MAJAS PERBANDINGAN
Majas perbandingan merupakan suatu bentuk majas retoris yang umumnya menggunakan kata-kata
"seperti," "bagai," "ibarat," atau ungkapan serupa untuk membandingkan dua hal yang berbeda.
Beberapa macam majas yang termasuk dalam majas perbandingan antara lain:
1. Simile Sederhana:
Simile sederhana adalah bentuk majas perbandingan yang paling dasar dan umum. Simile ini
menggunakan kata-kata "seperti" atau "bagai" untuk menunjukkan persamaan atau kemiripan antara
dua hal yang berbeda. Contohnya melibatkan perbandingan yang jelas dan langsung, membuat
gambaran yang mudah dipahami.
2. Metafora:
Metafora adalah sebuah majas perbandingan yang tidak menggunakan kata "seperti" atau "bagai."
Sebaliknya, metafora menciptakan suatu perbandingan implisit antara dua hal yang sebenarnya berbeda
namun dianggap memiliki kesamaan tertentu. Metafora dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam dan nuansa kreatif dalam penyampaian ide.
(Matahari tidak benar-benar tersenyum, tetapi ini menggambarkan kebahagiaan dan kehangatan
melalui personifikasi matahari.)
3. Personifikasi:
Personifikasi adalah bentuk majas yang memberikan sifat atau karakter manusiawi pada objek,
binatang, atau konsep yang tidak hidup. Dengan kata lain, dalam personifikasi, benda mati atau makhluk
non-manusia dianggap memiliki sifat-sifat atau tindakan yang seharusnya hanya dimiliki oleh manusia.
Personifikasi membantu menciptakan gambaran yang lebih hidup dan membuat pembaca atau
pendengar lebih terlibat
4. Hiperbola:
Hiperbola adalah bentuk majas yang digunakan untuk memberikan suatu pernyataan atau deskripsi yang
berlebihan atau berlebih-lebihan. Dalam hiperbola, penulis atau pembicara sengaja menggunakan
ekspresi yang melebih-lebihkan suatu hal untuk memberikan efek dramatis, humor, atau penekanan.
- Contoh: Aku telah memberitahumu seratus kali!
(Tentu saja, seseorang mungkin tidak secara harfiah memberi tahu sesuatu sebanyak 100 kali,
tetapi ini digunakan untuk menunjukkan frustrasi atau ketidaksetujuan yang kuat.)
5. Metonimi:
Metonimi adalah bentuk majas yang menggantikan suatu kata dengan kata lain yang memiliki hubungan
erat atau terkait secara logis. Perbedaan antara metonimi dan metafora terletak pada dasar
perbandingan yang digunakan. Dalam metonimi, hubungan antara dua hal tersebut bersifat lebih
langsung dan logis.
6. Aliterasi:
Aliterasi adalah suatu bentuk majas yang melibatkan pengulangan bunyi konsonan atau serangkaian
konsonan di awal kata yang berdekatan atau dalam suatu kalimat atau frasa. Aliterasi menciptakan efek
suara yang khas dan dapat digunakan untuk meningkatkan ritme, daya tarik, atau kesan artistik dalam
tulisan atau pidato.
7. Paralelisme:
Paralelisme adalah suatu bentuk majas yang melibatkan pengulangan struktur gramatikal atau pola
sintaksis yang serupa dalam dua atau lebih klausa, kalimat, atau unsur kalimat. Tujuannya adalah untuk
menciptakan kesan keseimbangan, harmoni, atau simetri dalam tulisan atau pidato. Paralelisme dapat
digunakan untuk meningkatkan daya tarik, memberikan efek ritmis, dan membuat penyampaian pesan
lebih kuat.
8. Asosiasi:
Asosiasi dalam konteks majas atau bahasa seringkali merujuk pada penghubungan ide atau konsep
dengan satu sama lain, biasanya dengan menggunakan suatu perbandingan, analogi, atau hubungan
imajinatif. Asosiasi membantu pembaca atau pendengar membuat koneksi emosional atau konseptual
yang lebih dalam terhadap suatu ide atau gambaran.
