Anda di halaman 1dari 4

ANALISA KASUS HUKUM

PENETAPAN GISEL ANASTASYA SEBAGAI TERSANGKA


DALAM KAJIAN TEORI HUKUM ALAM, TEORI HUKUM POSITIF
DAN TEORI HUKUM FEMINIS

Disusun Oleh:

IKSAN
NIM. 1369320072

Kelas A
Prodi Magister Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Pattimura Ambon

Tugas Mata Kuliah :


TEORI HUKUM

Dosen Penyaji:
Dr. J. J. PIETERSZ, SH, MH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


PASCASARJANA UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
ANALISA PENETAPAN GISEL ANASTASYA SEBAGAI TERSANGKA
DALAM KAJIAN TEORI HUKUM ALAM, TEORI HUKUM POSITIF DAN
TEORI HUKUM FEMINIS

DESKRIPSI KASUS
Artis Gisella Anastasia (30) dan pria bernama Michael Yokinobu de Fretes ditetapkan
sebagai tersangka kasus penyebaran video porno pada Selasa 29 November 2020. Pihak
kepolisian menjelaskan, penetapan tersebut dilakukan setelah dua kali gelar perkara dan
pemeriksaan keduanya sebagai saksi. Baik GA maupun MYD mengaku sebagai pemeran
yang berhubungan seks dalam video syur yang viral pada awal November 2020 lalu. GA dan
MYD disangkakan pasal Pasal 4 Ayat 1 jo Pasal 29 atau Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44
tahun 2008 tentang pornografi dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun.

ANALISA KASUS

A. KAJIAN TEORI HUKUM ALAM


Hukum alam berusaha memberikan solusi yang pasti terhadap masalah keadilan,
untuk menjawab permasalahan tentang apa yang dikatakan benar dan salah dalam hubungan
sosial antar manusia. Jawabannya didasarkan pada asumsi bahwa mungkin untuk
membedakan perilaku manusia yang natural, yang sejalan dengan alam karena perilaku itu
dituntun oleh alam, dan perilaku manusia yang tidak natural, yang bertentangan dengan alam,
dan dilarang oleh alam. Hukum alam memandang etika dan moralitas sebagai hukum yang
sebenarnya. Dalam kasus penetapan tersangka arti GA menurut teori hukum alam adalah
sebuah Tindakan yang benar, karena perbuatan tersebut melanggara etika dan moral sebagai
norma-norma yang mengatur perilaku manusia. Norma-norma yang berdasar pada akal budi
yang merupakan prinsip hukum alam yang mengatur perilaku manusia dan
mengkarateristikan dalam perbuatan yang baik, dan benar.

B. TEORI HUKUM POSITIF


Dalam kajian teori hukum positif, semua norma yang baik atau buruk didasarkan pada
aturan legal yang ditetapkan oleh negara, pada kasus penetapan artis GA sebagai tersangka,
sudah sesuai dengan teori hukum positif karena dilakukan oleh pihak Kepolisian sebagai
pelaksana keadulatan hukum legal yang ditentukan oleh negara. Perbuatan artis GA ini
dianggap melanggara Pasal 4 Ayat 1 Dalam pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2008 tentang Pornografi tertulis bahwa setiap orang dilarang memproduksi, membuat,
memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi. Adapun
konten yang dianggap pornografi mencakup enam hal, yaitu persenggamaan, kekerasan
seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak. Penjelasan Pasal 4 Ayat 1, dipaparkan
bahwa yang dimaksud 'membuat' dikecualikan jika diperuntukan dirinya sendiri atau
kepentingan sendiri.
Pasal 8 Pada pasal 8 UU Pornografi tertulis, setiap orang dilarang dengan sengaja atau
atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan. Dengan kata
lain, meski kedua pemeran video sama-sama memberikan persetujuan pembuatan untuk
kepentingan pribadi, hal tersebut tetap dianggap sebuah pelanggaran. Pada Penjelasan Pasal
8, tertera pengecualian. Di sana tertulis bahwa jika pelaku dipaksa dengan ancaman atau
diancam atau di bawah kekuasaan atau tekanan orang lain, dibujuk atau ditipu daya, atau
dibohongi oleh orang lain, (maka) pelaku tidak dipidana.
Pasal 29 Pada Pasal 29 UU Pornografi dijelaskan mengenai pidana. Isinya bahwa
setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan,
menyewakan menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar.

C. TEORI HUKUM FEMINIS


Pada kasus penetapan GA sebagai tersangka oleh Kepolisian, menurut aliran
Feminisme adalah suatu kesalahan karena aliran ini menganggap bahwa perempuan semata-
mata sebagai obyek. Karena obyek maka, GA sesungguhnya adalah korban. Aliran ini
menitik-tekankan korban pornografi itu selalu perempuan dan oleh karenanya tersurat juga
bahwa pelakunya selalu laki-laki. Secara umum, mereka memandang pornografi sebagai
bentuk kekerasan terhadap perempuan (Pornography is not really about sex but about
violence against women) yang juga secara langsung mendorong tingginya angka perkosaan
terhadap perempuan (pornography is the theory, rape is the practice).
Dalam pandangan aliran feminisme, pornografi adalah bentukan dari sistem patriarkhi
yang melihat perempuan semata-mata sebagai obyek keindahan, inspirasi seni, dan korban
empuk dari kehausan birahi dunia industri. Pihak-pihak yang terlibat dalam industri ini
mengatasnamakan pornografi sebagai forum hiburan, kesenangan, dan ekspresi kebebasan.
Tentu saja kebebasan yang dimaksud hanya milik mereka yang memperlakukan pornografi
sebagai kebebasan dan kesenangan. Perempuan dibius sehingga mereka seakan-akan rela
menyodorkan tubuhnya untuk ditelanjangi, dieksploitasi, dan dipajang. Perempuan yang tidak
terlibat dirayu untuk mengimitasi apa yang dilakukan oleh rekan perempuan mereka. Pada
akhirnya, yang terlihat dipermukaan adalah perempuan sangat menyukai dan menikmati
eksploitasi itu bahkan meminta untuk tidak dihentikan. Kenapa perempuan, sesungguhnya,
adalah korban? Padahal mereka senyatanya adalah pelaku? Bagi aliran ini, ketimpangan
power antara perempuan dan laki-laki di dunia patriarkhis telah membungkam perempuan
untuk menolak tawaran-tawaran yang membius mereka. Pornografi semakin membungkam
perempuan dan menjadikan perempuan sebagai subhuman. Tubuh perempuan sepenuhnya
dikontrol oleh pihak-pihak yang berkuasa. Kalaupun ada upaya untuk meminimalisir
pornografi, maka biasanya dunia patriarkhi malah melindungi pihak-pihak yang
mengeksploitasi dan melakukan kekerasan terhadap perempuan itu sendiri, bukan
menyelamatkan perempuan dari kejahatan sistem eksploitasi itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai