, diperkenalkan sebagai metode CBR. Kelemahan metode ini: hanya bisa diaplikasi pada suatu lokasi, dengan kondisi pembebanan, material dan lingkungan
tertentu.
• Metode pembatasan kegagalan gaya geser (shear): metode ini menentukan tebal perkerasan dimana kegagalan gaya geser (shear) tidak boleh terjadi, menggunakan formula
kapasitas daya dukung Terzaghi. Metode ini tidak pernah digunakan karena dengan meningkatnya beban, maka yang menjadi fokusnya seharusnya adalah kenyamaan berkendara,
bukan mencegah kegagalan gaya geser.
• Metode pembatasan lendutan: metode ini menentukan tebal perkerasan sedemikian rupa sehingga lendutan vertikal yang berlebihan tidak boleh terjadi. Metode ini
menggunakan teori Boussinesq dan teori multi-lapisan Burmister. Metode ini punya kelemahan, dimana kegagalan perkerasan lebih karena stress dan strain yang berlebih, bukan
oleh kelebihan lendutan.
• Metode regresi berdasarkan kinerja perkerasan atau road test: metode ini menggunakan persamaan regresi untuk mengeneralisir persamaan berdasarkan data kinerja
perkerasan atau road test. Untuk kondisi yang tidak sama dengan kondisi dimana persamaan regresi dikembangkan, perlu adanya modifikasi secara ekstensif.
• Metode mekanistik-empiris: metode yang berdasarkan pada prinsip mekanika, yang mengaitkan input (berupa beban) dengan response (berupa stress atau strain). Nilai response
digunakan untuk memprediksi kerusakan dari hasil pengujian di laboratorium atau pengambilan data lapangan. Ada dua strain yang digunakan pada metode ini, yaitu: (i) vertical
compressive strain pada permukaan subgrade, sebagai kriteria kegagalan untuk mengurangi kerusakan deformasi permanen; dan (ii) horizontal tensile strain pada bagian bawah
lapisan aspal untuk meminimumkan retak fatigue.

6. PERUBAHAN BENTUK PADA PERKERASAN JALAN


• Ada 3 istilah: strain, deflection, deformation • Deformation = perubahan bentuk, dapat bersifat elastis (kembali) atau non-elastis (plastis/tidak kembali). Deformasi plastis terjadi
setelah fase elastisnya terlampaui. • Deflection = merupakan bagian dari deformasi elastis, mengacu pada perpindahan/jarak dari posisi awalnya. • Strain = ketika terdapat suatu
beban eksternal bekerja pada suatu obyek, akan terjadi deformasi. Rasio perubahan bentuk terhadap aslinya disebut sebagai strain. • Perubahan bentuk ini dapat berbeda ketika
nilai modulus elastisitas (E) berbeda. Semakin tinggi E, semakin kecil deformasi. • Deformasi juga berbeda dengan tebal lapisan yang berbeda
7. TEORI PERKERASAN 1 LAPIS (BUSSINESQ, 1885)
• Teori perkerasan 1 lapisan – Lapisan dikarakterisasi dengan E dan  (Poisson’s ratio) – Material bersifat homogenous (sama di semua titik), isotropic (sama di semua arah), stress
dan strain ditentukan dari beban titik (point load) pada permukaan semi-infinite half-space – Beban merata (uniform load) mulai diperkenalkan, dengan cara meng- • integral-kan
beban pada suatu area.

