Anda di halaman 1dari 9

Farmaka

Volume 21 Nomor 2 197

REVIEW: EFEK SAMPING OBAT ANTITUBERKULOSIS ORAL LINI PERTAMA


PADA ANAK

Shintani Ayunda Khairunnisa1*, Irma Melyani Puspitasari2

Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran


1

2
Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinis, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
shintaniayunda@gmail.com
diserahkan 26/03/2023, diterima 29/05/2023

ABSTRAK

World Health Organization (WHO) melaporkan tingginya tingkat kematian pada anak (<15 tahun)
akibat tuberkulosis pada tahun 2021. Tingginya kasus disebutkan karena akses yang buruk terhadap
diagnosis dan pengobatan. Pengobatan tuberkulosis memerlukan penggunaan obat antituberkulosis
(OAT) dalam jangka panjang, namun pembahasan tentang efek samping OAT tersebut terhadap anak
jarang dibahas. Penulisan artikel review ini bertujuan untuk mengetahui efek samping OAT lini pertama
pada anak untuk mencegah risiko efek samping serius hingga kematian pada anak akibat penggunaan
OAT lini pertama. Artikel review ini disusun dari artikel atau laporan kasus terkait efek samping OAT
lini pertama pada anak yang telah terbit pada situs ScienceDirect, PubMed-NCBI, dan Google Scholar.
Berdasarkan artikel yang ditinjau, didapatkan bahwa efek samping serius OAT lini pertama pada anak
jarang terjadi, dengan efek samping yang paling banyak dilaporkan adalah hepatotoksisitas. Walaupun
kejadian efek samping pada anak jarang dilaporkan, tenaga kesehatan tetap harus waspada terhadap
kemungkinan tersebut melalui follow up rutin pasien.
Kata kunci: Obat antituberkulosis, efek samping, anak.

ABSTRACT

The World Health Organization (WHO) reported a high morbidity rate in children (<15 years) from
tuberculosis in 2021. The high number of cases is due to poor access to diagnosis and treatment.
Treatment of tuberculosis requires the use of anti-tuberculosis drugs (ATBD) in the long term, but
discussions about the adverse effects of these ATBD on children are rarely discussed. This review
article aims to determine the adverse effects of first-line ATBD in children to prevent the risk of serious
adverse effects to death due to the use of first-line ATBD. This review article is compiled from articles
or case reports regarding the adverse effects of first-line ATBD in children that have been published
on the ScienceDirect, PubMed-NCBI, and Google Scholar websites. Based on the reviewed articles, it
was found that severe adverse effects of first-line anti-tuberculosis drugs in children were rare, with the
most reported adverse effect being hepatotoxicity. Although the incidence of adverse effects in children
is rarely reported, health workers must still be aware of this possibility through routine follow-ups of
patients.
Keywords: Antituberculosis drugs, adverse effect, child.
Farmaka
Volume 21 Nomor 2 198

PENDAHULUAN NCBI, ScienceDirect, dan Google Scholar


World Health Organization (2022) dengan menggunakan kata kunci “Isoniazid
melaporkan terdapat 10,6 juta populasi dunia yang adverse effect child”, “Rifamycin adverse effect
mengidap penyakit tuberkulosis (TB) pada tahun child”, “Pyrazinamide adverse effect child”, dan
2021, dengan populasi anak (<15 tahun) sebesar “Ethambutol adverse effect child”.
11%. Jumlah populasi yang meninggal akibat TB-
non HIV pada anak adalah 14%, sedangkan akibat HASIL DAN PEMBAHASAN
TB-HIV sebesar 11%. Jumlah kasus kematian Regimen Terapi Tuberkulosis untuk Anak
yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan total Salah satu tujuan terapi TB pada anak
kasus TB pada anak menunjukkan akses yang adalah mencapai seluruh keberhasilan pengobatan
buruk terhadap diagnosis dan pengobatan. dengan toksisitas seminimal mungkin.
Anak umumnya dapat mentoleransi Obat Pengobatan TB pada anak penting dimulai sejak
Anti Tuberkulosis (OAT) dengan baik bila awal karena kemungkinan penyebaran penyakit
diberikan pada dosis yang dianjurkan. Namun, yang lebih cepat, gejala yang parah, dan kematian.
risiko efek samping akan meningkat pada pasien Dengan tatalaksana terkini untuk pasien TB anak
anak yang mengalami malnutrisi atau terinfeksi berdasarkan WHO (2014) dan Kemenkes RI
HIV. Anak di bawah 5 tahun juga memiliki risiko (2016) sebanding dengan orang dewasa, yakni
prognosis penyakit menjadi TB berat, seperti TB dengan pemberian paduan isoniazid, rifampisin,
meningitis dibandingkan dengan anak yang lebih dan pirazinamid untuk 2 bulan pertama (fase
dewasa (5 – 14 tahun) (Kautsar dan Intani, 2016). intensif, kemudian dilanjutkan dengan rifampisin
Pasien TB memerlukan pengobatan dengan dan isoniazid selama 4 bulan (fase lanjutan).
OAT dalam jangka panjang, namun pembahasan Khusus untuk pasien anak dengan hasil pengujian
tentang efek samping OAT tersebut terhadap BTA (Bakteri Tahan Asam) positif, TB berat, dan
anak jarang dibahas. 3-10% populasi anak TB tipe dewasa, maka akan diberikan tambahan
dalam pengobatan TB dilaporkan mengalami OAT berupa etambutol. Paduan OAT untuk tiap
hepatotoksisitas, yang merupakan efek samping kategori diagnostik TB dan lama pengobatan pada
paling sering terjadi pada anak (Şişmanlar et anak disebutkan pada Tabel 1.
al., 2015). Reaksi efek samping serius yang Dalam mempermudah pengobatan dengan
disebabkan OAT dapat menyebabkan rawat inap tujuan meningkatkan keteraturan minum obat,
yang lebih lama, peningkatan resistensi obat dan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi
prognosis yang buruk (Li et al., 2017). Dosis Tetap (KDT). KDT berisikan beberapa
OAT yang dikemas dalam satu tablet sehingga
METODE pasien akan meminum lebih sedikit tablet (1-2
Penyusunan artikel review dilakukan tablet) dibandingkan dengan OAT tunggal, tetapi
dengan melakukan penelusuran artikel dan jurnal efektivitas pengobatan tetap terjaga (Kautsar &
yang berkaitan dengan efek samping OAT lini Intani, 2016). Dosis OAT KDT pada TB anak
pertama pada anak, termasuk dalam bentuk sesuai dengan berat badan disebutkan pada Tabel
laporan kasus. Situs yang digunakan dalam 2.
pencarian jurnal dan artikel meliputi PubMed-
Farmaka
Volume 21 Nomor 2 199

Tabel 1. Paduan OAT sesuai kategori diagnostik TB pada anak (Kemenkes RI, 2016)
Kategori Diagnostik Fase Intensif Fase Lanjutan
TB Paru BTA (-) / TB Klinis
TB Kelenjar 2HRZ 4HR
Efusi Pleura TB
TB Paru BTA (+) / terkonfirmasi bakteriologis
TB Paru dengan Kerusakan Luas 2HRZE 4HR
TB Ekstraparu (Selain TB Meningitis dan TB Tulang/Sendi)
TB Tulang/Sendi
TB Milier 2HRZE 10 HR
TB Meningitis
Keterangan : H = Isoniazid, R = Rifampisin, Z = Pirazinamid, E = Etambutol

Tabel 2. Dosis OAT KDT pada TB anak (Kemenkes RI, 2016)


Berat Badan (kg) Fase Intensif RHZ Fase Lanjutan RH
(75/50/150) (7550)
5-7 1 tablet 1 tablet
8 - 11 2 tablet 2 tablet
12 - 16 3 tablet 3 tablet
17 - 22 4 tablet 4 tablet
23 - 30 5 tablet 5 tablet
>30 OAT Dewasa
Keterangan : R = Rifampisin, H = Isoniazid, Z = Pirazinamid

Efek Samping Isoniazid Pada saat isoniazid mencapai kadar


Dalam pengobatan TB, isoniazid bersifat farmakokinetik kondisi tunak (steady state)
bakteriostatik terhadap Mycobacterium yang dalam tubuh, terdapat resiko hepatotoksisitas
tumbuh lambat dan bakterisidal terhadap khususnya pada pasien anak karena respon terapi
Mycobacterium yang tumbuh cepat. Isoniazid isoniazid yang berhubungan dengan konsentrasi
bekerja dengan menginhibisi senyawa yang puncak obat di dalam darah (Shah et al., 2019).
berguna dalam sintesis dinding sel Mycobacterium Karena hal ini, efek samping yang paling banyak
tuberculosis (Mtb), yakni asam mikolat. Gangguan dilaporkan terkait penggunaan isoniazid pada
sintesis asam mikolat ini akan menyebabkan pasien anak adalah hepatotoksisitas.
kematian Mtb (Unissa et al., 2016). Karakteristik klinis hepatotoksisitas akibat
Rekomendasi dosis isoniazid untuk TB isoniazid di pasien anak masih belum diketahui.
anak oleh WHO (2010) adalah 10 mg/kg (rentang Berdasarkan penelitian dari Chang et al. (2014),
10-15 mg/kg), dengan maksimum dosis 300 mg/ frekuensi hepatotoksisitas akibat isoniazid tidak
hari. Kadar isoniazid di darah bergantung pada signifikan pada gender, umur, atau ras yang
kadar asetilasi yang ditentukan oleh genotip berbeda. Dengan hasil penelitian menunjukkan
N-asetiltransferase 2. Pasien anak tergolong peningkatan ALT dan AST pada seluruh pasien
asetilator cepat, di mana efek samping dari anak yang mendapatkan terapi isoniazid, dengan
isoniazid umumnya ditemukan pada pasien waktu rata–rata efek samping terjadi yakni pada
asetilator lambat (Carvalho et al., 2018). hari ke-69. Namun pada beberapa pasien anak,
Farmaka
Volume 21 Nomor 2 200

hepatotoksisitas baru terjadi pada bulan ke-6 juga dapat menyebabkan gangguan neuropati.
dihitung sejak awal terapi. Hal ini menunjukkan Gangguan ini dapat terjadi karena isoniazid akan
pentingnya monitoring gejala dan kadar serum berkompetisi dengan piridoksin sebagai kofaktor
transaminase selama terapi untuk mendeteksi dalam sintesis neurotransmitter (Carvalho et
Drug Induced Liver Injury (DILI). al., 2018). Kasus ini dilaporkan oleh Shetty dan
Hepatoksisitas juga dilaporkan oleh Shah (2019) pada pasien anak berumur 12 tahun
Science et al. (2013) pada pasien anak berumur yang merasakan kesemutan dan mati rasa pada
5 tahun dengan gejala klinis berupa penyakit tungkai bawah setelah mengkonsumsi isoniazid
kuning (jaundis), muntah, dan nyeri abdomen. selama 2 minggu. Risiko gangguan neuropati
Hepatotoksisitas yang menyebabkan gagal hati akibat isoniazid juga meningkat akibat kondisi
akut pada pasien ini terjadi di bulan ke-5 setelah malnutrisi dari pasien anak ini.
terapi isoniazid.
Efek samping lanjutan dari hepatotoksisitas Efek Samping Rifampisin
akibat isoniazid dilaporkan di penelitian Qu et al. Rifampicin bekerja secara bakterisida pada
(2015) tentang hyperpyrexia pada salah satu pasien Mtb dan memiliki aktivitas sterilisasi terbaik
anak. Kasus hyperpyrexia merupakan kasus yang diantara OAT lainnya (Carvalho et al., 2018).
jarang terjadi sebagai efek samping dari isoniazid. Kemampuan untuk sterilisasi luka dan mencegah
Pada kasus ini, hyperpyrexia ditandai dengan kekambuhan TB inilah yang membuat rifampisin
kenaikan suhu tubuh di atas 40ºC. menjadi komponen penting dalam regimen TB
Penggunaan isoniazid juga diasosiasikan jangka pendek (Garcia-Prats et al., 2021).
dengan gangguan psikiatri diduga disebabkan Sebagai anti-TB, rifampisin bekerja
oleh sifat isoniazid sebagai Monoamine Oxidase dengan cara berikatan dengan subunit β dari
Inhibitors (MAOIs), yang menyebabkan RNA polimerase DNA-dependen sehingga
penurunan serotonin dan katekolamin. Dugaan menginhibisi proses transkripsi (Koch et al.,
lainnya yaitu isoniazid menyebabkan defisiensi 2014). Dosis rifampisin untuk terapi TB pada
piridoksal fosfat yang merupakan koenzim anak yang direkomendasikan oleh WHO (2010)
penting dalam metabolisme neurotransmitter. adalah 15 mg/kg (rentang 10-20 mg/kg), dengan
Kedua mekanisme ini sama dapat menyebabkan maksimum dosis 600 mg/hari. Hingga saat ini,
penurunan neurokimia yang dapat menyebabkan dosis rifampisin yang direkomendasikan dapat
psikosis dan kejang. Gangguan psikiatri yang ditoleransi dengan baik oleh pasien anak. Efek
paling umum dilaporkan adalah gangguan samping dari rifampisin lebih banyak dilaporkan
psikosis, dengan laporan pada pasien anak pada pasien dewasa, terutama pada pasien dengan
berumur 3 tahun (Sharawat dan Dawman, 2021) dosis tinggi (Carvalho et al., 2018).
dan pada pasien anak berumur 11 tahun dengan Efek samping rifampisin yang paling
disertai gejala schizophrenia dan obsessive banyak dilaporkan pada pasien anak adalah
compulsive disorder (OCD) (Baytunca et al., gangguan gastrointestinal yang disebabkan oleh
2015). Kedua pasien anak ini mengalami gejala reaksi imunoalergi, umumnya akibat pemberian
perubahan perilaku yang mengarah ke psikosis rifampisin dengan jeda. Efek samping ini
setelah terapi isoniazid selama 2 minggu. dimediasi oleh antibodi IgM dan IgG yang
Defisiensi piridoksin akibat isoniazid berperan melawan sel yang mengekspresikan
Farmaka
Volume 21 Nomor 2 201

