Nelly Nugrawati,
S.ST.,M.Kes., dkk.
CV. Dewa Publishing
Desa Kalianyar RT 003/ RW 002, Kec.
Ngronggot Kab. Nganjuk, Jawa Timur
ISBN: Email : publishingdewa@gmail.com
Website : www.dewapublishing.com
978-623-8491-40-7
Phone : 0819-1810-0313
Ukuran Buku:
Anggota IKAPI
15,5 x 23
No. 341/JTI/ 2022
Tebal Buku:
SANKSI PELANGGARAN UNDANG-UNDANG
vii + 222 halaman TENTANG HAK CIPTA NOMOR 19 TAHUN 2002
ii
KATA PENGANTAR
P
uji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya, buku ini
dapat disajikan sebagai panduan menyeluruh
mengenai "Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana".
Buku ini hadir sebagai wujud komitmen untuk memberikan
pemahaman yang mendalam dan holistik mengenai aspek-
aspek kesehatan reproduksi serta perencanaan keluarga.
Dalam perjalanan menuju pemahaman yang lebih baik
tentang tubuh manusia dan proses reproduksi, buku ini
menyajikan informasi dengan bahasa yang sederhana
namun tetap ilmiah. Kami berharap buku ini tidak hanya
akan menjadi sumber pengetahuan bagi mahasiswa di
bidang kesehatan, tetapi juga menjadi referensi yang
bermanfaat bagi praktisi kesehatan, peneliti, dan siapa pun
yang peduli terhadap kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana.
Pentingnya kesehatan reproduksi dan perencanaan
keluarga dalam mendukung pembangunan keluarga yang
sejahtera tidak dapat diragukan lagi. Oleh karena itu, buku
ini juga menggali aspek-aspek psikologis dan sosial yang
terkait dengan kesehatan reproduksi, membuka ruang
untuk refleksi dan pemahaman yang lebih dalam.
Sebagai penulis, kami menyadari bahwa pengembangan
dan pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan
investasi jangka panjang untuk kesejahteraan individu dan
masyarakat. Dengan demikian, kami berharap buku ini
dapat menjadi alat yang efektif untuk memberdayakan
masyarakat dalam mengambil keputusan yang bijak terkait
dengan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana.
iii
Terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan buku ini. Semoga buku
"Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana" ini dapat
memberikan manfaat yang besar dan menjadi langkah awal
bagi kita semua dalam mencapai masyarakat yang lebih
sehat dan sejahtera.
Selamat membaca!
[Penulis/Penulis Tim]
iv
DAFTAR ISI
v
BAB V FERTIL DAN INFERTILITAS....................................... 66
5.1 Tujuan Pembelajaran ...................................................... 66
5.2 Materi .................................................................................... 66
5.3 Rangkuman ...................................................................... 108
5.4 Latihan ............................................................................... 110
BAB VI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL ............................ 112
6.1 Tujuan Pembelajaran ................................................... 112
6.2 Materi ................................................................................. 112
6.3 Rangkuman ...................................................................... 126
6.4 Latihan ............................................................................... 127
BAB VII GANGGUAN HAID.......................................................... 129
7.1 Tujuan Pembelajaran ................................................... 129
7.2 Materi ................................................................................. 129
7.3 Rangkuman ...................................................................... 141
7.4 Latihan ............................................................................... 142
BAB VIII MENGANALISIS MASALAH-MASALAH
KESEHATAN REPRODUKSI WANITA .................. 145
8.1 Tujuan Pembelajaran ................................................... 145
8.2 Materi ................................................................................. 146
8.3 Rangkuman ...................................................................... 161
8.4 Latihan ............................................................................... 162
BAB IX DETEKSI DINI GANGGUAN KESEHATAN
REPRODUKSI .................................................................. 164
9.1 Tujuan Pembelajaran ................................................... 164
9.1 Materi ................................................................................. 164
9.3 Rangkuman ...................................................................... 191
9.4 Latihan ............................................................................... 192
BAB X KONSEP KELUARGA BERENCANA ........................ 195
10.1 Tujuan Pembelajaran ................................................... 195
10.2 Materi ................................................................................. 195
vi
10.3 Rangkuman ...................................................................... 200
10.4 Latihan ............................................................................... 201
BAB XI KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE)
PELAYANAN KB ............................................................. 203
11.1 Tujuan Pembelajaran ................................................... 203
11.2 Materi ................................................................................. 203
11.3 Rangkuman ...................................................................... 217
11.4 Latihan ............................................................................... 218
vii
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB I
KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI
1.2 Materi
A. Definisi Kesehatan Reproduksi
1. Pengertian
Istilah "reproduksi" berasal dari gabungan kata
"re" yang berarti kembali dan "produksi" yang
berarti membuat atau menghasilkan. Oleh karena
itu, reproduksi mengacu pada suatu proses
kehidupan manusia dalam menghasilkan
1
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
2
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
3
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
4
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
5
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
6
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
7
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
8
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
9
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
10
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
11
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
12
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
2. Kemiskinan
Kondisi kemiskinan dapat menimbulkan sejumlah
masalah kesehatan bagi seseorang, antara lain:
a. Keterbatasan pangan atau asupan gizi yang
tidak mencukupi. Menurut World Health
Organization (WHO) di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia, sekitar 450
juta wanita mengalami pertumbuhan yang
tidak optimal akibat kekurangan gizi pada
masa kanak-kanak yang disebabkan oleh
kemiskinan. Meskipun terdapat cukup pangan,
budaya cenderung memberikan porsi yang
lebih besar dan berkualitas kepada suami dan
anak laki-laki, sementara ibu sering kali
mendapatkan sisa-sisa pangan.
b. Wanita membutuhkan asupan gizi lebih tinggi,
terutama zat besi tiga kali lipat dari kebutuhan
pria, untuk menggantikan kehilangan darah
selama menstruasi. Kekurangan zat besi dan
yodium pada wanita dapat berdampak negatif
pada perkembangan fisik dan mental janin.
c. Wanita rentan terhadap penyakit, termasuk
penyakit menular seksual, karena pekerjaan
atau kondisi tubuh yang berbeda dari pria.
Pekerjaan yang melibatkan kontak dengan air,
seperti mencuci dan memasak, dapat
meningkatkan risiko penularan bakteri
penyakit.
d. Kondisi lingkungan yang buruk, seperti
pasokan air yang kurang memadai, sanitasi
yang tidak memadai, dan perumahan yang
tidak layak.
13
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
14
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
15
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
16
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
17
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
18
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
19
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
20
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
1.3 Rangkuman
Reproduksi, berasal dari kata "re" yang artinya kembali dan
"produksi" yang berarti membuat atau menghasilkan,
merujuk pada proses kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan. Organ reproduksi adalah alat
tubuh yang berfungsi untuk tujuan reproduksi manusia.
Menurut BKKBN dan ICPD, kesehatan reproduksi mencakup
21
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
22
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
1.4 Latihan
1. Apa pengertian reproduksi menurut BKKBN (2001)?
a. Proses kehidupan manusia
b. Menghasilkan keturunan
c. Kembali pada produksi
d. Organ tubuh yang berfungsi
e. Kondisi bebas dari penyakit
Jawaban: b
2. Menurut Drs. Syaifuddin, kesehatan reproduksi
adalah?
a. Keadaan bebas dari penyakit
b. Kondisi bebas dari kecacatan
c. Kemampuan memanfaatkan alat reproduksi
d. Proses reproduksi manusia
e. Keadaan fisik yang utuh
Jawaban: c
23
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
24
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB II
KESEHATAN REPRODUKSI
PEREMPUAN DI INDONESIA DALAM
PERSPEKTIF GENDER
2.2 Materi
A. Pengertian
1. Asal-usul istilah "gender" dapat ditelusuri dari
kata "Jinsiyyun" dalam bahasa Prancis dan Inggris
yang mengadopsi kata tersebut.