8. TEORI PERKERASAN 2 DAN 3 LAPIS (Burmister, 1940)


Teori perkerasan 2 lapisan – Mulai diperkenalkannya perkerasan 2 lapisan pada tahun 1943 dan 3 lapisan pada tahun 1945 – Lebih realistis daripada model perkerasan 1 lapisan –
Lapisan dengan material yang lebih baik diasumsikan selalu diletakkan material dengan kualitas material lebih rendah – Teori ini dapat digunakan juga menganalisis perkerasan
dengan lebih dari 2 lapisan, tetapi dalam analisisnya harus dilakukan penggabungan antar lapisan sehingga tercipta perkerasan 2 lapisan. Misalnya: 4 lapisan (surface, base,
subbase, subgrade) → 2 lapisan (surface + base, subbase + subgrade)
Asumsi dasar: – Setiap lapisan homogenous, isotropic, dan linearly elastic dan dikarakterisasi dengan parameter modulus elastisitas (E) dan Poisson’s ratio () → diasumsikan  =
0,5 – Berat material diabaikan (weightless) – Setiap lapisan semi-infinite (berbatas pada satu arah, dan tidak terbatas pada arah yang lain) – Penggunaan beban titik (point load)
atau beban merata (uniform load) pada area berbentuk bulat – Terdapat interface antar lapisan (bisa diasumsikan terdapat friksi atau tanpa friksi, atau konstanta friksi = 0,00 –
1,00) – Shear stress tidak terjadi di permukaan
9. KONSEP DASAR PERKERASAN KAKU
PENDAHULUAN • Perkerasan kaku ialah perkerasan dengan bahan dasar agregat dan bahan pengikatnya semen • Kekakuan dari perkerasan ini lebih tinggi dibanding perkerasan
beraspal ( perkerasan lentur) • Sebagai pembanding kekakuan perkerasan kaku sekitar 40.000 MPa, sedang campuran beraspal sekitar 4000 MPa (sekitar 10 kali nya) • Satu lapis
pelat beton, merupakan konstruksi utama pada perkerasan kaku ini • Sehingga cocok disebut perkerasan kaku
0

STRUKTUR PERKERASAN KAKU • Kekakuan beton sangat tinggi • Kemampuan penyebaran beban ke tanah dasar lebih luas dibanding perkerasan lentur (perkerasan beraspal) •
Perlu keseragaman daya dukung, lapisan dibawahnya. • Daya dukung lapisan dibawahnya, bisa lebih rendah karena bidang penyebaran beban yang luas • Beban roda 12.000 lb,
(tegangan 106 Psi) didistribusikan ke tanah dasar dimana tegangan pada tanah dasar hanya 3-7 Psi , dengan luas distribusi beban lebih dari 20 ft

1. Modulus perkerasan kaku tinggi, deformasi yang terjadi kecil maka distribusi beban melebar sehingga tebal yang diperlukan tidak terlalu tebal. 2. Modulus perkerasan lentur
rendah, deformasi yang terjadi besar maka distribusi beban mengkerucut kecil sehingga tebal yang diperlukan besar. Lagipula, modulus perkerasan lentur sangat sensitif terhadap
perubahan temperatur dan waktu pembebanan.
STRUKTUR PERKERASAN • Pada awal perkembangan, perkerasan kaku langsung dibangun diatas tanah dasar • Setelah perang dunia ke 2, masalah pumping menjadi hal penting •
Pelat nya sendiri dirancang, mempunyai penebalan di tepi, pada tahun 1930 -1940 • Contohnya tebal pelat 8-6-8 (pinggir 8 inci – tengah 6 inci dan pinggir lagi 8 inci). •
Perkembangan selanjutnya, pelat beton dibangun diatas lapisan pondasi berbutir untuk mencegah pumping.
Perkerasan kaku pra tegang adalah beton bertulang yang mengalami tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas
tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal.