- Contoh: Cinta mereka mekar seperti bunga di kebun yang subur.
(Asosiasi antara mekarnya cinta dan pertumbuhan bunga menciptakan gambaran tentang
keindahan dan kesuburan.)
9. Oksimoron:
Oksimoron adalah majas yang menggabungkan dua kata atau frasa yang bertentangan atau kontradiktif
untuk menciptakan efek yang menarik atau paradoks. Oksimoron digunakan untuk menyatukan konsep
yang seharusnya saling bertentangan, menciptakan suatu pemahaman yang ironis atau kontradiktif.
(Menggabungkan dua konsep yang bertentangan, karena cahaya dan kegelapan seharusnya
merupakan keadaan yang berlawanan.)
10. Elipsis:
Elipsis adalah suatu majas atau gaya bahasa yang melibatkan penghilangan satu atau beberapa kata
dalam suatu rangkaian kalimat, sehingga makna tetap dapat dipahami tanpa kehilangan kejelasan.
Dengan kata lain, elipsis digunakan untuk menyampaikan ide atau informasi dengan memotong kata-kata
yang seharusnya ada, namun pembaca atau pendengar masih dapat mengerti konteksnya. Elipsis sering
digunakan untuk menciptakan ketegangan, mengarahkan perhatian, atau memberikan kesan dramatis.
Setiap majas memberikan efek atau makna yang berbeda pada perbandingannya, dan pemilihan jenis
majas tergantung pada pesan atau nuansa yang ingin disampaikan oleh penulis atau pembicara. Majas
perbandingan membantu menyampaikan ide atau gambaran dengan lebih kreatif dan menarik.
B. MAJAS SINDIRAN
Majas sindiran atau satir sering kali menggunakan berbagai macam majas untuk menyampaikan kritik
atau sindiran secara tajam. Berikut adalah beberapa macam majas yang dapat ditemui dalam majas
sindiran:
1. Hiperbola:
Hiperbola adalah bentuk majas yang digunakan untuk memberikan suatu pernyataan atau deskripsi yang
berlebihan atau berlebih-lebihan. Dalam hiperbola, penulis atau pembicara sengaja menggunakan
ekspresi yang melebih-lebihkan suatu hal untuk memberikan efek dramatis, humor, atau penekanan.
2. Paralelisme:
Paralelisme adalah suatu majas yang melibatkan pengulangan struktur gramatikal atau pola sintaksis
yang serupa dalam dua atau lebih klausa, kalimat, atau unsur kalimat. Dengan kata lain, paralelisme
menciptakan suatu pola simetris dalam struktur kalimat atau klausa untuk memberikan kesan
keseimbangan, ritme, atau harmoni dalam penulisan. Paralelisme dapat digunakan untuk meningkatkan
kejelasan dan kekuatan pesan.
Pengulangan struktur kalimat atau frasa yang serupa untuk memberikan tatanan atau kejelasan pada
sindiran yang disampaikan.
3. Ironi:
Ironi adalah suatu bentuk ekspresi di mana makna sebenarnya dari suatu pernyataan berbeda dengan
makna yang seharusnya atau yang terlihat. Ironi seringkali digunakan untuk menyampaikan maksud
tersembunyi atau menyiratkan suatu kritik.
Mengungkapkan makna yang berlawanan dengan kata-kata yang sebenarnya, seringkali digunakan
untuk menyampaikan sindiran dengan cara yang tidak langsung.
4. Metonimi:
Metonimi adalah bentuk majas yang menggantikan suatu kata dengan kata lain yang memiliki hubungan
erat atau terkait secara logis. Perbedaan antara metonimi dan metafora terletak pada dasar
perbandingan yang digunakan. Dalam metonimi, hubungan antara dua hal tersebut bersifat lebih
langsung dan logis.