2. Menurut Kantor Menneg PP, BKKBN, UNFPA
(2001), gender merujuk pada perbedaan peran,
fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan, yang merupakan konstruksi sosial
yang dapat berubah seiring perkembangan zaman.
25
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
26
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
27
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
28
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
29
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
E. Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan gender, menurut Kantor Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan, adalah suatu
strategi yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan
dan keadilan gender. Landasannya terutama
ditemukan dalam Inpres No. 9 tahun 2000, khususnya
bagi instansi pemerintah, dan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Prinsip Pengarusutamaan Gender
a. Pluralistik: Menerima keragaman budaya.
b. Bukan Pendekatan Konflik: Menghadapi
permasalahan tanpa membedakan antara laki-
laki dan perempuan.
30
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
31
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
d. Operasionalisasi PUG.
e. Mobilisasi sumber daya dan kemitraan.
5. Alat Pengarusutamaan Gender
Analisis gender dipandang sebagai alat atau
metode untuk mengevaluasi suatu kebijakan dan
proses perencanaan program dengan
mempertimbangkan perspektif gender dan
hubungan gender. Langkah-langkah analisis
gender melibatkan:
a. Memilih program yang akan dianalisis.
b. Identifikasi dan analisis data/hasil program
yang dipisahkan menurut jenis kelamin.
c. Melakukan analisis untuk mengetahui
penyebab ketidaksetaraan gender dengan
menilai empat faktor penyebab, yaitu akses,
penguasaan terhadap sumber daya,
kesempatan untuk berperan, dan perbedaan
dalam memperoleh manfaat dari program.
d. Dari hasil analisis, diidentifikasi masalah
gender.
e. Merumuskan kembali sasaran/tujuan
program dengan memasukkan hasil analisis
gender untuk mendapatkan sasaran program
yang responsif terhadap gender.
f. Memeriksa kembali apakah faktor
ketidaksetaraan gender telah tercakup dalam
analisis.
g. Mengembangkan indikator sensitif gender
sebagai alat untuk pemantauan dan evaluasi.
32
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
33
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
34
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
35
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
36
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
37
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
38
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
39
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
40
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
41
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
K. Sosialisasi Gender
Gender bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir,
tetapi dipelajari melalui proses sosialisasi. Sosialisasi
gender merupakan proses di mana individu
memahami dan mempraktikkan norma-norma, peran,
dan perilaku yang dianggap sesuai dengan jenis
kelaminnya dalam suatu masyarakat. Ini adalah bagian
dari proses sosialisasi umum yang membentuk
identitas dan peran individu dalam masyarakat.
Beberapa agen sosialisasi gender yang berperan
penting dalam membentuk konsep gender individu
meliputi:
1. Keluarga
Keluarga adalah agen sosialisasi utama yang
mempengaruhi pemahaman anak tentang gender.
Pola-pola peran gender, norma-norma, dan nilai-
nilai diwariskan dari generasi ke generasi melalui
interaksi di dalam keluarga.
2. Kelompok Bermain
Interaksi dengan teman sebaya juga memainkan
peran dalam membentuk konsep gender. Anak-
anak belajar dan menginternalisasi norma-norma
42
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
2.3 Rangkuman
Materi ini membahas asal-usul istilah "gender" yang berasal
dari bahasa Prancis dan Inggris, yakni "Jinsiyyun," serta
definisi gender menurut beberapa lembaga seperti Kantor
Menneg PP, BKKBN, UNFPA, dan Badan Pemberdaya
Masyarakat. Terdapat tiga teori tentang gender, yaitu Teori
Nurture, Teori Nature, dan Teori Equilibrium. Selanjutnya,
materi menjelaskan pengertian seksualitas atau jenis
kelamin menurut beberapa lembaga, seperti Kantor Menneg
PP, Dep Kes RI, dan WHO.
Perbedaan antara gender dan jenis kelamin
ditekankan, dengan seks bersifat biologis dan gender
dibentuk oleh faktor sosial dan budaya. Isu-isu diskriminasi
gender dan ketidakadilan gender dibahas, melibatkan
marjinalisasi, pandangan stereotipe, kekerasan, dan beban
kerja yang tidak seimbang.
43
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
44
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
2.4 Latihan
1. Apa yang menjadi asal-usul istilah "gender" dalam
bahasa Prancis dan Inggris?
a. Jenderal
b. Jinis
c. Genderis
d. Jinsiyyun
e. Genderal
Jawaban : d
2. Menurut Badan Pemberdayaan Masyarakat (2003),
definisi gender melibatkan perbedaan apa saja?
a. Biologis, sosial, dan budaya
b. Fisik, biologis, dan sosial
c. Peran, fungsi, dan tanggung jawab
d. Laki-laki dan perempuan
e. Gen dan dera
Jawanban: c
3. Bagaimana definisi seksualitas/jenis kelamin menurut
Kantor Menneg PP, PBKBN, UNFPA (2001)?
a. Teori Nurture
b. Teori Nature
c. Teori Equilibrium
d. Teori Sosial
e. Teori Budaya
Jawaban: a
45
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
46
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB III
KESEHATAN WANITA INDONESIA
3.2 Materi
A. Kesehatan Ibu Di Indonesia
Kehamilan, persalinan, dan masa nifas menjadi pemicu
tingginya tingkat kematian, penyakit, dan cacat pada
perempuan usia reproduksi di Indonesia. Menurut
hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
2002/2003, tingkat kematian ibu (AKI) mencapai 307
per 100.000 kelahiran hidup, yang kemudian menurun
menjadi 226/100.000 pada tahun 2006. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa faktor-faktor
utama yang mempengaruhi tingginya angka kematian
ibu meliputi infeksi, perdarahan, dan komplikasi
persalinan. Kelima penyebab utama kematian ibu
47
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
48
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
49
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
50
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
51
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
52
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
53
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
54
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
3.3 Rangkuman
Kehamilan, persalinan, dan masa nifas menjadi pemicu
tingginya tingkat kematian, penyakit, dan cacat pada
perempuan usia reproduksi di Indonesia. Menurut hasil
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003,
tingkat kematian ibu (AKI) mencapai 307 per 100.000
kelahiran hidup, yang kemudian menurun menjadi
226/100.000 pada tahun 2006. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mencatat bahwa faktor-faktor utama yang
mempengaruhi tingginya angka kematian ibu meliputi
infeksi, perdarahan, dan komplikasi persalinan. Kelima
penyebab utama kematian ibu meliputi perdarahan
postpartum, sepsis puerperal, abortus, eklamsia, dan
persalinan terhambat.
Kualitas hidup perempuan Indonesia terbatas oleh
keterbatasan pengetahuan, lingkungan sosial budaya yang
belum mendukung perkembangan perempuan, dan
kurangnya pemahaman terhadap konsep gender dalam
kehidupan sosial dan keluarga. Angka kematian ibu diukur
dengan jumlah kematian ibu akibat kehamilan, persalinan,
dan nifas dalam satu tahun, dibagi dengan jumlah kelahiran
hidup pada tahun yang sama, diungkapkan sebagai
persentase atau permil.
Perempuan dihadapkan pada berbagai tantangan
seperti kekerasan dalam keluarga, perdagangan, tekanan
budaya, adat istiadat, pendidikan rendah, dan dominasi pria
di dalam rumah tangga. Pemerintah daerah masih perlu
meningkatkan komitmen untuk meningkatkan kedudukan
dan kebijakan perempuan secara menyeluruh, terutama
dalam upaya mengurangi angka kematian ibu saat
melahirkan.
