Anda di halaman 1dari 59

TAKE HOME TEST PRINSIP PERANCANGAN KOTA

SUB TEMA KOTA TROPIS

GALIH SETYO AJI – 21040123410014

ISU UTAMA
Pendekatan dalam menerapkan perancangan kota tropis dilakukan dengan melihat isu iklim
global dan iklim lokal. Fenomena yang terjadi salahsatunya perubahan iklim global. Terjadinya
fenomena perubahan iklim global dan juga menurunnya kualitas lingkungan hidup yang diakibatkan
oleh pertumbuhan dan percepatan industrialisme dan konsumsi energi yang mengakibatkan
menipisnya sumber daya alam menumbuhkan kesadaran akan pentingnya design arsitektur berbasis
kondisi iklim setempat. (Krishan dalam Handokok, 2019). Pada isu lokal, kota-kota wilayah iklim tropis
memiliki peranan penting terhadap kondisi iklim global. Wilayah beriklim tropis memiliki peran untuk
menyediakan produksi oksigen yang tinggi untuk wilayah lainnya. Kondisi iklim tropis memiliki
penyinaran matahari yang cukup dengan kondisi hujan yang seimbang menjadikan vegetasi dapat
tumbuh dengan baik. Permasalahan yang terjadi adalah perubahan fisik permukimannya dari
pedesaan menjadi perkotaan. Proses pengkotaan permukiman di dunia menyebabkan penurunan
kualitas lingkungan hidup akibat hilangnya ruang-ruang yang seharusnya terkonservasi. Penurunan
kualitas lingkungan perkotaan menyebabkan terjadinya fenomena Urban Heat Island. Givoni dalam
Sangkertadi (2013) menjelaskan Urban Heat Island terjadi karena suatu kawasan di daerah tertentu
yang memiliki kekhususan karena iklim panas yang hanya terdapat di titik tersebut. Fenomena
pemanasan dalam kota apabila tidak dikendalikan maka peningkatan panas dalam kota akan semakin
tinggi dan menjalar sampai pinggiran kota, bahkan seluruh wilayah kota juga menjadi semakin panas.
Perilaku panas di lingkungan ruang luar perkotaan ini, salah satunya adalah reaksi klimatologi dari
pemakaian bahan permukaan ruang luar. Sangkertadi (2013) menjelaskan bahwa penggunaan
material kontruksi Gedung dan jalan turut menyebabkan terjadinya pemanasan dalam kota.
menyebutkan bahwa dalam mengatasi iklim perkotaan diperlukan pemanfaatan desain arsitektur
yang adaptif. Hyde dalam Handoko (2019) juga menyebutkan desain adaptif iklim yang dapat
diterapkan adalah desain bioklimatik atau yang sering disebut arsitektur vernakular. Desain tersebut
terdapat 4 (empat) latar belakang pentingnya pemanfaatan desain Bioklimatik: (1) Tingkat perubahan
dalam tingkat variabilitas iklim dan modifikasi meningkat, membutuhkan adaptasi manusia dengan
kondisi iklim dunia; (2) Cara mendasar untuk adaptasi dalam lingkungan binaan ini adalah penerapan
metode yang lebih efektif untuk bangunan yaitu pendingin pasif; (3) Sistem pengkondisian udara
semakin dipandang sebagai bagian dari masalah perubahan iklim, tidak seimbangnya antara jumlah
bahan bakar fosil yang digunakan di dunia dan jumlah bahan bakar fosil yang semakin berkurang yang
tersedia; (4) Sangat penting untuk membuat pendekatan pembangunan 'vernakular' yang baru, yang
sesuai dengan kebutuhan manusia dan lingkungan. Masalah bioklimatik dalam bangunan diidentifikasi
pertama kali oleh Olgyay pada tahun 1950- an dan dikembangkan sebagai proses desain pada tahun
1960-an.

PRINSIP PENERAPAN RANCANG KOTA TROPIS


Sangkertadi & Syafriny R (2012), menjelaskan bahwa prinsip rancang kota tropis
memperhatikan, peletakan bangunan yang juga memperhatikan setiap material dan bahan bangunan
yang tidak dilihat dari sekedar estetika, namun material bangunan dapat mewujudkan fungsi
kenyamanan, penghawaan, dan pencahayaan. Prinsip tersebut diwujudkan dalam hal berikut ini :
1. Penggunaan Konsep Sirkulasi dan Pengaturan Massa Bangunan
Kota-kota tropis memiliki kebergantungan terhadap angin sebagai penghawaan kota.
Pengaturan sirkulasi angin dengan mengatur tata letak bangunan agar dapat dilalui angin dan
mengedepankan fasad-fasad berjendela/ventilasi sebagai jalur masuk angin ke dalam
bangunan. Penggunaan konsep bangunan hijau.

2. Penggunaan Perlindungan dari Sinar Matahari dan Hujan


Perwujudan penggunaan atap dan urban umbrella di koridor pektoaan sebagai respon. dalam
merespon kondisi sinar matahari dan hujan yang menjadi ciri dari kota tropis. Perlindungan
panas matahari yang digunakan pada kawasan kota dapat diwujudkan dengan pemberian
teduhan pada koridor jalan dengan vegetasi maupun instalasi seni. Interaksi antara bangunan
dan kondisi iklim meliputi : (1) intensitas radiasi matahari yang efektif (effective solar
exposure) pada building envelope sesuai dengan kemiringan sudut datang sinar matahari
pada bangunan (Givoni, 1998; Evan,1980; Aronin, 1953), (2) perolehan panas matahari efektif
(effective solar heat gain) bangunan, (3) tingkat perolehan panas konduktif dan konvektif (
conductive and convective) dari udara sekitar, (4) potensi bangunan memperoleh ventilasi
alami dan pendinginan pasif bangunan (Givoni, 1998; Evan, 1980). Fitur desain arsitektur yang
berpengaruh pada interaksi antara bangunan dan lingkungannya adalah layout dan bentuk
bangunan, orientasi jendela dan kondisi shading jendela, orientasi dan warna dinding, ukuran
dan lokasi jendela terhadap aspek ventilasi, ventilasi pada bangunan, pemilihan material
bangunan dan site landscaping. (Givoni, 1998).

Gambat 1 Respon rancang kota tropis terhadap iklim.


Sumber : Handoko, 2013

3. Penggunaan Material Alam


Material alam dalam rancang kota tropis sangat bermanfaat dalam beradaptasi terhadap iklim
dan kondisi cuaca. Material alam dapat menyerap suhu dan tidak terjadi pemantulan kembali
sehingga tidak berdampak pada iklim luar perkotaan. Penggunaan material alam dapat berupa
material kayu untuk kolom dan kisi-kisi, material dedaunan untuk atap, penggunaan pintu dan
jendela. Penggunaan bahan kontruksi seperti batu bata juga dapat mengurangi pengsuhuan
karena lebih baik dalam penyerap panas dibandingkan material metal. Material alam juga
dapat berupa penambahan vegetasi di dinding maupun atap/rooftop. Penggunaan vegetasi
selain digunakan sebagai estetika juga dapat berwujud sebagai penyerapan karbon.

4. Ruang Terbuka Dan Daerah Resapan Air


Kota Tropis memiliki kebutuhan untuk dapat memberikan ruang hijau kota sebagai ciri khas
iklim tropis yang memiliki kerapatan vegetasi yang cukup. Prinsip kota tropis wajib memiliki
ruang hijau sebagai respon terhadap adanya curah hujan tinggi dan karakteristik vegetasi
tropis yang memiliki dimensi yang besar dan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Almusaed, A., (2011), Biophilic and Bioclimatic Architecture, Springer-Verlag London Limited
2011.
Aronin, Jefrey Ellis (1953), Climate and Architecture, Reinhold Publishing Company, New York.
Evans, Martin, (1980), Housing, Climate and Comfort, John Wiley& Sons, Inc, New York.
Fountain M., Brager Gail, de Dear R. (1996), Expectation Of Indoor Climate Control, Energy
and Buildings.
Karyono, T. H. (2013). Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga: Suatu Bahasan Tentang
Indonesia. Jakarta: Rajawal Pers.
Karyono, T. H. (2016). Arsitektur Tropis. Jakarta: Erlangga.
Satwiko, P. (2015). Estetika Visual Iklim Tropis Lembab. Yogyakarta: Cahaya Atma.
Givoni B, 1998, Climate Considerations in Building and Urban Design, John Wiley & Sons, New
York.
Huang J. Prediction of air temperature for thermal comfort of people in outdoor environments.
Int Journal on Biometeorology 51:375 (2007).
Naeem Irfan, Adnan Zahoor, Nadeemullah Khan, 2001, Minimising The Urban Heat Island
Effect Through Lanscaping, NED Journal of Architecture and Planning, Vol One, Nov. 2001.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
Heat and Comfort of Micro Climate due to Thermal Properties of Hard Materials of
Ground Surface in Humid Tropics Environment.
Oleh :
Sangkertadi 1, Reny Syafriny 2
(1 Program Studi S2 Arsitektur, Pascasarjana Unsrat)
(2 Mahasiswa Program Doktor Arsitektur Universitas Indonesia
Dosen Jurusan Arsitektur Fak Teknik Unsrat.)

ABSTRAK
Tanggung jawab profesi arsitek perancang kota diantaranya adalah mengkreasikan
lingkungan ruang luar sebaik mungkin bagi para penggunanya. Teknologi ramah lingkungan
dalam konteks arsitektur kota dapat diinterpretasikan sebagai upaya penerapan pada bahan
pelapis permukaan dan selubung masa bangunan. Jenis permukaan lunak dan perkerasan yang
melapisi permukaan taman-taman, halaman parkir, selubung atap dan dinding bangunan,
memainkan peran yang penting dalam hal menghasilkan suhu radiasi dan suhu konveksi
lingkungan ruang luar kawasan kota. Kenyamanan ruang luar yang salah satunya tergantung dari
faktor suhu, dengan demikian maka tergantung pula pada pemakaian bahan pelapis permukaan.
Tulisan ini fokus pada kinerja ternal ruang luar di suatu daerah iklim tropis lembab
dengan mengambil sampel di Kota Manado, Indonesia. Pengukuran setiap jam pada dua tipe
lingkungan sekitar bahan pelapis permukaan ruang luar (aspal dan beton block) saat ada sinar
matahari cerah. Sejumlah perhitungan juga dilakukan untuk komparasi terhadap hasil
pengukuran dan untuk mengetahui tingkat kenyamanan termis akibat penggunaan bahan-bahan
tersebut.
ABSTRAC
Architect or urban designer’s major task is to create the best possible outdoor environment to the
people’s activities. Environmental-friendly technology appreciation in the context of urban
architecture may be interpreted as the application of materials covering buildings envelop and
ground surface. Soft and hard materials covering park space, roofing and envelop wall, play
important role determining convective and radiant temperature of its environment. Outdoor
thermal comfort that influenced by ambiance temperature, is therefore depends on utilization of
surface material.
This paper contains the intention of thermal performance of outdoor environment in a
tropical and humid environment with a case of the city of Manado, Indonesia. One hour steps of
temperature measurement at the surface of hard materials for ground covering (asphalt and
concrete block) without solar shading in a hot season were done. Air temperature of outdoor
space was also recorded. This is to know the effect of using different types of materials on outdoor
environment. Some of calculations were also realized in order to make comparison with the results
from measurement and to know the quantity of outdoor comfort level of the environment. This
study recommend of principles of thermal properties of materials for ground covering of a tropical
environment.

PENDAHULUAN menjadi semakin tinggi di wilayah kota.


Manusia membuat berbagai jenis lingkungan
Dari berbagai sumber menunjukkan bahwa
binaan di perkotaan yang dapat berupa
saat ini sekitar 60% penduduk dunia hidup
bangunan-bangunan tinggi, perumahan,
di kawasan kota, sehingga menyebabkan
prasarana transportasi, fasilitas industry,
tingkat urbanisasi dan kompleksitas yang

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


1
PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

perdagangan, dll. Lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman
fasilitas tersebut menyebabkan perubahan di ruang luar.
iklim mikro dari kondisi yang sebelumnya
adalah kondisi asli alami, menjadi suatu
METODE
kondisi iklim akibat bahan-bahan buatan
manusia. Sejumlah studi juga menghasilkan Secara prinsip alur studi ini sebagaimana
kesimpulan bahwa kota memiliki suasana ditampilkan pada gambar 1 dan 2 yang
iklim yang lebih panas dibandingkan di menunjukkan adanya bagian kegiatan
pedesaan, misalnya yang diungkapkan oleh pengukuran dan perhitungan. Terdapat dua
Naeem Irfan dkk (2001). Lebih dari itu, tahapan kegiatan. Gambar.1. menunjukkan
didalam kota dapat terjadi yang namanya tahapan pertama, dimana dilakukan
Urban Heat Island (Givoni, 1998) yaitu pengkuran iklim mikro sekitar permukaan
suatu kawasan di daerah tertentu yang bahan, kemudian dilakukan perhitungan
memiliki kekhususan karena iklim panas tentang kenyamanan termis pada situasi
yang hanya terdapat di kawasna tersebut, nyata tersebut. Gambar.2. menunjukkan
sedemikian sehingga sampai dinamakan tahapan simulasi, dimana dilakukan
“pulau panas” dalam kota. Apabila tidak identifikasi material sifat termis material
dikendalikan maka peningkatan panas dalam pelapis permukaan ruang luar dan penutup
kota akan semakin tinggi dan menjalar atap, kemudian dilakukan perhitungan suhu
sampai pinggiran kota, bahkan seluruh udara dan suhu radiasi sekitarnya, lalu
wilayah kota juga menjadi semakin panas. diperhitungakan dampak kenyamanan
Perilaku panas di lingkungan ruang luar termis.
perkotaan ini, salah satunya adalah reaksi Jadi studi ini menerapkan metode
klimatologi dari pemakaian bahan pengukuran lapangan dan perhitungan
permukaan ruang luar. Bahan perkerasan simulasi dengan fokus pada dampak termis
yang menutupi tanah dan menggantikan ruang luar akibat penggunaan berbagai jenis
rerumputan serta bahan pemantul panas dari material perkerasan penutup lapisan
selubung masa bangunan, menjadi salah satu permukaan ruang luar. Pengaruh dari sifat
penyebab peningkatan suhu ruang luar, dan termis bahan dan dampak kenyamanan
yang menjadi fokus dari tulisan ini. Jadi termis menjadi fokus dari studi ini. Material
elemen ruang luar tersebut, bukanlah elemen lansekap yang di jadikan obyek
sekedar berfungsi sebagai elemen untuk pengukuran adalah aspal dan beton.
memperindah lansekap, tetapi juga berfungsi Pengukuran dilakukan pada bagian
sebagai pengendali iklim mikro menuju permukaan bahan dan di udara pada
kenyamanan termis bagi manusia ketinggian 1.5 meter diatas bahan-bahan
penggunanya. tersebut. Pengukuran meliputi suhu
Disisi lain, telah dikembangkan rumusan permukaan, suhu udara, kelembaban dan
untuk mengitung kenyamanan termis ruang kecepatan angin setiap jam, selama satu hari
luar di iklim tropis lembab (Sangkertadi & saat matahari bersinar sepanjang hari,
Syafriny R, 2012), yang merupakan dilakukan pada bulan Juli 2008.
persamaan regresi dari fungsi suhu, angin, Pengukuran dilakukan menggunakan alat
aktifitas dan ukuran tubuh manusia. Apabila pen thermometer, thermohygrometer dan
suhu lingkungan ruang luar akibat anemometer. Identifikasi sifat thermal bahan
pemakaian bahan perkerasan dapat dilakukan berdasarkan referensi pustaka,
diketahui, maka dapat diprediksi tingkat seperti masa jenis, konduktifitas, kapasitas
kenyamanan di ruang luar sekitarnya. kalor dan presentasi refleksi radiasi
Tulisan ini memaparkan hasil pengukuran matahari. Untuk kalkulasi skala tingkat
suhu udara dan suhu permukaan disekitar kenyamanan termis ruang luar, digunakan
berbagai bahan perkerasan dan melakukan persamaan yang dikembangkan oleh penulis
(Sangkertadi & Syafriny R, 2012). Sejumlah
perhitungan untuk mengetahui hubungannya
rumus lain juga digunakan untuk kebutuhan
dengan sifat-sifat termis bahan-bahan perhitungan suhu bola hitam dan suhu
perkerasan. Kajian secara khusus dilakukan radiasi rata-rata. Gambar.1 dan 2
di daerah beriklim tropis karena di iklim menunjukkan diagram alir perhitungan
tersebut terjadi akumulasi panas radiasi untuk memperoleh hasil suhu radiasi bola
matahari sepanjang tahun dan kelembaban hitam (globe temperature dan suhu radiasi
rata-rata secara teoretis.

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


2 PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

Gambar.3. Diagram alir perhitungan Suhu


radiasi rata-rata

Rumus untuk mengestimasi tingkat


kenyamanan termis bagi pejalan kaki
(Sangkertadi & Syafriny, 2012) adalah
Gambar.1. Diagram alir perhitungan kenyamanan sebagai berikut:
berdasar data pengukuran suhu permukaan bahan
YJS  3.4  0.36v  0.04Ta  0.08Tg
 0.01HR  0.96 Adu

Dimana:
YJS : Skala kenyamanan termis bagi aktifitas
“jalan normal” (0=nyaman; 1= agak tidak
nyaman; 2=tidak nyaman; 3=sangat tidak
nyaman; -1=agak dingin)
HR: Kelembaban Relatif (%)
Ta: Suhu udara (0C)
Tg: Suhu radiasi – bola hitam (0C)
Adu: Luas kulit tubuh manusia (m2)
v: kecepatan angin (m/s)

Apabila tidak dilakukan pengukuran Tg,


maka dapat dilakukan perhitungan untuk
memperoleh Tg yankni menggunakan rumus
yang dipaparkan oleh Dimiceli, V E, Piltz S
F, Amburn S A, 2011 sebagai berikut:

B  C T  7680000
T  a
Gambar.2. Diagram alir perhitungan kenyamanan
berdasar hasil perhitungan suhu permukaan bahan
g C  256000

Dengan koefisien B dan C sebagai


berikut:
h v 0.58
C
5.3865  10 8
 f db 1.2 
B  S  f  T4
 4 cos z   dif  a a
 

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


3
PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

e  exp 

 17.67 T  T
d a
  1.0007  0.00000346 PHASIL

DAN PEMBAHASAN.
a  T  243.5  Hasil pengukuran dan perhitungan
 d 
ditunjukkan melaluitabel-Tabel 1 s/d 4. Pada
 17.502 T  Tabel 1 dan 3, menunjukkan bahwa suhu
 6.112 exp  a 
 240.97  T  udara pada bagian permukaan bahan
 a memiliki angka jauh lebih tinggi diatas suhu
udara, pada mulai pukul 10 s/d 15. Kondisi
Adapun fdb adalah fraksi (perbandingan) tersebut, disebabkan sifat bahan yang
antara besar radiasi matahari langsung menyimpan dan meradiasikan kembali panas
terhadap radiasi total (direct/global matahari. Pada kisaran pukul 10 s/d 15,
radiation). Sedangkan fdif adalah fraksi angka radiasi matahari memang
radiasi tidak langsung (difuse/global menunjukkan angka yang cukup tinggi yakni
radiation), dan z adalah sudut zenith sekitar 400 sampai 900 Watt/m2 yang
matahari, serta s adalah bilangan konstanta diterima bidang pada posisi datar di Kota
Boltzman senilai 5.67 x 10-8. Sedangkan P Manado (1.50 LU).
adalah angka tekanan pada kondisi standar 1 Nampak pada Tabel.1. bahwa suhu
atm (=101325 Pa). permukaan bahan, mencapai puncak pada
Selanjutnya untuk menghitung suhu Td angka 56.6 0C terjadi pada pukul 11 siang
(dewpoint temperature, dapat dipakau berdasrkan hasil pengukuran. Sedangkan
formulasi sebagai berikut (Snyder & Snow, suhu radiasi rata-rata tertinggi terjadi pada
1996) : jam 12 sebesar 780C terjadi pada jam 12,
237.3  Z berdasrkan hasil perhitungan. Sementara itu,
Td 
1  Z  suhu udara pada ketinggian 1.5 m diatas
permukaan bahan, mencapai puncaknya
 HR  17.27  Ta 
ln   pada angka 33. 9 0C terjadi pada pukul 12
 100  237.3  Ta  siang.
Z
17.27
Tabel.1.
Adapun untuk memperoleh angka suhu Hasil Pengukuran dan Perhitungan Suhu-
permukaan bahan dapat dipergunakan rumus suhu pada kasus Permukaan Bahan Aspal
sebagai berikut (Szokolay, 1980)
S  Pengukuran Perhitungan
TS  Ta 
h Ta (Suhu udara Ts (Suhu
Dimana Jam
1.5 m diatas Permukaan Tg Trm
S: radiasi matahari (Watt/m2) permukaan Bahan)
:difusifitas termis bahan permukaan 7 bahan)
27.5 28.8 41.29 44.56
Td: dewpoint temperature (0C) 8 28.4 34 50.37 55.58
9 31.5 37.3 59.46 66.08
Apabila , tidak diketahui, maka dapat 10 32.5 46.2 64.77 72.42
dipergunakan rumus umum sebagai berikut: 11 33.0 56.6 67.95 76.24
k
 12 33.9 52.4 69.83 78.35
 c 13 31.9 51.2 66.88 75.17
Nilai k,  dan c banyak diperoleh di 14 31.5 49.2 63.78 71.42
sejumlah referensi. 15 30.9 44 58.86 65.48
16 30.5 35.8 52.49 57.71
Pada studi ini besar radiasi matahari, S, 17 30.1 28.4 43.91 47.19
diperoleh melalui estimasi menggunakan
program komputer Matahari (Sangkertadi, Selanjutnya dilakukan perhitungan
2009). kenyamanan termis dengan menggunakan
Sedangkan untuk memperoleh suhu radiasi rumus kenyamanan termis ruang luar secara
rata-rata disekitar bahan permukaan dapat khusus untuk tipe orang dewasa berjalan
dipergunakan rumus sebagai berikut (Huang, kaki, mendapat angin 1 m/s. Rumus yang
2007) : digunakan adalah rumus skala kenyamanan
T  T  0.237  T  T  v YJS oleh Sangkertadi (2012). Hasilnya
rm g  g a disajikan pada Tabel.2, dan nampak bahwa
dari pukul 7 sampai 17, dengan adanya sinar

