Repo File 101242 20210623 110448
Repo File 101242 20210623 110448
TINJAUAN PUSTAKA
1. Arcus pedis
Tulang penyusun pedis tidak berada pada suatu bidang horizontal, tulang-
tulang tersebut membentuk arcus longitudinal dan transveral yang relatif terhadap
tanah, yang berperan untuk menyerap dan mendistribusikan gaya yang berjalan
turun dari tubuh saat berdiri tegak maupun bergerak di berbagai permukaan yang
berbeda
a. Arcus longitudinal
caput metarsal. Arcus longitudinal paling tinggi pada sisi medial yang
membentuk bagian medial arcus longitudinal, dan yang paling rendah pada sisi
1
2
7
8
b. Arcus transversal
Arcus transversal
aponeurosis plantaris.
2 1
3
4
dan meluas ke arah depan sebagai suatu pita tebal serabut-serabut jaringan ikat
arah anterior dan membentuk pita-pita digitalis, yang memasuki digit pedis dan
berhubungan dengan tulang, ligamen dan lapisan dermis kulit. Di bagian distal
longitudinal pedis dan melindungi struktur-struktur yang lebih dalam pada regio
plantar pedis.
Otot yang menjadi penyangga dinamis pada arcus saat berjalan meliputi
otot tibialis anterior dan posterioran fibularis longus. Otot intrinsik pedis yang
berorigo dan berinsersio pada pedis yaitu: otot (1) ekstensor digitorum brevis dan
ekstensor hllucis brevis pada dorsal pedis, dan (2) seluruh otot intrinsik lainnya
terletak pada sisi plantar pedis, otot-otot tersebut tersusun ke dalam empat lapisan.
Otot intrinsik terutama memodifikasi aksi tendon yang panjang dan menghasilkan
1) Lapisan pertama
1
2
3
Gambar 2.5 Otot-otot lapisan pertama pada regio plantar pedis (Drake et al.,
2012)
Keterangan gambar 2.5
1. Otot abduktor hallucis
2. Otot fleksor digitorum brevis
3. Otot abduktor digiti minimi
11
2) Lapisan kedua
3
2
Gambar 2.6 Otot-otot lapisan kedua regio plantar pedis (Drake et al., 2012)
Keterangan 2.6
1. Otot lumbrical 3. Tendon otot fleksor digitorum longus
2. Otot quadratus plantae
3) Lapisan ketiga
1
2
3
4
Gambar 2.7 Otot-otot lapisan ketiga regio plantar pedis (Drake et al., 2012)
Keterangan 2.7
1. Otot adduktor hallucis caput transversum 2. Otot fleksor hallucis brevis
3. Otot adductor hallucis caput oblicium 4. Otot fleksor digiti minimi brevis
12
4) Lapisan keempat
1
2
Gambar 2.8 Otot-otot lapisan keempat regio plantar pedis (Drake et al., 2012)
Keterangan gambar 2.8
1. Otot interosseus dorsal
2. Otot interosseus plantar
2. Biomekanik kaki pada saat berjalan
a. Siklus Berjalan
dan tanpa hak tinggi menunjukkan bahwa panjang langkah memendek, penurunan
durasi fase menapak, peningkatan durasi fase mengayun dan penurunan rasio
b. Windlass Mechanism
biomekanik, gerak telapak kaki pada saat posisi berjinjit termasuk dalam
pengungkit 2, yaitu beban terletak diantara gaya dan titik penyokong, tumpuan
berat badan berada pada ujung telapak kaki yang akan mempengaruhi fasia plantar
(Sysbania dkk., 2018). Saat berjalan, kaki mendapatkan banyak tekanan yang
mempertahankan arcus tersebut, siklus pada saat berjalan tidak dapat berjalan
fasia plantar serta menyokong arcus, sehingga terjadi penguatan jari-jari kaki.
14
B. Nyeri Tumit
1. Nyeri
tidak nyaman yang terkait dengan adanya kerusakan jaringan baik aktual maupun
keluhan utama yang paling sering dialami pasien dan kegelisahan akibat nyeri
perseptual dan sensual yang penting bagi tubuh untuk terlindungi dari cedera
sehingga manusia dapat bertahan hidup (Swieboda et al., 2013). Nyeri bersifat
subjektif setiap individu dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti budaya,
intervensi yang adekuat untuk menghilangkan nyeri karena nyeri yang tidak
ditangani dengan baik dapat memperparah kondisi fisik maupun mental dari
pasien tersebut. Setiap persepsi nyeri yang timbul akan membuat tubuh merespon
sistem organ pasien yang mengalami nyeri tersebut (Ryantama, 2017). Nyeri
berdasarkan durasi terjadinya dikategorikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.
