Anda di halaman 1dari 18

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 3
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian permasalahan hegemoni maskulinitas dan pendidikan karakter perempuan


berbasis lokalitas dalam novel-novel Indonesia modern berwarna lokal Minangkabau ini
berlangsung di dalam dua lokasi yang berbeda. Pertama, pengumpulan data dari sumber data
novel akan dilakukan dalam ruangan (studi kepustakaan). Ruangan yang dimaksud bersifat
fleksibel dalam pemilihan tempat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peneliti, meliputi di
rumah dan di perpustakaan. Kedua, pengumpulan data juga akan dilakukan dengan wawancara
di lapangan dengan nara sumber yang relevan. Data lapangan yang akan dikumpulkan adalah
informasi tentang fenomena permasalahan sosial budaya masyarakat Minangkabau dalam
novel berlatar budaya Minangkabau, tentang pendidikan karakter perempuan dalam
masyarakat Minangkabau, dan kedudukan laki-laki serta perempuan dalam adat matrilineal di
Minangkabau. Untuk mendapatkan data hasil wawancara maka kota yang dipilih sebagai
lokasi wawancara adalah Padang. Selanjutnya lokasi berlangsungnya wawancara meliputi
kantor Balai Bahasa Padang, Gedung Kebudayaan Sumbar, dan kantor redaksi Surat Kabar
Harian Singgalang. Selanjutnya penelitian ini dijadualkan dengan tahapan prapenelitian,
pengumpulan data, analisis data, dan penulisan hasil penelitian. Adapun rentang waktu
pelaksanaan penelitian ini diuraikan dalam matriks berikut.

Tabel 1. Matriks Jadual Kegiatan Penelitian


No Kegiatan Tahun 2019-2022/Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 12
1
A Prapenelitia
n

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1 Perancangan
Proposal
2 Studi
Literatur
3 Menulis dan
Konsulltasi
Proposal
4 Seminar
Proposal
B Penelitian
1 Pengumpulan
Data
2 Analisis Data

Tahun 2022
3 Ujian Hasil
Riset I Dan
Revisi
4 Ujian Riset II
5 Ujian
Kelayakan
6 UJian
Tertutup dan
revisi
7 Ujian Terbuka
dan revisi

B. Strategi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Saldana (2011:4) menyatakan penelitian kualitatif
adalah istilah umum untuk berbagai pendekatan dan metode untuk mempelajari kehidupan
sosial/alamiah. Informasi atau data yang bersifat nonkuantitatif dikumpulkan dan dianalisis.
Data tersebut terdiri atas dua bentuk, yaitu teks dan materi visual. Data berupa teks, seperti
transkrip wawancara, catatan lapangan, dan dokumen. Data berupa materi visual, seperti
artefak, foto, rekaman video, dan situs internet. Kedua jenis data tersebut mendokumentasikan
pengalaman manusia, orang lain, atau diri seseorang dalam aksi sosial sesuai keadaan yang
sebenarnya. Lebih lanjut Saldana menjelaskan penelitian kualitatif biasanya dilakukan untuk
mensintesiskan dokumen pengamatan budaya, wawasan baru, dan perbedaan pendapat tentang
kompleksitas individu dan sosial, evaluasi keefektifan program atau kebijakan, kesenian
sebagai perwujudan makna manusia, dan atau kritik terhadap tatanan sosial yang ada dan
inisiasi keadilan sosial.

2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Seorang peneliti kualitatif sebelum memulai penelitian harus memiliki fase-fase


penelitian yang akan menjadi dasar dan penguat dalam proses penelitian. Fase tersebut adalah
langkah awal penelitian yang meliputi konsep dari peneliti tentang apa yang akan dibawanya
ke dalam penelitiannya; apakah permasalahan sejarah pibadi mereka, pandangan tentang
dirinya, dan pandangan tentang orang lain, atau persoalan etika dan politik. Fase berikutnya
adalah konsep peneliti dalam memilih dan membawa berbagai teori, paradigma dan perspektif
ke dalam penelitiannya. Selanjutnya peneliti kualitatif juga perlu memahami asumisi-asumi
dasar dalam kualitatif, yaitu asumsi ontologi, epistemologi, aksiologi, serta metodologi
penelitian. Empat asumsi ini menjadi penguat bagi periset untuk melaksanakan proses
penelitian (Creswell, 2015:23-25). Dalam pandangan ahli lain, dijelaskan bahwa kualitatif
adalah metode penelian yang memberikan perhatian terhadap data-data alamiah dalam
hubungannya dengan konteks keberadaannya. Oeh karena itu, penelitian kualitatif
mempertahankan hakikat nilai-nilai dalam sebuah permasalahan penelitian (Ratna, 2006:47).
Penelitian yang akan dilaksanakan ini menggunakan strategi atau metode analisis isi.
Metode analisis isi adalah pemeriksaan teks dan visual (misalnya surat kabar, majalah,
transkrip lisan), media (misalnya film, televisi, situs internet), dan produk budaya (artefak dan
produk komersial) secara sistematis untuk menganalisis fungsi nyata (prominent manifest) dan
fungsi laten (latent meanings (Saldana, 2011:5). Ahli lain, Drisko & Tina Maschi (2016: 82)
menyatakan konten analisis untuk penelitian kualitatif adalah seperangkat teknik untuk analisis
sistematis berbagai jenis teks yang tidak hanya membahas konten tetapi juga tema dan ide
utama yang ditemukan dalam teks. Secara keseluruhan, analisis konten kualitatif mengacu pada
metode sistematis untuk mencari dan menjelaskan makna dalam berbagai jenis teks. Contoh
penerapan konten analisis kualitatif adalah untuk bidang penelitian sastra (Drisko & Tina
Maschi, 2016: 83). relevan dengan tujuan dalam konten analisis tersebut, maka penerapan
konten analisis dalam penelitian ini adalah bertujuan untuk menggali isi teks dan memahami
makna teks dalam novel-novel Indonesia modern berwarna lokal Minangkabau, khususnya
dalam permasalahan hegemoni maskulinitas serta masalah pendidikan perempuan berbasis
lokalitas.
Untuk memahami makna tiga novel secara menyeluruh diperlukan metode lingkaran
hermeneutik. Dengan metode tersebut pemahaman sebagian dibandingkan dengan keseluruhan
dan pemahaman keseluruhan dibandingkan dengan sebagian. Selain itu, juga dilakukan dengan
membandingkan dengan sesuatu yang sudah diketahui, bagian yang satu mengartikan yang
lain, bagian yang satu mengacu bagian yang lain. Lingkaran sebagai keseluruhan membatasi
bagian-bagian. Bagian-bagian membentuk keseluruhan, melingkar-lingkar membentuk