antigen golongan darah I, sehingga menyebabkan hepatotoksisitas pada pemberian kombinasi


kerusakan pada sel darah merah, trombosit dan isoniazid-rifampisin diakibatkan rifampisin
epitel sel ginjal (Sadanshiv et al., 2018). dapat meningkatkan toksisitas isoniazid melalui
Manifestasi gangguan gastrointestinal pada peningkatan pembentukan metabolit toksik
anak yang dilaporkan oleh Garcia-Prats et al. hidrazin (Faiz et al., 2020). Terdapat satu laporan
(2021) berupa muntah, mual, dan sakit perut yang hepatotoksisitas oleh Li et al. (2017) yang dialami
dialami oleh 13 pasien anak dari 62 pasien anak oleh satu pasien anak setelah 16 hari pemberian
studi selama 14 hari pemberian rifampisin. Reaksi rifampisin dan satu laporan risiko disfungsi hati
hipersensitivitas lainnya dapat berupa ruam pada oleh Arnold et al. (2015) yang ditandai dengan
kulit yang dilaporkan oleh Atkinson & Kitai peningkatan kadar AST pada 7 pasien anak
(2014) terjadi pada pasien anak berumur 2 tahun (0.1% populasi studi), peningkatan kadar ALT
yang mengalami angioderma pada wajah dan pada 15 pasien anak (0.5% populasi studi), serta
ruam gatal setelah 30 menit pemberian rifampisin peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi pada
dosis kelima. 743 anak (17% populasi studi).
Gangguan hematologis dan koagulasi
juga sering diasosiasikan dengan penggunaan Efek Samping Pirazinamid
rifampisin, seperti koagulasi intravaskular Dibandingkan dengan OAT lainnya,
diseminata, trombositopenia, dan trombositopenia mekanisme kerja pirazinamid adalah yang
purpura (Torres-Fernandez et al., 2020). Kasus paling sedikit dipahami. Secara in vitro pada pH
trombositopenia pada anak dilaporkan menjadi asam, pirazinamid hanya akan membunuh Mtb.
efek samping terbesar yang dialami oleh pasien Sedangkan secara in vivo, pirazinamid memiliki
anak yang diberikan terapi rifampisin pada aktivitas sterilisasi tinggi terhadap bakteri yang
penelitian Arnold et al. (2015) sebanyak 2045 tahan pada lingkungan asam yang bertumbuh
pasien anak (48% populasi studi), yang disusul selama peradangan. Aktivitas sterilisasi dari
oleh leukositosis sebagai efek samping terbesar pirazinamid juga ditemukan sama efektifnya
kedua sebanyak 1567 pasien anak (37%). Laporan dengan penggunaan rifampisin, sehingga efek dari
kasus dari Torres-Fernandez et al. (2020) berkaitan keduanya bersifat sinergis. Durasi pengobatan TB
dengan gangguan koagulasi terjadi pada pasien dapat berkurang dari 12 bulan menjadi 9 bulan
anak umur 8 bulan dengan koagulopati berat dan bila rifampisin atau pirazinamid digunakan.
anemia mikrositik ringan yang ditandai dengan Namun bila keduanya dikombinasikan akan
manifestasi klinis berupa beberapa memar pada semakin mengurangi durasi pengobatan menjadi
bagian kaki. Gangguan koagulopati ini diduga hanya 6 bulan (Zhang et al., 2014).
disebabkan defisiensi vitamin K yang disebabkan Dosis yang direkomendasikan WHO (2010)
rifampisin. untuk penggunaan pirazinamid pada pasien anak
Efek hepatotoksisitas dari rifampisin yang mengidap TB adalah 35 mg/kg (rentang 30-
tidak sebesar isoniazid dan pirazinamid. Dengan 40 mg/kg). Pirazinamid digunakan hanya pada 2
tingkat hepatotoksisitas terkait rifampisin adalah bulan pertama (fase intensif) dari 6 bulan terapi
0% - 2% jika diberikan sebagai monoterapi dan karena efeknya yang tidak terlalu signifikan
0,7%–1,2% jika diberikan dalam kombinasi setelah melewati bulan ke-2. Hal ini mungkin
dengan isoniazid (Cruz et al., 2013). Risiko diakibatkan peradangan yang menyebabkan
Farmaka
Volume 21 Nomor 2 202