nyeri akibat adanya tekanan dari berat tubuh pada jaringan myofascial telapak
kaki. Nyeri myofascial merupakan nyeri yang ditandai dengan adanya nyeri lokal
maupun nyeri kiriman (reffered pain) pada otot rangka serta hadirnya titik-titik
dan Kuntono, 2016). Sindrom nyeri myofascial dapat juga terjadi setelah adanya
kontraksi otot secara berulang yang mungkin disebabkan oleh pekerjaan atau hobi
atau oleh ketegangan otot (Wijayanti dkk, 2017). Nyeri dapat timbul oleh karena
kimiawi. Kemudian stimulus akan diterima oleh reseptor nyeri yang disebut
impuls saraf secara lambat yang disebut dengan serabut saraf C, serta saraf-saraf
16
impuls saraf lebih cepat yang disebut serabut saraf Aδ Lalu akan lanjut menuju
(Ryantama, 2017).
banyak hal yang menyatakan gejala dan kondisi yang tidak dapat ditentukan yang
mempengaruhi aspek plantar medial tumit, atau lokasi penempatan fasia plantar
pada tuberositas medial tulang calcaneus. Nyeri tumit dapat timbul dalam waktu
yang singkat (akut) baik secara terus-menerus maupun intermiten. Jika nyeri
berlangsung selama lebih dari enam bulan maka dapat dianggap nyeri tumit kronis
disebabkan oleh transduksi mekanik. Pada kondisi yang kronis, nyeri tumit akan
menjadi nyeri myofascial akibat lengketnya fasia dengan serabut myofibril otot
tersebut.
fasitis plantar, fat pad atrophy, rupturnya sebagian atau seluruhnya fasia plantar,
fraktur karena ketegangan pada tulang calcaneus, impingement pada saraf plantar,
nyeri tumit. Fasitis plantar adalah penyebab paling umum terjadinya nyeri tumit.
Nyeri tumit bisa terjadi akut maupun kronis. Penyebabnya antara lain: (1) faktor
17
anatomi kaki yaitu panjang tungkai yang tidak sama, pes planus, kelemahan otot,
ketidakseimbangan otot dan pemendekan fasia plantar. (2) Faktor yang terkait
peningkatan derajat aktivitas secara tiba-tiba, pemakaian alas kaki yang tidak
tepat, dan latihan pada permukaan yang keras. (3) Faktor sistemik seperti obesitas
dan faktor penyakit sistemik seperti gout, arthritis, hiper lipoproteinemia, dan
terjadinya fasitis plantar yaitu pekerjaan yang membutuhkan ambulasi dan dan
Pada saat fase weight-bearing dari pola jalan, tapak/telapak kaki akan
tertekan dan tertarik secara paksa beserta fasia. Saat berjalan terutama yang
menggunakan alas kaki berhak tinggi, fasia akan tertarik paksa secara berulang
frekuensi dan intensitas, degenerasi secara progresif mungkin akan terjadi di fasia
dan microtears fasia itu sendiri, yang mana akan mengaktivasi reseptor nyeri dan
spasme pada regio plantar yang mengakibatkan inflamasi dan nyeri kronis
(Ferreira, 2014). Nyeri pada tumit tersebut akan berdampak pada myofascial
C. Myofascial Release
rasa nyeri. MFR merupakan terapi yang mengacu pada teknik manual yang
keterbatasan fasia.
fibrous bands dari jaringan ikat, atau fasia. Peregangan dari MFR yang lembut
atau saraf, MFR juga dapat meningkatkan pemulihan kekuatan bawaan tubuh
dengan meningkatkan sirkulasi dan transmisi sistem saraf, sehingga MFR dapat
noxius ke otak akan terhambat, sehingga akan terjadi penurunan nyeri (Al Gifari
dkk., 2019).
19
emosi terpendam yang mungkin akan berkontribusi terhadap rasa sakit dan stres di
dalam tubuh. MFR bekerja pada regio otot dan jaringan ikat yang lebih luas
(Yadav, 2012).
sitting, (2) bersihkan telapak kaki subjek menggunakan alcohol swab, (3) satu
tangan terapis mengekstensikan jari-jari kaki sampai LGS maksimal, satu tangan
yang lain menggerus fasia plantar dari atas ke bawah (dosis: 30 detik, jeda 10
inflamasi akut, (2) pasien pengkonsumsi obat antikoagulan harus dipantau, (3)
selulitis dan penyakit infeksius lainnya, (4) Deep Vein Thrombosis (DVT), (5)
fraktur tulang (lokal), (6) hematoma (lokal), (7) hipermobilitas sendi (lokal), (8)
keganasan (lokal), (9) osteoporosis, (10) Rheumatoid Arthritis (RA), (11) edema
yang parah, (12) strain akut atau keseleo (lokal), (13) varises (lokal) (Grant dan
Riggs, 2009).