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


4 PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

matahari langsung pada bulan Juli, maka dimana radiasi matahari dapat mencapai
para pejalan kaki diatas aspal sudah merasa sekitar 900 Watt/m2 pada jam tersebut.
tidak nyaman. Bahkan pada pukul 11 hingga Pada Tabel 4, disajikan hasil perhitungan
14, akan merasakan sangat tidak nyaman skala kenyamanan bagi pejalan kaki yang
dan terasa sakit. Persepsi teoretik tersebut melintas diatas ruang terbuka berlapis bahan
mengarahkan untuk melakukan antisipasi beton, dan berada dibawah terik matahari.
terhadap rancangan arsitektur ruang luar Hasilnya sebagaimana pada tabel tersebut,
agar tidak terjadi rasa tidak nyaman yang bahwa, praktis dari jam 7 pagi hingga jam 5
berlebihan di ruang luar. Salah satu sore, tidak pernah merasakan kenyamanan,
alternative solusi adalah dengan member terutama karena adanya suhu radiasi dari
naungan, sedemikian, hingga tidak ada matahari dan ditambah dari pantulan
radiasi langsung yang menyentuh tubuh permukaan bahan beton.
manusia. Sehingga panas radiasi dari Bahkan pada jam-jam 10 sampai 14 siang,
permukaan bahan juga tidak terlalu besar beresiko rasa sakit karena kepanasan, dan
dan dapat menurunkan angka skala tidak berbahaya, karena bisa beresiko dehidrasi.
nyaman. Pencegahan untuk resiko tesebut, secara
arsitektural dapat dilakukan dengan
Tabel.2. menambah desain naunguan dari
Hasil perhitungan kenyamanan termis bagi penghijauan pepohonan atau dari bahan
pejalan kaki di ruang luar berbahan buatan tertentu. Selain itu, bisa juga
perkerasan aspal dilakukan langkah dengan tindakan
Skala mekanikal, yakni dengan menghembuskan
Persepsi Rasa Kenyamanan
Jam Kenyamanan angin pada keceatan tertentu agar member
PEJALAN KAKI
Yjs dampak evaporative pada kulit manusia
7 1.69 TIDAK NYAMAN untuk tujuan menguapkan keringat dan
8 2.46 TIDAK NYAMAN mendinginkan lingkungan radiatif.
9 3.32 SANGAT TIDAK NYAMAN
SANGAT TIDAK NYAMAN dan Tabel.3.
10 3.82
RASA SAKIT Hasil Pengukuran dan Perhitungan Suhu-
SANGAT TIDAK NYAMAN dan suhu pada kasus Permukaan Bahan Beton
11 4.09
RASA SAKIT
SANGAT TIDAK NYAMAN dan Pengukuran Perhitungan
12 4.28
RASA SAKIT Ta (Suhu udara
Ts (Suhu
SANGAT TIDAK NYAMAN dan Jam 1.5 m diatas
13 3.96 Permukaan Tg Trm
RASA SAKIT permukaan
Bahan)
SANGAT TIDAK NYAMAN dan bahan)
14 3.69
RASA SAKIT 7 26.6 28.8 40.38 43.65
15 3.24 SANGAT TIDAK NYAMAN 8 28.4 30.00 50.37 55.58
16 2.68 SANGAT TIDAK NYAMAN 9 31.5 34.40 59.47 66.09
17 1.98 TIDAK NYAMAN
10 32.4 46.30 64.73 72.38
11 32.8 52.60 67.81 76.11
Pada kasus permukaan berbahan beton,
12 33.7 55.40 69.59 78.11
hasilnya ditampilkan melalui Tabel 3 dan 4.
Nampak pada Tabel 3, bahwa situasinya 13 31.6 48.80 66.51 74.80
tidak jauh berbeda dengan kasus pada 14 31.1 41.20 63.32 70.96
permukaan aspal. Suhu udara pada 15 30.4 43.60 58.35 64.97
ketinggian 1.5 m diatas permukaan lantai 16 30.0 35.80 51.96 57.17
beton di ruang luar, bervariasi antara 17 29.6 33.60 43.41 46.69
minimal 26.6 sampai maksimum 33.70C
pada jam 12 siang. Sementara itu suhu
permukaan beton bernilai pada angka 28.8
pada jam 7 pagi hingga 55.4 pada jam 12
siang dibawah terik matahari. Jelas bahwa
radiasi matahari berperan penting dalam
mempengaruhi suhu radiasi rata-rata. Suhu
radiasi rata-rata (Trm) berdasarkan
perhitungan, secara maksimum mencapai
78.11 0C, yang terjadi pada jam 12 siang

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


5
PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

Tabel.4. 4. Penggunaan teknologi mekanikal di


Hasil perhitungan kenyamanan termis ruang ruang luar, seperti kipas angin
bagi pejalan kaki di luar di lokasi berbahan besar, dapat dilakukan untuk
perkerasan beton
menambah efek evaporative dalam
Skala rangka mencapai angka
Persepsi Rasa Kenyamanan
Jam Kenyamanan kenyamanan yang memadai diruang
PEJALAN KAKI
Yjs
luar.
7 1.58 TIDAK NYAMAN
8 2.46 TIDAK NYAMAN Daftar Pustaka.
1. Dimiceli, V E, Piltz S F, Amburn S
9 3.32 SANGAT TIDAK NYAMAN
A, 2011, Estimation of Black Globe
SANGAT TIDAK NYAMAN Temperature for Calculation of the
10 3.82
dan RASA SAKIT Wet Bulb Globe Temperature Index
SANGAT TIDAK NYAMAN Proceedings of the World Congress
11 4.07
dan RASA SAKIT on Engineering and Computer
SANGAT TIDAK NYAMAN Science 2011 Vol II WCECS 2011,
12 4.26
dan RASA SAKIT October 19-21, 2011, San
SANGAT TIDAK NYAMAN Francisco, USA
13 3.92
dan RASA SAKIT 2. Givoni B, 1998, Climate
SANGAT TIDAK NYAMAN Considerations in Building and
14 3.64
dan RASA SAKIT Urban Design, John Wiley & Sons,
15 3.18 SANGAT TIDAK NYAMAN New York.
16 2.62 SANGAT TIDAK NYAMAN 3. Huang J. Prediction of air
temperature for thermal comfort of
17 1.92 TIDAK NYAMAN people in outdoor environments. Int
Journal on Biometeorology 51:375
KESIMPULAN (2007).
Studi ini menyimpulkan beberapa hal 4. Naeem Irfan, Adnan Zahoor,
sebagai berikut: Nadeemullah Khan, 2001,
1. Permukaan perkerasan apapun, baik Minimising The Urban Heat Island
aspal (berwarna gelap) maupun Effect Through Lanscaping, NED
beton (berwarna terang), keduanya Journal of Architecture and
tetap beresiko menyebabkan Planning, Vol One, Nov. 2001.
tingginya angka suhu udara dan 5. Sangkertadi, 2009, Petunjuk
suhu radiatif pemakaian Program Matahari, Lab
2. Tingginya suhu radiatif dan Sains & Teknologi, Jurusan
Arsitektur, Fakultas Teknik Univ.
besarnya radiasi matahari di ruang
Sam Ratulangi, Manado.
luar, menyebabkan rasa tidak 6. Sangkertadi, Syafriny R, 2012,
nyaman secara signifikan pada Perumusan Kenyamanan Termis
pejalan kaki. Ruang Luar Iklim Tropis Lembab,
3. Pada rancangan ruang luar didaerah Laporan Penelitian Fundamental,
beriklim tropis lembab, disarankan Universitas Sam Ratulangi.
diperbanyak penaungan dengan 7. Snyder R, Snow R, 1996,
Converting Humidity Expressions
penghijauan untuk memberikan
with Computers and Calculators,
efek pendinginan konfektif dan Cooperative Extension Leaflet
mengurangi panas radiatif, 21372, University of California.
sehingga dapat meningkatkan rasa 8. Szokolay,S V, 1980, Environmental
nyaman termis bagi pejalan kaki Science Handbook for architects
yang melintasinya. and builders, The Construction
Press, Lanchaster.

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


6 PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


7
PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019
Terakreditasi Peringkat 3 (S3)
DOI: 10.26418/lantang.v6i2.34791

PRINSIP DESAIN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK


PADA IKLIM TROPIS
Jarwa Prasetya Sih Handoko
Jurusan Arsitektur FTSP UII, Mahasiswa Program Doktor Arsitektur DTAP UGM
jarwa.prasetya.s@mail.ugm.ac.id

Ikaputra
Program Doktor Arsitektur DTAP UGM
ikaputra@ugm.ac.id

Naskah diajukan pada: 16 Agustus 2019 Naskah revisi akhir diterima pada: 31 Oktober 2019

Abstrak
Pertumbuhan pembangunan gedung yang tidak mempertimbangkan faktor kondisi alam
menyebabkan munculnya potensi penurunan kualitas lingkungan hidup yang diakibatkan oleh
konsumsi energi pada bangunan yang mengakibatkan menipisnya sumber daya alam, selain itu
dilatar belakangi terjadinya fenomena perubahan iklim global yang menumbuhkan bangunan boros
energi dalam kenyamanan fisik bangunan. Hal ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya desain
arsitektur berbasis kondisi alam setempat termasuk kondisi iklim setempat atau pemanfaatan potensi
Bioklimatik. Arsitektur Bioklimatik adalah adalah suatu pendekatan desain yang mengarahkan
arsitek untuk mendapatkan penyelesaian desain dengan mempertimbangkan hubungan antara bentuk
arsitektur dengan lingkungan iklim daerah tersebut. Kajian ini membahas prinsip desain Arsitektur
Bioklimatik pada iklim tropis. Dengan demikian diharapkan dapat disusun theoritical framework
terkait prinsip desain arsitektur pada iklim tropis. Iklim Tropis merujuk pada terminologi letak
geografis daerah di sekitar equator diantara Garis Tropic of Cancer dan Tropic of Capricorn. Metode
yang digunakan pada kajian ini dengan menggunakan studi pustaka atau studi referensi. Dari kajian
ini dapat disimpulkan bahwa Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik pada Iklim Tropis terdiri dari 2
(dua) tipe meliputi Prinsip desain untuk bangunan pada daerah Iklim Tropika Basah (Hot humid
Climate) yang memiliki 2 musim dan Prinsip desain untuk bangunan pada daerah iklim Tropika
kering (Hot Arid Climate) dengan 4 musim. Kedua prinsip desain ini dipengaruhi beberapa
perbedaan kondisi iklim diantara kedua wilayah iklim ini. Kedua wilayah ini secara umum memiliki
temperature udara tinggi, perbedaannya adalah perbedaan suhu diurnal diantara kedua wilayah iklim
tersebut. Kondisi ini memerlukan respon yang berbeda khususnya pada desain selubung bangunan,
dimana desain selubung bangunan mempengaruhi tingkat heat gain (perolehan panas) dan heat loss
(pembuangan panas) bangunan tersebut dalam upaya menciptakan indoor thermal comfort pada
bangunan.

Kata-kata Kunci: Prinsip Desain, Arsitektur Bioklimatik, Iklim Tropis.

PRINCIPLES OF BIOCLIMATIC ARCHITECTURAL DESIGN IN THE


TROPICAL CLIMATE

Abstract
The growth of building construction that does not consider natural conditions causes the
potential for environmental degradation due to energy consumption in buildings, which and results
in the depletion of natural resource. In addition to the occurrence of global climate change
87
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

phenomena that foster energy-intensive for buildings to fulfill the physical comfort. This condition
raises awareness of the importance of architectural design based on local natural conditions
including local climatic conditions or the utilization of bioclimatic potential. Bioclimatic
Architecture is a design approach that directs architects to get a design finish by considering the
relationship between architectural forms and the climate environment of the area. This study
discusses the principles of Bioclimatic Architecture design in tropical climates. Thus the theoretical
framework is expected to be arranged related to the principles of architectural design in tropical
climates. Tropical climate refers to the terminology of the geographical location of the area around
the equator between the Tropic of Cancer and Tropic of Capricorn Lines. The method used in this
study is a literature study or reference study. From this study it can be concluded that the principles
of Bioclimatic Architectural Design in Tropical Climates consist of 2 (two) types, including design
principles for buildings in the Hot Humid Climate area which has 2 seasons and design principles
for buildings in dry tropical climate regions (Hot Arid Climate) with 4 seasons. These two design
principles are influenced by several different climatic conditions between these two climatic regions.
These two regions generally have high air temperatures; the difference is the diurnal temperature
difference between the two climate regions. This condition requires a different response, especially
in the design of the building envelope, where the design of the building envelope influences the level
of heat gain and heat loss in the effort to create indoor thermal comfort in the building.

Keywords: Design Principles, Bioclimatic Architecture, Tropical Climate

1. Pendahuluan
Terjadinya fenomena perubahan iklim global dan juga menurunnya kualitas lingkungan hidup
yang diakibatkan oleh pertumbuhan dan percepatan industrialisme dan konsumsi energi yang
mengakibatkan menipisnya sumber daya alam menumbuhkan kesadaran akan pentingnya design
arsitektur berbasis kondisi iklim setempat. (Krishan et. al, 2001). Hal ini juga disampaikan oleh Roaf
(2003) dalam Hyde (2008) bahwa terdapat 4 (empat) latar belakang pentingnya pemanfaatan desain
Bioklimatik: (1) Tingkat perubahan dalam tingkat variabilitas iklim dan modifikasi meningkat,
membutuhkan adaptasi manusia dengan kondisi iklim dunia; (2) Cara mendasar untuk adaptasi
dalam lingkungan binaan ini adalah penerapan metode yang lebih efektif untuk bangunan yaitu
pendingin pasif; (3) Sistem pengkondisian udara semakin dipandang sebagai bagian dari masalah
perubahan iklim, tidak seimbangnya antara jumlah bahan bakar fosil yang digunakan di dunia dan
jumlah bahan bakar fosil yang semakin berkurang yang tersedia; (4) Sangat penting untuk membuat
pendekatan pembangunan 'vernakular' yang baru, yang sesuai dengan kebutuhan manusia dan
lingkungan.
Masalah bioklimatik dalam bangunan diidentifikasi pertama kali oleh Olgyay pada tahun 1950-
an dan dikembangkan sebagai proses desain pada tahun 1960-an. (Olgyay, 1963). Proses desain
menyatukan disiplin ilmu fisiologi manusia, klimatologi dan fisika bangunan. (Szokolay, 2004) dan
selama beberapa tahun terakhir telah dipandang sebagai landasan untuk mencapai bangunan yang
lebih berkelanjutan. (Szokolay, 2004; Hyde, 2008). Prinsip-prinsip bioklimatik, strategi dan solusi
praktik terbaik untuk bangunan masih harus diteliti dan diakui sepenuhnya di dalam bidang ini. (
Yeang, 1999 dalam Hyde, 2008).
Daerah iklim tropis meliputi wilayah dekat dengan ekuator diantara garis balik Tropic of
cancer dan Tropic of Capicorn. Daerah ini meliputi wilayah 40% seluruh wilayah dunia yang
memiliki potensi dan karakteristik yang jauh melampaui yang ditemukan di iklim yang lebih sejuk.
(Hyde, 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian mengenai prinsip desain Arsitektur
Bioklimatik pada daerah iklim tropis.

88
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

Oleh karena itu, dari uraian fenomena diatas perlu dilakukan suatu kajian yang mengeksplorasi
prinsip desain arsitektur bioklimatik khususnya di Iklim Tropis. Dari kajian ini diharapkan dapat
disusun theoritical framework terkait prinsip desain arsitektur pada iklim tropis bersumber pada studi
pustaka yang dilakukan.

2. Kajian Pustaka
Arsitektur dan Iklim
Hubungan antara iklim indoor dan outdoor sangat tergantung pada desain arsitektur dan
struktur bangunan, selanjutnya iklim dalam ruangan dapat dikendalikan oleh desain bangunan untuk
mengakomodasi kebutuhan kenyamanan manusia (Givoni, 1998). Sejalan dengan hal tersebut
Kukreja (1978) menyatakan bahwa Iklim memiliki pengaruh yang dominan terhadap arsitektur di
seluruh dunia dan disemua periode waktu.
Menurut Olgyay (1963) terdapat empat bidang yang saling mempengaruhi dalam desain
arsitektur terkait iklim yaitu klimatologi, biologi, teknologi dan arsitektur. Langkah pertama
mewujudkan arsitektur tanggap iklim adalah survei elemen iklim yang ada di lokasi tertentu, hal ini
karena manusia adalah faktor utama dalam arsitektur dan tempat tinggal dirancang untuk memenuhi
kebutuhan biologis manusia. Langkah berikutnya adalah mengevaluasi dampak setiap elemen iklim
terhadap fisiologis manusia. Sebagai langkah ketiga penerapan solusi teknologi dalam mengatasi
persoalan kenyamanan bangunan terkait kondisi iklim, dan ditahap akhir solusi harus
dikombinasikan sesuai dengan kepentingan pengguna dalam kesatuan arsitektur (Olgyay, 1963).
Penerapan solusi teknologi menurut Olgyay terdapat enam faktor penentu yaitu: pemilihan
lokasi, orientasi matahari, perhitungan shading, bentuk rumah dan bentuk bangunan, gerakan udara
(Angin dan ventilasi) dan suhu ruangan. Semua faktor tersebut berkontribusi untuk mewujudkan a
balanced shelter (Olgyay, 1963).
Menurut Givoni (1998) terdapat beberapa fitur desain arsitektur dari desain bangunan yang
mempengaruhi iklim dalam ruangan. Fitur tersebut melakukan ini dengan memodifikasi empat
bentuk interaksi antara bangunan dan lingkungannya :
1. Paparan sinar matahari yang efektif (effective solar exposure) dari elemen berlapis kaca dan
buram envelope bangunan (dinding dan atapnya)
2. Perolehan panas matahari efektif (effective solar heat gain) bangunan
3. Tingkat perolehan panas konduktif dan konvektif (conductive and convective) dari udara
sekitar.
4. Potensi ventilasi alami dan pendinginan pasif bangunan

Arsitektur Bioklimatik
Istilah “ Bioklimatik” secara tradisional terkait dengan hubungan antara iklim dan organisme
hidup atau dengan studi bioklimatologi atau menekankan bidang biologi, klimatologi atau
menekankan bidang biologi, klimatologi dan arsitektur secara bersamaan (Hyde, 2008; Olgyay,
1963). Dalam konteks bangunan secara umum dan rumah secara khusus berkaitan dengan hubungan
antara 3 (tiga) faktor yaitu antara organisme hidup, iklim dan bentuk dan bahan bangunan. ( Hyde,
2008).
Selanjutnya desain perumahan sesuai dengan prinsip-prinsip bioklimatik menjadi bagian
penting dari perjalanan menuju pencapaian pembangunan ekologis yang berkelanjutan.
Keberlanjutan dipandang sebagai hasil, bukan sebagai tujuan atau proses. Ini dapat
dikonseptualisasikan sebagai desain bangunan yang memanfaatkan berbagai elemen biofisik. Unsur
biofisik ini terutama diambil dari ekosfer, bukan litosfer, yaitu panas, cahaya, landscape, udara,
hujan, dan material ( Hyde, 2008).
Sedangkan menurut Kenneth Yeang “ Bioclimatology is the study of the relationship between
climate and life, particulary the effect of climate on the health of activity of living things”.
89
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

Bioklimatik adalah Ilmu yang mempelajari antara hubungan iklim dan kehidupan terutama efek dari
iklim pada kesehatan dan aktivitas sehari-hari. Ken Yeang (1994) mengemukakan beberapa alasan
kuat yang mengharuskan penerapan bioklimatik dalam desain, yakni : pemanfaatan energi yang lebih
rendah dalam pengoperasian bangunan, keinginan untuk merasakan iklim eksternal yang khas dari
suatu tempat dan kepedulian terhadap lingkungan ekologis. (Ken Yeang, 1994.) sejalan dengan hal
tersebut Almusaed (2011) menyatakan bahwa Arsitektur Bioklimatik menggabungkan kepentingan
keberlanjutan, kesadaran lingkungan hijau, alami, organik dan merespon karakteristik lahan, konteks
lingkungannya, iklim mikro setempat dan topografinya.
Arsitektur Bioklimatik berkaitan dengan iklim atau persepsi iklim sebagai generator
kontekstual utama desain dengan menggunakan energi minimal untuk menciptakan kenyamanan
termal di dalam ruangan. Bangunan Bioklimatik adalah merupakan hasil adaptasi terhadap iklim dan
lingkungan sekitarnya, (Almusaed, 2011) bangunan yang berinteraksi dengan lingkungan dengan
penjelmaan dan operasinya serta penampilan berkualitas tinggi. (Yeang, 1996). Arsitektur tanggap
Iklim adalah konsep arsitektur yang menekankan pada potensi bangunan sebagai filter antara
lingkungan indoor dan outdoor (Hasting, 1989). Fungsi filter bangunan ini dianggap sebagai aspek
utama dalam mewujudkan bangunan yang nyaman, bersama dengan upaya manusia dalam
pengendalian iklim untuk memenuhi kebutuhan subjektif pengguna bangunan (Fountain et All,1996,
Mahdavi dan Kumar, 1996).
Terdapat banyak penelitian yang terkait arsitektur bioklimatik. Prianto et al. (2018) dalam
penelitiannya menyampaikan bahwa semakin tangguh suatu desain arsitektur adalah keseimbangan
antara pengentasan dan pendayagunaan faktor iklim yang diadaptasi dalam desain bangunannya.
Selain itu sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Karyono (2006) bahwa desain arsitektur yang
mengadaptasi kondisi iklim luar terkait dengan pemenuhan kenyamanan fisik bangunan.
Kenyamanan termal menjadi salah satu kenyamanan fisik bangunan yang paling banyak
berhubungan dengan hampir semua faktor iklim. Terdapat banyak cara yang dilakukan manusia
dalam memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi kondisi nyaman pada bangunan.
Terdapat metode mekanis dan metode pemanfaatan energi matahari. Metode pemanfaatan energi
matahari ini mempertimbangkan fakta bahwa semua faktor iklim berasal dari matahari sehingga
dengan memanfaatkan energi matahari dapat menciptakan kenyamanan fisik bangunan tanpa
menggunakan banyak energi tambahan. Mengenai efektifitas penggunaan energi dengan penerapan
arsitektur Bioklimatik juga disampaikan bahwa bangunan yang mempertimbangkan kondisi
bioklimatik lingkungan tidak memerlukan tambahan biaya pembangunan dan memiliki dampak
lingkungan yang minimal. Arsitektur bioklimatik menciptakan peluang besar bagi negara
berkembang untuk pembangunannya. Dengan semakin banyaknya bangunan menggunakan konsep
bioklimatik maka akan lebih banyak penghematan energi dalam operasional bangunan. (Tumimomor
et al., 2011; Widera, 2014).
Terdapat beberapa contoh bangunan karya Arsitek Ken Yeang yang menerapkan konsep
arsitektur bioklimatik diantaranya Menara Mesiniaga, Plaza Atrium dengan penerapan vertikal
landscape. Selain itu Solaris Fusionopolis dan the High-rise National Library Board Building di
Singapura dengan adanya shaft matahari, ventilasi alami dan atrium besar yang menangkap sinar
matahari, termasuk fasade bangunan yang digunakan sebagai penangkap air hujan
(https://archnet.org/authorities/380/sites/802, 2019).
Jadi arsitektur bioklimatik adalah suatu pendekatan yang mengarahkan arsitek untuk
mendapatkan penyelesaian desain dengan memperhatikan hubungan antara bentuk arsitektur dengan
lingkungannya iklim daerah tersebut. Pada akhirnya bentuk arsitektur yang dihasilkan dipengaruhi
oleh budaya setempat, dan hal ini akan berpengaruh pada arsitektur yang akan ditampilkan dari suatu
bangunan, selain itu pendekatan bioklimatik akan mengurangi ketergantungan karya arsitektur
terhadap sumber energi yang tidak dapat dipengaruhi. (Yeang, 1996).