lingkungan asam di luka berkurang setelah 2 kulit. Namun manifestasi efek samping pada kulit
bulan (Zhang et al., 2014). yang paling sering terjadi adalah ruam, dengan
Pirazinamid dapat meningkatkan asam estimasi sebesar 2%. Resiko ini akan meningkat
urat pada 90% pasien anak yang diberikan dengan penggunaan bersama rifampisin (Cruz
pirazinamid. Namun, peningkatan asam urat et al., 2013). Ruam kulit terjadi pada 1 pasien
ini jarang diasosiasikan dengan nyeri sendi anak setelah pemberian pirazinamid dengan
(artralgia) pada anak (Cruz et al., 2013). streptomisin selama 12 hari (Li et al., 2017) dan
Peningkatan ini disebabkan metabolit terbesar 1 pasien anak berumur 10 tahun setelah 10 hari
dari pirazinamid, yakni asam pyrazinoic dapat pemberian pirazinamid (Barrosa Maia et al.,
menyebabkan hiperurisemia lewat inhibisi sekresi 2014).
tubular ginjal. Pada penelitian Şişmanlar et al.
(2015) didapatkan 12 dari 23 pasien anak yang Efek Samping Etambutol
mengalami hiperurisemia dengan mean waktu Etambutol bekerja secara bakteriostatik
2.1 ± 1.4 minggu. 8 dari 12 pasien anak tersebut terhadap Mycobacterium dengan cara
mengalami hiperurisemia lebih dari sekali, dengan menghambat produksi arabinogalactan yang
satu pasien sebanyak 6 kali dan dua pasien lainnya merupakan penyusun dinding sel dari Mtb.
sebanyak 4 kali selama dua bulan awal terapi. Etambutol bekerja sinergis dengan isoniazid pada
Pemberian pirazinamid diasosiasikan jalur biosintesis asam mikolat melalui penekanan
dengan demam (drug fever) yang diakibatkan inhA. Namun hal ini juga dapat menyebabkan
pemberian pirazinamid tunggal atau kombinasi. toleransi silang, yakni Mtb yang toleran terhadap
Penelitian Li et al. (2017) pada 599 pasien anak isoniazid juga akan toleran terhadap etambutol
tuberkulosis, dilaporkan terdapat 3 kasus demam (Goossens et al., 2020).
pada pasien anak yang diduga diakibatkan Rekomendasi dosis etambutol pada
kombinasi pirazinamid dengan etambutol, pasien anak dengan TB berdasarkan WHO
pirazinamid dengan streptomisin, dan pirazinamid (2010) sebesar 20 mg/kg (rentang 15-25 mg/kg).
tunggal. Berdasarkan studi literatur dari Ezer et al. (2013),
Selain itu, penggunaan pirazinamid juga disebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
diasosiasikan dengan hepatotoksisitas akibat konsisten antara toksisitas etambutol dengan
obat, dengan resiko toksisitas paling besar bila lama pengobatan. Namun toksisitas etambutol
dibandingkan dengan terapi tuberkulosis lini berupa berkurangnya kemampuan melihat warna
pertama lainnya. Dalam tubuh, pirazinamid akan meningkat seiring dengan meningkatnya dosis.
dimetabolisme menjadi asam pyrazinoic dan Gangguan penglihatan ini umum ditemukan pada
akan dioksidasi menjadi 5-Hydroxy-Pyrazinoic dosis etambutol sebesar 45 mg/kg/hari. Dosis ini
Acid (5-OH-PA). Kedua metabolit reaktif inilah jauh lebih tinggi dari dosis yang direkomendasikan
yang dianggap menyebabkan efek hepatotoksik oleh WHO untuk pasien anak.
(Faiz et al., 2020). Kasus hepatotoksisitas terkait Efek samping terbesar yang umum
pemberian pirazinamid dilaporkan oleh Li et al. dilaporkan terkait etambutol adalah gangguan
(2017) pada 2 pasien anak setelah pemberian penglihatan, dengan efek samping paling serius
selama 6 hari dan 7 hari. dapat berupa neuritis optik. Sifat dari neuritis
Jarang terjadi efek samping PZA pada optik adalah reversibel, tergantung dari dosis
Farmaka
Volume 21 Nomor 2 203