Dalam era modern ini, perbincangan mengenai
masalah kesehatan menjadi umum. Peningkatan
pemahaman terhadap gaya hidup sehat menjadi faktor
utama, karena manusia modern, termasuk pria dan wanita,
55
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
3.4 Latihan
1. Apa yang menjadi pemicu tingginya tingkat kematian
ibu (AKI) pada perempuan usia reproduksi di
Indonesia menurut hasil Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2002/2003?
a. Gaya hidup tidak sehat
b. Infeksi, perdarahan, dan komplikasi persalinan
c. Kurangnya akses ke fasilitas kesehatan
d. Pendidikan rendah
e. Kurangnya dukungan keluarga
Kunci Jawaban: b
2. Apa yang menjadi kelima penyebab utama kematian
ibu, menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO)?
a. Stroke, diabetes, kanker, osteoporosis, depresi
56
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
57
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
58
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB IV
MENGANALISIS ISU-ISU
KESEHATAN WANITA
4.2 Materi
A. Kematian Maternal
Menurut batasan dari The Tenth Revision of The
International Classification of Diseases (ICD 10),
kematian maternal merujuk kepada kematian seorang
wanita yang terjadi selama kehamilan atau dalam 42
hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa
memperhatikan lama dan lokasi kehamilan. Kematian
ini disebabkan oleh faktor yang terkait dengan
kehamilan, diperberat oleh kehamilan itu sendiri atau
59
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
60
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
61
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
62
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
d. Faktor Penolong
Sekitar 70-80% persalinan masih ditolong
oleh dukun beranak. Baru setelah persalinan
terlantar dan tidak dapat maju dengan disertai
gejala komplikasi yang berat, seperti infeksi
atau ruptura uteri, ibu dikirim ke fasilitas
kebidanan yang memadai. Pada tahap ini,
tindakan yang diambil kadang kala tidak dapat
menolong ibu maupun anaknya.
e. Faktor Sarana dan Fasilitas
Termasuk sarana dan fasilitas rumah sakit,
penyediaan darah dan obat-obatan yang
terjangkau oleh masyarakat, serta
ketersediaan fasilitas anastesi, transportasi,
dan lainnya.
f. Faktor Lainnya
Meliputi faktor sosial ekonomi, kepercayaan
dan budaya masyarakat, tingkat pendidikan,
ketidaktahuan, dan lain-lain.
g. Faktor Sistem Rujukan
Meskipun pemerintah telah menetapkan ahli
kebidanan di setiap ibu kota kabupaten untuk
memudahkan pelayanan kebidanan, namun
belum semua ibu kota kabupaten memiliki
kehadiran ahli kebidanan. Oleh karena itu,
sistem rujukan kasus kebidanan masih belum
sempurna.
4.3 Rangkuman
Pelayanan kesehatan wanita dapat diukur melalui AKI dan
perinatal, serta penerimaan gerakan keluarga berencana.
Meskipun upaya pemerintah telah dilakukan, angka
63
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
4.4 Latihan
1. Apa yang dapat diukur untuk menilai penyelenggaraan
sistem pelayanan kesehatan suatu negara?
a. Angka Kematian Ibu (AKI)
b. Angka Perinatal
c. Penerimaan gerakan keluarga berencana
d. Semua jawaban benar
e. Hanya a dan b benar
Kunci Jawaban: d
2. Menurut ICD 10, kematian maternal merujuk kepada
kematian yang terjadi dalam berapa hari setelah
berakhirnya kehamilan?
a. 7 hari
b. 14 hari
c. 28 hari
d. 42 hari
e. 60 hari
Kunci Jawaban: d
3. Apa yang termasuk dalam trias klasik penyebab
kematian ibu?
a. Kekurangan oksigen
64
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
65
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB V
FERTIL DAN INFERTILITAS
5.2 Materi
A. Pengertian Infertilitas
Infertilitas merupakan kondisi di mana pasangan yang
telah menjalani hubungan suami istri tanpa
menggunakan pelindung selama setahun tidak berhasil
mencapai kehamilan (Carey, Reyburn, OBSTETRI &
GINEKOLOGI, 2001, hal. 322). Infertilitas dapat
diartikan sebagai upaya selama satu tahun yang tidak
berhasil menghasilkan kehamilan dalam konteks
kehidupan rumah tangga yang normal (Manuaba,
Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
66
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
67
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
68
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
69
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
d. Endometriosis
Endometriosis adalah suatu kondisi medis di
mana jaringan yang biasanya melapisi dinding
rahim (endometrium) tumbuh di luar rahim.
Hal ini dapat melibatkan organ-organ seperti
ovarium, saluran tuba, atau bagian luar rahim
dan panggul. Selama siklus menstruasi,
jaringan endometriosis ini mengalami
perubahan siklik yang serupa dengan
endometrium di dalam rahim, tetapi karena
letaknya di luar rahim, tidak memiliki jalan
keluar alami. Hal ini dapat menyebabkan
pembentukan kista, jaringan parut, dan rasa
sakit yang signifikan. Endometriosis juga
dapat mempengaruhi kesuburan wanita
karena dapat menghambat fungsi ovarium,
merusak tuba falopi, atau menyebabkan
peradangan yang mempengaruhi kualitas telur
dan sperma.
e. Faktor immunologis
Jika embrio memiliki antigen yang berbeda
dari ibu, tubuh ibu dapat memberikan reaksi
sebagai tanggapan terhadap benda asing
tersebut. Respon ini memiliki potensi untuk
menyebabkan terjadinya keguguran spontan
pada wanita hamil.
f. Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap
rokok, gas anestesi, zat kimia, dan pestisida
memiliki potensi untuk menyebabkan
keracunan pada seluruh bagian tubuh,
termasuk organ reproduksi, yang dapat
berdampak negatif pada kesuburan.
70
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
2. Pada pria
Beberapa gangguan umum dapat menjadi
penyebab infertilitas pada pria, termasuk:
a. Ketidaknormalan pada sperma, baik dalam
morfologi maupun motilitas.
b. Kelainan pada ejakulasi, seperti ejakulasi
retrograde dan hipospadia.
c. Gangguan pada ereksi.
d. Ketidaknormalan pada cairan semen,
termasuk perubahan pH dan komposisi kimia.
e. Infeksi pada saluran genital yang dapat
meninggalkan jaringan parut, menyebabkan
penyempitan atau obstruksi pada saluran
genital.
f. Faktor lingkungan, seperti paparan radiasi dan
penggunaan obat-obatan anti kanker.
71
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
72
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
73
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
74
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
4. Hubungan Seksual
Penyebab infertilitas yang berhubungan dengan
aspek hubungan seksual melibatkan beberapa
faktor, termasuk frekuensi hubungan seksual,
pemilihan posisi seksual, dan waktu hubungan
seksual pada masa subur.
5. Frekuensi
Hubungan intim (koitus) atau onani (masturbasi)
yang dilakukan setiap hari dapat mengurangi
jumlah dan kepadatan sperma. Disarankan untuk
mempertahankan frekuensi sekitar 2-3 kali
seminggu. Dengan menjaga frekuensi ini, testis
memiliki waktu yang cukup untuk memproduksi
sperma dalam jumlah yang memadai dan dalam
kondisi yang matang.
6. Posisi
Infertilitas dapat dipengaruhi oleh hubungan
seksual yang berkualitas. Disarankan untuk
menjalani hubungan seksual dengan frekuensi 2-3
kali seminggu, melibatkan penetrasi tanpa
menggunakan kontrasepsi. Penetrasi, yang
melibatkan masuknya penis ke dalam vagina,
memungkinkan sperma dikeluarkan dan bertemu
dengan sel telur yang "menunggu" di saluran telur
wanita. Penting untuk dicatat bahwa gangguan
ereksi, yang disebut impotensi, dapat menjadi
penyebab infertilitas karena menghambat
terjadinya penetrasi. Penetrasi yang optimal dapat
dicapai dengan posisi pria di atas dan wanita di
bawah, dengan tambahan bantal di bawah pantat
wanita untuk membantu menampung sperma.
Setelah menerima sperma, disarankan agar wanita
berbaring selama 10 menit hingga 1 jam, memberi
waktu pada sperma untuk bergerak menuju
saluran telur dan bertemu dengan sel telur.
75
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
7. Masa Subur
Pernyataan yang beredar di masyarakat bahwa
agar bisa hamil, wanita harus mencapai orgasme
saat berhubungan seksual adalah keliru.
Kehamilan sebenarnya terjadi saat sel telur dan
sperma bertemu. Penting untuk diingat bahwa
orgasme tidak mempengaruhi pelepasan sel telur.
Satu sel telur biasanya dilepaskan oleh indung
telur setiap menstruasi, kira-kira 14 hari sebelum
menstruasi berikutnya, dalam suatu peristiwa
yang disebut ovulasi. Setelah itu, sel telur
menunggu sperma di saluran telur (tuba falopi)
selama sekitar 48 jam, yang disebut masa subur.
Oleh karena itu, kesempatan terbesar untuk
terjadinya kehamilan terjadi saat hubungan
seksual yang terjadi selama masa subur.
8. Kondisi Reproduksi Wanita
Kelainan yang paling umum pada organ
reproduksi wanita yang dapat menyebabkan
infertilitas adalah endometriosis dan infeksi
panggul. Selain itu, terdapat kelainan lain yang
kurang umum, termasuk mioma uteri, polip, kista,
dan saluran telur yang tersumbat (bisa satu atau
dua tersumbat). Semua kelainan ini memiliki
potensi untuk mempengaruhi kemampuan
reproduksi wanita dan dapat menyulitkan
terjadinya kehamilan. Sebagai contoh,
endometriosis dapat menyebabkan peradangan
dan jaringan parut di sekitar organ reproduksi,
sedangkan infeksi panggul dapat merusak saluran
tuba fallopi. Pemahaman tentang penyebab
kelainan ini dapat membantu dalam penanganan
dan pengobatan infertilitas.
76
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
77
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
78
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
79
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
80
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
81
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
82
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
83
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
84
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
85
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
86
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
87
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
88
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
89
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
90
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
91
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
92
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
93
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
94
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
95
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
96
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
97
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
98
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
99
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
100
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
101
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
102
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
103
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
F. Penatalaksanaan Infertilitas
1. Wanita
Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala
lendir serviks puncak, dan waktu yang tepat untuk
coital sangat penting dalam manajemen gangguan
fertilitas. Beberapa terapi obat dan tindakan medis
yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
infertilitas antara lain:
a. Stimulan Ovulasi: Dapat digunakan untuk
mengatasi gangguan ovulasi yang disebabkan
oleh supresi hipotalamus, peningkatan kadar
prolaktin, atau masalah tiroid (TSH).
b. Terapi Penggantian Hormon: Digunakan untuk
mengatasi ketidakseimbangan hormon yang
mungkin menjadi penyebab infertilitas.
104
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
105
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
G. Pencegahan Infertilitas
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk
meningkatkan kesehatan reproduksi pada pria
meliputi:
106
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
H. Pengobatan Infertilitas
Tindakan-tindakan yang dapat diambil untuk
mengatasi masalah infertilitas pada pria termasuk:
1. Pemberian Antibiotik: Dilakukan pada pria dengan
infeksi traktus genitalis yang dapat menyebabkan
sumbatan vas deferens atau merusak jaringan
testis.
2. Pembedahan: Dapat dilakukan pada kasus mioma
atau tuba yang tersumbat. Namun, tindakan
pembedahan ini dapat meninggalkan parut yang
dapat mempengaruhi saluran reproduksi.
3. Terapi untuk Endometriosis: Penderita
endometriosis dapat menjalani terapi hormonal,
pembedahan konservatif, atau menunggu sampai
terjadi kehamilan secara alami.
107
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
5.3 Rangkuman
Infertilitas merupakan kondisi di mana pasangan suami istri
tidak berhasil mencapai kehamilan setelah satu tahun
berhubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi.
Terdapat dua kategori infertilitas utama, yaitu primer dan
sekunder. Faktor penyebab infertilitas dapat terjadi pada
wanita dan pria. Pada wanita, beberapa faktor melibatkan
gangguan organ reproduksi, gangguan ovulasi, kegagalan
implantasi, endometriosis, faktor immunologis, dan faktor
lingkungan. Pada pria, gangguan sperma, kelainan ejakulasi,
gangguan ereksi, kelainan cairan semen, infeksi saluran
genital, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan
infertilitas. Pemahaman mengenai faktor-faktor ini penting
untuk diagnosis dan penanganan infertilitas.
Pemeriksaan pasangan infertil mencakup serangkaian
langkah dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Syarat-
108
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
109
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
5.4 Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan infertilitas primer?
a. Pasangan suami istri telah berhasil memiliki anak
sebelumnya.
b. Pasangan suami istri belum berhasil memiliki anak
setelah satu tahun berhubungan seksual.
c. Gangguan ovulasi pada wanita.
d. Kelainan pada sperma pria.
e. Kegagalan implantasi pada wanita.
Jawaban: b
2. Faktor apa yang dapat menyebabkan gangguan ovulasi
pada wanita?
a. Paparan radiasi.
b. Endometriosis.
c. Gangguan pada tuba falopi.
d. Kegagalan implantasi.
e. Ketidakseimbangan hormonal.
Jawaban : e
3. Apa syarat-syarat pemeriksaan infertil pada pasangan
yang ingin memiliki anak?
a. Istri berumur antara 20-30 tahun
b. Pasangan infertil yang berumur antara 36-40
tahun
c. Pernah mengalami bedah ginekologik
d. Semua jawaban benar
110
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
111
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB VI
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
6.2 Materi
A. Pengertian
Infeksi menular seksual atau IMS, yang sebelumnya
dikenal sebagai penyakit menular seksual atau PMS,
merupakan kondisi infeksi yang umumnya disebabkan
oleh hubungan seks yang tidak aman. Penularan dapat
terjadi melalui berbagai media, termasuk darah,
sperma, cairan vagina, atau cairan tubuh lainnya.
Selain itu, penularan dapat terjadi tanpa melibatkan
hubungan seksual, seperti dari ibu kepada bayi selama
kehamilan atau proses kelahiran. Penggunaan jarum
suntik secara berulang atau dipertukarkan antara
beberapa individu juga dapat meningkatkan risiko
penularan infeksi.
112
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
113
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
114
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
115
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
116
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
117
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
118
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
119
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
120
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
121
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
122
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
B. Pencegahan IMS/ISR
Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Infeksi
Saluran Reproduksi (ISR) dapat dilakukan dengan:
1. Menunda Berhubungan Seks di Bawah Umur 20
Tahun: Karena senggama pertama pada usia 15-20
tahun dianggap paling berisiko untuk
menyebabkan kanker serviks.
2. Berprilaku Sehat: Ini melibatkan menjaga
kebersihan alat reproduksi, seperti menggunakan
celana dalam dari bahan katun yang dapat
menyerap keringat, dan berprilaku seksual yang
sehat.
3. Hindari Seks Pranikah dan Berganti-ganti
Pasangan: Mengurangi risiko penularan IMS
123
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
C. Dampak IMS/ISR
Dampak Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Infeksi
Seksual Menular (ISM) bagi remaja perempuan dan
laki-laki dapat dibagi menjadi dampak fisik dan
dampak psikologis.
1. Dampak Secara Fisik
a. Infeksi alat reproduksi dapat menurunkan
kualitas ovulasi, mengganggu siklus
menstruasi, dan mengurangi kesuburan.
b. Peradangan alat reproduksi dapat
menyebabkan risiko kehamilan di luar rahim,
meningkatkan komplikasi kehamilan.
124
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
125
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
6.3 Rangkuman
Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Infeksi Saluran
Reproduksi (ISR) merupakan kondisi kesehatan yang
umumnya disebabkan oleh perilaku seksual yang tidak
aman. Penularan dapat terjadi melalui berbagai media,
termasuk darah, sperma, cairan vagina, atau cairan tubuh
lainnya. IMS dapat menyebabkan dampak serius, terutama
pada remaja, yang cenderung lebih rentan terhadap risiko
ini.