90
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

Kenyamanan Bangunan
Ada tiga sasaran yang seharusnya dipenuhi oleh suatu karya arsitektur. Pertama, bahwa
bangunan harus mampu memberikan kenyamanan (baik psikis maupun fisik) kepada penghuninya.
(Karyono, 1996) Terdapat dua aspek kenyamanan yang perlu dipenuhi oleh suatu karya arsitektur,
yakni :
1. Kenyamanan Psikis
Kenyamanan psikis banyak kaitannya dengan kepercayaan, agama, aturan adat dan sebagainya.
Aspek ini bersifat personal, kualitatif dan tidak terukur secara kuantitatif.
2. Kenyamanan Fisik
Sedangkan kenyamanan fisik lebih bersifat universal dan dapat dikuantifikasikan. Terdiri dari :
kenyamanan ruang (spatial comfort), kenyamanan penglihatan (visual comfort, kenyamanan
pendengaran (audial comfort) dan kenyamanan suhu (thermal comfort) ( Karyono, 1989)
Hal ini sejalan dengan output dari arsitektur bioklimatik yaitu peningkatan kinerja dari: (1)
kenyamanan dan kesejahteraan penghuni, definisi kenyamanan biofisik telah diperluas untuk
mencakup berbagai masalah yang berkaitan dengan faktor sosial dan ekonomi; (2) Siklus hidup
bangunan dan infrastruktur, ini termasuk pengurangan dampak lingkungan selama siklus hidup
bangunan dan pengurangan seluruh biaya hidup bangunan. (Hyde, 2008)

3. Metode
Metode yang digunakan pada kajian ini adalah studi pustaka atau literatur. Tujuan dari kajian
ini membahas prinsip desain Arsitektur Bioklimatik pada iklim tropis. Dari pendapat beberapa ahli
akan disimpulkan terkait prinsip desain arsitektur pada iklim tropis. Studi pustaka diperoleh dari
berbagai sumber yang diterbitkan seperti artikel jurnal, makalah, dan materi terkait lainnya.
Pembahasan kajian ini dimulai dengan ulasan tentang zona iklim dan karakteristiknya selanjutnya
dikaji pendapat beberapa ahli terkait arsitektur bioklimatik. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat
disusun theoritical framework terkait prinsip desain arsitektur pada iklim tropis.

4. Hasil dan Pembahasan


Zona Iklim Tropis Dan Karakteristiknya
Daerah tropis adalah daerah antara garis balik Cancer ( Tropic of Cancer ) di utara khatulistiwa
pada 23º27” LU dan garis balik Capricorn (Tropic of Capricorn) di selatan khatulistiwa pada 23º27”
LS. Pembagian bumi dengan garis-garis tegak ini tidak mempertimbangkan batas-batas darah iklim
yang sebenarnya ( Lippsmeier, 1980). Iklim dibedakan menurut iklim makro dan mikro Iklim makro
adalah keseluruhan kejadian meteorologis khusus di atmosfer. Iklim makro juga dipengaruhi oleh
konsisi-kondisi topografis bumi dan perubahan-perubahan peradaban di permukaannya. Iklim makro
berhubungan dengan ruang yang besar seperti negara, benua dan lautan. Iklim mikro berhubungan
dengan ruang terbatas, yaitu ruang dalam, jalan, kota atau taman kecil. Kondisi iklim mikro ini
meliputi data tentang temperature udara maksimum dan minimum, tingkat kelembaban maksimum
dan minimum, jumlah hari hujan beserta curah hujan (mm), lama penyinaran (sunshine duration),
kecepatan angin dan kecenderungan arah angin dan besarnya radiasi matahari (Lippsmeier, 1980;
Mangunwijaya, 2000).
Klasifikasi iklim Koppen dikembangkan oleh ahli iklim Wladimir Koppen. Sistem tersebut
kemudian dikenal sebagai Koppen Geiger berdasarkan peta vegetasi Condolles tahun 1806 dengan
peta curah hujan dan rata-rata suhu bulanan, yaitu hujan tropis, kering, hangat, sedang, dingin salju
es, dan kutub. Sedangkan Olgyay (1963) membagi empat zona berdasarkan sistem Koppen yaitu :
lembab panas, kering panas, daerah beriklim sedang dan dingin.
Menurut Oliver (1997) zona bumi dibagi menjadi 9 (sembilan) keragaman iklim berdasarkan
dampak pada arsitektur yaitu Artic dan Sub Artic, Kontonental, Gurun, Maritim, Mediterania,
Monsoon, Montane, Subtropis dan Tropis. Menurut Szokolay (1980) terdapat karakter empat musim
91
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

utama yaitu Iklim Dingin (Cold Climate), Iklim Sedang (Temperate Climate), Iklim Panas Kering
(Hot-Dry/Arid Climates), Iklim Panas Lembab (Warm- Humid Climates).
Zona tropis merupakan terminologi pembagian geografis yang merujuk pada wilayah yang
terletak dekat katulistiwa Daerah iklim tropis terletak di antara 23½º LS dan 23½ºLU dan hampir
40% dari permukaan bumi yang mendapatkan sinar matahari secara vertikal pada siang hari. Yang
dibatasi oleh garis The topic of Capricorn dan The Tropic of Cancer. Dari pembagian diatas zona
tropis dibagi menjadi 2 daerah iklim, yaitu (1) daerah hangat lembab/ Tropika basah (Hot/Warm
Humid Climate Zones) kurang lebih terletak antara 15º LU dan 15º LS. (2) Daerah Panas-Kering/
Tropika kering ( Hot-Dry/ Arid Climate Zones) terletak antara 15º LU - 30º LU dan 15º LU - 30º LS.
Daerah hangat-Lembab (Hot/Warm- Humid Zones) ditandai dengan kondisi kelembaban tinggi
(>90%) curah hujan tinggi, serta temperatur rata-rata tahunan diatas 18ºC. Perbedaan musim hampir
tidak ada dan fluktuasi temperatur tahunan sangat kecil. Oleh karena itu, pada daerah hangat-lembab,
pengamatan ditekankan pada fluktuasi iklim harian. Pada daerah warm-humid Climate dibedakan
atas dua daerah sekunder, yaitu (a) daerah hutan hujan tropis dan (b) daerah musim dan savana
lembab. Indonesia yeng terletak diantara garis lintang 6º8’ LU dan 11º15’ LS termasuk dalam
klasifikasi iklim tropika basah ( warm-humid climate) dengan iklim sekunder daerah hutan hujan
tropis (tropical rain forest) (Lippsmeier, 1980; Koenigsberger et all., 1973; Kukreja, 1978).
Klasifikasi kedua Tropical Climate adalah Iklim Panas-Kering (Hot-Dry Climate), ditandai
dengan kondisi kelembaban absolut<25>50ºC, disertai dengan radiasi matahari yang tinggi.
Perbedaan musim panas dan musim dingin sangat besar, hujan sedikit dengan perbedaan temperature
siang-malam dalam musim dingin mencapai >20º. Daerah iklim Tropika kering terdiri dari iklim
sekunder: (1) daerah padang pasir dan setengah gurun dam (2) Daerah savana Kering. (Lippsmeier,
1980; Koenigsberger et all., 1973).
GA Atkinson (1953) dalam Koenigsberger et all. (1973) membagi iklim berdasarkan 2 (dua)
faktor atmosfer utama yang paling mmepengaruhi kenyamanan manusia yaitu temperatur udara dan
kelembaban. Berdasarkan hal ini maka dibagi menjadi tiga zona utama iklim yaitu warm humid
equatorial climate atau warm humid climate, Hot dry desert climate dan Composite atau Monsoon
Climate yang merupakan perpaduan antara Warm Humid Climate dan Hot dry desert climate. Pada
zona Monsoon climate mengalami dua musim dalam satu tahun, dengan dua pertiga tahun
mengalami kondisi iklim serupa dengan zona Hot-Dry Climate dan sepertiga tahun mengalami
kondisi iklim serupa dengan zona Warm Humid Climate. ( Koenigsberger et all., 1973)

Prinsip Umum Desain Bioklimatik


Dalam pembahasan Arsitektur Bioklimatik, Matahari sebagai sumber energi utama yang
mempengaruhi kondisi iklim. Hal ini terutama terkait dengan jumlah radiasi matahari yang diterima
di suatu lokasi di bumi. Radiasi matahari adalah penyebab semua ciri umum iklim dan radiasi
matahari sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Kekuatan efektifnya ditentukan oleh
energi radiasi (insolasi) matahari, pemantulan pada permukaan bumi, berkurangnya radiasi oleh
penguapan, dan arus radiasi di atmosfer ( Lippsmeier, 1980) dan merupakan pancaran energi yang
berasal dari proses thermonuklir yang terjadi di Matahari. Energi radiasi Matahari berbentuk sinar
dan gelombang elektromagnetik.
Jumlah radiasi matahari yang diterima di bumi tergantung beberapa faktor : (1) jarak matahari,
setiap perubahan jarak bumi dan matahari menimbulkan variasi terhadap penerimaan energi
matahari; (2) Intensitas radiasi matahari, yaitu besar kecilnya sudut datang sinar matahari pada
permukaan bumi. Jumlah yang diterima berbanding lurus dengan sudut besarnya sudut datang. Sinar
dengan sudut datang yang miring kurang memberikan energi pada permukaan bumi disebabkan
karena energinya tersebar pada permukaan yang luas dan juga karena sinar tersebut harus menempuh
lapisan atmosfer yang lebih jauh ketimbang jika sinar dengan sudut datang yang tegak lurus; (3)
Panjang hari (sun duration), yaitu jarak dan lamanya antara Matahari terbit dan Matahari terbenam;
92
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

(4) Pengaruh atmosfer. (Lippsmeier, 1980) dan (5) Sudut jatuh, yang ditentukan oleh posisi relatif
matahari dan tempat pengamatan di bumi serta tergantung pada sudut lintang geografis tempat
pengamatan, musim dan lama penyinaran harian matahari. ( Lippsmeier, 1980). Hal ini terlihat pada
Gambar 1.
Selain tergantung pada jumlah radiasi matahari, kondisi iklim setempat juga dipengaruhi oleh
topografi, vegetasi, kondisi bentang alam dan aspek detail site. (Szokolay, 1980; Koenigsberger et
all., 1973; Evan, 1980). Kondisi iklim suatu site (lokasi) meliputi temperature harian, intensitas
radiasi matahari, kelembaban, kecepatan angin (Aronin, 1953; Evan, 1980; Lippsmeier, 1980), debu
(Lippsmeier, 1980). Perancangan bangunan harus memperhitungkan kondisi iklim yang ekstrem dari
masing-masing region yang menjadi permasalahan utama bangunan pada region tersebut
(Lippsmeier,1980).
Kondisi Iklim Lokal :
1. Temperature,
Matahari sebagai sumber 2. Radiasi Matahari Atmosfer
energi 3. kecepatan angin,
4. kelembaban dan
5. debu. Transfer panas (heat transfer) melalui
Konduksi dan Konveksi pada fasade
(surface) bangunan (effective solar
Radiasi Matahari Fasade heat)
(solar radiation) Bangunan

Ventilasi Alami –
Passive Cooling
Letak Geografis- Topografi
dan ketinggian tapak Ventilasi Buatan-
mempengaruhi iklim lokal Indoor Building Active Cooling
Physical Comfort

Gambar 1. Prinsip Umum Desain Arsitektur Bioklimatik


Sumber : Disarikan dari Lippsmeier, 1980; Szokolay, 1980; Koenigsberger et all.,
1973; Evan, 1980; Aronin, 1953; Givoni, 1998.

Perancangan bangunan dalam merespon kondisi iklim tersebut diatas dengan melakukan
kontrol terhadap interaksi antara bangunan dan kondisi iklim meliputi : (1) intensitas radiasi matahari
yang efektif (effective solar exposure) pada building envelope sesuai dengan kemiringan sudut
datang sinar matahari pada bangunan (Givoni, 1998; Evan,1980; Aronin, 1953), (2) perolehan panas
matahari efektif (effective solar heat gain) bangunan, (3) tingkat perolehan panas konduktif dan
konvektif ( conductive and convective) dari udara sekitar, (4) potensi bangunan memperoleh ventilasi
alami dan pendinginan pasif bangunan (Givoni, 1998; Evan, 1980).
Fitur desain arsitektur yang berpengaruh pada interaksi antara bangunan dan lingkungannya
adalah layout dan bentuk bangunan, orientasi jendela dan kondisi shading jendela, orientasi dan
warna dinding, ukuran dan lokasi jendela terhadap aspek ventilasi, ventilasi pada bangunan,
pemilihan material bangunan dan site landscaping. (Givoni, 1998).

Tabel 1. Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik


Sumber Referensi Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik
1. Summer
Watson (1983) a. Resist Heat Gain (menurunkan perolehan panas)
 Minimize Conductive Heatflow

93
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

 Minimize Infiltration
 Minimize Solar Gain
b. Promote Heat Loss (menaikkan perolehan panas)
 Promote Earth Cooling
 Promote Ventilation
 Promote Radiant Cooling
 Promote Evaporative Cooling
2. Winter
a.Promote Heat Gain
 Promote Solar Gain
b. Resist Heat Gain
 Minimize Conductive Heat Flow
 Minimize External Air Flow
 Minimize Infiltration
For Hot Dry Regions :
1. Lowering the indoor temperatures
2. Natural Vebtilation
3. Minimizing heat gain and loss when air conditioning is unavoidable
4. Utilization of natural energies for heating and cooling.
For Hot Humid Regions :
1. Minimizing solar heating of the buildings
Givoni (1998)
2. Maximizing the rate of cooling in the evenings
3. Providing effective natural ventilation, even during rain.
4. Preventing rain penetration, even during rain
5. Preventing entry of insects while the windows are open for ventilation.
6. Providing spaces for semi outdoor activities as integral part of the living space.
7. Minimize the risks from tropical storms. ( in region subjected to hurricanes or
typhoons)

1. Penempatan Core bukan hanya sebagai bagian struktur tapi juga mempengaruhi
kenyamanan termal.
2. Menentukan Orientasi bangunan untuk menciptakan konservasi energi.
3. Penempatan bukaan jendela mempertimbangkan fungsi ventilasi, perlindungan tata surya,
penerangan alami, area visualisasi dan kebebasan pribadi serta sistem luar yang aktif.
Cross ventilasi digunakan meningkatkan udara segar dan mengalirkan udara panas keluar.
4. Penggunaan balkon sebagai pembayang sinar matahari.
5. Membuat ruang transisional di tengah dan disekeliling bangunan sebagai ruang udara dan
atrium.
Yeang (1994)
6. Desain pada dinding, peggunaan membran yang menghubungkan bangunan dengan
lingkungan.
7. Hubungan terhadap Lansekap, lantai dasar bangunan tropis seharusnya lebih terbuka dan
menggunakan ventilasi alami.
8. Menggunakan alat pembayang pasif sebagai esensi pembiasan sinar matahari pada
dinding yang menghadap matahari langsung.
9. Penyekat panas pada lantai, insolator panas yang baik pada kulit bangunan dapat
mengurangi pertukaran panas yang terik dengan udara dingin yang berasal dari dalam
bangunan.
Perancangan harus memperhitungkan kondisi iklim yang ekstrem. Kontrol terhadap efek
radiasi matahari yang intensif, angin kering yang membawa debu, tingginya kelembaban,
besarnya temperature harian pada bangunan.
Tropika Basah :
1. Penggunaan konstruksi ringan dan terbuka.
Lippsmeier (1980) 2. Penggunaan peneduhan dan permukaan yang dapat memantulkan cahaya.
3. Pembuatan ventilasi alamiah.
4. Segala jenis penyerap panas harus dihindarkan dan bidang dinding dapat dibuka
selebar mungkin untuk mendapatkan ventilasi silang yang diperlukan.
5. Pemakaian dinding ringan dan tipis karena hanya berguna untuk mencegah hujan dan
angin.
94
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

Tropika kering :
1. Penggunaan konstruksi berat dan tertutup
2. Pemakaian dinding dengan sedikit lobang/ masif
1. Control amount of radiation received from the sun.(sun radiation)
Aronin (1953)
2. Respect to winds
Hot Arid Region
- High altitude and location with evaporative possibilities, cool air flow effect, are
advantageous.
- A radiation absorbent surface and for its evaporative and shade giving properties is
needed.
- High massive building are preferable.
- Heat Loss, rather than gain, is the objective.
- Avoid heat gain
- Shading devices exposed to wind convection.
Hot Humid Region
Olgyay (1936)
- Site selection and building should be shaded structures which encourage cooling air
movements, shade protection should be on all sun exposed side.
- Interior spaces must be shaded and well ventilated.
- To avoid glare both inside and outside.
- Cross ventilation is essential.
- Stucture must be sheltered from sun and rain and hurricane.
- Foundation must be proctected from moisture, mold, fungus, termites.
- The structure must be protected againts fungus, mold and dampness effects. A flow
of breze is necessary to compensate for this. Structures must be designed to
withstand hurricane velocity winds.
1. Promotion Provide Space Cooling in Summer
Looman, R (2017) 2. Promotion Provide Space Heating in Winter
3. Prevention Heat Loss Limitation in Winter
1. Minimize heat loss in winter
2. Allow solar access in winter
3. Minimize heat loss in winter
4. Allow solar access in winter
1. Minimize heat loss in winter and heat gain in summer
Hyde (2000) 2. Utilize diurnal temperature variation for summer cooling, winter heating.
3. Provide dust barriers at openings
4. Utilize small amount of rain and low humidity
1. Minimize heat gain
2. Maximize ventilation
3. Maximize shading
Hot dry Climate
1. Reduce the external diurnal range effect.
2. Decreased internal temperature range.
Warm Humid Climate
1. Air movement is essential and internal surface temperatures should be kept as low as
Evan (1980) possible during the day and the night.
2. Reduce solar solar heat gain and avoid the storage of heat which would increase
discomfort at night.
3. The reflectivity and the insulation of the material should be selected so that the internal
ceiling temperature does not rise more than 4,5 deg C.
4. The Solar heat factor for walls should also be selected to avoid excessive internal surface
temperatures.
Sumber: Disarikan dari Watson (1983); Aronin (1953); Yeang (1994); Givoni (1998); Lippsmeier
(1980); Olgyay (1963); Evan (1980); Looman (2017), Hyde (2000)

95
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

Prinsip Desain Bioklimatik Pada Daerah Tropika Basah (Warm- Humid Climate Region)
Prinsip desain bioklimatik pada Warm-Humid Climate Region meliputi : (1) Meminimalkan
pemanasan matahari (heat gain) pada bangunan (Yeang, 1994); (2) mencegah masuknya serangga
ketika jendela terbuka untuk ventilasi; (3) meminimalkan risiko dari badai tropis, (4) menyediakan
ventilasi alami yang efektif; (5) memaksimalkan laju pendinginan di malam hari; (6) mencegah
penetrasi hujan (Givoni, 1998; Lippsmeier, 1980; Olgyay, 1963; Evan, 1980).

Kondisi Iklim Warm Humid : Atmosfer


Matahari sebagai sumber 1. Temperature tinggi, tapi
tidak seperti iklim kering
energi utama
2. Suhu diurnal kecil.
3. kelembaban sangat
Radiasi Matahari tinggi, sekitar 80%
Transfer panas (heat transfer) melalui
(solar radiation) 4. Curah Hujan tinggi
Konduksi dan Konveksi pada fasade
(surface) bangunan (effective solar heat)
Fasade Bangunan

Memaksimalkan Ventilasi Alami


khususnya pada malam hari–
Passive Cooling

Indoor Building Ventilasi Buatan-


Physical Comfort Active Cooling

Letak Geografis- Topografi dan ketinggian - Meminimalkan Transfer panas (heat transfer)
tapak mempengaruhi iklim lokal - Mengoptimalkan heat loss dengan passive cooling
- Meminimalkan penetrasi hujan

Gambar 2. Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik pada Warm-Humid Climate Region


Sumber : Disarikan dari Aronin, 1953; Yeang, 1994; Givoni, 1998; Lippsmeier, 1980;
Olgyay, 1963; Evan, 1980; Looman, 2017.

Menyediakan ruang untuk kegiatan semi outdoor sebagai bagian integral dari ruang tamu
(Givoni, 1998; Olgyay, 1963), penggunaan konstruksi ringan dan terbuka, dinding merupakan bagian
yang paling tidak diutamakan dibandingkan wilayah suhu lainnya dan segala jenis penyerap panas
dihidarkan, selain itu penggunaan peneduhan dan permukaan yang dapat memantulkan cahaya
(Lippsmeier ,1980; Olgyay, 1963), bangunan harus teduh struktur yang mendorong gerakan udara
pendingin dengan cross ventilasi, perlindungan naungan harus di semua sisi yang terkena sinar
matahari, untuk menghindari silau baik di dalam maupun di luar, atap harus kedap air, terisolasi, dan
memantulkan sinar matahari dan melindungi dari hujan dan mengurangi langit silau. (Olgyay, 1963;
Yeang 1994). Selain itu juga perlu ruang transisional di tengah dan disekeliling bangunan sebagai
ruang udara dan atrium, insolator panas yang baik pada kulit bangunan dapat mengurangi pertukaran
panas yang terik dengan udara dingin yang berasal dari dalam bangunan, Hubungan terhadap
Lansekap, lantai dasar bangunan tropis seharusnya lebih terbuka dan menggunakan ventilasi alami
dan pertimbangan orientasi bangunan (Yeang, 1994). Bangunan pada daerah tropika basah (Hot
Humid Climate) merespon kondisi iklim dengan prinsip yaitu :
1. Meminimalkan intensitas radiasi matahari yang efektif (effective solar exposure) pada building
envelope, penggunaan peneduhan atau sunbreaker atau sunshading.. (Olgyay, 1963; Aronin,
1953; Evan,1980; Yeang, 1994; Lippsmeier, 1980; Givoni,1998; Looman, 2017).
2. Meminimalkan perolehan panas matahari efektif ( effective solar heat gain) bangunan, yaitu
dengan meminimalkan heat gain pada building envelope. (Evan,1980; Yeang, 1994).
96
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

3. Meminimalkan tingkat perolehan panas konduktif dan konvektif ( conductive and convective)
dari udara sekitar, yaitu dengan meminimalkan heat transfer yang terjadi pada building
envelope, diantaranya dengan menghindarkan segala jenis penyerap panas pada dinding.
(Yeang, 1994; Lippsmeier, 1980).
4. Mengoptimalkan potensi bangunan memperoleh ventilasi alami (natural ventilation)
khususnya pada malam hari dan mengoptimalkan pendinginan pasif bangunan (passive
cooling) pada bangunan untuk meningkatkan pembuangan panas (heat loss) pada bangunan.
(Givoni, 1998; Lippsmeier, 1980; Olgyay, 1963; Evan, 1980).
5. Pemakaian dinding ringan dan tipis karena berguna utama untuk melindungi bangunan dari
curah hujan dan meminimalkan risiko badai tropis (tropical storm) (Olgyay, 1963; Aronin,
1953; Givoni, 1998; Lippsmeier, 1980)
6. Melindungi bangunan dari serangga pada bagian dinding bangunan. (Olgyay, 1963; Givoni,
1998)
7. Menyediakan ruang semi outdoor sebagai ruang penyangga antara indoor dan outdoor.
(Givoni, 1998)

Prinsip Desain Bioklimatik Pada Daerah Tropika Kering ( Hot Arid Climate Region )
Prinsip desain bioklimatik pada Hot Arid Climate Region terdiri dari prinsip desain pada
musim panas (summer) dan musim dingin (winter). Pada region ini memiliki 4 (empat) musim.
Kondisi iklim pada daerah ini memiliki temperature dan radiasi matahari tinggi, dengan variasi suhu
diurnal tinggi dan kelembaban relatif sangat rendah (Lippsmeier, 1980). Merespon musim panas
(summer) dengan Resist Heat Gain (menurunkan perolehan panas) dan Promote Heat Loss
(mengotimalkan pengeluaran panas). Sedangkan merespon musim dingin (winter) dengan Promote
Heat Gain (mengoptimalkan perolehan panas) dan Resist Heat Loss (meminimalkan pengeluaran
panas) (Watson, 1983).
Bangunan pada daerah tropika kering (Hot Arid Climate) merespon kondisi iklim pada musim
panas ( Summer) dengan prinsip yaitu:
(1) Resist Heat Gain (menurunkan perolehan panas) yaitu dengan:
a. Minimize Infiltration, yaitu dengan meminimalkan infiltrasi radiasi matahari yang efektif
(effective solar exposure) pada building envelope (Givoni, 1998; Evan, 1980; Aronin, 1953;
Watson, 1983) dan juga meminimalkan pengaruh tingginya temperatur luar ruangan
(Evan,1980).
b. Minimize Solar Gain, yaitu dengan meminimalkan perolehan panas matahari efektif
(effective solar heat gain) bangunan, yaitu dengan meminimalkan heat gain pada building
envelope (Watson, 1983; Givoni, 1998).
c. Minimize Conductive Heatflow, yaitu dengan meminimalkan tingkat perolehan panas
konduktif dan konvektif (conductive and convective) dari udara sekitar, yaitu dengan
meminimalkan temperature udara dalam ruangan (Watson, 1983; Givoni, 1998).
(2) Promote Heat Loss (menaikkan pembuangan panas) yaitu dengan mengoptimalkan potensi
bangunan memperoleh ventilasi alami dapat dilakukan dengan :
a. Promote Earth Cooling, mengoptimalkan pendinginan dengan memanfaatkan ruang bawah
tanah sebagai buffer zone dan insulation zone antara ruang dalam dan ruang luar.
Diantaranya dengan menggukan desain basement atau semi-basement pada bangunan.
(Watson, 1983; Looman, 2017)
b. Promote Ventilation, mengoptimalkan pergerakan angin dengan ventilasi alami pada
interior bangunan dengan mengopimalkan bukaan, sehingga menciptakan kenyamanan
pengguna bangunan. Diantaranya dapat dengan dinding louvered wall (Olgyay, 1963;
Watson, 1983; Givoni, 1998; Looman, 2017).