3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lingkaran hermeneutik (Poespoprodjo, 2004: 25). Pemahaman secara menyeluruh tersebut


dimanifestasikan pada permasalahan aspek sosial budaya yang melatarbelakangi terbentuknya
konsep maskulinitas tokoh laki-laki di tiap novel, hegemoni maskulinitas, dan pendidikan
karakter untuk perempuan yang berbasis kearifan sifat Bundo Kanduang dalam novel yang
menjadi sumber data penelitian. Untuk menemukan makna menyeluruh permasalahan
penelitian dalam ketiga novel yang menjadi sunber data penelitian, pendekatan analisis yang
digunakan adalah sosiologi sastra dengan perspektif teori poststrukturalis yang mencakup
hegemoni, maskulinitas, aspek sosial budaya, dan pendidikan karakter berbasis kearifan sifat-
sifat Bundo kanduang dalam budaya matrilineal Minangkabau. Sosiologi sastra dalam
perspektif poststrukturalis adalah kajian sastra yang berhubungan dengan kebudayaan dalam
masyarakat. Dalam lingkup yang lebih kompleks, kajian masalah kebudayaan dan masalah
masyarakat dalam sastra termasuk ke dalam kajian cultural studies. Sosiologi sastra
poststrukturalis melihat keterkaitan antara sastra, masyarakat, dan kebudayaan dengan
menampilkan cara pemahaman baru, sesuai dengan paradigma poststrukturalis, melibatkan
berbagai disiplin ilmu lain.
Sastra dalam konteks kajian cultural studies adalah salah satu aspek kebudayaan yang
memegang peranan penting sehingga sastra benar-benar terlibat di dalamnya. Peranan
keterlibatan tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu a) sebagai penyedia sumber data dalam
bentuk karya sastra lisan, maupun tulis; b) keterlibatannya dalam kaitan dengan teori,
khususnya teori-teori postrukturalisme; c) dalam kaitannya dengan studi kultural dalam
masyarakat, maka teori-teori yang dimaksud adalah teori postrukturalisme, seperti teori
hegemoni yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci dan dikembangkan lagi menjadi model
hegemoni maskulinitas oleh R.W. Connel.
Sebagai bagian dari teori hegemoni yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci, teori
hegemoni maskulinitas yang dikemukakan oleh R.W. Connel menggabungkan disiplin
keilmuan sosiologi dan gender. Fokus kajian teori hegemoni maskulinitas R.W. Connel adalah
permasalahan karakter intelektual gender maskulin dalam masyarakat yang mendominasi dan
mensubordinasi gender feminin. Connel mengemukakan model struktur gender yang menjadi
penguat terciptanya praktik hegemoni gender maskulin, yaitu power, produksi, dan cathexis.
Tiga struktur gender inilah yang menjadi penyebab munculnya berbagai bentuk hegemoni
maskulinitas, baik yang bersifat subordinasi laki-laki terhadap laki-laki, subordinasi laki-laki
terhadap perempuan, dalam skala lokal (ruang keluarga, rumah tangga), regional (daerah,
publik), serta nasional (negara), dan internasional (politik bangsa) (Connel, 2005).

4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sejalan dengan penjelasan teori tersebut, maka dalam penelitian yang akan dilakukan ini
terdapat tiga permasalahan yaitu, a) aspek sosial-budaya yang melatarbelakangi terbentuknya
karakter maskulin tokoh laki-laki dalam ketiga novel yang menjadi sumber data penelitian; b)
hegemoni maskulinitas tokoh laki-laki terhadap perempuan ditinjau dari relasi kekuasaan relasi
produksi, dan cathexis; dan c) pendidikan karakter perempuan berbasis kearifan lokal sifat
Bundo Kanduang dalam ketiga novel yang menjadi sumber data penelitian.
Relevan dengan ketiga permasalahan tersebut, menurut teori hegemoni maskulinitas
yang dikemukakan oleh R.W. Connel, konstruksi maskulin adalah ciri-ciri karakter, sifat,
kebiasaan, perwatakan, kepribadian, serta tabiat laki-laki sebagai hasil dari konstruksi budaya
yang diberi label gender maskulin. Selanjutnya dikaitkan dengan sosiologi sastra,
permasalahan maskulinitas dalam struktur cerita di setiap novel dapat dianalisis melalui
karakter tokoh, khususnya karakter tokoh laki-laki protagonis, meliputi peran tokoh dalam
cerita, relasinya dengan tokoh lain, sifat, kepribadian, serta tindakanya dalam berbagai satuan
peristiwa cerita. Dengan melakukan analisis terhadap karakter tokoh protagonis laki-laki, akan
dapat dijabarkan bagaimanakah konstruksi maskulin yang dilekatkan pada tokoh laki-laki di
masing-masing novel.
Dilihat dari aspek kebudayaan masyarakat Minangkabau, permasalahan hegemoni
maskulinitas merupakan gambaran bias dari sistem sosial budaya yang dijalankan oleh
masyarakat Minangkabau. Dalam dalam kehidupan nyata laki-laki memiliki peran sebagai
mamak (paman) dalam keluarga kaum, urang sumando (semenda; menantu) dalam kaum
keluarga istri, serta penghulu yang memimpin nagari. Permasalahan hegemoni maskulinitas
terbentuk karena adanya peran gender yang dominan, praktiknya adalah bentuk ajakan,
bujukan, rayuan, provokasi, perintah, tekanan, termasuk tindak kekerasan fisik dan verbal yang
dilegitimasi melalui relasi kekuasaan, relasi produksi, dan cathexis.
Permasalahan ketiga adalah pendidikan karakter perempuan berbasis kearifan sifat Bundo
Kanduang terkait dengan upaya mengatasi upaya hegemoni maskulinitas. Permasalahan ini
dapat dianalisis dengan teori budaya lokal Minangkabau, khususnya ajaran moral terhadap
perempuan Minangkabau sebagai Bundo Kandung. Ajaran moral tersebut dimuat dalam butir-
butir ajaran sifat-sifat utama perempuan Minangkabau serta hal-hal yang dilarang dan
dipantangkan bagi perempuan Minangkabau sebagai Bundo Kandung.
Relevan dengan masalah hegemoni maskulinitas, maka analisis terhadap permasalahan
pendidikan karakter perempuan yang berbasis lokalitas dapat menjadi benteng mengatasi
tindak hegemoni maskulinitas yang bertentangan dengan substansi matrilineal Minangkabau.
Untuk mendapatkan jawaban dari ketiga butir permasalahan tersebut, maka langkah kerja

