net/publication/330651306
CITATIONS READS
0 3,332
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Tari Budayanti Usop on 26 January 2019.
Abstraksi
Pendahuluan
Penelitian merupakah salah satu kewajiban dalam dunia civitas akademik untuk
mengasah kemampuan profesionalitasnya dalam dunia akademik. Demikian halnya
mahasiswa, dosen, dan lainnya yang melakukan suatu penelitian sebagai suatu syarat
mendapatkan gelar kesarjanaan, suatu tugas tri darma perguruan tinggi, dan untuk
memajukan ilmu pengetahuan dalam mengembangkan berbagai penemuan-penemuan
baru, teori baru dan teknologi baru. Sedemikian pentingnya kegiatan penelitian,
membutuhkan suatu keahlian, tetapi terkadang keterbatasan dalam kemampuan
melakukan penelitian khususnya dalam penguasaan metode penelitian menjadikan
sumber masalah ketika menyusun proposal dan melaksanakan penelitian.
Membahas metode penelitian, khususnya fenomenologi dan etnografi penting agar
menjadi pemahaman secara komprehensif dalam merancangan penelitian bidang ke
arsitekturan dan perencanaan. Pendekatan penelitian fenomenologi dan Etnografi masuk
dalam pendekatan kualitatif, menurut Lincoln dan Guba dalam Naturalistic Inquiry (1985:
70-91) menjelaskan tentang pendekatan penelitian kualitatif. Pertama (1), secara
ontologis penelitian kualitatif ditandai oleh fakta bahwa peneliti mengkonstruksi /
membangun realitas yang dia lihat. Dalam gagasan penelitian kualitatif, masing-masing
orang dilibatkan dalam penelitian, sebagai partisipan atau subyek bersama-sama
mengkonstruk realitas. Kedua (2), secara epitemologis, penelitian kualitatif didasarkan
pada nilai dan judgment nilai, bukan fakta. Dalam pandangan umum di lapangan mereka
mengklaim bahwa nilai peneliti memandu dan membentuk simpulan penelitian sebab
peneliti membangun realitas dari penelitian. Dalam waktu yang sama peneliti memiliki
sensitifitas pada realitas yang diciptakan oleh orang lain yang terlibat, dan konsekuensi
perubahannya dan perbedaan-perbedaan nilai. Semua temuan dalam penelitian kualitatif
yang dinegosiasikan secara sosial diakui benar. Ketiga (3), penelitian kualitatif bersifat
empiris dan ilmiah sebagaimana penelitian kuantitatif, meskipun dasar-dasar filosofis
penelitian kualitatif baik secara ontologis maupun epistemologis dipandu oleh judgment
nilai yang subyektif.
Menurut Creswell (1994:5) asumsi pendekatan Kualitatif :
• Secara ontologis, menyatakan realitas itu subyektif dan multiple seperti yang dilihat
oleh partisipan dalam penelitian.
• Secara epistemologis, hubungan peneliti berinteraksi dengan yang diteliti.
• Secara axiologis, peran nilai memuat nilai dan bias (value laden and beased)
• Secara retorika, bahasa penelitian yang digunakan formal, mengembangkan
keputusan, mendengar suara perseorangan (personal voice), menggunakan kata-kata
yang diterima oleh bahasa kualitatif.
• Secara metodologi proses penelitian bersifat induktif, membentuk hubungan yang
timbal balik (mutual simultaneos) dari faktor-faktor, memunculkan desain mendesain
kategori selama proses penelitian, terikat pada konteks, pola-pola dan teori-teori
dikembangkan untuk memahami, akurasi dan realibilitas melalui verifikasi.
Creswell (1994:11) memberikan beberapa contoh desain dalam pendekatan kualitatif
diantaranya: desain-desain didiskusikan dalam human ethology, ecological psychology,
holistic “ethnography”, cognitive anthropology, “ethnography of communication dan
symbolic interactionisme” (Jacobs :1987) ; Pendekatan kualitatif juga dikategorikan
kedalam interpretive approaches, artistic approaches, sistematic approaches dan
theory-driven approaches (Smith : 1987); Tesch mengidentifikasi 20 tipe dan kategori
yang ditujukan pada the characteristics of language, the discovery of regularities, the
comphrehension of meaning dan reflection; Lancy (1993), mencatat penelitian kualitatif
dengan anthropogical perspective, sosiological perspective, biological perspectives, the
case study, personal account, cognitive studies, dan historical inquiry. Creswell
(1994:11-12) mencontohkan empat desain yang ditemukannya dalam penelitian ilmu-
ilmu sosial dan manusia yakni “Ethnographics”, Grounded Theory, Case Study dan
“Phenomenological studies”. Sedangkan menurut Myers (2009) (www.qual.auck
land.ac.nz/a) metode-metode penelitian kualitatif terdiri dari action research, case study
research, ethnography dan grounded theory.