Pre Tension dalam system prategang? Pemberian gaya prategang sebelum pengecoran beton disebut sebagai sistem pratarik (pre-tension) dan pemberian gaya prategang sesudah
dilakukan pengecoran disebut sebagai sistem pasca-tarik (post- tension) Dalam Pra-tarik, kawat baja dikencangkan sebelum beton dipasang dan dikeraskan. Dalam Pasca-tarik,
kawat baja direntangkan setelah beton mengeras dan mengeras . Dalam pasca-tarik, profil memanjang dari kawat baja dapat ditempatkan pada profil apa pun yang diinginkan.
PERKERASAN KAKU BERSAMBUNG TANPA TULANGAN ➢ Ada sambungan susut melintang (biasanya berjarak setiap sekitar 4,5 m) ➢ Adanya dowel / ruji sebagai batang penyalur
beban (tergantung beban lalu lintas ) ➢ Lalu lintas berat perlu ruji sebagai penyalur beban ➢ Pada lalu lintas ringan, penyaluran beban cukup dari interlock bidang pecah
sambungan ➢ Tidak ada tulangan didalam pelat (kecuali ruji dan batang pengikat)
PERKERASAN KAKU BERSAMBUNG DENGAN TULANGAN ➢ Ada sambungan susut melintang, lebih panjang dari JPCP (biasanya berjarak setiap sekitar 10-20 meter) ➢ Adanya
dowel / ruji sebagai batang penyalur beban ( tergantung beban lalu lintas ) ➢ Lalu lintas berat perlu ruji sebagai penyalur beban ➢ Ada tulangan didalam pelat ( tulangan
memanjang dan tulangan melintang ) tulangan umumnya berjenis tulangan sirip ➢ Di Indonesia telah digunakan di jalan tol Tangerang – Merak dan sebagian jalan nasional Pantura
PERKERASAN KAKU MENERUS DENGAN TULANGAN • Tidak ada sambungan susut melintang, kecuali sambungan pelaksanaan melintang • Tidak adanya ruji sebagai batang
penyalur beban, kecuali batang pengikat bila perlu • Ada tulangan didalam pelat ( tulangan memanjang dan tulangan melintang) • Tulangan memanjang dan tulangan melintang, •
umumnya berbetuk tulangan sirip • Fungsi tulangan ialah untuk menjaga agar retakan pada pelat tetap rapat
PERKERASAN KAKU MENERUS DENGAN TULANGAN ➢ Timbul retak melintang kecil pada pelat dengan jarak 0,9 – 2,4 m (tergantung perancangan) ➢ Fungsi tulangan untuk
menjaga agar retak pada pelat tetap rapat ➢ Jarang dipergunakan ➢ Tingkat kenyamanan yang baik ➢ Umur bisa lebih panjang dari jenis perkerasan JPCP dan JRCP ➢ Biaya lebih
mahal dari JPCP ataupun JRCP ➢ Tahun 1999 di USA, hanya 8 negara bagian menggunakan jenis perkerasan kaku ini. Umur nya bisa > 21 atau > 30 tahun ➢ Di Indonesia telah
digunakan pada Tol Tangerang – Merak
PERKERASAN KAKU PRATEGANG BETON PRATEGANG Mengkombinasikan beton berkekuatan tinggi & baja mutu tinggi dengan cara aktif yaitu dengan jalan menarik baja dan
mengangkurkannya pada beton (beton dalam kondisi tertekan : menghindari retak) Penggunaan bahan lebih efisien, tebal pelat lebih tipis dari perkerasan konvensional, karena
adanya pra tegang Tebal pelat perkerasan kaku pra tegang sekitar 50 % dari tebal perkerasan bersambung tanpa tulangan Umumnya panjang pelat sekitar 130 m ( tetapi di USA
telah dibangun dengan panjang pelat 230 m dan 300 m)
• Sambungan menjadi lebih sedikit • Perkerasan jenis ini pertama kali diperkenalkan di Texas, untuk lapangan terbang, akhir tahun 1940 • Perkerasan kaku jenis pra tegang di coba
di Texas dengan tebal 15 cm, dan panjang percobaan 1600 m • Tahun 2002, di Texas , panjang 700 m • Tahun 2004, California, membuat sepanjang 76 m • Tahun 2011; Puslitbang
Jalan dan Jembatan, membuat sebagai jalur percobaan di Buntu Jawa Tengah
PERKERASAN KAKU PRACETAK Struktur yang terdiri atas pelat beton semen yang bersambung (tidak menerus) dilakukan prategang (pre-stressed) atau tanpa prategang, dibuat
menggunakan cetakan berukuran tertentu di tempat atau di unit produksi beton
➢ Perkerasan kaku pra cetak pra tegang ➢ Terdiri dari 3 jenis pelat ( panel) – Central Panel; Joint Panel dan Base panel ➢ Central panel, terletak di tengah tengah rangkaian panel
panel ➢ Joint Panel, panel pinggir yang menghubungkan satu rangkain panel dengan rangkaian panel berikutnya ➢ Base panel, pelat yang berada di antara joint panel dan central