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pendekatan sosiologi sastra yang diterapkan adalah analisis karya sastra sebagai cermin
masyarakat melalui pembacaan dan penafsiran teks-teks dalam sumber data. Selanjutnya hasil
pembacaan itu dibandingkan dengan temuan fakta-fakta sosial budaya dalam teks-teks novel
dengan informasi dari berbagai sumber tertulis. Setelah mendapatkan penafsiran atas
perbandingan tersebut, peneliti menafsirkan kembali fakta melalui penganalisisan dokumen
budaya, dokumen sosial, dan catatan-catatan penting peristiwa sosial yang mendukung
pembuktian hasil analisis.

C. Data dan Sumber Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah teks-teks yang terdapat dalam novel-novel Indonesia
modern warna lokal Minangkabau yang menjadi sumber data. Sesuai dengan konsep penelitian
kualitatif pendekatan analisis isi, maka data yang dibutuhkan untuk menjawab masalah adalah
data tertulis berupa teks. Oleh karena penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah penelitian
terhadap karya sastra, maka data teks yang dimaksud adalah teks-teks tertulis yang terdapat
dalam tiga judul novel yang menjadi sumber data.
Mason (2002:52) menyatakan untuk penelitian kualitatif, sumber yang dapat dijadikan
data adalah manusia, baik individu atau kelompok, organisasi, teks-teks tertulis, baik yang
dipublikasikan, maupun yang tidak dipublikasikan, benda-benda dan artefak, serta peristiwa-
peristiwa. Selaras dengan pandangan Mason tersebut, maka sumber data dalam penelitian ini
adalah novel sebagai sebuah karya tulis yang memuat teks-teks sesuai dengan permasalahan
yang akan diteliti. Sebelum memilih sejumlah novel sebagai sumber data penelitian, terlebih
dahulu peneliti melakukan penelusuran dan pendataan terhadap novel Indonesia yang
bercirikan lokalitas Minangkabau. Berdasarkan pendataan terhadap novel-novel serupa dari
angkatan Balai Pustaka sampai dengan angkatan mutahir (angkatan 2000-an dan pasca
angkatan 2000-an). Untuk mengelompokkan judul-judul novel Indonesia modern dengan
kategori bertema warna lokal Minangkabau ditandai dari ciri gaya bahasa, penamaan tokoh,
latar tempat, latar sosial dan budaya, serta tema cerita yang mencerminkan ciri-ciri masyarakat
dan budaya etnis Minangkabau. Berdasarkan penelusuran terhadap novel dengan ciri serupa,
maka didapatkan data seperti dalam tabel berikut.
Tabel 2. Sebaran Novel-novel Indonesia Modern Warna Lokal Minangkabau
di Setiap Angkatan Sastra

No Periode Angkatan Jumlah Judul Jumlah Rentang


Pengarang Tahun
Terbit

6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1 Balai Pustaka 18 7 1920-1934


2 Pujangga Baru 5 2 1933-1939
3 Angkatan ‘45 - - -
4 Angkatan ’50-an 2 1 1967-1970
5 Angkatan 66 4 3 1977-1979
6 Angkatan 80-90-an 6 2 1980-1999
7 Angkatan 2000-an 34 16 2000-2022
Total 69 32
Pada tabel 2 terlihat jumlah novel Indonesia yang bercirikan warna lokal Minangkabau
dari periode angkatan Balai Pustaka sampai angkatan 2000 cukup representatif, yaitu sebanyak
69 judul oleh 32 orang pengarang. Jumlah tersebut sekaligus menggambarkan bahwa penulisan
karya sastra khusus novel yang menampilkan masyarakat dan budaya Minangkabau dari masa
ke masa selalu menunjukkan perkembangan yang baik. Selanjutnya berdasarkan jumlah judul
dan sebaran novel dari pengarang tersebut, peneliti melakukan kembali proses pemilihan judul
novel yang akan dijadikan sumber data penelitian. Pemilihan judul novel sebagai sumber data
penelitian dilakukan acak dengan mempertimbangkan tingkat kepentingan dan keterwakilan
novel dari masing-masing periode/angkatan, kualitas karya serta relevansinya dengan
permasalahan yang diteliti. Berdasarkan pertimbangan itu, maka peneliti memilih 3 judul novel
sebagai sumber data penelitian. Alasan pemilihan ketiga novel tersebut adalah pertimbangan
kualitas karya, keterwakilan nama sastrawan dari periode kepenulisannya dalam ranah sastra
Indonesia, serta relevansi yang kuat dari karya sastrawan bersangkutan dengan permasalahan
yang diteliti. Atas dasar hal itu maka tiga judul novel yang dijadikan sumber data penelitian
seperti dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 3. Sumber Data Penelitian