etambutol yang diberikan. Namun dalam jangka tuberkulosis.


panjang, neuritis optik ini dapat menyebabkan
kebutaan permanen. Hal ini disebabkan etambutol DAFTAR PUSTAKA
yang mengganggu rantai respirasi mitokondria Arnold., C., Ericson, J., Kohman, J., Corey, K.,
pada saraf optik (Levy et al., 2015). Oh, M., Onabanjo, J., Hornik, C., Clark,
Kasus penurunan fungsi penglihatan ini R., Benjamin, D., Smith, P., Chu, V., and
dilaporkan oleh Levy et al. (2015) pada 3 pasien on behalf of The Best Pharmaceuticals
anak dengan 1 pasien mengalami gangguan pada for Children Act–Pediatric Trials
jalur visual retro chiasmatic setelah 4 minggu Network Administrative Core Committee.
pemberian etambutol dan 2 pasien lainnya (2015). Rifampin Use and Safety in
mengalami neuritis optik setelah masing-masing Hospitalized Infants. American Journal of
7 dan 36 minggu pemberian etambutol. Gangguan Perinatology, 32(06), 565–570. https://doi.
penglihatan ini menghilang setelah pemberhentian org/10.1055/s-0034-1543955.
pemberian etambutol. Atkinson, A., dan Kitai, I. (2014). Rifampin
Toksisitas optik lainnya berupa buta warna Hypersensitivity in a 2-year-old Child With
reversibel dilaporkan oleh Eyuboglu et al. (2019) Successful Rapid Oral Desensitization.
pada pasien anak 14 tahun yang mengalami The Pediatric Infectious Disease
buta warna merah-hijau berat setelah 7 minggu Journal, 33(7). https://doi.org/10.1097/
pemberian etambutol. Penglihatan pasien kembali INF.0000000000000295.
normal setelah 2 bulan pemberhentian pemberian Barrosa, M.E., Reis, S.T., Neves, N., Félix,
etambutol. M., dan Chaves, L. C. (2014). P25 ‐
Hypersensitivity/adverse Reactions to
SIMPULAN Antituberculosis Drugs – A Case Report.
Berdasarkan hasil penelusuran diketahui Clinical and Translational Allergy, 4(S1).
bahwa efek samping serius OAT lini pertama https://doi.org/10.1186/2045-7022-4-
pada anak jarang terjadi. Efek samping yang S1-P80.
paling banyak dilaporkan adalah hepatotoksisitas Baytunca, M. B., Erermis, S., Bildik, T., dan
terutama pada penggunaan isoniazid dan Kayahan, B. (2015). Isoniazid-Induced
pirazinamid. Hepatotoksisitas jarang dilaporkan Psychosis with Obsessive-Compulsive
pada penggunaan rifampisin, namun banyak Symptoms (Schizo-Obsessive Disorder)
keluhan terkait mual dan muntah. Efek dari in a Female Child. Journal of Child
penggunaan etambutol lebih kepada gangguan and Adolescent Psychopharmacology,
penglihatan, seperti buta warna dan neuritis optik. 25(10), 819–820. https://doi.org/10.1089/
Walaupun kejadian efek samping pada anak cap.2014.0065.
jarang dilaporkan, tenaga kesehatan tetap harus Carvalho, E., Rossoni, A., Tahan, T., Rossoni,
waspada terhadap kemungkinan efek samping M., & Rodrigues, C. (2018). Treatment
tersebut. Follow up rutin terhadap perkembangan Regimens For Tuberculosis In Children
pasien dapat menurunkan tingkat mortalitas dan And Related Adverse Effects. Residência
morbiditas secara signifikan, serta meningkatkan Pediátrica, 8(1), 20–26. https://doi.
kepatuhan pasien untuk melanjutkan pengobatan org/10.25060/residpediatr-2018.v8n1-03.
Farmaka
Volume 21 Nomor 2 204