97
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

c. Promote Radiant Cooling, mengoptimalkan pendinginan dengan pemilihan material dinding


bangunan (thermal mass) berat dan tertutup (Watson, 1983; Lippsmeier, 1980).
d. Promote Evaporative Cooling, mengoptimalkan pendinginan dengan proses pendinginan
penguapan langsung air ke udara dari luar ruangan kedalam ruangan. Prinsip ini dapat
dilakukan diantaranya dengan menyemprotkan air ke permukaan atap atau dinding
bangunan (Olgyay, 1963; Watson, 1983; Looman, 2017).
Bangunan pada daerah tropika kering (Hot Arid Climate) merespon kondisi iklim pada musim
dingin ( Winter) dengan prinsip yaitu:
(1) Promote Heat Gain /Promote Solar Gain
Memaksimalkan tingkat perolehan panas konduktif dan konvektif (conductive and convective)
dari udara sekitar, yaitu dengan memaksimalkan tingkat refleksifitas ground cover dan juga
permukaan bangunan (building surface) diluar bukaan jendela supaya memaksimalkan
perolehan panas pada musim dingin. Juga dengan memaksimalkan pengunaan kaca pada
bukaan, penggunaan skylight pada atap bangunan. (Olgyay, 1963; Watson, 1983)
(2) Resist Heat Loss yaitu dengan meminimalkan potensi bangunan memperoleh ventilasi alami
dengan:
a. Minimize Conductive Heat Flow, meminimalkan terjadinya aliran konduksi panas pada
bagian fasade bangunan (building envelope), diantaranya dapat dengan mendesain attic
space sebagai ruang antara interior dan eksterior bangunan (Thermal buffering) (Olgyay,
1963; Watson, 1983; Looman, 2017).
b. Minimize External Air Flow, meminimalkan aliran udara diluar bangunan, diantaranya dapat
dengan mendesain landscape dan vegetasi disekitar bangunan berfungsi sebagai windbreak
(Watson, 1983).
c. Minimize Infiltration, dengan meminimalkan infiltasi panas pada bukaan bangunan baik
jendela maupun pintu (Watson, 1983).

5. Kesimpulan
Dari kajian mengenai Arsitektur Bioklimatik dan kondisi iklim di daerah Tropis diatas dapat
dirangkum hasil pembahasan mengenai Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik pada Iklim Tropis
sebagai berikut :
1. Daerah Tropis merujuk pada terminologi pembagian geografis wilayah di bumi, yaitu merujuk
pada daerah diantara garis Tropic of Cancer di 23º27’ LU dan Tropic of Capricorn di 23º27’
LS. Daerah tropis merupakan daerah-daerah yang memperoleh radiasi matahari tegak lurus,
dimana diluar daerah tropis tidak mendapatkan radiasi matahari tegal lurus.
2. Iklim Tropis atau kondisi iklim pada daerah tropis terbagi menjadi 2(dua) tipe iklim utama
yaitu iklim Tropika Basah ( Hot Humid Climate) dan Iklim Topika Kering (Hot Arid Climate),
yang keduanya memiliki karakteristik kondisi iklim yang berbeda.
3. Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik pada Iklim Tropis terdiri dari 2 (dua) tipe meliputi
Prinsip desain untuk bangunan pada daerah Iklim Tropika Basah (Hot humid Climate ) dan
Prinsip desain untuk bangunan pada daerah iklim Tropika kering (Hot Arid Climate ). Hal ini
menyesuaikan kondisi iklim dimana bangunan tersebut didesain.
4. Pada daerah Iklim Tropika Basah (Hot humid Climate) mengalami 2 (dua) musim yaitu musim
kemarau dan musim penghujan. Beberapa prinsip utama desain Bioklimatik bangunan dalam
merespon kondisi iklim daerah ini adalah: (1) meminimalkan intensitas radiasi matahari yang
efektif (effective solar exposure) pada building envelope sesuai dengan kemiringan sudut
datang sinar matahari pada bangunan, (2) meminimalkan heat gain pada building envelope, (3)
meminimalkan tingkat perolehan panas konduktif dan konvektif (conductive and convective)
dari udara sekitar, yaitu dengan meminimalkan heat transfer yang terjadi pada building
envelope, diantaranya dengan pemilihan material building envelope, (4) mengoptimalkan
98
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

potensi bangunan memperoleh ventilasi alami khususnya pada malam hari dan
mengoptimalkan pendinginan pasif bangunan (passive cooling) pada bangunan untuk
meningkatkan pembuangan panas (heat loss) pada bangunan, (5) pemakaian dinding ringan
dan tipis karena berguna utama untuk melindungi bangunan dari curah hujan dan
meminimalkan risiko badai tropis, (6) melindungi bangunan dari serangga pada bagian dinding
bangunan, (7) menyediakan ruang semi outdoor sebagai ruang penyangga antara indoor dan
outdoor.
5. Pada daerah iklim Tropika kering ( Hot Arid Climate ) mengalami 4 (empat) musim sepanjang
tahun. Kondisi karakter iklim ekstrem terjadi pada musim panas dan musim dingin yang
memerlukan respon pada desain bangunan pada daerah ini. Bangunan merespon musim panas
(summer) dengan prinsip utama desain: (1) Resist Heat Gain (menurunkan perolehan panas)
dan (2) Promote Heat Loss (mengotimalkan pengeluaran panas). Sedangkan bangunan
merespon musim dingin (winter) dengan Promote Heat Gain (mengoptimalkan perolehan
panas) dan Resist Heat Loss (meminimalkan pengeluaran panas).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik pada Iklim
Tropis terdiri dari 2 (dua) tipe meliputi Prinsip desain untuk bangunan pada daerah Iklim Tropika
Basah (Hot humid Climate) yang memiliki 2 musim dan Prinsip desain untuk bangunan pada daerah
iklim Tropika kering (Hot Arid Climate) dengan 4 musim. Kedua prinsip desain ini dipengaruhi
beberapa perbedaan kondisi iklim diantara kedua wilayah iklim ini. Kedua wilayah ini secara umum
memiliki temperatur udara tinggi, perbedaannya adalah perbedaan suhu diurnal diantara kedua
wilayah iklim tersebut. Kondisi ini memerlukan respon yang berbeda khususnya pada desain
selubung bangunan, dimana desain selubung bangunan mempengaruhi tingkat heat gain (perolehan
panas) dan heat loss (pembuangan panas) bangunan tersebut dalam upaya menciptakan indoor
thermal comfort pada bangunan.

6. Daftar Pustaka
Almusaed, A., (2011), Biophilic and Bioclimatic Wards in Indonesia, MA Dissertation, School of
Architecture, Springer-Verlag London Limited Advanced Architectural Studies, University of
2011. York, UK.
Aronin, Jefrey Ellis (1953), Climate and Architecture, Karyono, T.H., (2006), Antisipasi Arsitek dalam
Reinhold Publishing Company, New York. Memodifikasi Iklim Melalui Karya Arsitektur,
Evans, Martin, (1980), Housing, Climate and Comfort, Jurnal Sains dan Teknologi EMAS- Elektro
John Wiley& Sons, Inc, New York. Mesin Arsitektur Sipil, Vol.16, No.3, Agustus,
Fountain M., Brager Gail, de Dear R. (1996), Fakultas Teknik, Universitas Kristen Indonesia.
Expectation Of Indoor Climate Control, Energy Koenigsberger, Ingersoll, Mayhew, Szokolay (1973)
and Buildings. Vol. 24. Issue 3, 1 Oktober 1996, Manual of Tropical Housing and Building,
P. 179-182. Commonwealth Printing Press Ltd.
Givoni, B, (1998), Climate Consideration in Building Krishan, A., Baker, N., Yannas, S., Szokolay, S.V.,
and Urban Design, John Wiley &Sons, Inc, (2001), Climate Responsive Architecture:
Canada. Design Handbook for Energi Efficient Buildings,
Hyde, Richard, (2000), Climate Responsive Design : A Tata McGraw- Hill Publishing Company
Study of Building in Moderate and Hot Humid Limited, New Delhi.
Climate, St Edmundsbury Press, Bury St Kukreja, C.P., (1978), Tropical Architecture, Tata
Edmunds, Suffolk, Great Britain. McGraw-Hill Publishing Company Limited,
Hyde, Richard, ( Editor) (2008), Bioclimatic Housing : New Delhi.
Innovative Design for Warm Climates, Cromwell Looman, R. (2017), Climate- Responsive design : A
Press, Trowbridge, United Kingdom. Framework for an energi concept design-
Hastings, R. S., (1989) Computer Design Tools for decision support tool for architects using
Climate-Responsive Architecture in Solar and principles of climate-responsive design A+BE/
Wind Technology, Vol. 6. Issue 4, P.357-363. Architecture and the Built Environment: DOI:
Karyono, (1996), Arsitektur, Ilmu Pengetahuan dan 10.7480/abe.2017.1
Energi, Konstruksi , Mei hal22. Lippsmeier, G., (1980), Bangunan Tropis, Penerbit
Karyono, (1989), Solar Energi and Architecture: A Erlangga, Jakarta.
Study of Passive Solar Design for Hospital
99
Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, Vol. 6, No. 2, Tahun 2019

Mangunwijaya, Y. B., (2000), Pengantar Fisika Szokolay, S.V, (1980), Environmental Science
Bangunan, Djambatan, Jakarta. Handbook for Architects and Engineers, New
Mahdavi K. (1996), Implications Of Indoor Climate York, John Willey & Sons.
Control For Comfort, Energy and Environment Szokolay, S. V., (2004), Introduction to Architectural
In Energy And Buildings, Vol.24. Issue 3, 1 Sciences: The Basis of Sustainable Design,
Oktober 1996, Amsterdam: Elsevier Science Architectural Press, UK.
Ltd, P. 167-177. Tumimomor, I.A.G., Poli, H., Arsitektur Bioklimatik,
Oliver, P. (editor) (1997), Encyclopedia of Vernacular Media Matrasain Vol.8 No. 1 Mei 2011.
Architecture of The World. Vol 1, United Watson, Donald, (1983), Climatic Design: Energy-
Kingdom, Cambridge University Press. Efficient Building Principles and Practices, Mc
Olgyay, V. (1963), Design with Climate : Bioclimatic Graw Hill, Inc. United States of America.
Approach to Architectural Regionalism. Widera, B., (2014), Bioclimatic Architecture as an
Princeton : Pronceton University Press. Opportunity for Developing Countries, 30th
Prianto E., Suyono, B., Septana, B.P., Indraswara, Internasional Plea Conference, 16-18 December
M.S.,(2018), Resilient Desain Tropis pada 2014, CEPT University, Ahmedabad.
Bangunan Kampus Universitas Diponegoro Yeang, K., (1994), Bioclimatic Skyscrapers, London,
Semarang, Jurnal Modul Vol 18 No. 1, issues Artemis.
period 2018, ISSN (P) 0853-2877 (E) 2598- Yeang, K., (1996), The Skyscraer Bioclimatically
327X, Considered, London, Academy, 1996.
http://ejurnal.undip.ac.id/index.php/modul. Yeang, K., (1999), The Green Skyscrapers : The Basis
for Designing Sustainable Intensive Buildings,
Prestel, Munich.

100
ARSITEKTURA Vol 16, No.1, 2018; halaman 5-14
Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan
ISSN:1693-3680 (PRINT) E- ISSN:2580-2976 (ONLINE)
https://jurnal.uns.ac.id/Arsitektura
DOI: http://dx.doi.org/10.20961/arst.v16i1.17928

THE APPLICATION OF TROPICAL ARCHITECTURE CONCEPT


AT BUILDING OF SMP ALAM LEBAH PUTIH SALATIGA

APLIKASI KONSEP ARSITEKTUR TROPIS


PADA BANGUNAN SMP ALAM LEBAH PUTIH SALATIGA

Dea Sekar D. A. 1*, Gunawan2, Sri Yuliani3


Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret 1*
deasekar95@gmail.com
Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret 2
Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret 3

Abstract
The school of nature is an educational model that utilizes nature's potential as the main learning
method. Therefore, to realize a natural school that can pay attention to the surrounding natural
conditions, then selected using the principle design of tropical architecture. The application of the
concept of tropical architecture to the building of SMP Alam Lebah Putih aims to support natural
based learning method and to exploit local climate potential, that is tropical climate. The research
method used is applied research, through the exploration of ideas and data collection which then
concluded and become the guidance in the design analysis. The application of the principle of
tropical architecture in the building of SMP Alam Lebah Putih, based on the analysis that is set
on the mass building, the building mass, the orientation of the building, and the material applied.

Keyword : application of tropical architecture, SMP Alam Lebah Putih, Kota Salatiga

Berdasarkan kondisi klimatologis dan


1. PENDAHULUAN geografisnya, wilayah kota ini termasuk ke
dalam wilayah beriklim tropis, tropis lembab,
Sekolah alam merupakan suatu model oleh sebab itu maka strategi desain yang akan
pendidikan yang memanfaatkan alam sebagai diterapkan pada bangunan adalah penerapan
media pembelajaran. Sekolah Alam Lebah prinsip-prinsip arsitektur tropis. Secara
Putih merupakan suatu komunitas belajar yang sederhana, pengertian arsitektur tropis yaitu
didirikan oleh pemilik Yayasan Jarimatika, Ibu suatu karya arsitektur yang dirancang untuk
Septi Peni Wulandani, yang didasarkan pada memodifikasi iklim tropis luar yang dirasa
ideologi beliau tentang bagaimana cara kurang nyaman, menjadi iklim dalam bangunan
mendidik anak sesuai dengan fitrah manusia. yang lebih nyaman (Karyono, Arsitektur dan
Sekolah Alam Lebah Putih baru membuka Kota Tropis Dunia Ketiga: Suatu Bahasan
kelas dari jenjang Taman Kanak-kanak (TK) Tentang Indonesia, 2013). Tingkat
dan Sekolah Dasar (SD). SMP Alam Lebah kenyamanan tersebut diukur melalui
Putih hadir sebagai fasilitas tambahan, guna tercapainya kenyamanan termal pada suatu
mengakomodasi keinginan para siswa yang bangunan. Faktor iklim di wilayah tropis yang
hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang mempengaruhi kenyamanan termal yaitu,
SMP dengan metode pembelajaran alam. diantaranya (Karyono, Arsitektur Tropis,
Bangunan SMP Alam Lebah Putih yang 2016):
direncanakan berada di wilayah Kota Salatiga. a. temperatur udara
Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 5-14

b. radiasi matahari dalam bangunan, orientasi pada bangunan di


c. kelembaban udara wilayah tropis juga berpengaruh pada posisi
d. kecepatan angin penempatan bukaan dan pemberian
Keempat faktor tersebut dapat dicapai pembayangan pada permukaan bangunan.
kenyamanannya dengan penerapan prinsip ilmu Kedua hal tersebut akan berpengaruh terhadap
fisika bangunan. Tampilan fisik bangunan tampilan bangunan.
dapat dikatakan merupakan bentuk dari Secara umum, material yang akan digunakan
penerapan teori tentang pencapaian pada suatu bangunan akan berpengaruh
kenyamanan termal dalam bangunan. Selain terhadap kenyamanan termal di dalam
dengan menyesuaikan kondisi iklim, bangunan. Hal ini dipengaruhi dari proses
kenyamana termal dalam suatu bangunan juga pertukaran kalor secara radiasi dan konduksi
dipengaruhi oleh letak dari lokasi bangunan antara bangunan dengan lingkungan
tersebut berada. Bangunan yang terletak di disekitarnya (Karyono, Arsitektur Tropis,
wilayah pegunungan, mempunyai tingkat 2016). Jenis material yang disarankan pada
kenyamanan termal berbeda dengan bangunan suatu bangunan yang berada di wilayah dengan
yang berada di wilayah pantai. Pemanfaatan temperatur luar tidak ekstrem (wilayah tropis)
tumbuhan pada area tapak suatu bangunan juga yaitu material yang bersifat ringan dan
akan berpengaruh terhadap kenyamanan termal memiliki ketebalan. Material yang memiliki
dalam bangunan. Pengaruh penurunan suhu sifat demikian cenderung tidak menyimpan
didasarkan pada sifat dari tumbuhan yang kalor dalam jumlah yang besar.
mampu memberikan efek sejuk dan berperan Selain ketebalan dari material yang
sebagai penyuplai oksigen. direncanakan, warna material juga dapat
Wujud tampilan bangunan di wilayah beriklim berpengaruh terhadap kenyamanan termal di
tropis tidak hanya dihasilkan dari penerapan dalam suatu bangunan. Suatu bangunan yang
aspek-aspel arsitektur tropis guna tercapai berada di wilayah dengan temperatur luar yang
kenyamanan termal dalam bangunan. Wujud tinggi dan penyinaran matahari yang kuat,
arsitektur tropis di suatu wilayah, khususnya seperti wilayah tropis, disarankan untuk
Indonesia, dapat dilihat dari wujud arsitektur menggunakan material bangunan yang
tradisionalnya dan arsitektur kolonial (Satwiko, memiliki warna cerah. Warna cerah pada
2015). Berdasarkan hasil karya arsitektur yang material akan membantu memantulkan sinar
sudah ada, maka dapat dilihat bagaimana ciri matahari kembali ke angkasa, mengurangi
fisik dari suatu bangunan yang berada di peningkatan temperatur di dalam bangunan
wilayah beriklim tropis. Bangunan yang serta mengurangi efek pemanasan kawasan.
menyesuaikan terhadap kondisi iklim setempat,
maka akan menciptakan kenyamanan bagi 2. METODE PENELITIAN
pengguna. Pengguna yang merasa nyaman
berada dalam suatu bangunan maka akan Urutan metode penelitian yang dilakukan yaitu
meningkatkan produktifitas mereka. eksplorasi ide awal, melihat isu yang ada di
Banyak faktor yang dapat berpengaruh lapangan, menentukan permasalahan,
terhadap suatu tampilan bangunan yang berada eksplorasi dan pengolahan data dengan cara
di wilayah beriklim tropis. Faktor paling studi literatur dan survey lapangan. Data
dominan dan yang paling nampak dari suatu literatur mengenai arsitektur tropis, yang
bangunan yaitu bentuk massa bangunan, berasal dari Tri Harso Karyono dan Prasasto
orientasi bangunan, dan material yang Satwiko, diterapkan pada perancangan
digunakan (Karyono, Arsitektur Tropis, 2016). bangunan. Metode dalam implementasi
Pada wilayah beriklim tropis, tingkat radiasi perancangan melalui ketepatan komponen
yang diterima jauh lebih banyak dari pada bagian yang dapat diolah pada bangunan
wilayah beriklim lain. Sengatan cahaya sekolah dengan merujuk pola perancangan
matahari paling banyak diterima oleh suatu untuk bangunan Sekolah Menengah Kejuruan
bangunan berasal dari sisi barat dan timur, (Amalia Dian Utami, Sri Yuliani, Ummul
maka bangunan yang berada di iklim tropis Mustaqiemah, 2017) yakni penempatan elemen
berorientasi ke arah utara dan selatan. Selain bangunan yang relevan dengan kriteria
berpengaruh terhadap jumlah dan kualitas pendekatan. Penerapan kedua teori dan pola
cahaya matahari yang akan dimasukkan ke

6
Dea Sekar, Gunawan, Sri Yuliani, The Application of Tropical Architecture…..

metode perancangan dipertimbangkan pada umum sesuai dengan karakeristik Kota


aspek: Salatiga. Karena wilayah yang berada di daerah
a. Tampilan bangunan kaki gunung, maka temperatur udara yang
penentuan tampilan bangunan berdasarkan dimiliki oleh kota ini masih terasa relatif sejuk,
aspek pencahayaan dan arah angin dari dengan kisaran suhu rata-rata kota antara 200-
tapak dan menyesuaikan bangunan yang 260 C. Selain itu, Kota Salatiga juga memiliki
ada di sekitar tapak. potensi berupa curah hujan yang tinggi.
b. Orientasi bangunan Berdasarkan fakta inilah maka arsitektur tropis
penentuan orientasi bangunan didasarkan dipilih sebagai strategi desain pada bangunan
pada aspek pencahayaan dan arah angin SMP Alam Lebah Putih yang direncanakan.
pada area tapak. Berikut merupakan peta lokasi tapak SMP
c. Material yang digunakan Alam Lebah Putih.
penentuan meterial yang digunakan pada
bangunan didasarkan pada kondisi iklim
pada area tapak dan sifat ketahanan
material tersebut terhadap cuaca.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sekolah Alam Lebah Putih yang direncanakan


merupakan sekolah alam dengan jenjang SMP. Gambar 1. Peta lokasi tapak.
Sekolah alam diadakan guna mengakomodasi
kebutuhan para siswa akan pendidikan lanjutan Prinsip arsitektur tropis diterapkan pada
jenjang SMP dengan metode pembelajaran bangunan SMP Alam Lebah Putih guna
berbasis alam. Dalam proses belajar-mengajar, menciptakan bangunan yang tanggap terhadap
SMP Alam Lebah Putih akan memanfaatkan iklim, mampu memanfaatkan potensi iklim
potensi alam yang ada di sekitar lokasi tapak yang tersedia, serta menciptakan kenyamanan
sebagai media pembelajarannya. Sekolah alam termal dalam bangunan. Suatu bangunan yang
juga membutuhkan fasilitas-fasilitas penunjang tanggap terhadap iklim setempat entu akan
guna mendukung proses belajar-mengajar. bersifat ramah terhadap lingkungan dan sedikit
Dalam melakukan proses belajar-mengajar, menggunakan energi yang tidak terbarukan.
sekolah alam tersebut akan lebih banyak Sedangkan apabila kenyamanan termal dalam
memanfaatkan area outdoor dari pada area bangunan, tercapai maka akan memberikan
indoor. Area-area indoor hanya akan rasa nyaman pada pengguna yang akan
dimanfaatkan pada waktu-waktu tertentu meningkatkan produktivitas mereka.
seperti ketitak kondisi cuaca yang tidak Pemanfaatan potensi iklim yang akan
memungkinkan, melakukan kegiatan-kegiatan diterapkan pada bangunan SMP Alam Lebah
indoor, penyampaian instruksi kegiatan Putih akan berpengaruh terhadap prinsip
pembelajaran, serta diskusi hasil-hasil temuan bangunan tropis, terutama pada :
di lapangan. Karena lebih banyak melakukan a. Bentuk Tampilan Bangunan
aktifitas secara outdoor, maka area SMP Alam Wujud dari suatu bangunan yang berada di
Lebah Putih membutuhkan lebih banyak area- wilayah beriklim tropis terlihat dari karya-
area terbuka untuk melakukan proses belajar- karya arsitektur yang merespon iklim.
mengajar. Untuk wilayah Indonesia, wujud dari
SMP Alam Lebah Putih tersebut direncanakan arsitektur tropis akan nampak pada
berada di Kota Salatiga, sebuah kota kecil di bangunan-bangunan tradisional dan
wilayah Jawa Tengah yang berada di kaki bangunan-bangunan kolonial. Wujud dari
Gunung Merbabu. Berdasarkan kondisi bangunan-bangunan tersebut memiliki
morfologis dan klimatologis, Kota Salatiga tujuan untuk beradaptasi dengan kondisi
termasuk ke dalam wilayah yang beriklim iklim setempat, sehingga akan menciptakan
tropis. Karena termasuk ke dalam wilayah kenyamanan bagi pengguna.
beriklim tropis, maka kota Salatiga memiliki Pada bangunan SMP Alam Lebah Putih,
beberapa ciri karakteristik kota tropis. Namun wujud atau bentuk bangunan yang diambil
tidak semua karakteristik kota tropis secara juga berasal dari bentuk bangunan-
bangunan yang sudah ada di area sekitar

