Anda di halaman 1dari 3

Nama : ERWIN KURNIA

NIM : 223610028

Studi kasus pencairan dana L/C fiktif pada PT. BNI Tbk
Terungkapnya kasus pembobolan surat kredit (L/C) di Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun dan
di Bank BRI senilai Rp 294 miliar telah membuat semua kalangan prihatin. Letter of Credit atau
biasa disebut L/C adalah suatu instrumen perbankan yang sangat penting, khususnya dalam
perdagangan ekspor impor yang digunakan sebagai sarana untuk memudahkan penyelesaian
utang-piutang dalam perdagangan internasional. Namun dalam kasus ini penggunaan L/C telah
disalahgunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengawasan Bank Indonesia
terhadap keluar masuknya devisa negara khususnya dalam perdagangan dengan negara lain
dengan menggunakan letter of credit dan untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan Bank
Indonesia untuk mencegah adanya pencairan dana dengan menggunakan letter of credit fiktif.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan
situasi dan kondisi yang diteliti dihubungkan dengan isi peraturan yang berlaku yang berhubungan
dengan judul penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian
kepustakaan dan penelitian lapangan untuk memperoleh data sekunder maupun data primer. Data
sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Sedangkan data primer diperoleh melalui
penelitian lapangan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Penelitian ini dilakukan di
PT. Bank Nasional Indonesia Tbk Cabang Kebayoran Baru dan di Bank Indonesia. Data penelitian
setelah dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, diperoleh hasil bahwa
pengawasan Bank Indonesia terhadap keluar masuknya devisa negara khususnya dalam
perdagangan dengan negara lain dengan menggunakan letter of credit adalah secara tidak
langsung, yaitu dengan melakukan pemeriksaan atas kepatuhan ketentuan BI baik intern maupun
ekstern.Secara langsung BI tidak mengatur tentang penerbitan Letter Of Credit (L/C). Dalam
hubungan ini BI menerbitkan surat edaran nomor: 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 yang
menyatakan bahwa semua L/C yang diterima dan diterbitkan oleh Perbankan Indonesia harus
mengacu kepada Uniform Customs and Practics for Documentary Credit atau bisa disingkat UCP
Publikasi nomor 500. Kemudian Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia untuk
mencegah adanya pencairan dana dengan menggunakan letter of credit fiktif adalah dengan cara
memastikan solvabilitas dan sehatnya posisi keuangan suatu bank. BI juga berupaya melakukan
pencegahan risiko sistemik (systemic risk) dengan pengaturan harga, kredit, dan prudensial,
pembatasan kegiatan yang boleh dan tidak boleh. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan
pemeriksaan periodik secara umum meliputi seluruh atau sejumlah cabang bank.
BEBERAPA KASUS BANK GARANSI DI INDONESIA
Belakangan ini sering terjadi kasus hukum akibat penyalahgunaan surety bond dan bank garansi
yang menimbulkan kerugian triliunan rupiah. Sebagai ahli broker asuransi kami ingin
memberikan penjelasan tentang seluk-beluk dari surety bond dan bank garansi agar masyarakat
tahu dan bisa terhindar dari kasus yang merugikan.
Surety Bond dan bank garansi adalah dua instrumen keuangan yang diperlukan di dalam sebuah
kontrak/perjanjian antara beberapa pihak, biasanya terdiri dari pihak pemberi kerja (obligee),
penerima kerja/kontraktor (principal) dan penjamin (surety). Fungsi surety bond dan bank garansi
sebagai jaminan bahwa kontraktor (principal) akan melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang
sudah disepakati.
Untuk memastikan bahwa kontraktor sanggup melaksanakan kewajibannya, pihak pemberi kerja
(obligee) meminta jaminan berupa uang atau asset. Jika kontraktor gagal maka jaminan tersebut
akan disita dan menjadi milik pemberi kerja.
Untuk mendapatkan kedua jaminan ini tidak mudah karena perusahaan asuransi dan bank akan
melakukan evaluasi dan analisa yang mendalam tentang isi kontrak. Kemudian mempelajari
profile dari para pihak, latar belakang, pengalaman kerja, perizinan, pihak-pihak pendukung dan
yang paling penting adalah laporan keuangan.
Jika hasil evaluasi tidak memuaskan, maka permintaan akan ditolak. Biasanya kontraktor akan
mencoba mendapatkan dukungan dari bank dan asuransi lain. Jika kondisi perusahaan memang
tidak bagus maka tidak akan ada perusahaan asuransi dan bank yang bersedia walaupun dengan
premi asuransi dan fee bank yang sangat tinggi sekalipun.
Ketika kontraktor tidak bisa mendapatkan jaminan, sementara pihak pemberi kerja (obligee) terus
menuntut agar dokumen segera diberikan, kondisi seperti ini bisa menjadi salah satu penyebab
timbulnya kejahatan terhadap penerbitan surety bond dan bank garansi. Penyebab lain adalah
karena principal enggan untuk mengeluarkan biaya penerbitan surety bond dan bank garansi.
Atau karena terlalu yakin dan “over confidence” bahwa proyek akan berjalan lancar.
Berikut ini kami tuliskan 5 kasus besar surety bond dan bank garansi yang pernah terjadi di
Indonesia:

1. Penerbitan Bank Garansi Palsu Rp. 30 miliar

Seperti yang dilaporkan oleh kompas.com, pada tanggal 20 Desember 2019, Aparat Polda Metro
Jaya menangkap enam tersangka pelaku penipuan penerbitan bank garansi senilai Rp 30 miliar.

2. Morgan Stanley Terima Bank Garansi Palsu senilai USD 55 juta

Dilaporkan oleh Detik Finance pada tanggal 29 April 2011, Morgan Stanley sedang dibuat
bingung oleh Bank Garansi palsu ‘Bank Mandiri’ yang diterbitkan berkaitan dengan fasilitas
kreditnya kepada beberapa perusahaan peminjam dan obligor di Indonesia.

3. PT Cikarang Listrindo (PTCL) – Tuntut Jaminan Uang Rp. 32 miliar

Dilaporkan oleh Wartaekonomi.co.id 23 Agustus 2017, PT Cikarang Listrindo (PTCL)


melaporkan PT Hamson Indonesia (PTHI) ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan
bank garansi terbitan Bank Mandiri, dengan nomor laporan polisi dengan dugaan tindak pidana
yang dilakukan adalah pemalsuan dan penipuan.

4. Asuransi Recapital digugat US$ 4,6 juta dan US$ 1 juta US$ 3,6 juta.

Dilaporkan oleh CNN Indonesia 29/06/2015 lalu bahwa PT Asuransi Recapital digugat oleh KZIS
karena tidak membayar uang jaminan (surety bonds) senilai US$ 4,6 juta. Bonds itu terdiri dari
advance payment bond US$ 1 juta dan performance bonds US$ 3,6 juta.
5. OJK terima pengaduan kasus Surety Bond sebanyak 51 kasus tahun 2016

Sesuai dengan berita dari kontan.co.id berdasarkan laporan Deputi Direktur Pengawasan
Asuransi OJK pengaduan klaim terbanyak asuransi kepada OJK berasal dari lini usaha suretyship
sebesar 31% dari 100% keseluruhan pengaduan klaim. “Jumlahnya ada 51 dan suretyship ini
menanggung proyek di bidang infrastruktur.
Kasus-kasus diatas memperlihatkan bahwa kejahatan dalam penerbitan surety bond dan bank
garansi adalah nyata. Oleh karena itu sebagai konsultan dan broker asuransi yang spesialis di
bidang Financial Risks kami sarankan agar perusahaan senantiasa berhati-hati dalam proses
penerbitan jaminan yang diperlukan. Gunakan selalu jasa konsultan/broker asuransi resmi yang
terdaftar di OJK. Periksa daftar pengalaman kerja dan perusahaan yang telah berhasil mereka
tangani.
L&G pengalaman lebih dari 10 tahun di bidang surety dan bank garansi. Sudah berhasil
menerbitkan ribuan sertifikat surety bond dan bank garansi untuk semua jenis industri. L&G
mempunyai team khusus yang mampu melakukan analisis pendahuluan sebelum diajukan ke
perusahaan asuransi dan bank. Mempunyai komunikasi yang sangat baik dengan perusahaan
asuransi terkemuka dan juga dengan bank-bank penerbit bank garansi. Semua itu membuat proses
penerbitan lebih cepat dan dengan biaya yang lebih kompetitif.

Anda mungkin juga menyukai