No Judul Novel Pengarang Penerbit Tahun


Terbit
1 Siti Nurbaya Marah Rusli Balai Pustaka, (cetak ulang
Jakarta ke-48) tahun
2011
2 Orang-orang Wisran Hadi Citra Budaya 2000
Blanti
3 Perempuan Batih A.R. Rizal Laksana, 2018
Yogyakarta
Ada beberapa alasan krusial dalam memilih masing-masing novel ini sebagai sumber data
penelitian. Novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli (2011) merupakan novel dari pengarang

7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Minangkabau yang sangat fenomenal dan tercatat dalam sejarah sastra Indonesia angkatan
Balai Pustaka. Dari segi kepengarangan dan eksistensinya dalam ranah sastra Indonesia, Marah
Roesli merupakan sosok sastrawan yang sangat layak untuk diapresiasi karya-karyanya. Marah
Rusli dilahirkan pada tanggal 7 Agustus 1889 di kota Padang dalam lingkungan keluarga
beragama Islam yang berasal dari keturunan bangsawan Minangkabau tradisional. Ayahnya
bernama Sutan Abu Bakar, seorang demang, dengan gelar Sutan Pangeran, keturuan langsung
Raja Pagaruyung. Ibu Marah Rusli berasal dari Jawa dan masih keturunan Sentot Alibasyah,
salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro. Gelar "Marah" untuk Marah Rusli
diperolehnya dari ayahnya yang bergelar "Sutan". Pada masa revolusi Marah Rusli berada di
Solo.
Pada tahun 1948 Marah Rusli menjadi dosen Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten.
Pada tahun 1950 ia menjabat Kepala Perekonomian di Semarang. Dengan terbitnya Sitti
Nurbaya itu, Marah Rusli dianggap pelopor kesusastraan Indonesia modern. A.Teeuw dalam
bukunya Sastra Baru Indonesia 1 (1980:86) menyatakan, bahwa Marah Rusli ternyata sangat
banyak menanggung penderitaan dalam kehidupannya karena konflik-konfliknya dengan
keluarganya mengenai adat lama. H.B. Jassin dalam bukunya Sastra Indonesia sebagai Warga
Sastra Dunia (1983:7) menyatakan bahwa meskipun Marah Rusli secara fisik tidak pernah
pergi ke luar negeri, dalam pandangan dan sikap hidupnya banyak terpengaruh oleh bacaan
Barat yang memberinya pandangan baru dan sikap-sikap baru sebagaimana tampak dalam
karya-karyannya. Hasil karya Marah Rusli yang paling penting adalah novel Sitti Nurbaya.
Novel ini telah dicetak sampai dengan cetakan ke-48 pada tahun 2011. Novel ini sudah
difilmkan dalam bentuk sinetron (sinema elektronik).
Ditinjau dari kualitas karya dan kaitannya dengan permasalahan yang diteliti, novel Sitti
Nurbaya sangat layak dan relevan karena beberapa pertimbangan. Pertama, Sitti Nurbaya
merupakan novel genre roman pertama di Indonesia yang mengangkat tema bersumber dari
permasalahan sosial dan budaya masyarakat Minangkabau. Fakta ini sangat mendukung
terhadap jenis novel modern Indonesia yang dipilih sebagai sumber data dalam penelitian.
Kedua, Sitti Nurbaya mengemukakan tema, penokohan, pesan moral, konflik-konflik antar
tokoh cerita yang sangat berkaitan erat dengan permasalahan hegemoni budaya dan tradisi
matrilineal terhadap pembentukan citra maskulin tokoh-tokoh laki-laki. Ketiga, novel Sitti
Nurbaya layak diteliti kembali dengan perspektif baru, karena sampai saat ini belum terdapat
penelitian lain terhadap Sitti Nurbaya yang menggunakan perspektif hegemoni maskulinitas.
Keempat, permasalahan ide-ide maskulin yang demikian dominan dalam struktur cerita Sitti
Nurbaya mencerminkan kompleksitas permasalahan hegemoni maskulinitas dalam penelitian

8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ini. Alasan keempat ini didukung oleh gambaran peristiwa poligami oleh tokoh laki-laki
bangsawan, pernikahan Sitti Nurbaya dengan Datuk Meringgih sebagai syarat membayar
hutang keluarga, pembunuhan tokoh Siti Nurbaya yang dilakukan oleh Datuk Meringgih, usaha
bunuh diri tokoh Samsul Bahri karena ditindas oleh Datuk Meringgih, serta penghilangan
identitas asli oleh Samsul Bahri sebagai bagian dari upaya pengarang memunculkan ide-ide
maskulin untuk mensubordinasi tokoh perempuan. Gambaran permasalahan tersebut sangat
mendukung untuk melihat kembali realitas sosial dan budaya masyarakat Minangkabau pada
awal abad ke-20.
Sumber data kedua yaitu novel Orang-orang Blanti karya Wisran Hadi juga dipilih dengan
mempertimbangkan kualitas kepengarangan, keterwakilan dari perode angkatan, serta
keterkaitan tema cerita dengan permasalahan penelitian. Wisran Hadi adalah sastrawan
dramawan, novelis, budayawan yang lahir dan berasal dari Sumatera Barat, tepatnya lahir di
kota Padang pada 27 Juli 1945. Dalam konstelasi sastra Indonesia, Wisran Hadi adalah satu di
antara sastrawan yang masuk ke dalam kelompok angkatan ’66-70-an. Sebagai sastrawan yang
lahir di tanah Minangkabau, nafas kepenulisan Wisran Hadi bersumber dari khasanah mitos
dan kaba milik masyarakat Minangkabau. Wisran Hadi tidak hanya dikenal sebagai penulis
novel dan naskah drama, tetapi juga sangat dikenal sebagai budayawan Minangkabau yang
kritis serta juga dosen tamu yang mengajarkan sastra di berbagai kampus terkenal di Sumatera
Barat dan Malaysia. Hal yang menarik dari karya-karya Wisran adalah adanya upaya untuk
menghidupkan kembali tradisi dan mitologi lama Minangkabau ke dalam bentuk kekinian.
Akan tetapi, upaya penghidupan kembali mitologi dan nilai lama itu tidak tunduk kepada
pemikiran masyarakatnya. Wisran dalam karya-karyanya berupaya mentransformasikan
mitologi dan nilai-nilai (lama) Minangkabau yang ada dalam tradisi dan cerita-cerita lama
Minangkabau ke dalam bentuk yang baru, baik dalam naskah drama, cerpen, mau pun naskah
novel. Produktifitasnya sebagai sastrawan, budayawan, dan dosen sepanjang tahun 1966-era
2000-an menyebabkan karyanya layak dipilih untuk diteliti, mewakili sastrawan Sumatera
Barat di pertengahan abad ke-20.
Novel Orang-orang Blanti yang ditulis oleh Wisran Hadi juga sangat relevan dengan
permasalahan penelitian ini. Relevansinya itu dapat dilihat dari segi tema cerita, penokohan,
karakter tokoh, serta latar belakang sosial dan budaya yang membangun keutuhan cerita. Dari
segi tema cerita, Orang-orang Blanti menuturkan permasalahan konflik perebutan harta
pusaka, konflik pewarisan gelar adat, dan perang antar saudara yang dipicu oleh tindakan
kekerasan tokoh-tokoh laki-laki, di lingkungan keluarga dan juga masyarakat. Dari segi
penokohan dan relasi antara tokoh cerita, Orang-orang Blanti sangat kompleks menghadirkan