Penting untuk memahami berbagai jenis IMS dan ISR
serta dampaknya baik secara fisik maupun psikologis. Sifilis,
gonore, klamidia, herpes genital, kutil kelamin, dan HIV
adalah beberapa contoh IMS yang sering dihadapi. Gejala
dan tahapan penyakit ini dapat bervariasi, dan diagnosis
dini sangat penting untuk pengobatan yang efektif.
Pencegahan IMS/ISR menjadi fokus utama untuk
mengurangi risiko penularan. Edukasi mengenai perilaku
seksual yang sehat, penundaan hubungan seks di bawah
usia 20 tahun, penggunaan kondom, dan menghindari seks
pranikah serta berganti-ganti pasangan merupakan langkah-
langkah penting dalam pencegahan. Kesadaran akan risiko
penularan IMS yang terkait dengan penggunaan narkotika
suntik juga perlu ditekankan.
Dampak IMS tidak hanya terbatas pada aspek fisik,
melainkan juga mencakup dampak psikologis yang
signifikan. Remaja yang terkena IMS dapat mengalami
rendah diri, rasa malu, dan ketakutan, yang dapat
menghambat pencarian pengobatan yang tepat. Gangguan
hubungan seksual setelah menikah juga bisa menjadi
dampak yang serius.
Pentingnya pendekatan holistik dalam penanganan
IMS pada remaja menjadi kunci. Ini melibatkan pemahaman
mendalam tentang penyebab, gejala, pencegahan, dan
dampak secara menyeluruh. Pendidikan seks yang
komprehensif dan dukungan psikologis dapat membantu
126
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
6.4 Latihan
1. Bagaimana penularan IMS dapat terjadi tanpa
melibatkan hubungan seksual?
a. Melalui darah
b. Melalui cairan vagina
c. Dari ibu ke bayi selama kehamilan
d. a, b, dan c benar
e. Hanya b dan c benar
Jawaban: d
2. Apa yang menjadi dampak fisik dari infeksi gonore
pada wanita?
a. Keluarnya cairan dari ujung penis
b. Rasa sakit di sekitar testikel
c. Cairan vagina yang encer dengan warna kuning
atau hijau
d. Sensasi gatal atau panas di sekitar lubang penis
e. a dan b benar
Jawaban: c
127
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
128
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB VII
GANGGUAN HAID
7.2 Materi
A. Pengertian gangguan haid
Gangguan menstruasi adalah kondisi pendarahan
menstruasi yang tidak normal dalam hal aspek-aspek
tertentu, seperti panjang siklus menstruasi, durasi
menstruasi, dan jumlah darah yang dikeluarkan.
129
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
130
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
131
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
132
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
133
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
134
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
135
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
136
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
137
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
138
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
139
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
140
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
7.3 Rangkuman
Gangguan menstruasi mencakup berbagai kondisi
perdarahan haid yang tidak normal, melibatkan faktor-
faktor seperti panjang siklus, durasi menstruasi, dan jumlah
darah yang dikeluarkan. Fisiologi menstruasi normal
melibatkan interaksi kompleks antara hipotalamus,
hipofisis, ovarium, dan endometrium. Klasifikasi gangguan
haid melibatkan kelainan panjang siklus, kelainan lama haid,
metroragi, perdarahan bercak, perdarahan uterus
disfungsional, dan gangguan lain yang berhubungan dengan
haid.
Dalam kelainan panjang siklus, polimenore
menyebabkan siklus kurang dari 21 hari, sedangkan
oligomenore terjadi jika siklus lebih dari 35 hari. Anovulasi,
insufisiensi korpus luteum, dan fase folikuler memendek
menjadi penyebab polimenore, dengan penanganan meliputi
induksi ovulasi dan pemberian hormon sesuai kebutuhan.
Oligomenore, yang berhubungan dengan fase folikuler atau
sekresi yang memanjang, tidak memerlukan pengobatan jika
perdarahan teratur, tetapi induksi ovulasi diperlukan jika
perdarahan memanjang.
Gangguan lain pada waktu haid mencakup amenorea,
oligomenorea, polimenorea, menoragia atau hipermenorea,
hipomenorea, dan metroragia. Amenorea, ketiadaan
menstruasi, dapat bersifat primer jika tidak ada haid pada
usia 16 tahun atau sekunder jika tidak ada haid selama 3-6
siklus setelah menstruasi biasa. Oligomenorea melibatkan
siklus haid lebih dari 35 hari dan memerlukan konsultasi
medis jika berlangsung lebih dari 3 bulan. Polimenorea,
141
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
7.4 Latihan
1. Fisiologi menstruasi yang normal melibatkan interaksi
antara organ-organ tertentu. Manakah pernyataan
yang benar mengenai fase folikulogenesis?
a. Durasinya selalu tetap selama 14 hari.
b. Peningkatan estrogen hanya terjadi ketika korpus
luteum hadir.
c. Umur korpus luteum sekitar 21-31 hari.
d. Pada fase ini, lonjakan hormon LH menyertai
ovulasi.
142
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
143
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
144
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB VIII
MENGANALISIS MASALAH-
MASALAH KESEHATAN
REPRODUKSI WANITA
145
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
8.2 Materi
A. Penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory
Disease/ PID)
1. Definisi
146
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
b. Metritis
Metritis adalah kondisi peradangan pada
miometrium. Metritis akut umumnya terjadi
dalam konteks abortus septic atau infeksi
pasca persalinan. Metritis merupakan infeksi
yang terjadi setelah persalinan dan
merupakan salah satu penyebab utama
kematian ibu. Penyakit ini tidak berdiri
sendiri, melainkan merupakan bagian dari
infeksi yang lebih luas. Pada metritis, terjadi
reaksi peradangan yang ditandai oleh
pembengkakan dan infiltrasi sel-sel
peradangan.
c. Parametritis
Parametritis merupakan infeksi pada jaringan
pelvis yang dapat terjadi melalui beberapa
jalur, yaitu melalui penyebaran limfe dari luka
serviks yang terinfeksi atau dari endometritis,
serta melalui penyebaran langsung dari luka
pada serviks yang meluas hingga ke dasar
ligamentum.
d. Salpingitis
Salpingitis disebabkan oleh infeksi gonore
yang dapat terjadi pada trimester pertama
kehamilan. Hal ini terjadi karena migrasi
bakteri dari serviks ke atas, mencapai
endosalping. Ketika korion menyatu dengan
desidua pada trimester kedua, hal ini
menyebabkan penyumbatan total kavum uteri,
sehingga jalur penyebaran bakteri yang naik
melalui mukosa uterus terputus. Oleh karena
itu, inflamasi akut primer pada tuba dan
ovarium jarang terjadi, meskipun abses tubo-
ovarium dapat terbentuk dalam struktur yang
147
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
148
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
149
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
150
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
4. Diagnosa
Diagnosis penyakit radang panggul (PID)
ditegakkan berdasarkan gejala yang dialami oleh
pasien dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
panggul dan palpasi perut merupakan langkah
penting dalam proses ini.
Beberapa pemeriksaan lain yang umumnya
dilakukan untuk mendukung diagnosis meliputi:
a. Pemeriksaan darah lengkap: Untuk
mengevaluasi adanya tanda-tanda peradangan
atau infeksi dalam darah.
b. Pemeriksaan cairan dari serviks: Pengambilan
dan analisis cairan dari leher rahim untuk
mendeteksi adanya infeksi.
c. Kuldosentesis: Pengambilan sampel cairan
dari dalam rongga perut untuk menilai adanya
infeksi atau cairan yang tidak normal.
d. Laparoskopi: Prosedur endoskopi yang
melibatkan penggunaan alat kecil yang
dimasukkan melalui sayatan kecil untuk
melihat langsung ke dalam panggul dan
mengevaluasi kondisi organ-organ di
dalamnya.
e. USG panggul (Ultrasonografi): Pemeriksaan
menggunakan gelombang suara untuk
menciptakan gambar organ-organ di dalam
panggul dan menilai apakah ada tanda-tanda
peradangan atau abses.