20
D. Passive Stretching
fibrotik yang terlihat di fasia pada fasitis plantar kronis. Stretching pada fasia
plantar diberikan dengan tujuan menekan rasa sakit dan mengembalikan fungsi
mekanik untuk perbaikan pola jalan (Kumar, 2017). Stretching dapat mengurangi
darah, sehingga regio yang teriritasi dapat pulih oleh proses fisiologis tubuh
terulurnya otot dan golgi tendon akan terstimulasi secara optimal, frekuensi
potensial aksi serabut afferent yang berasal dari muscle spindle pun meningkat
sehingga sirkulasi dapat berjalan lancar dan nyeri juga dapat berkurang (Hardjono,
2005).
21
sitting, (2) bersihkan telapak kaki subjek menggunakan alcohol swab, (3) satu
tangan terapis fiksasi belakang tumit, satu tangan yang lain mengekstensikan jari-
jari kaki sampai LGS maksimal (dosis: 30 detik, jeda 10 detik, diulang 3 kali), (4)
fraktur atau fraktur tidak stabil, (2) terdapat tanda dan gejala osteoporosis, (3)
terdapat pengurangan dan penurunan fungsi pada regio ekstremitas, (4) sedang
mengalami cedera atau keseleo, (5) masih terdapat tanda-tanda inflamasi akut
ataupun proses infeksi disekitar sendi, (6) terdapat nyeri tajam dan akut ketika
sendi digerakkan atau saat otot diregangkan (Apriani, 2018), (7) pasca operasi
plantar kronis. Subjek diambil secara acak / simple random sampling yang dibagi
subyek berdasarkan umur, jenis kelamin, durasi dari gejala dan IMT tidak terdapat
perbedaan yang signifikan. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu
pemberian myofascial release dan stretching pada penderita plantar fasciitis dapat
Eksperimen Semu karena semua variabel tidak dikontrol oleh peneliti. Desain
penelitiannya adalah pre and post with two group design, yaitu membandingkan
54 tahun yaitu sebanyak 8 (40%) orang, subyek yang berusia 40-44 tahun
sebanyak 5 (25%) orang, dan yang berusia 45-49 tahun sebanyak 3 (15%) orang.
kelamin perempuan yaitu sebanyak 11 (55%) orang, dan yang berjenis kelamin
(p<0.05) yang menunjukkan bahwa ada pengaruh dari pemberian stretching dan
didapatkan hasil p-value sebesar 0.030 (p<0.05) yang menunjukkan bahwa ada
F. Kerangka Pikir
Subjek
Transduksi mekanik:
1. Berdiri dalam waktu yang lama
2. Penggunaan high heel dalam waktu yang lama
3. Penumpuan berat badan dalam waktu yang lama
pada posisi statis
4. Overstretch fasia plantar dalam waktu yang lama
5. Overuse otot-otot plantar
Aktivasi nosiseptor
Reaksi inflamasi
Nyeri tumit
melepaskan mengurangi
keterbatasan fasia Nyeri menurun ketegangan jaringan
meredakan tekanan mencegah
pada jaringan ikat terjadinya
membebaskan dan kontraktur jaringan
melembutkan adhesi menekan rasa sakit
memperpanjang fasia melancarkan sirkulasi
meningkatkan sirkulasi darah
dan transmisi sistem meningkatkan
saraf mobilisasi gerakan
melepaskan emosi mengembalikan fungsi
terpendam mekanik
perbaikan pola jalan
- Medikamentosa
- Aktivitas subjek
Subjek
yang
- Dosis
memenuhi Dibandingkan
- Keterampilan terapis
kriteria
inklusi
- Medikamentosa
- Aktivitas subjek
H. Hipotesis
myofascial release terhadap penurunan nyeri tumit pada Sales Promotion Girls,
(2) ada pengaruh pemberian passive stretching terhadap penurunan nyeri tumit
pada Sales Promotion Girls, (3) ada perbedaan pengaruh antara myofascial
release dan passive stretching terhadap penurunan nyeri tumit pada Sales
Promotion Girls, (4) myofascial release lebih baik dibandingkan dengan passive