Anda di halaman 1dari 249

BUKU AJAR

KESEHATAN REPRODUKSI
DI ERA PANDEMI
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang
Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya,
yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan
tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Ketentuan pidana
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau
Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BUKU AJAR
KESEHATAN REPRODUKSI
DI ERA PANDEMI

FIYA DINIARTI, SKM.,M.KES


DIYAH TEPI RAHMAWATI, SST.,M.KEB
BUKU AJAR
KESEHATAN REPRODUKSI DI ERA PANDEMI

Penulis :
Fiya Diniarti, SKM.,M.Kes
Diyah Tepi Rahmawati, SST.,M.Keb

Desain Cover :
El - Markazi

Tata Letak :
El - Markazi

Ukuran :
xii, 237 hlm, Uk: 14,8 cm x 21 cm
ISBN : 978-623-6865-93-4

Cetakan Pertama :
Mei 2020
Hak Cipta 2020, Pada Penulis
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Copyright © 2020 by Elmarkazi Publisher
All Rights Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT ELMARKAZI
Anggota IKAPI
Jl.RE.Martadinata RT.26/05 No.43 Pagar Dewa,
Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu 38211
Website: www.elmarkazi.com dan www.elmarkazistore.com
E-mail: elmarkazipublisher@gmail.com
PELINTAS ZONA PANDEMI
Karya : Wirantaka dan Rina Choma

Kini semuanya diminta untuk menerima


Dunia dihadiahkan dengan soal ujian tak terduga
Membekukan lini masa sementara
Sampai-sampai bersembunyi dalam kekhawatiran yang meronta

Namun hal itu tak berlaku bagimu


Panggilan tugas untuk pandemi sudah menanti
Menyambut ancaman yang kau anggap sebagai kawan

Kali ini kau bekerja lebih panjang dari biasanya


Beban yang kau pikul lebih runyam dari hari-hari sebelumnya
Melupakan takut jauh ke dasar relung
Menyemai berani dibalut cemas yang menggunung

Seperti pagar yang dekat melindungi


Kau menerima lingkungan yang tak menghiraukan
Menganggap keberadaanmu hanya sebagai
hiasan padahal paling depan
Mulia kau menelan pandangan itu, dan terus memperkuat langkah

Kau pagar yang terus menjaga, merawat, dan memelihara


Kau garda yang terus melayani, memantau, dan merekam peristiwa
Tak perlu orang paham, bahwa setiap hari kau bertaruh nyawa
Meramu cara bagaimana agar terselamatkan semua

Namun jika kau lelah, rebahkan sejenak pikirmu


Tapi tetaplah disini, jangan pernah berpikir untuk lari
Perjuangan jangan sampai terhenti

Jika nanti badai ini pergi, ijinkan kami hadir memelukmu


Menyeduhkan secangkir teh hangat sebagai teman beristirahat
Menepuk pundakmu sembari berkata
“Terimakasih telah berjuang, terimakasih telah mengajarkan kami
apa makna sabar untuk sehat, hingga kita semua bisa bernafas
dengan penuh syukur nikmat.”

v
vi
KATA PENGANTAR

Covid-19 telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh


WHO pada tahun 2020, Covid-19 telah menginfeksi secara
global kondisi ini terhadap kelangsungan pelayanan kesehatan
masyarakat, termasuk pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
Sistem kesehatan dengan sumber daya menipis memberikan
tantangan lebih lanjut dalam konteks kesiapsiagaan dan
penanganan Covid-19 yang menimbulkan risiko gangguan
pelayanan kesehatan reproduksi dan nutrisi esensial bagi para
ibu, bayi, anak-anak dan remaja, sehingga berpotensi
menyebabkan kematian dan kesakitan ibu, bayi, dan anak.
Dewasa ini Kesehatan Reprosuksi mendapat perhatian
khusus secara global sejak diangkatnya isu tersebut dalam
Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan
Pembangunan (International Conferences on Population and
Development, ICPD), di Kairo, Mesir pada tahun 1994.
Buku ini menjabarkan secara singkat, jelas dan tepat
untuk digunakan oleh mahasiswa bidang Kesehatan Masyarakat,
Kebidanan, Keperawatan, dan juga masyarakat umum
lainnyamengenai berbagai hal penting terkait materi dalam
mempersiapkan pelayanan kesehatan reproduksi di era
pandemi.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan ridho-Nya Penulis berhasil Menyusun buku
Kesehatan Reproduksi Di Era Pandemi. Buku ini berusaha
menjabarkan mengenai berbagai hal penting mengenai materi
yang berkaitan Kesehatan Reproduksi Di Era Pandemi. Buku ini
bertujuan agar mahasiswa lebih memahami materi

vii
pembelajaran yang berkaitan dengan Kesehatan Reproduksi Di
Era Pandemi.
Hal penting dalam konferensi tersebut adalah
disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan
masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan
pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi
pendekatan yang terfokus pada Kesehatan Reproduksi Di Era
Pandemi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi,
kemudian diperkuat dengan adanya deklarasi pembangunan
berkelanjutan didalan Sustainable Development Goals (SDGs).
Salah satu komitmen global dan nasional, Dalam upaya
mensejahterakan masyarakat mencakup Kehidupan sehat dan
sejahtera, Pendidikan berkualitas dan kesetaraan gender.
Seiring dengan itu, saat ini SDGs telah menjadi acuan penting
dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, mulai dari taha
perencanaan seperti yang tertuang dalam RPJMN hingga tahap
pelaksanaanya.
Salah satu saran dalam SDGs adalah mendorong
kesehataran gender dan pemberdayaan perempuan,
menurunkan angka kematian ibu (AKI), memerangi HIV/AIDS,
malaria dan penyakit lainnya, untuk mencapai hal tersebut
maka Kesehatan Reproduksi Di Era Pandemi perlu ditingkatan.
Kesehatan dan Undang-Undang Pokok Kesehatan Nomor 32,
Tahun 1992 meliputi Kesehatan badan, rohaniah (mental) dan
sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit,
cacat, dan kelemahan. Kesehatan Reproduksi Di Era Pandemi
mencakup tiga komponan yaitu: kemampuan (ability),
keberhasilan (success), dan keamanan (safety). Kemampuan
bearti dapat berproduksi. Keberhasila berarti dapat
menghasilkan anak sehat yang tumbuh dan berkembang.
Keamanan bearti semua proses reproduksi termasuk hubungan
seks, kehamilan, persalinan, kontrasepsi.

viii
Materi ini juga memberikan kemampuan kepada peserta
didik untuk memahami Kesehatan Reproduksi Di Era Pandemi
dengan pokok bahasan teori dan konsep reproduksi. Kesehatan
reproduksi Di Era Pandemi mencakup konsep dasar dan ruang
lingkup Kesehatan Reproduksi Di Era Pandemi, hak-hak
reproduksi, seksualitas, UU Kesehatan & Peraturan pemerintah
mengenai Kesehatan Reproduksi Di Era Pandemi, konsep
gender, konsep kekerasan, konsep gizi, Kesehatan neonatal,
bayi & balita di Indonesia, Keluarga berencana, Kesehatan
remaja, penyakit menular seksual, gangguan Kesehatan pada
lansia, dan gender analysis pathway (GAP).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu terbitnya buku ini, dan semoga buku ini
dapat bermanfaat bagi para mahasiswa, dosen dan
masyarakat. Penulis juga menyadari buku ini tidak luput dari
segala kekurangan, baik dari segi isi maupun penyajian, oleh
karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari
pembaca.

Bengkulu, 09 Mei 2020

Tim Penulis,

ix
x
DAFTAR ISI

PELINTAS ZONA PANDEMI............................................ v


KATA PENGANTAR .................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................ xi
BAB I ................................................................... 1
KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI ......................... 1
BAB II KONSEP GENDER ............................................ 39
BAB III ................................................................ 55
GENDER DAN KB SITUASI DAN PERKEMBANGAN PROGRAM KB DI
INDONESIA ........................................................... 55
BAB IV ................................................................ 79
KONSEP GENDER DAN LANSIA ..................................... 79
BAB V................................................................. 95
METODE KONTRASEPSI ............................................. 95
BAB VI ............................................................... 117
INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) ................................ 117
BAB VII .............................................................. 137
GIZI DAN KESEHATAN DI ERA PANDEMI ......................... 137
BAB VIII ............................................................. 161
INFERTILITAS ....................................................... 161
BAB IX ............................................................... 169
GANGGUAN HAID .................................................. 169
BAB X ................................................................ 173
ANALISIS GENDER MODEL GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP)173
BAB XI ............................................................... 209

xi
ABORSI .............................................................. 209
BAB XII .............................................................. 215
KONSEP REMAJA ................................................... 215
BAB XIII ............................................................. 227
NARKOBA DAN NAPZA ............................................. 227
DAFTAR PUSTAKA .................................................. 235

xii
BAB I
KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI

A. Sejarah Perkembangan Kesehatan Reproduksi


Kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus
secara global sejak diangkatnya isu tersebut dalam
Konfrensi Internasional tentang Kependudukan tentang
Kependudukan dan Pembangunan (International Conference
on Populotion and Development, ICPD), dan di Kairo, Mesir
pada tahun 1994. Hal ini penting dalam konferensi tersebut
adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari
pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas
menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan
reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi,
dengan demikian pengendalian kependudukan telah
bergeser ke arah yang lebih luas, yang meliputi pemenuhan
kebutuhan reproduksi bagi laki-laki dan perempuan
sepanjang siklus hidup, termasuk hak-hak reproduksinya,
kesetaraan dan keadilan gender, serta tanggung jawab laki-
laki dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi.

B. Pengertian Konsep dasar kesehatan Reproduksi


Menurut WHO dalam Kemenkes (2018) kesehatan
reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit
atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi. Ruang lingkup pelayanan kesehatan
reproduksi menurut International Conference Population
and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo terdiri dari

1
kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan
dan penanganan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS,
kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanganan
infeksi menular termasuk HIV/AIDS, kesehatan reproduksi
remaja, pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi,
pencegahan dan penanganan infertilitas, kesehatan
reproduksi usia lanjut, deteksi dini kanker saluran
reproduksi serta kesehatan reproduksi lainnya seperti
kekerasan seksual, sunat perempuan dan sebagainya.

C. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi


Ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup
keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir sampai mati (life
cycle approach) agar di peroleh sasaran yang pasti dan
komponen pelayanan yang jelas serta dilaksanakan secara
terpadu dan berkualitas dengan memperhatikan hak
reproduksi perorangan dan bertumpu pada program
pelayanan yang baik.
1. Konsepsi
Perlakuan sama antara laki-laki dan perempuan,
Pelayanan ANC, persalinan, nifas dan BBL yang aman.
2. Bayi dan Anak
Pemberian ASl eksklusif dan penyapihan yang layak, dan
pemberian makanan dengan gizi seimbang, lmunisasi,
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Manajemen
Terpadu Bayi Muda (MTBM), Pencegahan dan
penanggulangan kekerasan pada anak, Pendidikan dan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang sama
pada anak laki-laki dan anak perempuan.

2
3. Remaja
Pemberian Gizi seimbang, Informasi Kesehatan
Reproduksi yang adequate, Pencegahan kekerasan sosial,
Mencegah ketergantungan NAPZA, Perkawinan usia yang
wajar, Pendidikan dan peningkatan keterampilan,
peningkatan penghargaan diri„ Peningkatan pertahanan
terhadap godaan dan ancaman.
4. usia Subur
Pemeliharaan Kehamilan dan pertolongan persalinan yang
aman, Pencegahan kecacatan dan kematian pada ibu dan
bavi, Menggunakan kontrasepsi untuk mengatur jarak
kelahiran dan jumlah kehamilan, Pencegahan terhadap
PMS atau HIV/AIDS, Pelavanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas, Pencegahan penanggulangan masalah aborsi,
Deteksi dini kanker payudara dan leher rahim,
pencegahan dan manajemen infertilitas
5. usia Lanjut
Perhatian terhadap menopause/andropause, Perhatian
terhadap kemungkinan penyakit utama degeneratif
termasuk rabun, gangguan metabolisme tubuh, gangguan
morbilitas dan osteoporosis, Deteksi dini kanker rahim
dan kanker prostat.

D. Ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam siklus


kehidupan
1. kesehatan ibu dan bayi baru lahir
2. Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi
termasuk PMS HIV atau AIDS
3. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi

3
4. Kesehatan Reproduksi Remaja
5. Pencegahan dan penanggulangan infertilitas
6. Kanker pada usia lanjut
7. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker
serviks, mutilasi genital fistula dan lain-lain.
E. Organ Reproduksi
1. Struktur Organ Reproduksi Wanita dan laki-laki

4
F. Fungsi organ reproduksi laki-laki
Organ reproduksi laki-laki disebut testis
(jamak=testes) yang berfungsi untuk menghasilkan sperma.
Testes ini memiliki sejumlah saluran yang berperan dalam
menyimpan dan mengangkut sperma ke luar. Beberapa buah
kelenjar yang berfungsi untuk mengekresikan cairan-cairan
sperma dan beberapa buah struktur penunjang seperti
penis.
1. Skrotum merupakan organ genitalia eksterna (yang ada
diluar tubuh) yang dapat dilihat dari luar. Bagian ini
berupa kantung yang disusun oleh kulit tipis dan fascia
superficial. Dari luar skrotum Nampak seperti sebuah
kantung kulit yang dipisahkan kearah lateral oleh sekat
tengah yang disebut rafe. Sedangkan dibagian dalam
skrotum ini dipisahkan oleh sekat (septum) menjadi dua
buah kantung yang masing-masing berupa testis.
Sekat pemisah tersebut terdiri atas fascia superficial
dengan jaringan kontraktil yang disebut dartos yang
terdiri dari ikatan serabut-serabut polos. Dartos juga
terdaoat pada jaringan subkutan (bawah kulit) skrotum
yang secara langsung berhubungan dengan jaringan
subkutan dinding abdomen. Dartos inilah yang
menyebabkan skrotum mengkerut bila berkontraksi.
Lokasi skrotum dan kontraksi serabut-serabut ototnya
dapat mengatur temperature testes. Testes adalah organ
reproduksi laki-laki yang dapat menghasilkan sperma dan
hormone testoteron. Produksi dan kehidupan sperma
memerlukan temperature yang lebih rendah dari
temperature tubuhnya. Karena skrotum terletak diluar
rongga tubuh, maka temperaturnya selalu di bawah
temperature tubuh.

5
Dalam skrotum juga terdapat kremaster suatu otot serat
lintang yang kecil dan dapat mengangkat testes
mendekati rongga pelvis bila dalam keadaan dingin.
Dengan demikian testes akan dapat menyerap panas dari
tubuh. Untuk menghilangkan kelebihan panas akan
terjadi proses sebaliknya.
2. Testes
Laki-laki memiliki sepasang kelenjar testes yang
berbentuk oval dengan panjang kira-kira 5 cm, diameter
2,5 cm dan berat 10-15 gram. Pada waktu embrio testes
berkembang pada dinding abdomen bagian posterior dan
biasanya akan memasuki skrotum setelah 32 minggu (8
bulan), namun belum turun seluruhnya, sampai tiba masa
kelahiran.
Testes ditutupi oleh lapisan padat dari jaringan fibrosa
putih yang disebut tunica albuginea. Lapisan ini meluas
kearah dalam dan membagi masing-masing testes
memiliki kira-kira 200-300 tobulus yang terdiri atas satu
sampai tiga buah tubula yang rapat dan membentuk koil
dan disebut tubula seminiferus. Bagian inilah yang
menghasilkan spermatogenesis. Untuk lebih jelasnya,
struktur testis dapat dilihat pada gambar berikut.
Sel-sel spermatogonia pada tubulus seminiferous yang
terletak didaerah berlawanan dengan membrane dasar.
Sel-sel spermatogonia akan berkumpul membentuk
epithel germinatum, semakin kearah lumen semakin
matang yang akhirnya melalui spermatosit pertama,
spermatosit dua dan spermatid akan berkembang
menjadi sel-sel sperma.
Didalam tubuh juga terdapat ses-sel sustentakuler yang
juga berkembang selama proses pembentukan sperma.

6
Sel ini menghasilkan sekresi yang berfungsi untuk
mensuplai makanan bagi sel-sel sperma atau
spermatozoa. Selain itu pada tubuh seminiferous ini
terdapat pula sekelompok sel endokrin intersitial yang
berfungsi untuk menghasilkan hormone testosteron.
3. Sel sperma atau spermatozoa
Sel sperma dihasilkan kira-kira 300 juta per hari dan bila
telah memasuki alat reproduksi wanita dapat hidup 18
jam didalam saluran telur atau alat reproduksi wanita.
Sel sperma ini memiliki adaptasi yang sangat tinggi untuk
dapat mencapai dan menembus sel telur.
Sel sperma terdiri atas kepala, bagian tengah dan ekor.
Pada bagian kepala terdapat materi inti dan akrosom
yang berisi enzim-enzim hyaluronidase dan proteinase
yang berpengaruh ketika sel sperma menembus sel telur.
Bagian tengah memiliki sejumlah mitokondria yang
berfungsi untuk melakukan metabolism sehingga banyak
dihasilkan energy untuk pergerakan. Sedangkan bagian
ekor berbentuk seperti cambuk yang berperan didalam
membantu pergerakan.
4. Saluran-saluran
Di dalam testis sel sperma yang telah matang akan
bergerak malalui tubulus seminiferous yang bergulung ke
saluran yang lurus dan akhirnya ke jaringan tubulus yang
disebut relestis. Sperma ini selanjutnya akan diangkut kel
luar testis melalui saluran-saluran tertentu.
a. Epididymis : Sel sperma akan keluar testis melalui
saluran-saluran efferent dan epididimis kedalam satu
saluran yang disebut saluran epididymis. Saluran
epididimis secara langsung berhubungan dengan

7
saluran deferens. Fungsi saluran epididymis ini adalah
sebagai tempat pematangan sperma. Sperma-sperma
ini memerlukan 18 jam sampai 10 hari untuk benar-
benar menjadi matang dan siap untuk membuahi sel
telur. Selain itu saluran epididymis juga berperan
untuk menyimpan sperma dan mendorong sperma
kearah uretra selama evakuasi melalui kontraksi otot
polos. Sel sperma dapat berada pada saluran
epididymis sampai satu bulan. Setelah itu sperma akan
diserap kembali.
b. Saluran (vas) deferens : Saluran epididymis
selanjutnya akan diteruskan ke dalam saluran deferens
atau saluran sperma. Saluran ini menembus saluran
inguinal (canalis iguinalis) dan masuk kedalam rongga
pelvis kemudian turun ke sebelah permukaan posterior
dari kantung kemih. Bagian ujung dari saluran deferns
disebut ampula. Fungsi saluran deferens ini adalah
menyimpan sperma sampai beberapa bulan dan
mendorong sperma kearah uretra selama ejakulasi
melalui kontraksi peristaltic dan otot-otot
penutupnya.
c. Saluran ejakulasi. Sebelah posterior dari kantung
kemih terletak saluran ejakulasi. Saluran ini
panjangnya kira-kira 2 cm dan dibentuk oleh gabungan
saluran dari seminal vestikel dan saluran deferens.
Saluran ejakulasi akan mendorong sperma ke dalam
saluran uretra prostatik.
d. Uretra : uretra merupakan ujung saluran dari system
reproduksi laki-laki, yang berfungsi sebagai saluran
sperma dan urine. Pada laki-laki uretra ini akan
melewati kelenjar prostat, selaput (diafragma)

8
urogenital, dan penis. Ujung uretra pada penis
disebut urethral orifice.
5. Kelenjar-kelenjar tambahan
Saluran-saluran pada organ reproduksi laki-laki berfungsi
sebagai tempat penyimpanan dan alat transportasi
sperma, maka kelenjar-kelenjar tambahan berfungsi
untuk mensekresikan cairan sperma. Misalnya saja
kantung sperma (seminal vesicle) terdapat satu pasang,
memiliki struktur menyerupai kantong yang berlekuk-
lekuk dan terletak dibagian posterior kantung kemih.
Kelenjar ini berfungsi untuk mensekresikan cairan kental
yang bersifat alkalis dan kaya kan fruktosa. Hasil seleksi
ini akan dimasukkan ke dalam saluran ejakulasi. Kira-kira
60% cairan sperma berasal dari hasil sekresi kantung
sperma.
Kelenjar prostat juga merupakan kelenjar tambahan yang
terletak di sebelah kawah kantung kemih dan
mengelilingi uretra bagian atas. Kelenjar ini hanya satu
buah dan menghasilkan cairan alkalin yang dimasukkan
kedlaam uretra prostatik. Cairan ini berperan didalam
menetralisasi asam-asam yang terdapat didalam uretra
dan didalam vagina karena sperma tidak tahan suasana
asam.
Kelenjar bulbourethral merupakan kelenjar tambahan
lainnya yang berfungsi untuk menghasilkan lendir dan zat
yang bersifat untuk menetralisasi urine. Jumlah kelenjar
ini satu pasang dan terletak sebelah bawah sisi
membrane uretra.

9
6. Cairan Sperma (Semen)
Cairan sperma sering disebut juga air mani merupakan
campuran dari sperma dan sekresi dari kantung sperma.
Kelenjar prostat, dan kelenjar bulbourethral. Rata-rata
cairan sperma yang dikeluarkan pada satu ejakulasi kira-
kira 2,5-6 ml dengan jumlah sperma 50-100 juta/ml. Bila
seorang laki-laki memiliki sperma kurang dari 30 juta/ml
maka diperkirakan laki-laki tersebut steril.
Dalam pembuahan diperlukan jumlah sperma yang sangat
banyak karena hanya beberapa persen saja yg mampu
mencapai sel telur. Materi interseluler yang menutupi sel
telur merupakan penghalang bagi sperma yang akan
membuahinya. Penghalang tersebut harus dicerna oleh
enzim hialuronidase dan proteinase yang akan
disekresikan akrosom sperma, akan tetapi enzim yang
dikeluarkan oleh sebuah sperma tidak akan cukup untuk
mencernakan penghalang tadi oleh karena itu diperlukan
aksi dari banyak sperma.
Cairan sperma memiliki pH 7,35-7,50, dengan demikian
cairan sperma bersifat basa, cairan yang dikeluarkan oleh
kelenjar prostat menyebab cairan sperma Nampak
seperti susu sedangkan cairan yang dikeluarkan oleh
kelenjar kantung sperma dan bulbouretral menyebabkan
cairan sperma bersifat lendir. Cairan sperma selain
merupakan medium transportasi dan nutrisi bagi sperma,
juga berperan untuk menetralisasi lingkungan asam pada
uretra laki-laki dan vagina wanita, bahkan cairan sperma
mengandung enzim yang mengaktifkan sperma setelah
ejakulasi.
Cairan sperma juga mengandung antibiotik yang disebut
seminalplasmin yang berfungsi untuk menghancurkan

10
bakteri. AKtivitas antimikroba ini digambarkan mirip
dengan penisilin, streptomisin dan tetrasiklin.
7. Penis
Penis digunakan untuk mentransfer sperma kedalam
vagina. Ujung distal penis membesar disebut glans,
bagian ini ditutupi oleh kulit yang terpisah dinamakan
prepuse. Secara internal penis disusun oleh tiga jaringan
masa silindris yang diikat bersama-sama oleh jaringan
fibrosa. Dua masa dibagian dorsolateral disebut corporan
cavernosa penis dan masa yang lebih kecil dibagian
midventral disebut corpus spongiosum penis. Ketiga
jaringan tersebut mengandung banyak sinus-sinus
pembuluh darah dan dapat berekreasi.
Dibawah pengaruh rangsangan seksual atau lainnya akan
terjadi dilatasi (pelebaran) arteri-arteri yang mensuplai
penis. Sejumlah daerah akan memasuki sinus pembuluh
darah. Dengan masuknya darah ke bagian penis ini
menyebabkan corporan cavernosa penis dan corpus
spogiosum penis membesar dan mengeras, dan inilah
yang disebut ereksi penis. Perubahan penis berupa ereksi
tersebit adalah suatu parasimpatis.
Selama ejakulasi parasimpatis akan menyebabkan
spinkter otot-otot polos pada bagian dasar kantung kemih
menutup karena adanya tekanan yang cukup besar pada
uretra sebagai akibat pembesaran dari corpus spongiosum
penis. Dengan demikian urine tidak dapat dikeluarkan
dan cairan sperma tidak akan masuk ke dalam kantung
kemih.
Fungsi organ reproduksi wanita adalah terdiri atas
organ internal meliputi ovarium, saluran uterin (fallopian).

11
Uterus (Rahim), vagina dan organ reproduksi eksternal
vulva, kelenjar payudara.
1. Ovarioum disebut juga gonad wanita merupakan bagian
berfungsi memproduksi sel telur haploid mellaui proses
pembelahan reduksi (meiosis). Organ ini merupakan
sepasang kelenjar yang berbentuk oval terletak disebelah
atas rongga pelvis masing-masing satu buah disisi uterus.
Ovarium ini akan selalu dalam posisinya karena diikat
oleh ligamen-ligamen dan menempel pada ligament lebar
uterus oleh dua lapisan peritoneum yang melipat disebut
mesovarium. Mesovarium ini mengelilingi ovarium dan
ligament ovarium. Ovarium disatukan ke bagian uterus
oleh ligament ovarium dan ditempelkan ke dinding pelvis
oleh ligament suspensoris. Setiap ovarium memiliki hilus
tempat masuknya pembuluh darah dan syaraf.

Bagian- bagian yang terdapat pada ovarium diantaranya:


a. Epithelium germinatum lapisan epitel kuboiadl
sederhana yang menutupi permukaan ovarium. Lapisan
ini berfungsi sebagai sumber foliker ovarium.
b. Tunica albugenia, merupakan pembungkus yang
terbuat dari jaringan ikat kolagen, terletak disebelah
bawah epithel germinatum.
c. Stroma, merupkan jaringan ikat yang terletak
disebelah bawah tunica albugenia. Terdiri atas dua
lapisan yaitu lapisan luar disebut korteks dan lapisan
dalam disebut medulla. Pada bagian kortektes
terdapat folikel-foliker ovarium.

12
d. Folikel ovarium, adalah ovum dan jaringan-jaringan
disekitarnya yang terdapat dalam bermacam-macam
tingkat perkembangan.
e. Folikel graf, suatu kelenjar endokrin yang berasal dari
ovum yan telah matang. Bagian ini menghasilkan
hormone estrogen’
f. Corpus luteum kelenjar tubuh yang berkembang dari
folikel graft setelah terjadinya ovulasi. Bagian ini
menghasilkan hormone-hormon progesterone,
estrogen dan relaksin.
Berdasarkan uraian diatas anda mungkin akan dapat
menyimpulkan bahwa ovarium merupakan gonad yang
berfungsi untuk menghasilkan sel telur dan hormone-
hormon kelamin wanita seperti progesterone, estrogen
dan relaksin. Ovarium ini analog dengan testes pada
system reproduksi laki-laki.
2. Saluran Uterin
Sel telur yang dihasilkan oleh ovarium akan diteruskan
kedalam uterus melalui saluran uterin (fallopian) yang
sering juga disebut saluran telur (oviduct). Saluran ini
panjangnya kira-kira 10cm terketak antara lipatan-
lipatan ligament lebar (broad ligament) uterus.
Di bagian ujung distal masing-masing saluran terdapat
suatu bagian terbuka berbentuk corong yang disebut
infundibulum, letaknya dekar dengan ovarium namun
tidak menempel.
Infindibulum dikelilingi oleh rumbai-rumbai dari tonjolan
menyerupai jari-jari yang disebut fimbrae. Dari
Infudibulum saluran telur akan diteruskan ke uterus dan
menempel dibagian lateral sudut atas uterus. Pada

13
saluran telur ini terdapat bagian yang paling lebar dan
paling panjang disebut ampula, sedangkan bagian yang
sempit pendek dan berdinding rapat yang bersatu dengan
uterus disebut isthmus.
Secara histologis, saluran telur terdiri atas tiga lapisan
yaitu lapisan paling dalam disebut nurkosa yang disusun
oleh sel-sel kolumnar bersilia yang diduga berfungsi
untuk membantu pergerakan dan nutrisi sel telur.
Lapisan tengah dinamakan muskularis, disusun oleh otot
polos yang rapat melingkar disebelah dalam dan otor
polos memanjang disebelah luar. Kontraksi peristaltic
dari otot tersebut akan membantu pergerakan sel telur
kedalam uterus. Lapisan yang paling luar dinamakan
serosa.
Suatu kali dalam sebulan sel telur akan lepas dari
permukaan ovarium yang berdekatan dengan
infundibulum ini dinamakan ovulasi. Selanjutnya sel telur
ini akan didorong ke dalam saluran sel telur epithet;
bersilia dari infundibulum. Bila sel telur dibuahi oleh sel
sperma, maka pembuahan ini biasanya terjadi didalam
saluran ampula. Pembuahan dapat terjadi kapan saja
sampai 21 jam setelah ovulasi. Sel telur yang dibuahi
disebut blastosis yang akan turun kedalam uterus dalam
waktu 7 hari, sedangkan sel telur yang tidak dibuahi akan
mengalami disintegrasi.
3. Uterus
Uterus merupakan tempat implamantasi sel telur yang
telah dibuahi, bahkan perkembangan fetus sampai
saatnya dilahirkan juga terjadi didalam uterus ini. Uterus
terletak diantara kantung kemih dan rectum, bentuknya
menyerupai buah pir yang terbalik.

14
Secara anatomi uterus dapat dibedakan menjadi 3 bagian
yaitu:
a. Fundus, bagian yang paling atas
b. Badan, bagian utama dari uterus
c. Cervix, bagian paling bawah yang langsung berhubung
dengan vagina
Diantara badan dan cervix terdapat suatu daerah sempit
yang disebut isthmus, rongga didalam badan uterus
disebut rongga uterus dan didalam cervix disebut saluran
cervic.
Persatuan antara isthmus dengan saluran servix
dinamakan internal os, sedangkan tempat dimana cervix
terbuka ke dalam vagina disebut eksternal os. Uterus
memiliki tiga lapisan jaringan :
a. Perimetrium atau serosa, lapisan yang paling luar,
kearah latera; akan menjadi ligament lebar dan
kearah anterior setelah melalui kantung kemih akan
membentuk kantung dangkal yang disebut kantung
vesicouterine.
b. Mymotrium, lapisan tengah yang membentuk dinding
uterus menjadi lebar. Lapisan ini terdiri atas tiga
lapisan serabut otot yang sangat padat dibagian
fundus dan sangat tipis dibagian serviks. Selama
proses kelahiran kontraksi otot polos penyusun
mymoterium ini sangat membantu untuk mendorong
fetus ke luar Rahim.
c. Endometrium, lapisan paling dalam berupa membrane
mukosa yang disusun oleh dua lapisan dasar yaitu
stratum functionalis dan stratum basalis. Stratum
functionalis merupakan lapisan yang paling dekat ke
15
rongga uterus dan akan rusak selama masa haid,
sedangkan stratum basalis bersifat permanen
menghaslkan sel-sel functionalis setelah haid.
Endometrium memiliki sejumlah kelenjar. Darah akan
disuplai kedalam uterus oleh cabang-cabang arteri
iliacusnya sendiri disebut arteri urcuatus yang tersusun
didalam myometrium. Darah dari uterus akan
dikembalikan melalui vena uterus.
4. Vagina merupakan tempat keluarnya aliran haid dan
tempat menerima penis selama terjadinya koitus, selain
itu vagina merupakan organ yang berotot, berbentuk
tabung dan dibatasi oleh selaput mukosa. Panjangnya
kira-kira 10 cm yang menanjang dari cerviks sampai ke
vestibula, bagian atas secara langsung berhubungan
dengan uterus.
Daerah yang mengelilingi vagina, menempel pada cerviks
disebut fornik. Bagian posterior letaknya lebih dalam dari
fornik ventral dan dua buah fornix lateral. Fornik ini
memungkinkan untuk penggunaan atau pemsanagan
kontrasepstik.
Mukosa vagina banyak mengandung glikogen melalui
proses dekomposisi dapat menghasilkan asam-asam
organic. Asam-asam organic ini menyebabkan pH
didaerah vagina menjadi asam sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikro. Namun keadaan ini
juga merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi
sperma. Oleh karena itu cairan sperma berperan dalam
menetralkan keadaan asma tersebut.

16
5. Vulva
Vulva atau pudendum merupakan kumpulan dari
beberapa organ, genitalis eksternal wanita. Bagian-
bagian tersebut meliputi:
a. Veneris (mons pubis), suatu daerah yang ditumbuhi
oleh rambut kemaluan yang kasar. Terletak diatas
symphysis pubis sebelah depan vagina dan lubang
uretra.
b. Labium mayor, terdapat dua buah merupakan lipatan
longitudinal kulit yang meluas kearah bawah dan
kearah belakang. Labium mayor ini homolog dekan
skortum yang dimiliki oleh laki-laki, mengandung
jaringan lemak, kelenjar minyak, dan kelenjar
keringat. Ke arah tengah dari labium mayor terdapat
dua buah kelipatan membrane mukosa yang disebut
labium minor. Labium ini tidak memiliki rambut dan
lemak., hanya memiliki beberapa kelenjar keringat
namun banyak memiliki kelenjar minyak.
c. Klitoris, suatu masa kecil berbentuk silindris dari
jaringan epitel dan syaraf. Terletak sebelah anterior,
bersatu dengan labium minor. Lapisan kulit disebut
prepuce dibentuk pada titik peretemuan labium minor
dan menutupi badan klitoris, Klitoris homolog dengan
penis laki-laki.
d. Vestibula, celah yang terdapat dilan=bium minor. Di
dalam vestibula ini terdapat hymen (selaput), lubang
vaginal uretra, dan lubang-lubang dari beberapa
saluran. Lubang Vagina merupakan bagian yang paling
besar pada vestibula dan dibatasi oleh hymen.

17
6. Kelenjar payudara
Kelenjar ini terdapat satu pasang dan merupakan
modifikasi dari kelenjar keringat yang terletak diatas
ototo dada dan menempel pada otot tersebut oleh
jaringan ikat. Masing-masing kelenjar payudara memiliki
kira-kira 15 – 20 lobous yang dipisahkan oleh jaringan
lemak. Jumlah jaringan lemak ditentukan oleh besarnya
payudara, akan tetapi besarnya payudara tidak
berhubungan dengan jumlah produksi air susu. Lobus
memiliki beberapa lobules yang disusun oleh jaringan-
jaringan ikat dengan kelenjar-kelenjar yang berbentuk
seperti buah anggur. Kelenjar-kelenjar ini mensekresikan
air susu dan disebut alveoli.
Diantara lobules terdapat jaringan ikat yang disebut
ligament suspensoris payudara. Ligamen-ligamen ini
terletak disepanjang kulit dan fascia sebelah dalam
berfungsi untuk menunjang payudara. Alveoli akan
menuruskan air susu kedalam sederatan tubulus sekunder
dan selanjutnya akan diteruskan ke dalam saluran
payudara (ductus mamilaris). Ketika mendekati putting
susu, saluran tersebut melebar membentuk sinus yang
disebut ampula. Ampula ini merupakan tempat
penyimpanan air susu yang berlanjut sebagai ductus
lactiferous dan berakhir pada putting susu (nipple).
Disekitar putting susu terdapat daerah yang melingkar
berpigmen yang disebut aerolla. Daerah tersebut Nampak
kasar karena berisi modifikasi kelenjar-kelenjar minyak
(sebaceous).
Pada waktu lahir, kelenjar payudara laki-laki dan wanita
tidak berkembang dan Nampak rata diatas permukaan
dada. Setelah masa puber, payudara wanita mulai
berkembang, system saluran mulai matang, terjadi

18
desposisi lemak secara ekstensif, aerola dan putting
payudara tumbuh dan menjadi berpigamen. Perubahan-
perubahan tersebut sangat erat hubungannya dengan
bertambahnya pengeluaran estrogen pada ovarium. Lebih
jauh lagi perkembangan payudara terjadi pada saat
kematangan seksual dan eprmulaan terjadinya ovulasi
serta pembentukan korpus luteum.
Selama pendewasaan, tingkat penambahan progesterone
menyebabkan alveoli tumbuh, bertambah besar dan
menjadi sekretori. Selain itu penimbunan lemak yang
terus-menerus menyebabkan penambahan ukuran
kelenjar payudara. Oleh karena itu perubahan
perkembangan kelenjar payudara. Oleh karena itu
perubahan perkembangan kelenjar payudara erat
keitannya dengan sekresi estrogen dan progesterone oleh
ovarium.
Fungsi putting dari kelenjar payudara ini adalah sekresi
dan pencaran air susu yang disebut laktasi. Sekresi air
susu ini dipengaruhi oleh hormone prolaktin, sedangkan
memancarnya air susu dipengaruhi oleh hormone
oksitosin.

G. Hak-hak reproduksi
Hak reproduksi merupakan anugerah dari Tuhan yang
melekat pada setiap manusia tanpa membeda-bedakan
warna kulit, maupun agama dan ras. Hak reproduksi
mencakup hak-hak asasi manusia tertentu yang telah
diperjuangkan dan disepakati dalam berbagai kesepakatan
Internasional mengenai hak asasi manusia, Hak reproduksi
perempuan adalah hak yang dimiliki perempuan karena
memiliki fungsi reproduksi yang diberikan Tuhan, sehingga
harus dijamin pemenuhan hak-haknya. Hak-hak reproduksi

19
ini sudah menjadi etika global yang menjadi salah satu
agenda yang diperjuangkan, hal ini dapat dilihat pada
Konferensi perempuan sedunia I di Meksiko City pada tahun
1970 yang mengajak perempuan berpartisipasi dalam dunia
pembangunan. Berikutnya Konferensi perempuan yang III di
Nairobi tahun 1985. Begitu juga dalam Konferensi
kependudukan di Kairo tahun 1994 disepakati suatu “plan of
action” yang mencakup masalah hak-hak reproduksi dan
keluarga berencana.
Ruang lingkup hak reproduksi perempuan mencakup
keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir sampai mati.
Pelaksanaan reproduksi menggunakan pendekatan siklus
hidup agar diperoleh sasaran yang pasti dan komponen
pelayanan yang jelas serta dilaksanakan secara terpadu dan
berkualitas dengan memperhatikan hak reproduksi
perorangan dengan bertumpu pada program pelayanan yang
tersedia. Hak yang berhubungan dengan reproduksi
perempuan diantaranya :
1. Hak untuk hidup adalah adanya jaminan bagi perempuan
untuk mendapatkan keselamatan dari resiko kematian
karena kehamilan.
2. Hak atas kebebasan dan kemananan adalah pengakuan
terhadap keputusan setiap individu untuk menikmati dan
mengatur kehidupan reproduksinya dan tidak seorangpun
dapat dipaksa untuk hamil atau menjalani sterilisasi serta
aborsi.
3. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk
diskriminasi.
4. Hak atas kerahasian pribadi yaitu adanya perlindungan
terhadap hak pasien dalam mendapatkan informasi,
perawatan kesehatan reproduksi dan hal-hal yang

20
beruhubungan dengan seksualitas, pendidikan dan
pelayan yang menghormati kerahasian probadi.
5. Hak kebebasan berfikir yaitu berupa perlindungan kepada
setiap orang untuk mengakses pendidikan dan informasi
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan
seksualitas mereka yang bebas dari pengaruh agama dan
kepercayaan.
6. Hak untuk mendapatakan informasi dan pendidikan yaitu
adanya perlindungan terhadap semua orang untuk
mengakses semua informasi baik yang menguntungkan
maupun yang membahayakan dan pengaruh semua
metode keluarga berencana (KB) agar keputusan yang
diambil sesuai dengan yang diharapkan.
7. Hak untuk memilih menikah atau tidak ber-KB atau tidak,
diharapkan dapat melindungi semua orang terhadap
perkawinan paksa.
8. Hak untuk menentukan memiliki anak atau tidak yaitu
hak adanya perlindungan atas hak semua orang untuk
mendapatkan pelayanan, perawatan kesehatan
reproduksi yang aman dan efektif, dan memberikan
pengetahuan tentang metode ber-KB secara benar dan
untuk mendapatkan peningkatan dan kaulitas perawatan
kesehatan yang tertinggi
9. Hak untuk mendapatkan peningkatan ilmu pengetahuan
yaitu adanya jaminan perlindungan bagi semua orang
untuk mengakses kemajuan teknologi perawatan
kesehatan reproduksi.
10. Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya
11. Hak untuk berpartisipasi dalam politik dan kebebasan
berkumpul adanya jaminan perlindungan untuk

21
membentuk perkumpulan yang bertujuan
mempromosikan hak kesehatan reproduksi dan hal-hal
yang berhubungan dengan seksualitas.
12. Hak bebas dari penganiayaan dan kekerasan, yaitu
adanya jaminan perlindungan bagi anak-anak baik laki-
laki maupun perempuan daris egala bentuk kekerasan
seksual, eksploitasi, dan penyimpangan seksual.

H. Seksualitas
Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang telah ditentukan
oleh Allah SWT berdasarkan fungsi biologis. Jenis kelamin
merupakan perbedaan antara perempuan dengan laki-laki
secara biologis sejak seseorang Iahir. jenis kelamin
berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana
laki-laki memproduksikan sperma. sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk
menstruasi, hamil dan menyusui. Seks berarti pria ataupun
wanita yang pembedaannya pada jenis kelamin. Sex lebih
merujuk pada pembedaan antara pria dan wanita berdasar
pada jenis kelamin yang ditandai oleh perbedaan anatomi
tubuh dan genetiknya. Perbedaan seperti ini lebih sering
disebut sebagai perbedaan secara biologis atau bersifat
kodrati dan sudah melekat pada masing-masing individu
sejak Iahir. ( ida prijatni dan sri rahayu )
Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan
laki-laki, yang sering disebut jenis kelamin (Ing: sex).
Sedangkan seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang
sangat luas, yaitu dimensi biologis, sosial, psikologis, dan
kultural. (pkbi)
Seks bersifat mutlak dan tidak dapat diubah, tidak dapat
ditukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimanapun

22
berada dan merupakan kodrat tuhan. Seksualitas dari
dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan alat
kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan
memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan
dorongan seksual. Seksualitas dari dimensi psikologis erat
kaitannya dengan bagaimana menjalankan fungsi sebagai
makhluk seksual, identitas peran atau jenis, serta
bagaimana dinamika aspek aspek psikologis (kognisi, emosi,
motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri
Seksualitas merupakan interaksi dan hubungan dengan
individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup
pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantaso, dan
emosi. Seksualitas berhubungan dengan bagaimana
seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana
mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada
lawan jenis melalui tindakan yang dilakukannya, seperti
sentuhan, ciuman, pelukan, dan senggama seksual, dan
melalui perilaku yang lebih halus, seperti inyarat gerakan
tubuhm etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata.
Seksualitas berbeda dengan seks yang bearti jenis kelamin.
Menurut Hurlock (1991) Perilaku seksual adalah segala
tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenis maupun sesama jenis. Menurut Alex Pangkahila
(dalam Masland, 2004) (dalam Diniarti, 2013) menyebutkan
bahwa perilaku seksual yang sering dijumpai pada remaja
adalah sentuhan seksual, membangkitkan gairah seksual,
seks oral, seks anal, masturbasi, dan hubungan seksual.
Idayanti, 2005 dalam Diniarti, 2013 menyebutkan bentuk-
bentuk perilaku seksual yang sering muncul antara lain:
1. Pelukan ringan dengan pegangan tangan
2. Ciuman selamat tidur (biasnya dikening atau dipipi)

23
3. Ciuman yang mendalam, antara lain ciuman bibir dan
ciuman dileher (necking)
4. Petting yaitu segala bentuk kontak fisik yang dilakukan
untuk merangsang pada bagian tubuh tertentu (biasanyaa
payudara atau alat kelamin).
5. Hubungan seksual (intercourse).

Aspek-Aspek perilaku seksual menurut Idayanti, 2005 dalam


Diniarti 2013 antara lain:
1. Aspek biologis, aspek ini meliputi respon fisiologis
terhadap stimulus seks, reproduksi, pubertas, perubahan
fisik karena adanya kehamilan serta pertumbuhan dan
perkembangan pada umumnya.
2. Aspek psikologis, seks merupakan proses belajar yang
terjadi pada diri individu untuk mengekspresikan
dorongan seksual melalui perasaan, sikap dan pemikiran
tentang seksualitas.
3. Aspek ini meliputi pengaruh budaya berpacaran,
hubungan interpersonal dan semua hal tentangs seks yang
beruhubungan dengan kebiasaan yang dipelajari individu
didalam lingkungannya.
4. Aspek normal, yang termasuk dalam aspek ini adalah
menjawab pertanyaan tentang benar atau salah, harus
atau tidak harus, serta boleh atau tidaknya suatu
perilaku seseorang.

24
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual menurut
Sarwono (2000) dalam Diniarti 2013 adalah :
1. Perubahan biologis, ditandai dengan mulai berfungsinya
hormone yang meningkatkan dorongan seksual remaja.
Pada masa puber, hormone-hormon seksualitas mulai
meningkat dan hal ini merangsang individu untuk
melakukan aktivitas seksual.
2. Agama, rendahnya nilai agama dimasyarakat yang
bersangkutan serta komitmen religiusitas yang kian
menipis dipandang mempengaruhi remaja dalam
berperilaku seksual. Agama mungkin tidak berpengaruh
langsung terhadap perilaku seksual tetapi bila agama
diberlakukan sebagai sistem norma masyarakat maka ada
semacam mekanisme kontrol sosial yang mengurangi
kemungkinan seseorang melakukan tindakan seksual
diluar batas ketentuan agama.
3. Keluarga, beragam situasi dalam keluarga dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja. Sikap
orang tua yang masih menabuhkan pembicaraan
mengenai seks kepada anak atau karena
ketidaktahuannya, menyebabkan anak mencari informasi
dari sumber lain yang sering kurang akurat.
4. Budaya di masyarakat, pergaulan yang bebas antara
remaja perempuan dan laki-laki makin mudah disaksikan
dalam kehidupan sehari-hari.
5. Jenis Kelamin, adanya perbedaan antara remaja pria dan
remaja putri dalam pengalaman seksual mereka. Di
setiap Negara, remaja putra selalu menunjukkan angka
lebih tinggi dari pada remaja putri. Hal ini mungkin sekali
berkaitan dengan norma-norma yang lebih longgar bagi
kaum pria dari pada kaum wanita dihapir seluruh dunia

25
dan sehubungan dengan itu, lebih besar pula
kemungkinannya bagi kaum pria untuk melakukan
berbagai hal ketimbang kaum wanita.

I. Regulasi Kesehatan Reproduksi


Pengertian kesehatan reproduksi hakekatnya telah tertuang
dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang kesehatan dan peraturan pemerintah republik
indonesia pasal 1 ayat 2 nomor 61 tahun 2014, tentang
Kesehatan reproduksi yang menyatakan bahwa kesehatan
reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental,
dan sosial secara utuh, tidak semata- mata bebas dari
penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem,
fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.
Setiap orang berhak untuk mendapatkan keturunan,
termasuk juga hak untuk tidak mendapatkan keturunan, hak
untuk hamil, hak untuk tidak hamil, dan hak untuk
menentukan jumlah anak yang diinginkan.
Ruang lingkup pengaturan kesehatan reproduksi menurut pp
RI nomor 61 tahun 2014 terdapat dalam pasal 2 yaitu :
pelayanan kesehatan ibu, Indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi; dan
Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara
Alamiah.
Untuk menjamin pemenuhan hak kesehatan reproduksi
melalui pelayanan kesehatan yang aman, efektif, dan
terjangkau tersebut diwujudkan berbagai upaya kesehatan,
diantaranya reproduksi dengan bantuan, aborsi berdasarkan
indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai
pengecualian atas larangan aborsi, upaya kesehatan ibu,
dan kehamilan diluar cara alamiah yang diatur dalam Pasal
74, Pasal 75, pasal 76, Pasal 126 ayat 1, dan Pasal 127

26
didalam undang-undang 36 tahun 2009 dan pasal di
peraturan pemerintah nomor 61 tahun 2014 yaitu pasal 8,
pasal 9, pasal 10, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 40,
pasal 41 dan pasal 42 pengaturan kesehatan reproduksi
menurut pp ini ada dipasal 3 bertujuan untuk menjamin
pemenuhan hak Kesehatan Reproduksi setiap orang yang
diperoleh melalui pelayanan kesehatan yang bermutu,
aman, dan dapat dipertanggungjawabkan; dan menjamin
kesehatan ibu dalam usia reproduksi agar mampu
melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta
mengurangi angka kematian ibu.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 126 ayat 1
tentang Kesehatan menyebutkan bahwa upaya kesehatan
ibu ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu
melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta
mengurangi angka kematian ibu. Menurut pp RI pasal 3
nomor 61 tahun 2014 menyebutkan bahwa upaya kesehatan
reproduksi ditujukan untuk menjamin pemenuhan hak
Kesehatan Reproduksi setiap orang yang diperoleh melalui
pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan dapat
dipertanggungjawabkan; dan menjamin kesehatan ibu
dalam usia reproduksi agar mampu melahirkan generasi
yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka
kematian ibu.
Negara pada prinsipnya melarang tindakan aborsi, larangan
tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 pasal 75 tentang Kesehatan. Tetapi
kenyataannya, tindakan aborsi pada beberapa kondisi medis
merupakan satu-satunya jalan yang harus dilakukan tenaga
medis untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yang
mengalami permasalahan kesehatan atau komplikasi yang
serius pada saat kehamilan.

27
Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan:

Pasal 74
Pelayanan kesehatan reproduksi
1. Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat
promotif, preventif, kuratif, dan/atau, termasuk
reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan
sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas,
khususnya reproduksi perempuan.
2. Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 75
1. setiap orang dilarang melakukan aborsi. Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia
dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu
dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik
berat /atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup
di luar kandungan; atau

28
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan.
2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau
penasehatan pra tindaka dan diakhiri dengan konseling
pasca tindaka yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan
medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan:
1. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) ming dihitung dari
hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal
kedaruratan medis;
2. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan
oleh menteri;
3. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
4. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
5. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri.

29
Pasal 127
Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat
dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan
ketentuan:
a. pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana
ovum berasal;
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu; dan
c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. Ketentuan
mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah Peraturan pemerintah nomor 61
tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi, bagian
pelayanan kesehatan ibu terdapat pada pasal 8 hingga
10 yang menyebutkan bahwa :

Pasal 8
1. Setiap perempuan berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan ibu untuk mencapai hidup sehat dan mampu
melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta
mengurangi angka kematian ibu.
2. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan sedini mungkin dimulai dari masa remaja
sesuai dengan perkembangan mental dan fisik.
3. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diselenggarakan melalui:
a. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja;

30
b. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Hamil,
Persalinan, dan Sesudah Melahirkan;
c. pengaturan kehamilan, pelayanan kontrasepsi dan
kesehatan seksual; dan
d. Pelayanan Kesehatan Sistem Reproduksi.
4. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilaksanakan melalui pendekatan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.

Pasal 9
1. Pelayanan kesehatan ibu yang diselenggarakan melalui
pendekatan promotif dan preventif dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan/atau tenaga nonkesehatan terlatih.
2. Pelayanan kesehatan ibu yang diselenggarakan melalui
pendekatan kuratif dan rehabilitatif harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya.

Pasal 10
1. Dalam rangka menjamin kesehatan ibu, pasangan yang sah
mempunyai peran untuk kesehatan ibu secara optimal.
2. Peran pasangan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. mendukung ibu dalam merencanakan keluarga;
b. aktif dalam penggunaan kontrasepsi;
c. memperhatikan kesehatan ibu

31
d. memastikan persalinan yang aman oleh tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan;
e. membantu setelah bayi lahir;
f. mengasuh dan mendidik anak secara aktif;
g. tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga; dan
h. mencegah infeksi menular seksual termasuk Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno
Deficiency Syndrome (AIDS).
Indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai
pengecualian atas larangan aborsi terdapat dalam pasal
32,33 dan 34.

1. Indikasi Kedaruratan Medis

Pasal 32
1. Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (1) huruf a meliputi:
a. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu;
dan/atau
b. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan
janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di
luar kandungan
2. Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
standar.

32
Pasal 33
1. Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan oleh tim
kelayakan aborsi.
2. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
terdiri dari 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai
oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.
3. Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan
pemeriksaan sesuai dengan standar.
4. Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
membuat surat keterangan kelayakan aborsi.

2. Indikasi Perkosaan

Pasal 34
1. Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil
hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak
perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuktikan dengan:
3. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang
dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
4. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain
mengenai adanya dugaan perkosaan.

33
Dan reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara
alamiah terdapat pada pasal 1 ayat 10, pasal 40, 41 dan 42

Pasal 40
1. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara
Alamiah hanya dapat dilakukan pada pasangan suami isteri
yang terikat perkawinan yang sah dan mengalami
ketidaksuburan atau infertilitas untuk memperoleh
keturunan.
2. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara
Alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum
yang berasal dari suami istri yang bersangkutan dan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
3. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara
Alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta tidak bertentangan dengan norma agama.
4. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara
Alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi dan kewenangan.

Pasal 41
Pasangan suami isteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (1) yang ingin menggunakan pelayanan Reproduksi dengan
Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah harus memenuhi
persyaratan meliputi:
a. telah dilakukan pengelolaan infertilitas dengan tepat;
b. terdapat indikasi medis;

34
c. memahami prosedur konsepsi buatan secara umum;
d. mampu/cakap memberikan persetujuan tindakan
kedokteran (informed consent);
e. mampu membiayai prosedur yang dijalani;
f. Mampu membiayai persalinan dan membesarkan bayinya;
dan
g. cakap secara mental.

Pasal 42
1. Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di
Luar Cara Alamiah harus didahului dengan konseling dan
persetujuan tindakan kedokteran (informed consent).
2. Konseling dan persetujuan tindakan kedokteran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
pengelolaan lebih lanjut terhadap kelebihan embrio.
3. Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan sebelum dan sesudah mendapatkan pelayanan
Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara
Alamiah.
4. Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh tenaga yang memiliki kompetensi dan kewenangan.
5. Persetujuan tindakan kedokteran (informed consent)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

35
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61
TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

PERATURAN PEMERINTAH RI NO 61 TAHUN 2014 TENTANG


KESPRO
Pasal 1 (1-10) Pelayanan Kespro sampai melahirkan dan
kesehatan seksual.
Pasal 2 Kesehatan Ibu
Pasal 3 Tujuan Kespro
Pasal 4 Jaminan Kesehatan Ibu
Pasal 5-7 Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Kespro
Pasal 8-10 Pelayanan Kesehatan Ibu
Pasal 11-12 Pelayanan Kespro Remaja
Pasal 13-18 Pelayanan Kesehatan Sebelum Hamil, Hamil,
Persalinan, dan sesudah Melahirkan.
Pasal 19-29 Pelayanan KesehatanKehamilan, Kontrasepsi, dan
Kesehatan Seksual
Pasal 30 Pelayanan Kespro
Pasal 31 Aborsi
Pasal 32-33 Indikasi Kedaruratan Medis
Pasal 34 Indikasi Pemerkosaan
Pasal 35-39 Penyelenggaraan Aborsi
Pasal 40-46 Reproduksi dengan Bantuan Kehamilan Di Luar Cara
Alamiah
Pasal 47 Pendanaan Kespro
Pasal 48-51 Pembinaan dan Pengawasan

36
Evaluasi :
1. Jelaskan konsep kesehatan reproduksi
2. Jelaskan hak-hak reproduksi?
3. Gambarkan dan jelaskan fungsi dari alat reproduksi wanita?
4. Gambarkan dan jelaskan fungsi dari alat reproduksi laki-
laki?
5. Jelaskan UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan
peraturan pemerintah Indonesia pasal 1 ayat 2 nomor 61
tahun 2014?

37
38
BAB II
KONSEP GENDER

39
40
41
Gender adalah pandangan tentang pembagian peran, fungsi,
tanggung jawab keluarga, masyarakat antara laki-laki dan
perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan
dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Perbedaan Gender dan Seks
Seks Gender
Tidak dapat berubah Dapat berubah
Tidak dapat dipertukarkan Dapat dipertukarkan
Berlaku sepanjang masa Tergantung waktu
Berlaku dimana saja Tergantung budaya setempat
Merupakan kodrat tuhan Bukan merupakan kodrat tuhan
Ciptaan Tuhan Buatan manusia

42
Pembagian Peran Gender
Laki-laki Perempuan
produktif Reproduktif
Publik Domestik
maskulin Feminism
Pencari nafkah utama Pencari nafkah tambahan

Istilah-istilah dalam gender


: Perbedaan organ biologis antara
Seks perempuan dan laki-laki terutama pada
bagian reproduksi
: Suatu pandangan yang membedakan
peran, kedudukan serta tanggung jawab
Bias gender
laki-laki dan perempuan dalam kehidupan
keluarga, masyarakat dan pembangunan.
: Suatu pandangan yang menciptakan
adanya kesamaan peran dan tanggung
Emansipasi jawab antara laki-laki & perempuan
dalam segala aspek kehidupan baik
biologis maupun non biologis.
: Paham yang berpendapat bahwa
perbedaan peranan antara laki-laki dan
Nature
perempuan karena ada perbedaan
biologis.
: Paham yang berpendapat bahwa
Nurture perbedaan peranan antara laki-laki dan
perempuan merupakan hasil kontruksi.

43
Perfect : Pandangan yang menghendaki
Quality perbandingan yang sama (50-50) antara
(Kesamaan) laki-laki dan perempuan.
: Pandangan yang berlandaskan membina
Kerjasama dengan prinsip kemitraan dan
Equilibrium keharmonisan antara laki-laki dan
perempuan dalam kehidupan berkeluarga
dan bermasyarakat.
: Suatu kondisi/keadaan yang adil dan
setara antara laki-laki dan perempuan
dalam pemenuhan hak-haknya sebagai
Kesetaraan manusia dan mewujudkan kemampuannya
gender untuk berperan aktif dalam
pembangunan.
Keadilan gender merupakan proses yang
adil terhadap perempuan dan laki-laki.

Ketidak adilan gender merupakan bentuk perbedaan perlakuan


berdasarkan alasan gender, seperti pembatasan peran,
penyingkiran, atau pilih kasih yang mengakibatkan terjadinya
pelanggaran atas pengakuan hak asasinya, persamaan antara
laki-laki dan perempuan, maupun hak dasar dalam bidang
social, politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Ketidakadilan
gender dapat bersifat sebagai berikut:
1. Langsung, yaitu pembedaan perlakuan secara terbuka dan
berlangsung baik disebabkan perilaku/ sikap, norma/nilai,
maupun aturan yang berlaku.
2. Tidak langsung, seperti peraturan sama tetapi
pelaksanaanya menguntungkan jenis kelamin tertentu.

44
3. Sistemik, yaitu ketidakadilan yang berakar dalams ejarah,
norma, atau struktur masyarakat yang mewariskan
keadaan yang bersifat membeda-bedakan.
Bentuk-bentuk ketidak adilan gender adalah sebagai berikut :
1. Steriotipe adalah citra baku tentang individu tau kelompok
yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada.
Pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat
negative secara umum sering kali melahirkan
ketidakadilan.
Contoh stereotype:
a. Label kaum perempuan sebagai ibu rumah tangga
sangat merugikan mereka jika hendak aktif dalam
kegiatan laki-laki seperti kegiatan politik, bisnis
maupun birokrasi.
b. Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah
mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh
perempuan dianggap Sembilan sehingga kurang
dihargai.
c. Keramah-tamakan laki-laki dianggap merayu dan
keramah-tamahan perempuan dinilai genit.
d. perempuan dianggap lebih pantas bekerja sebagai
sekretaris atau guru taman kanak-kanak bukan sebagai
manajer perusahaan.
2. Subordinasi adalah pandangan/keyakinan tentang
kedudukan dan peran salah satu jenis kelamin dianggap
lebih tentang atau lebih utama dibanding jenis kelamin
lainnya. Kenyataan dilapangan masih ada persepsi
masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama
perempuan di berbagai kehidupan.

45
Contoh Subordinasi:
1. Anak laki-laki dan perempuan tidak punya hak sekolah
yang sama, lebih banyak laki-laki memiliki peluang
sekolah karena laki-laki dianggap kelak akan bekerja
sementara perempuan dianggap tidak perlu sekolah
karena pada akhirnya menjadi ibu rumah tangga.,
perempuan mengurus rumah dan anak sebagai ‘orang
rumah’ bukan bekerja di ranah publik.
3. Marginalisasi adalah rendahnya status dan akses serta
penguasaan seorang perempuan terhadap sumber-sumber
daya ekonomi dan politik, pengertian pengambilan
keputusan yang berdampak mengakibatkan kemiskinan.
Proses marginalisasi (pemiskinan) (pemiskinan) yang
mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi di masyarakat
di negara berkembang seperti penelusuran dari kampung
halaman & eksploitasi.
Contoh :
a. Upah perempuan relative lebih rendah
b. Izin usaha harus diketahui ayah (jika masih single),
harus diketahui suami (jika sudah menikah)
c. Perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang
semula dikerjakan secara manual oleh perempuan
diambil alih mesin pada umumnua dikerjakan oleh
tenaga laki-laki.
d. perempuan yang semula bekerja sebagai pemetik padi
waktu panen menggunakan alat ani-ani terpaksa tidak
bekerja lagi karena digantikan oleh mesin yang jauh
lebih cepat.

46
4. Beban Ganda adalah bentuk diskriminasi yang dijalankan
berupa peran ganda yang dilakukan oleh salah satu jenis
kelamin. Dari hasil observasi dilapangan seorang
perempuan mengerjakan hamper 90% dari pekerjaan
rumah tangga.
Contoh:
a. Seorang perempuan mempunyai pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga, diluar rumah menjadi pekerja di
sebuah perusahaan/ lainnya.
2. Seorang laki-laki sepulang dari kerja sore hari ,
malamnya harinya masih harus siskamling untuk
memenuhi tugasnya sebagai warga masyarakat
setempat. Misalnya perempuan yang bekerja sebagai
karyawati untuk memperoleh penghasilan tetapi tetap
harus mengerjakan pekerjaan rumahtangga tanpa
bantuan suami atau orang lain.
5. Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun
psikologis seseorang, maka kekerasan bukan saja dalam
bentuk, memukul, menendang, peyiksaan tetapi bersifat
non fisik seperti membuli, pelecehan seksual, ancaman,
berkata kasar sehingga salah satu jenis kelamin yang
mengalaminya akan terusik batinnya.
Contoh:
a. Seorang suami membatasi uang belanja istri dan
memonitor pengeluaran secara ketat.
b. Seorang Istri membuli suami karena kegagalan dalam
karier.
c. Seorang perempuan mendapatkan pelecehan seksual
dari teman laki-lakinya.

47
Dampak ketidakadilan gender terhadap Kesehatan reproduksi,
system, fungsi & proses reproduksi termasuk Kesehatan seksual
Empat isu gender dalam berbagai siklus kehidupan yaitu:
a. Isu Gender di Masa Kanak-Kanak.
Isu gender pada anak-anak laki-laki, misalnya: pada
beberapa suku tertentu, kelahiran bayi laki-laki sangat
diharapkan dengan alas an, misalnya laki-laki adalah
penerus atau pewaris nama keluarga; laki-laki sebagai
pencari nafkah keluarga yang handal; laki-laki sebagai
penyanggah orang tuanya di hari tua. Dan perbedaan
perlakuan juga berlanjut pada masa kanak-kanak. Pada
masa kanak-kanak, sifat agresif anak laki-laki serta perilaku
yang mengandung resiko diterima sebagai suatu kewajaran,
bahkan didorong kearah itu, karena dianggap sebagai sifat
anak laki-laki. Sehingga data menunjukkan bahwa anak laki-
laki lebih sering terluka dan mengalami kecelakaan.
b. Isu Gender Pada Anak Perempuan.
Secara biologis bayi perempuan lebih tahan daripada bayi
laki-laki terhadap penyakit infeksi di tahun-tahun pertama
kehidupannya. Sebab itu jika data memperlihatkan
kematian bayi perempuan lebih tinggi dan bayi laki-laki,
patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender. Di masa
balita, kematian karena kecelakaan lebih tinggi dialami oleh
balita laki-laki, karena sifatnya yang agresif dan lebih
banyak gerak.
c. Isu Gender di Masa Remaja.
Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan,
antara lain: kawin muda, kehamilan remaja, umumnya
remaja puteri kekurangan nutrisi, seperti zat besi, anemia.
Menginjak remaja, gangguan anemia merupakan gejala

48
umum dikalangan remaja putri. Gerakan serta interaksi
sosial remaja puteri seringkali terbatasi dengan datangnya
menarche. Perkawinan dini pada remaja puteri dapat
member tanggung jawab dan beban melampaui usianya.
Belum lagi jika remaja puteri mengalami kehamilan,
menempatkan mereka pada resiko tinggi terhadap
kematian. Remaja putreri juga berisiko terhadap pelecehan
dan kekerasan seksual, yang bisa terjadi di dalam rumah
sendiri maupun di luar rumah. Remaja putri juga bisa
terkena isu berkaitan dengankerentanan mereka yang lebih
tinggi terhadap perilaku-perilaku stereotipe maskulin,
seperti merokok, tawuran, kecelakaan dalam olah raga,
kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah yang
berisiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan:
IMS, HIV/AIDS.
d. Isu Gender di Masa Dewasa.
Pada tahap dewasa, baik laki-laki maupun perempuan
mengalami masalah-masalah kesehatan yang berbeda, yang
disebabkan karena faktor biologis maupun karena perbedaan
gender. Perempuan menghadapi masalah kesehatan yang
berkaitan dengan fungsi ala reproduksinya serta
ketidaksetaraan gender. Masalah-masalah tersebut,
misalnya konsekwensi dengan kehamilan dan ketika
melahirkan seperti anemia, aborsi, puerperal sepsis (infeksi
postpartum), perdarahan, ketidakberdayaan dalam
memutuskan bahkan ketika itu menyangkut tubuhnya sendiri
(“tiga terlambat”). Sebagai perempuan, dia juga rentan
terpapar penyakit yang berkaitan dengan IMS dan HIV/AIDS,
meskipun mereka sering hanya sebagai korban. Misalnya:
metode KB yang hanya difokuskan pada akseptor
perempuan, perempuan juga rentan terhadap kekerasan

49
dalam rumah tangga, kekerasan ditempat kerja, dan
diperjalanan.
e. Isu Gender di Masa Tua.
Di usia tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan
biologis semakin menurun. Mereka merasa terabaikan
terutama yang berkaitan dengan kebutuhan mereka secara
psikologis dianggap semakin meningkat. Secara umum, umur
harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-
laki. Namun umur panjang perempuan berisiko ringkih,
terutama dalam situasi soaial-ekonomi kurang. Secara
kehidupan social biasanya mereka lebih terlantar lagi,
terutama yang berkaitan dengan kebutuhan yang semakin
banyak dan semakin tergantung terhadap sumber daya.
Osteoporosis banyak diderita oleh perempuan di masa tua,
yaitu delapan kali lebih banyak dari pada laki-laki. Depresi
mental juga lebih banyak diderita orang tua, terutama
karena merasa ditinggalkan.
Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-
laki dan perempuan. Hal ini semakin dirasakan dalam ruang
lingkup kesehatan reproduksi antara lain karena hal berikut:
1. Masalah kesehatan reproduksidapat terjadi sepanjang
siklus hidup manusia seperti masalah inces yang terjadi
pada masa anak-anak dirumah, masalah pergaulan
bebas, kehamilan remaja.
2. Perempuan lebih rentan dalam menghadapi resiko
kesehatan reproduksi seperti kehamilan, melahirkan,
aborsi tidak aman dan pemakaian alat kontrasepsi.
Karena struktur alat reproduksi yang rentan secara
social atau biologis terhadap penularan IMS termasuk
STD/HIV/AIDS.

50
3. Masalah kesehatan reproduksi tidak terpisah dari
hubungan laki-laki dan perempuan. Namun
keterlibatan, motivasi serta partisipasi laki-laki dalam
kesehatan reproduksi dewasa ini masih sangat kurang.
4. Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan
reproduksi, khususnya berkaitan dengan IMS. HIV, dan
AIDS. Karena ini dalam menyusun strategi untuk
memperbaiki kesehatan reproduksi harus
dipertimbangkan pula kebutuhan, kepedulian dan
tanggung jawab laki-laki.
5. Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah
tangga (kekerasan domestik) atau perlakuan kasar yang
pada dasarnya bersumber gender yang tidak setara.
6. Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan dengan
urusan perempuan seperti KB.
5. Kesehatan Reproduksi Peka Gender.
Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang bersikap “Peka
Gender”, yaitu :
1. Memberikan pelayanan berkualitas yang berorientasi
kepada kebutuhan klien, tanpa adanya perbedaan
perlakuan, baik karena jenis kelamin maupun status
sosialnya.
2. Memberikan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan kebutuhan yang berbeda antara laki-
laki dan perempuan akibat kodrat masing-masing.
3. Memahami sikap laki-laki dan perempuan dalam
menghadapi suatu penyakit dan sikap masyarakat
terhadap perempuan dan laki-laki yg sakit.

51
4. Memahami perbedaan perjalanan penyakit pada laki-
laki dan perempuan.
5. Menyesuaikan pelayanan agar hambatan yg dihadapi
oleh laki-laki dan perempuan sebagai akibat adanya
perbedaan tersebut diatas dapat diatasi.
6. Pangarusutamaan Gender (Gender Mainstraiming)
Pengarusutamaan gender (PUG) atau adalah strategi
yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk
mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia
(rumah tangga, masyarakat dan negara), melalui
kebijakan dan program yang memperhatikan
pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan
perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh
kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan
dan pembangunan. Tujuan pengarusutamaan gender
adalah memastikan apakah perempuan dan laki-laki
memperoleh akses yang sama kepada sumber daya
pembangunan. Dapat berpartisipasi yang sama dalam
semua proses pembangunan, termasuk proses
pengambilan keputusan. Mempunyai kontrol yang sama
atas sumberdaya pembangunan, dan memperoleh
manfaat yang sama dari hasil pembangunan.
7. Sasaran Pengarusutamaan Gender
Sebagai sasaran pengarusutamaan gender adalah
organisasi pemerintah dari pusat sampai ke lapangan
yang berperan dalam membuat kebijakan, program dan
kegiatan. Selain itu organisasi swasta, organisasi
profesi, keagamaan, dan lain – lain, dimana mereka

52
sangat dekat dan terjun langsung paling depan
berhadapan dengan masyarakat.
8. Prinsip Pengarusutamaan Gender
Pluralistic, yaitu dengan menerima keragaman budaya.
Bukan pendekatan konflik, yaitu menghadapi
permasalahan tidak membedakan antar laki-laki dan
perempuan. Sosialisasi dan advokasi. Memperluas
informasi bagi masyarakat umum dan melakukan
kegiatan-kegiatan untuk memperkokoh kesetaraan dan
keadilan gender.

53
Evaluasi :
1. Jelaskan Konsep gender?
2. Jelaskan dan buatlah contoh bentuk-bentuk
ketidakadilan gender?
3. Jelaskan istilah-istilah dalam gender?

54
BAB III
GENDER DAN KB
SITUASI DAN PERKEMBANGAN PROGRAM KB
DI INDONESIA

Keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) sangat


tergantung kepada partisipasi masyarakat. Tingkat partisipasi
masyarakat dalam program Keluarga Berencana (KB) yang
tinggi diharapkan tujuan dari program Keluarga Berencana (KB)
dapat tercapai. Salah satu indikator keberhasilan dari program
Keluarga Berencana (KB) adalah menurunnya tingkat
pertumbuhan penduduk. Partisipasi dan pemberdayaan
perempuan dalam program Keluarga Berencana (KB)
merupakan strategi yang potensial dalam meningkatkan akses
perempuan serta transformasi budaya (Hikmat, 2004).
Partisipasi merupakan komponen penting dalam meningkatkan
kemandirian dan pemberdayaan (Craig dan May, dalam Hikmat,
2004). Partisipasi merupakan pengambilan bagian dalam suatu
tahap atau lebih dari suatu proses dalam hal ini pemberdayaan
perempuan yang berhubungan dengan program Keluarga
Berencana (KB) (Hoofsteede, dalam Khairuddin 2000).
Sedangkan prinsip dari partisipasi adalah peran serta
masyarakat, dalam hal ini perempuan, secara langsung, dan
hanya mungkin dicapai jika masyarakat ikut ambil bagian sejak
dari awal dan perumusan hasil (Abe, 2005). Selanjutnya Abe
mengemukakan melibatkan perempuan dalam pemberdayaan
dalam program Keluarga Berencana akan membawa dampak
yaitu (1) terhindarkan perempuan dari peluang terjadinya
manipulasi. Partisipasi perempuan akan memperjelas apa yang
sebebanrnya dikehendaki oleh perempuan itu sendiri. (2)
memberikan nilai tambah pada legitimasi rumusan masalah

55
karena semakin banyak jumlah yang terlibat akan semakin
baik. (3), meningkatkan kesadaran dan ketrampilan politik
perempuan.Partisipasi perempuan dalam program Keluarga
Berencana ini tentunya harus didukung oleh keluarga lain.
Partisipasi perempuan dalam program Keluarga
Berencana (KB) bukan semata-mata partisipasi yang terpaksa
karena kondisi perempuan dalam keluarga yang menjadi
subordinat dan terjadi ketimpangan dalam kekuasaan.
Partisipasi perempuan dalam program Keluarga Berencana
justru harus menjadi pendorong untuk meningkatkan
keberdayaan perempuan dalam mengambil keputusan baik itu
untuk dirinya maupun untuk keluaganya. Oleh sebab itu
partisipasi perempuan dalam program Keluarga Berencana
mempunyai dua hal yang berhubungan dengan pemberdayaan
perempuan yaitu pertama, perempuan dalam hal ini istri harus
lembih berdaya setelah terlibat dalam program Keluarga
Berencana. Partisispasi dan pemilihan kontrasepsi oleh
perempuan harus merupakan keputusan bersama antara suami-
istri. Hasil dari program Keluarga Berencana yang melibatkan
perempuan diharapkan tingkat kelahiran anak dalam keluarga
berkurang. Ini berarti perempuan akan terkurangi beban
mengandung, melahirkan dan merawat anak - anak dalam
jangak waktu yang lama. Dengan demikian banyak waktu luang
yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan untuk berkarya
dalam masyarakat. Kedua, partisipasi perempuan dalam
program Keluarga Berencana juga akan meningkatkan
keberdayaan anak perempuan dalam suatu keluarga. Jumlah
anak yang terbatas menjadikan setiap anak baik perempuan
maupun laki-laki memperoleh kesempatan yang sama besar
untuk mendapatkan perawatan dan pendidikan. Hal ini terjadi
karena anak-anak yang lahir dalam suatu keluarga tidak
banyak.

56
1. Partisipasi Perempuan dalam Program Keluarga
Berencana
Pertumbuhan penduduk di Jawa Barat yang sangat
pesat perlu ada program untuk memperlambatnya. Program
Keluarga Berencana merupakan program yang bertujuan untuk
mengupayakan peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan
kelahiran, pembinaan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagian dan
sejahtera 57(BKKBN, 2008). Penekanan dari program Keluarga
Berencana ini adalah adanya peran serta dari masyarakat baik
itu laki-laki maupun perempuan. Di Propinsi Jawa Barat tahuan
2009 tercatat ada 8.842.229 pasangan usia subur (PUS) (BKKBN
Jawa Barat 2009). Jumlah jika tidak dikendalikan dengan
program Keluarga Berencana akan mendongkrak penduduk
Propinsi Jawa Barat pada tahun 2010 sebanyak 45.512.637
jiwa. Hasil sensus 2010 penduduk Propinsi Jawa Barat
berjumlah 43.021.826 jiwa. Jadi dengan demikian ada selisih
yang cukup besar jumlah penduduk menurut perkiraan jika
pasangan usia subur tidak dikendalikan oleh program Keluarga
Berencana (KB) dengan hasil sensus. Kondisi ini
menggambarkan bahwa program Keluarga Berencana di
Propinsi Jawa Barat cukup berhasil untuk menekan kelahiran.
Keberhasilan program Keluarga Berencana di Propinsi Jawa
Barat dalam menekan angka kelahiran ternyata belum sejalan
dengan pemberdayaan perempuan dalam program Keluarga
Berencana (KB). Hal ini dapat dilihat dari pilihan alat
kontrasepsi yang banyak digunakan oleh akseptor KB yang
masih didominasi oleh alat kontrasepsi yang bersifat hormonal
(seperti PIL, suntik, dan implant).
Demikian juga alat kontrasepsi nonhormaonal (seperti
IUD, MOW, MOP, dan kondom) masih didominasi peserta

57
perempuan. Penggunaan alat kontrasepsi tersebut
menunjukkan bahwa pengguna alat kontrasepsi tersebut
didominasi oleh perempuan. Padahal penggunaan alat
kontrasepsi seharusnya menjadi tanggung jawab bersama
antara suami dan istri. Dengan demikian menjadi akseptor
keluarga berencana bukan saja menjadi tanggung jawab
perempuan tetapi juga menjadi tanggung jawab laki-laki.
Berdasarkan data BKKBN Propinsi Jawa Barat tahun 2011
terlihat bahwa partisipasi perempuan dalam program Keluarga
Berencana sangat tinggi.
Partisipasi pasangan usia subur (PUS) di Propinsi Jawa
Barat yang menjadi peserta aktif dalam program Keluarga
Berencana (KB) berdasarkan data tabel 3 terlihat cukup tinggi
yang mencapai 76%. Ini menandakan bahwa program Keluarga
Berencana di Propinsi JawaBarat berhasil menarik minat
pasangan usia subur untuk berpartisipasi. Akan tetapi
partisipasi pasangan usia subur (PUS) dalam program Keluarga
Berencana masih didominasi oleh perempuan. Partisipasi
perempuan mencapai lebih dari 95 %. Ini menunjukkan bahwa
partisipasi perempuan dalam program Keluarga Berencana di
Propinsi Jawa Barat sangat tinggi. Partisispasi perempuan
dalam program Keluarga Berencana yang tinggi ini dapat
dilihat dalam dua sisi. Pertama, partrisipasi perempuan dalam
program Keluarga Berencana menunjukkan bahwa kesadaran
perempuan sudah tinggi. Perempuan sadar akan kesehatan
reproduksinya serta mampu untuk membuat perencanaan
untuk dirinya maupun keluarganya. Perempuan yang termasuk
kepada golongan ini adalah perempuan yang mempunyai
tingkat pendidikan yang sudah tinggi. Mereka adalah
perempuan yang mempunyai tingkat pendidikan minimal SMA.
Selain itu juga perempuan yang bekerja pada sektor formal.
Mereka beranggapan bahwa dengan bekerja 58mereka tidak

58
mempunyai waktu yang banyak untuk mengurus anak, sehingga
mereka lebih senang dengan anak yang sedikit.
Kemudian pemilihan untuk menjadi peserta Keluarga
Berencana (KB) juga atas keputusan bersama dengan suaminya.
Bahkan pemilihan alat kontrasepsi lebih banyak ditentukan
oleh istri. Kedua, partisipasi perempuan dalam program
Keluarga Berencana justru menunjukkan bahwa perempuan
masih belum mampu untuk keluar dari dominasi laki-laki.
Perempuan yang termasuk pada golongan ini adalah
perempuan yang memiliki tingkat pendidikan pada umumnya
rendah serta tidak bekerja, sehingga secara ekonomi
tergantung kepada suaminya. Perempuan menjadi peserta
Keluarga Berencana (KB) lebih banyak ditentukan oleh
suaminya (laki-laki). Partisipasi perempuan dalam program
Keluarga Berencana hanya sebagai obyek saja tanpa mampu
untuk bisa menolak atau mengikuti sesuai dengan
kehendaknya. Partisipasi perempuan dalam program Keluarga
Berencana lebih banyak karena adanya dorongan dari anggota
keluarga yang lain. Selain itu juga partsisipasi perempuan
hanya karena untuk menunda sementara kelahiran selanjutnya.
Kondisi ini diperkuat dengan data lainnya dari BKKBN Propinsi
Jawa Barat tahun 2011 yang memperlihatkan bahwa partisipasi
perempuan yang berasal dari keluarga prasejahtera dan
sejahtera maupun keluarga mampu lebih banyak dibandingkan
dengan keluarga mampu. Keluarga prasejahetara dan sejahtera
yang berpartisispasi dalam program Keluarga Berencana
mencapai 75,5% (3.277.104 yang menjadi peserta dari
4.337.760 keluarga).

59
2. Partisipasi Laki-laki dalam Program
Kelurga Berencana Berbeda dengan partisipasi
perempuan, partisipasi laki-laki dalam program Keluarga
Berencana (KB) masih sangat rendah. Data BKKBN Propinsi
Jawa Barat tahun 2011 memperlihatkan bahwa partisipasi laki-
laki dalam program Keluarga Berencana di Propinsi Jawa Barat
hanya mencapai 2,24 % dari peserta aktif (156.803 dari
7.014.713). Rendahnya partisipasi laki-laki dalam program
Keluarga Berencana (KB) merata di semua kabupaten/kota
yang ada di Propinsi Jawa Barat. 60partisipasi laki-laki dalam
program Keluarga Berencana (KB) di Propinsi Jawa Barat masih
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional yang
mencapai 3,2%. Permasalahan yang berhubungan dengan masih
rendahnya partisipasi laki-laki dalam program Keluarga
Berencana dapat dilihatdari tiga hal. Pertama, pengetahuan
laki-laki mengenai Keluarga Berencana (KB) masih rendah.
Rendahnya pengetahuan laki-laki tersebut dapat dilihat masih
suburnya anggapan yang membedakan antara peran laki-laki
dengan perempuan. Perempuan secara kodrati yang harus
hamil, maka menjadi tanggung jawab perempuan pula untuk
mengatur kehamilan dan kelahiran.
Laki-laki tidak bertanggung jawab terhadap kesehatan
reproduksi perempuan. Rendahnya pengetahuan laki-laki
mengenai Keluarga Berencana (KB) tidak disebabkan karena
pendidikan. Hal ini terlihat bahwa rendahnya partisipasi laki-
laki yang menjadi peserta Keluarga Berencana (KB) terjadi di
kota maupun desa dengan tingkat pendidikan yang bervariasi.
Demikian juga dengan pekerjaan tidak berpengaruh secara
signifikan, karena pada semua pekerjaan tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang berbeda secara mencolok. Kedua,
masih terbatasnya alat kontrasepsi bagi laki-laki. Sampai saat
ini di Indonesia hanya ada dua alat kontrasepsi modern yaitu

60
MOP dan kondom. Sedangkan konrasepsi secara tradisional
dengan senggama terputus dan pantang berkala.Terbatasnya
alat kontrasepsi modern untuk laki-laki menyebabkan banyak
laki-laki yang enggan untuk berpatisipasi dalam program
Keluarga Berencana. Demikian juga dengan kontrasepsi
tradisional juga dirasakan tidak mudah dan dianggap
mengganggu kenyamanan. Selain terbatasnya kontrasepsi bagi
laki-laki juga masih ada anggapan menggunakan kontrasepsi
baik yang modern khususnya kondom maupun yang tradisional
dirasakan oleh lak-laki membuat hubungan dengan istri kurang
nyaman dan membuat ribet. Akibatnya laki-laki memilih lebih
baik tidak menggunakan kontrasepsi. Ketiga, masih kuatnya
pengaruhbudaya patriarki dalam masyarakat yang
mendudukkan laki-laki sebagai pemimpin. Kekuasaan laki-laki
sebagai kepala keluarga menyebabkan laki-laki bebas untuk
menentukan arah dan tujuan untuk dirinya dan keluarganya.
Perempuan sebagai bagian dari keluarga harus tunduk kepada
laki-laki. Akibatnya dalam berKB juga laki-laki menunjuk
perempuan untuk berpartisipasi dalam program Keluarga
Berencan dibandinngkan dengan dirinya.61

A. MASALAH GENDER DALAM PROGRAM KB DIINDONESIA


Perubahan lingkungan strategis di sekitar kita, baik
skala nasional maupun global telah membawa perubahan
dalam pengelolaan dan muatan program keluarga berencana.
Salah satu isu global yang mengemuka di awal abad ke 20
adalah kesetaraan gender yang memperhatikan keseimbangan
dalam pemenuhan kebutuhan/kepentingan perempuan dan
laki-laki dalam berbagai program pembangunan, tidak
terkecuali program KB. Untuk menjawab tantangan global ini
selanjutnya Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden
(INPRES) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan

61
Gender, yaitu strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan
gender menjadi satu dimensi integral mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan nasional. Oleh karena itu
mulai tahun 2001 program KB menerapkan strategi ini dengan
tujuan program KB dapat secara seimbang memenuhi
kepentingan masyarakat secara luas, perempuan dan laki-laki.
Berbagai bentuk diskriminasi ini merupakan hambatan
untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender yaitu
kemitrasejajaran antara perempuan dan laki-laki. Diskriminasi
atau ketidakadilan gender dapat menyebabkan terjadinya
kesenjangan gender yang antara lain dapat dilihat dari 4
(empat) aspek yaitu:
1. akses, adalah keterjangkauan terhadap
sumberdaya/kegiatan.
2. peran/partisipasi: siapa yang berperan dalam penguasaan
sumberdaya/kegiatan.
3. kontrol, adalah pengambil keputusan dalam penguasaan
terhadap sumberdaya/kegiatan.
4. manfaat, siapa yang lebih memperoleh manfaat dari suatu
program atau kegiatan.

Manfaat dan tujuan memperhatikan aspek gender dalam


program KB antara lain:
1. Dapat merancang dan melaksanakan program dan kegiatan
yang selalu memperhatikan kepentingan perempuan dan
laki-laki secara seimbang, sehingga tidak ada salah satu
pihak terdiskriminasi/ terabaikan. Program tersebut
adalah program KB yang responsif gender dengan ciri
antara lain:
62
• KIE tentang KB, kesehatan reproduksi, UPPKS, BKB,
BKR, BKL dirancang dan dilaksanakan sesuai keperluan
perempuan dan laki-laki (waktu, tempat, materi).
• Pelayanan program KB selalu berpihak kepada
kepentingan perempuan dan laki-laki (jenis dan petugas
pemberi pelayanan yang terlatih,ramah dan memahami
kebutuhan setiap individu/keluarga)
2. Memperoleh informasi tentang:
• akses laki-laki terhadap informasi program KB masih
relatif rendah, yang dapat dilihat dari pengetahuan
tentang alat/metode kontrasepsi MOP 30%, meski
pengetahuan tentang kondom sudah cukup tinggi yaitu
80,9%(SDKI 2007). Pengetahuan tentang adanya Pusat
Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) untuk
memperoleh pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
remaja, laki-laki 5,8%, perempuan 10,6% (SKRRI,2007).
• partisipasi suami sebagai peserta KB masih 1,5 %, yaitu
kondom 1,3% dan MOP 0,2%, sedangkan peserta KB
perempuan mencapai 59,9% (SDKI 2007).Demikian
halnya dalam program pemberdayaan keluarga,
mayoritas anggota kelompok kegiatan BKB, BKR dan BKL
adalah perempuan atau istri.
• pengambil keputusan untuk menjadi peserta KB dan
keputusan istri/perempuan berkiprah di ranah publik
masih di dominasi suami, terutama pada wilayah
dengan tradisi yang masih kuat pada masyarakat
perdesaan. Tradisi ini terutama dilandasi oleh nilai dan
norma bahwa suami pengambil keputusan dalam
keluarga, KB urusan perempuan atau perempuan kurang
pantas beraktivitas di ranah publik. Dibandingkan
dengan perempuan/istri sebagai pengambil keputusan
63
untuk pembelian kebutuhan rumahtangga sehari-hari
yang relatif tinggi yaitu sebesar81,4%, pengambil
keputusan tentang pemeriksaan kesehatan bagi dirinya
sebesar 50,9% dan bersama suami 33,2% (SDKI 2007).
• meski suami secara tidak langsung memperoleh manfaat
program KB, namun manfaat ini lebih dirasakan oleh
istri karena paling tidak mempunyai waktu lebih luas
untuk mengembangkan potensi diri dan aktif di luar
rumah dengan seijin suami.
3. Mengetahui masih adanya kesenjangan gender dalam
pelaksanaan program KB selama ini untuk dianalisis
penyebabnya dan mencari jalan keluar untuk memperkecil
permasalahan atau kesenjangannya.
Kesetaraan dan keadilan gender dari sisi keluarga dapat
diwujudkan melalui peran dan tanggungjawab bersama
dan seimbang antara suami dan istri. Peran dan
tanggungjawab bersama ini tidak lain bertujuan untuk
menuju keluarga berkualitas yang didambakan oleh seluruh
keluarga Indonesia. Suami dan istri perlu berperan aktif
dalam keluarga karena alasan penting yang harus
mendapat perhatian bersama.

B. RUANG LINGKUP PROGRAM KB


Menurut Handayani (2010:29), ruang lingkup program KB,
meliputi:
1. Komunikasi informasi dan edukasi
2. Konseling
3. Pelayanan infertilitas
4. Pendidikan seks

64
5. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan
6. Konsultasi genetik

AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA


Akseptor KB adalah proses yang disadari oleh pasangan untuk
memutuskan jumlah dan jarak anak serta waktu kelahiran
(Barbara R.Stright, 2004;78). Adapun jenis - jenis akseptor KB,
yaitu:
1. Akseptor Aktif
Akseptor aktif adalah kseptor yang ada pada saat ini
menggunakan salah satu cara / alat kontrasepsi untuk
menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.
2. Akseptor aktif kembali
Akseptor aktif kembali adalah pasangan usia subur yang
telah menggunakan kontrasepsi selama 3 (tiga) bulan atau
lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan kembali
menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan cara yang
sama maupun berganti cara setelah berhenti / istirahat
kurang lebih 3 (tiga) bulan berturut–turut dan bukan karena
hamil.
3. Akseptor KB Baru
Akseptor KB baru adalah akseptor yang baru pertama kali
menggunakan alat / obat kontrasepsi atau pasangan usia
subur yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah
melahirkan atau abortus.

65
4. Akseptor KB dini
Akseptor KB dini merupakan para ibu yang menerima salah
satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah
melahirkan atau abortus.
5. Akseptor KB langsung
Akseptor KB langsung merupakan para istri yang memakai
salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah
melahirkan atau abortus.
6. Akseptor KB dropout
Akseptor KB dropout adalah akseptor yang menghentikan
pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007).
Pasangan usia subur yaitu pasangan suami istri yang istrinya
berumur 25 - 35 tahun atau pasangan suami istri yang
istrinya berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau
istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (datang
bulan) (BKKBN, 2007;66).

KONTRASEPSI
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi.
Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan
konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang
dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari
konsepsi adalah menghindari / mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel
sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan
kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah
pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua -
duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki
kehamilan (Depkes, 1999). Kontrasepsi adalah usaha - usaha

66
untuk mencegah terjadinya kehamilan, usaha itu dapat bersifat
sementara dapat bersifat permanen (Prawirohardjo, 2008;
534).
Adapun akseptor KB menurut sasarannya, meliputi:
1. Fase Menunda Kehamilan
Masa menunda kehamilan pertama sebaiknya dilakukan oleh
pasangan yang istrinya belum mencapai usia 20 tahun.
Karena usia di bawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya
menunda untuk mempunyai anak dengan berbagai alasan.
Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu kontrasepsi
dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya
kesuburan dapat terjamin 100%. Hal ini penting karena pada
masa ini pasangan belum mempunyai anak, serta efektifitas
yang tinggi. Kontrasepsi yang cocok dan yang disarankan
adalah pil KB, AKDR.
2. Fase Mengatur/Menjarangkan Kehamilan
Periode usia istri antara 20 - 30 tahun merupakan periode
usia paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2
orang dan jarak antara kelahiran adalah 2 - 4 tahun. Kriteria
kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektifitas tinggi,
reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan
punya anak lagi.Kontrasepsi dapat dipakai 3-4 tahun sesuai
jarak kelahiran yang direncanakan.
3. Fase Mengakhiri Kesuburan
Sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur
istri lebih dari 30 tahun tidak hamil. Kondisi keluarga
seperti ini dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai
efektifitas tinggi, karena jika terjadi kegagalan hal ini dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi
bagi ibu dan anak. Di samping itu jika pasangan akseptor

67
tidak mengharapkan untuk mempunyai anak lagi,
kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah metode
kontap, AKDR, implan, suntik KB dan pil KB (Pinem, 2009).
Adapun syarat - syarat kontrasepsi, yaitu:
1. aman pemakaiannya dan dapat dipercaya.
2. efek samping yang merugikan tidak ada.
3. kerjanya dapat diatur menurut keinginan.
4. tidak mengganggu hubungan persetubuhan.
5. Tidak memerlukan bantuan medik atau control ketat
selama pemakaian.
6. cara penggunaannya sederhana.
7. harganya murah supaya dapat dijangkau oleh masyarakat
luas.
8. dapat diterima oleh pasangan suami istri.

C. MUTU PELAYANAN KB
Akses terhadap pelayanan Keluarga Berencana yang bermutu
merupakan suatu unsur penting dala upaya mencapai
pelayanan Kesehatan Reproduksi sebagaimana tercantum
dalam program aksi dari International Conference on
Population and Development, Kairo 1994. Secara khusus dalam
hal ini termasuk hak setiap orang untuk memperoleh informasi
dan akses terhadap berbagai metode kontrasepsi yang aman,
efektif, terjangkau, dan akseptabel. Sementara itu, peran dan
tanggung jawab pria dalam Keluarga Berencana perlu
ditingkatkan, agar dapat mendukung kontrasepsi oleh istrinya,
meningkatkan komunikasi di antara suami istri, meningkatkan
penggunaan metode kontrasepsi pria, meningkatkan upaya

68
pencegahan IMS, dan lain-lain. Pelayanan Keluarga Berencana
yang bermutu meliputi hal-hal antara lain:
1. Pelayanan perlu disesuaikan dengan kebutuhan klien
2. Klien harus dilayani secara profesional dan memenuhi
standar pelayanan
3. Kerahasiaan dan privasi perlu dipertahankan
4. Upayakan agar klien tidak menunggu terlalu lama untuk
dilayani
5. Petugas harus memberi informasi tentang pilihan
kontrasepsi yang tersedia
6. Petugas harus menjelaskan kepada klien tentang
kemampuan fasilitas kesehatan dalam melayani berbagai
pilihan kontrasepsi
7. Fasilitas pelayanan harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan
8. Fasilitas pelayanan tersedia pada waktu yang ditentukan
dan nyaman bagi klien
9. Bahan dan alat kontrasepsi tersedia dalam jumlah yang
cukup
10. Terdapat mekanisme supervisi yang dinamis dalam rangka
membantu menyelesaikan masalah yang mungkin timbul
dalam pelayanan.
11. Ada mekanisme umpan balik yang relatif dari klien

Dalam upaya meningkatkan keberhasilan program Keluarga


Berencana diperlukan petugas terlatih yang:

69
1. Mampu memberikan informasi kepada klien dengan sabar,
penuh pengertian, dan peka
2. Mempunyai pengetahuan, sikap positif, dan ketrampilan
teknis untuk memberi pelayanan dalam bidang kesehatan
reproduksi
3. Memenuhi standar pelayanan yang sudah ditentukan
4. Mempunyai kemampuan mengenal masalah
5. Mempunyai kemampuan mengambil langkah-langkah yang
tepat dalam mengatasi masalah tersebut, termasuk kapan
dan kemana merujuk jika diperlukan
6. Mempunyai kemampuan mengambil langkah-langkah yang
tepat dalam mengatasi m Mempunyai kemampuan penilaian
klinis yang baik
7. Mempunyai kemampuan memberi saran-saran untuk
perbaikan program
8. Mempunyai pemantauan dan supervisi berkala
9. Pelayanan program Keluarga Berencana yang bermutu
membutuhkan:
10. Pelatihan staf dalam bidang konseling, pemberian informasi
dan ketrampilan teknis
11. Informasi yang lengkap dan akurat untuk klien agar mereka
dapat memilih sendiri metode kontrasepsi yang akan
digunakan.
12. Suasana lingkungan kerja di fasilitas kesehatan berpengaruh
terhadap kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan
yang bermutu, khususnya dalam kemampuan teknis dan
interaksi interpersonal antara petugas dan klien.

70
13. Petugas dan klien mempunyai visi yang sama tentang
pelayanan yang bermutu.

71
D. SISTEM RUJUKAN
Sistem rujukan bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan,
dan efisiensi pelaksanaan pelayanan metode kontrasepsi secara
terpadu. Perhatian khusus terutama ditujukan untuk
menunjang upaya penurunan angka kejadian efek samping,
komplikasi dan kegagalan penggunaan kontrasepsi. Sistem
rujukan upaya kesehatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya
penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah
yang timbul, baik secara vertikal maupun secara horizontal
kepada fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau
dan rasional. Dengan pengertian tersebut, maka merujuk
berarti meminta pertolongan secara timbal balik kepada
fasilitas pelayanan yang lebih kompeten untuk penanggulangan
masalah yang sedang dihadapi. Tatalaksana dalam melakukan
rujukan medik, yaitu:
1. Internal antar petugas di satu Puskesmas
2. Antara Puskesmas Pembantu dan Puskesmas
3. Antara masyarakat dan Puskesmas
4. Antara satu Puskesmas dan Puskesmas yang lain
5. Antara Puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
6. Internal antara bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah
sakit
7. Antara rumah sakit, laboratorium, atau fasilitas pelayanan
lain dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan
yang lain.

72
Rangkaian jaringan fasilitas pelayanan kesehatan dalam setiap
rujukan tersebut berjenjang dari yang paling sederhana di
tingkat keluarga sampai satuan fasilitas pelayanan kesehatan
nasional dengan dasar pemikiran rujukan ditujukan secara
timbal balik ke satuan fasilitas pelayanan yang lebih
kompeten, terjangkau, dan rasional; serta tanpa dibatasi oleh
wilayah administrasi.

Rujukan bukan berarti melepaskan tanggung jawab dengan


menyerahkan klien ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,
akan tetapi karena kondisi klien yang mengharuskan pemberian
pelayanan yang lebih kompeten dan bermutu melalui upaya
rujukan. Untuk itu dalam melaksanakan rujukan harus pula
diberikan:
1. Konseling tentang kondisi klien yang menyebabkan perlu
dirujuk

73
2. Konseling tentang kondisi yang diharapkan diperoleh di
tempat rujukan
3. Informasi tentang fasilitas pelayanan kesehatan tempat
rujukan dituju
4. Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang dituju
mengenai kondisi klien saat ini dan riwayat sebelumnya
serta upaya/ tindakan yang telah diberikan
5. Bila perlu, berikan upaya mempertahankan keadaan umum
klien
6. Bila perlu, karena kondisi klien, dalam perjalanan menuju
tempat rujukan harus didampingi perawat/ bidan
7. Menghubungi fasilitas pelayanan tempat rujukan dituju
agar memungkinkan segera menerima rujukan klien.

Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima rujukan, setelah


memberikan upaya penanggulangan dan kondisi klien telah
memungkinkan, harus segera mengembalikan klien ke tempat
fasilitas pelayanan asalnya terlebih dahulu memberikan:
1. Konseling tentang kondisi klien sebelum dan sesudah diberi
upaya penanggulangan
2. Nasihat yang perlu diperhatikan klien mengenai kelanjutan
penggunaan kontrasepsi
3. Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang merujuk
mengenai kondisi klien berikut upaya penanggulangan yang
telah diberikan serta saran-saran upaya pelayanan
kesehatan lanjutan yang harus dilaksanakan, terutama
tentang penggunaan kontrasepsi.

74
KB adalah merupakan salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan,
mengatur interval diantara kelahiran. KB bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, serta terciptanya
penduduk yang berkualitas. Adapun sasaran dari program KB,
yaitu: sasaran langsung dan tidak langsung. Ruang lingkup
program KB, meliputi: komunikasi informasi dan edukasi
konseling, pelayanan infertilitas, pendidikan seks, konsultasi
pra perkawinan dan konsultasi perkawinan. serta konsultasi
genetik. Adapun jenis-jenis akseptor KB, yaitu: akseptor aktif,
aktif kembali, KB baru, KB dini, KB langsung, dan KB dropout.
Adapun akseptor KB menurut sasarannya, meliputi: fase
menunda kehamilan, fase mengatur/ menjarangkan kehamilan,
dan fase mengakhiri kesuburan.
Kontrasepsi adalah usaha untuk mencegah terjadinya
kehamilan, yang bersifat sementara atau permanen. Adapun
syarat-syarat kontrasepsi, yaitu: aman pemakaiannya, efek
samping tidak merugikan, kerjanya dapat diatur, tidak
mengganggu hubungan persetubuhan, tidak memerlukan
bantuan medik, cara penggunaannya sederhana, harga dapat
dijangkau, dan dapat diterima oleh pasangan suami istri.
Pelayanan Keluarga Berencana yang bermutu meliputi:
pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan klien, klien
dilayani secara profesional dan memenuhi standar pelayanan,
petugas harus memberi informasi tentang pilihan kontrasepsi
yang tersedia, fasilitas pelayanan tersedia, bahan dan alat
kontrasepsi tersedia dalam jumlah yang cukup, terdapat
mekanisme supervisi yang dinamis, dan terdapat mekanisme
umpan balik.
Alam upaya meningkatkan keberhasilan program Keluarga
Berencana diperlukan petugas terlatih yang mampu

75
memberikan informasi kepada klien, mempunyai pengetahuan,
sikap positif, dan ketrampilan teknis untuk memberi
pelayanan, memenuhi standar pelayanan, mempunyai
kemampuan mengenal masalah, mengambil langkah- langkah
yang tepat, penilaian klinis yang baik, memberi saran, dan
supervisi berkala. Pelayanan program keluarga berencana yang
bermutu membutuhkan pelatihan staf, informasi yang lengkap
dan akurat, suasana lingkungan kerja yang kondusif, dan
mempunyai visi yang sama tentang pelayanan yang bermutu.
Sistem rujukan bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan,
dan efisiensi pelaksanaan pelayanan metode kontrasepsi secara
terpadu. Perhatian khusus terutama ditujukan untuk
menunjang upaya penurunan angka kejadian efek samping,
komplikasi dan kegagalan penggunaan kontrasepsi. Rangkaian
jaringan fasilitas pelayanan kesehatan dalam setiap rujukan
berjenjang dari yang paling sederhana sampai ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih kompeten, terjangkau, dan
rasiona; serta tanpa dibatasi oleh wilayah administrasi. Tata
laksana dalam melaksanakan rujukan, yaitu: konseling tentang
kondisi klien yang menyebabkan perlu dirujuk, kondisi yang
diharapkan diperoleh di tempat rujukan, fasilitas pelayanan
kesehatan tempat rujukan dituju, pengantar tertulis kepada
fasilitas pelayanan yang dituju dan menghubungi fasilitas
pelayanan tempat rujukan dituju agar memungkinkan segera
menerima rujukan klien.

76
Evaluasi :
1. Jelaskan kesenjangan gender dalam keluarga berencana dan
Kesehatan reproduksi?
2. Uraikan permasalahan Kesehatan wanita berhubungan
dengan keluarga berencana
3. Jelaskan system rujukan pelaksanaan pelayanan metode
kontrasepsi di Puskesmas?

77
78
BAB IV
KONSEP GENDER DAN LANSIA

A. Gangguan kesehatan pada lansia


Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang
tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap manusia.
Pada tahap ini manusia mengalami banyak perubahan baik
secara fisik maupun mental, dimana terjadi kemunduran
dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Lanjut Usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas.
Sebagai dampak keberhasilan pembangunan kesehatan di
Indonesia salah satunya adalah meningkatnya angka harapan
hidup di Indonesia sehingga populasi lansia juga meningkat.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2014, umur
Harapan Hidup (UHH) di Indonesia untuk wanita adalah 73
tahun dan untuk pria adalah 69 tahun. Menurut Bureau of
the Cencus USA (1993), Indonesia pada tahun 1990-2025
akan mempunyai kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414%.
Pasien lanjut usia mempunyai ciri-ciri: memiliki beberapa
penyakit kronis/menahun, gejala penyakitnya tidak khas,
fungsi organ yang menurun, tingkat kemandirian berkurang,
sering disertai masalah nutrisi, karena alasan tersebut
perawatan pasien geriatri berbeda dengan pasien yang lain.
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia
berbeda dari orang dewasa, yang sering disebut dengan
sindroma geriatri yaitu kumpulan gejala-gejala mengenai

79
kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan
atau keluarganya (istilah 14 I), yaitu :
1. Immobility (kurang bergerak)
• Keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari
atau lebih.
• Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa
nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidak seimbangan,
masalah psikologis, depresi atau demensia.
• Komplikasi yang timbul adalah luka di bagian yang
mengalami penekanan terus menerus timbul lecet
bahkan infeksi, kelemahan otot,
kontraktur/kekakuan otot dan sendi, infeksi paru-
paru dan saluran kemih, konstipasi dan lain-lain.
Penanganan : latihan fisik, perubahan posisi secara
teratur, menggunakan kasur anti dekubitus, monitor
asupan cairan dan makanan yang berserat.
2. Instability (mudah jatuh)
• Penyebab jatuh misalnya kecelakaan seperti
terpeleset, sinkop/kehilangan kesadaran mendadak,
dizzines/vertigo, hipotensi orthostatik, proses
penyakit dan lain-lain.
• Dipengaruhi oleh faktor intrinsik (faktor risiko yang
ada pada pasien misalnya kekakuan sendi,
kelemahan otot, gangguan pendengaran,
penglihatan, gangguan keseimbangan, penyakit
misalnya hipertensi, DM, jantung, dll) dan faktor
risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan
misalnya alas kaki tidak sesuai, lantai licin, jalan

80
tidak rata, penerangan kurang, benda-benda dilantai
yang membuat terpeleset dll).
• Akibat yang ditimbulkan akibat jatuh berupa cedera
kepala, cedera jaringan lunak, sampai patah tulang
yang bisa menimbulkan imobilisasi.
• Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah
instabilitas dan riwayat jatuh adalah: mengobati
berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan
jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan
berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat
bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta
mengubah lingkungan agar lebih aman seperti
pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang
tidak licin.
3. Incontinence (beser BAB/BAK)
• Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya
urin yang tidak dikehendaki dalam jumlah dan
frekuensi tertentu sehingga menimbulkan masalah
sosial dan atau kesehatan.
• Inkontinensia urin akut terjadi secara mendadak
dapat diobati bila penyakit yang mendasarinya
diatasi misalnya infeksisaluran kemih, gangguan
kesadaran, obat-obatan, masalah psikologik dan
skibala.
• Inkontinesia urin yang menetap di bedakan atas: tipe
urgensi yaitu keinginan berkemih yang tidak bisa
ditahan penyebanya overaktifitas/kerja otot
detrusor karena hilangnya kontrol neurologis, terapi
dengan obat-obatan antimuskarinik prognosis baik,
tipe stres kerena kegagalan mekanisme

81
sfingter/katup saluran kencing untuk menutup ketika
ada peningkatan tekanan intra abdomen mendadak
seperti bersin, batuk, tertawa terapi dengan latihan
otot dasar panggul prognosis baik, tipe overflow
yaitu menggelembungnya kandung kemih melebihi
volume normal, post void residu > 100 cc terapi
tergantung penyebab misalnya atasi
sumbatan/retensi urin..
• Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan
atau ketidakmampuan untuk mengendalikan
pembuangan feses melalui anus, penyebab cedera
panggul, operasi anus/rektum, prolaps rektum,
tumor dll.
• Pada inkontinensia urin ntuk menghindari sering
mengompol pasien sering mengurangi minum yang
menyebabkan terjadi dehidrasi.
4. Intellectual impairment (gangguan intelektual/
demensia)
• Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan
memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak,
yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat
kesadaran sehingga mempengaruhi aktifitas kerja
dan sosial secara bermakna.
• Demensia tidak hanya masalah pada memori.
Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk
mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat
pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola
sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya
aktivitas.

82
• Faktor risiko: hipertensi, DM, gangguan jantung,
PPOK dan obesitas.
• Sindroma derilium akut adalah sindroma mental
organik yang ditandai dengan gangguan kesadaran
dan atensi serta perubahan kognitif atau gangguan
persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan
berfluktuasi.
• Gejalanya: gangguan kognitif global berupa gangguan
memori jangka pendek, gangguan persepsi
(halusinasi, ilusi), gangguan proses pikir (diorientasi
waktu, tempat, orang), komunikasi tidak relevan,
pasien mengomel, ide pembicaraan melompat-
lompat, gangguan siklus tidur
5. Infection (infeksi)
• Pada lanjut usia terdapat beberapa penyakit
sekaligus, menurunnya daya tahan/imunitas
terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasipada
lanjut usia sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya
mengenal tanda infeksi secara dini.
• Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya
ditandai dengan meningkatnya temperatur badan,
dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut,
malah suhu badan yang rendah lebih sering dijumpai.
• Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara
lain berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya
penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi
lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering
terjadi pada pasien usia lanjut.
6. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan
pendengaran, penglihatan dan penciuman)

83
• Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada
lanjut usia dan menyebabkan pasien sulit untuk
diajak komunikasi
• Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada
geriatri adalah dengan cara memasangkan alat bantu
dengar atau dengan tindakan bedah berupa
implantasi koklea.
• Gangguan penglihatan bisa disebabkan gangguan
refraksi, katarak atau komplikasi dari penyakit lain
misalnya DM, HT dll, penatalaksanaan dengan
memakai alat bantu kacamata atan dengan operasi
pada katarak.
7. Isolation (Depression)
• Isolation (terisolasi) / depresi, penyebab utama
depresi pada lanjut usia adalah kehilangan seseorang
yang disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan
binatang peliharaan.
• Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari
lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan
menjadi depresi. Keluarga yang mulai mengacuhkan
karena merasa direpotkan menyebabkan pasien akan
merasa hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa
orang dapat melakukan usaha bunuh diri akibat
depresi yang berkepajangan.
8. Inanition (malnutrisi)
Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia 40-70
tahun. Anoreksia dipengaruhi oleh faktor fisiologis
(perubahan rasa kecap, pembauan, sulit mengunyah,
gangguan usus dll), psikologis (depresi dan demensia)

84
dan sosial (hidup dan makan sendiri) yang berpengaruh
pada nafsu makan dan asupan makanan.
9. Impecunity (kemiskinan)
• Dengan semakin bertambahnya usia maka
kemampuan fisik dan mental akan berkurang secara
berlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan
tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan
pekerjaan sehingga tidak dapat memberikan
penghasilan.
• Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya
mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya.
• Selain masalah finansial, pensiun juga berarti
kehilangan teman sejawat, berarti interaksi sosial
pun berkurang memudahkan seorang lansia
mengalami depresi.
10. Iatrogenic (menderita penyakit pengaruh obat-obatan)
• Lansia sering menderita penyakit lebih dari satu jenis
sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak,
apalagi sebagian lansia sering menggunakan obat
dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan
dokter sehingga dapat menimbulkan penyakit.
• Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping
dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang
dapat mengancam jiwa.
11. Insomnia (sulit tidur)
• Dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup
yang menyebabkan seorang lansia menjadi depresi.
Selain itu beberapa penyakit juga dapat
menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan

85
gangguan kelenjar thyroid, gangguan di otak juga
dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah
berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
• Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering
dilaporkan oleh lansia yaitu sulit untuk masuk
kedalam proses tidur, tidurnya tidak dalam dan
mudah terbangun, jika terbangun sulit untuk tidur
kembali, terbangun dini hari, lesu setelah bangun di
pagi hari.
• Agar bisa tidur: hindari olahraga 3-4 jam sebelum
tidur, santai mendekati waktu tidur, hindari rokok
waktu tidur, hindari minum minuman berkafein saat
sore hari, batasi asupan cairan setelah jam makan
malam ada nokturia, batasi tidur siang 30 menit atau
kurang, hindari menggunakan tempat tidur untuk
menonton tv, menulis tagihan dan membaca.
12. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh
Daya tahan tubuh menurun bisa disebabkan oleh proses
menua disertai penurunan fungsi organ tubuh, juga
disebabkan penyakit yang diderita, penggunaan obat-
obatan, keadaan gizi yang menurun.
13. Impotence (Gangguan seksual)
Impotensi/ ketidakmampuan melakukan aktivitas
seksual pada usia lanjut terutama disebabkan oleh
gangguan organik seperti gangguan hormon, syaraf, dan
pembuluh darah dan juga depresi

86
14. Impaction (sulit buang air besar)
• Faktor yang mempengaruhi: kurangnya gerak fisik,
makanan yang kurang mengandung serat, kurang
minum, akibat obat-obat tertentu dan lain-lain.
• Akibatnya pengosongan usus menjadi sulit atau isi
usus menjadi tertahan, kotoran dalam usus menjadi
keras dan kering dan pada keadaan yang berat dapat
terjadi penyumbatan didalam usus dan perut
menjadi sakit.

B. Peren gender dalam kesehatan lansia


Beberapa upaya Pemerintah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial para lansia ini, seperti yang tertulis
dalam PP Nomor 43 tahun 2004 yaitu:22
1. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual. Ditujukan
untuk mempertebal rasa keimanan dan ketakwaan
terhadap Tuhan YME, yang diselenggarakan melalui
peningkatan kegiatan keagamaan sesuai dengan agama
dan kepercayaan lansia.
2. Pelayanan kesehatan. Tujuannya untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan
lansia, agar kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat
berfungsi secara wajar. Dilaksanakan melalui
peningkatan upaya:
a. penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan
lanjut usia
b. penyembuhan (kuratif) yang diperluas pada bidang
pelayanan geriatrik/gerontologik,

87
c. Pengembangan lembaga perawatan lanjut usia yang
menderita kronis dan/atau penyakit terminal.
Menurut Kemenkes RI (2014), jenis program yang harus
dilakukan antara lain: pelayanan dasar di Puskesmas
santun lansia, pelayanan rujukan di rumah sakit,
pelayanan kesehatan preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif di semua faskes, pelayanan kesehatan jiwa
bagi lansia, pelayanan home care yang terintegrasi
dalam perawatan kesehatan masyarakat, peningkatan
44 intelegensia kesehatan, pencegahan Penyakit Tidak
Menular, pelayanan gizi dan promosi kesehatan.
3. Pelayanan kesempatan kerja. Ditujukan bagi lansia
potensial dalam rangka memberi peluang untuk
mendayagunakan pengetahuan, keahlian, kemampuan,
keterampilan, dan pengalaman yang dimilikinya. Dapat
dilaksanakan pada sektor formal dan nonformal, melalui
perseorangan, kelompok/organisasi, atau lembaga
(Pemerintah dan masyarakat).
4. Pelayanan pendidikan dan pelatihan. Tujuannya untuk
meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan,
kemampuan. dan pengalaman lansia potensial sesuai
dengan potensi yang dimilikinya. Dapat dilaksanakan
oleh lembaga pendidikan dan pelatihan, baik yang
diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat.
5. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan
prasarana umum. Dimaksudkan sebagai wujud rasa
hormat dan penghargaan kepada lanjut usia, untuk
memberikan aksesibilitas terutama di tempat-tempat
umum yang dapat menghambat mobilitas lansia.
Dilaksanakan melalui upaya pemberian kemudahan
dalam pelayanan administrasi pemerintahan dan

88
masyarakat, dalam pelayanan dan keringanan biaya,
dalam melakukan perjalanan, serta penyediaan fasilitas
rekreasi dan olahraga khusus.
6. Kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum.
Dimaksudkan untuk melindungi dan memberikan rasa
aman kepada lansia, melalui: penyuluhan dan konsultasi
hukum, layanan dan bantuan hukum di luar atau di
dalam pengadilan.
7. Perlindungan sosial. Memberikan pelayanan bagi lansia
tidak potensial agar dapat mewujudkan taraf hidup
yang wajar. Dilaksanakan melalui pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial yang diselenggarakan baik di
dalam maupun di luar panti.
8. Bantuan sosial. Bersifat tidak tetap, dimaksudkan agar
lansia potensial yang tidak mampu dapat meningkatkan
taraf kesejahteraannya. Bantuan berbentuk material,
finansial, fasilitas pelayanan, dan informasi guna
mendorong kemandirian.45

C. Situasi kesehatan pada usia lansia diindonesia


Memasuki masa lanjut usia, seseorang akan mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit
sampai tidak dapat melaksanakan tugasnya sehari-hari.
Sehingga bagi banyak orang, masa tua merupakan masa yang
kurang menyenangkan. Dengan bertambahnya umur, fungsi
fisiologis mengalami penurunan akibat proses
penuaansehingga penyakit tidak menular banyak muncul.
Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan
tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular.
Penyakit tidak menular pada lansia di antaranya hipertensi,

89
stroke, diabetes mellitus, dan radang sendi atau rematik.
Adapun penyakit menular yang banyak diderita lansia adalah
tuberkulosis, diare, pneumonia dan hepatitis.Menurut
Stieglitz,ada empat penyakit yang sangat erat hubungannya
dengan proses menua yaitu: gangguan sirkulasi darah,
misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan
pembuluh darah di otak (koroner), ginjal, dan lainnya,
gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes
melitus, 90klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid,
gangguan pada persendian, misalnya osteoartritis, gout
artritis, maupun penyakit kolagen lainnya, serta berbagai
macam neoplasma. Timbulnya penyakit tersebut dapat
dipercepat atau diperberat oleh faktor luar, misalnya
makanan, kebiasaan hidup yang salah, infeksi dan trauma.
Sifat penyakit dapat mulai secara perlahan, sering kali
tanpa gejala dan baru diketahui sesudah keadaannya parah.
Angka kesakitan Lansia berdasarkan data Susenas 2012
sebesar 26,93%, dimana separuh lebih lansia (52,12%)
mengalami keluhan kesehatan pada sebulan terakhir. Angka
kesakitan lansia di daerah perkotaan cenderung lebih
rendah (24,7%) dibandingkan daerah pedesaan sekitar
28,6%. Berdasarkan hasil kajian,menggunakan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013,Diketahui jenis penyakit
terbanyak yang dialami lansia adalah Hipertensi,
selanjutnya Artritis, Stroke, penyakit paru obstruksi kronik,
Diabetes Mellitus, Kanker, penyakit jantung koroner, batu
ginjal, gagal jantung, gagal ginjal. Penyakit degeneratif
yang dominan pada pasien lanjut usia adalah hipertensi,
stroke, dan osteoartritis, ketiganya berpotensi
membutuhkan perawatan jangka Panjang (LongTerm Care).
Oleh karena itu, dapat disebutkan bahwa jenis penyakit
yang dominan diderita oleh lansia adalah golongan penyakit

90
tidak menular, penyakit kronik dan degeneratif terutama
golongan penyakit kardiovaskular. Kondisi ini tidak jauh
berbeda dengan kondisi kesehatan lansia di Thailand,
menurut data Ministry of Public Health tahun 2008
dilaporkan penyakit yang umum dialami lansia adalah
hipertensi, diabetes, joint diseases, asma, dan paresis.
Penyebab kematian utama pada lansia adalah penyakit tidak
menular seperti: diabetes, penyakit jantung, kanker,
penyakit ginjal, dan penyakitcerebrovaskular.Hasil
penelitian di India, juga diketahui penyakit yang banyak
diderita lansia adalah hipertensi (59,1%), Osteoarthritis
(41,3%), Bronchial Asthma (10,7%), Diabetes
(10,3%).91Begitu juga menurut World Health Organization
penyakit kronik yang banyak mempengaruhi lansia di seluruh
dunia antara lain: penyakit kardiovaskuler, hipertensi,
stroke, diabetes, kanker, penyakit obstruksi paru, kondisi
muskuloskeletal (seperti artritis dan osteoporosis), kondisi
kesehatan jiwa (paling banyak dimensia dan depresi), serta
kebutaan dan gangguan penglihatan.16 Angka kesakitan
lansia berdasarkan data Susenas 2014 sebesar 25,05%.
Diketahuisemakin bertambah tua umur maka semakin
bertambah keluhan kesehatan yang dialami lansia. Separuh
lebih lansia madya (57,65%) mengalami keluhan kesehatan
pada sebulan terakhir.
Provinsi dengan tingkat keluhan kesehatan lansia tertinggi
adalah di Nusa Tenggara Barat sekitar 66,4%, dan Aceh
65,9%. Angka kesakitan lansia di daerah perkotaan
cenderung lebih rendah (23,2%) dibandingkan daerah
pedesaan sekitar 26,6%. Hal ini diartikan bahwa derajat
kesehatan lansia di perkotaan lebih baik daripada di daerah
pedesaan.2, 3, 17Berdasarkan Susenas 2012, diketahui
proporsi penduduk lansia yang sakit yang berobat jalan ke

91
rumah sakit (pemerintah/swasta) dan praktik dokter lebih
tinggi pada daerah perkotaan dibanding pedesaan.
Sebaliknya lansia di pedesaan lebih banyak yang berobat ke
Puskesmas, praktik tenaga kesehatan dan praktik batra.
Selain itu diketahui ada sekitar 52% lansia yang mengalami
keluhan kesehatan berupa: batuk, pilek, sakit kepala
berulang dan demam. Keluhan ini relatif sama untuk
penduduk di perkotaan pedesaan. Penurunan kondisi dan
fungsi fisik lansia juga dinilai menjadi penyebab terjadinya
multimorbiditas, yaitu suatu keadaan di mana seseorang
menderita dua atau lebih penyakit kronis. Data Indonesian
Family Life Survey (IFLS 2007) menunjukkan prevalensi
multimorbiditas pada lansia di Indonesia cukup tinggi sekitar
15,8%. Faktor yang diduga dapatmeningkatkan risiko
multimorbitas pada lansia yaitu perilaku kesehatan yang
buruk dan kondisi sosial ekonomi yang rendah.92Penelitian
di Switzerland, Jerman,20,21menyebutkan bahwa faktor
multimorbiditas paling berhubungan secara substansial
terhadap tingginya utilisasi layanan kesehatan dan biaya.
Oleh karena itu, faktor multimorbiditas ini perlu menjadi
perhatian dari semua pihak.
Angka Beban Ketergantung (ABK) lansia secara umum di
Indonesia tahun 2014 sebesar 12,7 artinya beban penduduk
usia produktif terhadap lansia relatif tinggi. Namun, dari sisi
kegiatan ekonomi lansia, berdasarkan data Sakernas 2014
diketahui bahwa sebesar 47,5% lansia masih bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama lansia di
pedesaan masih sekitar 58,8% yang aktif bekerja. 17 Malah
sebagian besar lansia masih berperan sebagai kepala rumah
tangga sebanyak 61,7%. Peran ini dinilai paling berat karena
sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari di rumah tangga. Kepala rumah

92
tangga harus bertanggung jawab secara ekonomi bagi
seluruh anggota rumah tangga maupun harus mengatur,
memimpin serta berperan sebagai pengambil keputusan93.

Evaluasi :
1. Jelaskan yang dimaksud dengan lansia?
2. jelaskan jenis-jenis gangguan Kesehatan pada lansia?
3. Jelaskan peran gender dalam Kesehatan lansia?

93
94
BAB V
METODE KONTRASEPSI

A. METODE PANTANG BERKALA (KALENDER)


Apakah Saudara mengetahui tentang KB alamiah?
KB Alamiah ada 3 yaitu MOB (Metode Ovulasi Billing), Metode
Suhu Basal dan Metode
Pantang berkala (Kalender). Pada kali ini saya akan
perkenalkan Anda untuk mempelajari salah satu metode yaitu
pantang berkala yang memungkinkan Anda bisa memberikan
pelayanan pada Akseptor yang tidak menginginkan Kontrasepsi
dengan Metode Modern.
1. Pengertian
Cara atau metode kontrasepsi sederhana yang dilakukan
oleh pasangan suami istri dengan tidak melakukan senggama
atau hubungan seksual pada masa subur/ovulasi.
2. Manfaat
Cara atau metode kontrasepsi sederhana bermanfaat
sebagai kontrasepsi maupun konsepsi. Kontrasepsi sebagai
alat pengendalian kelahiran atau mencegah kehamilan,
sedangkan konsepsi dapat digunakan oleh para pasangan
untuk mengharapkan bayi dengan melakukan hubungan
seksual saat masa subur/ovulasi untuk meningkatkan
kesempatan bisa hamil.
3. Keuntungan
Metode kalender atau pantang berkala lebih sederhana,
dapat digunakan oleh setiap wanita yang sehat, tidak

95
membutuhkan alat atau pemeriksaan khusus dalam
penerapannya, tidak mengganggu pada saat berhubungan
seksual, kontrasepsi dengan menggunakan metode kalender
dapat menghindari resiko kesehatan yang berhubungan
dengan kontrasepsi, tidak memerlukan biaya, dan tidak
memerlukan tempat pelayanan kontrasepsi.
4. Keterbatasan
Memerlukan kerjasama yang baik antara suami istri, harus
ada motivasi dan disiplin pasangan dalam menjalankannya,
pasangan suami istri tidak dapat melakukan hubungan
seksual setiap saat, pasangan suami istri harus tahu masa
subur dan masa tidak subur, harus mengamati sikus
menstruasi minimal enam kali siklus, siklus menstruasi yang
tidak teratur (menjadi penghambat), lebih efektif bila
dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain.
5. Faktor Penyebab Metode Kalender Tidak Efektif
Penentuan masa tidak subur didasarkan pada kemampuan
hidup sel sperma dalam saluran reproduksi (sperma mampu
bertahan selama 3 hari), anggapan bahwa perdarahan yang
datang bersamaan dengan ovulasi, diinterpretasikan sebagai
menstruasi. Hal ini menyebabkan perhitungan masa tidak
subur sebelum dan setelah ovulasi menjadi tidak tepat,
penentuan masa tidak subur tidak didasarkan pada siklus
menstruasi sendiri, kurangnya pemahaman tentang
hubungan masa subur/ovulasi dengan perubahan jenis
mukus/lendir serviks yang menyertainya, anggapan bahwa
hari pertama menstruasi dihitung dari berakhirnya
perdarahan menstruasi. Hal ini menyebabkan penentuan
masa tidak subur menjadi tidak tepat.

96
6. Penerapan
Hal yang perlu diperhatikan pada siklus menstruasi wanita
sehat ada tiga tahapan:
1. Masa sebelum ovulasi
2. Masa subur
3. Masa setelah ovulasi
Berikut ini anda akan diberikan conto-contoh terkait
dengan penghitungan metode kontrasespsi kalender bila
haid teratur dan haid tidak teratur. Perhitungan masa
subur ini akan efektif bila siklus menstruasinya normal
yaitu 21-35 hari. Pemantauan jumlah hari pada setiap
siklus menstruasi dilakukan minimal enam kali siklus
berturut-turut. Kemudian hitung periode masa subur
dengan melihat data yang telah dicatat.
a. Haid teratur (28 hari)
Hari pertama dalam siklus haid dihitung sebagai hari ke-1 dan
masa subur adalah hari ke-12 hingga hari ke-16 dalam siklus
haid.
Contoh:
Seorang wanita/istri mendapat haid mulai tanggal 9 Maret.
Tanggal 9 Maret ini dihitung sebagai hari ke-1. Maka hari ke-12
jatuh pada tanggal 20 Maret dan hari ke 16 jatuh pada tanggal
24 Maret. Jadi masa subur yaitu sejak tanggal 20 Maret hingga
tanggal 24 Maret. Sehingga pada masa ini merupakan masa
pantang untuk melakukan senggama. Apabila ingin melakukan
hubungan seksual harus menggunakan kontrasepsi.
b. Haid tidak teratur
Jumlah hari terpendek dalam 6 kali siklus haid dikurangi 18.
Hitungan ini menentukan hari pertama masa subur. Jumlah

97
hari terpanjang selama 6 siklus haid dikurangi 11. Hitungan ini
menentukan hari terakhir masa subur.
rumus : Hari pertama masa subur = Jumlah hari terpendek – 18
Hari terakhir masa subur = Jumlah hari terpanjang – 11
Contoh:
Seorang wanita/istri mendapat haid dengan siklus terpendek
25 hari dan siklus terpanjang 30 hari (mulai hari pertama haid
sampai haid berikutnya).
Langkah 1 : 25 – 18 = 7
Langkah 2 : 30 – 11 = 19
Jadi masa suburnya adalah mulai hari ke-7 sampai hari ke-19.
Sehingga masa ini, suami istri tidak boleh melakukan
senggama. Apabila ingin melakukan senggama harus
menggunakan kontrasepsi.

B. METODE KONDOM
Pada bagian berikutnya Anda diminta untuk mempelajari
kontrsepsi Kondom. Kontrasepsi ini penting untuk dipelajari
karena semakin tingginya angka penderita Penyakit Menular
Seksual maupun ISR (Infeksi Sistem Reproduksi).
Kondom merupakan salah satu metode kontrasepsi barier
sebagai perlindungan ganda apabila akseptor menggunakan
kontrasepsi modern dalam mencegah penularan Penyakit
Menular Seksual maupun ISR dan juga sebagai alat kontrasepsi.
1. Keuntungan
Tidak menimbulkan resiko terhadap kesehatan, efektifitas
segera dirasakan., murah dan dapat dikai secara umum,
praktis, memberi dorongan bagi pria untuk ikut

98
berpartisipasi dalam kontrasepsi, dapat mencegah ejakulasi
dini, metode kontrasepsi sementara apabila metode lain
harus ditunda.
2. Kerugian
Angka kegagalan kondom yang tinggi yaitu 3-15 kehamilan
per 100 wanita pertahun, mengurangi sensitifitas penis,
perlu dipakai setiap hubungan seksual, mungkin mengurangi
kenikmatan hubungan seksual, pada beberapa klien bisa
menyebabkan kesulitan mempertahankan ereksi.

3. Manfaat
Membantu mencegah HIV AIDS dan PMS, kondom yang
mengandung pelicin memudahkan hubungan intim bagi
wanita yang vaginanya kering, membantu mencegah
ejakulai dini.
KB Hormonal adalah metode kontrasepsi yang mengandung
hormon estrogen saja, progesteron saja maupun kombinasi
keduanya. Adapun yang akan kita pelajari adalah Kontrasepsi
Kombinasi dan Kontrasepsi Progestin.

99
C. PIL KOMBINASI
1. Profil
Efektif, harus diminum setiap hari, pada bulan pertama efek
samping berupa mual dan perdarahan bercak yang tidak
berbahaya dan segera akan hilang. Efek samping yang serius
sangat jarang terjadi, dapat dipakai oleh semua ibu usi
reproduksi, baik yang sudah mempunyai anak maupun
belum, dapat diminum setiap saat bila yakin tidak hamil,
tidak dianjurkan pada ibu yang menyusui karena mengurangi
produksi ASI
2. Macam-macam nama dagang alat kontrasepsi pil
Mengandung 2 hormon (Andalan pil KB, Microgynon) dan
mengandung 1 hormon (Andalan pil KB, Microlut).
3. Cara kerja pil kombinasi
Mencegah pengeluaran hormon dari kelenjar hipofise
(hormon LH) sehingga tidak terjadi ovulasi, menyebabkan
perubahan pada endometrium, sehingga endometrium tidak
siap untuk nidasi, menambah kepekatan lender serviks,
sehingga sulit dilalui sperma, pergerakan tuba terganggu
sehingga transportasi telur dengan sendirinya akan
terganggu pula
4. Keuntungan (manfaat) pil kombinasi
Alat kontrasepsi yang sangat efektif bila minum secara
teratur (tidak lupa), tidak mengganggu senggama,
reversibilitas (pemulihan kesuburan) tinggi siklus haid
menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang
(mencegah anemia) tidak terjadi nyeri haid, dapat
digunakan jangka panjang selama perempuan masih
menggunakannya untuk mencegah kehamilan, dapat
digunakan sejak usia remaja hingga menopause, mudah
100
dihentikan setiap saat, membantu mencegah kehamilan
ektopik, kanker ovarium, penyakit radang panggul,
disminore, mengurangi perdarahan menstruasi
5. Kerugian pil Kombinasi
Membosankan karena harus minum setiap hari, mual, pusing
terutama pada 3 bulan pertama, perdarahan bercak
terutama 3 bulan pertama, nyeri payudara, berat badan
naik sedikit tetepi pada perempuan tertentu berat badan
justru memilki dampak positif, amenore, tapi jarang sekali
untuk pil kombinasi, tidak boleh diberikan pada ibu yang
menyusui karena akan mengurangi produksi ASI, pada
sebagian kecil wanita dapat menimbulkan depresi dan
perubahan suasana hati sehingga keinginan untuk melakukan
hubungan senggama berkurang, dapat meningkatkan
tekanan darah dan retensi cairan, sehingga resiko stroke
dan gangguan pembekuan darah pada vena sedikit
meningkat. Pada perempuan usia > 35 tahun keatas dan
merokok perlu hati-hati, tidak mencegah IMS, HIV/AID’s.
Informasi terkini menunjukkan bahwa yang dapat
menggunakan pil kombinasi adalah usia reproduksi, telah
memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak, gemuk
atau kurus, menginginkan alkon dengan efektivitas tinggi,
setelah melahirkan dan tidak menyusui, setelah melahirkan
6 bulan dan tidak memberikan ASI eksklusif, sedangkan
semua cara yang dianjurkan tidak cocok bagi ibu tersebut,
pasca keguguran, anemia karena haid yang berlebihan, nyeri
haid hebat, siklus haid tidak teratur, riwayat kehamilan
ektopik, kelainan payudara, kencing manis tanpa komplikasi
pada ginjal, pembuluh darah, mata dan saraf, penyakit
tiroid, radang panggul, endometriosis, atau tumor ovarium
jinak, dan varises.

101
Sementara yang tidak boleh menggunakan pil kombinasi
adalah yang sedang hamil atau dicurigai hamil, menyusui
eksklusif, perdarahan pervagina yang belum diketahui
penyebabnya, hepatitis, perokok dengan usia lebih 35
tahun, riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah
> 140/90 mmhg, riwayat gangguan factor pembekuan darah
atau kencing manis > 20 tahun, kanker payudara atau
dicurigai kanker payudara, endometrium, migraine dan
gejala neurologik fokal (epilepsi/riwayat epilepsi).
Penggunaan Pil Kombinasi dapat kontra indikasi relative
pada pasien yang menderita asma, penyakit jantung,
penyakit ginjal, penyakit kandung empedu, depresi
(terutama bila memburuk pada masa sebelum menstruasi
atau setelah melahirkan), varises.
Dianjurkan agar diberikan konseling pelayanan KB Pil
Kombinasi yaitu dengan cara:
1. Tunjukkan cara mengeluarkan pil dari kemasannya dan ikuti
panah yang menunjuk deretan berikut
2. Pil diminum setiap hari, lebih baik pad ass\aat yang sama
setelah makan malam
3. Sangat dianjurkan diminum pada hari pertama haid
4. Bila paket 28 tablet mulai diminum pada hari pertama haid
dan dilanjutkan terus tanpa terputus dengan rangkaian yang
baru, tanpa menghiraukan ada tidaknya haid. Bila paket pil
yang berisi 20, 21, dan 22 mulai diminum pada hari kelima
haid diteruskan sampai habis kemudian tunggu satu minggu
baru mulai minum pil dari paket baru
5. Bila muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakan pil,
gunakan metode kontrasepsi yang lain

102
6. Bila terjadi muntah hebat atau diare lebih dari 24 jam,
maka bila keadaan memungkinkan dan tidak memperburuk
keadaan anda, pil dapat diteruskan
7. Bila lupa minum 1 pil, sebaiknya bisa langsung diminum atau
sekaligus 2 pil pada hari yang sama. Bila lupa minum 2 pil
atau lebih maka pakailah kontrasepsi yang lain dan pil
diminum seperti biasanya satu hari satu tablet sampai habis
8. Bila lupa minum pil 3 kali berturut-turut mungkin si ibu akan
mengalami haid dan hentikan minum pil, minumlah pil yang
baru mulai hari kelima haid
9. Bila tidak mendapatkan haid harus periksa ke klinik untuk
tes kehamilan
10. Pada permulaan minum pil kadang-kadang mual, pening
atau sakit kepala, nyeri payudara, spotting, kelainan seperti
ini muncul terutama pada 3 bulan pertama dan lama-
kelamaan akan hilang dengan sendirinya. Bila keluhan tetap
muncul silahkan konsultasi ke dokter.

D. SUNTIKAN KOMBINASI
1. Profil
Suntikan kombinasi disuntikkan secara IM, diberikan setiap 1
bulanan dan mengandung 2 hormon, sangat efektif (terjadi
kegagalan 0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan), jenisnya
ada 3 yaitu cyclofem sebanyak 1 cc, sedangkan gestin F2
sebanyak 1,5 cc, tetapi kalau cyclogeston sebanyak 1 cc
2. Cara kerja
Menekan ovulasi, membuat lendir serviks menjadi kental
sehingga penetrASI sperma terganggu, perubahan pada

103
endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu,
menghambat transportasi sperma
3. Keuntungan alat kontrasepsi suntikan kombinasi
Resiko terhadap kesehatan kecil, tidak berpengaruh
terhadap hubungan suami istri, tidak diperlukan
pemeriksaan dalam, jangka panjang, efek samping sangat
kecil, klien tidak perlu menyimpan obat suntik
4. Keuntungan non kontrasepsi
Mengurangi jumlah perdarahan, mengurangi nyeri saat haid,
mencegah anemia, khasiat pencegahan terhadap kanker
ovarium dan kanker endometrium, mencegah kehamilan
ektopik, melindungi klien dari jenis-jenis tertentu penyakit
radang panggul.
5. Kerugian
Terjadi perubahan pola haid, seperti tidak teratur, spotting,
mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, keluhan seperti
ini akan hilang setelah suntikan kedua atau ketiga,
ketergantungan klien terhadap pelayanan kesehatan. Klien
harus kembali setiap 30 hari untuk mendapatkan suntikan,
efektivitas berkurang bila digunakan bersamaan dengan
obat- obat epilepsy (fenitoin dan barbioturate) atau obat
tuberculosis (firampisin), dapat terjadi efek samping yang
serius, seperti serangan jantung, stroke, bekuan darah pada
paru atau otak dan kemungkinan timbul tumor hati,
penambahan berat badan, kemungkinan terlambat
6. Yang boleh menggunakan suntik kombinasi
Usia reproduksi, telah memiliki anak, ataupun yang belum,
ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektivitas tinggi,
memberikan ASI pasca persalinan > 6 bulan, pasca
persalinan dan tidak menyusui, anemia, nyeri haid hebat,
104
haid teratur, riwayat kehamilan ektopik, sering lupa
menggunakan pil kontrasepsi, wanita perokok berusia lebih
35 tahun
7. Yang tidak boleh menggunakan suntik kombinasi
Hamil atau diduga hamil, menyusui dibawah 6 bulan pasca
persalinan, perdarahan pervaginam yang belum diketahui
penyebabnya, penyakit hati akut (virus hepatitis), usia lebih
35 tahun dan merokok, riwayat penyakit jantung, stroke,
tekanan darah tinggi >180/110 mmhg, riwayat kencing
manis > 20 tahun, kelainan pembuluh darah yang
menyebabkan sakit kepala atau migrain, keganasan
payudara.
1. Bilakah saatyang tepat seorang akseptor menggunakan
suntikan kombinasi?
2. Suntikan dalam waktu 7 hari siklus haid, dan tidak perlu
kontrasepsi tambahan
3. Bila suntikan pertama diberikan setelah hari ke-7 siklus
haid, klien tidak melakukan senggama selama 7 hari
atau menggunakan kontrasepsi selama 7 hari
4. Bila klien tidak haid, suntikan pertama dapat diberikan
setiap saat, asal saja dapat dipastikan klien tidak
hamil. Klien tidak boleh melakukan senggama untuk 7
hari lamanya atau pakai kontrasepsi lain selama masa
waktu 7 hari
5. Bila klien 6 bulan pasca melahirkan, menyusui serta
belum haid, suntikan pertama dapat diberikan pada
siklus haid 1 s / d 7
6. Bila pasca persalinan kurang 6 bualan dan menyusui,
jangan diberikan suntikan kombinasi

105
7. Bila pasca persalinan 3 minggu, dan tidak menyusui,
suntikan kombinasi dapat diberikan
8. Pasca keguguran, suntikan kombinasi dapat segera
diberikan atau dalam waktu 7 hari
9. Ibu yang sedang menggunakan kontrasepsi metode
hormonal yang lain dan ingin ganti cara suntikan
kombinasi dan selama ibu tersebut menggunakan
kontrasepsi sebelumnya secara benar, suntikan
kombinasi dapat segera diberikan tanpa menunggu
haid. Bila ragu-ragu, uji tes kehamilan.
10. Bila kontrasepsi sebelumnya juga kontrasepsi hormonal,
dan ibu tersebut ingin menggantinya dengan suntik
kombinasi, maka suntikan kombinasi tersebut dapat
diberikan sesuai jadwal kontrasepsi sebelumnya.
Ibu yang menggunakan metode kontrasepsi non hormonal dan
ingin ganti cara dengan suntikan kombinasi, maka suntikan
pertama dapat diberikan segera asal yakin klien tidak hamil,
dan pemberiannya tanpa menunggu datangnya haid. Bila diberi
pada hari ke 1-7 siklus haid, metode kontrasepsi lain tidak
diperlukan. Bila sebelumnya menggunakan AKDR, adan ingin
menggantinya dengan suntikan kombinasi, maka suntikan
pertama diberikan hari 1-7 siklus haid. Cabut segera AKDR.

E. MINIPIL
1. Profil
Cocok untuk semu ibu menyusui, dosis rendah, tidak
menurun kan produksi ASI, tidak memberikan efek samping
estrogen, spotting dan perdrahan tidak teratur, banyak
dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat.

106
2. Efek samping
Menstruasi tidak teratur atau tidak menstruasi, kenaikan
berat badan, nyeri tekan pada payudara, depresi,
penurunan HDL, kemungkinan penurunan massa tulang
3. Tanda peringatan
Nyeri hebat pada abdomen bawah, sakit kepala hebat, tidak
menstruasi pada waktu yang biasanya menstruasi,
perdarahan pervaginam hebat (pada penggunaan depo
provera).
Sangat diperlukan melakukan konseling konseling mini pil
pada klien. Pasien harus mengetahui secara pasti bahwa
Mini pil sangat efektif (98,5% tidak terjadi kehamilan),
jangan sampai ada tablet yang lupa, tablet digunakan pada
jam yang sama (malam hari setelah makan), senggama
sebaiknya dilakukan 3-20 jam setelah penggunaan mini pil,
diminum mulai hari pertama sampai hari ke-5 siklus haid,
bila menggunakannya pada hari ke 5 haid, jangan
melakukan senggama selama 2 hari atau boleh menggunakan
kondom, bila klien tidak haid minipil dapat digunakan setiap
saat asal klien yakin tidak hamil, bila menyusui penuh
antara 6 minggu dan 6 bulan pasca persalinan mini pil dapat
dimulai setiap saat dan tanpa memerlukan alkon tambahan,
bila lebih dari 6 minggu pasca persalinan dan klien telah
mendapat haid, mini pil dapat diminum mulai hari 1 sampai
dengan siklus haid, mini pil dapat diberikan segera pasca
keguguran, bila sebelum pakai hormonal yang lain atau
pakai IUD ingin ganti mini pil, bisa diberikan segera asal
yakin tidak hamil, bila klien muntah dalam waktu 2 jam
setelah menggunakan pil, gunakan metode kontrasepsi lain
(kondom), bila klien ingin melakukan hubungan senggama
pada 48 jam berikutnya, bila klien lupa terlambat minum pil

107
lebih dari 3 jam, minumlah pil tersebut begitu klien ingat,
dan gunakan metode pelindung selama 48 jam, bila klien
lupa minum 1-2 tablet, minumlah segera pil yang terlupa
tersebut sesegera klien ingat dan gunakan metode pelindung
sampai akhir bulan, walaupun klien belum haid, mulailah
paket baru sehari setelah paket terakhir habis, bila haid
teratur setiap bulan dan kemudian kehilangan 1 siklus haid
(tidak haid)

F. IMPLAN ATAU SUSUK


1. Profil
Metode implan merupakan metode kontrasepsi efektif yang
dapat member perlindungan 5 tahun untuk Norplant, 3
tahun untuk Jadena, Indoplant atau Implanon, terbuat dari
bahan semacam karet lunak berisi hormon levonorgestrel,
berjumlah 6 kapsul, panjangnya 3,4 cm, diameter 2,4 cm,
dan setiap kapsul berisi 36 mg hormon levonorgestrel, cara
penyebaran zat kontrasepsi dalam tubuh, yaitu progestin
meresap melalui dinding kapsul secara berkesinambungan
dalam dosis rendah. Kandungan levonorgestrel dalam darah
yang cukup untuk menghambat konsepsi dalam 24 jam
setelah pemasangan.
2. Jenis Implan
Norplant terdiri 6 kapsul silastik lembut berongga dengan
panjang 3,4 cm, diameter 2,4 mm yang beisi 36 mg
levonorgestrel, Implanon, tersiri satu batang putih lentur,
pajangnya 40 mm, diameter 2 mm, berisi 68 mg
desogestrel, Jadena dan Indoplant, terdiri dari 2 batang
yang berisi 75 mg levonorgestrel

108
3. Mekanisme Kerja
Menghambat ovulasi sehingga ovum tidak diproduksi,
membentuk secret serviks yang tebal untuk mencegah
penetrASI sperma, menekan pertumbuhan endometrium
sehingga tidak siap untuk nidASI, mengurangi sekresi
progesteron selama fase luteal dalam siklus terjadinya
ovulasi
4. Keuntungan Pemakaian
Angka kegagalan tahun pertama antara 0,2-0,5 per tahun
wanita, awitan kerja sangat cepat 24 jam setelah
pemasanganan, pengembalian tingkat kesuburan yang cepat
setelah pencabutan, perlindungan jangka panjang sampai 5
tahun, tidak memerlukan pemeriksaan dalam, bebas
estrogen, tidak mengganggu kegiatan senggama, efektif
tidak merepotkan klien, tingkat proteksi yang
berkesinambungan, bias dicabut setiap saat sesuai
kebutuhan, klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada
keluhan, tidak mengganggu ASI, mengurangi nyeri haid,
jumlah darah haid dan mengurangi anemia, melindungi
terjadinya kanker endometrium, beberapa penyebab
penyakit radang panggul, menurunkan angka kejadian
Endometriosis
5. Kerugian Pemakaian
Tidak memberikan efek protektif terhadap penyakit
menular seksual termasuk AID’s, membutuhkan tindakan
pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan, akseptor
tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini
sesuai keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik, secara
kosmetik susuk Norplant dapat terlihat dari luar, terjadi
perubahan pola darah haid (spotting), hypermenore atau
meningkatnya jumlah darah haid, Amenore (20%) untuk

109
beberapa bulan atau tahun, pemasangan dan pencabutan
perlu palatihan
6. Indikasi
Menyukai metode yang tidak memerlukan tindakan setiap
hari sebelum senggama, misalnya keharusan minum pil,
menghendaki metode yang sangat efektif untuk jangka
panjang, pasca persalinan dan tidak menyusui, tidak
menyukai metode kontrasepsi hormonal yang mengandung
estrogen, atas permintaan akseptor sendiri, pada
pemeriksaan tidak ada kontra Indikasi, telah memiliki anak
atau belum, menyusui dan membutuhkan kontrasesi, tidak
menginginkan anak lagi dan tidak mau steril, riwayat
kehamilan ektopik
7. Kontraindikasi
Kemungkinan hamil, penyakit hati atau tumor hati
jinak/ganas, menderita penyakit Tromboembolik aktif,
misalnya thrombosis di kaki, paru atau mata, mengalami
perdarahan pervaginan yang tidak diketahui penyebabnya,
adanya benjolan di payudara/dugaan kanker payudara dan
mioma uteri, riwayat stroke dan penyakit jantung,
Menggunakan obat untuk epilepsi dan tuberculosis
8. Masalah-masalah lain
Wanita dengan masalah-masalah di bawak ini bila memakai
Norplant memerlukan pemeriksaan ulang yang lebih sering:
Diabetes Mellitus, Hypertensi (tekanan darah 160/90
mmHg), nyeri kepala vaskuler atau migraine berat, Epilepsi
atau tuberculosis, Depresi, Perokok (terutama berusia di
atas 35 tahun)

110
9. Konseling Khusus Untuk Implan atau Susuk
Bila klien pernah memakai alat kontrasepsi susuk, anda
harus menanyakan tentang hal-hal sebagai berikut:
Berapa lama klien telah memakai alat kontrasespsi susuk?,
Apakah klien puas dalam mempergunakan alat kontrasespsi
susuk misalnya kegunaannya, kepuasannya, efek samping
atau masalah lain, hamil, dan alasan mengapa klien
berhenti menggunakan alat kontrasespsi susuk?
Konseling harus klien belum pernah menggunakan
kontrasepsi susuk, Saudara harus menanyakan tentang hal-
hal sebagai berikut :
Apakah klien pernah mendiskusikan kontrasepsi susuk
dengan suami atau dengan teman atau sahabatnya?, Apakah
klien akan berfikir bahwa suaminya atau orang lain tidak
menyetujui keikutsertaannya? Kalau memang benar begitu,
apakah klien akan tetap menerima alat kontrasespsi susuk
sebagai alat kontrasepsi pilihannya?, Apabila klien telah
menetapkan untuk mempergunakan alat kontrasepsi susuk,
maka konseling harus dapat memberikan informasi lebih
spesifik mengenai, bagaimana alat kontrasespsi susuk
mencegah kehamilan, keuntungan dan kerugian termasuk
efek samping (terutama yang berhubungan dengan
kemungkinan timbulnya ketidakteraturan haid), dan
masalah lain, cara insersi dan pengangkatan, serta daya
guna alat kontrasespsi susuk, saat insersi yang tepat serta
kontrasepsi yang harus dipakai bila dipakai bila tindakan
insersi terpaksa ditunda, pengangkatan/pencabutan alat
kontrasespsi susuk adalah merupakan hak klien dan dapat
dilakukan setiap saat sesuai keinginan, tingkat kesuburan
akan segera pulih kembali segera setelah pencabutan

111
10. Saat Pemasangan Implan
1. Setiap saat hari ke 2-7 siklus haid dan setelah
pemasangan selama 7 hari tidak boleh melakukan
senggama atau bisa memakai metode lain
2. 1-7 hari setelah abortus
3. 6 minggu setelah melahirkan dan telah terjadi haid
kembali, menyusui penuh setelah pemasangan klien
tidak perlu memakai metode lain selama 7 hari
4. Bila klien tidak haid bisa dipasang setiap saat dan yakin
bahwa tidak hamil, setelah dipasang tidak boleh
melakukan senggama selama 7 hari atau bias memakai
metode lain
5. Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin
ganti implan bisa dipasang setiap saat asal betul-betul
tidak hamil dan memakai kontrasepsi yang lalu betul-
betul dengan benar
6. Bila sebelumnya kontrasepsi suntikan, ingin ganti
implan maka dipasang pada saat jadwal kontrasepsi
suntikan
7. Bila sebelumnya memakai kontrasepsi sederhana, ingin
ganti implan maka dipasang setiap saat asal yakin tidak
hamil
8. Bila sebelum memakai IUD, maka dipasang implan pada
saat hari ke 7 haid dan klien setelah dipasang tidak
boleh melakukan senggama selama 7 hari atau pakai
metode lain
9. Informasi Lain yang Perlu Disampaikan
Amenorea yang disertai nyeri perut bagian bawah, bila
hebat kemungkinan terjadi kehamilan ektopik,

112
perdarahan pervaginam yang banyak, rasa nyeri pada
lengan, jika bekas insisi mengeluarkan darah atau
nanah, ekspulsi dari batang implan, sakit kepala yang
hebat, keterlambatan haid yang sebelumnya teratur,
dugaan adanya kehamilan

G. ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR)


1. Profil
Sangat efektif, reversible dan berjangka panjang (Cu T 380
A sampai 10 tahun), haid menjadi lebih lama dan banyak,
pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan, dapat
dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi, tidak boleh
dipakai oleh perempuan yang terpapar IMS
2. Jenis AKDR yang sering digunakan adalah Cu T 380 A
3. Cara kerja
Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba
falopii, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai
kavum uteri, AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan
ovum bertemu, memungkinkan untuk mencegah implantasi
telur dalam uterus.
4. Keuntungan
Sangat efektif, efetif segera seteah pemasangan, jangka
panjang, tidak mempengaruhi hubungan seksual,
meningkatkan kenyamanan hubungan seksual karena tidak
takut untuk hamil, tidak ada efek samping hormonal, tidak
mempengaruhi kualitas dan volume ASI, Dapat dipasang
segera setelah melahirkan/post abortus, dapat digunakan
sampai menopause, tidak ada interaksi dengan obat-obat,
membantu mencegah kehamilan ektopik.

113
5. Kerugian
Perubahan siklus haid (lebih lama dan banyak), terjadi
spotting (perdarahan) antar menstruasi, saat haid lebih
sakit, merasakan sakit atau kram selama 3-5 hari pasca
pemasangan, perforasi dinding uterus, tidak mencegah IMS
termasuk HIV/AID’s, terjadi penyakit radang panggul yang
dapat memicu infertilitas bila sebelumnya memang sudah
terpapar IMS. Prosedur medis perlu pemeriksaan pelvik dan
kebanyakan perempuan takut selama pemasangan, sedikit
nyeri dan perdarahan setelah pemasangan, klien tidak bisa
melepas AKDR sendiri, bisa terjadi ekspulsi AKDR, tidak
mencegah kehamilan ektopik, harus rutin memeriksa posisi
benang
6. Indikasi
Usia reproduktif, keadaan nullipara, menginginkan
menggunakan kontrasepsi jangka panjang, menyusui dan
ingin menggunakan kontrasepsi, setelah melahirkan dan
tidak menyusui, setelah mengalami abortus dan tidak ada
infeksi, risiko rendah dari IMS, tidak menghendaki metode
hormonal, menyukai kontrasepsi jangka panjang
7. Kontraindikasi
Kehamilan, gangguan perdarahan, radang alat kelamin,
curiga tumor ganas di alat kelamin, tumor jinak rahim,
kelainan bawaan rahim, erosi, alergi logam, berkali – kali
terkena infeksi panggul, ukuran rongga rahim <5 cm,
diketahui menderita TBC pelvik.
8. Seleksi atau penapisan klien
Hpht, paritas dan riwayat persalinan terakhir, riwayat
kehamilan ektopik, nyeri hebat saat haid, anemia berat

114
(hb<9gr% atau hematokrit <30), riwayat isg, phs, berganti-
ganti pasangan, kanker serviks
9. Saat pemasangan AKDR
Pada waktu haid, segera setelah induksi haid atau abortus
spontan, setelah melahirkan, setiap saat bila yakin tidak
hamil, post abortus, selama 1-5 hari setelah senggama yang
tidak dilindungi
10. Pemeriksaan fisik meliputi
Palpasi perut, inspeksi, pemeriksaan speculum, pemeriksaan
bimanual

115
Evaluasi :
1. jelaskan konsep metode kontrasepsi?
2. jelaskan jenis-jenis metode kontrasepsi?
3. Jelaskan masing-masing efek samping masing-masing dari
jenis kontrasepsi?
4. jelaskan bentuk konseling yang diberikan kepada akseptor
KB baru?

116
BAB VI
INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

Nama lain dari IMS (Infeksi Menular Seksual) adalah PMS


(penyakit menular seksual), STD (Sexually Transitted Disease),
STI (sexually transmitted Infection), dan veneral disease
(venus=dewi cita), IMS adalah penyakit-penyakit yang timbul
atau ditularkan melalui hubungan seksual dengan manifestasi
klinis berupa timbulnya kelainan-kelainan terutama pada alat
kelamin.
Penyakit ini menjadi lebih penting dengan meningkatknya
kasus HIV dan AIDS. Literatur menyebutkan bahwa penularan
HIV meningkat 5-10 kali pada seseorang dnegan IMS.
Sebaliknya, penderita HIV akan rentan terhadap IMS sekaligus
menyulitkan pengobatan IMS.
Kegagalan deteksi dini IMS dapat menimbulkan berbagai
komplikasi misalnya kehamilan diluar kandungan, kanker
anogenital, infeksi pada bayi baru lahir atau infeksi pada
kehamilan, pada prakteknya, banyak IMS yang tidak
menunjukkan gejala (asimtomatik), sehingga mempersulit
pemberantasan dan pengendalian penyakit ini.
Keadaan ini diperparah dengan meningkatnya resistensi kuman
penyebab IMS terhadap antibiotic seperti tetrasiklin, ampisilin,
amoksilin, bahkan siprofloksasin, sebagai akibat dari
penggunaanya yang kurang terkontrol.

117
118
119
PROGRAM PENCEGAHAN & PENGENDALIAN IMS
1. Program pencegahan dan pengendalian IMS bertujuan untuk
Mengurangi morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan IMS
Infeksi menular seksual, selain infeksi HIV menimbulkan
beban morbiditas dan mortalitas terutama di negara sedang
berkembang dengan sumber daya yang terbatas, baik secara
langsung yang berdampak pada kualitas hidup, kesehatan
reproduksi dan anak-anak, serta secara tidak langsung
melalui perannya dalam mempermudah transmisi seksual
infeksi HIV dan dampaknya terhadap perekonomian
perorangan maupun nasional. Spektrum gangguan kesehatan
yang ditimbulkan IMS mulai dari penyakit akut yang ringan
sampai lesi yang terasa nyeri serta gangguan psikologis.
Misalnya, infeksi oleh N.gonorrhoeae menimbulkan nyeri
saat berkemih (disuria) pada laki-laki, dan nyeri perut

120
bagian bawah akut ataupun kronis pada perempuan. Tanpa
diobati, infeksi oleh T.pallidum, meskipun tidak nyeri pada
stadium awal, namun dapat menimbulkan berbagai kelainan
neurologis, kardiovaskular serta gangguan tulang di
kemudian hari, serta abortus pada perempuan hamil dengan
infeksi akut. Chancroid dapat menimbulkan ulkus dengan
rasa nyeri hebat dan bila terlambat diobati dapat
menyebabkan destruksi jaringan, terutama pada pasien
imunokompromais. Infeksi herpes genitalis menimbulkan
gangguan psikoseksual karena bersifat rekurens dan
menimbulkan rasa nyeri, terutama pada pasien muda. Biaya
yang dikeluarkan, termasuk biaya langsung baik medis dan
non medis, serta biaya tidak langsung akibat waktu yang
hilang untuk melakukan aktivitas produktif (waktu untuk
pergi berobat, waktu tunggu di sarana pelayanan kesehatan,
serta waktu untuk pemeriksaan tenaga kesehatan).
2. Mencegah infeksi HIV Mencegah dan mengobati IMS dapat
mengurangi risiko penularan HIV melalui hubungan seks,
terutama pada populasi yang paling memungkinkan untuk
memiliki banyak pasangan seksual, misalnya penjaja seks
dan pelanggannya. Keberadaan IMS dengan bentuk inflamasi
atau ulserasi akan meningkatkan risiko masuknya infeksi HIV
saat melakukan hubungan seks tanpa pelindung antara
seorang yang telah terinfeksi IMS dengan pasangannya yang
belum tertular. Ulkus genitalis atau seseorang dengan
riwayat pernah menderita ulkus genitalis diperkirakan
meningkatkan risiko tertular HIV 50-300 kali setiap
melakukan hubungan seksual tanpa pelindung. Program
pencegahan HIV akan mempercepat pencapaian Millennium
Development Goal (MDG) tujuan 6 di tahun 2015 (kotak 1).
3. Mencegah komplikasi serius pada kaum perempuan Infeksi
menular seksual merupakan penyebab kemandulan yang

121
paling dapat dicegah, terutama pada perempuan. Antara
10%-40% perempuan dengan infeksi Chlamydia yang tidak
diobati akan mengalami penyakit radang panggul (PRP).
Kerusakan tuba falopii pasca infeksi berperan dalam kasus
kemandulan perempuan (30%-40%). Terlebih lagi,
perempuan dengan PRP berkemungkinan 6-10 kali
mengalami kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang
tidak menderita PRP, dan 40%-50% kehamilan ektopik
disebabkan oleh PRP yang diderita sebelumnya. MDG 5,
bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu sebesar
75% pada tahun 2015. Pencegahan PRP berperan dalam
pencapaian tujuan ini melalui pencegahan kematian ibu
akibat kehamilan ektopik. Pencegahan infeksi human
papillomavirus (HPV) akan menurunkan angka kematian
perempuan akibat kanker serviks, yang merupakan kanker
terbanyak pada perempuan.
4. Mencegah efek kehamilan yang buruk Infeksi menular
seksual yang tidak diobati seringkali dihubungkan dengan
infeksi kongenital atau perinatal pada neonatus, terutama
di daerah dengan angka infeksi yang tinggi. Perempuan
hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, sebanyak 25%
mengakibatkan janin lahir mati dan 14% kematian neonatus,
keseluruhan menyebabkan kematian perinatal sebesar 40%.
Kehamilan pada perempuan dengan infeksi gonokokus yang
tidak diobati, sebesar 35% akan menimbulkan abortus
spontan dan kelahiran prematur, dan sampai 10% akan
menyebabkan kematian perinatal. Dalam ketiadaan upaya
pencegahan, 30% sampai 50% bayi yang lahir dari ibu dengan
gonore tanpa pengobatan dan sampai 30% bayi yang lahir
dari ibu dengan klamidiosis tanpa diobati, akan mengalami
oftalmia neonatorum yang dapat mengakibatkan kebutaan.

122
Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual (IMS)
1. Sifilis/Lues/ Raja Singa
Sifilis merupakan salah satu IMS (infeksi menular seksual)
yang menimbulkan kondisi cukup parah misalnya infeksi otak
(neurosifilis), kecacatan tubuh (guma). Pada populasi ibu
hamil yang terinfeksi sifilis, bila tidak diobati dengan
adekuat, akan menyebabkan 67% kehamilan berakhir dengan
abortus, lahir mati, atau infeksi neonatus (sifilis
kongenital). Walaupun telah tersedia teknologi yang relatif
sederhana dan terapi efektif dengan biaya yang sangat
terjangkau, sifilis masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang meluas di berbagai negara di dunia.
Bahkan sifilis masih merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas perinatal di banyak negara.
Sifilis, sebagaimana IMS lainnya, akan meningkatkan risiko
tertular HIV. Pada ODHA, sifilis meningkatkan daya infeksi
HIV. Pada mereka yang belum terinfeksi HIV, sifilis
meningkatkan kerentanan tertular HIV. Berbagai penelitian
di banyak negara melaporkan bahwa infeksi sifilis dapat
meningkatkan risiko penularan HIV sebesar 3- 5 kali.
Peningkatan risiko penularan HIV karena sifilis menduduki
peringkat kedua setelah chancroid lihat Tabel 1. Namun,
angka kejadian sifilis di berbagai populasi jauh lebih tinggi
dibandingkan chancroid, sehingga peran sifilis dalam
penyebaran HIV di masyarakat menjadi lebih bermakna. Jika
diobati secara adekuat, tingkat kesembuhan sifilis sama
tingginya dengan chancroid (>95%).
Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh
spirochaete, Treponema pallidum (T. pallidum) dan
merupakan salah satu bentuk infeksi menular seksual. Selain
sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia yang

123
disebabkan oleh treponema, yaitu: non venereal endemic
syphilis (telah eradikasi), frambusia (T. pertenue), dan pinta
(T. careteum di Amerika Selatan).
Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu
sifilis kongenital (ditularkan dari ibu ke janin selama dalam
kandungan) dan sifilis yang didapat / acquired (ditularkan
melalui hubungan seks atau jarum suntik dan produk darah
yang tercemar).

Treponema Pallidium Histopatologis T. Pallidium

124
Program dan Kesehatan Masyarakat
a. Skrinning Sifilis
Mengingat banyaknya sifilis yang tidak bergejala dan
tingginya prevalensi sifilis, diperlukan skrinning sifilis secara
rutin untuk mengendalikan sifilis di masyarakat. Skrining
sifilis dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan tes serologis
sifilis. Skrining sifilis terutama ditujukan bagi semua ibu
hamil. Skrining sifilis bagi ibu hamil harus dilakukan sedini
mungkin pada kunjungan antenatal yang pertama. Skrining
diulangi pada trisemester ketiga dan saat persalinan.
Skrining dan terapi sifilis dapat mengurangi angka kematian
bayi dan kecacatan bayi. Untuk eliminasi sifilis kongenital
membebani anggran pembelian obat terutama dalam

125
program skrining rutin pada populasi kunci. Rapid test juga
tidak dapat mengevaluasi keberhasilan terapi. feksi sifilis
pada populasi ibu hamil, bila tidak diobati dengan adekuat,
dapat menyebabkan lahir mati dan abortus (40%), kematian
perinatal (20%), berat badan lahir rendah (BBLR) atau
infeksi neonatus (20%).
2. Gonore/Kencing Nanah
Gonore adalah salah satu penyakit menular seksual paling
umum yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae.
(Neisseria gonorrhoeae (N. Gonorrhoeae) merupakan bakteri
diplokokkus gram negatif dan manusia merupakan satu-
satunya faktor host alamiah untuk gonokokus, infeksi gonore
hampir selalu ditularkan saat aktivitas seksual. Menurut
Centers for Disease Control and Prevention (2015), gonore
adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae yang dapat menginfeksi baik
pria dan wanita yang mengakibatkan infeksi pada alat
kelamin, rektum dan tenggorokan.
b. Klasifikasi gonore Centers for Disease Control and
Prevention (2015) mengklasifikasikan gonore menjadi 4
golongan yaitu: 1) Infeksi gonokokal non komplikasi/
Uncomplicated Gonococcal Infections. Infeksi gonokokal
yang termasuk dalam golongan ini adalah infeksi gonokokal
urogenital (serviks, uretra dan rektum), faring dan
gonokokal konjungtivitis. Contoh infeksi gonokokal non
komplikasi untuk lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 1.)
Infeksi gonokokal diseminasi/ Disseminated Gonococcal
Infections. Infeksi gonokokal diseminasi ditandai dengan
munculnya lesi pada kulit, arthritis dan seringkali komplikasi
perihepatitis, endokarditis dan meningitis. Contoh infeksi
gonokokal diseminasi untuk lebih jelas ditunjukkan pada
Gambar 2.

126
3. Infeksi gonokokal pada neonates/Gonococcal Infections
among Neonates.
Infeksi gonokokal dapat menjadi masalah serius bagi ibu
hamil yang terinfeksi dikarenakan dapat mengakibatkan
ophtalmia neonatorum/infeksi konjungtivitas pada bayi baru
lahir sehingga terjadi kebutaan pada bayi baru lahir. Infeksi
gonokokal pada neonates terdiri ophtalmia neonatorum dan
gonococcal scalp abscesses.
4. Infeksi gonokokal pada bayi dan anak/gonococcal infections
Among infant and children.
Golongan klasifikasi ini sama dengan golongan infeksi
gonokokal non komplikasi dan infeksi gonokokal diseminasi,
tetapi golongan ini dibuat untuk memberikan panduan
pengobatan yang lebih efektif berdasarkan usia.

Etiologi dan morfologi


Etiologi dan morfologi Infeksi gonore disebabkan oleh bakteri
Neisseria gonorrhoeae. Bakteri Neisseria gonorrhoeae bersifat
gram negatif, yang terlihat di luar atau di dalam sel
polimorfonuklear (leukosit), tidak tahan lama di udara bebas,
cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39°
C dan tidak tahan terhadap zat desinfektan.

127
Bakteri Neiserria Gonorhae

Bakteri Neisseria gonorrhoeae menjadi 4 macam morfologi


koloni yaitu T1, T2, T3, T4. Koloni T1 dan T2 kecil dan
memiliki pili sedangkan koloni T3 dan T4 lebih besar, lebih
datar dan tidak memiliki pili. Pili akan memfasilitasi adhesi
cocci ke permukaan mukosa dan meningkatkan virulen
sehingga strain yang memiliki pili (T1 dan T2) lebih efisien
serta memiliki virulensi yang lebih tinggi dibandingkan non pili
(T3 dan T4). Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi inflamasi. Hanya pili tipe I dan II yang
patogen terhadap manusia.
c. Gejala klinik Irianto (2014) menjelaskan bahwa gejala
infeksi gonore mungkin muncul 1 sampai 14 hari
setelah terpapar, meskipun ada kemungkinan untuk
terinfeksi gonore tetapi tidak memiliki gejala. Pada
wanita, muncul cairan vagina yang banyak dengan
warna kuning atau kehijauan dengan bau yang
menyengat. Pada pria, muncul cairan putih atau kuning
(nanah) keluar dari penis. Pada umumnya penderita

128
juga akan mengalami sensasi terbakar atau nyeri saat
buang air kecil dan cairan yang keluar dari penis.
Herpes Genitalis
Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat berupa kelainan pada
daerah orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital
dan sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas
berupa adanya vesikel berkelompok di atas dasar makula
eritematos. Infeksi pada genital yang disebabkan oleh virus
herpes simplex dengan gejala khas berupa vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekuren.
Herpes simpleks genitalis merupakan salah satu Infeksi Menular
Seksual (IMS) yang paling sering menjadi masalah karena sukar
disembuhkan, sering berulang (rekuren), juga karena
penularan penyakit ini dapat terjadi pada seseorang tanpa
gejala atau asimtomatis.
Etiologi: Herpes simplex virus tipe 2 (HSV) = virus of love,
Patologi Virus: Kulit atau mukosa saraf perifer kulit
bermultiplikasi, Masa inkubasi: 2-5 hari

Herpes Simplex

129
Gejala dan tanda
Gatal-gatal, nyeri, disertai adanya gelumbung-gelembung air
arogenitalis dan demam. Pada bayi baru lahir dari ibu yang
menderita herpes genitalis pada saat hamil dapat ditemukan
kelainan berupa hepatitis, infeksi berat, ensefalitis,
keratokonjungtivitas, erupsi kulit berupa vesikel herpetiformis,
dan bahkan bayi bisa lahir dalam kondisi meninggal. Pada
orang lanjut usia ditemukan meningitis, ensefalitis,
hipersensitivitas terhadap virus, ketakutan, dan depresi.
Pemeriksaan tes Tzank, kultur jaringan, imunoperoksidase
tidak langsung, imunofluoresensi langsung, dan pemeriksaan
ELISA.

Trikomoniasis
Penyakit infeksi yang biasanya ditularkan melalui hubungan
seksual dan sering menyerang tractus urogenitalis bagian
bawah pada wanita maupun pria, namun peranannya sebagai
penyebab penyakit pada pria masih diragukan.
Etiologi: Trichomonas vaginalis (protozoa), masa inkubasi: 3-28
hari, gejala utama lekore (keputihan), warna kekuningan, pada
vagina terdapat bitnik-bintik kemerahan (seperti stroberi),
penularan seksual dan aseksual (melalui handuk dan toilet),
diagnosis: ditemukanannta T. vaginalis pada sediaan langsung
atau biakan pada tubuh pasien.

130
Protozoa Trichomonas Vaginalis

Kandidosis/ Kandidiasis
Infeksi vagina dan vulva oleh candida khususnya candida
albicans, etiologi jamur: candida albicans (terutama),
kandidiasis tropikalis (kronik, susah diobati), gejala Lekore
(putih, seperti air susu pecah, sangat gatal).

Jamur Candida albicans

Kondiluma Akuminata/ Kutil Kelamin


Penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus papilloma
humanus (VPH/HV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

131
fibroepitelioma pada kulit mukosa. Etiologi: Human papilloma
virus (HPV), masa inkubasi 1-8 bulan, diagnosis: berdasarkan
gejala klinis, tes asama asetat, kolposkopi, pemeriksaan
histopatologi. Predisposisi: hygiene yang jelek, terapi: bedah,
kemoterapi, interferon, & imunoterapi.

Human pappiloma virus

Program penanggulangan IMS


Kegiatan program penanggulangan IMS dilakukan secara
komprehensif yang disebut sebagai program pencegahan
IMS/HIV melalui transisi seksual (PMTS) yang meliputi
Intervensi perubahan perilaku (IPP), intervensi klinis.
Intervensi perubahan perilaku bertujuan untuk meningkatkan
pemakaian kondom pada setiap hubungan seksual berisiko. IPP
merupakan rangkaian proses terpadu dari:
Intervensi perubahan perilaku bertujuan untuk meningkatkan
pemakaian kondom pada setiap hubungan seksual berisiko. IPP
merupakan rangkaian proses terpadu dari :

132
1. Komunikasi perubahan perilaku (KPP) pada kelompok
risiko tinggi terutama WPS, waria, dan LSL.
2. Penguatan dan koordinasi pemangku kepentingan.
3. Manajemen kondom dan pelican.
Sedangkan intervensi klinis bertujuan untuk menurunkan angka
IMS melalui kegiatan:
1. Skrining dan pengobatan IMS
2. Pengobatan presumtif berkala (PBB)

Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang
menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh manusia. Acquired immune deficiency
syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena
turunnya kekekbalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV.
Penderita HIV memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral
(ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV didalam tubuh agar
tidak masuk ke dalam stadium AIDS, sedangkan penderita
membutuhkan pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya
infeksi oportunistik dengan berbagai komplikasinya.
Cara Penularan HIV dapat ditularkan melalui pertukaran
berbagai cairan tubuh dari orang yang terinfeksi, seperti
darah, ASI (air susu ibu), semen dan cairan vagina. HIV juga
dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya selama kehamilan
dan persalinan. orang tidak dapat terinfeksi melalui kontak
sehari-hari seperti mencium, berpelukan, berjabat tangan,
atau berbagi benda pribadi, makanan, atau air.

133
Cara menghindari penularan HIV

Gejala Klinis masa inkubasi 6 bulan – 5 tahun, window


period selama 6-8 minggu adalah waktu saat tubuh sudah
terinfeksi HIV tetatpi belum terdeteksi oleh pemeriksaan
laboratorium, seseorang dengan HIV dapat bertahan sampai
dengan 5 tahun. Jika tidak diobati, maka penyakit ini akan
bermanifestasi sebagai AIDS, gejala klinis muncul sebagai
penyakit yang tidak khas seperti diare kronis, kandidiasis mulut
yang luas, pneumocytis carinii, pneumonia interstisialis
limfositik, ensefalopati kronik.
Metode diagnosis untuk mengakkan diagnosis HIV
meliputi:
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay): Sensitivitasnya
tinggi yaitu sebesar 98,1 – 100%, biasanya tes ini memberikan
hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
Western Blot : Spesifitasnya tinggi yaitu sebesar 99,6 -100%.
Pemeriksaannya cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu
sekitar 24 jam.
PCR (polymerase chain reaction): Tes ini digunakan untuk : Tes
HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi

134
yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang
ibu yang menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk
melawan penyakit tersebut. Zat kekebalan itulah yang
diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan
hasil pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi
tersebut, menetapkan status infeksi individu yang seronegative
pada kelompok beresiko tinggi, Tes pada kelompok beresiko
tinggi sebelum terjadi serokonversi, & Tes konfirmasi untuk
HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk pencegahan primer
antara lain sebagai berikut.
1. KIE tentang HIV-AIDS dan kesehatan reproduksi, baik secara
individu atau kelompok dengan sasaran khusus perempuan
usia reproduksi dan pasangannya.
2. Dukungan psikologis kepada perempuan usia reproduksi yang
mempunyai perilaku atau pekerjaan berisiko dan rentan
untuk tertular HIV (misalnya penerima donor darah,
pasangan dengan perilaku/pekerjaan berisiko) agar bersedia
melakukan tes HIV.
3. Dukungan sosial dan perawatan bila hasil tes positif.

135
EVALUASI :
1. jelaskan pengertian IMS?
2. Jelaskan jenis-jenis IMS?
3. jelaskan bentuk Program pengendalian & pencegahan IMS di
Puskesmas?
4. Jelaskan pengertian HIV?
5. Bagaimana skrinning awal IMS & HIV di Puskesmas?

136
BAB VII
GIZI DAN KESEHATAN DI ERA PANDEMI

1. Ilmu gizi (nutrition science) adalah ilmu yang mempelajari


segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya
dengan kesehatan optimal. Kata “gizi” berasal dari bahasa
Arab ghidza, yang berarti “makanan”. Di satu sisi ilmu gizi
berkaitan dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh
manusia.
2. Ilmu gizi adalah ilmu yang menganalisis pengaruh pangan
yang dikonsumsi terhadap organisme hidup.
3. Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia dengan pangan yang dikonsumsinya, serta
pengaruhnya terhadap aspek kejiwaan (psikis) dan
kehidupan sosialnya, yang meliputi juga aspek fisiologis
dan biokimia.
Prinsip pencegahan penularan dalam pelayanan konseling dan
edukasi gizi.
Dalam masa pandemi, tenaga Kesehatan berperan dalam :
1. Melakukan koordinasi lintas program di Puskesmas/fasilitas
kesehatan dalam menentukan langkah-langkah
menghadapi pandemi COVID-19
2. Melakukan analisis data gizi dan mengidentifikasi
kelompok sasaran berisiko yang memerlukan tindak lanjut
3. Melakukan koordinasi kader, RT/RW/kepala
desa/kelurahan dan tokoh masyarakat setempat terkait
sasaran kelompok berisiko dan modifikasi pelayanan gizi
sesuai kondisi wilayah

137
4. Melakukan sosialisasi terintegrasi dengan lintas program
lain kepada masyarakat tentang pencegahan penyebaran
COVID-19
Dalam masa pandemi COVID-19 untuk mencegah
penularan, Fasyankes telah meminimalisir kunjungan
masyarakat untuk hal-hal yang tidak mendesak atau gawat
darurat dengan memanfaatkan teknologi informasi atau
media lainnya sesuai kebutuhan. Selain itu, tekonologi
informasi juga dapat digunakan untuk kegiatan koordinasi
maupun sosialisasi dengan berbagai pihak.
• Kunjungan rumah diprioritaskan kepada kelompok
sasaran yang berisiko yaitu balita berisiko masalah gizi,
ibu hamil KEK dan anemia serta remaja anemia
• Kunjungan rumah bertujuan untuk melakukan
tindaklanjut intervensi (pemberian MT, TTD dan vitamin
A serta memantau kepatuhan konsumsinya), memantau
pertumbuhan dan kesehatan balita serta memberikan
konselling dan edukasi
• Dalam melakukan kunjungan rumah petugas
kesehatan/kader harus memperhatikan prosedur
pencegahan infeksi yaitu: menggunakan masker,
menjaga jarak fisik setidaknya 1-2 meter, konseling
dilakukan pada udara terbuka atau ruangan dengan
cukup ventilasi, membatasi waktu konseling maksimal
15 menit.
Sebelum melakukan kunjungan rumah, lakukan diskusi
dengan ibu melalui telepon/ sms/ aplikasi chat untuk
mengetahui masalah yang dihadapi ibu, sehingga
konseling dilakukan secara efektif, dalam waktu
terbatas, sesuai dengan masalah yang ada.

138
konseling lanjutan, bila diperlukan, bisa dilakukan
melalui media telepon, maupun SMS atau aplikasi chat
lainnya.
• Perlu disampaikan pentingnya pencegahan penularan
tingkat individu bagi ibu menyusui diantaranya: Ì
menggunakan masker. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan anak dengan sabun dan air yang
mengalir. Ì membersihkan benda yang dipegang oleh ibu
dengan disinfektan.
• Utamakan konseling melalui media virtual, sambungan
telepon, SMS atau menggunakan aplikasi tatap muka
lainnya secara daring (video call) kepada ibu hamil atau
keluarga lain. Penggunaan media KIE tetap bisa
ditampilkan selama konseling. Ingatkan Ibu untuk
membaca buku KIA.
• Bersama dengan lintas program (Promkes) melakukan
edukasi kepada masyarakat melalui berbagai saluran
komunikasi, seperti media cetak berbentuk poster yang
dipasang pada tempat-tempat strategis, maupun
menggunakan berbagai platform media sosial untuk
menyampaikan pesan kunci gizi dari sumber yang
terpercaya.
• Melalui kader/ guru membuat grup media sosial dengan
kelompok sasaran pelayanan (ibu hamil, ibu balita,
remaja puteri) di wilayahnya masing-masing, untuk
memberikan informasi penting terkait tumbuh kembang
balita, kesehatan remaja, ibu hamil dan ibu menyusui,
serta perilaku hidup bersih dan sehat.

139
Pelayanan Gizi Ibu hamil
1. Pemberian Tablet Tambah Darah Pada Ibu Hamil
Ibu hamil merupakan kelompok rentan yang memiliki risiko
tinggi mengalami anemia. Hal itu disebabkan adanya
peningkatan volume darah selama kehamilan untuk
pembentukan plasenta, janin dan cadangan zat besi dalam
ASI. Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga
rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk infeksi COVID-19
dan penyakit yang ditimbulkannya. Selain itu, anemia pada
ibu hamil akan meningkatkan bayi berat lahir rendah, yang
tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya stunting.
Pencegahan anemia gizi pada ibu hamil dilakukan dengan
memberikan minimal 90 Tablet Tambah Darah (TTD) selama
kehamilan dan dimulai sedini mungkin. Pemberian TTD
setiap hari selama kehamilan dapat menurunkan risiko
anemia maternal 70% dan defisiensi besi 57%. Sedangkan
untuk pengobatan anemia mengacu pada Pedoman
Penatalaksanaan Pemberian Tablet Tambah Darah
(Kemenkes, 2015). Konseling gizi pada saat kehamilan,
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan
ibu hamil dalam mengkonsumsi TTD. Pesan kunci yang harus
disampaikan kepada ibu hamil untuk meningkatkan konsumsi
TTD antara lain:
Pentingnya asupan gizi seimbang, khususnya makanan
bersumber protein, kaya sumber zat besi; mengurangi
asupan makanan mengandung tinggi gula, garam dan lemak;
dan tidak mengkonsumsi TTD bersamaan dengan minuman
atau obat yang menghambat penyerapan zat besi seperti
teh, kopi, susu, tablet kalsium dosis tinggi dan obat sakit
maag, serta dikonsumsi pada malam hari untuk mengurangi
mual. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi, TTD dapat

140
dikonsumsi bersama makanan atau minuman bersumber
vitamin C.
• Efek samping yang mungkin timbul dari mengonsumsi TTD
yaitu nyeri/ perih di ulu hati, mual serta tinja berwarna
kehitaman (yang berasal dari sisa zat besi yang
dikeluarkan oleh tubuh melalui feses). Efek samping
tidak sama dialami oleh setiap orang dan akan hilang
dengan sendirinya.
• Menganjurkan untuk minum TTD setelah makan dengan
makanan bergizi seimbang atau mengkonsumsi TTD
sebelum tidur untuk mengurangi efek samping.
Bila pemerintah daerah belum menerapkan PSBB, belum
ada transmisi lokal, serta mobilisasi penduduk antar
wilayah yang sangat minimal, pemberian TTD ibu hamil
tetap dilakukan sesuai dengan Pedoman Penatalaksanaan
Pemberian Tablet Tambah Darah (Kemenkes, 2015).
Untuk daerah dengan penerapan PSBB dan terdapat
transmisi lokal, pelayanan diberikan secara terbatas.
Program pemberian TTD ibu hamil tetap dilaksanakan
saat pemeriksaan kehamilan di Fasyankes sesuai jadwal
kunjungan dan/ atau melalui kunjungan rumah. Kadar Hb
ibu hamil harus diperiksa untuk mengetahui status
anemia. Bila ibu menderita anemia, pemberian TTD
mengacu pada Pedoman Penatalaksanaan Pemberian
Tablet Tambah Darah (Kemenkes, 2015).
Pemeriksaan kehamilan di Fasyankes hanya dilakukan
melalui perjanjian sebelumnya.
• Saat dilakukan pemeriksaan kehamilan di Fasyankes harus
memperhatikan prinsip pencegahan infeksi.

141
• Kunjungan rumah diprioritaskan untuk ibu hamil yang
berisiko anemia dan belum mendapatkan TTD. Konseling
dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan ibu dalam
mengonsumsi TTD, dengan memperhatikan prosedur
pencegahan infeksi.
• TTD dapat diperoleh melalui: Ì Bidan desa atau tenaga
pengelola gizi melalui Fasyankes atau kunjungan rumah.
Jika tidak dapat ke bidan, ibu hamil dapat meminta
keluarga untuk membantu memperoleh TTD pada bidan
desa atau tenaga gizi. Ì Konsumsi TTD mandiri (dengan
kandungan zat besi dan asam folat sekurangkurangnya
setara dengan 60 mg besi elemental dalam bentuk
sediaan Ferro Sulfat, Ferro Fumarat atau Ferro Gluconat
dan Asam Folat 0.4 mg).
Mengingatkan ibu hamil untuk mencatat TTD yang
dikonsumsi, baik TTD program maupun TTD mandiri di
kartu kontrol minum TTD, di buku KIA atau dicatat secara
manual untuk dilaporkan ke bidan/ tenaga gizi setelah
keadaan menjadi normal.
• Melakukan upaya peningkatan edukasi kepada
masyarakat terkait risiko anemia, pentingnya konsumsi
gizi seimbang dan kepatuhan minum TTD bagi ibu hamil.
• Melakukan supervisi suportif kepada bidan desa dan
kader dengan menggunakan sambungan telpon, SMS,
aplikasi chat atau media daring lainnya.
• Apabila masa Pandemi COVID-19 telah berakhir, ibu hamil
bisa mendapatkan kembali TTD melalui pelayanan
pemeriksaan kehamilan rutin di Puskesmas.

142
Pemberian Makanan Tambahan (MT) pada Bumil kurang
Energi Kronis (KEK)
Ibu yang mengalami KEK selamaa hamil, yang ditandai dengan
LiLa <23,5 cm merupakan kelompok yang perlu menjadi
perhatian. Pencegahan ibu hamil dapat dilakukan melalui
edukasi dan konseling gizi, pemberian makanan tambahan (MT)
berbasis pangan lokal/ pabrikan dengan kandungan 11 vitamin
& 7 mineral.

Promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak


Standar emas pemberian makan bayi dan anak terdiri dari
Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif, pemberian
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan tepat (tepat
waktu, adekuat, aman, dan diberikan dengan cara yang benar),
serta melanjutkan pemberian ASI sampai dengan 2 tahun atau
lebih. Salah satu hal yang penting dilakukan adalah terus
memberikan perlindungan, promosi dan dukungan PMBA
kepada ibu hamil dan menyusui. Dalam situasi normal, salah
satu dukungan tersebut adalah melakukan penyuluhan dan
konseling PMBA kepada ibu hamil dan ibu menyusui melalui “7
Kontak Plus,”, pada saat ANC, pada saat persalinan, pada saat
kunjungan nifas dan kontak lanjutan. Bila pemerintah daerah
belum menerapkan PSBB, belum ada transmisi lokal, serta
mobilisasi penduduk antar wilayah yang sangat minimal.

143
Progam PMBA tetap dilakukan dan disesuaikan dengan
Pedoman Pemberian Makan Bayi dan Anak (Kemenkes, 2020)
serta modul Pelatihan PMBA (Kemenkes, 2019).
Pesan penting yang perlu disampaikan saat melakukan edukasi
dan konseling adalah:
1. Praktik IMD setelah bayi lahir dan pemberian ASI eksklusif
pada enam bulan pertama kelahiran.
2. Pemberian MP-ASI harus diberikan dengan cara yg benar dan
memenuhi 4 syarat yaitu: a. Tepat waktu, MP-ASI diberikan
pada saat bayi berusia 6 bulan, dimana ASI saja sudah tidak
dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. b. Adekuat, MP-ASI
mampu memenuhi kecukupan energi, protein, mikronutrien
untuk mencapai tumbuh kembang optimal seorang anak dengan
mempertimbangkan usia, jumlah, frekuensi,
konsistensi/tekstur, dan variasi makanan. c. Aman, MP-ASI
disiapkan dan disimpan dengan cara yang higenis, diberikan
menggunakan tangan dan peralatan yang bersih. d. MP ASI
diberikan dengan cara yang benar (terjadwal, prosedur yang
tepat, dan lingkungan yang mendukung.
3. MP-ASI sebaiknya diambil dari makanan keluarga dengan
memperhatikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral terutama zat besi, serta membatasi
penambahan gula dan garam.
4. Perilaku hidup bersih dan sehat, antara lain penggunaan air
bersih, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dengan air
mengalir pada waktu-waktu penting seperti sebelum dan
sesudah menyiapkan makan keluarga, serta sebelum dan
sesudah memegang, menyuapi anak dan menyusui bayi.
Sementara itu, untuk daerah dengan penerapan PSBB dan
terdapat transmisi lokal, pelayanan diberikan secara terbatas.

144
Program PMBA tetap dilaksanakan dengan memperhatikan hal-
hal berikut:
• Memberikan perlindungan, promosi dan dukungan kepada
seluruh ibu menyusui untuk tetap terus menyusui bayinya.
• Mengampanyekan pentingnya ibu tetap menyusui bayinya
selama pandemi, dan menghindari pemberian pengganti ASI.
• Pada saat menyusui ibu tetap memperhatikan prinsip-prinsip
pencegahan penularan, yaitu:
1. Praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD), menyusui dan rawat
gabung pada ibu atau bayi terkonfirmasi positif COVID-19 atau
pasien dalam pengawasan (PDP) yang dirawat di rumah sakit,
mengikuti protap yang ada di RS
2. Ibu menyusui yang sehat dan berstatus Orang Dalam
Pemantauan (ODP) atau Orang Tanpa Gejala (OTG) yang
sedang menjalani isolasi mandiri di rumah, tetap dapat
menyusui secara langsung dengan menerapkan prosedur
pencegahan penularan COVID-19
3. Jika ibu tidak mampu menyusui secara langsung, pemberian
ASI dapat dilakukan dengan memerah ASI, dan ASI Perah (ASIP)
diberikan oleh orang lain yang sehat. Tenaga kesehatan
mengajarkan ibu cara memerah ASI (lebih disarankan
menggunakan tangan) dan jika memerah ASI menggunakan
pompa ASI, pompa dan peralatan yang dipakai termasuk
wadah/botol ASI harus dicuci/ dibersihkan.
4. Ibu dan bayi tetap membatasi kontak dengan orang lain,
meskipun orang lain tersebut terlihat sehat tidak menunjukkan
gejala.
Memastikan tidak ada donasi atau pemberian susu formula
tanpa adanya indikasi medis atau kajian mendalam. Bila
ditemukan atau dilaporkan adanya donasi susu formula, segera
145
lapor ke puskesmas atau dinas kesehatan setempat.
Pengelolaan donasi atau pemberian susu formula dilakukan
oleh dinas kesehatan setempat. • Melakukan identifikasi balita
gizi kurang dan gizi buruk. Sasaran ini menjadi kelompok
prioritas untuk mendapatkan pelayanan kunjungan rumah dan
konseling, selain sasaran ibu yang memiliki masalah menyusui
dan masalah dalam pemberian MP-ASI. • Konseling dilakukan
pada kelompok prioritas dengan melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Melakukan kajian/assessment untuk mengetahui masalah
yang dihadapi ibu melalui telepon/aplikasi chat.
2. Melakukan analisa dari masalah yang dihadapi dan
menyiapkan bantuan praktis untuk diberikan baik di
Puskesmas, di Posyandu, kunjungan rumah, atau melalui
telepon, SMS dan aplikasi chat.
3. Melakukan kesepakatan waktu kunjungan.
4. Menerapkan prosedur pencegahan infeksi.
• Membuat kelompok ibu hamil dan kelompok ibu balita
secara daring untuk diberi informasi penting terkait gizi
ibu hamil, ibu menyusui dan baduta, termasuk
pentingnya gizi seimbang, aktivitas fisik, pembatasan
konsumsi makanan dengan gula garam lemak tinggi, serta
menjaga kebersihan.

Pemberian MT Balita Gizi Kurang


Salah satu bentuk kekurangan gizi yang terjadi di Indonesia
adalah moderate wasting atau gizi kurang atau kurus, yang
ditandai dengan pengukuran berat badan menurut panjang
atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB) yang berada di antara -
3SD sampai kurang dari -2SD. Balita gizi kurang merupakan
146
kelompok rentan yang perlu mendapat penanganan untuk
perbaikan status gizinya. Salah satu penanganan masalah gizi
kurang adalah dengan pemberian makanan tambahan (MT).
Pemberian MT dapat berupa pangan lokal atau biskuit dengan
kandungan 10 vitamin dan 7 mineral penting, ini dimaksudkan
agar balita gizi kurang tidak memburuk status gizinya. Pada
masa pandemi ini, logistik MT harus tersedia setidaknya untuk
tiga bulan, dan harus segera dicukupi untuk tahun berjalan.
Bila pemerintah daerah belum menerapkan PSBB, belum ada
transmisi lokal, serta mobilisasi penduduk antar wilayah yang
sangat minimal. program pemberian makanan tambahan
dilaksanakan sesuai dengan Petunjuk Teknis Makanan
Tambahan Balita dan Ibu Hamil (Kemenkes, 2019). Untuk
daerah dengan penerapan PSBB dan terdapat transmisi lokal,
pelayanan diberikan secara terbatas. Program pemberian MT
tetap dilaksanakan melalui kunjungan rumah atau saat
kunjungan ke Fasyankes. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Tenaga Gizi antara lain:
• Memastikan balita gizi kurang sebagai kelompok prioritas
untuk mendapatkan MT. Walaupun demikian MT ini dapat
diberikan kepada semua balita untuk pencegahan risiko gizi
kurang dan disertai dengan konseling/edukasi gizi.
Saat fasilitas kesehatan dan posyandu melakukan pelayanan
terbatas, maka sesuaikan jadwal kunjungan dengan hari
buka pelayanan (berdasarkan kesepakatan tenaga kesehatan
dan ibu dengan balita gizi kurang).
• Melakukan kunjungan rumah dan memberikan MT, atau
keluarga membantu mengambil MT di fasilitas kesehatan.
• Memberikan edukasi dan konseling gizi (secara daring/tanpa
tatap muka) kepada ibu untuk memastikan konsumsi MT

147
balita dan asupan gizi seimbang. • Membuat kelompok ibu
balita secara daring.
• Melakukan edukasi kepada masyarakat dengan menggunakan
berbagai saluran komunikasi.
• Mengingatkan ibu membuat catatan harian konsumsi MT
untuk dilaporkan ke kader/bidan/Tenaga Gizi.
• Tenaga gizi tetap melakukan pencatatan dan pelaporan
distribusi MT yang mengacu pada Juknis Makanan Tambahan
Balita dan Ibu Hamil (Kemenkes, 2019) dengan aplikasi e-
PPGBM.
Penanganan Gizi Buruk pada Balita
Balita dengan gizi buruk mempunyai dampak jangka pendek
dan panjang, berupa gangguan tumbuh kembang, termasuk
gangguan fungsi kognitif, kesakitan, risiko penyakit degeneratif
di kemudian hari, dan kematian. Balita gizi buruk memiliki 12
kali risiko kematian dibanding mereka yang sehat, kalaupun
Balita gizi buruk tersebut sembuh, akan berdampak pada
tumbuh kembangnya, terutama tumbuh kembang otaknya.
Balita gizi buruk juga mimiliki 3 kali risiko mengalami stunting.
Balita gizi buruk ditandai oleh satu atau lebih tanda berikut:
i) BB/PB atau BB/TB <-3 standar deviasi;
ii) lingkar lengan atas (LiLA) < 11,5 cm pada Balita usia 6-59
bulan;
iii) edema, minimal pada kedua punggung kaki. Sesuai dengan
Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita
(Kemenkes, 2019), Balita yang mengalami gizi buruk dengan
komplikasi medis (bila ditemukan salah satu atau lebih tanda
berikut:

148
anoreksia, dehidrasi berat, letargi atau penurunan kesadaran,
demam tinggi, pneumonia berat, anemia berat) mendapatkan
perawatan rawat inap di rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan yang memiliki fasilitas rawat inap, sedang Balita gizi
buruk tanpa komplikasi medis mendapatkan pelayanan rawat
jalan di fasilitas kesehatan terdekat, kecuali bayi di bawah 6
bulan dan Balita ≥ 6 bulan dengan berat badan di bawah 4 kg,
walaupun tanpa komplikasi medis wajib rawat inap. Dengan
daya tahan tubuh yang sangat rendah, Balita gizi buruk sangat
mudah terjangkit berbagai macam infeksi. Mereka menjadi
kelompok rentan yang perlu mendapat perhatian khusus, dan
penanganannya perlu dipastikan hingga anak menjadi sembuh.
Dalam keadaan normal maupun tanggap darurat, perlu
dipastikan deteksi dini Balita dengan risiko gizi akut
dilanjutkan dengan penanganannya hingga sembuh. Upaya
pencegahan harus dimulai dari ibu hamil melalui kecukupan
gizi pada ibu dan janin yang dikandungnya, serta PMBA optimal
pada bayi dan anak usia 0-23 bulan.
Petugas Kesehatan harus memastikan kesiapan logistik (dengan
minimal stok cadangan untuk 3 bulan) komoditas penting untuk
program gizi (seperti mineral mix, vitamin A, bahan untuk
membuat F75 dan F100 dan produk terapi gizi lainnya) dan
kebutuhan medis rutin sebagai antisipasi gangguan rantai
distribusi. Bila tidak ada stok, atau ketersediaan hanya untuk
tiga bulan, petugas harus melaporkan ke Dinas Kesehatan. Bila
pemerintah daerah belum menerapkan PSBB, belum ada
transmisi lokal, serta mobilisasi penduduk antar wilayah yang
sangat minimal, program penanganan Balita gizi buruk
diberikan sesuai protokol Pedoman Pencegahan dan
Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita (Kemenkes, 2019). Untuk
daerah dengan penerapan PSBB dan terdapat transmisi lokal,
pelayanan diberikan secara terbatas. Program Pelayanan Balita

149
Gizi Buruk tetap dilaksanakan melalui kunjungan rumah dan
kunjungan ke Fasyankes.
• Memastikan Balita gizi buruk tetap mendapatkan pelayanan:
Ì Balita gizi buruk dengan komplikasi medis, tetap dirujuk ke
fasilitas rawat inap. Ì Balita tanpa komplikasi medis (rawat
jalan) tetap diperiksa di Puskesmas/ Poskesdes/Pustu pada
hari buka Fasyankes: Ž Ibu menyesuaikan kunjungan setelah
melakukan perjanjian dengan tenaga kesehatan, minimal
satu kali dalam satu bulan. Ž Ibu mendapatkan F-100 atau
produk terapi gizi lain sesuai dengan pedoman dari bidan
desa atau tenaga gizi, diberikan setiap hari dengan dosis
sesuai berat badan anak.
• Melakukan kunjungan rumah bila ibu Balita gizi buruk tidak
datang ke pelayanan kesehatan pada waktu yang telah
ditentukan.
• Bekerjasama dengan kader untuk memastikan stok F100
atau produk terapi gizi lain sesuai pedoman, tersedia di
rumah Balita gizi buruk.
• Memberikan konseling kepada ibu Balita dengan gizi buruk
untuk memastikan konsumsi F-100 atau produk terapi gizi
lain sesuai pedoman, dikonsumsi sesuai kebutuhan dan dosis
per harinya. Pada situasi ini, konseling dapat dilakukan
melalui sambungan telepon, SMS atau aplikasi chat kepada
ibu Balita gizi buruk/ pengasuh setidaknya satu kali dalam
seminggu.
• Membuat kelompok ibu Balita dengan gizi buruk di group
media sosial secara daring dan memberikan kunci pesan gizi
dan kesehatan.

150
• Mengingatkan ibu untuk membuat catatan harian Konsumsi
F100 atau produk terapi gizi lain untuk dilaporkan ke bidan
/ Tenaga Gizi.
• Tenaga gizi tetap melakukan pencatatan dan pelaporan
yang mengacu pada Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana
Gizi Buruk pada Balita (Kemenkes, 2019) dengan aplikasi e-
PPGBM.
Apabila masa Pandemi COVID-19 telah berakhir, Balita gizi
buruk bisa mendapatkan pelayanan pemeriksaan rutin di
Puskesmas atau Poskesdes. Penapisan Balita Gizi Buruk
• Daerah dengan penerapan PSBB dan terdapat transmisi
lokal, keluarga yang mempunyai Balita diharapkan dapat
memantau kesehatan dan status gizi Balita di rumah masing-
masing mengacu pada buku KIA.
• Memberikan informasi tanda-tanda Balita gizi buruk dan gizi
kurang yang disederhanakan untuk Ibu melalui media.
Tanda-tanda tersebut antara lain: anak kelihatan kurus,
berat badan anak tetap, naik tidak cukup atau cenderung
turun, anak sakit dan tidak mau makan selama berhari-hari,
diare berulang dan semakin parah, anak tidak mau makan
dan minum atau anak tidak mau menyusu.
• Bila ditemukan tanda dan gejala tersebut, ibu dapat kontak
ke bidan desa/ tenaga gizi atau tenaga kesehatan lain atau
kader atau membawa Balita ke fasilitas Kesehatan. Petugas
dapat memberikan pelayanan sekaligus memberikan
konseling tentang PMBA.
• Tenaga kesehatan yang sudah terlatih atau tersosialisasi
penggunaan pita LiLA untuk skrining dapat melakukan
identifikasi anak gizi buruk usia 6-59 bulan melalui

151
kunjungan rumah jika pelaksanaan Posyandu masih ditunda,
dengan menggunakan kriteria yang disederhanakan (LiLA

Pemberian Kapsul Vitamin A


Pemberian kapsul vitamin A sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 Tentang
Upaya Kesehatan Anak, dilakukan pada bulan Februari dan
Agustus. Pemberian dilakukan satu kali pada anak usia 6-11
bulan dan dua kali dalam setahun untuk anak usia 12-59 bulan.
Suplementasi kapsul Vitamin A sangat penting untuk Balita
rentan dalam konteks suatu pandemi penyakit menular. Pada
masa pandemi ini, logistik kapsul vitamin A harus tersedia
untuk seluruh sasaran, dan harus segera dicukupi bila
kemungkinan terjadi kekurangan stok. Suplementasi Vitamin A
harus didistribusikan bersama dengan kampanye vaksinasi
sebagai respon wabah (GAVA CONSESNSUS STATEMENT, 2020).
Bila pemerintah daerah belum menerapkan PSBB, belum ada
transmisi lokal, serta mobilisasi penduduk antar wilayah yang
sangat minimal, program Pemberian Kapsul Vitamin A
diberikan sesuai protokol Panduan Manajemen Suplementasi
Vitamin A (Kemenkes, 2009).
Untuk daerah dengan penerapan PSBB dan terdapat transmisi
lokal, pelayanan diberikan secara terbatas. Program Pemberian
Kapsul Vitamin A dilaksanakan melalui kunjungan rumah atau
di Fasyankes pada bulan Agustus.
• Melakukan pemutakhiran data sasaran Balita bekerjasama
dengan kader satu bulan sebelum pelaksanaan distribusi
vitamin A.
• Melakukan kesepakatan dengan kader untuk pendistrbusian
vitamin A, baik melalui kunjungan rumah atau melalui

152
pembagian di fasilitas kesehatan. Bila dibagikan di fasilitas
kesehatan, ibu diminta untuk tidak membawa anaknya.
Pemberian vitamin A dilakukan oleh ibu atau pengasuhnya di
rumah.
• Bila distribusi dilakukan oleh kader, maka kader membuat
laporan dan mengirimkan ke bidan desa.
• Apabila masa Pandemi COVID-19 telah berakhir, Balita bisa
mendapatkan kapsul vitamin A di Posyandu.

Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu


Kegiatan pemantauan pertumbuhan di Posyandu merupakan
salah satu upaya deteksi dini masalah gizi pada balita. Balita
yang dideteksi mengalami gangguan pertumbuhan berdasarkan
antropometri dan atau tanda klinis perlu segera dirujuk ke
tenaga kesehatan untuk mendapatkan penanganan segera.
Apabila ditemukan balita yang berat badannya tidak naik 2 kali
berturut-turut atau berada di bawah garis merah (BGM), maka
segera dirujuk ke Puskesmas atau Poskesdes untuk dilakukan
konfirmasi berat badan menurut tinggi atau panjang badannya.
Pada situasi pandemi COVID-19, pemantauan pertumbuhan
balita harus tetap dilaksanakan melalui berbagai upaya
alternatif untuk memastikan Balita tetap dapat dipantau
tumbuh kembangnya. Bila pemerintah daerah belum
menerapkan PSBB, belum ada transmisi lokal, serta mobilisasi
penduduk antar wilayah yang sangat minimal, pemantauan
pertumbuhan di Posyandu tetap dilaksanakan dengan
mematuhi prinsip pencegahan infeksi dan physical distancing,
yaitu:

153
• Memastikan area tempat pelayanan Posyandu dibersihkan
sebelum dan sesudah pelayanan sesuai dengan prinsip
pencegahan penularan infeksi.
• Mengatur meja tidak berdekatan (berjarak minimal 1-2
meter).
• Tenaga kesehatan/kader membuat jadwal bergilir dengan
waktu yang jelas untuk ibu dan balita, sehingga tidak perlu
antrian panjang. Maksimal dalam satu Posyandu hanya
terdiri dari 10 orang.
Menghimbau orang tua/pengasuh bayi dan balita membawa
kain atau sarung sendiri untuk penimbangan atau bayi
ditimbang bersama orang tua.
• Kader membantu memastikan bahwa balita dan orang
tua/pengasuh dalam keadaan sehat serta menghimbau agar
bagi yang sakit untuk menunda waktu kunjungan ke
Posyandu.
• Mengatur masuknya pengunjung ke area pelayanan sehingga
tidak banyak orang berkumpul dalam satu ruangan
(maksimal 10 orang di area pelayanan termasuk petugas).
• Menyediakan sarana cuci tangan pakai sabun dengan air
mengalir atau cairan desinfektan di Posyandu.
• Anak yang sudah diimunisasi (disuntik) diminta menunggu di
sekitar (di luar) area pelayanan sekitar 30 menit di tempat
terbuka, sebelum pulang (sesuai prinsip safety injection).
• Kader yang sakit untuk tidak bertugas ke Posyandu.
• Jika memungkinkan, kader memakai Alat Pelindung Diri
(APD), minimal masker.
• Mensosialisasikan dan menjalankan prinsip universal
precaution pencegahan COVID 19 seperti cuci tangan pakai

154
sabun dan air mengalir, etika batuk/bersin dan himbauan
agar yang sakit tidak datang ke Posyandu.
Sementara itu, untuk daerah dengan penerapan PSBB dan
terdapat transmisi lokal, dimana pelayanan Posyandu tidak
dapat dilakukan maka tenaga kesehatan bersama kader
harus mengidentifikasi hasil penimbangan balita sampai
dengan bulan terakhir.
• Balita dengan berat badan normal yang ditandai dengan
hasil penimbangan (BB/U berada di atas atau sama dengan -
2SD), maka pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
anak dapat dilakukan secara mandiri di rumah dan dicatat
pada buku KIA yang dapat diunduh
Balita dengan berat badan kurang yang ditandai dengan
hasil penimbangan (BB/U di bawah -2SD) maka balita perlu
dipantau pertumbuhannya oleh tenaga kesehatan/kader dan
upaya edukasi kepada ibu perlu ditingkatkan
Balita dengan status gizi kurang yang ditandai dengan hasil
penimbangan (BB/ TB di bawah -2SD), maka balita menjadi
prioritas untuk diberikan MT dan dipantau pertumbuhannya
oleh tenaga kesehatan/kader.
• Balita gizi buruk yang ditandai dengan hasil penimbangan
(BB/TB di bawah -3SD), maka tetap harus dilakukan
pelayanan sesuai tata laksana gizi buruk.
Balita yang perlu dipantau oleh tenaga kesehatan/kader
dapat dilakukan melalui kunjungan rumah dengan janji
temu atau melalu alternatif pelayanan yang disepakati
antara tenaga kesehatan, kader dan perangkat
desa/kelurahan setempat
• Prioritas kunjungan rumah dilakukan untuk balita berisiko.
Petugas kesehatan/kader dan orang tua bersama-sama

155
memastikan bahwa pemantauan pertumbuhan tercatat
dengan baik dan memastikan jadwal pelayanan berikutnya.
• Saat Ibu membawa bayi untuk imunisasi di Fasyankes,
penimbangan dapat sekaligus dilakukan dan dicatat dalam
buku KIA.
• Apabila masa Pandemi COVID-19 telah berakhir, balita dapat
kembali di pantau pertumbuhan dan perkembangannya di
Posyandu.

PELAYANAN GIZI REMAJA


Gizi remaja merupakan cerminan masalah gizi pada usia dini
(Balita dan usia sekolah). Upaya pencegahan dan
penanggulangan anemia pada remaja dilakukan dengan
memberikan asupan zat besi yang cukup ke dalam tubuh untuk
meningkatkan pembentukan hemoglobin. Pemberian
suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) sebanyak satu tablet
setiap minggu selama 52 minggu (satu tahun) bertujuan untuk
pencegahan anemia gizi remaja putri dan meningkatkan kadar
hemoglobin secara cepat, serta meningkatkan simpanan zat
besi di dalam tubuh. Edukasi sangat penting untuk
meningkatkan kepatuhan konsumsi TTD. Pesan kunci yang
dapat digunakan:
• Pentingnya asupan gizi seimbang, khususnya makanan
bersumber protein, kaya zat besi; mengurangi asupan
makanan mengandung tinggi gula, garam dan lemak; dan
tidak mengkonsumsi TTD bersamaan dengan minuman yang
menghambat penyerapan zat besi seperti teh, kopi dan
susu. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi, TTD dapat
dikonsumsi bersama makanan atau minuman bersumber
vitamin C.

156
• Efek samping yang mungkin timbul dari mengkomsumsi TTD
yaitu nyeri/ perih di ulu hati, mual serta tinja berwarna
kehitaman (yang berasal dari sisa zat besi yang dikeluarkan
oleh tubuh melalui feses).
• Efek samping tidak dialami oleh setiap orang dan akan
hilang dengan sendirinya. Rematri dapat dianjurkan untuk
minum TTD setelah makan dengan makanan bergizi
seimbang untuk mengurangi efek samping. Surat Edaran
Mendikbud No.4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan
Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus
Disease (COVID-19) salah satunya berisi tentang ketentuan
proses belajar di rumah selama masa darurat COVID-19.
Kondisi ini tentunya berpengaruh pada kegiatan kesehatan
di sekolah termasuk pemberian TTD pada rematri. Pada
masa pandemi COVID-19, kondisi anemia berpotensi untuk
menurunkan daya tahan tubuh dan berisiko terkena infeksi,
termasuk infeksi corona virus. Dengan demikian rematri
tetap harus mengkonsumsi TTD untuk meningkatkan daya
tahan tubuhnya. Agar kegiatan TTD rematri tetap berjalan
dalam situasi pandemi ini, maka diperlukan penyesuaian
dalam pemberian TTD untuk remaja putri.
Bila pemerintah daerah memutuskan untuk tidak ada
penutupan sekolah, program Pemberian TTD remaja dilakukan
dengan tetap mematuhi prinsip pencegahan infeksi dan
physical distancing serta pemberian dan manajemen
suplementasi tablet tambah darah dilakukan merujuk pada
Pedoman Pemberian Tablet Tambah Darah untuk Rematri dan
WUS (Kemenkes, 2016). Pada daerah dengan penerapan PSBB
dan terdapat transmisi lokal, dimana terjadi penutupan
sekolah, dan keterbatasan pelayanan kesehatan, maka
diperlukan strategi berikut:

157
• Memastikan ketersediaan TTD untuk semua rematri selama
masa pandemi
• Memastikan koordinasi berjalan baik dengan pemangku
kepentingan. Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Dinas/
Kantor Agama merumuskan jalur komunikasi dari tingkat
kabupaten hingga tingkat desa dan sekolah.
• Merumuskan panduan detail tentang program kelanjutan
program pemberian TTD sesuai dengan kebijakan
Pemerintah Daerah mengenai status zonasi setempat.
• Komunikasikan secara berkala pentingnya tetap
mengonsumsi TTD bagi rematri untuk mencegah anemia,
termasuk bagaimana mencegah dan mengatasi efek samping
dari minum TTD.
• Tenaga kesehatan melakukan monitoring dan evaluasi
program TTD remaja serta pelaporannya
Jika sebelum pelaksanaan belajar di rumah (study from home/
SFH) sekolah sudah membagikan TTD kepada rematri,
lanjutkan dengan memberikan edukasi yang dapat dilakukan
antara lain melalui pembuatan kelompok murid dalam aplikasi
chat atau media sosial yang selama ini digunakan siswa dan
guru. Tetapi jika sekolah tidak memberikan TTD kepada
rematri sebelum belajar dari rumah/ Study from Home (SFH):
Bila memungkinkan sekolah/ Puskesmas/ melalui tenaga gizi/
bidan/ kader dapat mendistribusikan TTD kepada rematri atau
rematri mendapatkan TTD secara mandiri.
• Puskesmas dan Dinas Kesehatan akan menjamin
ketersediaan TTD untuk disalurkan kepada rematri.
• Guru pembina UKS/ wali kelas diharapkan dapat
mengingatkan siswa untuk meminum TTD mandiri dengan

158
melalui group media sosial secara daring yang biasa
digunakan bersama siswa.
• Jika sekolah masih beroperasi dan rencana akan ditutup
sementara, guru harus membekali siswa dengan TTD selama
masa SFH dan masa libur, dan mengingatkan siswa untuk
minum TTD setiap minggu secara teratur dengan cara yang
benar untuk menghindari efek samping.
• Konsumsi TTD dapat dicatat pada kartu kontrol minum TTD
maupun raport kesehatanku.
• Sekolah melaporkan hasil pantauan secara berjenjang
hingga ke Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten melalui
berbagai media seperti email, SMS atau aplikasi chat.
• Untuk memudahkan pelaporan kepatuhan TTD dapat
dilakukan melalui aplikasi “Ceria” (Cegah Anemia Remaja
Indonesia). Bila pandemi sudah berakhir, dan sekolah sudah
kembali berjalan normal, rematri meneruskan minum TTD
bersama-sama di sekolah, setiap minggu.

159
Evaluasi :
1. Jelaskan pengertian ilmu gizi?
2. Jelaskan prinsip pencegahan dalam pelayanan konseling &
edukasi gizi di era pandemi?
3. Jelaskan program yang diberikan kepada remaja untuk
menurunkan kejadian anemia?
4. Jelaskan cara menghitung IMT pada usia anak-anak, remaja
& dewasa?

160
BAB VIII
INFERTILITAS

1. Pengertian
Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk
mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan seksual,
tanpa kontrasepsi, selama satu tahun (Sarwono,497).
Infertilitas (kamandulan) adalah ketidakmampuan atau
penurunan kemampuan menghasilkan keturunan (Elizbeth,
639).
Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana
pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun
telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali
seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa
menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun
2. Jenis Infertilitas
a. Infertile primer
Berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum
pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan
seksual sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa menggunakan
alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b. Infertile sekunder
Berrti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi
setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali
perminggu tanpa menggunakan alat atau metode
kontrasepsi jenis apapun.

161
c. Etiologi
Sebanyak 60% – 70% pasangan yang telah menikah akan
memiliki anak pada tahun pertama pernikahan mereka.
Sebanyak 20% akan memiliki anak pada tahun ke-2 dari usia
pernikahannya. Sebanyak 10% - 20% sisanya akan memiliki
anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak pernah memiliki
anak.
Walaupun pasangan suami istri dianggap infertile bukan
tidak mungkin kondisi infertile sesungguhnya hanya dialami
oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut dapat dipahami
karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan
dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama
antara suami dan istri
Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua factor
yang harus dipenuhi adalah:
a. Suami memiliki system dan fungsi reproduksi yang
sehat sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan
sel kelamin pria (spermatozoa) kedalam organ
reproduksi istri
b. Istri memiliki system dan fungsi reproduksi yang sehat
sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel
telur atau ovarium). (Djuwantono,2008,2)
Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada
wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa
suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian
infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%.
Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas
terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.

162
3. Faktor Penyebab a. Pada wanita
1) Gangguan organ reproduksi :
1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina
akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang
akan menghambat transportasi sperma ke vagina.
2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen
yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila
mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam
rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks
yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup
serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh
malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus,
mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan
terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan
fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang.
4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan
adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum
dan sperma tidak dapat bertemu.
5. Gangguan ovulasi, gangguan ovulasi ini dapat terjadi
karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya
hambatan pada sekresi hormone FSH dan LH yang
memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini
dapat terjadi karena adanya tumor cranial stress, dan
pengguna obat-obatan yang menyebabkan terjadinya
disfungsi hiotalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan
sekresi kedua hormone ini. Maka folikel mengalami
hambatan untuk matang dan berakhir pada gangguan
ovulasi.

163
6. Kegagalan implantasi, wanita dengan kadar progesteron
yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan
endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan,
proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik.
Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah
abortus.
7. Endometriosis
2) Faktor immunologis, apabila embrio memiliki antigen yang
berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai
respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan
abortus spontan pada wanita hamil.
3) Lingkungan, paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok,
gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan
toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi
yang akan mempengaruhi kesuburan.
Pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan
infertilitas pada pria yaitu:
1. Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
2. Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia
3. Abnormalitas ereksi
4. Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan
perubahan komposisi kimiawi
5. Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan
parut sehingga terjadi penyempitan pada obstruksi pada
saluran genital
6. Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti kanker.

164
Faktor-Faktor Infertilitas Yang Sering Ditemukan
Factor-faktor yang mempengaruhi infertilitas pasangan sangat
tergantung pada keadaan local, populasi dan diinvestigasi dan
prosedur rujukan.
1. Faktor koitus pria
Riwayat dari pasangan pria harus mencakup setiap
kehamilan yang sebenarnya, setiap riwayat infeksi
saluran genital, misalnya prostates, pembedahan atau
cidera pada genital pria atau daerah inguinal, dan
setiap paparan terhadap timbel, cadmium, radiasi atau
obat kematerapeutik. Kelebihan konsumsi alcohol atau
rokok atau paparan yang luar biasa terhadap panas
lingkungan harus dicari.
2. Faktor ovulasi
Sebagian besar wanita dengan haid teratur (setiap 22 –
35hari) mengalami ovulasi, terutama kalau mereka
mengalami miolimina prahaid (misalnya perubahan
payudara, kembung, dan perubahan suasana hati).
3. Faktor serviks
Selama beberapa hari sebelum ovulasi, serviks
menghasilkan lender encer yang banyak yang
bereksudasi keluar dari serviks untuk berkontak dengan
ejakulat semen. Untuk menilai kualitasnya, pasien
harus diperiksa selama fase menjelang pra ovulasi (hari
ke-12 sampai 14 dari siklus 28 hari).

165
4. Faktor tuba-rahim
Penyumbatan tuba dapat terjadi pada tiga lokasi: akhir
fimbriae, pertengahan segmen, atau pada istmus kornu.
Penyumbatan fimbriae sajauh ini adalah yang banyak
ditemukan. Salpingitis yang sebelumnya dan
penggunaan spiral adalah penyebab yang lazim,
meskipun sekitar separohnya tidak berkaitan dengan
riwayat semacam itu. Penyumbatan pertengahan
segmen hamper selalu diakibatkan oleh sterilisasi tuba.
Penyumbatan semacam itu, bila tak ada riwayat ini,
menunjukan tuberculosis. Penyumbatan istmus kornu
dapat bersifat bawaan atau akibat endometriosis,
adenomiosis tuba atau infeksi sebelumnya. Pada 90%
kasus, penyumbatan terletak pada istmus dekat tanduk
(kornu) atau dapat melibatkan bagian dangkal dari
lumen tuba didalam dinding organ.
5. Faktor peritoneum
Laparoskopi dapat menengali patologi yang tak
disangka-sangka sebelumnya pada 30 sampai 50%
wanita dengan infertilitas yang tak dapat diterangkan
ndometriosis adalah penemuan yang paling lazim.
Perlekatan perianeksa dapat ditemukan, yang dapat
menjauhkan fimbriae dari permukaan ovarium atau
menjebak oosit yang dilepaskan.
6. Penatalaksanaan Infertilitas
1. Wanita
a. Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendir
serviks puncak dan waktu yang tepat untuk coital
b. Pemberian terapi obat, seperti

166
c. Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang
disebabkan oleh supresi hipotalamus, peningkatan
kadar prolaktin, pemberian tsh.
d. Terapi penggantian hormon
e. Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal
f. Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan
dan penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat
g. GIFT (gemete intrafallopian transfer)
h. Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba
yang rusak secara luas
i. Bedah plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate,
j. Pengangkatan tumor atau fibroid
k. Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika
atau kemoterapi
2. Pria
a. Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah
antibodi autoimun, diharapkan kualitas sperma
meningkat
b. Agen antimikroba
c. Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk
stimulasi kejantanan
d. HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme
e. FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis
f. Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor
hipofisis atau hipotalamus

167
g. Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi
subfertilitas idiopatik
h. Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas
sperma
i. Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang
terkoreksi. Seperti, perbaikan nutrisi, tidak
membiasakan penggunaan celana yang panas dan
ketat perhatikan penggunaan lubrikans saat coital,
jangan yang mengandung spermatisida.

Evaluasi :
1. jelaskan konsep infertilitas?
2. Jelaskan jenis-jenis infertilitas?
3. temukan kasus dimasyarakat terkait dg infertilitas & berikan
problem solving?

4. Faktor resiko gangguan pada organ reproduksi?

168
BAB IX
GANGGUAN HAID

1. Kelainan Dalam Banyaknya Darah Dan Lamanya perdarahan


Haid
1. Hipermenorea (Menoragia)
Perdarahan Haid Yang Lebih Banyak Dari Normal Atau
Lebih Lama (lebih dari 8 Hari)
Penyebab: Mioma Uteri, Polip endometrium, irregular
endrometrial shedding.
2. Hipomenorea
Perdarahan Haid yang lebih pendek dan/atau kurang
dari biasanya Penyebab: Pasca Miomektomi, gangguan
endokrin
2. Kelainan Dalam siklus Haid
1. Polimenorea
Siklus Haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari 21
hari) Penyebab: Gangguan Hormonal yang
mengakibatkan gangguan ovulasi, peradangan,
endometriosis
2. Oligomenorea
Siklus Haid lebih panjang dari biasanya (lebih dari 35
hari)
Penyebab: Gangguan Hormonal yang mengakibatkan
gangguan ovulasi, peradangan

169
3. Amenorea
Keadaan tidak datang haid untuk sedikitnya 3 bulan
berturut-turut Klasifikasi:

• Amenore Primer: Usia 18


th/ lebih belum haid

Penyebab: Adanya kelainan congenital contoh: Hymen


imperforate, septum vagina, kelainan genetik
• Amenore Sekunder: Penderita pernah Haid, kemudian
tidak haid
Penyebab: Gangguan gizi, tumor, infeksi, hamil, masa
laktasi, menopause
3. Perdarahan Diluar Haid
Metrorargia adalah Perdarahan yang terjadi dalam masa
antara 2 haid
Penyebab:
• Pada Servik (polip, erosio, ulkus, karsinoma servik)

• Pada Korpus Uteri (polip, abortus, mola,


koriokarsinoma, subinvolusio, karsinoma, mioma)
• Pada Tuba (KET, Radang, Tumor)

• Pada Ovarium (Radang, Kista, Tumor)

4. Gangguan Lain Dalam Hubungan Dengan Haid


a. Dismenorea
Adalah Nyeri Pada Saat Haid Klasifikasi :
1) Dismenorea Primer
Adalah Nyeri Haid yang dijumpai tanpa kelainan pada
alat-alat genital yang nyata (Biasanya mulai terjadi

170
beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12
bulan atau lebih)
Ciri :
• Nyeri berupa kejang berjangkit-jangkit, terbatas pada
perut bawah, dapat menyebar ke daerah pinggang dan
paha. Biasanya disertai rasa mual, muntah, sakit
kepala, diare, iritabilitas. dsb
2) Dismenorea Sekunder
Adalah Adalah Nyeri Haid yang dijumpai karena
gangguan ekstrinsik)
Penyebab :
• Salpingitis, endometriosis, stenosis servisitis uteri

b. Premenstual Tension (tegangan Pra Haid)


Adalah Keluhan-keluhan yang biasanya mulai pada satu
minggu sampai beberrapa hari sebelum datangnya haid.
Adakalanya terus berlangsung sampai haid berhenti
Gejala :
Keluhan-keluhan yang biasanya mulai pada satu minggu
sampai beberrapa hari sebelum datangnya haid.
Adakalanya terus berlangsung sampai haid berhenti
Gejala Pada Kasus Yang Lebih Berat :
Depresi, rasa ketakutan, gangguan konsentrasi.
c. Viccarious Menstruation
Adalah Keadaan Dimana Terjadi Perdarahan
Ekstragenital Dengan Interval Periodik Yang Sesuai
Dengan Siklus Haid Gejala :

171
Terjadi Perdarahan Pada Mukosa Hidung, Lambung,
Usus, Paru-paru, Mamae, Kulit.
Penyebab :
Peningkatan Kadar estrogen yang dapat menyebabkan
edema dan kongesti pada alat-alat lain di luar alat-alat
genital
d. Mittelschmerz Dan Perdarahan Ovulasi
Adalah Keadaan Dimana Terjadi Nyeri antara haid
sekitar pertengahan siklus haid, atau saat ovulasi. Rasa
Nyeri dapat disertai atau tidak disertai dengan
perdarahan
Gejala :
Nyeri tidak mengejang, tidak menjalar dan tidak
disertai mual dan muntah.
Biasanya hanya terjadi beberapa Jam, tetapi pada
beberapa kasus lain dapat terjadi sampai 2-3 hari.
e. Mastalgia
Adalah Rasa Nyeri dan Pembesaran Mammae sebelum
Haid Penyebab :
Adanya Edema & Hyperemia karena peningkatan relatif
dan kadar estrogen.

Evaluasi :
1. Jelaskan jenis-jenis gangguan haid pada wanita?
2. Jelaskan penatalaksanaan (ASKEB) untuk wanita yang
mengalami gangguan menstruasi?
3. Jelaskan faktor resiko gangguan menstruasi?

172
BAB X
ANALISIS GENDER MODEL GENDER ANALYSIS
PATHWAY (GAP)

A. Pengertian Gender Analysis Pathway (GAP)


Gender Analysis Pathway (GAP) adalah suatu alat analisis
gender yang dapat digunakan untuk membantu para
perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender
dalam perencanaan kebijakan/program/kegiatan
pembangunan. Dengan menggunakan GAP, para perencana
kebijakan/program/kegiatan pembangunan dapat
mengidentifikasi kesenjangan gender (gender gap) dan
permasalahan gender (gender issues) serta sekaligus
menyusun rencana kebijakan/program/kegiatan
pembangunan yang ditujukan untuk memperkecil atau
menghapus kesenjangan gender tersebut. (Bappenas, 2001)
B. Tujuan Pelaksanaan Gender Analysis Pathway (GAP)
Gender Analysis Pathway (GAP) dilakukan untuk:
1. Membantu perencana dalam menyusun perencanaan
program responsif gender.
2. Mengidentifikasi kesenjangan gender dilihat dari akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat yang diperoleh warga laki-
laki maupun perempuan.
3. Mengetahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender.
4. Merumuskan permasalahan sebagai akibat adanya
kesenjangan gender.
5. Mengidentifikasi langkah-langkah/ tindakan intervensi yang
diperlukan.
173
174
175
176
Format isian GAP dapat dibuat landscape ataupun portrait.
Pilihan format landscape atau portrait lebih mengacu pada
kemudahan para perencana SKPD dalam pengisian dan atau
mengacu pada pedoman yang berlaku di masing-masing
daerah.

177
178
179
Format GAP
Lembar Kerja Gender Analysis Parhway (GAP
Tahap I Tahap II Tahap III

Analisis Kebijakan Yang Responsif Gender Formulasi Pengukuran


Kebijakan & SKP
Rencana
Aksi
Kedepan

Langkah 1 Lang Langka Langka Langk Lang Lang Lang Lang


kah h3 h ah kah 6 kah kah kah
2 7 8 9
4 5

Isu Gender Kebijakan & rencana Aksi

Kebijakan/ Data Faktor Sebab Sebab Refor Ren Data Indi

180
Program/ Pem Kesenj kesenj Kesej masi cana Dasa katir
buka angan angan angan Tuju Aksi r Gen
Kegiatan
waw (AKses Intern Ekster an Base der
asan , al nal line
Data partisi
pilah pasi,
Gen Kontro
der l,
Manfa
at)

TAHAPAN ANALISIS GENDER MODEL GENDER ANALYSIS PATH


WAY
Tujuan Meningkatkan kemampuan aparat pemerintah daerah
untuk melakukan analisis gender model GAP pada bidang
pembangunan sesuai tugas dan fungsi SKPD-nya, mencakup:
a. Kemampuan memilih dan menganalisis kebijakan/program
prioritas sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD untuk memecah
kan isu-isu gender
b. Kemampuan menyajikan dan menganalisis data terpilah
menurut jenis kelamin, mencakup: akses, partisipasi,
kontrol dan manfaat;
c. Kemampuan menganalisis faktor penyebab isu gender dilihat
dari tahapan perencanaan, faktor internal dan faktor
eksternal
d. Kemampuan merumuskan tujuan kebijakan/program
responsif gender
e. Kemampuan menyusun Rencana Aksi Responsif Gender
sesuai dengan faktor penyebab kesenjangan gender yang
sudah teridentifikasi pada langkah 3,4,5 f. Kemampuan

181
merumuskan kinerja dan indikator kinerja pada output dan
outcome.
Terdapat 9 (sembilan) langkah Gender Analysis Pathway (GAP).
Langkah tersebut terbagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu tahap
analisis kebijakan yang responsif gender, tahap formulasi
kebijakan yang responsif gender dan tahap pengukuran hasil.
Pada tahap analisis kebijakan yang responsif gender, terdapat
5 langkah, yaitu:
1. Identifikasi tujuan kebijakan/program/kegiatan
pembangunan yang ada saat ini.
2. Sajikan data pembuka wawasan terpilah menurut jenis
kelamin.
3. Temu kenali isu gender di proses perencanaan kebijakan/
program/ kegiatan.
4. Temu kenali isu gender di internal lembaga/ budaya
organisasi.
5. Temu kenali isu gender di eksternal lembaga. Pada tahap
formulasi dan rencana aksi ke depan, terdapat 2 (dua)
langkah yang harus dilakukan, yaitu: 1) Rumuskan kembali
tujuan kebijakan/ program/ kegiatan 2) Susun rencana aksi
yang responsif gender Pada tahap pengukuran hasil terdapat
2 (dua) langkah yang harus dilakukan, yaitu: 1) Menetapkan
baseline 2) Menetapkan indikator gender, baik indikator
output maupun outcome. Dengan analisis gender model GAP
maka setiap SKPD dapat merumuskan kebijakan/ program/
kegiatan responsif gender sesuai tugas dan fungsinya.
Tahap analisis kebijakan responsif gender bertujuan
menganalisis kebijakan pembangunan yang ada dan
mengidentifikasi adanya kesenjangan dan permasalahan gender
berdasarkan data terpilah menurut jenis kelamin.
182
Tahapan yang harus dilakukan:
Langkah 1: Pilih Kebijakan/program/kegiatan yang akan
dianalisis Kebijakan/ program/ kegiatan yang dipilih
hendaknya mempunyai daya ungkit yang besar dalam
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender ataupun
mendukung kebijakan prioritas pemerintah seperti: Millennium
Development Goals (MDGs), Education for All (EFA), dll.
Dengan cara ini, maka kebijakan/ program/ kegiatan yang
dipilih diharapkan mampu mewujudkan visi misi Kepala
Daerah, program prioritas nasional ataupun komitmen
internasional seperti MDGs, EFA, dll. Langkah berikut setelah
memilih program adalah mengidentifikasi tujuan program/
kegiatan pembangunan yang ada. Pada tahap ini, analis perlu
mencermati dokumen kebijakan yang sudah ada seperti
RPJMD/ Renstra SKPD/ Renja SKPD. Selanjutnya tuliskan tujuan
program/ kegiatan ke dalam tabel kerja GAP

183
Contoh : Visi Misi Provinsi X

Berdasarkan rumusan visi dan misi Provinsi X diatas, analis bisa


memilih program atau kegiatan yang berdaya ungkit cukup
besar dalam mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah
sesuai tugas dan fungsi SKPD-nya. Misalnya karena berasal dari
SKPD Pendidikan, analis memutuskan memilih untuk
mewujudkan misi ke-2, yaitu Mewujudkan Sumberdaya Manusia
Provinsi X yang Handal. Selanjutnya, cermati operasionalisasi
dari misi ke-2. Dokumen RPJMD Provinsi X 2012-2017
menyebutkan: Berdasarkan rumusan misi tersebut selanjutnya
analis memilih salah satu program yang berpotensi
mewujudkan visi misi daerah. Misalnya Program Peningkatan
Kualitas Tenaga Pendidik dan Kependidikan. “Mewujudkan
Sumberdaya Manusia Provinsi X yang Handal adalah

184
pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya
saing yang meliputi peningkatan, perluasan dan pemerataan
akses pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat, peningkatan
penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian,
pengembangan, dan penerapan menuju inovasi secara
berkelanjutan, peningkatan kesadaran emosional dan spritual,
peningkatan kualitas peran masyarakat di bidang keagamaan,
seni, sosial budaya, adat, olahraga, politik, dan keamanan,
serta pembangunan infrastruktur dan suprastruktur pendukung
yang relevan dan berkualitas.” Berdasarkan rumusan misi
tersebut selanjutnya analis memilih salah satu program yang
berpotensi mewujudkan visi misi daerah. Misalnya Program
Peningkatan Kualitas Tenaga Pendidik dan Kependidikan.

185
Contoh Analisis Kebijakan Responsif Gender Dinas Pendidikan
Langkah 1:

186
Langkah 2: Sajikan data pembuka wawasan terpilah menurut
jenis kelamin
Pengertian Data Terpilah Data terpilah berdasarkan jenis
kelamin (sex-disaggregated data) adalah data kuantitatif atau
data kualitatif berdasarkan jenis kelamin yang menggambarkan
peran dan kondisi umum mereka dalam setiap aspek kehidupan
di masyarakat. Selain itu, data terpilah berdasarkan jenis
kelamin dapat pula berupa data yang menjelaskan insiden
khusus yang tidak bisa diperbandingkan antar jenis kelamin
seperti Angka Kematian Ibu (AKI), kanker leher rahim, korban
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), korban perdagangan
orang (trafficking). Tabel berikut adalah contoh data terpilah
menurut jenis kelamin.

Siapa yang berada dalam keadaan tertinggal?


Apakah ketertinggalan tersebut semaki mengecil dari tahun ke
tahun atau justru sebaliknya?
Ketertinggalan salah satu jenis kelamin dibandingkan jenis
kelamin lainnya dapat dihitung berdasarkan disparitas gender

187
ataupun indeks paritas gender. Tabel 4.1 dibawah ini
merupakan contoh penghitungan disparitas gender dan indeks
paritas gender yang dapat dicermati.

Tabel 4.3: Disparitas Gender dan Indeks Paritas Gender Angka


Melek Huruf (AMH) Provinsi X Tahun 2005-2010

Data Tabel 4.3 Menunjukkan adanya kesenjangan


gender dengan angka melek huruf perempuan lebih tertinggal
dibandingkan AMH laki-laki dengan disparitas gender 5-10 pada
tahun 2005 dan menurun menjadi 4-6,7 pada tahun 2010.
Sedangkan indeks paritas gendernya tidak mengalami
perbaikan signifikan.
Contoh lain perhitungan dan penggunaan data terpilih, dapat
terlihat pada gambar 4.4. Data insiden khusus berupa Angka
Kematian Bayi pada tingkat nasional dibandingkan dengan
Provinsi X.

188
Bila dicermati, data pada gambar 4.2. menunjukkan adanya
penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) baik pada provinsi X
maupun pada tingkat nasional. Meski demikian, AKB di Provinsi
X masih lebih tinggi dibandingkan (AKB) di Indonesia.
Sementara data pada gambar 4.3. menunjukkan adanya
penurunan Angka Kematian Ibu di Provinsi X dari 133/100.000
pada tahun 2009 menjadi 118/100.000 pada tahun 2012.

189
Gambar 4.3. : Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi X per-
100.000 kelahiran hidup, 2009 – 2012

Kegunaan data terpilih


Data terpilah menurut jenis kelamin berguna untuk:
1. Mengetahui perbedaan keadaan perempuan dan laki-laki
berdasarkan tempaat & waktu berbeda.
Melihat hasil intervensi pembangunan terhadap perempuan &
laki-laki.
Memberi input/masukan untuk melakukan analisis gender
Mengidentifikasi masalah, membangun opsi dan memilih opsi
yang paling efektif untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender.

190
Jenis data Terpilah
Data Time series yaitu data yang menggambarkan perbedaan
keadaan perempuan dan laki-laki dan atau keadaan insiden
khusus berdasarkan perbedaan waktu.
Data spasial yaitu data yang menggambarkan perbedaan
keadaan perempuan dan laki-laki dan aatau keadaan insiden
khusus berdasarkan perbedaan wilayah.
Data yang bersifat khusus, yaitu data yang menunjukkan
insiden khusus seperti AKI, kekerasan terhadap perempuan,
korban HIV/AIDS
Data hasil kegiatan, yaitu data yang menunjukkan hasil
kegiatan seperti peserta pelatihan/kursus.

Data bisa disajikan secara:


Daya statistic kuantitatif yaitu berupa angka-angka
Data kualitatif, seperti data yang diperoleh dari obseravsi,
focus group
Discussion (FGD) wawancara mendalam, atau data hasil riset
kualitatif.

Sumber data terpilah


Sumber data pembuka wawasan bisa berupa:
Hasil baseline study
Hasil intervensi kebijakan/ program/kegiatan yang sedang dan
sudah

191
Dilakukan ataupun data yang berupa pencatatan pelaporan
internal SKPD tentang intervensi yang sudah dan sedang
dilakukan.

Data terpilah yang disajikan pada Gender Analysis Pathway


(GAP) langkah ke-2 harus relevan dengan kebijakan/ program/
kegiatan yang dianalisis. Contoh data terpilah bidang
pendidikan yang relevan dengan perluasan akses dan
pemerataan pendidikan antara lain:

Angka partisipasi sekolah, angka partisispasi kasar, angka


partisipasi murni, angka melek aksara baik laiki-laki maupun
perempuan, angka melek aksara baik laki-laki maupun
perempuan, angka putus sekolah baik pada laki-laki maupun
perempuan, angka melanjutkan sekolah.

192
193
Langkah 3:
Temu kenali isu gender di proses perencanaan kebijakan/
program/ kegiatan Isu gender pada proses perencanaan
kebijakan/ program/ kegiatan dapat dilihat pada aspek Akses,
Partisipasi, Kontrol dan Manfaat APKM. ang dimaksud dengan
data akses, adalah data tentang peluang memanfaatkan
sumberdaya, mencakup: (1) sumberdaya alam; (2) sumberdaya
manusia; (3) sumberdaya keuangan; dan (4) ketersediaan
layanan pemerintah. Contoh data akses adalah: Proporsi laki-
laki dan perempuan yang berpeluang mengolah hasil hutan
Proporsi laki-laki dan perempuan yang mengikuti pelatihan
pemenfaatan hasil hutan
Jumlah laki-laki dan perempuan yang mendapat akses bantuan
modal usaha.
Jumlah ibu yang melahirkan di rumah bersalin.

Yang dimaksud dengan data partisipasi adalah data yang


menunjukan Knowledge, Attitude, Practice dari seseorang,
kelompok, atau masyarakat dalam aktivitas pembangunan,
mencakup aktivitas perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi. Contoh data partisipasi adalah: r Perencanaan:
jumlah perempuan dan laki-laki peserta Musrenbang.
Monitorig dan evaluasi
Yang dimaksud dengan data kontrol adalah data yang
menunjukan kemampuan seseorang dan atau masyarakat untuk
mengambil keputusan guna melakukan atau tidak melakukan
sesuatu. Contoh data kontrol adalah: r Individu, misalnya
jumlah perempuan yang mampu memutuskan untuk
memanfaatkan bantuan modal usaha dalam pengembangan
ekonomi kreatif.
194
Kelompok atau masyarakat, misalnya jumlah perempuan
pengurus koperasi usaha Bersama.
Yang dimaksud dengan data manfaat adalah data dari manfaat
hasil pembangunan yang dirasakan secara langsung maupun
tidak langsung oleh masyarakat. Misalnya jumlah penerima
bantuan sosial tahun tertentu, proporsi petani perempuan yang
meningkat pendapatannya setelah menerima bantuan alat
produksi pertanian, data kecenderungan (trend) dari suatu
kejadian, atau fenomena yang berkembang (seperti Indeks
Pembangunan Gender) selama 3 (tiga) tahun atau data APK
selama 3 tahun).

195
Contoh: Analisis kebijakan responsive gender Dinas Pendidikan
Langkah 3

196
Langkah 4: Temu kenali isu gender di internal lembaga/
budaya organisasi Pada tahap ini analisis perlu menemukenali
isu gender di internal lembaga/ SKPD seperti ada tidaknya
produk hukum yang mendukung kesetaraan dan keadilan
gender, ada tidaknya kebijakan yang mendorong terwujudnya
kesetaraan dan keadilan gender, ada tidaknya pemahaman
pengambil keputusan dan perencana pada internal lembaga
tentang kesetaraan dan keadilan gender, ada tidaknya budaya
organisasi yang mendorong terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender. r Contoh produk hukum di internal lembaga,
misalnya peraturan Gubernur/Bupati/Walikota tentang uji
coba PPRG, komitmen pimpinan lembaga untuk
mengintegrasikan gender sebagai bagian dalam menjalankan
tugas dan fungsi SKPD-nya. r Contoh kebijakan yang mendorong
terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender, misalnya
kebijakan daerah yang menugaskan setiap SKPD menyusun data
terpilah menurut jenis kelamin sesuai bidang tugas SKPD. r
Contoh pemahaman pengambil keputusan untuk
mengintegrasikan gender, misalnya pemahaman konsep
Kesetaraan dan Keadilan Gender yang relevan dengan tugas
dan fungsi SKPD-nya, ketrampilan melakukan analisis gender
sesuai bidang tugas dan fungsi SKPD-nya, ketrampilan
menyusun PPRG sesuai tugas dan fungsi SKPD-nya. r Contoh
budaya organisasi, misalnya dibuatnya kesepakatan pada
internal organisasi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender yang dapat dituangkan dalam media komunikasi,
informasi dan edukasi seperti banner, spanduk, lea!et,
peraturan pimpinan SKPD, dsbnya.

197
Contoh: Analis Kebijakan Responsif Gender Dinas Pendidikan
Langkah 4:

198
Langkah 5: Temu kenali isu gender di eksternal lembaga Pada
tahap ini analisis perlu menemukenali isu gender di eksternal
lembaga seperti: (1) masih kuatnya budaya patriarki3, (2)
adanya gender stereotipi, (3) adanya sub-ordinasi; (4) adanya
beban ganda; (5) adanya marginalisasi; (6) adanya kekerasan
terhadap salah satu jenis kelamin.
Contoh Analisis kebijakan responsive gender Dinas Pendidikan,
Langkah 5:

199
200
201
202
203
204
205
206
Evaluasi :
1. Jelaskan pengertian GAP?
2. Analisis Kebijakan menggunakan GAP terkait program KB di
Dinas Kesehatan?
3. Analisis Kebijakan menggunakan GAP terkait program
Stunting di Dinas Kesehatan?

207
208
BAB XI
ABORSI

A. Pengertian Aborsi
Aborsi adalah pemusnahan makhluk manusia yang
belum mampu untuk hidup dari kandungan ibu melalui
campur tangan manusia, entah dengan membunuhnya
sebelum dikeluarkan dari kandungan, atau dengan
membiarkannya mati di luar kandungan. (Karl-Heinz
Peschke).
Pendapat lain mengatakan bahwa aborsi adalah
keluarnya janin yang tidak dapat hidup lagi, yang terjadi
menjelang habisnya bulan keempat dari kehamilan (As’ad
Sungguh).
Kamus Bahasa Indonesia mengartikan aborsi atau
abortus sebagai terpencarnya embrio yang tidak mungkin
lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari kehamilan).
(KBBI).
Menurut Para Ahli Dalam pembicaraan mengenai
aborsi, beberapa ahli mendefinisikan aborsi sebagai
berikut:
1. Menurut N.J. Eastman, aborsi adalah keadaan
terputusnya suatu kehamilan di mana fetus belum
sanggup berdiri sendiri di luar uterus. Keadaan belum
sanggup di sini diartikan bahwa apabila fetus itu
beratnya terletak antara 400-1000 gr atau kehamilan
kurang dari 28 minggu.
2. Menurut Jeffcoat, aborsi adalah pengeluaran hasil
konsepsi sebelum 28 minggu.

209
3. Menurut Holmer, aborsi yaitu terputusnya kehamilan
sebelum minggu ke16, di mana plasentasi belum
selesai.
B. Macam-Macam Aborsi
Dari berbagai pengertian yang dibangun tentang aborsi, di
sini dapat ditemukan beberapa jenis pengklasifikasian
aborsi. Secara garis besar, aborsi terbagi menjadi dua
macam yakni aborsi spontan (abortus spontaneous) dan
aborsi buatan (abortus provocatus). Aborsi buatan ini
terjadi karena adanya campur tangan (provokasi) manusia.
1. Abortus Spontaneous
Abortus Spontaneous merupakan mekanisme
alamiah yang menyebabkan terhentinya proses
kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Aborsi jenis ini
terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis
atau juga medicinalis, semata-mata disebabkan oleh
faktor alamiah. Aborsi spontan sendiri dibagi menjadi
beberapa klasifikasi:
a. Abortus imminens, terjadi karena adanya
pendarahan uterus pada kehamilan sebelum usia 20
minggu, janin masih berada dalam uterus, tanpa
adanya dilatasi serviks. Pada aborsi ini, keluarnya
fetus masih bisa dicegah dengan memberikan obat-
obat hormonal dan anti pasmodica.
b. Abortus insipiens, adalah peristiwa peradangan
uterus pada kehamilan sebelum usia 20 minggu,
dengan adanya dilatasi serviks.
c. Abortus inkompletus, adalah pengeluaran sebagian
janin pada kehamilan sebelum usia 20 minggu,
dengan masih ada sisa di uterus. Dengan kata lain
bahwa hanya ada sebagian dari hasil konsepsi yang
keluar, dan sebagian lainnya tertinggal, yakni
decidua dan plasenta.

210
d. Abortus kompletus, adalah keluarnya seluruh hasil
konsepsi sehingga rahim kosong.
e. Missed abortion, adalah keadaan di mana janin
sudah meninggal pada usia kurang dari 20 hari,
tetapi tetap berada di dalam rahim dan tidak keluar
selama dua bulan atau lebih.
f. Abortus habitulis, keadaan di mana penderita
mengalami keguguran berturut-turut selama tiga
kali atau lebih.
g. Abortus infeksious, adalah aborsi yang disertai
dengan infeksi genital. (Ibid., hal. 146-149).

