Anda di halaman 1dari 25

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori dan metode yang akan digunakan
untuk pemecahan masalah. Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang
berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

2.1 Tulang dan Deformitas


Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur Kalsium dan fosfat (Price dan
Wilson, 2002). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :

Gambar 2.1 Anatomi Tulang Manusia


Sumber: Philip Tate. 2012. Seeley's Principles of Anatomy & Physiology, 2/e. Chapter 7:
Anatomy of Bones and Joint

commit to user

II-1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang ekstrimitas
bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara
gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: (Price dan Wilson, 2002)
1. Tulang Koksa (tulang pangkal paha)
2. Tulang Femur (tulang paha)
3. Osteum Tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
4. Tulang Tarsalia (tulang pangkal kaki)
5. Meta Tarsalia (tulang telapak kaki)
6. Falangus (ruas jari kaki)

Gambar 2.2 Anggota Gerak Bawah


Sumber: Philip Tate. 2012. Seeley's Principles of Anatomy & Physiology, 2/e. Chapter 7:
Anatomy of Bones and Joint

Sedangkan tulang ekstrimitas atas atau anggota gerak atas dikaitkan pada
batang tubuh dengan perantara gelang bahu terdiri dari: (Price dan Wilson, 2002)
1. Tulang Skapula (tulang belikat)
2. Tulang Klavikula (tulang selangka)
3. Tulang Humerus (tulang lengan atas)
4. Tulang Ulna (tulang hasta)
5. Tulang Radius (tulang pengumpil)
commit to user
6. Tulang Karpal (tulang pergelangan tangan)

II-2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a. Metacarpalia (tulang metakarpal)


b. Falangus (ruas jari tangan)

Gambar 2.3 Anggota Gerak Atas


Sumber: Philip Tate. 2012. Seeley's Principles of Anatomy & Physiology, 2/e. Chapter 7:
Anatomy of Bones and Joint

Setiap tulang memiliki kisaran panjang dan kisaran sudut tertentu yang
diijinkan. Ketika panjang dan sudut yang dihasilkan melebihi kisaran tersebut,
maka dapat dikatakan tulang tersebut mengalami deformitas. Deformitas tulang
merupakan penyimpangan yang terjadi dari struktur atau posisi tulang yang normal
(Shapiro, 2016). Deformitas pada ekstermitas disebabkan oleh dua faktor utama
(Shapiro, 2016) :
1. Mutasi gen yang menyebabkan kelainan tulang (perkembangan jaringan
tulang maupun tulang yang sedang berkembang secara abnormal).
2. Trauma (luka berat) yang dapat berakibat pada fraktur (terputusnya
kontinuitas tulang).
Deformitas yang terjadi pada ekstermitas berdasarkan bidangnya dapat dibagi
menjadi dua :
commit to user

II-3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Deformitas uni-planar. Merupakan deformitas yang terjadi hanya pada salah


satu bidang (plane). Contoh: kaki yang panjang sebelah.
2. Deformitas multi-planar. Merupakan beberapa deformitas pada satu
ekstermitas yang melibatkan lebih dari satu bidang. Contoh: Bowlegs (kaki
O) atau Knock-Knee (kaki X) akibat rakithis atau blount disease.

Kaki X Kaki Normal Kaki O


Gambar 2.4 Posisi Kaki X, Kaki Normal, dan Kaki O
Sumber: Paley, 2002

2.2 Koreksi Tulang


Beberapa deformitas yang terjadi dapat berupa deformitas yang sangat ringan
sehingga tidak perlu dilakukan perawatan karena tidak menimbulkan masalah pada
saat ini dan sangat kecil kemungkinan untuk menimbulkan masalah di masa
mendatang. Koreksi tulang diperlukan ketika deformitas yang terjadi menyebabkan
ketidaknyamanan dan berpotensi menimbulkan masalah di masa mendatang.
Koreksi tulang dapat dilakukan dengan dua pendekatan umum berikut (Shapiro,
2016) :
1. Koreksi tulang dengan mengobati gangguan mendasar yang ada secara medis.
Sebagai contoh yaitu penanganan infeksi dengan memberikan antibiotik,
commit
artropati hemofilik (kelainan to user
sendi) dengan penggantian faktor, rakhitis

II-4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan pemberian vitamin D, dan cerebral palsy spastik (kekakuan otot


akibat perkembangan otak secara abnormal) dengan terapi pelemas otot.
2. Koreksi dengan mengobati deformitas yang telah terjadi secara ortopedi.
Penanganan ortopedi dapat dilakukan dengan :
a. Teknik non-operatif/tanpa operasi (istirahat, latihan gerak, latihan
peregangan, pemberian obat penghilang rasa sakit dan pelemasan otot,
imobilisasi dengan bantuan penyangga, dsb)
b. Teknik operatif/dengan operasi. Teknik ini didukung dengan operasi
terhadap otot, ligamen, sistem sambungan, lempeng pertumbuhan, dan
terhadap tulang (osteotomi). Untuk menghasilkan koreksi penuh pada
penanganan ini dapat dilakukan baik dengan satu intervensi saja maupun
dengan memperbaiki satu aspek deformitas saja kemudian mengandalkan
pertumbuhan dan reposisi tulang yang saling berdekatan secara spontan.

2.2.1 Dimensi atau Parameter Deformitas untuk Rekonstruksi Tulang


Koreksi tulang dengan deformitas ringan dapat dilakukan dengan operasi
rekonstruksi tulang dalam satu dimensi seperti limb lenghtening (pemanjangan
tulang). Sedangkan koreksi tulang dengan deformitas kompleks membutuhkan
operasi rekonstruksi tulang dalam tiga dimensi. Rekonstruksi tiga dimensi
merupakan teknik yang mampu mengkoreksi deformitas multiaksial/deformitas
aksial pada tiga bidang (dimensi). 3 dimensi atau parameter deformitas yang
berkaitan dengan proses rekonstruksi tulang antara lain:
a. limb lengthening : Ketika tulang mengalami fraktur/patah, maka
secara alami tulang tersebut akan mengalami regenerasi untuk
memperbaiki fraktur. Pemanjangan bekerja dengan cara memisahkan
tulang dan mengalihkan (memisahkan) segmen tulang dengan sangat
lambat sehingga tulang baru dapat terus terbentuk di celah yang ada.
Ketika segmen tulang secara perlahan teralihkan, tulang beregenerasi
dan akan menghasilkan peningkatan panjang dari tulang tersebut.
b. Angulasi dan Rotasi : untuk menggambarkan angulasi dan rotasi
dalam fraktur, arah tulang distal dan derajat angulasi sangat
commit
berkaitandengan tulang to user Angulasi medis dapat disebut
proksimal.

II-5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

'varus' dan angulasi lateral 'valgus'. Sedangkan rotasi tulang panjang


dibagi menjadi internal dan eksternal.

Gambar 2.5 Posisi Angulasi dan Rotasi


Sumber: Taylor, 2002

c. Translasi : jarak tegak lurus dari fragmen referensi ke titik yang sesuai
pada fragmen bergerak. Pemisahan titik yang berdekatan (atau yang
bersesuaian) dari titik asal. Translasi dapat diukur sepanjang sumbu
koordinat dari fragmen referensi. (lihat gambar 2.5)

Gambar 2.6 Posisi Translasi


Sumber: Taylor, 2002
commit to user

II-6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.2.2 Osteotomi untuk Rekonstruksi Tulang


Osteotomi merupakan teknik koreksi tulang dengan cara memotong bagian
tertentu pada tulang untuk mereposisi tulang tersebut (Shapiro, 2016). Dengan
dilakukan reposisi, tulang yang mengalami deformitas tersebut di konstruksi ulang
(rekonstruksi) sehingga menjadi tulang dengan bentuk normal/mendekati normal.
Tulang yang masih dalam tahap rekonstruksi atau pasca rekonstruksi perlu
distabilkan sehingga mampu mempertahankan hasil koreksi dan meningkatkan
pemulihan pasca operasi. Beberapa metode yang telah telah dikembangkan untuk
menstabilkan bagian tulang tersebut yaitu (Shapiro, 2016) :
1. Cast or splint fixation. Merupakan imobilisator eksternal berupa pembalut
dari fiberglass/plaster yang bersifat keras/kaku yang menyelimuti anggota
tubuh yang perlu distabilkan. Cast dicetak mengelilingi bagian tubuh yang
perlu di imobilisasi dan hanya dapat dilepas dengan bantuan dokter. Splint
memiliki bagian keras (kayu, anyaman kawat atau bahan lain) yang dibalut
dengan bantuan perban elastis pada bagian tubuh yang mengalami trauma
sehingga mudah dilepas atau disesuaikan. Stabilisasi yang dihasilkan efektif
namun posisi bagian tubuh yang di imobilisasi sulit untuk di kontrol
sepenuhnya sehingga dilakukan pengembangan fiksasi menggunakan bahan
metalik.
2. Internal fixation. Merupakan penggunaan alat berbahan metalik yang
dipasang secara internal (ditanam dalam tubuh) untuk menahan posisi bagian
tubuh yang telah dikoreksi hingga terjadi penyembuhan. Penggunaan metode
ini biasanya didukung dengan pemasangan cast atau splint. Keuntungan
metode ini adalah dapat menstabilkan posisi tulang yang dikoreksi dengan
cepat dan hasil yang pasti. Namun metode ini tidak dapat mengkoreksi secara
multiplanar sehingga tidak dapat digunakan untuk deformitas yang kompleks.
Hal ini melandasi alasan rekomendasi menggunakan fiksator eksternal. Selain
itu hasil koreksi dari metode ini tidak 100% akurat dan tidak dapat selalu
digunakan untuk mengatasi deformitas pada satu dimensi.
3. External fixation. Merupakan stabilisasi eksternal yang melibatkan
penggunaan screw (sekrup) atau wire (kawat) yang dipasang menembus
commit
tulang dan kulit. Keuntungan to user
dari metode ini adalah dapat mengatasi

II-7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

deformitas secara unilateral maupun multiplanar. Selain itu metode ini dapat
mengatasi kelemahan fiksasi internal mengenai limitnya waktu operasi untuk
mendapat koreksi yang harus dicapai karena metode ini mengijinkan
penambahan panjang/perubahan sudut dalam beberapa hari pasca osteotomi
dengan fiksator eksternal. Kelemahan dari metode ini adalah infeksi yang
mungkin terjadi dari pemasangan kawat atau sekrup dalam jangka waktu
panjang. Penjelasan lebih lanjut mengenai fiksator eksternal dapat dilihat
pada subbab selanjutnya.

2.2.3 Fiksasi Eksternal (External Fixation)


Fiksasi eksternal merupakan salah satu metode pengobatan cedera tulang,
sendi, dan jaringan lunak serta koreksi kelainan bentuk tulang dengan cara
menyematkan tulang pada perangkat eksternal untuk menstabilkan anggota tubuh
yang terluka atau cacat. Fiksasi eksternal mampu memanipulasi segmen anggota
tubuh sehingga panjang dan kelurusan segmen tersebut dapat diperbaiki (Solomin,
2012).
1. Sejarah Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal pertama kali diperkenalkan oleh American J. Emsberry pada
tahun 1831. Pada tahun 1843, seorang dokter dari Perancis bernama
Malgaigne memperkenalkan cara mengobati fraktur tempurung lutut dan
olekranon mengunakan alat berbentuk klem yang kemudian diberi nama
fiksator Malgaigne. Praktik penggunaan fiksator eksternal kemudian
dipopulerkan oleh ahli bedah Clayton Parkhill pada tahun 1898 dan Albin
Lambotte pada tahun 1902. Kemudian pada tahun 1930 hingga 1950 banyak
ahli bedah yang melanjutkan pengembangan fiksator eksternal dengan
memperbaiki teknologi pada klem, pin, dan bar fiksator. Fiksator eksternal
kemudian dikembangkan oleh Gavriil Abramovich Ilizarov, seorang ahli
bedah dari Krugan, Rusia pada tahun 1951 (Solomin, 2012). Ilizarov
mendesain frame berupa pin atau kawat yang dimasukkan kedalam jaringan
kulit, jaringan lunak dan masuk ke dalam tulang dimana pin atau kawat
tesebut akan dihubungkan dengan rigid external frame untuk mendukung
commit
stabilitas rangka tulang sampai to user
dilakukannya operasi ortopedi selanjutnya

II-8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(Erwin, 2015). Pada tahun 1994, fiksator eksternal Ilizarov dikembangkan


oleh John Charles Taylor, seorang ahli bedah ortopedi dari Memphis,
Tennessee, Amerika Serikat. Fiksator yang disebut Taylor Spatial Frame
merupakan alat eksternal untuk perbaikan, pemanjangan maupun pelurusan
anggota tubuh berdasarkan metode Ilizarov dengan memanfaatkan stewart
platform dalam bentuk program komputer berbasis analisis deformitas 6 axis.
Beberapa variasi tipe dari fiksator eksternal dapat dilihat dari gambar dibawah
ini.

Gambar 2.7 Beberapa Variasi Fiksator Eksternal (a) Malgaigne; (b) Lambotte; (c) Hoffman-
Vidal; (d) Ilizarov; (e) Taylor Spatial Frame; (f) Ortho-SUV; (g) Ilizarov Hexapod System
Sumber: Solomin, 2012

2. Tipe Frame pada Fiksasi Eksternal


Hingga saat ini sudah ada lebih dari 1.000 perangkat fiksator eksternal yang
tersedia secara komersial untuk keperluan ortopedi. Semua perangkat tersebut
memiliki komponen yang commitserupa todan
user
dibagi menjadi enam tipe frame

II-9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(Solomin, 2012). Untuk mempermudah penjelasan, skema tipe frame fiksator


eksternal dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.8 Skema Frame Fiksator Eksternal


Sumber: Solomin, 2012
a. Tipe I – Monolateral
Frame ini dibangun dari beberapa pin yang dipasang dengan menangkap
kedua korteks tulang namun tidak menembus tulang sepenuhnya (console
transosseous elements/elemen konsol transoseus, disebut juga dengan
half-pins). Half pin yang digunakan dipasang pada satu plane (bidang)
dan pada satu sisi tulang saja, dimana ujung pin yang bebas dipasang pada
satu longitudinal connecting bars (batang panjang yang membujur).
Contoh: Lambotte, Hoffmann, AO/ASIF, Wagner, Afaunov, Sushko
b. Tipe II – Bilateral
Frame ini dibangun dari K-wire atau Steinmann pins. Semua elemen
transosseous dipasang pada satu plane dan menembus kedua korteks
tulang (disebut dengan true transfixation pins), dimana tiap ujung elemen
pada kedua sisi tulang dihubungkan dengan longitudinal connecting bars.
Contoh: Charnley, Hoffmann, Vidal-Adrey, Roger-Anderson, Key, Hey-
Groves, Gryaznukhin
c. Tipe III – Sectorial
Pemasangan pin terbatas pada sektor α (0° < α < 180°) dimana frame ini
commit
dibangun dengan elemen to user
console transosseous (half-pin dan console

II-10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

wire). Penyimpangan pin yang melebihi 180° tidak termasuk dengan


pemasangan elemen true transfixation transosseous (kawat/wire dan pin
Steinmann).
Contoh: AO/ASIF, SKID
d. Tipe IV – Semicircular
Alat yang berada diluar tulang secara geometris mendukung membentuk
sektor β (180° < β < 360°), dimana semua jenis elemen transoseus dapat
digunakan (Steinmann rods, K-wires, S-screws, half-pins)
Contoh: Fischer, Hoffmann-Vidal, Gudushauri, Sivash, Volkov-
Oganesyan
e. Tipe V – Circular
Dibangun secara eksternal dari ring dan connecting bars mengelilingi
anggota badan, dimana geometri frame dapat bervariasi membentuk
berbagai bentuk (ring, oval, kotak dan poligon). Semua jenis elemen
transoseus dapat digunakan pada tipe frame ini.
Contoh: Ilizarov, Kalnberz, Demianov, Tkachenko, Lee, Kronner,
Monticelli-Spinelli, Ettinger
f. Tipe VI – Hybrid
Tipe fiksator eksternal ini dapat mengkombinasikan fitur dari tipe I-V.
Contoh: Biomet hybrid external fixator, Sheffield hybrid external fixator,
OrthoFix hybrid external fixator, Taylor Spatial Frame, Ortho-SUV
Frame

3. Taylor Spatial Frame


Taylor Spatial Frame merupakan fiksator eksternal rancangan John Charles
Taylor dan Harold S. Taylor dengan mengaplikasikan Platform Stewart.
Taylor memodifikasi sistem fiksator Ilizarov dengan menghubungkan enam
strut teleskopis yang dapat berputar secara bebas dari titik sambung strut
tersebut terhadap ring proksimal dan distal (Paley, 2002). Perputaran strut
secara bebas dapat dilakukan dengan memanfaatkan universal
hinge/universal joint yang terdapat pada tiap ujung strut. Ketinggian strut
dapat diubah dengan memutar kenop pengatur pada strut untuk mendapatkan
commit to user
hasil yang diinginkan (Taylor, 2002). Dengan mengatur panjang strut, posisi

II-11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

satu ring dapat diubah dengan memperhatikan strut lainnya. Dengan


memanfaatkan program komputer yang menghitung panjang strut relatif
terhadap parameter deformitas, frame dapat dibangun lebih dahulu untuk
meniru deformitas dalam bentuk apapun (Paley, 2002).
Fiksator ini mampu mengkoreksi semua aspek deformitas enam axis secara
stimultan dimana konstruksi enam strut ini mampu menahan beban tiap strut
secara aksial tanpa memberikan gaya bending terhadap strut yang miring.
Fiksator ini memiliki struktur yang kuat karena memiliki bentuk yang sama
dengan struktur kristal dari berlian. Taylor Spatial Frame memiliki tingkat
kekakuan aksial 1.1 kali, tingkat kekakuan bending 2.0 kali, dan tingkat
kekakuan torsional 2.3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan fiksator Ilizarov
(Paley, 2002). Fiksator ini telah digunakan untuk perbaikan deformitas dan
fraktur oleh dokter anak maupun dewasa dalam skala besar (Thiryayi, Naqui,
dan Khan, 2010).

Gambar 2.9 Komponen Taylor Spatial Frame


Sumber: Paley, 2002
Menurut Taylor (2002), dokter bedah mampu memperbaiki deformitas yang
kompleks dan mengobati patah tulang dengan tiga parameter: memahami
deformitas skeletal pasien, menentukan ukuran frame yang sesuai, dan
membangun posisi frame yang tepat pada anggota tubuh pasien. Parameter
ini kemudian diinputkan ke dalam software Taylor Spatial Frame sehingga
commit to user

II-12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dapat ditentukan panjang strut fiksator yang tepat untuk dipasangkan pada
tubuh pasien.
a. Deformitas skeletal pada pasien dapat digambarkan dengan mengukur
enam parameter deformitas: tiga proyeksi sudut (rotasi) dan tiga proyeksi
translasi antara fragmen-fragmen utama.
b. Parameter frame terdiri dari diameter ring proksimal, diameter ring distal
dan panjang strut netral atau tinggi frame netral.

Gambar 2.10 Komponen Taylor Spatial Frame


Sumber: Taylor, 2002
- Diameter Internal Ring Proksimal dan Distal
Taylor Spatial Frame memiliki beberapa jenis ring yang dapat
diaplikasikan pada anggota tubuh pasien. Dalam satu frame dapat
menggunakan ring dengan jenis dan ukuran yang berbeda. Ring
aksesoris dan ring parsial dapat dipasang untuk memperpanjang tingkat
fiksasi. Ring memiliki variasi ukuran dengan kelipatan 25 mm secara
bertahap.
Ring yang utuh memiliki variasi ukuran diameter internal 105-300 mm.
Ring 2/3 memiliki variasi ukuran diameter internal 155-275 mm. Ring
ini memungkinkan fiksasi yang lebih proksimal pada tulang lengan dan
tulang paha. Frame yang runcing memungkinkan pemasangan profil
frame yang lebih rendah. Foot plate pendek dan panjang tersedia
dengan diameter internal 155 dan 180 mm. Foot plate memungkinkan
pengobatan yang lebih bebas pada kaki bagian depan.

commit to user

II-13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.11 Contoh Variasi Pemasangan Frame (a) Full Ring dengan Foot Plate; (b) 2/3 Ring
dengan Full Ring
Sumber: Taylor, 2002
- Tinggi Frame Netral dan Panjang Strut Netral
Strut teleskopis standar tersedia dengan ukuran x-short, shot, medium,
dan long dengan range 75-284 mm. Strut FastFxTM tersedia dengan
ukuran x-short, shot, medium, dan long dengan range 91-311 mm.
Untuk ukuran tertentu, strut memiliki spesifik rentang dari ukuran yang
terpendek hingga terpanjang dan posisi tengah ditandai pada setiap
strut. Pada bagian luat strut diberikan pengukuran satuan milimeter
dengan jarak tiap 10 milimeter.