9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tokoh laki-laki dengan peran publik yang berhasil menghancurkan kekuatan tokoh perempuan
dalam keluarga dan dalam masyarakat melalui relasi gender yang bersifat tidak setara. Konflik-
konflik antara tokoh laki-laki dengan tokoh perempuan yang dilatarbelakangi oleh persoalan
adat itu sekaligus menjadi cermin dari kondisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi di tengah
masyarakat Minangkabau pada awal masa peralihan dari zaman tradisional menuju zaman
modernisasi kapitalis. Dengan berpedoman kepada hal itu, maka Orang-orang Blanti
dipandang layak menjadi sumber data penelitian ini.
Sumber data ketiga, Perempuan Batih karya A.R. Rizal juga memiliki kekuatan
kepengarangan dan kualitas karya yang representatif dalam periode sastra warna lokal
Minangkabau pasca angkatan 2000. A.R. Rizal merupakan penulis berkebangsaan Indonesia
yang lahir di kota Padang, Sumatera Barat. Riwayat kepenulisan A.R. Rizal telah dimulai
sebagai cerpenis yang aktif menulis di berbagai koran terbitan daerah Sumatera Barat sejak
tahun 1990-an. Selain menulis cerita pendek, mulai tahun 2000 A.R. Rizal juga aktif menulis
novel. Ciri khas karya-karya A.R. Rizal adalah mengemukakan tema cerita tentang lokalitas
masyarakat Minangkabau di era modern. Dalam ranah sastra Indonesia modern warna lokal
Minangkabau eksistensi kepenulisan A.R. Rizal juga patut diperhitungkan karena telah
menghasilkan berbagai karya yang mampu mempengaruhi resepsi pembaca sehingga dijadikan
sumber data penelitian ilmiah. Selain novel Perempuan Batih, A.R. Rizal telah menghasilkan
novel berjudul Limpapeh, Maransi, Kenduri Arwah, dan Nilam Jodoh yang Dijemput.
Di tinjau dari substansi cerita, novel Perempuan Batih karya A.R. Rizal penting diteliti
karena memperlihatkan sisi gelap kehidupan perempuan Minangkabau yang menjadi korban
dari hegemoni maskulin laki-laki Minangkabau di era modern. Melalui perjalanan hidup tokoh
Gadis dapat ditelusuri bagaimana matrilineal di Minangkabau di era modern tidak lagi berjalan
sesuai dengan substansi yang ditetapkan dalam aturan adat Minangkabau. Dengan latar
belakang inilah novel Perempuan Batih dipandang layak diteliti dengan perspektif hegemoni
maskulinitas.
Selain sumber-sumber tersebut, penelitian ini juga didukung dengan data sekunder
yang bersumber dari hasil wawancara dengan beberapa orang nara sumber yang memiliki
kapasitas pengetahuan dan keahlian yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
Pengambilan data dari wawancara dengan informan dilakukan sekaligus dengan tujuan untuk
mendapatkan gambaran permasalahan yang ditemukan dalam novel yang menjadi sumber data
penelitian. Pengumpulan data dari wawancara dengan informan juga bertujuan untuk
menerapkan prinsip sosiologi sastra, khususnya untuk mengetahui bagaimana kaitan antara
refleksi permasalahan sosial budaya dalam novel dan relevansinya dengan kehidupan nyata

10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masyarakat Minangkabau. Informan wawancara dipilih berdasarkan kapasitas pengetahuan,


keahlian, serta keterlibatannya sebagai masyarakat dari suku Minangkabau. Nara sumber
tersebut tertera dalam tabel berikut.
Tabel 4. Nara Sumber Wawancara