Chang, S.-H., Nahid, P., dan Eitzman, S. R. (2014). Opti-Rif Trial. Journal of Antimicrobial
Hepatotoxicity in Children Receiving Chemotherapy, 76(12), 3237–3246. https://
Isoniazid Therapy for Latent Tuberculosis doi.org/10.1093/jac/dkab336.
Infection. Journal of the Pediatric Goossens, S. N., Sampson, S. L., dan Van Rie,
Infectious Diseases Society, 3(3), 221–227. A. (2020). Mechanisms of Drug-Induced
https://doi.org/10.1093/jpids/pit089. Tolerance in Mycobacterium tuberculosis.
Cruz, A. T., Ahmed, A., Mandalakas, A. M., dan Clinical Microbiology Reviews, 34(1),
Starke, J. R. (2013). Treatment of Latent e00141-20. https://doi.org/10.1128/
Tuberculosis Infection in Children. Journal CMR.00141-20.
of the Pediatric Infectious Diseases Society, Kautsar, A. P., dan Intani, T. A. (2016). Complience
2(3), 248–258. https://doi.org/10.1093/ and Effectiveness of Single Tuberculosis
jpids/pit030. Drugs and Fixed Dose Combination (FDC)
Eyuboglu, T. Ş., Durmus, S. Y., Karamert, S. S., on Pediatric Patients in a Hospital in
Kaman, A., Teke, T., Oz, F. N., & Tanır, Bandung. Indonesian Journal of Clinical
G. (2019). Reversible Color Blindness Pharmacy, 5(3), 215–224. https://doi.
due to Ethambutol in a Pediatric Patient org/10.15416/ijcp.2016.5.3.215.
with Pulmonary Tuberculosis. European Kemenkes RI. (2016). Petunjuk Teknis
Respiratory Journal, 54(PA1063). https:// Manajemen dan Tatalaksana TB Anak.
doi.org/10.1183/13993003.congress-2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
PA1063. Koch, A., Mizrahi, V., & Warner, D. F. (2014).
Ezer, N., Benedetti, A., Darvish-Zargar, M., The Impact of Drug Resistance on
& Menzies, D. (2013). Incidence of Mycobacterium Tuberculosis Physiology:
ethambutol-related visual impairment What Can We Learn from Rifampicin?
during treatment of active tuberculosis Emerging Microbes & Infections, 3(1),
[Review article]. The International 1–11. https://doi.org/10.1038/emi.2014.17.
Journal of Tuberculosis and Lung Disease, Levy, M., Rigaudière, F., de Lauzanne, A.,
17(4), 447–455. https://doi.org/10.5588/ Koehl, B., Melki, I., Lorrot, M., & Faye,
ijtld.11.0766. A. (2015). Ethambutol-related Impaired
Faiz, S. N., Haque, M., dan Hoque, S. M. K. Visual Function in Childrens Less than 5
(2020). Antitubercular Drug-Induced Years of Age Treated for a Mycobacterial
Hepatotoxicity: A Comprehensive Infection: Diagnosis and Evolution.
Review. Journal of Army Medical College Pediatric Infectious Disease Journal,
Chattogram, 3(1), 33–37. 34(4), 346–350. https://doi.org/10.1097/
Garcia-Prats, A. J., Svensson, E. M., Winckler, J., INF.0000000000000589.
Draper, H. R., Fairlie, L., van der Laan, L. Li, Y., Zhu, Y., Zhong, Q., Zhang, X., Shu, M., &
E., Masenya, M., Schaaf, H. S., Wiesner, L., Wan, C. (2017). Serious Adverse Reactions
Norman, J., Aarnoutse, R. E., Karlsson, M. From Anti-tuberculosis Drugs Among 599
O., Denti, P., dan Hesseling, A. C. (2021). Children Hospitalized for Tuberculosis.
Pharmacokinetics and Safety of High- Pediatric Infectious Disease Journal,
dose Rifampicin in Children with TB: The 36(8), 720–725. https://doi.org/10.1097/
Farmaka
Volume 21 Nomor 2 205