Mengganti nama sesuatu dengan sesuatu yang berkaitan dengannya, dapat digunakan untuk menyindir
dengan cara yang halus.
5. Litotes:
Litotes adalah bentuk majas yang menggunakan pernyataan negatif untuk menyampaikan suatu ide atau
makna yang sebenarnya positif. Dalam litotes, makna sebenarnya diterangkan dengan merinci sesuatu
secara tidak langsung dengan menafikan sebaliknya. Litotes sering digunakan untuk memberikan kesan
rendah hati, mengurangi intensitas, atau menyampaikan ide dengan cara yang tidak langsung.
Menggunakan penyataan yang merendahkan untuk menyampaikan pujian secara sindiran atau
sebaliknya.
6. Eufemisme:
Eufemisme adalah suatu bentuk majas atau gaya bahasa yang digunakan untuk meredakan atau
menggantikan suatu ungkapan atau kata yang dianggap kurang sopan, kasar, atau kurang menyenangkan
dengan ekspresi yang lebih halus atau netral. Tujuannya adalah untuk menghindari kekasaran atau untuk
menyampaikan suatu pesan secara lebih ramah atau santun.
Menggunakan kata-kata yang lebih lembut atau kurang tajam untuk menyembunyikan kritik atau
sindiran yang sebenarnya.
Contoh:
"Mengambil keputusan yang sulit" untuk menyatakan mengambil keputusan yang sulit atau berat.
7. Antitesis:
Antitesis adalah suatu bentuk majas yang melibatkan penggunaan kontrast atau kebalikan antara dua
ide, konsep, atau frasa dalam suatu kalimat untuk menciptakan efek yang menarik atau memberikan
penekanan. Antitesis sering digunakan untuk menyampaikan perbedaan atau konflik antara dua hal yang
berlawanan.
Penggunaan kontras antara dua hal untuk menyampaikan sindiran atau kritik.
(Menggunakan antitesis untuk menunjukkan bahwa kehidupannya mungkin tidak bermakna atau
kurang memuaskan.)
8. Sarkasme:
Sarkasme adalah suatu bentuk ekspresi di mana seseorang menyampaikan pesan dengan cara yang
mengejek atau mengolok-olok, sering kali dengan menyembunyikan maksud sebenarnya di balik kata-
kata yang diucapkan. Seseorang yang menggunakan sarkasme dapat mengatakan sesuatu yang
bertentangan dengan makna sebenarnya dengan maksud untuk menyindir, mengkritik, atau menghibur.
Menggunakan sindiran yang tajam dan sering kali menyakitkan, terkadang dengan maksud
menyamarkan kebenaran atau mengejek.
(Sarkasme digunakan untuk menyiratkan bahwa keputusan tersebut sebenarnya dianggap tidak
cerdas.)
Majunya bahasa dalam sindiran sering kali melibatkan penggunaan beberapa majas sekaligus untuk
memberikan daya tarik dan kompleksitas pada pesan yang disampaikan.
C. MAJAS PENEGASAN
Majas penegasan, juga dikenal sebagai afirmasi atau afirmatif, merupakan bentuk majas yang
digunakan untuk memberikan penekanan atau penegasan terhadap suatu ide atau konsep. Beberapa
macam majas yang dapat digunakan dalam majas penegasan antara lain:
1. Polisindeton:
Polisindeton adalah suatu majas yang melibatkan penggunaan konjungsi secara berlebihan dalam suatu
kalimat atau rangkaian kalimat. Pengulangan konjungsi ini dapat memberikan efek ritmis dan
memberikan penekanan atau kekuatan pada serangkaian kata atau frasa.
Penggunaan konjungsi secara berlebihan untuk memberikan penekanan atau kekuatan pada
serangkaian kata atau frasa.
Contoh: "Aku membaca buku dan menulis catatan dan memeriksa email."