5. Pengobatan
Tujuan utama dari terapi penyakit radang panggul
(PID) adalah untuk mencegah kerusakan pada
saluran tuba, yang dapat menyebabkan infertilitas
(ketidaksuburan) dan kehamilan ektopik, serta
151
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
152
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
153
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
154
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
155
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
156
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
157
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
158
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
159
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
160
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
8.3 Rangkuman
PID merupakan kondisi peradangan pada tuba falopi yang
dapat memiliki risiko tinggi pada wanita yang menggunakan
alat kontrasepsi intrauterin. Jenis-jenis PID melibatkan
peradangan pada endometrium, miometrium, jaringan
pelvis, tuba fallopi, dan ovarium. Faktor risiko meliputi usia,
pergantian pasangan seksual, dan penggunaan alat
kontrasepsi. Gejala PID mencakup nyeri perut bawah, keluar
cairan vagina abnormal, demam, dan komplikasi serius
seperti infertilitas. Diagnosa melibatkan pemeriksaan fisik
dan berbagai tes, dengan pengobatan yang fokus pada
antibiotik.
Sementara itu, HRT digunakan pada wanita
pascamenopause untuk mengatasi gejala menopause dan
mencegah osteoporosis. Penggunaan HRT bervariasi,
dengan prevalensi tinggi di beberapa negara. Indikasi
pemberian HRT mencakup keluhan menopause dan risiko
osteoporosis. Kontraindikasi mencakup kehamilan, penyakit
hati, dan riwayat trombosis. Sebelum pemberian HRT,
penting untuk memastikan diagnosis menopause,
mengevaluasi kontraindikasi, mendapatkan persetujuan
pasien, dan melakukan pemeriksaan fisik. Lama penggunaan
161
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
8.4 Latihan
1. Apa yang menjadi risiko utama terjadinya Radang
Panggul (PID)?
a. Usia muda
b. Penggunaan alat kontrasepsi intrauterin (IUD)
c. Riwayat penyakit menular seksual
d. Penggunaan terapi sulih hormon
e. Kehamilan
Jawaban: b
2. Apa gejala umum yang mungkin dialami oleh wanita
dengan PID?
a. Sakit kepala dan demam
b. Nyeri perut bagian atas
c. Gangguan penglihatan
d. Perdarahan menstruasi yang teratur
e. Pembengkakan kaki
Jawaban: a
3. Apa tujuan utama dari Terapi Sulih Hormon (HRT)?
a. Mencegah kehamilan
b. Mengurangi risiko osteoporosis
c. Menurunkan berat badan
162
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
163
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB IX
DETEKSI DINI GANGGUAN
KESEHATAN REPRODUKSI
9.1 Materi
A. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
1. Definisi
Kanker payudara menduduki peringkat kedua
dalam angka kejadian di tingkat global dan
menjadi penyakit kanker yang mematikan.
Proyeksi dari organisasi penanggulangan kanker
164
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
165
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
166
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
e. Langkah kelima
1) Dengan perlahan remas puting susu dan
perhatikan adanya rabas.
2) Jika rabas terjadi selama sebulan, baik
saat atau tidak saat melakukan SADARI,
segera temui dokter.
3) Ulangi pemeriksaan pada payudara kanan.
f. Langkah keenam
1) Langkah 4 dan 5 diulangi dengan posisi
berbaring.
2) Berbaringlah telentang dengan tangan kiri
di bawah kepala dan bantal atau handuk
dilipat di bawah bahu kiri untuk mendatar
payudara.
3) Gunakan gerakan sirkuler yang sama pada
payudara kiri dan ulangi pada payudara
kanan.
Disarankan melakukan SADARI antara hari ke-5
dan ke-10 dari siklus haid, menghitung hari
pertama haid sebagai hari 1. Wanita
pascamenopause disarankan memeriksa payudara
pada tiap hari pertama setiap bulan untuk
membiasakan diri dengan rutinitas SADARI.
B. Pap Smear
1. Definisi Pap Smear
Tes Pap Smear merupakan pemeriksaan sitologi
pada serviks dan porsio untuk mendeteksi
perubahan atau keganasan pada epitel serviks
atau porsio, yang dapat menjadi tanda awal
keganasan serviks atau prakanker (Rasjidi,
Irwanto, Sulistyanto, 2008). Metode ini melibatkan
167
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
168
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
169
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
170
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
171
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
a. Cervical/Vaginal Smear
Sampel yang paling umum digunakan untuk
Pap Smear adalah dari cervical/vaginal smear,
yang diambil dari leher rahim atau vagina
untuk deteksi dini kelainan sel.
b. Sputum
Sampel sputum digunakan untuk pemeriksaan
sitologi pada saluran pernapasan, terutama
dalam deteksi sel-sel yang mungkin
menunjukkan adanya kanker atau kondisi
patologis lainnya.
c. Bronchial Washing/Brushing:
Pemeriksaan sitologi dapat dilakukan pada
sampel cairan yang diambil dari saluran
pernapasan menggunakan teknik bronchial
washing atau brushing.
d. Nasopharyngeal Smear/Washing/Brushing
Sampel dari nasopharyngeal smear, washing,
atau brushing dapat digunakan untuk
pemeriksaan sitologi pada area nasofaring
untuk mendeteksi perubahan sel.
e. Urin
Pemeriksaan sitologi pada urin dapat
dilakukan untuk mendeteksi sel-sel yang
berasal dari saluran kemih dan dapat
mengindikasikan adanya kelainan.
f. Cairan Lambung/Pleura/Ascites/Sendi
Sampel cairan dari lambung, pleura, ascites,
atau sendi dapat diambil untuk pemeriksaan
sitologi guna mendeteksi adanya sel-sel
abnormal atau tanda-tanda penyakit.
172
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
g. Liquor Cerebrospinal
Pemeriksaan sitologi pada cairan
serebrospinal (liquor cerebrospinal) dapat
membantu dalam diagnosis berbagai
gangguan sistem saraf.
h. Aspirat AJH (Aspirasi Jaringan Hati)
Sampel aspirat jaringan hati dapat digunakan
untuk pemeriksaan sitologi guna mendeteksi
kelainan atau kanker pada hati.
i. Inprint Neoplasma
Pemeriksaan inprint neoplasma melibatkan
pengambilan jejak atau "inprint" dari jaringan
neoplasma untuk analisis sitologi.
7. Sarana Prasarana yang Diperlukan dalam Pap
Smear
Sarana prasarana yang diperlukan dalam
pemeriksaan Pap Smear melibatkan berbagai
fasilitas dan peralatan yang mendukung
kelancaran dan keakuratan proses pemeriksaan.
Beberapa di antaranya mencakup:
8. Fiksasi Sampel
Fiksasi sampel merupakan metode untuk menjaga
keutuhan sampel menggunakan bahan kimia
tertentu, sehingga sel-sel yang ada di dalam
sampel tidak mengalami kerusakan atau lisis.
Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan
untuk fiksasi meliputi alkohol 96%, alkohol 70%,
metanol, alkohol 50%, dan eter alkohol 95%.
Secara umum, alkohol 96% adalah salah satu
bahan kimia yang sering digunakan untuk
melakukan fiksasi pada sampel.
173
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
174
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
175
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
176
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
b. Interval Penapisan
Wanita dengan hasil tes Pap yang negatif
dapat menjalani penapisan setiap 2 tahun.