7
Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 5-14

tapak. Bentuk bangunan bertujuan untuk material pada bangunan SMP Alam Lebah
menyatukan bangunan sekolah alam Putih dibiarkan untuk diekspos. Hal ini
tersebut dengan lingkungan sekitar. Ciri bertujuan untuk menciptkana suasana
bangunan tropis yang diperlihatkan pada alami pada area sekolah. Selain itu material
wujud bangunan sekolah SMP Alam Lebah bangunan yang diekspos juga akan
Putih yaitu dari bentuk atapn yang miring menggambarkan kejujuran serta keunikan
serta wujudnya yang terdiri dari banyak dari suatu karya arsitektur, kedua sifat
massa dan tersebar. Hal tersebut dapat tersebut juga merupakan sifat yang dihargai
dilihat pada gambar 2 berikut. di SMP Alam Lebah Putih.

b. Orientasi Bangunan
Orientasi merupakan posisi arah hadap
bangunan yang berada di suatu tapak
tertentu. Orientasi bangunan pada
umumnya dipengaruhi oleh beberapa
faktor-faktor lingkungan yang ada di
sekitar tapak. Faktor-faktor tersebut yaitu
faktor pencahayaan (matahari) dan arah
angin. Faktor pencahayan akan
berpengaruh terhadap seberapa besar
Gambar 2. Tata massa pada bangunan SMP cahaya matahari yang akan dimasukkan ke
Alam Lebah Putih bersifat majemuk dan dalam ruang yang berada di dalam
menyebar. bangunan, peletakan bukaan, ukuran
bukaan, serta pemberian sunshading.
Bentuk atap yang miring memiliki tujuan Sedangkan faktor arah angin akan
untuk memperlancar aliran air hujan serta berpengaruh terhadap posisi bukaan pada
memberikan ruang di bawah atap. Ruang di bangunan.
bawah atap memiliki fungsi untuk Pada bangunan SMP Alam Lebah Putih,
memberikan ruang antara material penutup orientasi bangunan yang direncanakan,
atap dengan ruang yang ada di bawahnya, dengan tata masa majemuk dan menyebar,
sehingga panas yang diterima oleh material yaitu didominasi ke arah utara dan selatan,
penutup atap tidak langsung diterima oleh berdasarkan dari analisis pencahayaan dan
ruangan di bawah. Sedangkan wujud massa arah angin yang ada pada tapak.
majemuk dan tertata secara menyebar pada 1) Aspek pencahayaan
bangunan SMP Alam Lebah Putih Pencahayaan merupakan suatu
memiliki tujuan untuk memberikan area komponen penting dalam suatu bangunan.
terbuka hijau pada setiap massa bangunan, Sumber pencahayaan pada bangunan
sehingga pencahayaan serta penghawaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
alami di dalam ruang dapat diciptakan. pencahayaan alami dan buatan. Bagi suatu
Wujud dari tiap massa bangunan pada bangunan yang berada di wilayah tropis
sekolah alam tersebut juga bersifat tipis dan memiliki potensi sumber pencahayaan
tidak masif, bertujuan untuk memudahkan alami yang berlimpah, yang berasal dari
cahaya matahari mencapai ke dalam ruang matahari. Namun cahaya matahari
serta terciptanya ventilasi silang di setiap tersebut, selain memberikan sumber
ruang. Dengan tercapai kedua hal tersebut pencahayaan yang melimpah juga akan
maka akan memberikan kennyamana pada memberikan efek panas pada bangunan.
penggunanya dan menghindari penggunaan Potensi cahaya matahari yang diterima
lampu di siang hari serta pengadaan oleh area tapak SMP Alam Lebah Putih
penghawaan udara buatan. berasal dari sisi timur, atas, dan barat. Hal
Tampilan bangunan SMP Alam Lebah ini dapat dilihat pada gmbar 3 berikut ini.
Putih tidak hanya memperlihatkan wujud
bangunan tropis berupa bentuk saja, namun
dengan mengekspos material yang
digunakan juga memberikan kesan natural
tersendiri pada bangunan. Tampilan

8
Dea Sekar, Gunawan, Sri Yuliani, The Application of Tropical Architecture…..

Gambar 3. Peredaraan matahari pada


tapak SMP Alam Lebah Putih. Gambar 4. Massa-massa bangunan pada
SMP Alam Lebah Putih didominasi ke
Cahaya matahari yang berasal diri sisi arah utara-selatan.
timur dan barat tapak bersifat panas
dan menyengat, hal ini tentu akan Selain itu berdasarkan hasil analisis
menguragi kenyamanan pengguna. pencahayaan, juga dapat ditentukan
Guna menanggulangi permasalahan posisi bukaan pada setiap massa
tersebut maka pada sisi timur dan barat bangunan SMP Alam Lebah Putih
tapak SMP Alam Lebah Putih akan yaitu berada di sisi utara dan selatan.
diberikan banyak vegetasi, yang Pada salah satu massa bangunan SMP
bersifat peneduh. Sehingga cahaya Alam Lebah Putih yaitu massa
matahari yang masuk ke dalam tapak bangunan mushola, memiliki orientasi
tidak terlalu menyengat. ke arah barat dan timur. Hal ini
Sementara itu cahaya matahari yang dikarenakan massa bangunan mushola
berasal dari sisi atas tapak (matahari menyesuaikan dengan arah kiblat,
siang hari) dapat masuk ke dalam area yaitu ke arah barat. Guna mengurangi
tapak dengan mudah, dan hal ini dapat panas matahari yang berasal dari sisi
dimanfaatkan oleh bangunan sebagai barat tapak, maka pada area massa
sumber pencahayaan alami. Cahaya bangunan mushola yang menghadap
alam dimanfaatkan oleh bangunan barat diberikan secondary skin berupa
SMP Alam Lebah Putih untuk vertical garden. Selain massa
mengadakan skylight sebagai sumber bangunan mushola, terdapat juga
pencahayaan alami dalam bangunan. massa lain yang memiliki area bukaan
Berdasarkan hasil dari analisis lebar, yaitu massa bangunan
pencahayaan pada area tapak SMP perpustakaan. Massa perpustakaan
Alam Lebah Putih maka orientasi dari memiliki area bukaan yang lebar pada
setiap massa bangunan akan sisi selatan. Hal ini juga akan
didominasi ke arah utara dan selatan. berpengaruh terhadap radiasi panas
Arah orientasi bertujuan untuk yang masuk ke dalam ruang, karena
mengurangi luasan permukaan pada saat sore hari, posisi matahari
bangunan yang terpapar sinar matahari yang terbenam di arah barat akan
langsung, sehingga suhu di dalam condong sedikit ke arah selatan,
bangunan tidak terlalu tinggi. Hal sehingga panas yang ditimbulkan akan
tersebut dapat dilihat pada gambar 4 masuk ke dalam ruangan. Guna
berikut. menanggulangi permasalahan tersebut
maka pada area bukaan tersebut juga
akan diberikan secondary skin berupa
vertical garden. Letak vertical garden
pada area bukaan massa bangunan
perpustakaan dapat dilihat pada
gambar 5 berikut.

9
Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 5-14

dapat diciptakan dengan menyediakan


ruang-ruang terbuka di sekitar
bangunan, sesuai dengan teori dari Tri
Harso Karyono. Maka bangunan
sekolah SMP Alam Lebah Putih
memiliki massa yang majemuk dan
tersebar guna memberikan ruang
Gambar 5. Pemberian vertical garden
terbuka disetiap sisi massa bangunan.
pada area bukaan yang luas pada massa Peletakan vegetasi-vegetasi di sekitar
bangunan perpustakaan. massa bangunan juga bertujuan untuk
menjadi pemecah angin, sehingga
Secondary skin berupa vertikal garden udara dapat masuk ke dalam bangunan
dipilih guna memanfaatkan salah satu dengan mudah.
potensi vegetasi setempet yaitu Laju angin atau udara yang masuk ke
tanaman markisa. Selain itu secondary dalam bangunan juga didukung oleh
skin berupa tanaman juga bersifat lebih hadirnya bukaan-bukaan yang
sejuk karena tidak meneruskan radiasi berukuran lebar serta sifat dari tiap
matahari ke dalam bangunan dan wujud massa bangunan yang tidak
membantu menyuplai pasokan oksigen masif. Salah satu massa bangunan yang
di dalam kawasan area sekolah SMP memiliki area bukaan yang luas yaitu
Alam Lebah Putih. massa bangunan perpustakaan. Pada
2) Aspek arah angin area tersebut akan diberikan secondary
Kecepatan angin yang terdapat pada skin berupa vertical garden yang
lokasi tapak dapat dinilai cukup memiliki fungsi sebagai pemecah
rendah. Angin yang masuk ke dalam angin, sehingga angin yang masuk ke
area tapak berasal dari jalan utama di dalam ruangan tidak terlalu kencang.
sisi utara tapak dan perkebunan, Pada sisi timur bangunan juga diberi
dengan arah hembusan dari sisi bukaan untuk memasukkan udara ke
tenggara dan barat laut. Arah dalam bangunan. Guna menghindari
hembusan angin pada tapak dapat sengatan matahari dari sisi timur yang
dilihat pada gambar 6 berikut. menyilaukan, ukuran bukaan dibuat
berukuran kecil, yaitu berupa susunan
batu bata yang berongga. Hal tersebut
dapat dilihat pada gambar 7 berikut.

Bukaan yang lebar pada bangunan diberi


secondary skin berupa vertical garden

Gambar 6. Arah hembusan angin yang


masuk ke dalam area tapak.

Potensi angin yang ada di area tapak


tersebut dapat dimanfaatkan untuk Susunan batu bata yang berongga
memberikan penghawaan alami di
setiap ruang-ruang yang ada pada
bangunan sekolah SMP Alam Lebah
Gambar 7. Posisi bukaan pada area massa
Putih. bangunan perpustakaan SMP Alam Lebah
Penghawaan alami yang diadakan pada Putih.
ruang-ruang bangunan SMP Alam
Lebah Putih menerapkan sistem Sirkulasi udara yang terjadi di dalam
penghawaan ventilasi silang. Sistem tiap massa bangunan juga didukung
penghawaan secara ventilasi silang

10
Dea Sekar, Gunawan, Sri Yuliani, The Application of Tropical Architecture…..

melalui bentuk massanya yang tipis yang akan digunakan pada bangunan SMP
serta bentuk peruangan yang Alam Lebah Putih dapat dibagi menjadi
sederhana. Hal tersebut akan dua yaitu material alam dan pabrikasi.
memudahkan udara berputar di dalam Dasar pertimbangan dari pemilihan
ruang sehingga menciptakan efek sejuk material tersebut adalah daya tahan
dan memberikan kenyamanan pada terhadap kondisi iklim setempat dan
penggunanya. pengaruh terhadap tampilan bangunan.
Berdasarkan hasil analisis angin pada Pengaplikasian bahan material tersebut
area tapak SMP Alam Lebah Putih dapat dibedakan menjadi material untuk
maka dapat ditentukan orientasi dari struktur konstruksi dan material untuk
tiap massa bangunan yaitu ke arah dekoratif.
utara dan selatan, bertujuan untuk Berikut beberapa material yang digunakan
menentukan letak bukaan dengan pada bagian struktur konstruksi pada
ukuran yang lebar secara tepat guna bangunan SMP Alam Lebah Putih:
memasukkan udara secara maksimal 1) Beton dan kayu, digunakan sebagai
tanpa memasukkan panas matahari material struktur bangunan.
yang berlebih. 2) Batu bata dan bambu, digunakan
Ukuran serta posisi bukaan yang tepat sebagai material dinding pengisi
tentu akan berpengaruh terhadap bangunan.
kualitas ruang di dalamnya. Suatu 3) Baja ringan dan kayu, digunakan
ruangan yang memiliki bukaan yang sebagai rangka atap bangunan.
lebar, namun berada di sisi yang kurang 4) Baja, digunakan sebagai struktur
tepat, tentu akan memberikan pengaruh rangka aula.
yang berbeda dari ruang yang memiliki 5) Alumunium, digunakan sebagai rangka
bukaan tidak terlalu lebar, namun kusen pintu dan jendela.
berada di posisi yang tepat. Bangunan 6) Kaca, digunakan sebagai material
SMP Alam Lebah Putih menerapkan pengisi jendela.
prinsip untuk meletakkan bukaan pada 7) Genting tanah liat, digunakan sebagai
posisi yang tepat, agar sirkulasi udara material penutup atap.
di dalam ruangan dapat tercipta dengna Material-material tersebut di atas
baik. Posisi bukaan-bukaan pada digunakan berdasarkan pertimbangan
bangunan sekolah alam tersebut yaitu kondisi iklim setempat dan kemampuan
berada di sisi utara dan selatan, sesuai dalam menahan beban. Beberapa material
dengan orientasi utama massa-massa alam dimasukkan ke dalam bangunan guna
bangunannya. menampilkan suasana alami. Material alam
seperti bambu, sebelum diaplikasikan tentu
c. Material Bangunan yang Digunakan akan diawetkan terlebih dahulu, supaya
Material yang digunakan pada suatu mampu bertahan cukup lama di luar
bangunan, akan berpengaruh terhadap ruangan. Proses pengawetan yang dipilih
kondisi kenyamanan termal di dalam ruang yaitu dengan cara direndam dan diberi
yang diciptakan. Pada bangunan yang pelapis berupa bamboo coating.
berada di iklim tropis, idealnya Selain material untuk struktur konstruksi,
menggunakan material yang bersifat tidak terdapat bahan material lain yang
menyimpan kalor dalam jumlah besar. dimanfaatkan sebagai material dekoratif,
Material-material alam merupakan salah diantaranya yaitu:
satu jenis material yang sering digunakan 1) Bambu dan kayu, digunakan sebagai
pada bangunan di wilayah beriklim tropis. material lapisan kulit kedua.
Material yang digunakan pada bangunan 2) Batu alam berupa batu tempel dan
SMP Alam Lebah Putih juga andesit, digunakan sebagai material
memperhatikan kondisi iklim pada lokasi pelapis dinding eksterior.
tapak, bertujuan untuk menciptakan 3) Batu kerikil dan koral sikat, digunakan
kenyamanan di dalam bangunan serta guna sebagai material penutup tanah pada
menentukan material yang cocok untuk jalan di dalam tapak.
diterapkan pada bangunan. Bahan material

11
Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 5-14

4) Pemanfaatan vegetasi sebagai vertical Seperti nampak pada gambar di atas,


garden. material ekspos yang mendominasi
Guna menciptakan suasana alami, selain perpustakaan yaitu berupa material-
menggunakan materila-material alam, material beton. Material beton yang
bangunan sekolah SMP Alam Lebah Putih diekspos diaplikasikan pada kolom, balok,
dirancang dengan mengekspos material- dan lantai. Pada bagian kolom material
material yang digunakan. Ekspos material beton diekspos dengan teknik kamprot,
yang diaplikasikan pada bangunan bertujuan untuk memberikan tekstur pada
berfokus pada bagian dinding, lantai, dan kolom. Sedangkan pada bagian lantai
beberapa pada langit-langit ruangan. Selain material beton diekspos dengan cara
untuk menciptakan suasana alami pada membuat cor lantai beton dengan
bangunan SMP Alam Lebah Putih, material membagi-baginya kedalam bentuk persegi
bangunan yang diekspos juga memiliki arti 1x1m, bertujuan untuk membagi luasan
tersendiri. Maksud dan tujuan dari material permukaan lanai guna meratakan beban
yang diekspos tersebut merupakan suatu serta guna mengurangi kesan monoton
penggambaran pengamalan pembelajaran pada lantai.
mereka. Material yang diekspos Wujud material ekspos pada bangunan
menggambarkan suatu kejujuran, yaitu perpustakaan memiliki perbedaan dengan
salah satu sikap terpuji yang diajarkan di yang diaplikasikan pada bangunan ruang
SMP Alam Lebah Putih. Selain itu kelas. Pada bangunan ruang kelas akan
tampilan bangunan dengan ekspos material lebih didominasi dengan material-material
memiliki arti keunikan dan rendah diri. alam seperti kayu dan bambu. Wujud
Sifat unik pada bangunan menggambarkan bangunan ruang kelas dapat dilihat pada
karakter setiap individu yang belajar di gambar 9 berikut.
SMP Alam Lebah Putih, yaitu berupa
individu yang memiliki keunikan dan
disatukan di sekolah alam tersebut. Sikap
Material kayu sebagai
rendah diri yang ditunjukkan oleh
kolom bangunan
bangunan SMP Alam Lebah Putih yaitu
digamarkan melalui tampilan bangunannya
yang berusaha menyatu dengan lingkungan
sekitar. Contoh pengaplikasian material
ekspos dapat dilihat pada desain interior
bangunan perpustakaan berikut pada
gambar 8.

Material lantai kayu


turunan pada ruang
kelas
Material bambu
sebagai dinding pengisi
Material ekspos
beton Gambar 9. Aplikasi material alam pada
pada lantai bangunan ruang kelas SMP Alam Lebah Putih.
Material batu bata
ekspos pada dinding
Material alam yang diekspos pada
Material ekspos beton pada bangunan SMP Alam Lebah Putih tidak
kolom bangunan semua menggunakan material alam asli,
beberapa memanfaatkan material turunan.
Gambar 8. Aplikasi meterial ekspos pada Hal tersebut didasarkan pada ketahanan
bangunan perpustakaan SMP Alam Lebah material alam terhadap kondisi iklim
Putih. setempat. Material turunan yang dipilih

12
Dea Sekar, Gunawan, Sri Yuliani, The Application of Tropical Architecture…..

yaitu fiber cement board, yang


diaplikasikan pada lantai kayu ruang kelas
dan beberapa ruang lain seperti aula.
Material ini dipilih karena sifatnya yang
tahan terhadap cuaca dan air apabila
ditempatkan di luar ruangan.
Fiber cement board merupakan material
turunan yang terbuat dari semen yang
dicampur dengan kulit kayu, sehingga
memiliki tampilan layaknya material kayu. Gambar 10. Vegetasi jenis peneduh
Bahan material dipilih karena ruang kelas diletakkan pada sisi timur, selatan, dan barat
pada SMP Alam Lebah Putih tersebut tapak.
memiliki wujud ruangan yang terbuka, Pemanfaatan vegetasi sebagai penyaring
sehingga material yang dipakai akan panas dipilih karena sifat dari tanaman
terpapar oleh cuaca. Kelebihan dari yaitu tidak meneruskan radiasi matahari
material turunan yaitu tahan terhadap sehingga memberikan efek sejuk ke dalam
cuaca, tahan rayap, serta tahan terhadap air area sekolah. Selain itu kehadiran
dan api. Dengan memanfaatkan material banyaknya vegetasi pada area sekolah juga
tersebut maka tampilan kayu pada lantai akan menyumbangkan pasokan oksigen
bangunan dapat tercapai tanpa harus yang cukup banyak. Area sekolah yang
menghadapi resiko kerusakan material sejuk diharapkan mampu memberikan
yang cepat diakibatkan oleh kondisi iklim kenyamanan pada penggunan sekolah,
setempat. sehingga produktivitas di sekolah alam
Selain material-material yang digunakan tersebut dapat meningkat.
pada bangunan, peran vegetasi dalam suatu Selain vegetasi peneduh, terdapat juga
bangunan tropis juga memilki peran yang vegetasi yang tumbuh secara merambat di
cukup penting. Suatu wilayah yang area tapak SMP Alam Lebah Putih, yaitu
beriklim tropis memiliki potensi vegetasu tanman markisa dan cincau. Kedua
yang beragam. Vegetasi yang beragam tanaman rambat ini dimanfaatkan sebagai
tersebut juga memiliki fungsinya masing- secondary skin berupa vertikal garden pada
masing, sesuai dengan sifat yang bagian-bagian massa bangunan tertentu.
dimilikinya. Salah satu tipe vegetasi yang
berperan penting pada bangunan di wilayah 4. KESIMPULAN
tropis yaitu vegetasi peneduh, karena
tanaman peneduh akan membantu Berdasarkan kedua teori yang telah dikaji
mengurangi panas pada bangunan dengan maka dapat disimpulkan bahwa
memberikan pembayangan yang cukup permasalahan utama pada bangunan yang
luas. berada di iklim tropis yaitu tercapainya
Pada area tapak SMP Alam Lebah Putih kenyamanan termal. Penyelesaian dari
memiliki potensi vegetasi yang beragam. permasalahan tersebut dapat diselesaikan
Jenis vegetasi yang bersifat peneduh dengan menerapkan aspek-aspek arsitektur
banyak tumbuh di area sekitar tapak, dapat tropis, yang akan berimbas pada bentuk dan
dimanfaatkan sebagai penyaring sinar wujud bangunan di wilayah tersebut.
matahari dari sisi timur dan barat serta Pada bangunan SMP Alam Lebah Putih,
dapat juga dimanfaatkan sebagai pemecah penerapan aspek arsitektur tropis
angin. Peletakan vegetasi peneduh pada diterapkan pada penentuan bentuk serta tata
area tapak SMP Alam Lebah Putih dapat massa bangunan, orientasi bangunan yang
dilihat pada gambar 10 berikut. akan menentukan letak dan ukuran dari
bukaan, dan material bangunan yang
digunakan. Penentuan bentuk, tata massa,
dan orientasi bangunan didasarkan pada
aspek pencahayaan dan arah angin pada
tapak. Selain orientasi, aspek arsitektur
tropis yang diterapkan juga akan

13
Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 5-14

berpengaruh terhadap tata massa bangunan


dan material yang akan digunakan.
Dari penerapan aspek arsitektur tropis
tersebut maka dapat menghasilkan desain
SMP Alam Lebah Putih yang tanggap
terhadap iklim secara optimal, yaitu
sebagai berikut:
a. Massa bangunan bersifat majemuk dan
menyebar, akan memudahkan untuk
setiap ruang memperoleh pencahayaan
dan penghawaan alami.
b. Setiap massa pada bangunan SMP
Alam Lebah Putih memiliki bentuk
yang tipis, dengan peruangan yang
sederhana, bertujuan untuk
memudahkan sirkulasi udara di dalam
bangunan.
c. Orientasi dari setiap massa bangunan
didominasi ke arah utara dan selatan.
d. Material yang digunakan pada
bangunan SMP Alam Lebah Putih
banyak menerapkan material-material
alam serta pemanfaatan potensi
vegetasi di sekitar area tapak.
Penerapan desain arsitektur tropis di atas
diharapkan mampu memberikan
kenyamanan termal kepada pengguna SMP
Alam Lebah Putih, sehingga produktivitas
di sekolah alam tersebut dapat maksimal.