panel➢ Telah di buat di Missouri dan Indiana ( USA) ➢ Tebal pelat 20 cm, setara dengan kekuatan JPCP 35,5 cm – Keuntungan dari perkerasan beton pra cetak pra tegang , ialah –
Kualitas beton / pelat lebih terjamin ( karena di cetak di “pabrik”) – Waktu pemasangan lebih cepat dari beton konvensional – Mengurangi gangguan pada lalu lintas, selama
pelaksanaan ➢ Perlu pondasi yang rata sebelum pemasangan pelat➢ Telah dibuat di Indonesia, pada : ➢ Jalan Tol Kanci – Pejagan 2010 ( panel berukuran 8m x 2,5 m x 0,2 m),
dipasang melintang sumbu jalan ➢ Ruas jalan Pantura di daerah Subang (Ciasem), dengan lapis pondasi yang distabilisasi semen ➢ Ruas jalan di Jakarta ( dipasang memanjang /
sejajajar sumbu jalan) ➢ Harga lebih mahal dari perkerasan kaku konvensional
KARAKTERISTIK PERKERASAN KAKU PRATEGANG Penggunaan bahan lebih efisien, tebal pelat lebih tipis dari perkerasan konvensional, karena adanya pra tegang Tebal pelat
perkerasan kaku pra tegang sekitar 50 % dari tebal perkerasan bersambung tanpa tulangan Umumnya panjang pelat sekitar 130 m (tetapi di USA telah dibangun dengan panjang
pelat 230 m dan 300 m)
JENIS SAMBUNGAN PERKERASAN KAKU Kinerja sambungan susut melintang, tergantung pada tiga faktor utama : 1)Jarak antar sambungan 2)Penyaluran beban (dowel) serta
3)Bentuk sambungan serta sifat bahan penutup sambungan (joint sealent). Sambungan susut melintang , ➢Letaknya melintang sumbu jalan ➢Ada pada JPCP dan JRCP
➢Mencegah terjadinya retak melintang pada pelat, akibat susut karena adanya proses hidrasi semen, pengaruh iklim, tahanan dari lapisan pondasi ➢Dilengkapi ruji dari batang
besi polos (untuk lalu lintas berat dan sedang) ➢Ruji untuk mencegah terjadinya pergerakan vertikal yang berbeda /faulting pada sambungan, tapi masih bisa bergerak horizontal
Sambungan pelaksanaan melintang ➢Dibuat melintang jalan, diusahakan letaknya di sambungan susut yang direncanakan ➢Dibuat dalam keadaan tertentu, misal diakhir
pekerjaan tiap hari, atau bila pasokan beton tidak lancar, pekerjaan harus dihentikan. Sambungan memanjang ➢Bisa ada pada JPCP; JRCP atau CRCP ➢Sambungan memanjang,
bisa dibuat sebagai sambungan pelaksanaan atau sambungan dengan penggergajian ➢Bila dibuat sebagai sambungan pelaksanaan, batang pengikat digunakan mengikat pelat
beton yang sudah dihampar lebih dahulu ➢Terletak antara dua lajur perkerasan ➢Agar tidak terjadi pemisahan antara dua pelat ➢Tidak terjadi retak saat melenting • Sambungan
memanjang • Umumnya dibuat bila lebar perkerasan lebih dari 4,6 meter • Dilengkapi dengan batang pengikat berbentuk sirip • Batang pengikat lebih kecil dan lebih panjang dari
ruji Sambungan pelaksanaan : • Sambungan antara pelat bila beton dicor pada saat yang berbeda • Jenis nya ada sambungan pelaksanaan melintang dan sambungan
pelaksanaan memanjang • Sambungan pelaksanaan melintang, umumnya menggantikan sambungan susut • Sambungan pelaksanaan melintang (bukan pada lokasi
sambungan susut, dipasang batang besi yang menyatu dengan beton Sambungan pelaksanaan memanjang Menggunakan batang pengikat, yang ditanam pada
beton Sambungan pelaksanaan lidah alur, tidak disarankan, karena terjadi gompal, akibat gaya geser. Sambungan memanjang dengan lidah alur (key way) tidak
disarankan untuk tebal pelat < 25 cm
Sambungan muai (expansion joint) ➢Dipasang pada konstruksi peralihan antara CRCP dan konstruksi disebelahnya ➢Sambungan pada kondisi tertentu, agar perkerasan dapat
memuai tanpa merusak struktur/perkerasan disebelahnya ➢Umumnya dipasang dekat jembatan, dan konstruksi utilitas jalan ➢Dipergunakan ruji polos sebagai penyalur beban
dengan expansion cap diujungnya ➢Lebar sambungan muai sekitar 19 mm, dengan letak 19 – 25 mm dibawh permukaan pelat.
BAHU PADA PERKERASAN KAKU Bahu pada perkerasan kaku ➢Bisa bahu dengan lapisan beraspal ➢Bisa bahu dengan pelat beton ➢Bahu dari beton bisa mengurangi tebal pelat
➢Bahu beton, bisa diikat ke pelat lajur lalu lintas atau di cor secara monolit dengan pelat ➢Bahu beton harus bersifat struktural, tebal sama dengan pelat dan lebar min 60 cm (
bila dibuat monolit), atau minimum 150 cm bila diikatkan ke pelat