Gambar 2.12 Variasi Ukuran Strut dalam Berbagai Posisi: Terpendek, Posisi Tengah dan
Terpanjang
Sumber: Taylor, 2002
Ketinggian frame netral adalah jarak dari pusat satu ring ke pusat ring
lainnya dengan semua panjang strut yang netral. Ketinggian frame
netral atau panjang strut netral dipilih oleh ahli bedah sebelum operasi
untuk koreksi deformitas kronis. Tinggi frame netral merupakan target
atau tujuan akhir yang akan dicapai pada koreksi penuh.

commit to user

II-14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.13 Tinggi Frame Netral dan Panjang Strut Netral


Sumber: Taylor, 2002
Tinggi frame netral dapat ditentukan dengan penjumlahkan jarak dari
tiap ring terhadap tiap ujung fragmen tubuh yang mengalami fraktur.
Dengan tinggi frame netral, panjang strut netral dapat ditentukan
dengan bantuan software. Software Taylor Spatial Frame dapat
menggunakan tinggi frame netral atau panjang strut netral untuk
melakukan perhitungan setelan pada frame nantinya.

Gambar 2.14 Perhitungan Tinggi Frame Netral


Sumber: Taylor, 2002
c. Parameter pemasangan frame diantisipasi sebelum operasi untuk situasi
kronis dan diukur secara radiografis dan klinis setelah operasi untuk
fraktur akut. Parameter tersebut adalah AP View, Lateral View, Axial, dan
Rotary Frame Offsets.

2.3 Hexapod dan Stewart Platform


2.3.1 Hexapod
Hexapod merupakan struktur mekanisme paralel berkaki enam yang telah
digunakan di dunia robotika (Taghirad, 2013). Struktur mekanisme paralel
commit to user
merupakan dua platform (satu sebagai base/dasar dan satu sebagai platform/bagian

II-15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang bergerak) yang dihubungkan dengan sambungan paralel (berupa strut) dengan
bantuan sambungan prismatik tertentu. Struktur mekanisme hexapod memiliki
enam kaki yang merupakan aktuator linier (contoh: silinder hidrolik). Hasil dari
mekanisme ini adalah platform yang dapat bergerak dengan enam derajat
kebebasan (Degrees of Freedom/DOF) secara relatif terhadap platform lainnya
(base). Derajat kebebasan sendiri merupakan jumlah gerakan independen yang
dapat dibuat suatu objek terhadap sistem koordinat yang dapat menyebabkan
perubahan posisi atau orientasi. Semakin banyak derajat kebebasan gerak, makin
kompleks pergerakan yang dapat dilakukan. Karena memiliki enam DOF, platform
ini mampu bergerak dalam tiga arah linear dan tiga arah angular baik secara tunggal
maupun dengan kombinasi apapun.

Gambar 2.15 Enam Derajat Kebebasan pada Suatu Objek


Tipe struktur hexapod telah dikenal dalam waktu yang cukup lama. Sekitar
tahun 1800, A. L. Cauchy (ahli matematika) mempelajari kekakuan (stiffness) dari
“articulated octahedron”. Pada tahun 1949, V. E. Gough menggunakan mekanisme
yang sama untuk melakukan pengujian ban. Kemudian pada tahun 1965 mekanisme
ini ditemukan ulang dan digunakan secara sangat luas dalam simulator penerbangan
oleh D. Stewart. Sejak saat itu, semua mekanisme kaki paralel tersebut disebut
“Stewart Platform”, meskipun Gough lah yang pertama kali menemukan
mekanisme tersebut.

2.3.2 Stewart Platform


Stewart Platform merupakan salah satu manipulator paralel yang sering
digunakan oleh teknologi masa kini. Manipulator paralel merupakan suatu
mekanisme loop tertutup di mana end-effector terhubung ke dasar dengan
setidaknya dua rantai kinematik independen (Merlet, 2006). Platform ini
merupakan rancangan D. Stewartcommit to user1965 sebagai manipulator paralel
pada tahun

II-16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

untuk mekanisme penerbangan. Stewart Platform mendeskripsikan suatu


mekanisme yang memiliki enam derajat kebebasan (DOF) yang dikontrol oleh
berbagai kombinasi enam motor dimana tiap motor memiliki landasan di ujungnya
(Stewart, 1965).
Mekanisme original rancangan Stewart sendiri terdiri dari sebuah bidang
segitiga (platform), dimana salah satu ujung bidang tersebut dihubungkan pada kaki
menggunakan sambungan tiga aksis (ball and socket joint atau spherical bearing).
Tiap ujung bawah kaki dihubungkan pada bidang dasar menggunakan sambungan
dua aksis (universal joint). Pada tiap kaki dihubungkan dengan aktuator dimana
salah satu ujung ketiga aktuator tersebut dihubungkan pada ujung luar silinder tiap
kaki dengan rotary joint. Sedangkan ujung aktuator yang lain terhubung pada
bidang dasar melalui universal joint.

Gambar 2.16 Platform Orisinil Stewart


Sumber: Stewart, 1965
Dua konektor pada bidang dasar tersebut memiliki aksis yang sama dan aksis
yang tersisa sejajar satu sama lain. Sumbu umum tidak terkontrol dalam sistem kaki
tunggal namun bidang yang memiliki kaki tersebut dapat memutar pada sumbu
tersebut, sehingga memungkinkan pergerakan tiga aksis pada sambungan platform
tersebut (Stewart, 1965).

commit to user

II-17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.17 Aplikasi Platform Stewart dalam Simulator Penerbangan


Sumber: Stewart, 1965

Merlet menyatakan bahwa Stewart Platform ini memiliki beberapa kelebihan,


yaitu kemampuan menahan beban yang tinggi. Berat yang dibebankan pada
platform dapat terdistribusi pada seluruh strut dengan sama rata. Tegangan yang
terjadi pada tiap strut hampir seluruhnya berasal dari tarik-tekan strut itu sendiri,
yang sangat cocok untuk aktuator linier sehingga berpengaruh terhadap kekakuan
dari platform. Selain itu, platform ini sangat ideal untuk formasi perakitan karena
posisi platform yang bergerak kurang sensitif terhadap kesalahan pada artikulasi
sensor jika dibandingkan dengan robot lainnya (Merlet, 2006).