INF.0000000000001532. Grasa, L., C. D., dan Blazquez-Gamero,


Qu, C., Li, X., Zheng, Z., & Zhu, J. (2015). D. (2020). Severe Rifampicin-induced
Successful diagnosis of hyperpyrexia Vitamin K Deficiency Coagulopathy in a
Induced by Isoniazid in A Child with Child. Pediatric Infectious Disease Journal,
Suspected Extra-pulmonary Tuberculosis. 39(9), 833–834. https://doi.org/10.1097/
Int J Clin Exp Med, 8(5), 8249–8253. INF.0000000000002728.
Sadanshiv, M., George, A. A., Mishra, A. K., Unissa, A. N., Subbian, S., Hanna, L. E., dan
dan Kuriakose, C. K. (2018). Rifampicin- Selvakumar, N. (2016). Overview on
induced immune allergic reaction. Tropical mechanisms of isoniazid action and
Doctor, 48(2), 156–159. https://doi. resistance in Mycobacterium tuberculosis.
org/10.1177/0049475517724689. Infection, Genetics and Evolution, 45,
Science, M., Ito, S., & Kitai, I. (2013). Isoniazid 474–492. https://doi.org/10.1016/j.
Toxicity in A 5-year-old boy. Canadian meegid.2016.09.004
Medical Association Journal, 185(10), 894– World Health Organization. (2010). Rapid advice:
896. https://doi.org/10.1503/cmaj.121732. Treatment of Tuberculosis in Children.
Shah, I., Jadhao, N., Mali, N., Deshpande, WHO/HTM/TB/2010.13. https://apps.
S., Gogtay, N., dan Thatte, U. (2019). who.int/iris/handle/10665/44444.
Pharmacokinetics of Isoniazid in Indian World Health Organization. (2014). Guidance
Children with Tuberculosis on Daily for National Tuberculosis Programmes
Treatment. The International Journal of on The Management of Tuberculosis
Tuberculosis and Lung Disease, 23(1), 52– in Children (2nd ed). World Health
57. https://doi.org/10.5588/ijtld.18.0463. Organization. https://apps.who.int/iris/
Sharawat, I. K., & Dawman, L. (2021). Toddler handle/10665/112360.
With Intermittent Abnormal Behavior: Is World Health Organization. (2022). Global
It Isoniazid-Induced Psychosis? Pediatric Tuberculosis Report 2022. World Health
Emergency Care, 37(1), e60–e61. https:// Organization.
doi.org/10.1097/PEC.0000000000001555. Zhang, Y., Shi, W., Zhang, W., & Mitchison,
Shetty, N. S., & Shah, I. (2019). Isoniazid- D. (2014). Mechanisms of Pyrazinamide
Induced Neuropathy in A Pre-pubertal Action and Resistance. Microbiology
Child. Paediatrics and International Child Spectrum, 2(4), 2.4.03. https://doi.
Health, 39(3), 216–218. https://doi.org/10. org/10.1128/microbiolspec.MGM2-0023-
1080/20469047.2018.1482996. 2013.
Şişmanlar, T., Aslan, A. T., dan Budakoğlu, I.
(2015). Is Hyperuricemia Overlooked when
Treating Pediatric Tuberculosis Patients
with Pyrazinamide? Journal of Tropical
Pediatrics, 61(5), 351–356. https://doi.
org/10.1093/tropej/fmv042.
Torres-Fernandez, D., de Pazos Azpeitia, B., Gijon
Mediavilla, M., Lopez-Roa, P., Epalza, C.,

Anda mungkin juga menyukai