Namun, jika terdapat kelainan atau hasil
abnormal, perlu dilakukan evaluasi lebih
sering. Ini menunjukkan bahwa interval
penapisan dapat disesuaikan berdasarkan
hasil tes sebelumnya.
c. Pemberhentian Pemeriksaan pada Usia 70
Tahun atau Lebih:
Pada usia 70 tahun atau lebih, pemeriksaan
tes Pap tidak diambil lagi dengan syarat
bahwa hasilnya telah negatif dua kali dalam 5
tahun terakhir. Hal ini mencerminkan
pendekatan penyelesaian pemeriksaan pada
wanita yang telah melewati usia tertentu dan
memiliki riwayat hasil tes yang terus-menerus
normal.
14. Interpretasi Hasil Pap Smear
Klasifikasi hasil pemeriksaan Pap Smear dalam
sistem Papanicolaou, seperti yang dijelaskan oleh
Saviano pada tahun 1993, melibatkan lima kelas
yang mencerminkan tingkat keparahan perubahan
sel:
a. Kelas I
Tidak ada sel abnormal yang terdeteksi. Hasil
ini dianggap normal.
b. Kelas II
Terdapat gambaran sitologi atipik, namun
tidak ada indikasi keganasan. Pada kelas ini,
perubahan sel mungkin tampak, tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda keganasan.
177
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
c. Kelas III
Gambaran sitologi yang dicurigai keganasan,
termasuk displasia ringan sampai sedang. Ini
menunjukkan adanya perubahan sel yang
mencurigakan dan memerlukan pemantauan
atau tindak lanjut lebih lanjut.
d. Kelas IV
Gambaran sitologi menunjukkan displasia
berat. Hasil ini mengindikasikan perubahan
sel yang lebih serius dan memerlukan evaluasi
dan tindakan lebih lanjut.
e. Kelas V
Menunjukkan keganasan. Hasil ini sangat
serius dan menunjukkan kemungkinan adanya
kanker. Tindakan pengobatan dan
pemantauan lebih lanjut diperlukan.
178
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
179
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
3. Jadwal IVA
Program skrining oleh WHO memberikan
beberapa pedoman terkait frekuensi dan usia yang
disarankan untuk melakukan pemeriksaan.
Berikut adalah poin-poin tersebut:
a. Wanita disarankan menjalani skrining
setidaknya satu kali pada usia 35-40 tahun.
b. Jika fasilitas kesehatan memungkinkan,
skrining dapat dilakukan tiap 10 tahun pada
rentang usia 35-55 tahun.
c. Jika fasilitas tersedia lebih baik, skrining dapat
dilakukan tiap 5 tahun pada rentang usia 35-
55 tahun.
d. Pemeriksaan yang dianggap ideal dan optimal
dilakukan setiap 3 tahun pada wanita dalam
rentang usia 25-60 tahun.
e. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun
atau sekali seumur hidup dianggap memiliki
dampak yang cukup signifikan.
f. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA
(Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) adalah
sebagai berikut: wanita dengan hasil positif
(+) sebaiknya menjalani skrining setiap tahun,
sedangkan wanita dengan hasil negatif (-)
dapat menjalani skrining setiap 5 tahun.
4. Keunggulan dari Test Pap Smear
Keunggulan dari Tes Pap Smear meliputi beberapa
aspek:
a. Waktu Pengambilan Hasil
Tes Pap Smear memerlukan waktu untuk
mendapatkan hasil, sedangkan Inspeksi Visual
dengan Asam Asetat (IVA) tidak memerlukan
180
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
181
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
182
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
183
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
184
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
185
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
186
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
187
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
188
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
189
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
190
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
9.3 Rangkuman
Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) merupakan
langkah kunci dalam deteksi dini kanker payudara, yang
menjadi penyakit kanker mematikan di tingkat global.
Meskipun 75-82% keganasan payudara terdeteksi melalui
SADARI, hanya 25%-30% wanita yang melakukannya secara
baik dan teratur setiap bulan. Faktor seperti kesulitan,
ketakutan, faktor ekonomi, kurang pendidikan, dan
ketidaknyamanan dapat menjadi hambatan. Oleh karena itu,
sosialisasi program SADARI diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran dan deteksi dini penyakit kanker
payudara untuk pengobatan yang lebih efektif.
Prosedur pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)
melibatkan langkah-langkah seperti memeriksa payudara di
depan cermin, melakukan gerakan melingkar untuk
mendeteksi perubahan kontur payudara, dan meraba
payudara dengan tangan untuk mencari benjolan atau
massa yang tidak lazim. Disarankan untuk melakukan
SADARI antara hari ke-5 dan ke-10 dari siklus haid, dengan
wanita pascamenopause disarankan memeriksa payudara
pada tiap hari pertama setiap bulan.
Pap Smear, sebagai pemeriksaan sitologi pada serviks
dan porsio, merupakan metode pemeriksaan yang aman dan
terjangkau untuk deteksi dini perubahan sel yang dapat
mengindikasikan risiko kanker serviks. Manfaatnya meliputi
diagnosis dini keganasan, perawatan ikutan setelah operasi,
interpretasi hormonal wanita, dan menentukan proses
peradangan. Disarankan bahwa semua wanita sebaiknya
memulai skrining Pap Smear 3 tahun setelah pertama kali
191
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
9.4 Latihan
1. Apa tujuan utama dari pemeriksaan Pap Smear?
a. Menentukan proses peradangan pada tubuh.
b. Mendeteksi perubahan sel pada serviks atau
porsio.
c. Menilai kemungkinan keguguran pada kehamilan
muda.
d. Memonitor siklus menstruasi secara akurat.
192
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
193
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
194
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB X
KONSEP KELUARGA BERENCANA
10.2 Materi
A. Pengertian KB
Menurut Entjang (Ritonga, 2003: 87), Keluarga
Berencana (KB) merupakan usaha manusia dalam
mengatur kehamilan di dalam keluarga secara
disengaja, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan
moral Pancasila, demi kesejahteraan keluarga.
Menurut WHO (Expert Committe, 1970), KB adalah
tindakan yang membantu individu atau pasangan
suami istri untuk mencapai tujuan tertentu, seperti
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,
merencanakan kelahiran yang diinginkan, mengatur
interval kehamilan, mengontrol waktu kehamilan
berdasarkan usia pasangan suami istri, dan
195
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
196
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
B. Tujuan KB
1. Tujuan umum
a. Tujuan pembentukan keluarga kecil adalah
menciptakan keharmonisan dan kesejahteraan
keluarga dengan memperhatikan kekuatan
sosial ekonomi yang dimiliki. Pengaturan
kelahiran anak menjadi kunci dalam upaya ini,
dengan harapan keluarga dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, menciptakan suasana
bahagia, dan mencapai taraf sejahtera yang
diinginkan.
b. Tujuan kedua adalah mewujudkan keluarga
kecil yang bahagia dan sejahtera, yang menjadi
fondasi bagi terwujudnya masyarakat yang
juga sejahtera. Upaya ini dilakukan melalui
pengendalian kelahiran dan pertumbuhan
penduduk di Indonesia. Dengan menjaga
jumlah kelahiran, diharapkan masyarakat
dapat menikmati kehidupan yang lebih baik,
dan secara keseluruhan, masyarakat Indonesia
dapat mencapai tingkat kesejahteraan yang
optimal.
2. Tujuan khusus
a. Pengaturan kelahiran adalah suatu upaya
untuk mengontrol jumlah dan waktu kelahiran
anak, sehingga keluarga dapat memanage
tanggung jawab orang tua dengan lebih baik.
b. Pendewasaan usia perkawinan bertujuan
untuk meningkatkan kematangan fisik dan
psikologis calon pasangan, sehingga mereka
dapat mengambil keputusan pernikahan
dengan bijak.
c. Peningkatan ketahanan dan kesejahteraan
keluarga merupakan tujuan untuk
197
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
198
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
C. Sasaran Program KB
Sasaran program Keluarga Berencana (KB) terbagi
menjadi dua kategori, yaitu sasaran langsung dan tidak
langsung, tergantung pada tujuan yang ingin dicapai.