No Bidang Keahlian Informan Instansi Jabatan/Pr


ofesi
1 Budayawan Januarisdi, MLS Dinas Kepala Bid.
Kebudayaan Sejarah &
Povinsi Sumbar Nilai-nilai
Tradisi
Dinas
Kebudayaan
Sumbar
2 Peneliti Sastra Dr. Eva Krisna, Balai Bahasa Dosen dan
Lokal M.Hum Sumbar Peneliti
Minangkabau sastra warna
lokal
Minangkaba
u
3 Novelis/Sastrawan A.R. Rizal Surat Kabar Redaktur/pe
Harian Umum nulis
Singgalang
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pemilihan ketiga nara sumber di atas.
Januarisdi, MLS dipilih dengan alasan berikut; a) yang bersangkutan adalah penulis buku
tentang budaya matrilineal Minangkabau, sekaligus pengamat permasalahan sosial dan budaya
Minangkabau; dan b) yang bersangkutan adalah pemberi informasi dalam beberapa diskusi
publik terkait budaya Minangkabau sekaligus pejabat yang terlibat dalam pengambilan
berbagai kebijakan terkait praktik budaya Minangkabau di tengah masyarakat.
Nara sumber berikutnya adalah Dr. Eva Krisna, M. Hum. Dr. Eva Krisna, M. Hum. adalah
dosen mata kuliah kesusasteraan, peneliti bidang sastra di Balai Bahasa Padang, serta
pembicara pertemuan ilmiah sastra tingkat nasional.
Nara sumber ketiga adalah A.R Rizal, pengarang novel Perempuan Batih. Alasan
memilih A.R. Rizal dilihat dari intensitas kepenulisannya dalam ranah sastra Indonesia,
khususnya novel-novel dengan latar belakang masyarakat dan budaya Minangkabau. Selain
itu, A.R. Rizal juga dipandang layak menjadi nara sumber karena profesinya adalah juga
wartawan dan redaktur surat kabar harian Singgalang. Profesi tersebut secara langsung menjadi
bagian dari bidang yang memberikan A.R. Rizal wawasan dan informasi yang luas terkait
masalah-masalah kemasyarakatan di Minangkabau dari berbagai bidang kehidupan.

11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Teknik Pengumpulan Data


Sesuai dengan konsep kualitatif, maka dalam proses menemukan data terkait
permasalahan penelitian, maka yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri.
Peneliti menjadi instrumen kunci dalam mengumpulkan data penelitian dengan cara
menetapkan masalah penelitian, menetapkan sumber data penelitian, merancang dan
mengabsahkan pertanyaan wawancara, melakukan pengumpulan data, mengelompokkan,
menganalisis, menginterpretasi data, serta menyimpulkan hasil temuan penelitian. Dalam
proses kerja penelitian, sebagai alat bantu instrumen, maka peneliti menggunakan tabel
pengumpulan data, pedoman wawancara, serta format catatan lapangan untuk hasil wawancara,
dan pencatatan buku-buku sumber yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Tabel data
penelitian digunakan untuk mengumpulkan data berupa teks dari novel yang menjadi sumber
data penelitian.
Realisasi dari proses kerja peneliti sebagai instrumen kunci dengan menggunakan alat
bantu berupa tabel pengumpulan, pedoman wawancara, serta catatan lapangan hasil
wawancara juga disesuaikan dengan teknik pengumpulan data kualitatif yang telah
dikemukakan oleh para ahli. Beberapa ahli dalam penelitian kualitatif telah mengemukakan
berbagai teknik yang dapat digunakan dalam pengumpulan data. Saldana (2011:32-35)
menjelaskan jenis teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif meliputi wawancara,
observasi terlibat, dokumentasi, media material, produk budaya, karya seni berbasis ekspresi
manusia, hasil penelitian relevan.
Ahli lain juga telah mengelompokkan teknik pengumpulan data menjadi pencatatan data,
editing data, dan mengonstruksi realita baru dari produksi data (Flick, 2009:94). Berbeda
dengan pengelompokkan tersebut, Merriam (2009) menjelaskan teknik pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif adalah wawancara dan focus group discussion. Sugiyono
(2020:104-105) juga menguraikan jenis teknik pengumpulan data pada penelitian kualitatif
yang dibedakan berdasarkan sumber dan cara. Berdasarkan sumbernya, pengumpulan data
kualitatif yaitu a) menggunakan sumber primer; b) menggunakan sumber sekunder.
Selanjutnya berdasarkan cara atau teknik pengumpulannya, maka dapat dilakukan dengan a)
observasi; b) wawancara; c) dokumentasi; dan d) triangulasi (gabungan tiga teknik tersebut).
Sugiyono menambahkan, dalam penelitian kualitatif pengumpulan data lebih banyak dilakukan
dengan observasi berperan serta, wawancara mendalam, serta dokumentasi.
Relevan dengan teknik-teknik pengumpulan data yang telah dikemukakan oleh para ahli
tersebut, Drisko & Tina Maschi (2016: 90) menyatakan pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif, khususnya konten analisis didasarkan pada data, baik sumber data primer, maupun

12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sumber data sekunder yang dapat dilakukan dengan wawancara serta pencatatan dokumen.
Terkait dengan hal itu, teknik pengumpulan data yang dipilih untuk penelitian ini adalah
pencatatan dokumen dan wawancara. Pemilihan teknik tersebut selaras dengan pengkategorian
teknik pengumpulan data kualitatif menurut Creswell (2015: 222) bahwa beberapa pendekatan
yang dapat digunakan dalam pengumpulan data kualitatif adalah pengamatan, wawancara, dan
pencatatan dokumen. Adapun tahapan pengumpulan data dengan teknik pencatatan dokumen
dalam penelitian ini merupakan bagian dari cara kerja yang terdapat dalam pendekatan content
analysis. Tahapannya meliputi unitizing (peng-unit-an), sampling, dan recording (Krippendorf,
2004:86; Drasko & Tina Maschi, 2016). Penjabaran tahapannya adalah sebagai berikut.
1. Pembacaan teks-teks dalam tiga judul novel yang menjadi sumber data penelitian. Pada
tahapan ini peneliti melakukan pembacaan secara intensif dan berulang semua teks-teks
dalam novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli, Orang-orang Blanti karya Wisran Hadi, dan
Perempuan Batih karya A.R. Rizal untuk menemukan teks-teks yang sesuai dengan
permasalahan penelitian;
2. Unitizing (penandaan data yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan). Pada tahapan ini
peneliti menandai setiap unit-unit data berupa teks-teks dalam novel, sesuai dengan
kebutuhan menjawab rumusan masalah penelitian. Unit-unit data tersebut meliputi data
masalah aspek sosial budaya yang melatarbelakangi pembentukan karakter maskulin tokoh
laki-laki dalam setiap novel, bentuk hegemoni maskukinitas dalam dimensi relasi
kekuasaan, relasi produksi, dan relasi cathexis dalam setiap novel, dan pendidikan karakter
perempuan berbasis kearifan lokal sifat Bundo Kanduang dalam setiap novel. Unit-unit
data yang dimaksud bisa berbentuk teks terkecil yaitu kata atau yang lebih besar adalah
frase dan kalimat yang menggambarkan permasalahan yang diuraikan dalam butir-butir
rumusan masalah dari setiap novel yang dijadikan sumber data penelitian.
3. Mengiventarisasi data (pencatatan data). Teks-teks dalam novel yang telah ditandai
selanjutnya dicatat ke dalam kartu pencatatan data yang terdiri dari a) kartu pencatatan data
aspek sosial budaya yang melatarbelakangi pembentukan karakter maskulin tokoh laki-laki
dari ketiga novel yang menjadi sumber data penelitian; b) kartu pencatatan data terkait
masalah hegemoni maskuinitas dalam dimensi relasi kekuasaan, relasi produksi, dan
cathexis; dan c) kartu pencatatan data terkait masalah pendidikan karakter perempuan
berbasis kearifan lokal sifat Bundo Kanduang dalam ketiga novel yang menjadi sumber
data penelitian.
Di samping data teks-teks dari novel yang menjadi sumber data primer, data kedua
diperoleh melalui wawancara dan berbagai sumber tertulis dalam buku pedoman budaya