2. Abortus Provocatus
Abortus provocatus atau yang biasa disebut juga
aborsi yang disengaja adalah suatu upaya yang
disengaja untuk menghentikan proses kehamilan dengan
menggunakan obat-obatan maupun alat-alat, di mana
janin yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup.
Abortus provocatus terbagi menjadi dua jenis, yakni
abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus
kriminalis.
a. Abortus provocatus medicinalis, adalah aborsi yang
dilakukan oleh dokter atas dasar pertimbangan
indikasi medis. Di Indonesia sendiri, yang dimaksud
dengan indikasi medis adalah demi menyelamatkan
nyawa ibu. Di sini berarti bahwa apabila tindakan
aborsi tidak diambil, maka akan membahayakan
nyawa ibu. Dalam praktek dunia kedokteran, aborsi
jenis ini juga merujuk pada bayi yang diperkirakan
akan lahir dengan keadaan cacat berat dan harapan
hidupnya tipis.
b. Abortus provocatus kriminalis, adalah aborsi yang
terjadi karena tindakan-tindakan yang tidak legal

211
atau tidak berdasarkan pada tindakan medis.
Sebagai contoh, aborsi dilakukan untuk
melenyapkan janin yang hidup akibat hubungan
seksual di luar perkawinan. (Ibid., hal. 149-151.).

C. Hukum Aborsi Di Indonesia


Hukum aborsi di Indonesia diatur dalam UU Nomor
36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi. Aborsi di Indonesia tidak diizinkan, kecuali
untuk situasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa
ibu dan/atau janin, serta bagi korban perkosaan.

D. Bahaya Melakukan Aborsi


1. Perdarahan
Salah satu risiko yang sering terjadi setelah
aborsi adalah perdarahan berat melalui vagina. Aborsi
kehamilan di bawah 13 minggu memiliki risiko
perdarahan yang lebih kecil dibandingkan kehamilan
yang usianya sudah di atas 20 minggu.
Perdarahan berat juga lebih berisiko terjadi jika
masih ada jaringan janin atau ari-ari yang tertinggal di
dalam rahim setelah aborsi. Untuk
menanganinya, diperlukan transfusi darah dan tindakan
kuret untuk mengangkat sisa jaringan.

2. Infeksi
Infeksi merupakan salah satu komplikasi yang
sering terjadi akibat aborsi. Kondisi ini biasa ditandai
dengan munculnya keputihan yang berbau, demam, dan
nyeri yang hebat di area panggul. Pada kasus infeksi
yang berat, bisa terjadi sepsis setelah aborsi.

212
3. Kerusakan pada rahim dan vagina
Bila tidak dilakukan dengan benar, aborsi dapat
menyebabkan kerusakan pada rahim dan vagina.
Kerusakan ini dapat berupa lubang maupun luka berat
pada dinding rahim, leher rahim, serta vagina.

4. Masalah psikologis
Tak hanya masalah fisik, trauma psikologis juga
dapat dirasakan oleh wanita yang menjalani aborsi.
Perasaan bersalah, malu, stres, cemas,
hingga depresi merupakan beberapa masalah psikologis
yang banyak dialami oleh wanita setelah menjalani
aborsi.
Risiko terjadinya komplikasi ini akan lebih besar
jika aborsi dilakukan secara ilegal, dilakukan di fasilitas
kesehatan yang kurang memadai, atau menggunakan
metode tradisional yang tidak terjamin keamanannya.
Oleh karena itu, saat hendak menjalani aborsi,
perlu dilakukan pemeriksaan medis dan pertimbangan
dari dokter, agar risiko komplikasi tersebut dapat
dicegah.

5. Kemungkinan untuk Kembali Hamil


Dalam waktu 4-6 minggu setelah aborsi, haid
akan kembali seperti biasa. Dengan kata lain, pasien
dapat hamil lagi setelah aborsi. Namun, pasien perlu
melakukan pemeriksaan rutin selama setidaknya 2
minggu setelah aborsi, guna memastikan aborsi yang
dilakukan berhasil dan tidak menimbulkan komplikasi.
Setelah aborsi, risiko gangguan kesuburan tetap
ada jika pasien mengalami perdarahan parah, infeksi
pada rahim yang tidak ditangani, atau kerusakan
dinding rahim.

213
Selain dapat menimbulkan masalah kesuburan,
hal-hal tersebut juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya kehamilan ektopik dan persalinan prematur
di kehamilan berikutnya.
Untuk mengantisipasi berbagai bahaya aborsi di
atas, tanyakanlah hingga sejelas-jelasnya mengenai
risiko dan persiapan yang diperlukan,
saat berkonsultasi dengan dokter kandungan sebelum
menjalani aborsi.

Evaluasi :
1. Jelaskan konsep aborsi?
2. Jelaskan jenis-jenis aborsi?
3. Jelaskan tentang peraturan/sanksi bagi Nakes & pelaku yang
melakukan tindakan aborsi?

214
BAB XII
KONSEP REMAJA

A. Definisi Remaja
Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka
yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak
dan dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12
sampai 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI tahun
2010, batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun
dan belum kawin.
Remaja atau adolescence berasal dari kata latin
yaitu adolescene yang berarti tumbuh kearah kematangan
fisik, sosial, dan psikologis (Sarwono, 2012). Pada umumnya
remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa
anak-anak menuju ke masa dewasa yang terjadi pada usia
12 tahun hingga 21 tahun (Dewi, 2012). Menurut Piaget,
secara psikologis masa remaja merupakan masa individu
tidak lagi merasa berada di bawah tingkat orang-orang yang
lebih tua melainkan masa remaja merupakan masa individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa dan berada pada
tingkatan yang sama (Hanifah, 2013).
Menurut “The Health Resources and Services
Administration Guidelines Amerika Serikat, rentang usia
remaja adalah 11-21 tahun” (Kusmiran, 2011). Menurut
BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional)
“remaja berusia 10-24 tahun, sementara Departemen
Kesehatan dalam program kerjanya menjelaskan bahwa
remaja adalah usia 10-19 tahun” (Adjie, 2009).

215
B. Masalah Remaja
1. Ancaman HIV/AIDS menyebabkan perilaku seksual dan
kesehatan reproduksi remaja muncul ke permukaan.
Diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia
terjadi pada remaja. Demikian pula halnya dengan
kejadian IMS yang tertinggi di remaja, khususnya
remaja perempuan, pada kelompok usia 15-29.3
2. Walaupun angka kelahiran pada perempuan berusia di
bawah 20 tahun menurun, jumlah kelahiran pada
remaja meningkat karena pendidikan seksual atau
kesehatan reproduksi serta pelayanan yang dibutuhkan.
3. Bila pengetahuan mengenai KB dan metode kontrasepsi
meningkat pada pasangan usia subur yang sudah
menikah, tidak ada bukti yang menyatakan hal serupa
terjadi pada populasi remaja.
4. Pengetahuan dan praktik pada tahap remaja akan
menjadi dasar perilaku yang sehat pada tahapan
selanjutnya dalam kehidupan. Sehingga, investasi pada
program kesehatan reproduksi remaja akan bermanfaat
selama hidupnya.
5. Kelompok populasi remaja sangat besar; saat ini lebih
dari separuh populasi dunia berusia di bawah 25 tahun
dan 29% berusia antara 10-25 tahun. (IDAI)

C. Perilaku Menyimpang Seksual Pada Remaja


Penyimpangan perilaku seks itu sendiri dapat dikelompokan
menjadi 5 kelompok, kelompok itu antara lain:

216
1. Homoseksual
Homoseksual merupakan kelainan seksual
berupa disorientasi pasangan seksualnya. Disebut gay
bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita
perempuan. Hal yang memprihatinkan kaitannya
dengan homoseksual dengan peningkatan risiko AIDS.
Pernyataan ini dipertegas dalam jurnal kedokteran
Amerika (JAMA tahun 2000), kaum homoseksual yang
"mencari" pasangannya melalui internet, terpapar risiko
penyakit menular seksual (termasuk AIDS) lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tidak.
Gay merupakan kata ganti untuk menyebut
perilaku homoseksual yang dilakukan oleh laki - laki.
Homoseksual adalah ketertarikan seksual terhadap jenis
kelamin yang sama (Feldmen, 2001). Ketertarikan
seksual ini yang dimaksud adalah orientasi seksual,
yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan
perilaku seksual dengan laki-laki atau perempuan
(Nietzel). Homoseksualitas bukan hanya kontak seksual
antara seseorang dengan orang lain dari jenis kelamin
yang sama tetapi juga menyangkut individu yang
memiliki kecenderungan psikologis, emosional, dan
sosial terhadap seseorang dengan jenis kelamin yang
sama (Kendall dan Hammer).
Penyebab atau faktor homoseksual yang terjadi
ada beberapa hal (Feldmen). Beberapa pendekatan
biologi menyatakan bahwa faktor genetik atau hormone
mempengaruhi perkembangan homoseksualitas.
Psikoanalis lain menyatakan bahwa kondisi atau
pengaruh ibu yang dominan dan terlalu melindungi
sedangkan ayah cenderung pasif (Breber dalam
Feldmen, 2000).

217
Penyebab lain dari homoseksualitas seseorang
yaitu karena faktor belajar (Master dan Johnston dalam
Feldmen). Orientasi seksual seseorang dipelajari
sebagai akibat adanya reward dan punishment yang
diterima.
Beberapa peneliti yakin bahwa homoseksualitas
adalah akibat dari pengalaman masa kanak-kanak,
khususnya interaksi antara anak dan orangtua. Fakta
yang ditemukan menunjukkan bahwa homoseksual
diakibatkan oleh pengaruh ibu yang dominan dan ayah
yang pasif (Carlson).
2. Sadomasokisme
Sadisme seksual termasuk kelainan seksual.
Dalam hal ini kepuasan seksual diperoleh bila mereka
melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu
menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan
masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme
seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya
disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan
seksual.
Mayoritas orang dengan sadisme menjalin
hubungan dengan masokis demi mendapatkan kepuasan
seksual bersama. Pada hubungan tersebut, terdapat
cerita atau “naskah” yang telah disetujui bersama-
sama. Misalnya, orang dengan sadisme berperan sebagai
guru yang disiplin,sedangkan orang dengan masokisme
berperan sebagai murid yang nakal dan perlu dihukum.
Contoh kegiatan yang dilakukan adalah pencambukan,
pukulan, mempermalukan, dan lain-lain. Pada beberapa
kasus, seorang dengan sadisme dipenjarakan sebagai
sex offender yang menyiksa korbannya, dan
mendapatkan kepuasan seksual dari perbuatannya

218
(Dietz, Hazelwood, & Warren). Dibandingkan dengan
sex offenders lain, orang dengan sadisme seksual labih
sering berkedok sebagai polisi, melakukan pembunuhan
berseri, mengikat korban, serta menyembunyikan
mayat (Gratzer & Bradford).
Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang
melakukan sadisme antara lain stress dari kehidupan,
rasa tanggung jawab, atau rasa bersalah. Faktor lain
yang mempengaruhi seseorang melakukan sadisme
adalah trauma masa kecil. di bawah faktor biologis,
beberapa studi mengidentifikasi temuan organic
abnormal pada orang dengan parafilia. diantara pasien
positif mencakup 74% pasien dengan kadar hormone
abnormal, 27% dengan tanda neurologis yang ringan
atau berat, 24% dengan kelainan kromosom, 9% dengan
kejang, 9% dengan disleksia, 4% dengan
elektroensefalogram (eeg) abnormal, 4% dengan
gangguan jiwa berat dan 4% dengan cacat mental.
Dalam model psikionalatik klasik orang dengan
parafilia gagal menyelesaikan proses perkembangan
normal dalam penyesuaian heteroseksual. Kegagalan
menyelesaikan krisis oedipus dengan mengidentifikasi
aggressor ayah (untuk laki-laki) dan aggressor ibu
(untuk perempuan) menimbulkan baik identifikasi yang
tidak sesuai dengan orang tua dengan jenis kelamin
berlawanan atau pilihan objek yang tidak tepat untuk
penyaluran libido. Pada individu masokisme mereka
ingin berada dalam peran didominasi oleh orang lain.
hal ini menyebabkan mereka menjadi insane yang
konflik dan tunduk kepada orang lain. teori lain
menyatakan bahwa berperilaku sadomasokisme sebagai
alat untuk melarikan diri. mereka juga dapat

219
mengeluarkan fantasi mereka dan menjadi sebagai
orang baru serta berbeda dari yang lain.
3. Ekshibisionisme
Penderita ekshibisionisme akan memperoleh
kepuasan seksualnya dengan memperlihatkan alat
kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan
kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit
ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi begini
sering diderita pria, dengan memperlihatkan alat
kelaminnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga
ejakulasi. Sebagian besar kasus, terdapat keinginan
untuk membuat terkejut atau mempermalukan orang
yang melihat. Pada eksibisionis, dorongan untuk
mengekspose bersifat kompulsif dan selain oleh
rangsangan seksual, dipicu juga oleh kecemasan. Pada
saat melakukan exposure, eksibisionis bisa tidak
menyadari konsekuensi sosial dan hukum dari apa yang
dilakukannya (Stevenson &Jones).
Eksibisionisme umumnya mulai muncul pada
masa remaja (Murphy). Sebagian besar eksibisionis
adalah laki-laki, dan pada umumnya tidak dewasa
dalam pendekatan kepada lawan jenis, serta memiliki
kesulitan dalam hubungan interpersonal. Lebih dari
separuh eksibisionistelah menikah, namun memiliki
hubungan seksual yang tidak memuaskan dengan
pasangan (Mohr, Turner, & Jerry).
4. Voyeurisme
Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia)
berasal dari bahasa Prancis yakni vayeur yang artinya
mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh
kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat
orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan

220
berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan
mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan
lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya
mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya
dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau
selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata
lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan
rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh
kepuasan seksual. Yang jelas, para penderita perilaku
seksual menyimpang sering membutuhkan bimbingan
atau konseling kejiwaan, di samping dukungan orang-
orang terdekatnya agar dapat membantu mengatasi
keadaan mereka.
5. Fetishisme
Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada
penderita fetishisme, aktivitas seksualnya disalurkan
melalui bermasturbasi dengan BH (pakaian dalam
wanita), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang
dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual.
Sehingga, orang tersebut mengalami ejakulasi dan
mendapatkan kepuasan. Namun, ada juga penderita
yang meminta pasangannya untuk mengenakan
bendabenda favoritnya, kemudian melakukan hubungan
seksual yang sebenarnya dengan pasangannya tersebut.
Fetishisme adalah salah satu bentuk dari
parafilia. Definisi parafilia adalah stimulasi seksual atau
tindakan yang menyimpang dari kebiasaan
seksualnormal, namun bagi beberapa orang, tindakan
menyimpang ini penting untuk mendapatkan rangsangan
seksual dan orgasme. Individu seperti ini mampu
mendapatkan pengalaman dalam kenikmatan seksual,
namun mereka tidak memiliki respon terhadap stimulasi

221
yang secara normal dapat menimbulkangairah seksual.
Orang-orang dengan parafilia terbatas pada stimulasi
atau tindakan spesifik yang menyimpang.
Beberapa ahli kejiwaan, hasrat fetish bisa
timbul karena pengalaman traumatik dari penderita,
misalnya salah satu orang yang sangat dia saying
meninggal, dan beberapa tahun kemudian dia bertemu
seseorang yang memiliki bibir yang sama dengan orang
yang dia sayang itu. Namun banyak juga yang
mengatakan bahwa fetishisme itu muncul karena
adanya faktoralami dari otak si penderita yang
mengingat terus menerus bagian/objek/ kegiatan orang
yang disayanginnya. Misalnya, seseorang sedang rindu
dengan kekasihnya, kemudian dia membayangkannya
dalam pikirannya, dan selaluingat saat kekasihnya
tersenyum, tertawa, berjalan, dan akhirnya lama
kelamaan berubah menjadi sebuah fetishisme. Dari
hasil pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan
fetishists cenderung kesepian, tidak tegas,dan
menghabiskan banyak waktu dengan berkhayal, tetapi
tidak dijelaskan mengapa fetishist tidak tertarik pada
wanita yang merangsang. Hal ini menunjukkan bahwa
mungkin lebih dari satu faktor yang menyebabkan orang
menjadi fetishist.
Penyebab dari hubungan antara objek dan
dorongan seksual mungkin adalah rasa penasaran di
masa remaja atau sebuah hubungan acak antara objek
dan kepuasan seksual. Hubungan acak ini mungkin tidak
disadari atau tidak dihargai sebagai sebuah kontent
seksual ketika pertama kali timbul. Sebagai contoh,
seorang laki-laki mungkin menikmati bentuk atau
sensasi sentuhan pakaian dalam wanita atau stoking.
Mula-mula sensasi kepuasan itu muncul secara acak,

222
kemudian seiring dengan waktu dan pengalaman,
perilaku menggunakan pakaian dalam wanita atau
stoking sebagai aktifitas seksual itu memuncak, dan
asosiasi antara pakaian dan dorongan seksual pun
terbentuk. Orang dengan fetish tidak dapat
menentukan dengan pasti kapan kebiasaan fetishnya
dimulai. Seorang fetish dapa dihubungkan dengan
aktivitas yang berhubungan dengan kekerasan seksual.
6. Perilaku Seks Bebas
Penyimpangan perilaku seks tidak hanya yang
disebutkan yang diatas saja. Pada remaja,
penyimpangan perilaku seks berupa perlakuan atau
perilaku seks yang diluar norma hukum dan agama.
Perilaku ini biasanya disebut perilaku seks pranikah.
Pada remaja, perilaku ini biasanya diawali dengan
mereka yang berpacaran sehingga remaja cenderung
melakukan tahapan – tahapan perilaku seksual.
Perkembangan perilaku seksual pada remaja
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
perkembangan psikologis, perkembangan fisik, proses
belajar dan sosial kultural. Berdasarkan faktor-faktor
tersebut aktivitas seksual remaja sulit sekali untuk
dikendalikan atau cenderung untuk melakukan
penyimpangan perilaku seks. Adapun beberapa aktivitas
sosial yang sering dijumpai pada remaja yaitu sentuhan
seksual, membangkitkan gairah seksual seks oral, seks
anal, masturbasi dan hubungan heteroseksual
(Soetjiningsih, 2004).
Adapun perilaku seks menyimpang yang sering
dilakukan oleh remaja adalah sebagai berikut :
a. French Kiss, adalah berciuman dengan bibir dan
mulut terbuka dan termasuk menggunakan lidah.

223
b. Hickey, adalah menghisap atau menggigit pasangan
dengan gemes sehingga menyebabkan sebuah tanda
merah atau memar.
c. Necking, adalah ciuman serta pelukan yang lebih
mendalam.
d. Petting, adalah langkah yang lebih mendalam dari
necking, yaitu termasuk merasakan dan mengusap-
usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, buah
dada, kaki dan kadang-kadang kemaluan baik
dengan berpakaian ataupun tanpa berpakaian.
e. Foreplay, adalah merangsang secara seksual melalui
ciuman, necking, dan petting dalam persiapan untuk
melakukan hubungan intim.
f. Hubungan intim, yaitu bersatunya dua orang secara
seksual, dimana penis lakilaki yang ereksi masuk ke
dalam vagina perempuan. (Windy dan Nugraha,
2006).
Menurut Sarwono (2003), seks pranikah adalah
hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang remaja
tanpa adanya ikatan pernikahan. Sedangkan menurut
Irawati (2002) remaja melakukan berbagai macam
perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-
tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan
tangan, cium kering, cium basah, berpelukan,
memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral
sex, dan bersenggama (sexual intercourse). Perilaku
seksual pranikah pada remaja ini atau perilaku seks
bebas ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai
dampak yang merugikan remaja itu sendiri.
Perilaku seks bebas adalah perilaku seks yang
dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi
menurut hukum maupun menurut agama dan
kepercayaan masing-masing individu (Luthfie, 2002),
224
sedangkan menurut Behrman, dkk (2004)
mengemukakan bahwa Perilaku seksual adalah segala
tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual untuk
melakukan hubungan seks, baik dengan lawan jenis
maupun dengan sesama jenis.
D. Kehamilan Pada Remaja
Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi
pada perempuan dibawah usia 20 tahun pada waktu
kehamilannya berakhir. Seorang gadis dapat menjadi hamil
dari hubungan seksual setelah ia mulai ovulasi yang dapat
terjadi sebelum periode menstrual pertama (menarche),
namun biasanya terjadi setelah periode-periode tersebut.
(Wikipedia).
Kehamilan usia remaja memberi dampak buruk bagi
ibu dan bayi. Menurut WHO, anak perempuan usia 10-14
tahun memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal
dalam kasus kehamilan dan persalinan daripada perempuan
usia 20-24 tahun. 12 Menurut Manuaba, kehamilan remaja
memiliki risiko seperti perdarahan antepartum,
peningkatan preeklampsia dan eklampsia, anemia,
gangguan tumbuh kembang janin, keguguran, prematuritas,
dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
1. Dampak Kehamilam Pada Remaja
a. Risiko Psikis dan Psikologis
Ada kemungkinan menjadi ibu tunggal karen
pasangan tidak mau menikahi atau tidak
mempertanggungjawabkan perbuatanya. Apabila
terjadi pernikahan, hal ini juga dapat
mengakibatkan perkawinan bermasalah dn oenuh
konflik karena sama-sama belum dewasa dan siap
memikul tanggung jawab sebagai orang tua. Selain
itu, pasangan muda terutama pihak perempuan
akan dibebani oleh berbagai perasaan yang tidak

225
nyaman seperti dihantui rasa malu yang terus
menerus, rendah diri, bersalah atau berdosa,
depresi atau tertekan, pesimis, dan lain-lain. Bila
tidak ditangani dengan baik, maka perasaan-
perasaan tersebut dapat menjadi gangguan
kejiwaan yang lebih berat.
b. Resiko Sosial
Salah satu risiko sosial adalah berhenti atau putus
sekolah atas kemauan sendiri karena rasa malu atau
cuti melahirkan. Kemungkinan lain dikeluarkan dari
sekolah. Hingga saat ini, masih banyak sekolah yang
tidak mentolerir siswi yang hamil. Risiko sosial lain
yaitu menjadi objek pembicaraan, kehilangan masa
remaja yang seharusnya dinikmati, dan terkena cap
buruk karena hamil di usia remaja. Kenyataan di
Indonesia, kehamilan remaja masih menjadi beban
orang tua.
c. Resiko Ekonomi
Merawat kehamilan, melahirkan, dan membesarkan
bayi atau anak membutuhkan biaya yang besar.

EVALUASI :
1. Jelaskan konsep remaja?
2. jelaskan indicator umur pada remaja?
3. Jelaskan jenis-jenis perilaku menyimpang pada remaja?

226
BAB XIII
NARKOBA DAN NAPZA

A. Pengertian
Narkoba adalah singkatan dari narkotika,
psikotropika, dan obat terlarang. Selain "narkoba", istilah
lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang
merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif.
Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza",
mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki
risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar
kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa
psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat
hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit
tertentu. Namun kini persepsi itu disalahartikan akibat
pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.
Narkoba atau NAPZA adalah zat / bahan yang
berbahaya yang mempengaruh kondisi kejiwaan atau
psikologi seseorang, baik itu pikiran, prilaku ataupun
perasaan seseorang dimana efek samping dari penggunaan
obat ini adalah kecanduan atau menyebabkan
ketergantungan terhadap zat atau bahan ini. Ada beberapa
yang termasuk narkoba atau NAPZA yaitu : Narkotika,
Psikotropika, dan Zat adiktif. berikut adalah
penjelasannya:

227
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman maupun bukan dari tanaman baik itu
sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan
penurunan dan perubahan kesadaran, mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, (UU RI No 22 / 1997). Narkotika terdiri
dari tiga golongan, yaitu :
Golongan I : Narkotika yang hanya digunakan
untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak
dipergunakan untuk terapi, serta memiliki potensi
ketergantungan sangat tinggi, contohnya: Cocain,
Ganja, dan Heroin
Golongan II : Narkotika yang dipergunakan
sebagai obat, penggunaan sebagai terapi, atau
dengan tujuan pengebangan ilmu pengetahuan, serta
memiliki potensi ketergantungan sangat tinggi,
contohnya : Morfin, Petidin
Golongan III : Narkotika yang digunakan sebagai
obat dan penggunaannya banyak dipergunakan untuk
terapi, serta dipergunakan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan memiliki potensi ketergantungan
ringan, contoh: Codein
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
ataupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan prilaku dan
perubahan khas pada aktifitas mental dan di bagi
menjadi beberapa golongan, yaitu :
Golongan I : yaitu psikotropika yang di
pergunakan untuk pengembangn ilmu pengetahuan

228
dan tidak dipergunakan untuk terapi dan memiliki
sindrom ketergantungan kuat, contoh: Extasi
Golongan II : yaitu psikotropika yang
dipergunakakn untuk pengobatan dan dapat digunakan
sebagai terapi serta untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan memiliki sindrom ketergantungan
kuat, contoh : Amphetamine
Golongan III : yaitu psikotropika yang digunakan
sebagai obat dan banyak digunakan sebagai terapi serta
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan
memiliki sindrom ketrgantungan sedang, contoh :
Phenobarbital
Golongan IV : yaitu psikotropika yang
dipergunakan sebagai pengobatan dan dan banyak
dipergunakan untuk terapi serta digunakan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan memilikisindroma
ketergantungan ringan, contoh : Diazepem,
Nitrazepam.
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah bahan atau zat yang
berpengaruh psikoaktif diluar narkotika dan
psikotropika, meliputi :
a. Minuman beralkohol : mengandung etanol etil
alkohol, yang berfungsi menekan susunan saraf
pusat dan jika digunakan secara bersamaan dengan
psikotropika dan narkotika maka akan memperkuat
pengaruh di dalam tubuh. Ada tiga golongon
minuman beralkohol yaitu :
Golongan A : Kadar etanol 1-5 %
Golongan B : Kadar etanol 5-20 %
Golongan C : Kadar etanol 20-45 %

229
b. Inhalasi : adalah gas hirup dan solven (zat pelarut)
mudah menguap berupa senyawa organik yang
terdapat di berbagai barang keperluan rumah
tangga, kantor dan sebagainya.
c. Tembakau : tembakau adalah zat adiktif yang
mengandung nikotin dan banyak yang digunakan di
masyarakat.

B. EFEK NARKOBA / NAPZA


Berdarkan efeknya terhadap perilaku yang
ditimbulkan dari penggunaan NAPZA dapat dibagi menjadi
beberapa golongan, yaitu :
1. Golongan depresan (Downer) : merupakan jenis NAPZA
yang menyebabkan mengurangi aktifitas fungsional
tubuh, sehingga membuat penggunanya menjadi tenang
dan membuat tertidur bahkan bias tak sadarkan diri.
Contoh: Opioda (Morfin , Heroin, dan Codein), Sedative
(penenang), Hipnotik (obat tidur), dan Tanquilizer (anti
cemas)
2. Golongan stimulant (Upper) : merupakan golongan
NAPZA yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan
gairah kerja, pada golongan ini membuat pengguna
menjadi aktif, segar, dan beremangat. Contoh :
Ampahetamine (Shabu, Extasi) dan Cokain
3. Golongan halusinogen : adalah golongan NAPZA yang
membuat penggunanya berhalusinasi yang bersifat
merubah perasaan, dan pikiran sehingga perasaan dapat
terganggu. Contoh : kanabis (Ganja).

230
C. BAHAYA NARKOBA
Pengguanaan narkoba dapat menyebabkan efek
negatif yang dapat menyebabkan gangguan mental dan
perilaku, sehingga menyebabkan terganggunya sistem
neuro-transmitter pada susunan saraf pusat di otak.
Gangguan pada sistem neuro transmitter akan
menyebabkan terganggunya fungsi kognitif (alam pikiran),
afektif (alam perasaan, mood dan emosi), psikomotor
(perilaku) dan aspek sosial.
Seseorang pecandu narkoba semakin lama
penggunaan narkoba akan membutuhkan dosis yang lebih
tinggi demi dapat merasakan efek yang sama. Inilah yang
membuat pecandu narkoba ingin lagi dan ingin lagi karena
zat tertentu dala narkoba mengakibatkan seseorang
cenderung bersifat pasif karena secara tidak sengaja
narkoba memutus saraf-saraf dalam otak. Jika terlalu lama
dan sudah ketergantungan maka lambat laun organ dalam
tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka
pengguna akan overdosis dan akhirnya kematian.

D. MEMULIHKAN KONDISI DENGAN REHABILITASI NARKOBA


Orang yang langsung mengonkumsi narkoba atau
menjadi pecandu narkoba dapat dilakukan pemulihan
dengan dilakukan rehabilitasi, adapun beberapa tahap-
tahap rehabilitasi yang umumnya dilakukan, yaitu :
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan oleh dokter untuk
melihat seberapa besar seseorang sudah kecanduan
narkoba, efek samping yang sudah dialami, dan
pemeriksaan depresi yang ditimbulkan dari penggunaan
narkoba. Sehingga dokter akan memberikan
penanganan terhadap hasil pemeriksaan terebut untuk
menghilangkan efek yang ditimbulkan.

231
2. Detoksifikasi
Detoksifikasi merupakan upaya pembersihan
racun akibat penggunaan narkoba dimana dilakukan
dengan cara pemberhentian penggunaan narkoba.
Ketika berhenti menggunakan narkoba maka
kemungkinan pecandu akan mengalami gejala-gejala
yang ditimbulkan akibat pemberhentian penggunaan
narkoba / akibat pemberhentian asupan obat yang
biasanya menenangkan. Dan pecandu harus bertahan
dalam keadaan tidak ada asupan obat terlarang ini dan
dokter akan membantu memberikan obat untuk
mengurangi masalah / mengatasi rasa tidak nyaman
yang ditimbulkan oleh efek pemberhentian penggunaan
narkoba dan pencandun memerlukan cairan dan
makanan yang cukup untuk membantu memulihkan
kondisi tubuh.
3. Stabilisasi
Merupakan cara ketiga yang dilakukan setelah 2
tahap sudah dilewati. Dokter akan memberikan resep
obat untuk pengobatan jangka panjang untuk.
Pemulihan ini juga mencakup rencana-rencana
kehidupan anda pada jangka panjang, serta kesetabilan
mental pecandu.
4. Dukungan orang sekitar
Berkomunikasi dengan orang dekat tentang masa
pemulihan dari penggunaan narkoba dapat membantu
ada dalam mengalihkan keinginan untuk kembali
terjerumus dalam penggunaan narkoba. Pilihlah
seseorang yang dapat dipercaya, seperti : keluarga dan
teman dekat yang mungkin dapat membantu anda
dalam pemulihan.

232
E. UPAYA PENCEGAHAN
Narkoba sangat merugikan masyarakat dan
penggunaannya yang luas di masyarakat menimbulkan
kerugian bagi semua kalangan baik itu pelajar dan anak-
anak. Sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan bagi
semua kalangan. Adapun upaya pencegahan yang dapat
dilakukan, yaitu : berikut adalah upaya pencegahan atau
tips yang dapat dilakukan untuk mencegah penggunaan
narkoba / NAPZA yang dilansir dari website resmi Badan
Narkotika Nasional, yaitu :
1. Jangan pernah unruk menggunakan narkoba.
2. Mengetahui berbagai dampak negatif dan bahaya
penggunaan narkoba.
3. Memilih pergaulan yang baik dan menghindari pergaulan
yang dapat menjerumuskan kita pada penyalahgunaan
narkoba / NAPZA.
4. Mengikuti kegiatan yang bersifat positif seperti
berolahraga ataupun mengikuti kegiatan organisasi yang
memberikan pengaruh positif kepada kita
5. Selalu mengingatkan bahwa pengguna narkoba dan
pengedar narkoba memiliki aturan hukum yang dapat
menjerat pengguna maupun pengedar narkoba.
6. Menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan
pasangan maupun dengan anak-anak akan
memungkinkan kita melihat gejala awal
penyalahgunaan narkoba pada anak-anak, dan hubungan
dan komunikasi dengan baik dengan anak-anak kita
akan membuat mereka merasa nyaman dan aman.
7. Mengenal bahwa penyalahgunaan narkoba disebabkan
karena dampak kurang pedulinya keluarga kepada anak-
anak kita. Maka dari itu keluarga diharapkan
memberikan contoh perilaku yang baik dan memberikan
perhatian yang cukup pada anak-anak kita.

233
Bila mempunyai masalah maka cari jalan keluar yang baik dan
tepat dan jangan jadikan narkoba sebagai jalan pelarian.

EVALUASI:
1. Jelaskan pengertian narkoba?
2. Jelaskan jenis-jenis narkoba?
3. Faktor resiko penyalahgunaan narkoba?
4. Jelaskan bahaya narkoba?
5. Jelaskan upaya pencegahan narkoba?

234
DAFTAR PUSTAKA

WHO, UNFPA, dan UNHCR.. (1999) Reproductive Health In


Refugee Situation. An Inter-agency Field Manual.

Wilujeng (2013). Modul Kesehatan Reproduksi. Akbid Griya


Husada: Surabaya

Rahayu, Noor, Yulidasari.dkk (2017). Buku Ajar Kesehatan


Reproduksi Remaja & Lansia. Prodi Kesehatan
Masyarakat: Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2017). “Buku


Remaja”. Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana: Badan Pusat Statistik: Setember 2018.

Prijatni dan rahayu (2016). Kesehatan Reproduksi dan


Keluarga Berencana. Kementerian Kesehatan Indonesia:
Jakarta.

Kemenkes (2013). Pedoman Tata Laksana Sifilis untuk


Pengendalian Sifilis di Layanan Kesehatan Dasar”.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Peyehatan Lingkungan: Jakarta.

Rowland dan Incrocci (2008). Handbook Of Sexual and Gender


Identity Disorder. Wiley: Jihn Wiley & Sons,Inc.:
Amerika

Kementerian Kesehatan (2018) Infodatin (Pusat Data Informasi


Kementerian Kesehatan RI HIV/AIDS. Kemekes:
Jakarta.

235
Nurhaeni. Pedoman Tekhnis Penyusunan Gender Analysis
Pathway (GAP) dan Gender Budget Statement (GBS).
Australian Indonesia Partnership For Decentralisation:
Jakarta

Kemenkes RI (2011). Pedoman nasional Penanganan Menular


Seksual. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dna
Penyahatan Lingkungan.

Kementerian Kesehatan (2020). Pedoman Pelayanan Gizi: Pada


Masa Tanggap Darurat Covid 19. Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat.

Pam Lowe (2016). Reproductive Health and Maternal Sacrifie.


Aston University: Birmingham, United Kongdom.

Larasaty, Demartoto &dkk (2019). Literasi Kesehatan remaja


Putri Pantura. Unimus Press@2019: Semarang

https://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba

https://rs.unud.ac.id/narkoba-napza/

https://eprints.uny.ac.id/8119/4/bab%205%20-
08520244018.pdf

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/73288af89e844
32f35a27ecbcf04f0c2.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-
ekosugengn-6654-3-babii.pdf

https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-
anak/kesehatan-reproduksi-remaja-dalam-aspek-sosial

236
https://id.wikipedia.org/wiki/Kehamilan_remaja

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1707/1/SKRIPSI%20DIANA%
20NOVITADEWI%20B_P07124214006.pdf

Karl-Heinz Peschke SVD, Etika Kristen Jilid III, (Maumere:


Ledalero, 2003), hal. 146

As’ad Sungguh, Kamus Lengkap Biologi, (Jakarta: Gaya Media


Pratama, 1989), hal. 1.

Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa


Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hal. 4.

http://repository.unwira.ac.id/2110/3/Bab%20II.pdf

https://hellosehat.com/kehamilan/melahirkan/aborsi-ilegal-
dampak-depresi-ibu-hamil/#gref

https://www.alodokter.com/perhatikan--bahaya-aborsi-
sebelum-melakukannya

237

Anda mungkin juga menyukai