PERKEMBANGAN PERALATAN PERKERASAN BETON Metoda yang berkaitan dengan alat sewaktu pelaksanaan : ➢Metoda dengan acuan (fix form) ➢Metoda dengan acuan gelincir
(slip form) ➢Metoda acuan tetap, yang lebih dulu digunakan, tetapi acuan tersebut mahal harganya. ➢Dikembangkan acuan gelincir di Iowa tahun 1946 – 1949 oleh W. Johnson
dan Bet Myers ➢Thn 1955, Quad City Construction mengembangkan slip form yang lebih lebar ( mampu menghampar dengan lebar 7,3 m, tebal 25 cm)
Pada acuan gelincir, pemadatan dan penyelesaian akhir beton semen dilaksanakan dalam bagian sepanjang rangka mesin, yaitu di antara sisi-sisi dalam acuan yang sedang
bergerak. Adukan beton semen dapat di masukkan langsung ke dalam penghampar, atau disebarkan dan diratakan menggunakan mesin terpisah dari alat penghampar utama.
Rangka acuan bagian tepi yang tersedia hanya digunakan untuk menyangga selama pelaksanaan pembetonan berlangsung. Untuk mengontrol tebal slab, jika diperlukan dapat
menggunakan beberapa bentuk acuan pengontrol ketinggian otomatis dan pengendali. Biasanya digunakan kawat yang ditegangkan secara teliti yang diset di depan operasi
penghamparan.
PELAPISAN ULANG Pelapisan ulang, bisa ➢Diatas perkerasan aspal lama ➢Diatas perkerasan beton lama Tipe pelapisan ulang ➢Bonded, menyatu dengan perkerasan lama (bila
perkerasan lama masih cukup baik) ➢Unbonded , dipasang bond breaker agar tidak menyatu dengan perkerasan lama ( bila perkerasan lama, sudah kurang/ tidak baik), perkerasan
lama sebagai base kualitas tinggi.
LAPISAN PONDASI UNTUK PERKERASAN KAKU Maksud penggunaan lapis pondasi : ➢Memenuhi kekurangan daya dukung terhadap pelat ➢Memberikan ketahanan terhadap erosi
akibat beban dan keadaan lingkungan Jenis lapisan pondasi : ➢Granular material ➢Lapis pondasi dengan bahan pengikat ➢Batu pecah di stabilisasi semen, kapur dll ➢Campuran
beraspal bergradasi rapat ➢Lean concrete , kekuatan 80 – 110 kg/cm2 ( 28 hari) Pemecah ikatan diatas lapisan subbase dengan pelat beton: ➢Memberikan permukaan yang halus
dan tahanan gesek yang seragam ➢Lean concrete dibuat tanpa sambungan melintang, dimaksudkan retak dengan lebar retak yang sempit
D