13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Minangkabau, buku sejarah kota Padang, buku sejarah Sumatera Barat serta artikel jurnal yang
menjelaskan tentang kebudayaan matrilineal di Minangkabau. Data sekunder tersebut
dikumpulkan dengan teknik wawancara. Untuk pengumpulan data dengan teknik wawancara
mengikuti prosedur berikut.
1. Prosedur awal adalah peneliti merancang pertanyaan-pertanyaan penelitian terkait
permasalahan dalam novel, kaitannya dengan budaya matrilineal di Minangkabau, serta
pandangan pengarang yang sesuai dengan isi novel.
2. Menentukan tipe wawancara yang praktis dalam pelaksanaannya.
3. Menggunakan prosedur perekaman dan pencatatan hasil wawancara yang memadai.
4. menggunakan protokol wawancara atau panduan wawancara pada saat wawancara
berlangsung. Mengutip pernyataan Kvale & Brinkmann (dalam Creswell, 2015: 229)
panduan wawancara yang digunakan peneliti dapat berjumlah 4 sampai 5 lembar halaman,
termasuk ruang untuk menuliskan jawaban pertanyaan, serta daftar pertanyaan berjumlah
5 sampai 7 pertanyaan.
5. Menentukan lokasi wawancara dan melakukan sesi wawancara sesuai dengan paduan
protokol wawancara yang telah disiapkan.

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan (trusworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan.


Pelaksanaan teknik pemeriksaan keabsahan didasarkan atas sejumlah kriteria derajat
kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan
kepastian (confirmability) (Moleong, 2002; Patton, 2009). Untuk kepentingan pengabsahan
data penelitian yang akan dilakukan ini dipilih kriteria derajat kepercayaan (credibility).
Pemilihan kriteria credibility didasarkan pada beberapa alasan, yaitu (a) peneliti dalam
penelitian kualitatif adalah instrumen kunci yang berfungsi sekaligus sebagai pengumpul data
yang melakukan pengumpulan data secara inkuiri, peneliti berusaha menemukan sendiri data
yang tepat sedemikian rupa, sesuai dengan konteks permasalahan penelitian, sehingga tingkat
kepercayaan penemuannya teruji; b) peneliti dapat membuktikan sendiri kredibilitas data hasil
temuannya dengan jalan pembuktian pada data-data yang kemungkinan bersamaan (ganda)
yang ditemukan.
Kriteria derajat kepercayaan yang digunakan adalah teknik ketekunan pengamatan dan
triangulasi. Pengabsahan data dengan ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara membaca,
menelaah, mengkaji temuan data dengan maksud untuk menemukan ciri-ciri, spesifikasi, atau

14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

unsur-unsur dalam data yang relevan dengan permasalahan yang terjabar dalam rumusan
masalah penelitian. Untuk mencapai hal tersebut, maka peneliti melakukan pembacaan secara
berulang dan mendalam terhadap setiap data yang ditemukan dalam sumber data penelitian.
Selanjutnya teknik yang digunakan adalah triangulasi. Teknik triangulasi yang digunakan
adalah triangulasi sumber dan triangulasi teori. Triangulasi sumber dilaksanakan dengan cara
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi dan data yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda (Patton, 2009; Moleong, 2002). Sumber data
yang dibandingkan adalah sumber data dari teks-teks dalam novel sebagai sumber data primer,
informasi dari hasil wawancara dengan nara sumber penelitian, serta penjelasan tertulis dari
berbagai buku, jurnal, serta sumber tertulis lain yang relevan dengan permasalahan penelitian.
Cara triangulasinya adalah, a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara; b) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang lain yang
dipandang relevan. Selanjutnya triangulasi teori dilakukan dengan cara menelaah isi teks dari
ketiga novel yang menjadi sumber data dan mencocokkan kesahihannya dengan penjelasan
teori yang relevan dengan permasalahan penelitian (Moleong, 2002: 163).