Penelitian fenomenologi dan etnografi merupakan salah satu metode penelitian
yang bersifat bisa saling melengkapi, ketika suatu kajian yang diteliti terdapat suatu nilai
kepercayaan yang dianut didalam kehidupan masyarakat tersebut, dan untuk
mempertajam dari suatu pemahaman akan nilai kepercayaannya mereka, maka
penggalian makna dari pendapat partisipan (masyarakat) maka diperlunya data
pendukung utama untuk menganalisa bagaimana gambaran atau potret partisipan
tersebut didalam kehidupan berbudaya dan pandangan hidup mereka sendiri. Posisi dan
peran si Peneliti adalah mendengar, merekam, dan memahami kondisi masyarakat
secara utuh tentang nilai dan arti pandangan hidup mereka sendiri. Penelitian menjadi
lebih memahami suatu realitas dan faktual di lapangan, ketika sudah ikut merasakan,
mengalami dan membaur didalam kehidupan mereka.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan mengapa perlunya
penelitian kualitatif, untuk kajian budaya dan nilai-nilai kepercayaan yang terdapat
didalam kehidupan masyarakat tidak dapat diukur (measuring) dengan suatu angka atau
data statistik, esensi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat berupa suatu
pemahaman yang dirasakan ketika sudah menyatu dalam pemikiran mereka. Budaya
lisan yang ada kehidupan masyarakat tradisional juga mengharuskan peneliti
menggunakan metode kualitatif, terkhususnya dalam tipe fenomenologi dan etnografi.
(7) (8)
(5) (6)
Epoche, bracketing, Intentionality of
A priori of life-world Life of depth
reduction consciousness
(11)
(9) (10) Textual description (12)
Essence Clusters of meanings and structural Intersubjectivity
description
Gambar I
Kesimpulan pendapat dari tokoh fenomenologi berdasarkan
cara berpikir dalam aliran “Transendental Fenomenologi”
(Sumber : Sudaryono, 2012)
Tabel 1.
Metode Penelitian Etnografi
Metode dan Sifat Penelitian Paradigma Etnografi Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Etnografi adalah metode Metode etnografi dapat Teknik Pengumpulan Data :
penelitian ilmu sosial memberi paradigma, dan wawancara, observasi, dan dokumen.
variabel baru, untuk Jenis data:
pengujian empiris lebih lanjut Kutipan, deskripsi, dan kutipan dokumen,
dalam lapangan atau melalui menghasilkan satu produk: deskripsi naratif.
“metode-metode ilmu sosial Narasi mencakup : grafik, diagram, dan artefak
kuantitatif tradisional”. tambahan yang membantu menceritakannya
"cerita" (Hammersley, 1990)
Sifat penelitian : up-close, Etnografer ini sering bekerja Titik fokus etnografi mungkin termasuk intensif
pengalaman pribadi dan dalam tim multidisipliner pembelajaran bahasa dan budaya.
partisipasi, pengamatan Studi intensif dari satu bidang atau domain, dan
yang dilakukan oleh para perpaduan metode historis, observasi, dan
peneliti yang terlatih dalam wawancara
seni etnografi
(Sumber : Genzuk)
Etnografi berkembang menjadi 2 (dua) bentuk etnografi, yaitu :
1. Etnografi Realis : pendekatan yang populer digunakan oleh para antropolog budaya.
Dijelaskan Creswell (2012: 464) etnografi merefleksikan sikap tertentu yang diambil
oleh peneliti terhadap individu yang sedang dipelajari. Etnografi realis adalah
pandangan obyektif terhadap situasi, biasanya ditulis dalam sudut pandang orang
ketiga, melaporkan secara obyektif mengenai informasi yang dipelajari dari para
obyek penelitian di lokasi (Creswell, 2012:464).
2. Etnografi kritis : jenis penelitian etnografi di mana penulis tertarik memperjuangkan
emansipasi kelompok yang terpinggirkan dalam masyarakat (Creswell, 2012: 467).
Peneliti kritis biasanya berfikir dan mencari melalui penelitian mereka, melakukan
advokasi terhadap ketimpangan dan dominasi (Creswell, 2012: 467). Sebagai
contoh, ahli etnografi kritis meneliti sekolah yang menyediakan fasilitas untuk siswa
tertentu, menciptakan situasi yang tidak adil di antara anggota kelas sosial yang
berbeda, dan membiarkan diskriminasi gender.