2. Asindeton:
Asindeton adalah suatu majas yang melibatkan penghilangan konjungsi dalam suatu kalimat atau
rangkaian kalimat. Dalam penggunaan asindeton, unsur-unsur yang seharusnya dihubungkan oleh
konjungsi disusun tanpa penghubung, menciptakan efek ritmis dan menekankan kecepatan atau
akselerasi dalam kalimat.
Sebaliknya, asindeton melibatkan penghilangan konjungsi dalam serangkaian kata atau frasa untuk
memberikan kesan penegasan atau akselerasi.
3. Epifora:
Epifora adalah suatu majas atau gaya bahasa yang melibatkan pengulangan kata-kata atau frasa di akhir
suatu rangkaian kalimat atau klausa. Epifora sering digunakan untuk memberikan penekanan pada ide
tertentu, menciptakan ritme, atau memberikan efek dramatis.
Pengulangan kata atau frasa di akhir kalimat atau klausa untuk memberikan penekanan pada ide
tertentu.
Contoh: "Bekerja keras akan membawa kesuksesan. Belajar keras akan membawa kesuksesan.
Berusaha keras akan membawa kesuksesan."
(Pengulangan frasa "akan membawa kesuksesan" memberikan penekanan pada ide kesuksesan
yang dicapai melalui usaha keras.)
4. Epistrophe:
Epistrophe adalah suatu majas atau gaya bahasa yang melibatkan pengulangan kata atau frasa di akhir
suatu rangkaian kalimat atau klausa. Meskipun serupa dengan epifora, epistrophe menempatkan
pengulangan di akhir kalimat atau klausa, sementara epifora menempatkannya di awal. Epistrophe sering
digunakan untuk memberikan penekanan pada ide tertentu, menciptakan ritme, atau memberikan efek
dramatis.
Sejenis dengan epifora, tetapi pengulangan terjadi di akhir kalimat atau frasa.
Contoh: "Dia memberikan harapan. Dia memberikan inspirasi. Dia memberikan kekuatan."
(Pengulangan kata "memberikan" di akhir setiap klausa memberikan penekanan pada peran
penting orang tersebut dalam memberikan kontribusi positif.)
5. Paralelisme:
Paralelisme adalah suatu majas yang melibatkan pengulangan struktur gramatikal atau pola sintaksis
yang serupa dalam dua atau lebih klausa, kalimat, atau unsur kalimat. Dengan kata lain, paralelisme
menciptakan suatu pola simetris dalam struktur kalimat atau klausa untuk memberikan kesan
keseimbangan, ritme, atau harmoni dalam penulisan. Paralelisme dapat digunakan untuk meningkatkan
kejelasan dan kekuatan pesan.
Pengulangan struktur kalimat atau frasa yang serupa untuk memberikan tatanan atau kejelasan pada
sindiran yang disampaikan.
Pengulangan struktur kalimat atau frasa yang serupa untuk memberikan keseimbangan dan penegasan.
Contoh: "Belajar dengan tekun, bekerja dengan keras, mencapai dengan keyakinan."
6. Klimaks:
Klimaks adalah suatu majas atau gaya bahasa yang melibatkan pengaturan kata-kata atau ide dalam
urutan bertingkat sehingga mencapai puncak atau intensitas yang semakin meningkat. Klimaks sering
digunakan untuk menciptakan ketegangan, menyoroti pentingnya suatu ide, atau membangun
dramatisasi dalam tulisan atau pidato.
Pengaturan kata-kata atau gagasan dalam urutan bertingkat sehingga mencapai puncak atau intensitas
yang semakin meningkat.
7. Antitesis:
Antitesis adalah suatu bentuk majas yang melibatkan penggunaan kontrast atau kebalikan antara dua
ide, konsep, atau frasa dalam suatu kalimat untuk menciptakan efek yang menarik atau memberikan
penekanan. Antitesis sering digunakan untuk menyampaikan perbedaan atau konflik antara dua hal yang
berlawanan.