REFERENSI
Amalia Dian Utami, Sri Yuliani, Ummul
Mustaqiemah. (2017). Penerapan
Arsitektur Ekologis pada Strategi
Perancangan Sekolah Menengah
Kejuruan Pertanian di Sleman.
Arsitektura, Volume 15 Nomor 2
Oktober, DOI:
http://dx.doi.org/10.20961/arst.v15i2.
15402 , 340-348.
Karyono, T. H. (2013). Arsitektur dan Kota
Tropis Dunia Ketiga: Suatu Bahasan
Tentang Indonesia. Jakarta: Rajawal
Pers.
Karyono, T. H. (2016). Arsitektur Tropis.
Jakarta: Erlangga.
Satwiko, P. (2015). Estetika Visual Iklim
Tropis Lembab. Yogyakarta: Cahaya
Atma.

14
Pramisdiantari, Tema Arsitektur Tropis Kontemporer pada Rancangan Bangunan Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur 143

Tema Arsitektur Tropis Kontemporer pada Rancangan Bangunan


Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur
Devani Pramisdiantari1, Failasuf Herman Hendra2, Siti Azizah3
1,2,3
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya,
Surabaya, Indonesia
Email: devaniipramis@gmail.com

Abstract. The whole world is currently facing the Covid-19 pandemic, survival efforts have
been made to avoid being exposed to the Corona Virus. Indonesia is also facing a crisis
when implementing a long-lasting lockdown. Now residents in the city are starting to do
various activities at home and the popular one is farming. In Surabaya, urban farming
enthusiasts increased during the pandemic, the high demand for plant seeds during the
PSBB period caused the relevant agencies to experience limited stock of plant seeds. In
order to support the development of urban farming and the provision of various plants, the
idea of designing a community container building and an adequate training place for
farming is very much needed. The research for this design uses a descriptive method,
namely a case study research method that provides explanations using descriptive analysis.
This building will function as an educational and entertainment facility located on JL. Raya
Medokan Sawah, Surabaya. The space program consists of several facilities, including
main facilities, supporting facilities, service facilities, management facilities. The theme
raised is contemporary tropical architecture, which combines the themes of tropical and
contemporary architecture. This is intended to create a representative form, land structure,
and building space for farming based on awareness of climate change, but with an
expressive and simple display of contemporary architectural styles to create a harmonious
reciprocal relationship between humans and nature.
Keywords: Contemporary Tropical Architecture, Expressive, Simple, Urban Farming

Abstrak. Di seluruh dunia kini tengah menghadapi pandemi Covid - 19, upaya bertahan
hidup telah dilakukan untuk menghindari terpapar Virus Corona. Di Indonesia juga
dihadapi krisis saat melaksanakan lockdown yang berlangsung lama. Kini penduduk di
kota mulai melakukan beragam aktivitas di rumah dan yang popular adalah bercocok
tanam. Di Surabaya peminat urban farming meningkat selama pandemi, permintaan bibit
tanaman yang tinggi pada masa PSBB menyebabkan dinas terkait mengalami keterbatasan
stok bibit tanaman. Guna mendukung perkembangan urban farming serta penyediaan
aneka tanaman, maka ide perancangan bangunan wadah komunitas serta tempat pelatihan
bercocok tanam secara memadai sangat diperlukan. Penelitian untuk perancangan ini
menggunakan metode deskriptif yaitu metode riset studi kasus yang sifatnya memberikan
penjelasan dengan menggunakan analisis deskriptif. Bangunan ini akan difungsikan
sebagai fasilitas edukasi dan hiburan yang terletak di JL. Raya Medokan Sawah, Surabaya.
Program ruang terdiri atas beberapa fasilitas, diantaranya, fasilitas utama, fasilitas
penunjang, fasilitas servis, fasilitas pengelola. Tema yang diangkat adalah arsitektur
tropis kontemporer yaitu penggabungan tema dari arsitektur tropis dan kontemporer. Hal
ini dimaksudkan untuk mewujudkan bentuk, tatanan lahan, serta ruang bangunan yang
representatif untuk bercocok tanam yang dilandasi kesadaran akan perubahan iklim,
namun dengan tampilan gaya arsitektur masa kini secara ekspresif dan sederhana untuk
menciptakan harmoni hubungan timbal balik antara manusia dengan alam.
Kata Kunci: Arsitektur Tropis Kontemporer, Urban Farming, Ekspresif, Sederhana

1. Pendahuluan
Di seluruh dunia kini tengah menghadapi pandemi Covid – 19. Berbagai upaya bertahan hidup
telah dilakukan untuk menghindari terpaparnya dari Virus Corona. Ditengah krisis ini upaya dalam
bertahan hidup sedang diperjuangkan mulai dari kesehatan, ekonomi dan mental. Tak terhindarkan pula
kenyataan di Indonesia yang menghadapi krisis dengan diterapkannya lockdown. Kepanikan akibat
144. TEKSTUR: Jurnal Arsitektur, Vol. 3, No. 2, Oktober 2022: hal. 143-151 ISSN: 2722-2756 (Online)

lockdown memunculkan adanya penimbunan dan panic buying yang serius, kekurangan pasokan pangan
selama lockdown juga tak terhindarkan.
Secara global kondisi saat ini menyadarkan banyak penduduk di kota – kota bahwa bercocok
tanam untuk berjaga – jaga dalam kondisi genting seperti saat ini adalah diperlukan, mengingat dalam
hal ini mencakup aspek kesehatan, ekonomi dan mental. Kegiatan bercocok tanam diperkotaan akan
menjadi suatu kebutuhan baru dan bagian dari upaya bertahan hidup penduduk kota. Saat ini upaya
bercocok tanam penduduk kota sedang marak dilakukan. Menanam sendiri kebutuhan pangan akan lebih
menjamin kesehatan karena dikelola sendiri, ekonomis dengan memanen secara berkala dan juga
menjamin mental yang lebih stabil dengan mengembalikan diri kepada alam.
Kota Surabaya sudah mengenal urban farming dan telah mengembangkannya sejak lama
melalui program kerja pemerintah Kota Surabaya yang berfokus pada penghijauan kota. Kini
masyarakat telah ikut melakukan upaya penghijauan dengan optimal, dimana dinas terkait memberikan
fasilitas bibit tanaman secara gratis kepada masyarakat yang akan melakukan urban farming ditempat
tinggal mereka. Permintaan jumlah bibit tanaman yang semakin meningkat pada masa Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan dinas terkait mengalami keterbatasan stok bibit tanaman
yang mana setiap hari permintaan terus meningkat, baik secara berkelompok atau perorangan.
Keberadaan Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur ini akan
menjadi wadah baru bagi masyarakat kota yang akan memulai bercocok tanaman, sehingga masyarakat
kota akan jauh lebih mudah mempelajari cara dan memperoleh bibit tanaman dengan mudah. Pusat
Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur ini akan disesuaikan dengan kebutuhan
lahan bercocok tanam yang lebih praktis mengingat keterbatasan lahan di kota, juga sebagai wadah
pelatihan bercocok tanam untuk menarik lebih banyak peminat baru dalam urban farming.

Konsepsi Arsitektur Tropis


Suatu konsep bangunan yang mengacu pada keadaan iklim di mana sepanjang rancangan
bangunan tersebut mengarah pada pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik
matahari, suhu tinggi, hujan dan kelembaban tinggi. (Tri Harso, 2007) Pemahaman arsitektur tropis dari
segi bentuk yang beratap lebar dan berteras menjadi tidak mutlak lagi. Arsitektur tropis dapat bercorak
apa saja sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim tropis yang tidak nyaman menjadi
kondisi yang nyaman bagi pengguna yang ada di dalamnya. (Karyono, 2016).
Suhu udara atau temperatur merupakan ukuran rata-rata getaran energi pada setiap molekul dari
suatu unsur atau ukuran dari konsentrasi panas di dalam suatu unsur. Tingkat penerimaan panas
(temperatur) pada bangunan dipengaruhi oleh: (a) Sudut datang sinar matahari, yaitu sudut yang
dibentuk oleh permukaan bangunan dengan arah datangnya sinar matahari. Semakin kecil sudut datang
maka semakin sedikit panas yang diterima (b) Lama waktu penyinaran (c) Keadaan muka bumi (d)
Banyak sedikitnya awan (Laksmiyanti, Nilasari, Hendra, 2020).

Konsepsi Arsitektur Kontemporer


Suatu gaya arsitektur yang bertujuan untuk mendemonstrasikan suatu kualitas tertentu dari segi
kemajuan teknologi dan juga kebebasan dalam mengekspresikan suatu gaya arsitektur, berusaha
menciptakan suatu keadaan yang nyata dan terpisah dari suatu komunitas yang tidak seragam.
(Francisco, 2000) Gaya Kontemporer adalah istilah yang bebas dipakai untuk sejumlah gaya yang
berkembang antara tahun 1940-1980an. Gaya kontemporer juga sering diterjemahkan sebagai istilah
arsitektur modern (Illustrated Dictionary of Architecture, Ernest Burden) (Kusuma, 2020).
Karakteristik arsitektur kontemporer sebagai berikut : (1) Sistem struktur dan konstruksi yang
kuat serta material kekinian, (2) Massa tidak berbentuk kaku namun dapat memadukan beberapa bentuk
dasar yang memberikan kesan ekspresif, (3) Penggunaan material antara ruang dengan optimalisasi
bukaan untuk memberikan kesan tidak massif, (4) Desain bangunan yang memberikan kesan ruang
terbuka pada bangunan, (5) Fasad menggunakan material yang transparan untuk pencahayaan ke dalam
ruangan, (6) Memperhatikan kenyamanan bagi orang yang membutuhkan kebutuhan khusus misalnya
kaum difabel, (7) Memanfaatkan vegetasi didalam site (Sidiq, 2021).
Pramisdiantari, Tema Arsitektur Tropis Kontemporer pada Rancangan Bangunan Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur 145

2. Metodologi
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian deskriptif dan studi banding.
Deskriptif yaitu penafsiran data yang dilakukan dengan penalaran yang didasarkan pada data yang telah
dikumpulkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul dilakukan pengelolahan dan analisis data,
kategorisai, sintesisasi dan menyusun hipotesa kerja atau kesimpulan. (Moleong, 2006)
Menurut Creswell, metode campuran merupakan prosedur yang di dalamnya peneliti
mempertemukan serta mengkombinasikan data kualitatif dan data kuantitatif untuk memperoleh analisis
yang komprehensif atas permasalahan dalam penelitiannya. (Chu, 2017)
Pemilihan metode penelitian ini karena ada banyak data yang dijadikan referensi dan digunakan
untuk membandingkan satu dengan yang lain guna ditemukannya suatu acuan sebagai informasi untuk
perancangan pusat komunitas dan pelatihan urban farming sebagai wisata edukasi kota dengan
pendekatan tropis kontemporer.

Arsitektur Tropis Kontemporer pada bangunan Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur

Pengumpulan data

Analisis Data

Sintesis

Konsep Desain

Hasil Desain

Gambar 1. Metodologi
(Sumber: dokumen pribadi, 2021)

2.1. Pengumpulan Data dan Informasi


Lokasi Tapak
Lokasi tapak yang akan digunakan dalam merancang Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban
Farming di Surabaya Timur, tepatnya di JL. Raya Medokan Sawah yaitu kawasan lahan kosong yang
berada disekitar pemukiman penduduk di Kelurahan Medokan Kecamatan Rungkut. Kondisi lahan
terlihat kosong dan hanya penuh dengan tanaman liar (Gambar 2.b) serta pada sisi barat yang berdekatan
dengan jalan raya dibatasi dengan pagar beton (Gambar 2.c). Berikut batas – batas lahan (lihat Gambar
1.a) Utara: lahan kosong; Selatan: pertokohan dan pemukiman; Timur: lahan kosong; Barat pemukiman
warga.
U
JL. NUSA INDAH

(b) (c)
(a)
Gambar 2. (a) Lokasi Tapak (b) Kondisi Lahan (c) Batas Barat Site
(Sumber: Google Earth (citra satelit 2021), diolah kembali)
146. TEKSTUR: Jurnal Arsitektur, Vol. 3, No. 2, Oktober 2022: hal. 143-151 ISSN: 2722-2756 (Online)

Kajian Tapak pada Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur,
merupakan bagian penting dalam melakukan perencanaan dan perancangan yang mengulas tentang
analisis terkait dengan lokasi yang akan digunakan, keadaan lingkungan sekitar, daya dukung
lingkungan sekitar, masalah yang muncul serta potensi yang ada di area lokasi. Kajian tapak mengambil
elemen - elemen dasar dari teori analisis tapak sebagai acuan untuk menganalisis tapak yang telah ada.

Gambar 3. Analisa Tapak


(Sumber: dokumen Pribadi, 2022)

Hasil analisa tapak yang telah dilakukan (Gambar 3) ini akan membantu dalam melakukan
penataan zona bangunan, maka dapat disimpulkan bahwa bangunan akan menghadap ke Barat untuk
menarik view dari jalan utama dan menghindari paparan matahari langsung pada pagi hari melakukan
shading dengan penanaman pepohonan untuk memecah arah datang angin dan kebisingan jalan raya.
Bangunan semacam ini sejak mulai tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian hingga dalam
operasional pemeliharaannya memperlihatkan aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, serta
mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu dari kualitas udara di ruangan, dan
memperhatikan kesehatan penghuninya yang semuanya berpegang pada kaidah pembangunan yang
berkesinambungan (Wardhani, 2020).

3. Hasil dan Pembahasan


Perancangan ini memadukan kombinasi Arsitektur Tropis dan Arsitektur Kontemporer, yang
dimaksudkan supaya hasil bangunan akan lebih menarik anak muda namun juga tetap nyaman untuk
dikunjungi. Kondisi cuaca yang panas dan kotor saat bercocok tanam akan berkurang dengan adanya
rancangan yang disiapkan secara menarik, dimana bangunan akan membawa kesan puas bagi
pengunjung dalam beraktivitas bercocok tanam. Hasil desain yang diperoleh ini berdasarkan analisa
studi kasus dan diterapkan pada konsep rancangan hingga terwujudnya desain yang diharapkan.

3.1. Studi Kasus Literatur


Pada bab ini mengkaji tentang studi kasus literature. Pengumpulan data pada studi kasus literatur
dilakukan dengan melakukan pencarian terhadap sumber tertulis, baik berupa dari buku, arsip, jurnal,
artikel, dan juga internet. Obyek - obyek tersebut akan dikaji sebagai berikut:

Centro De Interpretación De La Agricultura Y La Ganadería


Lokasi: Pampola, Navarra, Spanyol. Memilih obyek Centro De Interpretación De La
Agricultura Y La Ganadería atau yang dapat diartikan Pusat Tafsir Pertanian dan Peternakan ini karena
memiliki misi yang relevan dengan proyek Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya
Timur.
Pramisdiantari, Tema Arsitektur Tropis Kontemporer pada Rancangan Bangunan Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur 147

(a) (b)
Gambar 4. a) Bangunan Casa Gurbindo, b) Perspektif Tata Lahan
(Sumber: losprimerosdecatalina.blogspot.com, Diunduh: 21/06/21 – 19:03)

Dalam konteks budaya dan sosial, taman umum Aranzadi bermaksud mempertahankan karakter
lansekap pertanian dengan fungsi hidrolik. Memperhatikan kategori nilai, nilai - nilai sosial budaya
terkait dengan berkebun organik. Detail bangunan (Gambar 4.a) dikenal dengan Rumah Gurbindo
letaknya tepat didepan area, bangunan ini saling terhubung dengan beberapa fasilitas seperti Lobby,
Museum dan Ruang Pelatihan dan desain pada penataan bangunannya yang saling terhubung yang
mudah dijangkau pengunjung, jarak yang tidak terlampau jauh menjadi lebih efisien dan efektif untuk
beraktivitas (lihat gmbar 3.b).

Lim'uhphile Co-op
Lokasi: Welmer, Port Elizabeth, South Africa. Memilih obyek Lim'uhphile Co-op ini karena
memiliki misi yang relevan dengan proyek Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya
Timur.

(a) (b)
Gambar 5. a) Bangunan Training Hall; b) Ruang Restoran
(Sumber: Archdaily.com, Diunduh: 21/06/21 – 11:38)

Menjadi salah satu pemerhati ketahanan pangan dan anak muda di kota, peduli pada pasokan
pangan organik dan memenuhi kebutuhan kawasan sekitar. Walmer Food Garden juga memberikan
edukasi dan pelatihan bagi anak muda agar lebih aktif dalam kegiatan positif yang bermanfaat. Detail
keunikan bangunan (Gambar 5.a) terdapat pada material yang dipakai menggunakan bahan alami yang
seperti kayu dan batuan dengan ukuran besar bangunan serta bentuk yang mencolok. Pemanfaatan
pencahayaan dan pengahawaan alami pada setiap ruangan dengan maksimal untuk menghemat biaya
pemeliharaan (lihat Gambar 5.b).

Agriculture Technology Centre


Lokasi: Krong Samrong, Cambodia. Pemilihan obyek Agriculture Technology Centre ini
dilakukan karena adanya misi yang relevan dengan proyek perancangan dalam penelitian ini.
148. TEKSTUR: Jurnal Arsitektur, Vol. 3, No. 2, Oktober 2022: hal. 143-151 ISSN: 2722-2756 (Online)

(a) (b)
Gambar 6. a) Agri Tech Hall, b) Ruang Kelas
Sumber: Archdaily.com (Diunduh: 21/06/21 – 18:35)

Pembangunan tersebut bertujuan untuk memberikan pendidikan teknologi pertanian


mendukung anak - anak dan orang dewasa di masyarakat setempat serta memfasilitasi peluang untuk
perusahaan berkerja sama dengan petani lokal. Terlihat pada bangunan (Gambar 6.a) desain yang dapat
diambil pada material bangunan yang dibuat dengan sederhana namun tetap memperhatikan keadaan
cuaca sekitar. Suasana ruangan (Gambar 6.b) yang cenderung terbuka dan hangat tercipta dari
penggunaan material dengan baik yang memanfaatkan cuaca lingkungan sekitar.

3.2. Tema dan Konsep Rancangan


Berdasarkan hasil studi kasus literatur, terdapat kelebihan dan kekurangan dari setiap objek
studi sehingga dapat tercipta program rancangan yang baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Suatu
program rancangan selalu berkaitan dengan tema.
Tema yang diambil adalah Arsitektur Tropis Kontemporer. Tema tersebut dipilih karena
diharapkan melalui tema tersebut fungsi dan kegiatan urban farming dapat berjalan dengan proses saling
bertimbal balik dengan alam dan iklim yang sesuai pada lokasi serta nyaman bagi pengguna bangunan.
Konsep Makro pada Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming yang dirancang, adalah
Ekosistem Buatan yaitu Suatu hubungan timbal balik yang diciptakan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan keanekaragaman pada sebuah lingkungan.
Konsep Mikro Tata Lahan pada proyek perancangan ini adalah Siklus yaitu Alur penataan
bangunan akan menganalogikan jalannya siklus dalam proses urban farming hal ini akan membuat lebih
efisien saat berkebun. Pola siklus yang berputar dengan posisi atau lokasi yang berdasarkan urutan
masing – masing yang sudah ada ini akan membentuk sebuah tatanan lahan yang teratur dengan jalur
yang praktis dan efektif sehingga dapat menjangkau ke semua bagian tapak dengan rata.
Konsep Mikro Bentuk pada Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya
Timur ini, adalah Tumbuh yaitu Bentuk bangunan akan cenderung lebih tanggap terhadap iklim tropis
dengan bentuk bersusun yang disesuaikan dengan gedung perkotaan yang tinggi namun akan lebih
terbuka untuk membuat bentuk bangunan yang alami.
Konsep Mikro Ruang pada perancangan ini, adalah Alami yaitu dengan menggunakan konsep
ini maka ruangan akan bernuansa lebih terbuka dan natural dengan sirkulasi udara dan cahaya alami
maka akan membuat lebih nyaman dan baik untuk kondisi proses bertumbuh dengan material yang aman
dipakai dan alami untuk mendukung nuansa natural.

3.3. Tatanan Lahan


Konsep Mikro Tatanan Lahan “Siklus”, penerapan (Gambar 7.b) dalam perancangan tugas akhir
ini dipilih agar dapat menciptakan bentuk tatanan yang sistematis dan saling berhubungan karena untuk
memudahkan pengunjung dan pengelolah dalam melakukan kegiatan urban farming secara efisien.
Detail tatanan masa bangunan (lihat Gambar 7.a) yang diatur berdasarkan urutan dalam berkegiatan
bercocok tanam. Lahan akan dikelompokan menjadi area umum dan privat sehingga pengunjung yang
akan mengikuti pelatihan akan lebih nyaman dan pengunjung yang berwisata akan bisa berkegiatan
dengan aman.
Pramisdiantari, Tema Arsitektur Tropis Kontemporer pada Rancangan Bangunan Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur 149

(a) (b)

Gambar 7. a) Siteplan; dan b) Transformasi lahan


(Sumber: dokumen Pribadi, 2022)

3.4. Bentuk
Konsep mikro bentuk “Tumbuh” ini dalam perancangan tugas akhir dipilih untuk menyesuaikan
dengan lokasi yang ada yaitu diperkotaan yang terdapat banyak bangunan tinggi dan cenderung tertutup.
Detail bentuk bangunan (Gambar 8.a) dibuat tinggi dengan material dan bentuk yang simpel dan bentuk
akan lebih mudah beradaptasi dengan cuaca kota yang cenderung banyak mempengaruhi proses
bercocok tanam. Bentuk akan diberikan banyak bukaan untuk memasukan cahaya dan penghawaan
alami agar dapat melewati celah diantara masa bangunan dengan tinggi bangunan yang beragam (lihat
Gambar 8.b).

(a) (b)
Gambar 8. a) Detail bangunan utama; dan b) Perspektif
(Sumber: dokumen Pribadi, 2022)
150. TEKSTUR: Jurnal Arsitektur, Vol. 3, No. 2, Oktober 2022: hal. 143-151 ISSN: 2722-2756 (Online)

3.5. Ruang
Konsep mikro ruang “Alami” ini dalam perancangan tugas akhir ini dipilih agar nantinya
ruangan terkesan open-space, penerapan (Gambar 9.a dan b) maka akan lebih terasa alami dengan
adanya pencahayaan dan penghawaan alami yang dengan mudah keluar masuk ke dalam ruangan
sehingga manusia dan tumbuhan yang berkegiatan didalamnya menjadi nyaman dan ruangan terasa lebih
hidup. Detail material dan warna ruangan (lihat Gambar 9.c) yang digunakan adalah material netral dan
simpel untuk membawa kesan bersih dan ramah lingkungan. Pemakaian material lokal seperti bambu,
kayu, dan bata juga membuat tema tropis kontemporer lebih hidup sekaligus ramah lingkungan
(Nareswarananindya, 2019).