Sasaran langsung dari program KB ini adalah Pasangan
Usia Subur (PUS) dengan tujuan utama menurunkan
tingkat kelahiran melalui penggunaan kontrasepsi
secara berkelanjutan. Sementara itu, sasaran tidak
langsungnya melibatkan pelaksana dan pengelola KB
dengan fokus pada penurunan tingkat kelahiran
melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan
terpadu. Pendekatan ini bertujuan untuk mencapai
199
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
10.3 Rangkuman
Pengertian Keluarga Berencana (KB) melibatkan upaya
manusia dalam mengatur kehamilan secara disengaja,
mematuhi prinsip-prinsip hukum dan moral Pancasila,
dengan tujuan mencapai kesejahteraan keluarga. Definisi
dari berbagai sumber, seperti Entjang, WHO, Manuaba, dan
panduan praktis, menyoroti aspek-aspek seperti
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,
merencanakan kelahiran yang diinginkan, dan pengaturan
interval kehamilan.
Tujuan KB terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum mencakup pembentukan keluarga
kecil untuk menciptakan keharmonisan dan kesejahteraan
keluarga, serta mewujudkan keluarga kecil bahagia sebagai
dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Tujuan khusus
melibatkan pengaturan kelahiran, pendewasaan usia
perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan
keluarga, pencegahan kehamilan karena alasan pribadi,
penjarangan kehamilan, dan pembatasan jumlah anak.
Menurut WHO, sasaran program KB terbagi menjadi
sasaran langsung (Pasangan Usia Subur/PUS) dan tidak
langsung (pelaksana dan pengelola KB). Sasaran langsung
bertujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui
penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan pada PUS.
Sasaran tidak langsungnya berfokus pada penurunan tingkat
kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan
terpadu, untuk mencapai keluarga yang berkualitas dan
sejahtera secara holistik.
200
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
10.4 Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan Keluarga Berencana (KB)
menurut definisi WHO?
a. Usaha mengatur kehamilan secara disengaja
b. Upaya membentuk keluarga yang sehat dan
sejahtera
c. Tindakan mencegah kehamilan secara alami
d. Penggunaan kontrasepsi tanpa perencanaan
e. Pendekatan kebijaksanaan kependudukan
Kunci Jawaban: a
2. Apa yang menjadi tujuan umum dari Keluarga
Berencana (KB) berdasarkan materi?
a. Membentuk keluarga kecil sesuai keinginan
b. Menjarangkan atau merencanakan jumlah anak
c. Mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera
d. Peningkatan kesejahteraan keluarga besar
e. Memaksimalkan jumlah kelahiran untuk
pertumbuhan penduduk
Kunci Jawaban: c
3. Sasaran langsung dari program KB adalah?
a. Pelaksana dan pengelola KB
b. Pasangan Usia Subur (PUS)
c. Masyarakat luas
d. Anak-anak usia sekolah
e. Orang tua yang memiliki banyak anak
Kunci Jawaban: b
201
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
202
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
BAB XI
KOMUNIKASI, INFORMASI DAN
EDUKASI (KIE) PELAYANAN KB
11.2 Materi
A. Tujuan Komunikasi Informasi dan Edukasi
Komunikasi dapat didefinisikan sebagai penyampaian
pesan baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui berbagai saluran kepada penerima pesan,
dengan tujuan mencapai efek tertentu (DEPKES RI,
1984). Effendy (1998) mengungkapkan bahwa
komunikasi melibatkan pertukaran pikiran atau
keterangan untuk menciptakan pemahaman dan
203
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
204
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
C. Prinsip KIE
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
meliputi:
1. Memperlakukan klien dengan sopan, baik, dan
ramah.
2. Memahami, menghargai, dan menerima keadaan
ibu, termasuk status pendidikan, sosial ekonomi,
dan emosional, sebagaimana adanya.
205
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
206
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
207
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
208
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
4. Langkah Konseling
a. GATHER
Gallen dan Leitenmaier menyusun akronim
GATHER sebagai panduan untuk petugas
klinik KB dalam melakukan konseling. Berikut
adalah penjelasan singkat untuk setiap
langkah dalam akronim tersebut:
1) G: Greet (Salam)
Berikan salam, kenalkan diri, dan buka
komunikasi dengan pasien.
2) A: Ask atau Assess (Tanyakan atau
Evaluasi)
Tanyakan keluhan atau kebutuhan pasien,
dan nilai apakah keluhan atau keinginan
tersebut sesuai dengan kondisi yang
dihadapi.
3) T: Tell (Beritahu)
Beritahu pasien bahwa pokok
permasalahan yang dihadapi telah
tercermin dari pertukaran informasi, dan
perlu dicari solusi untuk masalah tersebut.
4) H: Help (Bantu)
Bantu pasien memahami masalah
utamanya dan cari solusi. Jelaskan
beberapa cara penyelesaian masalah,
termasuk keuntungan dan keterbatasan
masing-masing. Minta pasien untuk
memilih cara terbaik sesuai dengan
kebutuhan mereka.
5) E: Explain (Jelaskan)
Jelaskan bahwa cara yang dipilih telah
diberikan atau disarankan, dan hasil yang
209
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
210
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
3) T: Uraikan
Uraikan kepada klien mengenai pilihan
kontrasepsi yang mungkin sesuai dengan
kebutuhan mereka. Jelaskan berbagai
jenis kontrasepsi, alternative pilihan, dan
risiko penularan HIV/AIDS.
4) U: Bantu
Bantu klien menentukan pilihan mereka,
dorong mereka untuk mengungkapkan
keinginan, dan pertimbangkan kriteria
serta dukungan dari pasangan jika ada.
Yakinkan klien bahwa keputusan yang
diambil adalah yang terbaik.
5) TU: Jelaskan dan Kunjungan Ulang
Jelaskan dengan lengkap cara penggunaan
kontrasepsi yang dipilih setelah klien
membuat keputusan. Berikan penjelasan
tentang manfaat ganda metode
kontrasepsi, dan periksa pengetahuan
klien tentang penggunaan kontrasepsi.
Terakhir, diskusikan dan atur kunjungan
ulang, serta ingatkan klien untuk kembali
jika ada masalah.
5. Tahapan Konseling dalam Pelayanan KB
Tahapan kegiatan konseling dalam pelayanan
Keluarga Berencana (KB) dapat diuraikan dalam
beberapa langkah, dengan fokus pada kegiatan
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) KB.
Berikut adalah rincian langkah-langkah tersebut:
a. Kegiatan KIE Keluarga Berencana
Sumber informasi pertama tentang jenis
alat/metoda kontrasepsi umumnya diterima
oleh masyarakat melalui petugas lapangan KB
211
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
212
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
213
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
214
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
215
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
216
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
11.3 Rangkuman
Komunikasi dalam konteks kesehatan, terutama dalam
program Keluarga Berencana (KB), melibatkan
penyampaian pesan dengan tujuan mencapai efek tertentu.
Tujuan dari program Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
(KIE) KB mencakup peningkatan pengetahuan, sikap, dan
praktik KB, memastikan kelangsungan peserta KB, serta
mendorong perubahan perilaku positif dalam masyarakat.
Kegiatan KIE dibagi menjadi KIE Massa, KIE Kelompok,
dan KIE Perorangan, dengan berbagai media seperti radio,
televisi, penerbitan, dan pameran. Prinsip KIE melibatkan
217
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
11.4 Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan Komunikasi, Informasi,
dan Edukasi (KIE) dalam konteks program Keluarga
Berencana?
a. Komunikasi personal
b. Proses penyampaian pesan untuk mencapai efek
tertentu
c. Penggunaan media massa saja
d. Pemberian informasi sekali waktu
218
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
219
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
220
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
DAFTAR PUSTAKA
221
_Buku Ajar Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana_
222