Penggunaan kontras antara dua hal untuk menyampaikan sindiran atau kritik.
(Menggunakan antitesis untuk menunjukkan bahwa kehidupannya mungkin tidak bermakna atau
kurang memuaskan.)
Menggabungkan berbagai macam majas penegasan dapat memberikan kekuatan ekstra pada pesan yang
ingin disampaikan dan menciptakan efek yang lebih dramatis atau memukau.
UNGKAPAN
Ungkapan adalah kelompok kata yang memiliki makna khusus dan sering kali tidak dapat dipahami
secara harfiah berdasarkan makna kata per kata. Ungkapan sering digunakan dalam bahasa sehari-hari
untuk menyampaikan ide atau perasaan dengan cara yang khas atau idiomatis. Berikut adalah beberapa
jenis ungkapan:
1. Idiom:
- Sebuah ungkapan atau frase yang maknanya tidak dapat dipahami dari makna harfiah kata-kata
penyusunnya.
Contohnya, "memecahkan telur di atas kepala" tidak berarti secara harfiah memecahkan telur di atas
kepala, tetapi mengalami kegagalan atau kesulitan.
2. Peribahasa:
- Ungkapan yang berbentuk kalimat pendek yang mengandung nasehat atau ajaran.
3. Simile (Perbandingan):
- Sebuah ungkapan yang membandingkan dua hal dengan menggunakan kata-kata "seperti" atau
"bagai."
4. Metafora:
- Sebuah ungkapan yang menyamakan atau mengidentifikasi satu hal dengan hal lain tanpa
menggunakan kata-kata perbandingan langsung.
5. Eufemisme:
- Sebuah ungkapan yang digunakan untuk meredakan atau menggantikan ungkapan yang dianggap
kurang sopan atau keras.
Contohnya, "Pulang ke rumah yang lebih baik" untuk menyatakan kematian.
6. Aforisme:
7. Paradox:
- Sebuah ungkapan atau pernyataan yang terlihat bertentangan atau aneh tetapi mengandung
kebenaran atau logika.
8. Litotes:
- Suatu bentuk ekspresi yang menggunakan pernyataan negatif untuk menyampaikan suatu ide atau
makna yang sebenarnya positif.
9. Onomatope:
- Ungkapan atau frase yang memiliki makna tertentu dan tidak dapat diartikan secara harfiah.
Ungkapan-ungkapan ini merupakan bagian integral dari bahasa dan membantu menyampaikan ide atau
perasaan dengan cara yang khas atau tidak langsung.
PRIBAHASA
Pribahasa, juga dikenal sebagai peribahasa atau pepatah, adalah ungkapan yang berbentuk kalimat
pendek yang mengandung nasehat atau ajaran. Pribahasa umumnya mengandung makna kiasan dan
sering kali telah menjadi bagian dari kekayaan budaya suatu masyarakat. Berikut adalah beberapa jenis
pribahasa:
- Pribahasa yang menggunakan elemen alam atau fenomena alam sebagai kiasan untuk menyampaikan
pesan.
Contoh: "Sambil menyelam minum air" atau "Air susu dibalas dengan air tuba."
Contoh: "Biar mati anak, jangan mati adat" atau "Tak ada gading yang tak retak."
Contoh: "Seperti katak dalam tempurung" atau "Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian."
Contoh: "Sambil menyelam minum air" atau "Harta yang berubah tak dapat bawa mati."
Contoh: "Berpisah tiada" atau "Orang tak kenal, bukan tanah air sendiri."
Contoh: "Sehat wal afiat" atau "Makan buah, minum air putih."
Contoh: "Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri" atau "Buah jatuh tak jauh dari
pohonnya."
Contoh: "Bagai mencurah air ke daun keladi" atau "Seperti kera dapat bunga."
Setiap budaya memiliki pribahasa khasnya sendiri, dan pribahasa sering kali mencerminkan nilai-nilai,
norma, dan kebijaksanaan yang dihormati oleh masyarakat.