F. Teknik Analisis Data

Merujuk pendapat Creswell (2015: 254) teknik analisis data kualitatif harus dimulai oleh
peneliti dari langkah mengorganisasikan data penelitian. Pendapat itu juga diperkuat oleh ahli
lain yang menyatakan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif sudah dimulai sejak saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu
(Sugiyono, 2020:132). Tahapan itu menurut Miles & Hubermen merupakan tahapan awal
analisis data yang disebut data collection (pengumpulan data). Mengikuti pendapat Miles &
Hubermen, maka tahapan analisis data kualitatif dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap,
yaitu pengumpulan data (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (display
data), dan konklusi (conclusion drawing atau verification) (Miles & Huberman, 1992:16).
Keempat tahapan tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Pengumpulan data (data collection). Tahapan ini sebenarnya juga menjadi bagian dari
teknik pengumpulan data. Pada tahapan ini data dikumpulkan dengan cara pencatatan
dokumen teks dari ketiga novel sebagai sumber data primer dan pencatatan data
dokumen pendukung sebagai sumber data sekunder. Selain dengan pencatatan,
pengumpulan data juga dilakukan dengan wawancara. Dengan kedua cara tersebut,
maka semua data yang ditemukan, baik dari sumber data primer, maupun sumber data

15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sekunder dicatat dengan lengkap ke dalam tabel pengumpulan data dan catatan
lapangan.
2. Reduksi data (data reduction). Pada tahapan ini data yang terkumpul selanjutnya harus
dirangkum, dipilih, dikelompokkan, dan difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan pola yang sesuai dengan rumusan permasalahan penelitian, dikelompokkan
ke dalam kategori-kategori tertentu, serta membuang data yang tidak terpakai. Adapun
realisasi kerjanya adalah sebagai berikut. Pertama meringkaskan data; semua data
primer yang telah terkumpul selanjutnya diringkas, dipilih yang relevan dengan
rumusan masalah aspek sosial budaya yang melatarbelakangi pembentukan karakter
maskulin tokoh, masalah bentuk hegemoni maskulinitas, dan masalah pendidikan
karakter perempuan berbasis kearifan lokal sifat bundo kanduang. Pada langkah kedua,
rangkuman data tersebut tersebut selanjutnya diberi kode, dikelompokkan sesuai
dengan tema atau rumusan permasalahan yang akan ditemukan jawabannya. Langkah
ketiga, data yang telah dikelompokkan selanjutnya harus dibuatkan catatan
objektifnya. Catatan objektif ini maksudnya adalah keterangan-keterangan pendukung
tentang data, baik keterangan penguat yang didasarkan kepada teori, maupun
keterangan terkait asal data. Pada langkah keempat, membuat catatan reflektif. Catatan
reflektif ini ditulis setelah data terkumpul, terkelompok, dan jelas pola serta
relevansinya dengan pertanyaan penelitian. Secara sederhana proses kerjanya adalah
data yang dikelompokkan sesuai pertanyaan penelitian kemudian diberi komentar
sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh peneliti secara objektif. Langkah kelima pada
tahapan ini adalah menyimpan data. Menyimpan data maksudnya adalah memasukkan
data ke dalam format-format yang seragam, sesuai dengan kelompok masalah yang
dipertanyakan dalam penelitian. Langkah keenam, melakukan pengecekan keterkaitan
analisis antara lokasi penyimpanan data. Pada praktiknya, data yang telah terkelompok
ke dalam format analisis masalah aspek sosial budaya selanjutnya harus dicek
kaitannya dengan data permasalahan bentuk hegemoni dan permasalahan pendidikan
karakter perempuan; apakah ditemukan kesamaan data, atau kekeliruan dalam
pengelompokkan dan analisisnya.
3. Penyajian data (display data). Tahapan display data adalah langkah kerja menyajikan
data ke dalam berbagai bentuk analisis. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk uraians singkat bagan, hubungan antar kategori,
flowchart, dan sebagainya. Mengikuti cara kerja Miles & Hubermen, penyajian data
dalam penelitian ini adalah dalam bentuk teks yang bersifat naratif dengan model

16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

jaringan kausal dari sejumlah data hasil reduksi. Proses kerjanya dilakukan dengan
cara mengurutkan semua data secara sistematis ke dalam struktur analisis yang
memiliki kausalitas antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan
apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian. Caranya yaitu; a) data
ditampilkan sebagai teks naratif ke dalam tiga struktur berurutan yaitu aspek sosial
budaya, bentuk hegemoni maskulinitas, dan pendidikan karakter perempuan. Data
yang telah disajikan secara naratif tersebut selanjutnya dianalisis urutannnya dengan
berpedoman kepada landasan teori yang telah ditetapkan pada bagian kajian teori. Data
aspek sosial budaya yang melatarbelakangi pembentukan karakter maskulin dianalisis
menggunakan teori maskulinitas dan kultur (Beynon, 2002) dan teori filosofi adat
matrilineal (Navis, 2015). Data hegemoni maskulinitas dianalisis dengan teori
hegemoni maskulinitas (Connel (2005); Messersmidth & Connel, 2018) didukung
dengan teori hegemoni Gramsci. Analisis masalah pendidikan karakter perempuan
digunakan teori pegangan dan pedoman ajaran hidup perempuan Minangkabau yang
dikemukakan oleh Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu (2004). Setelah menampilkan data
dalam bentuk analisis terstruktur, langkah berikutnya adalah menghubungkan hasil
analisis ketiga rumusan masalah dan menginterpretasikan (memaknai data) secara
holistik. Keterkaitan antara permasalahan yang ditemukan dalam novel dengan
fenomena dalam masyarakat akan dapat dilihat setelah dilakukan pemaknaan secara
menyeluruh Pada tahapan ini juga peneliti melakukan refleksi ulang sehingga
menimbulkan interpretasi baru yang lebih lengkap berdasarkan hasil interpretasi isi
novel dan temuan hasil observasi data di lapangan.
4. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing/verification). Pada tahapan hasil display
data dalam bentuk analisis dan interpretasi naratif dicek kembali kebenarannya dengan
berpedoman kepada kevalidan dan konsistensi data agar diperoleh sebuah temuan baru
yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa hubungan kausal
atau interaktif antar analisis data yang mendukung setiap butir pertanyaan penelitian,
atau dapat juga berupa hipotesis atau teori. Kesimpulan awal yang bersifat sementara
dapat diterima jika dibuktikan dengan fakta yang tepat dari sumber data primer dan
sumber data sekunder di lapangan. Untuk mendapatkan kesimpulan yang
menunjukkan kebaruan itulah maka perlu dipertimbangkan mengecek kembali semua
data, baik data utama, maupun data yang dianggap kurang penting sebagai langkah
yang disebut tahap verifikasi.

17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

Anda mungkin juga menyukai