2.4 Perancangan dan Pengembangan Produk

Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisis, menilai


dan memperbaiki serta menyusun suatu sistem yang optimum untuk waktu yang
akan datang dengan memanfaatkan informasi yang ada (Nurmianto, 2003). Fungsi
perancangan memainkan peranan penting dalam mendefinisikan bentuk fisik
produk agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan (Ulrich dan Epinger, 2000).
Perancangan adalah kegiatan awal dari suatu rangkaian dalam proses
pembuatan produk. Tahap perancangan tersebut dibuat keputusan-keputusan penting
yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan lain yang menyusulnya (Darmawan, 2004).
Sehingga, sebelum sebuah produk dibuat terlebih dahulu dilakukan proses perancangan
commit to user
yang nantinya menghasilkan sebuah gambar sketsa atau gambar sederhana dari produk

II-18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang akan dibuat. Menurut Darmawan, (2004), perancangan itu terdiri dari serangkaian
kegiatan yang beruntun, karena itu disebut sebagai proses perancangan. Kegiatan
dalam proses perancangan disebut fase. Fase-fase dalam proses perancangan berbeda
satu dengan yang lainya. Perancangan dan pembuatan produk adalah dua kegiatan yang
penting, artinya rancangan hasil kerja perancang tidak ada gunanya jikarancangan
tersebut tidak dibuat. Sebaliknya pembuat tidak dapat merealisasikan benda teknik
tanpa terlebih dahulu dibuat gambar rancangannya (Darmawan, 2004).
Perancangan dan pengembangan produk adalah serangkaian aktivitas yang
dimulai dari analisis persepsi dan peluang pasar, kemudian diakhiri dengan tahap
produksi, penjualan, dan pengiriman produk. Perancangan dan pengembangan
produk juga dapat diartikan sebagai urutan langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan
dimana suatu perusahaan berusaha untuk menyusun, merancang, dan
mengkomersialkan suatu produk.
2.4.1 Tipe Perancangan dan Pengembangan Produk
Proyek perancangan dan pengembangan produk dapat dikelompokkan
menjadi 4 tipe :
a. Inovasi produk baru
Pengembangan produk untuk merancang suatu keluarga produk baru
berdasarkan platform yang baru dan umum. Keluarga produk baru akan
memasuki kategori pasar dan produk yang sudah dikenal.
b. Turunan dari produk yang telah ada
Pengembangan produk untuk memperpanjang platform produk supaya
lebih baik dalam memasuki pasar yang telah dikenal dengan satu atau
lebih produk baru.
c. Peningkatan perbaikan produk yang telah ada
Pengembangan produk yang mungkin hanya melibatkan penambahan
atau modifikasi beberapa detil produk dari produk yang telah ada dalam
rangka menjaga lini produk yang ada pesaingnya.
d. Pada dasarnya produk baru
Pengembangan produk yang melibatkan produk yang sangat berbeda
atau teknologi produksi dan mungkin membantu untuk memasuki pasar
yang belum dikenal dan baru.
commit to user

II-19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.4.2 Tahap-Tahap Dalam Perancangan dan Pengembangan Produk


Secara umum, ada enam tahap yang harus dilakukan dalam proses
perancangan dan pengembangan produk baru, yaitu perencanaan produk,
pengembangan konsep, arsitektur produk, desain industri, pengujian dan perbaikan,
dan produksi awal.
1. Perencanaan Produk
Perencanaan produk merupakan tahap awal yang dilakukan sebelum suatu
proyek pengembangan produk disetujui. Perencanaan produk merupakan suatu
kegiatan yang mempertimbangkan portfolio suatu proyek, sehingga suatu
organisasi dapat mengikuti dan menentukan bagian apa dari proyek yang akan
diikuti selama periode tertentu. Perencanaan produk meliputi mengidentifikasi
peluang-peluang yang diikuti dengan pernyataan misi, yaitu
a. Uraian produk ringkas: Mencakup manfaat produk utama untuk
pelanggan namun menghindari penggunaan konsep produk secara
spesifik.
b. Sasaran utama bisnis : Tambahan sasaran proyek yang mendukung
strategi perusahaan, mencakup waktu, biaya, dan kualitas.
c. Pasar target untuk produk : Mengidentifikasi pasar yang menjadi target
produk kemudian dipertimbangkan dalam usaha pengembangan.
d. Asumsi dan batasan untuk mengarahkan usaha pengembangan : Asumsi
membatasi kemungkinan jangkauan konsep produk, namun membantu
untuk menjaga lingkup proyek agar tetap berjalan
2. Pengembangan Konsep
Proses pengembangan konsep mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut
a. Identifikasi kebutuhan pelanggan
Sasaran kegiatan ini adalah untuk memahami kebutuhan pelanggan dan
mengkomunikasikannya secara efektif kepada tim pengembang. Output
yang dihasilkan adalah sekumpulan pernyataan kebutuhan pelanggan
yang tersusun rapi, diatur dalam daftar secara hierarki.
Menurut Ulrich dan Epinger, (2001), ada 5 tahap proses
identifikasi kebutuhan pelanggan yaitu:
1. commit
Mengumpulkan data to user
mentah dari pelanggan