(a) (b)

(c)
Gambar 9. a) Lobby, b) Ruang Baca, (c) Masjid
(Sumber: dokumen Pribadi, 2022)

4. Kesimpulan
Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur berbasis wisata edukasi bagi
masyarakat ini dirancang berdasarkan hasil analisa data dan studi kasus literatur. Esensi perancangan
adalah menciptakan bangunan yang ramah lingkungan dan akan menjadi bangunan yang bermanfaat
bagi kota dengan menjadikan suatu sarana hiburan dan pusat pembelajaran yang menarik. Besar dan
luasnya area memungkinkan adanya banyak area terbuka atau outdoor dan jarak antar bangunan cukup
ideal, sehingga pengunjung tidak saling berdesakan yang dapat menyebabkan penyebaran virus covid-
19. Bentuk tatanan lahan yang didesain sedemikian rupa dengan sistem siklus ini agar pengunjung dapat
diarahkan mengunjungi seluruh area dengan mudah dan penataan area parkir kendaraan yang mencakup
hingga kendaraan besar maka pengunjung dengan jumlah besar mudah memasuki lokasi. Ruangan yang
dirancang dengan pendekatan alami ini akan tetap nyaman sesuai dengan kapasitas yang telah dibuat,
untuk manusia juga tanaman yang ada didalam ruangan. Bentuk yang dibuat dengan hasil menganalisa
iklim dan cuaca sekitar akan membuat bangunan lebih menarik dari poin bangunan utama yang seperti
greenhouse, ini tetap akan menjadikan bangunan bagian dari kesatuan Kota Surabaya.
Bangunan ini juga ditujukan untuk memberikan wadah bagi komunitas yang tidak memiliki
tempat untuk beraktivitas bersama, dan sebagai tempat belajar lebih banyak tentang metode menanam
terbaru serta pembagian bibit tanaman bagi yang membutuhkan, serta dapat digunakan untuk kegiatan
pameran seperti kompetisi tanaman hias pada area galleria. Banyak aktivitas yang ditawarkan dari
berwisata hingga belajar bagi pelajar maupun keluarga yang berkunjung, maka diharapkan akan menjadi
tujuan wisata alam baru di Kota Surabaya.
Pramisdiantari, Tema Arsitektur Tropis Kontemporer pada Rancangan Bangunan Pusat Komunitas dan Pelatihan Urban Farming di Surabaya Timur 151

Referensi
Cerver, F. A. (2000). The World of Contemporary Architecture XX. Cologne: Konemann, 652-3.
Chih-Pei, H. U., & Chang, Y. Y. (2017). John W. Creswell, research design: Qualitative, quantitative,
and mixed methods approaches. Journal of Social and Administrative Sciences, 4(2), 205-207.
Karyono, T. H. (2007, September). Pemanasan Bumi Dan Tanggung Jawab Arsitek. In Seminar Sehari
Pemanasan Bumi, Universitas Katolik Atmajaya, Yogyakarta (Vol. 6).
Karyono, T. H. (2016). Arsitektur Tropis dan Bangunan Hemat Energi. Jakarta: Jurnal KALANG,
Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Tarumanagara, 1(1).
Kusuma, R. K. C., Sulistyo, B. W., & Rachim, A. M. (2021, February). Desain Skywalk Jalan
Malioboro-Stasiun Tugu Yogyakarta. In Prosiding Seminar Teknologi Perencanaan,
Perancangan, Lingkungan dan Infrastruktur (pp. 236-240).
Laksmiyanti, D. P. E., Nilasari, P. F., & Hendra, F. H. (2020). Desain Tanggap Iklim. Desain Tanggap
Iklim.
Laksono, S. H., Ramadhani, A. N., Budianto, A., Komara, I., & Syafiarti, A. I. D. (2021). The design
concept of bamboo in micro housing as a sustainable self-building material. In IOP Conference
Series: Materials Science and Engineering (Vol. 1010, No. 1, p. 012026). IOP Publishing.
Lexy, J. M. (2006). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sidiq, M. F., Sulistiowati, A. D., & Subagya, K. (2021). Penerapan Arsitektur Kontemporer pada
Perancangan Bogor Creative Center di Kota Bogor, Jawa Barat. MAESTRO, 4(2), 109-117.
Wardhani, D. K. (2020). Identifikasi Greenship Existing Building pada Bangunan dengan Pendekatan
Arsitektur Tropis di Surabaya. In Seminar Nasional Envisi 2020.
152. TEKSTUR: Jurnal Arsitektur, Vol. 3, No. 2, Oktober 2022: hal. 143-151 ISSN: 2722-2756 (Online)

Halaman ini sengaja dikosongkan


Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011 ISBN : 979-587-395-4

A-3

PENERAPAN KONSEP SADAR ENERGI


DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR YANG
BERKELANJUTAN
Sukawi1
1
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang
Jl. Prof Sudarto SH Tembalang Semarang 50131 Telp 024 70585369 -08122817739
Email: zukawi@gmail.com & zukawi@yahoo.com

ABSTRAK
Krisis sumber energi tak terbaharui mendorong arsitek untuk semakin peduli akan
energi dengan cara beralih ke sumber energi terbaharui dalam merancang bangunan
yang sadar akan pemakaian energi. Masyarakat Indonesia tergolong konsumen yang
paling boros dalam penggunaan energi listrik, jika dibandingkan dengan negara lain.
Hasil survey yang dilakukan oleh IAFBI (Ikatan Ahli Fisika Bangunan Indonesia)
pada tahun 2000 menyebutkan bahwa bangunan gedung perkantoran dan bangunan
komersial di kota besar adalah yang paling banyak dalam penggunaan energi listrik.
Sejumlah 90% energi listriknya adalah untuk mesin AC (mesin pendingin ruang dan
penerangan.
Kondisi lingkungan tropis Indonesia yang kaya akan intensitas radiasi matahari
apabila tidak ditangkal dengan benar dapat mengakibatkan laju peningkatan suhu
udara, baik di dalam maupun di luar ruangan. Pada bidang yang terbayangi, maka
panas yang masuk ke dalam ruang hanya konduksi akibat perbedaan suhu luar dan
suhu dalam saja. Akan tetapi pada bidang yang terkena sinar matahari (tidak terkena
bayangan), maka panas yang masuk ke dalam ruangan juga akibat radiasi balik dari
panasnya dinding yang terkena sinar matahari. Panas yang masuk pada dinding yang
tersinari ini bisa mencapai 2 sampai 3 kali nya dibanding konduksi. Terlebih apabila
ada sinar matahari yang langsung masuk ke dalam ruangan, panas radiasi matahari
yang langsung masuk ke dalam ruangan ini bisa mencapai 15 kali dibanding panas
akibat konduksi. Hal tersebut memberikan pemahaman bahwa bidang-bidang yang
terkena sinar matahari akan menyumbang laju peningkatan suhu ruangan sangat
signifikan.
Perwujudan dari desain arsitektur yang sadar energi dan berwawasan lingkungan
merupakan bagian dari arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture). Disini
arsitek mempunyai peran yang amat sangat penting dalam penghematan energi.
Disain hemat energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan
penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau
produktivitas penghuninya. Untuk mencapai tujuan itu, karya desain arsitektur yang
sadar akan hemat energi harus mulai dirintis dari sekarang.

Kata Kunci : Arsitektur, Sadar Energi, Berkelanjutan

1. PENDAHULUAN
Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial,
ekonomi, dan lingkungan dalam rangka pembangunan berkelanjutan, serta
merupakan pendukung bagi kegiatan perekonomian secara nasional. Penggunaan
energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi,

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 136


Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011 ISBN : 979-587-395-4

pertambahan penduduk dan tingkat kehidupan masyarakat. Masyarakat modern


berkehidupan dengan berbasis kepada teknologi modern, sementara itu teknologi
modern mengkonsumsi energi dalam jumlah yang besar.
Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada penghematan
listrik baik dari segi pendinginan udara, penerangan buatan maupun peralatan listrik
rumah tangga. Dengan strategi perancangan tertentu, bangunan dapat didesain dengan
memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa
banyak mengkonsumsi energi. Penerapan konsep hemat energi pada bangunan akan
mendukung kebutuhan energi perkapita secara nasional.(Smith, 2005).
Sebagai gambaran, bahwa laju pertumbuhan pemakaian energi di Indonesia
dalam kurun waktu 1985-2000 mencapai rata-rata 7% per tahun, sedangkan
pemakaian energi dunia rata-rata 1,2% per tahun dan negara APEC 2,6% per
tahun (Priatman, 2003). Tahun 2007 laju pertumbuhan pemakaian energi di
Indonesia mencapai 10% pertahun, dan dapat dikategorikan boros. Bahkan
masyarakat Indonesia tergolong konsumen yang paling boros dalam penggunaan
energi listrik, jika dibandingkan dengan negara lain.(Samsiyah, 2008)
Bangunan bangunan yang direncanakan memanfaatkan matahari dan iklim sebagai
sumber energi primer haruslah dirancang untuk mengakomodasi perubahan
perubahan sebagai konsekwensi siklus iklim secara harian, musiman maupun
tahunan dan mengalami versi cuaca yang berbeda sesuai dengan keberadaannya
pada suatu garis lintang geografis tertentu dibumi ini. Setiap bangunan berada
disuatu daerah klimatik yang berbeda setiap menit setiap hari. Disini peran
arsitek adalah belajar untuk mengoptimasi hubungan bangunan dengan iklim
spesifiknya dalam tahapan tahapan perancangan. Karena setiap bangunan
berinteraksi dengan lingkungan suryanya masing-masing permasalahan yang timbul
adalah bagaimana pengolahan hubungan ini menguntungkan bagi manusia. (Frick,
2006)
Bangunan sadar energi mencari hubungan simbiotik dengan lingkungannya dan
menengahi kebutuhan penghuni bangunan dengan kondisi iklimnya. Ia
mengandalkan pada sumber daya dan pola matahari untuk penerangan,
pemanasan maupun pendinginan untuk waktu waktu tertentu, pada sirkulasi angin
untuk kenyamanan dan beralih pada sistim kenyamanan buatan hanya apabila
terjadi kondisi cuaca yang ekstrim pada saat saat yang tertentu saja. Pada waktu
disain pasif memerlukan suatu sistim aktif sebagai penunjang, bangunan sadar energi
mengambil keuntungan teknolog teknologi baru yang memungkinkannya
mengandalkan sumberdaya energi yang dapat diperbaharui (matahari dan
angin).(Satwiko, 2005)

2. RUMAH TINGGAL DAN KEBUTUHAN ENERGI


Indonesia adalah sebagai negara yang seluruh wilayahnya dikawasan equator,
merupakan keuntungan namun juga menjadi suatu kerugian yang sangat besar.
Sebagai keuntungan, karena sebenarnya iklim tropis membuat kekayaan alam
semakin berlimpah, namun menjadi kerugian karena iklim tropis menjadikan
tingginya irradiance matahari, yakni rata-rata 200-250 W/m2 selama setahun
atau 850-1100 W/m2 selama masa penyinaran. Hal ini menyebabkan suhu
permukaan akan naik lebih tinggi dari daerah lain di dunia. Irradiance yang sangat
besar ini bisa dimanfaatkan menjadi sebuah sumber energi yang luar biasa atau
juga bisa menjadi kendala yang sangat besar sebab dengan tingginya suhu permukaan

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 137


Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011 ISBN : 979-587-395-4

di kawasan Indonesia, akan dibutuhkan energi yang besar pula untuk menyejukan
rumah. (Daryono, 2008)
Pada kenyataannya kondisi iklim tropis di Indonesia sering dianggap sebagai
masalah. Tidak tercapainya kenyamanan penghawaan dalam rumah tinggal, membuat
berputus asa dalam mencari penyebabnya. Dan umumnya langsung dicarikan solusi
atau dikatakan sebagai jalan pintas, dengan penggunaan alat pengkondisian udara atau
air conditioner (AC). Prinsip kerja AC memang menurunkan suhu udara untuk
penyegaran ruang. Prinsip kerja ini yang diakui dapat menjamin kenyamanan ruang.
Namun apabila diperhatikan dengan seksama sebenarnya penggunaan AC adalah
pemborosan energi yang berasal dari sumber daya yang tidak terbaharukan (non-
renewable resources). Dan proses kerja AC akan menghasilkan zat emisi karbon
CFC (klorofluorokarbon), yang akan membentuk efek rumah kaca dan merusak
lapisan ozon. (Frick, 2006)
Seluruh permukaan bangunan harus terlindungi dari sinar matahari secara
langsung. Dinding dapat dibayangi oleh pepohonan. Atap perlu diberi isolator panas
atau penangkal panas. Langit-langit umum dipergunakan untuk mencegah panas dari
atap merambat langsung ke bawahnya (Satwiko, 2005).
Desain sadar energi (energy conscious design) merupakan salah satu paradigma
arsitektur yang menekankan pada konservasi lingkungan global alami khususnya
pelestarian energi yang bersumber dari bahan bakar tidak terbarukan (non renewable
energy) dan yang mendorong pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy).
Dalam desain sadar energi mutlak diperlukan pemahaman kondisi dan potensi iklim
setempat untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan desain yang akan
berdampak pada konsumsi energi baik pada tahap pembangunan maupun pada tahap
operasional bangunan.
Pada skala lingkungan mikro, fenomena radiasi matahari ini mempengaruhi laju
peningkatan suhu lingkungan. Kondisi demikian mempengaruhi aktivitas manusia di
luar ruangan, untuk mengatasi fenomena ini ada tiga hal yang bisa dikendalikan yaitu
durasi penyinaran matahari, intensitas matahari, dan sudut jatuh matahari (Satwiko,
2003).

3. KONSEP HEMAT ENERGI ATAU SADAR ENERGI


Sebaran penggunaan energi dalam rumah tinggal lebih banyak pada aspek
fungsi penghawaan atau penyegaran udara dan aspek fungsi pencahayaan, sehingga
kedua hal ini penting untuk menjadi fokus dalam pembahasan konsep
penghematan energi ini. Pembahasan tentang penghematan energi ditekankan pada
langkah ekologis, yaitu dengan menciptakan kesinambungan antara rumah
tinggal dengan lingkungannya atau adanya interaksi dengan alam. Di samping dua hal
tersebut terdapat aspek penting lainnya untuk rumah tinggal, adalah pemanfaatan air
sebagai sumber daya penunjang kualitas hidup, dengan sistem reduce, reuse, recycle.
Sistim Surya Pasif (passive solar system) merupakan suatu teknik
pemanfaatan energi surya secara langsung dalam bangunan tanpa atau
seminimal mungkin menggunakan peralatan mekanis, melalui perancangan elemen
elemen arsitektur (lantai, dinding, atap, langit langit, aksesoris bangunan) untuk
tujuan kenyamanan manusia (mengatur sirkulasi udara alamiah, pengaturan
temperatur dan kelembaban, kontrol radiasi matahari, penggunaan insulasi
termal).(Vale,1991).
Pertukaran udara alami

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 138


Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011 ISBN : 979-587-395-4

Naiknya suhu dalam rumah menyebabkan panas dan hal ini sangat terkait dengan
kondisi iklim mikro skala rumah dan kawasan sekitarnya. Untuk menurunkan suhu
sekaligus memberikan kenyamanan penghawaan diperlukan aliran udara yang cukup.
Prinsip aliran udara adalah adanya perbedaan suhu dan tekanan antara dua atau lebih
space, baik space antar ruang maupun antara ruang dalam dan ruang luar. Oleh
sebab itu perlu diciptakan bidang-bidang bangunan yang dapat membuat
perbedaan suhu dan tekanan udara. Beberapa aplikasi konsep penyegaran udara
adalah :
 Ventilasi Atap
Angin akan mengalir dari suhu rendah menuju suhu yang lebih tinggi. Ruang
bawah atap merupakan bagian yang menerima radiasi terbesar, sehingga memiliki
suhu yang panas. Sebaiknya ruang bawah atap dilengkapi lubang ventilasi, sehingga
akan menarik udara dari dalam ruang untuk dialirkan ke luar bangunan.
 Plafon tinggi
Melalui lubang ventilasi yang terletak di bagian atap, maka tekanan udara
panas di dalam ruang akan tertarik dan terbuang ke luar melalui atap. Untuk
mendapatkan efek cerobong (stack effect), maka menara angin dibuat dengan
bentuk penutup menghadap arah datang angin, dan lebih baik lagi adanya void. Efek
cerobong akan optimal bila rumah tinggal/bangunan memiliki plafon tinggi atau
minimal dua lantai. Semakin tinggi plafon, maka semakin baik ventilasinya (aliran
angin). Kita bisa belajar dari karya Eko Prawoto yang diterapkan dalam rekonstruksi
pasca bencana Gempa di Yogyakarta. Desainnya mempunyai bentuk atap yang tinggi
yang berguna untuk ventilasi atap

Gambar 1. – Rumah Rekonstruksi Pasca Gempa di Ngibikan Bantul yang modular dengan plafon
yang tinggi dan memiliki ventilasi atap
sumber : Survey lapangan, 2011.

Teras dan teritisan


Teras berfungsi sebagai ruang peralihan antara ruang luar dan ruang dalam.Pada
daerah beriklim panas, seperti di Indonesia, kehadiran teras dapat menciptakan iklim
mikro yang memberikan kenyamanan di dalam bangunan dan sekitarnya. Hal ini
disebabkan tekanan udara yang ada di halaman menjadi mengembang karena suhu
yang panas, sementara itu teras merupakan daerah hisapan angin yang bertekanan
lebih tinggi dan bersuhu lebih dingin. Perbedaan suhu dan tekanan menyebabkan
udara mengalir, dari suhu dingin ke suhu yang lebih panas, atau dari tekanan tinggi ke
tekanan yang lebih rendah. Udara di dalam ruang akan tertarik ke luar dan segera
berganti. Seperti juga teras, fungsi teritisan akan mendinginkan suhu udara lebih
dulu, sebelum masuk ke dalam ruang. Semakin lebar teritisan, maka suhu ruangan
akan semakin dingin.

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 139


Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011 ISBN : 979-587-395-4

Gambar 2. – Rumah Ngibikan dengan teras yang dapat juga berfungsi


mematahkan sinar matahari untuk pembayangan fasade
sumber : Survey Lapangan, 2011

Vegetasi Lingkungan
Vegetasi berfungsi sebagai climate regulator atau pengatur iklim (suhu,
kelembaban dan laju angin), baik untuk lingkup tapak rumah tinggal maupun
untuk skala kawasan. Penyediaan vegetasi yang sesungguhnya (terbukanya tapak
untuk vegetasi) berarti juga penyediaan ruang terbuka hijau (RTH), yang berarti
juga sebagai pengendali tata air. Ketersediaan ruang terbuka dan vegetasi akan
menyuplai oksigen dan akan mengalirkannya ke dalam rumah, ditambah dengan
adanya air (alternatif berbentuk kolam) yang akan menurunkan suhu udara yang
panas. Oksigen dan suhu dingin mengalir ke dalam rumah dan akan
memberikan kenyamanan. Vegetasi di atap rumah (greenroof) dapat menahan
radiasi matahari, sehingga mengkondisikan ruang di bawahnya bersuhu lebih
dingin.
Unsur hijau yang diidentikkan dengan vegetasi ditunjukkan dengan menambahkan
elemen-elemen penghijauan tidak hanya pada lansekap saja tetapi juga dalam
bangunan, seperti pemberian roof garden, pemberian vegetasi rambat pada dinding
bangunan dan lain sebagainya.

Gambar 3. – Tatanan massa bangunan Dusun Ngibikan yang didominasi oleh


vegetasi sebelum dan sesudah rekonstruksi
sumber : Survey Lapangan, 2011

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 140


Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011 ISBN : 979-587-395-4

Pencahayaan alami
Tujuan dari pencahayaan adalah disamping mendapatkan kuantitas cahaya
yang cukup sehingga tugas visual mudah dilakukan, juga u ntuk mendapatkan
lingkungan visual yang menyenangkan atau mempunyai kualitas cah aya yang
baik. Dalam pencahayaan alami, yang sangat mempengaruhi kualitas pencah
ayaan adalah terjadinya penyilauan.
Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila : pada siang hari
antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat, terdapat cukup
banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Distribusi cahaya di dalam
ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang mengganggu.
Penyilauan adalah kondisi penglihatan dimana terdapat ketidaknyamanan atau
pengurangan dalam kemampuan melihat suatu obyek, karena luminansi obyek
yang terlalu besar, distribusi luminansi yang tidak merata atau terjadinya
kontras yang berlebihan.
Ada dua jenis penyilauan : 1) penyilauan yang menyebabkan
ketidakmampuan melihat suatu obyek (disability glare), dan 2)penyilauan yang
menyebabkan ketidaknyamanan melihat suatu obyek tanpa perlu menimbulkan
ketidakmampuan melihat (discomfort glare). Prinsip pencahayaan alami adalah
memanfaatkan cahaya matahari semaksimal mungkin dan mengurangi panas
matahari semaksimal mungkin. Pemanfaatan cahaya alami jelas akan menghemat
listrik.

Gambar 4. – Bentuk masa bangunan memanjang kebelakang yang bermanfaat


untuk pencahayaan pada sisi memanjang
Sumber : Dokumen Eko Prawoto, 2006.

Orientasi Bangunan
Orientasi bangunan bertujuan untuk mendapatkan kantong cahaya matahari (sun
pocket), yaitu kondisi di mana cahaya matahari berada pada intensitas radiasi
paling rendah, sesuai siklus terbit dan tenggelamnya, dan matahari memiliki
sudut jatuh cahaya yang kecil. Dengan demikian area yang tercahayai akan
lebih besar dan cahaya matahari tidak panas. Orientasi bangunan terbaik adalah
memiliki sudut kemiringan 20° terhadap sumbu barat-timur dengan bidang
permukaan fasade terluas pada sumbu utara-selatan.
Apabila kondisi ideal orientasi bangunan tidak memungkinkan, dapat
dilakukan dengan memperluas bukaan untuk masuknya cahaya atau mengurangi
pembatasan ruang, agar cahaya dapat memasuki ruang-ruang dalam. Bila
diperlukan pembatas, maka gunakan material transparan.

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 141


Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011 ISBN : 979-587-395-4

Pemanfaatan material lokal


Selubung bangunan yang memperoleh radiasi matahari terbesar adalah atap dan
kemudian dinding. Agar penghematan energi dapat dilakukan, maka harus dihindari
radiasi matahari yang optimal pada siang hari, karena akan meningkatkan suhu
ruangan. Pemanfaatan material alami dari vegetasi dapat didisain menyatu dengan
konstruksi selubung bangunan. Belajar dari dusun Ngibikan yang mencoba
memanfaatkan potensi lokal dengan memanfaatkan kayu dari batang kelapa, bambu
dan batu kali dari sekitar dusun.

Gambar 5. – Bangunan rumah Ngibikan yang memanfaatkan material yang ada di


lokasi seperti pemanfaatan kayu kelapa dan batu alam serta bambu
sumber : DokumenEko Prawoto, 2006.

4. KESIMPULAN
Efisiensi energi merupakan prioritas utama dalam disain, karena kesalahan disain
yang berakibat boros energi akan berdampak terhadap biaya opersional sepanjang
bangunan tersebut beroperasi. Hal yang menarik dari karya arsitektur yang hemat
energi bukan hanya mampu memecahkan setiap masalah yang menjadi kendala dan
memanfaatkan potensi iklim tropis yang ada tetapi juga memanfaatkan potensi iklim
yang ada.
Diperlukanya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan didaerah tropis
adalah sebuah keharusan, mengingat kondisi bumi semakin menurun dengan adanya
penurunan kualitas lingkungan yang memberi dampak pada pemanasan global.
Semakin dikenal dan didasari prinsip desain berkelanjutan secara luas, semakin
banyak pula bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimkan dampak
lingkungan akibat pembangunan.
Sadar energi atau penghematan energi pada dasarnya adalah bukan
mengurangi konsumsi energi, melainkan lebih efisien dalam mengkonsumsi energi.
Output yang dihasilkan seharusnya sama, antara melakukan penghematan dan tidak.
Efisiensi penggunaan energi dapat dimulai dari rumah tinggal sendiri, terutama
dalam mengkonsumsi listrik, karena jumlah terbesar energi dalam rumah tinggal
adalah pemakaian listrik. Pemborosan energi di rumah tinggal terutama untuk fungsi
penghawaan dan pencahayaan.
Konsep sadar energi yang ditawarkan untuk penghawaan alami adalah :
memperhatikan ventilasi, insulasi atap, pembuatan menara angin, pembuatan teras dan
tritisan, pemanfaatan vegetasi dan unsur air. Sedangkan untuk pencahayaan alami
adalah dengan memperhatikan arah orientasi bangunan, pertimbangan dalam memilih
material selubung bangunan, membuat modifikasi struktur untuk mekanisme
pemantulan, pembayangan dan penyaringan cahaya dan radiasi matahari.