Terkait dalam bidang ilmu arsitektur, yang memperlajari karakteristik manusia
tentang bagaimana mendesain suatu produk atau ruang yang nyaman untuk dipakai
masyarakat luas metode-metode penelitian etnografi mendukung proses penerapan
arsitekturalnya. Dimana memperhatikan arsitektur dalam “makna sosial” dan “budaya”
untuk meningkatkan kualitas desain bangunan masyarakat. Metodenya menggunakan
sudut pandang / persepsi antropologi etic (orang luar) dan emic (orang dalam). Penelitian
lapangan “etnografi” mempelajari pengalaman penghuni bangunan. Secara harfiah,
etnografi berarti menggambarkan (grafik) orang-orang (ethno), dan dalam prakteknya
menggambarkan “ekspresi perilaku” dan materi budaya, termasuk arsitekturnya.
Menggabungkan perspektif etik dan emik dicapai melalui foto elisitasi, teknik wawancara
etnografi dalam mengumpulkan informasi. Memberi umpan balik kepada arsitek, supaya
lebih sadar akan pengalaman masyarakat dalam merancang bangunan masa depan,
terdapat nilai penelitian sosial dan budaya.
Tabel 2
Studi Pembanding Contoh Penelitian Fenomenologi dan Etnografi
Kesimpulan
Penelitian fenomenologi dan etnografi merupakan salah satu penelitian kualitatif,
mengapa demikian karena sumber data yang didapat adalah kehidupan sosial budaya
masyarakat yang tidak dapat diukur, dinilai, dan dianalisa secara statistik. Hal ini juga
munculnya tipe penelitian kualitatif dikarenakan adanya kritikan terhadap penelitian
kuantitatif karena tidak mampu lagi menjawab segala persoalan yang dialami masyarakat
saat ini. Dipertegaskan juga oleh Husserl (1954) dalam Sudaryono (2012) bahwa
paradigma positivisme dikatakan gagal dalam mengangkat harkat dan martabat manusia:
The positivistic reduction of the idea of science to mere factual science; the crisis of
science as the loss of its meaning for life. Mengapa demikian ? kegagalan positivisme
karena terlalu obyektivitas-positivistik dan generalisasi sehingga, ilmu-ilmu menjadi steril,
dan telah mengabaikan sejarah, spiritualitas, nilai-nilai ideal, dan norma-norma
kehidupan manusia Obyektifitas versi positivisme sesungguhnya adalah hasil dari suatu
dominasi atau hegemoni.
Berdasarkan 9 contoh penelitian fenomenologi dan etnografi diatas. Maka bisa
dikatakan bahwa tipe fenomenologis menggali dan menemukan pengalaman hidup
manusia yang mengalami secara objek, kepercayaan yang transendental, contohnya
pada penelitian desertasi “Kepercayaan Marapu” : di desa Sumba terdapat sebuah desa
yang mengalami kekeringan, lokasi desa tersebut jauh dan terisolasi dari keterjangkauan
jasa pelayan kesehatan dan pemerintah, bagi orang yang melihat secara rasionalitas
akan berpikir mengapa tetap bertahan, dipindahkan saja tersebut, karena tidak layak,
dan tidak memberikan kesejahteraan bagi penduduk yang tinggal didalamnya, akan
tetapi berbeda dengan pandangan masyarakat didalamnya yang memiliki kepercayaan
Marapu, bahwa mereka berada dan hidup di desa ini bukan sesuatu yang kebetulan,
melainkan ada sesuatu yang istimewa dari leluhur terdahulu yang memilih lokasi desa.
Begitu juga dengan tipe penelitian etnografi, yang lebih berfokus pada budaya
kehidupan masyarakat didalamnya. Penelitian etnografi tidak hanya melihat sesuatu
yang tradisional melainkan pada objek kehidupan modern pada masyarakat yang
mengalami era globalisasi pada saat ini terdapat perubahan gaya hidup berbudaya yang
berkembang sehingga kritikan budayapun terjadi didalam, yang mana bertujuan untuk
menemukan sebuah potensi dan peluang pada hubungan masyarakat, salah satu contoh
penelitian etnografi adalah : “Transforming the city , The potential for urban ethnographies
of public relations (PR) The case of Latin America”, dalam penelitian ini peneliti melihat
gambaran hidup warga masyarakat di Amerika Latin khususnya pada kasus 2 (dua) kota
besar yaitu Mexico dan Peru. Peneliti merasakan terdapat perubahan kota dalam
kehidupan masyarakat urban, dan menangkap potensi perubahan yaitu seperti gaya
hidup kuliner, pola konsumsi komunikasi, wadah olah raga, gaya berbelanja, bagaimana
mengisi waktu luang masyarakat kota (urban). Berdasakan kehidupan budaya urban
seperti itu maka kota menjadi ruang penting untuk kegiatan komunikasi yang inovatif,
akhirnya penelitin menemukan pemahaman tentang proses perubahan (transformasi)
budaya pada perkotaan di era globalisasi.