II-20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ada beberapa metode yang biasa digunakan antara lain :


wawancara, focus discussion, observasi produk saat digunakan
kemudian data-data yang diperoleh didokumentasikan bisa berupa
rekaman suara,catatan,rekaman video, dan foto
Kebutuhan dapat diidentifikasikan lebih efisien dengan
mewawancarai sekelompok pengguna yang disebut pengguna utama.
Menurut Von Hippel, (1988), pengguna utama adalah pengguna yang
berpengalaman dan berpandangan lebih maju kedepan. Pengguna
seperti ini berguna sebagai sumber data karena mereka seringkali
mampu mengkomunikasikan kebutuhan yang mereka rasakan karena
selama ini telah berkutat dengan ketidaksempurnaan produk sekarang.
Mereka kadang telah menemukan solusi untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Dengan memfokuskan pengumpulan data terhadap pengguna
utama maka dapat mengidentifikasikan kebutuhan sebenarnya bagi
pengguna utama.
2. Menginterpretasikan data mentah menjadi kebutuhan pelanggan
Kebutuhan pelanggan diekspresikan sebagai pernyataan tertulis
dan merupakan hasil interpretasi kebutuhan yang berupa data mentah
yang diperoleh dari pelanggan. Daftar kebutuhan pelanggan merupakan
susunan final dari semua kebutuhan yang diperoleh dari wawancara
yang telah dilakukan.
3. Mengorganisasikan kebutuhan menjadi hirarki
Jika hasil langkah 1 dan 2 menghasilkan pernyataan kebutuhan
yang besar sehingga cukup sulit untuk digunakan bagi aktivitas
selanjutnya maka dilakukan langkah 3. Tujuan pada langkah 3 adalah
mengorganisasikan kebutuhan-kebutuhan menjadi beberapa hirarki.
4. Menetapkan kepentingan relatif setiap kebutuhan
Daftar hirarki saja tidak memberikan informasi mengenai tingkat
kepentingan relatif yang dirasakan pelanggan terhadap kebutuhan yang
berbeda-beda. Langkah ke-4 proses identifikasi kebutuhan pelanggan
adalah menetapkantingkat kepentingan relative kebutuhan yang
commit to user

II-21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dihasilkan pada langkah 1 sampai 3. Hasil langkah 4 ini adalah bobot


kepentingan berupa nilai untuk kebutuhan.
5. Merefleksikan hasil dan proses
Langkah terakhir pada metode identifikasi pelanggan adalah
menggambarkan kembali hasil dan proses.
b. Penentuan Spesifikasi Rancangan
Pada proses pengembangan produk terlebih dahulu membuat
spesifikasi produk, lalu mendesain, dan membuat rancangan yang
memenuhi spesifikasi tersebut. Terdapat dua tahap dalam penentuan
spesifikasi rancangan. Yang pertama adalah membuat target
spesifikasi. Target spesifikasi dibuat setelah kebutuhan pelanggan
diidentifikasi tetapi sebelum konsep produk dikembangkan. Proses
pembuatan target spesifikasi terdiri dari 4 langkah
1. Menyiapkan gambar metrik dan menggunakan metrik-metrik
kebutuhan jika diperlukan
2. Mengumpulkan informasi tentang pesaing atau produk yang sudah
ada di pasar.
3. Menetapkan nilai target ideal yang dapat dicapai tiap metrik
4. Mereflesikan hasil dan proses
Ketika telah memilih salah satu konsep dan mempersiapkan tahap
pengembangan dan perancangan desain, selanjutnya spesifikasi
diperiksa lagi. Spesifikasi yang awalnya hanya berupa pernyataan
target dalam selang nilai tertentu diperbaiki dan dibuat lebih tepat.
Terdapat 5 langkah dalam menentukan spesifikasi akhir antara lain :
1. Mengembangkan model-model teknis suatu produk
2. Mengembangkan model biaya suatu produk
3. Memperbaiki spesifikasi
4. Menentukan spesifikasi yang sesuai
5. Mencerminkan hasil dan proses
c. Penyusunan Desain Konsep
Konsep produk adalah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai
commit
teknologi, prinsip kerja, dan tobentuk
user produk (Cross, 1994). Konsep

II-22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

produk adalah sebuah gambaran singkat bagaimana produk memuaskan


pelanggan. Sebuah konsep biasanya diekspresikan sebagai sketsa atau
sebuah model 3 dimensi secara garis besar dan seringkali disertai oleh
sebuah uraian gambar. Proses penyusunan konsep dimulai dengan
serangkaiaan kebutukan pelanggan dan spesifikasi target dan diakhiri
dengan terciptanya konsep produk sebagai pilihan akhir. Penyusunan
konsep yang baik memberikan keyakinan bahwa seluruh kemungkinan
telah digali.
Pendekatan terstruktur pada penyusunan konsep akan mengurangi
kesalahan jika dilakukan dengan cara mendorong pengumpulan
informasi dari banyak sumber yang terpisah, dan menyediakan sebuah
mekanisme untuk solusi-solusi parsial yang terintegrasi.