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 142


Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3
Palembang, 26-27 Oktober 2011 ISBN : 979-587-395-4

5. DAFTAR PUSTAKA
Daryanto, (2008), Peran Selubung Bangunan Tropis Dalam Mewujudkan Kota Hemat
Energi, Prosiding Simnas Peran Arsitektur Dalam Mewujudkan Kota Tropis,
UNDIP Semarang
Frick, Heinz (2006), Arsitektur Ekologis, Penerbit Kanisius Yogyakarta
Priatman, Jimmy,(2003), Energy Conscious Design, Konsep dan Strategi
Perancangan Bangunan di Indonesia, Jurnal Teknik Arsitektur Dimensi, Vol.31,
No.1, Juli 2003, hal. 43-50
Satwiko Prasasto (2005); Arsitektur Sadar Energi, Penerbit Andi, Yogyakarta
Satwiko, Prasasto, (2003), Fisika Bangunan I, Yogyakarta, Penerbit Andi Yogyakarta
Syamsiyah Nor R (2008), Konsep sadar Energy sebagai penerapan Sustainable
Desain dalam Arsitektur, Proseding RAPI UMS Solo.
Sukawi (2010), Kaitan Desain Selubung Bangunan terhadap Pemakaian Energi
dalam Bangunan, Proseding Seminar energi UNWAHAS Semarang
Smith, Peter F. (2005) Architecture in a Climate of Change, McGraw Hill Book
Company, New York.
Vale, Brenda and Robert Vale, (1991), Green Architectur, Design for a Sustainable
Future, Thames and Hudson, London.

Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 143


MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
Heat and Comfort of Micro Climate due to Thermal Properties of Hard Materials of
Ground Surface in Humid Tropics Environment.
Oleh :
Sangkertadi 1, Reny Syafriny 2
(1 Program Studi S2 Arsitektur, Pascasarjana Unsrat)
(2 Mahasiswa Program Doktor Arsitektur Universitas Indonesia
Dosen Jurusan Arsitektur Fak Teknik Unsrat.)

ABSTRAK
Tanggung jawab profesi arsitek perancang kota diantaranya adalah mengkreasikan
lingkungan ruang luar sebaik mungkin bagi para penggunanya. Teknologi ramah lingkungan
dalam konteks arsitektur kota dapat diinterpretasikan sebagai upaya penerapan pada bahan
pelapis permukaan dan selubung masa bangunan. Jenis permukaan lunak dan perkerasan yang
melapisi permukaan taman-taman, halaman parkir, selubung atap dan dinding bangunan,
memainkan peran yang penting dalam hal menghasilkan suhu radiasi dan suhu konveksi
lingkungan ruang luar kawasan kota. Kenyamanan ruang luar yang salah satunya tergantung dari
faktor suhu, dengan demikian maka tergantung pula pada pemakaian bahan pelapis permukaan.
Tulisan ini fokus pada kinerja ternal ruang luar di suatu daerah iklim tropis lembab
dengan mengambil sampel di Kota Manado, Indonesia. Pengukuran setiap jam pada dua tipe
lingkungan sekitar bahan pelapis permukaan ruang luar (aspal dan beton block) saat ada sinar
matahari cerah. Sejumlah perhitungan juga dilakukan untuk komparasi terhadap hasil
pengukuran dan untuk mengetahui tingkat kenyamanan termis akibat penggunaan bahan-bahan
tersebut.
ABSTRAC
Architect or urban designer’s major task is to create the best possible outdoor environment to the
people’s activities. Environmental-friendly technology appreciation in the context of urban
architecture may be interpreted as the application of materials covering buildings envelop and
ground surface. Soft and hard materials covering park space, roofing and envelop wall, play
important role determining convective and radiant temperature of its environment. Outdoor
thermal comfort that influenced by ambiance temperature, is therefore depends on utilization of
surface material.
This paper contains the intention of thermal performance of outdoor environment in a
tropical and humid environment with a case of the city of Manado, Indonesia. One hour steps of
temperature measurement at the surface of hard materials for ground covering (asphalt and
concrete block) without solar shading in a hot season were done. Air temperature of outdoor
space was also recorded. This is to know the effect of using different types of materials on outdoor
environment. Some of calculations were also realized in order to make comparison with the results
from measurement and to know the quantity of outdoor comfort level of the environment. This
study recommend of principles of thermal properties of materials for ground covering of a tropical
environment.

PENDAHULUAN menjadi semakin tinggi di wilayah kota.


Manusia membuat berbagai jenis lingkungan
Dari berbagai sumber menunjukkan bahwa
binaan di perkotaan yang dapat berupa
saat ini sekitar 60% penduduk dunia hidup
bangunan-bangunan tinggi, perumahan,
di kawasan kota, sehingga menyebabkan
prasarana transportasi, fasilitas industry,
tingkat urbanisasi dan kompleksitas yang

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


1
PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

perdagangan, dll. Lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman
fasilitas tersebut menyebabkan perubahan di ruang luar.
iklim mikro dari kondisi yang sebelumnya
adalah kondisi asli alami, menjadi suatu
METODE
kondisi iklim akibat bahan-bahan buatan
manusia. Sejumlah studi juga menghasilkan Secara prinsip alur studi ini sebagaimana
kesimpulan bahwa kota memiliki suasana ditampilkan pada gambar 1 dan 2 yang
iklim yang lebih panas dibandingkan di menunjukkan adanya bagian kegiatan
pedesaan, misalnya yang diungkapkan oleh pengukuran dan perhitungan. Terdapat dua
Naeem Irfan dkk (2001). Lebih dari itu, tahapan kegiatan. Gambar.1. menunjukkan
didalam kota dapat terjadi yang namanya tahapan pertama, dimana dilakukan
Urban Heat Island (Givoni, 1998) yaitu pengkuran iklim mikro sekitar permukaan
suatu kawasan di daerah tertentu yang bahan, kemudian dilakukan perhitungan
memiliki kekhususan karena iklim panas tentang kenyamanan termis pada situasi
yang hanya terdapat di kawasna tersebut, nyata tersebut. Gambar.2. menunjukkan
sedemikian sehingga sampai dinamakan tahapan simulasi, dimana dilakukan
“pulau panas” dalam kota. Apabila tidak identifikasi material sifat termis material
dikendalikan maka peningkatan panas dalam pelapis permukaan ruang luar dan penutup
kota akan semakin tinggi dan menjalar atap, kemudian dilakukan perhitungan suhu
sampai pinggiran kota, bahkan seluruh udara dan suhu radiasi sekitarnya, lalu
wilayah kota juga menjadi semakin panas. diperhitungakan dampak kenyamanan
Perilaku panas di lingkungan ruang luar termis.
perkotaan ini, salah satunya adalah reaksi Jadi studi ini menerapkan metode
klimatologi dari pemakaian bahan pengukuran lapangan dan perhitungan
permukaan ruang luar. Bahan perkerasan simulasi dengan fokus pada dampak termis
yang menutupi tanah dan menggantikan ruang luar akibat penggunaan berbagai jenis
rerumputan serta bahan pemantul panas dari material perkerasan penutup lapisan
selubung masa bangunan, menjadi salah satu permukaan ruang luar. Pengaruh dari sifat
penyebab peningkatan suhu ruang luar, dan termis bahan dan dampak kenyamanan
yang menjadi fokus dari tulisan ini. Jadi termis menjadi fokus dari studi ini. Material
elemen ruang luar tersebut, bukanlah elemen lansekap yang di jadikan obyek
sekedar berfungsi sebagai elemen untuk pengukuran adalah aspal dan beton.
memperindah lansekap, tetapi juga berfungsi Pengukuran dilakukan pada bagian
sebagai pengendali iklim mikro menuju permukaan bahan dan di udara pada
kenyamanan termis bagi manusia ketinggian 1.5 meter diatas bahan-bahan
penggunanya. tersebut. Pengukuran meliputi suhu
Disisi lain, telah dikembangkan rumusan permukaan, suhu udara, kelembaban dan
untuk mengitung kenyamanan termis ruang kecepatan angin setiap jam, selama satu hari
luar di iklim tropis lembab (Sangkertadi & saat matahari bersinar sepanjang hari,
Syafriny R, 2012), yang merupakan dilakukan pada bulan Juli 2008.
persamaan regresi dari fungsi suhu, angin, Pengukuran dilakukan menggunakan alat
aktifitas dan ukuran tubuh manusia. Apabila pen thermometer, thermohygrometer dan
suhu lingkungan ruang luar akibat anemometer. Identifikasi sifat thermal bahan
pemakaian bahan perkerasan dapat dilakukan berdasarkan referensi pustaka,
diketahui, maka dapat diprediksi tingkat seperti masa jenis, konduktifitas, kapasitas
kenyamanan di ruang luar sekitarnya. kalor dan presentasi refleksi radiasi
Tulisan ini memaparkan hasil pengukuran matahari. Untuk kalkulasi skala tingkat
suhu udara dan suhu permukaan disekitar kenyamanan termis ruang luar, digunakan
berbagai bahan perkerasan dan melakukan persamaan yang dikembangkan oleh penulis
(Sangkertadi & Syafriny R, 2012). Sejumlah
perhitungan untuk mengetahui hubungannya
rumus lain juga digunakan untuk kebutuhan
dengan sifat-sifat termis bahan-bahan perhitungan suhu bola hitam dan suhu
perkerasan. Kajian secara khusus dilakukan radiasi rata-rata. Gambar.1 dan 2
di daerah beriklim tropis karena di iklim menunjukkan diagram alir perhitungan
tersebut terjadi akumulasi panas radiasi untuk memperoleh hasil suhu radiasi bola
matahari sepanjang tahun dan kelembaban hitam (globe temperature dan suhu radiasi
rata-rata secara teoretis.

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


2 PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

Gambar.3. Diagram alir perhitungan Suhu


radiasi rata-rata

Rumus untuk mengestimasi tingkat


kenyamanan termis bagi pejalan kaki
(Sangkertadi & Syafriny, 2012) adalah
Gambar.1. Diagram alir perhitungan kenyamanan sebagai berikut:
berdasar data pengukuran suhu permukaan bahan
YJS  3.4  0.36v  0.04Ta  0.08Tg
 0.01HR  0.96 Adu

Dimana:
YJS : Skala kenyamanan termis bagi aktifitas
“jalan normal” (0=nyaman; 1= agak tidak
nyaman; 2=tidak nyaman; 3=sangat tidak
nyaman; -1=agak dingin)
HR: Kelembaban Relatif (%)
Ta: Suhu udara (0C)
Tg: Suhu radiasi – bola hitam (0C)
Adu: Luas kulit tubuh manusia (m2)
v: kecepatan angin (m/s)

Apabila tidak dilakukan pengukuran Tg,


maka dapat dilakukan perhitungan untuk
memperoleh Tg yankni menggunakan rumus
yang dipaparkan oleh Dimiceli, V E, Piltz S
F, Amburn S A, 2011 sebagai berikut:

B  C T  7680000
T  a
Gambar.2. Diagram alir perhitungan kenyamanan
berdasar hasil perhitungan suhu permukaan bahan
g C  256000

Dengan koefisien B dan C sebagai


berikut:
h v 0.58
C
5.3865  10 8
 f db 1.2 
B  S  f  T4
 4 cos z   dif  a a
 

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


3
PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

e  exp 

 17.67 T  T
d a
  1.0007  0.00000346 PHASIL

DAN PEMBAHASAN.
a  T  243.5  Hasil pengukuran dan perhitungan
 d 
ditunjukkan melaluitabel-Tabel 1 s/d 4. Pada
 17.502 T  Tabel 1 dan 3, menunjukkan bahwa suhu
 6.112 exp  a 
 240.97  T  udara pada bagian permukaan bahan
 a memiliki angka jauh lebih tinggi diatas suhu
udara, pada mulai pukul 10 s/d 15. Kondisi
Adapun fdb adalah fraksi (perbandingan) tersebut, disebabkan sifat bahan yang
antara besar radiasi matahari langsung menyimpan dan meradiasikan kembali panas
terhadap radiasi total (direct/global matahari. Pada kisaran pukul 10 s/d 15,
radiation). Sedangkan fdif adalah fraksi angka radiasi matahari memang
radiasi tidak langsung (difuse/global menunjukkan angka yang cukup tinggi yakni
radiation), dan z adalah sudut zenith sekitar 400 sampai 900 Watt/m2 yang
matahari, serta s adalah bilangan konstanta diterima bidang pada posisi datar di Kota
Boltzman senilai 5.67 x 10-8. Sedangkan P Manado (1.50 LU).
adalah angka tekanan pada kondisi standar 1 Nampak pada Tabel.1. bahwa suhu
atm (=101325 Pa). permukaan bahan, mencapai puncak pada
Selanjutnya untuk menghitung suhu Td angka 56.6 0C terjadi pada pukul 11 siang
(dewpoint temperature, dapat dipakau berdasrkan hasil pengukuran. Sedangkan
formulasi sebagai berikut (Snyder & Snow, suhu radiasi rata-rata tertinggi terjadi pada
1996) : jam 12 sebesar 780C terjadi pada jam 12,
237.3  Z berdasrkan hasil perhitungan. Sementara itu,
Td 
1  Z  suhu udara pada ketinggian 1.5 m diatas
permukaan bahan, mencapai puncaknya
 HR  17.27  Ta 
ln   pada angka 33. 9 0C terjadi pada pukul 12
 100  237.3  Ta  siang.
Z
17.27
Tabel.1.
Adapun untuk memperoleh angka suhu Hasil Pengukuran dan Perhitungan Suhu-
permukaan bahan dapat dipergunakan rumus suhu pada kasus Permukaan Bahan Aspal
sebagai berikut (Szokolay, 1980)
S  Pengukuran Perhitungan
TS  Ta 
h Ta (Suhu udara Ts (Suhu
Dimana Jam
1.5 m diatas Permukaan Tg Trm
S: radiasi matahari (Watt/m2) permukaan Bahan)
:difusifitas termis bahan permukaan 7 bahan)
27.5 28.8 41.29 44.56
Td: dewpoint temperature (0C) 8 28.4 34 50.37 55.58
9 31.5 37.3 59.46 66.08
Apabila , tidak diketahui, maka dapat 10 32.5 46.2 64.77 72.42
dipergunakan rumus umum sebagai berikut: 11 33.0 56.6 67.95 76.24
k
 12 33.9 52.4 69.83 78.35
 c 13 31.9 51.2 66.88 75.17
Nilai k,  dan c banyak diperoleh di 14 31.5 49.2 63.78 71.42
sejumlah referensi. 15 30.9 44 58.86 65.48
16 30.5 35.8 52.49 57.71
Pada studi ini besar radiasi matahari, S, 17 30.1 28.4 43.91 47.19
diperoleh melalui estimasi menggunakan
program komputer Matahari (Sangkertadi, Selanjutnya dilakukan perhitungan
2009). kenyamanan termis dengan menggunakan
Sedangkan untuk memperoleh suhu radiasi rumus kenyamanan termis ruang luar secara
rata-rata disekitar bahan permukaan dapat khusus untuk tipe orang dewasa berjalan
dipergunakan rumus sebagai berikut (Huang, kaki, mendapat angin 1 m/s. Rumus yang
2007) : digunakan adalah rumus skala kenyamanan
T  T  0.237  T  T  v YJS oleh Sangkertadi (2012). Hasilnya
rm g  g a disajikan pada Tabel.2, dan nampak bahwa
dari pukul 7 sampai 17, dengan adanya sinar

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


4 PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

matahari langsung pada bulan Juli, maka dimana radiasi matahari dapat mencapai
para pejalan kaki diatas aspal sudah merasa sekitar 900 Watt/m2 pada jam tersebut.
tidak nyaman. Bahkan pada pukul 11 hingga Pada Tabel 4, disajikan hasil perhitungan
14, akan merasakan sangat tidak nyaman skala kenyamanan bagi pejalan kaki yang
dan terasa sakit. Persepsi teoretik tersebut melintas diatas ruang terbuka berlapis bahan
mengarahkan untuk melakukan antisipasi beton, dan berada dibawah terik matahari.
terhadap rancangan arsitektur ruang luar Hasilnya sebagaimana pada tabel tersebut,
agar tidak terjadi rasa tidak nyaman yang bahwa, praktis dari jam 7 pagi hingga jam 5
berlebihan di ruang luar. Salah satu sore, tidak pernah merasakan kenyamanan,
alternative solusi adalah dengan member terutama karena adanya suhu radiasi dari
naungan, sedemikian, hingga tidak ada matahari dan ditambah dari pantulan
radiasi langsung yang menyentuh tubuh permukaan bahan beton.
manusia. Sehingga panas radiasi dari Bahkan pada jam-jam 10 sampai 14 siang,
permukaan bahan juga tidak terlalu besar beresiko rasa sakit karena kepanasan, dan
dan dapat menurunkan angka skala tidak berbahaya, karena bisa beresiko dehidrasi.
nyaman. Pencegahan untuk resiko tesebut, secara
arsitektural dapat dilakukan dengan
Tabel.2. menambah desain naunguan dari
Hasil perhitungan kenyamanan termis bagi penghijauan pepohonan atau dari bahan
pejalan kaki di ruang luar berbahan buatan tertentu. Selain itu, bisa juga
perkerasan aspal dilakukan langkah dengan tindakan
Skala mekanikal, yakni dengan menghembuskan
Persepsi Rasa Kenyamanan
Jam Kenyamanan angin pada keceatan tertentu agar member
PEJALAN KAKI
Yjs dampak evaporative pada kulit manusia
7 1.69 TIDAK NYAMAN untuk tujuan menguapkan keringat dan
8 2.46 TIDAK NYAMAN mendinginkan lingkungan radiatif.
9 3.32 SANGAT TIDAK NYAMAN
SANGAT TIDAK NYAMAN dan Tabel.3.
10 3.82
RASA SAKIT Hasil Pengukuran dan Perhitungan Suhu-
SANGAT TIDAK NYAMAN dan suhu pada kasus Permukaan Bahan Beton
11 4.09
RASA SAKIT
SANGAT TIDAK NYAMAN dan Pengukuran Perhitungan
12 4.28
RASA SAKIT Ta (Suhu udara
Ts (Suhu
SANGAT TIDAK NYAMAN dan Jam 1.5 m diatas
13 3.96 Permukaan Tg Trm
RASA SAKIT permukaan
Bahan)
SANGAT TIDAK NYAMAN dan bahan)
14 3.69
RASA SAKIT 7 26.6 28.8 40.38 43.65
15 3.24 SANGAT TIDAK NYAMAN 8 28.4 30.00 50.37 55.58
16 2.68 SANGAT TIDAK NYAMAN 9 31.5 34.40 59.47 66.09
17 1.98 TIDAK NYAMAN
10 32.4 46.30 64.73 72.38
11 32.8 52.60 67.81 76.11
Pada kasus permukaan berbahan beton,
12 33.7 55.40 69.59 78.11
hasilnya ditampilkan melalui Tabel 3 dan 4.
Nampak pada Tabel 3, bahwa situasinya 13 31.6 48.80 66.51 74.80
tidak jauh berbeda dengan kasus pada 14 31.1 41.20 63.32 70.96
permukaan aspal. Suhu udara pada 15 30.4 43.60 58.35 64.97
ketinggian 1.5 m diatas permukaan lantai 16 30.0 35.80 51.96 57.17
beton di ruang luar, bervariasi antara 17 29.6 33.60 43.41 46.69
minimal 26.6 sampai maksimum 33.70C
pada jam 12 siang. Sementara itu suhu
permukaan beton bernilai pada angka 28.8
pada jam 7 pagi hingga 55.4 pada jam 12
siang dibawah terik matahari. Jelas bahwa
radiasi matahari berperan penting dalam
mempengaruhi suhu radiasi rata-rata. Suhu
radiasi rata-rata (Trm) berdasarkan
perhitungan, secara maksimum mencapai
78.11 0C, yang terjadi pada jam 12 siang

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


5
PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

Tabel.4. 4. Penggunaan teknologi mekanikal di


Hasil perhitungan kenyamanan termis ruang ruang luar, seperti kipas angin
bagi pejalan kaki di luar di lokasi berbahan besar, dapat dilakukan untuk
perkerasan beton
menambah efek evaporative dalam
Skala rangka mencapai angka
Persepsi Rasa Kenyamanan
Jam Kenyamanan kenyamanan yang memadai diruang
PEJALAN KAKI
Yjs
luar.
7 1.58 TIDAK NYAMAN
8 2.46 TIDAK NYAMAN Daftar Pustaka.
1. Dimiceli, V E, Piltz S F, Amburn S
9 3.32 SANGAT TIDAK NYAMAN
A, 2011, Estimation of Black Globe
SANGAT TIDAK NYAMAN Temperature for Calculation of the
10 3.82
dan RASA SAKIT Wet Bulb Globe Temperature Index
SANGAT TIDAK NYAMAN Proceedings of the World Congress
11 4.07
dan RASA SAKIT on Engineering and Computer
SANGAT TIDAK NYAMAN Science 2011 Vol II WCECS 2011,
12 4.26
dan RASA SAKIT October 19-21, 2011, San
SANGAT TIDAK NYAMAN Francisco, USA
13 3.92
dan RASA SAKIT 2. Givoni B, 1998, Climate
SANGAT TIDAK NYAMAN Considerations in Building and
14 3.64
dan RASA SAKIT Urban Design, John Wiley & Sons,
15 3.18 SANGAT TIDAK NYAMAN New York.
16 2.62 SANGAT TIDAK NYAMAN 3. Huang J. Prediction of air
temperature for thermal comfort of
17 1.92 TIDAK NYAMAN people in outdoor environments. Int
Journal on Biometeorology 51:375
KESIMPULAN (2007).
Studi ini menyimpulkan beberapa hal 4. Naeem Irfan, Adnan Zahoor,
sebagai berikut: Nadeemullah Khan, 2001,
1. Permukaan perkerasan apapun, baik Minimising The Urban Heat Island
aspal (berwarna gelap) maupun Effect Through Lanscaping, NED
beton (berwarna terang), keduanya Journal of Architecture and
tetap beresiko menyebabkan Planning, Vol One, Nov. 2001.
tingginya angka suhu udara dan 5. Sangkertadi, 2009, Petunjuk
suhu radiatif pemakaian Program Matahari, Lab
2. Tingginya suhu radiatif dan Sains & Teknologi, Jurusan
Arsitektur, Fakultas Teknik Univ.
besarnya radiasi matahari di ruang
Sam Ratulangi, Manado.
luar, menyebabkan rasa tidak 6. Sangkertadi, Syafriny R, 2012,
nyaman secara signifikan pada Perumusan Kenyamanan Termis
pejalan kaki. Ruang Luar Iklim Tropis Lembab,
3. Pada rancangan ruang luar didaerah Laporan Penelitian Fundamental,
beriklim tropis lembab, disarankan Universitas Sam Ratulangi.
diperbanyak penaungan dengan 7. Snyder R, Snow R, 1996,
Converting Humidity Expressions
penghijauan untuk memberikan
with Computers and Calculators,
efek pendinginan konfektif dan Cooperative Extension Leaflet
mengurangi panas radiatif, 21372, University of California.
sehingga dapat meningkatkan rasa 8. Szokolay,S V, 1980, Environmental
nyaman termis bagi pejalan kaki Science Handbook for architects
yang melintasinya. and builders, The Construction
Press, Lanchaster.

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


6 PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.
MEDIA MATRASAIN
VOL 10 NO 1 Mei 2013

PANAS DAN KENYAMANAN IKLIM MIKRO AKIBAT SIFAT BAHAN


7
PERKERASAN PELAPIS PERMUKAAN RUANG LUAR DI DAERAH
BERIKLIM TROPIS LEMBAB.

Anda mungkin juga menyukai