Daftar Pustaka
Bungas. 2012. “Makna Ritual “Nyadiri” Bagi Kehidupan Suku Dayak Ngaju”. Studi
Pembangun. Tesis. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Caroline E.M. Hodges, Janice Denegri-Knott. 2012. “Transforming the city : The potential
for urban ethnographies of public relations (PR) The case of Latin America”.
Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative & quantitativee approach.
Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage.
Dharmaputra Taludangga. 2010. “Marapu : Kekuatan di Balik Kekeringan Potret
Masyarakat Wunga Kabupaten Sumba Timur Propinsi NTT : Palekahelu”. Studi
Pembangun. Desertasi. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Fritz, Katherine. (2008). Phenomenology & Ethnography Class Session 5 Qualitative
Data Analysis. Analysis.
Genzuk, B. Y. M., & Ph, D. (2000). a Synthesis of Ethnographic Research, 1–11.
H. Mudjia Rahardjo DR., P. (2018). Mengenal Lebih Dekat Dengan Pendekatan
Fenomenologi : Sebuah Penelitian Kualitatif. Uin Maulana Malik Ibrahim Malang,
(March), 1–15. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/323600431_Mengenal_Lebih_Dekat_den
gan_Pendekatan_Fenomenologi_Sebuah_Penelitian_Kualitatif
Helaluddin. 2018. Mengenal lebih Dekat Dengan Pendekatan Fenomenologi : Sebuah
Penelitian Kualitatif, https://www.researchgate.net/publication/323600431. Hlm, 01-15.
Husserl, E. (1970). The crisis of European sciences and transcendental phenomenology
(D. Carr, Trans.), 1–116. Retrieved from http://www.joelgehman.com/page/28/.
Ishak Kadir, 2015. “Posaasaangu sebagai Nilai Transendental Penciptaan dan
Penggunaan Ruang di Permukiman Sulaa Baubau”. Studi Pembangun. Desertasi.
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Juberth Tupan. 2016. “Identitas territorial, studi tentang identitas territorial di Negri
Hatunur”. Studi Pembangun. Desertasi. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Mami Hajaroh. 2010. Paradigma Pendekatan dan Metode Penelitian Fenomenologi.
Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Yogjakarta, Hlm. 1-21.
Moran, D. (2010). Husserl’s crisis of the European sciences and transcendental
phenomenology: An introduction. Husserl’s Crisis of the European Sciences and
Transcendental Phenomenology: An Introduction, 1–323.
Padilla-Diaz, Mariwilda. 2015. Phenomenology in Educational Qualitative Research:
Philosophy as Science or Philosophical Science, International Journal of Educational
Excellence, Vol 1 No. 2. Hlm. 101—110.
Pebriano, V. (2016). Perubahan Ruang Bermukim Masyarakat Transmigrasi dan Lokal di
Poros Jalan Utama pada Kampung Dayak di Ensaid Panjang, 99–106.
Popi Puspitasari. 2012. “Ritual and Space Structure: Pilgrimage And Space Use In
Historical Urban Kampung Context Of Luar Batang, Jakarta, Indonesia”. Desertasi.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Rimadewi Supriharjo. 2004. “Nilai Ruang Di Kawasan Ampel Surabaya” . Desertasi.
Universitas Gadjah Mada. Yogjakarta.
Roxana Waterson. 1997. “The Living House an Anthropology of Architecture in South–
East Asia”.
Smith, W. (2013). Husserl. PhD Proposal, 1, 497.
Sudaryono. (2012). Fenomenologi Sebagai Epistemologi Baru Dalam Perencanaan Kota
Dan Permukiman. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, 1–25.
Suprapti, B. A., Budihardjo, E., Kistanto, N. H., & Tungka, A. E. (2010). Ethnography-
Architecture in Kampong Kauman Semarang: A Comprehension of Cultural Toward
Space. American Journal of Engineering and Applied Sciences, 3(3), 576–587.
https://doi.org/10.3844/ajeassp.2010.576.587
Zelic, T. (2008). On the Phenomenology of the Life-World. Synthesis Philosophica, 46,
413–426.