Metode penyusunan konsep terdiri dari lima langkah.


1. Memperjelas masalah
Memperjelas masalah mencakup pengembangan sebuah
pengertian umum dan pemecahan sebuah masalah menjadi sub masalah
2. Pencarian secara eksternal
Pencarian secara eksternal bertujuan untuk menemukan
pemecahan keseluruhan masalah dan sub masalah yang ditemukan
selama langkah memperjelas masalah. Sedikitnya terdapat 5 cara untuk
mengumpulkan informasi dari sumber eksternal, yaitu: mewawancara
pengguna utama, konsultasi dengan pakar,pencarian paten, pencarian
literatur dan menganalisis.
3. Pencarian secara internal
Pencarian internal merupakan penggunaan pengetahuan dan
kreativitas perancang untuk menghasilkan konsep solusi. Pencarian
bersifat internal dalam arti semua pemikiran yang timbul dari langkah
ini dihasilkan dari ilmu pengetahuan yang sudah ada.
4. Menggali secara sistematis

commit to user

II-23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sebagai hasil dari kegiatan pencarian secara eksternal dan internal,


perancang telah mengumpulkan beberapa konsep yang merupakan
solusi untuk sub-sub masalah.
5. Merefleksikan pada hasil dan proses
Meskipun langkah refleksi diletakkan paling akhir, reflesi
sebaiknya dilakukan pada keseluruhan proses.
d. Pemilihan konsep
Konsep-konsep tersebut dianalisis dan secara berturut-
turutdieliminasi untuk mengidentifikasi konsep yang paling
menjanjikan.
e. Pengujian konsep
Konsep-konsep yang telah dipilih diuji untuk mengetahui apakah
kebutuhan pelanggan telah terpenuhi, memperkirakan potensi pasar
dari produk, dan mengidentifikasi beberapa kelemahan yang harus
diperbaiki. Output yang dihasilkan bisa berupa konsep terpilih atau
mengulang kembali bahkan menghentikan proyek pengembangan, jika
tanggapan konsumen tidak baik terhadap konsep tersebut.
f. Penentuan spesifikasi akhir
Menentukan spesifikasi dari konsep yang telah dipilih dan lolos uji
atau mendapat tanggapan baik dari konsumen.
3. Pembuatan Prototipe
Prototipe didefinisikan sebagai sebuah penaksiran produk melalui satu
atau lebih dimensi yang menjadi perhatian (Ulrich dan Epinger, 2000). Esensi
dasar prototipe pada umumnya didefinisikan sebagai sebuah penaksiran produk
melalui satu atau lebih dimensi yang menjadi perhatian. Dengan definisi ini,
setiap wujud yang memperlihatkan sedikitnya satu aspek produk yang menarik
bagi tim pengembangan dapat ditampilkan sebagai sebuah prototipe. Definisi
ini menyimpang dari penggunaan umumnya, di mana mencakup bermacam
bentuk prototipe seperti penggambaran konsep, model matematika, dan bentuk
fungsional yang lengkap sebelum dibuat dari suatu produk. Membuat prototipe
merupakan proses pengembangan perkiraan-perkiraan semacam itu dari
commit to user

II-24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

produk. Berdasarkan penggunaannya prototipe sering dibedakan menjadi dua


tipe, yaitu prototipe alpha dan prototipe beta.
a. Prototipe Alpha, khususnya digunakan untuk menilai apakah produk
bekerja seperti yang diharapkan. Bagian-bagian dalam prototipe alpha
biasanya sama dalam hal material dan bentuk geometriknya dengan
bagian-bagian yang akan digunakan pada versi produk hasil produksi.
Namun biasanya bagian-bagian itu dibuat dengan proses produksi
prototipe.
b. Prototipe Beta, khususnya digunakan untuk menilai reliabilitas dan
untuk mengidentifikasi kesalahan dalam produk. Prototipe ini
seringkali diberikan pada pelanggan untuk pengujian pada lingkungan
pengguna selanjutnya. Bagian-bagian dalam prototipe beta biasanya
dibuat dengan proses produksi sebenarnya atau disuplai oleh suplier
bagian tersebut, tapi produk biasaya telah dirakit dengan fasilitas
perakitan akhir berikutnya.
Dalam proyek pengembangan produk, prototipe digunakan untuk empat
tujuan,yaitu:
a. Pembelajaran : Prototipe sering digunakan untuk menjawab dua tipe
pertanyaan “Akankah dapat bekerja?” dan “Sejauh mana dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan?”. Saat harus menjawab pertanyaan
semacam ini, prototipe diperlakukan sebagai alat pembelajaran.
b. Komunikasi : Prototipe memperkaya komunikasi dengan manajemen
puncak, penjual, mitra, keseluruhan anggota tim, pelanggan dan
investor. Hal tersebut karena sebuah gambaran, alat, tampilan tiga
dimensi dari produk lebih mudah dimengerti daripada sebuah
penggambaran verbal, bahkan sebuah sketsa produk sekalipun.
c. Penggabungan: Prototipe digunakan untuk memastikan bahwa
komponen-komponen dan subsistem-subsistem dari produk bekerja
bersamaan seperti yang diharapkan.
d. Milestone: Dalam tahap pengembangan produk berikutnya, prototipe
digunakan untuk mendemontrasikan bahwa produk telah mencapai
tingkat kegunaan yangcommit to user
diinginkan.

II-25

Anda mungkin juga menyukai