Sifat fisik semen a) kehalusan (finesess) b) konsistensi dan waktu pengalihan c) perubahan volume (soundness) d) kekuatan
Alat uji tekan : compression Testing Machine
KONDISI PERKERASAN JALAN YANG SERING DITEMUI
• Penanganan jalan dengan overlay menghasilkan retak top – down → bukan karena kegagalan konstruksi di bawahnya, tapi karena mutu campuran beraspal • Penanganan dengan
milling dan rigid, menyebabkan retak-retak karena kualitas beton kurang baik dan kondisi tanah lunak Jalan Ciasem – Pamanukan

Jalan Jatibarang – Kertasemaya (Rigid pavement 27 cm, lean con. 10 cm) • Terletak di daerah sawah dan hampir 50% pada musim hujan air permukaannya tinggi (jarak dari
permukaan kurang dari 50 cm), dan saat musim kemarau dalam kondisi kering. • Kondisi ini membuktikan bahwa kerusakan bukan oleh kualitas beton atau tebal perkerasan yang
kurang, tapi karena differential settlement.
HAKEKAT PRESERVASI JALAN • Preservasi seharusnya: – Merupakan upaya teknis mempertahankan kemantapan jalan hingga akhir umur rencana yang ditargetkan – Seharusnya
untuk memelihara jalan yang sudah mantap agar tetap bertahan kemantapannya hingga akhir umur rencana – Merupakan manajemen aset jalan yang sudah mantap • Preservasi
memerlukan konsekuensi dan konsistensi: – “preventif” – perencanaan bahan dan peralatan – “on time” – pelaksanaannya sesuai kerusakan yang diprediksi – Kontraktor harus
menjadi “road manager” (selalu memonitor kondisi jalan dan eksekutor), bukan hanya sebagai pelaksana proyek
Preservasi seharusnya: – Merupakan upaya teknis mempertahankan kemantapan jalan hingga akhir umur rencana yang ditargetkan – Seharusnya untuk memelihara jalan yang
sudah mantap agar tetap bertahan kemantapannya hingga akhir umur rencana – Merupakan manajemen aset jalan yang sudah mantap • Preservasi memerlukan konsekuensi dan
konsistensi: – “preventif” – perencanaan bahan dan peralatan – “on time” – pelaksanaannya sesuai kerusakan yang diprediksi – Kontraktor harus menjadi “road manager” (selalu
memonitor kondisi jalan dan eksekutor), bukan hanya sebagai pelaksana proyek
Oleh karena itu, jalan yang berada dalam kondisi rusak: – Harus dikembalikan dulu ke kondisi mantap (dengan rehabilitasi atau rekonstruksi) – Dilakukan perencanaan terkait
kemungkinan penurunan kondisi karena pengaruh beban dan kondisi lingkungan di masa mendatang – Pengaruh lingkungan yang menyebabkan kerusakan struktural (contoh:
differential settlement) seharusnya sudah tidak menjadi concern ketika kegiatan preservasi dilakukan. • Preservasi harus dilakukan dengan biaya seoptimal mungkin (bukan “biaya
minimal”), terencana dan umumnya merupakan pemeliharaan preventif.

JENIS TEKNOLOGI PRESERVASI JALAN • Surface treatment (crack filling dan crack sealing) • Crack surfacing (slurry seal, micro-surfacing, chip seal, dsb.) • Surface dressing (fog seal
dan rejuvinating seal) • Minor rehabilitation (overlay non-struktural tipis konvensional atau dengan fiber-mat, hot dan cold-mix recycling) • Major rehabilitation (overlay struktural
konvensional atau dengan fiber-mat) • Reconstruction Surface treatment (crack filling dan crack sealing) → untuk menutup retak dari intrusi air atau material halus. – Crack filling
→ untuk mengisi retak aktif/working crack (dengan lebar > 0,1 inch, contoh pada retak melintang/memanjang) dengan jenis material crack sealent yang bersifat lentur. Sifat lentur
dari sealent sangat bermanfaat untuk mengantisipasi pergerakan retak. – Crack sealing → untuk mengatasi non-working crack, termasuk rongga pada retak (contoh pada retak
fatigue top-down, dll.) dengan menggunakan material aspal emulsi, ditutup dengan pasir. Surface treatment (crack filling dan crack sealing), mempunyai manfaat: – Melindungi
lapisan bawah (base) yang tidak berpengikat (granular base) dari intrusi air – Memperlambat kerusakan pada perkerasan – Mengurangi kemungkinan untuk terjadinya pelepasan
butir, yang berujung pada terjadinya lubang (potholes) – Memperpanjang umur perkerasan antara 1 – 4 tahun (dibandingkan apabila tanpa treatment) Surface treatment (crack
filling dan crack sealing), yang perlu diperhatikan: – Jenis retak, untuk menentukan jenis treatment yang akan dipilih (filling atau sealing) – Tingkat keparahan (level of severity) – -
Jumlah retak Surface treatment (crack filling dan crack sealing), yang perlu diperhatikan: – Jenis retak, untuk menentukan jenis treatment yang akan dipilih (filling atau sealing)retak

Surface treatment (crack filling dan crack sealing), yang perlu diperhatikan: – Tingkat keparahan (level of severity) retak Surface treatment (crack filling dan crack sealing), yang
sering terlewat: • Surface treatment (crack filling dan crack sealing), metode pengerjaan: • Surface treatment (crack filling dan crack sealing), hasil akhir:

Crack surfacing (slurry seal, micro-surfacing, chip seal, dsb.) → yaitu suatu proses untuk menutup suatu area yang relatif luas dengan jenis kerusakan retak. Crack surfacing dapat
berfungsi sebagai lapis permukaan baru atau sebagai pre-treatment terhadap jenis penanganan yang lain. – Slurry seal → terdiri dari aspal emulsi, air, agregat halus (lolos no. 4)
dan filler (biasanya berupa semen). – Micro-surfacing → material yang sama dengan slurry seal, ditambah dengan bahan polimer agar diperoleh properti campuran yang lebih baik.
Material aspal pada slurry seal (sama dengan chip seal) akan mengeras (air akan terpisah dari aspal) apabila terdapat panas, sedangkan micro-surfacing akan mengeras secara
kimia. Crack surfacing (slurry seal, micro-surfacing, chip seal, dsb.) → Agregat yang digunakan pada slurry seal dan micro-surfacing: Crack surfacing (slurry seal, micro-surfacing, chip
seal, dsb.), digunakan untuk: – Slurry seal: permukaan jalan yang telah mengalami retak halus yang meluas, menghambat pelepasan butir dan meningkatkan gesekan permukaan. –
Micro-surfacing: sama dengan slurry seal, selain itu juga dapat digunakan untuk memperbaiki profil penampang melintang dan mengisi alur (jejak roda) pada lalu lintas sedang
sampai dengan berat. • Crack surfacing (slurry seal, micro-surfacing, chip seal, dsb.), penggunaan slurry seal dan micro-surfacing dilihat dari parameter PCI:

Crack surfacing (slurry seal, micro-surfacing, chip seal, dsb.) – Chip seal • untuk laburan dua lapis agregat (Burda), lapisan kedua diletakkan langsung dan di atas lapisan pertama.
Aspal yang digunakan pada lapisan pertama adalah sebanyak 60% dari total aspal yang digunakan pada chip seal. Agregat yang dihampar pada lapisan pertama mempunyai ukuran
lebih besar dari lapisan kedua. • Chip seal, menggunakan agregat kasar (batu pecah) ukuran seragam dengan ukuran nominal 12,5 mm (berbeda dengan slurry seal dan micro-
surfacing yang rata-rata menggunakan pasir) • Burtu dihampar dan dipadatkan dengan tebal maksimal 20 mm, sedangkan burda diharapkan setelah dipadatkan mempunyai tebal
maksimal 35 mm. Crack surfacing (slurry seal, micro-surfacing, chip seal, dsb.) – Penggunaan chip seal: • Dihampar di atas lapisan pondasi berbutir kelas A yang telah diberi lapis
resap pengikat (prime coat), atau di atas lapisan pondasi berpengikat semen atau aspal • Dihampar di atas lapisan aspal lama (ditambahkan lapisan pengikat/tack coat) • Berfungsi
untuk waterproof permukaan, menutup retak halus s/d sedang dan meningkatkan kekesatan permukaan jalan.
Surface dressing (fog seal dan rejuvinating seal) → Apa beda yang lainnya dari fog seal dan rejuvenating seal? – Fog seal dilakukan pada perkerasan yang masih relative baru
(maksimum 2 tahun), sedangkan rejuvenating seal dilaksanakan pada perkerasan yang berumur maksimum 4 tahun – Fog seal dilakukan untuk mengurangi terjadinya pelepasan
butir/ raveling, kadang digunakan pada chip seal sebelum penghamparan agregat, serta menambah waterproofing. – Rejuvinating seal dilakukan terutama untuk melunakkan aspal
yang telah mengeras karena proses oksidasi dan mengurangi tingkat oksidasi/ageing (campuran beraspal lebih fleksibel, mengurangi aspal mudah retak).
• Untuk mencegah retak merambat ke atas, digunakan stress absorbing membrane (SAM), dan stress absorbing membrane interlayer (SAMI) – Contoh SAM dan SAMI
menggunakan material aspal karet (rubber aspal). Di atas SAMI bisa diletakkan lapisan tipis campuran beraspal non- struktural, atau lapisan campuran beraspal struktural.

Anda mungkin juga menyukai