Abstrak
Ziarah kubur adalah sebuah fenomena yang mempunyai tradisi sejarah yang panjang.
Fenomena ini cukup menimbulkan polemik perdebatan dalam kurun waktu yang lama yakni
dari abad ke-12 (Ibn Taimiyah) sampai pada abad ke-20 (Muhmmad ibn Abdul Wahab). Yang
perlu menjadi catatan adalah bahwasanya ziarah kubur bukan hanya sekedar dalam ranah
dimensi ritual peribadatan saja, melainkan ia juga mencakup dimensi sosial, politik bahkan
bisnis-komersial. Dan fenomena inilah yang sekarang muncul dalam hal ziarah kubur yang
ada di Indonesia.
Kata kunci: Islam, ziarah, makam orang-orang sholeh
Abstract
Grave pilgrimage is a phenomenon that has a long history of tradition. This phenomenon
cause quite a polemic debate in a long period, from the 12th century (Ibn Taymiyyah) until
the 20th century (Muhammad ibn Abdul Wahab). The important thing is that pilgrimage
is not just a tomb in the realm of ritual dimension of worship alone, but its also includes the
socialpolitical and even business-commercial. And now this is phenomenon appearen grave
pilgrimage in Indonesia.
Keywords: Islam, pilgrimage, people’s tomb pious
216 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013
A. Pendahuluan
Ziarah kubur mempunyai tradisi yang berakar panjang dalam sejarah
perkembangan agama Islam. Perdebatan tentang tradisi ini juga bergaung
jauh dalam sejarah. Dari Ibn al-Jauzi dan Ibn Taymiyah (abad ke-12-13) sampai
dengan Ibn Abd al-Wahab, Rashid Rida dan Sayyid Qutb (abad ke-19-20).
Perilaku keagamaan itu dengan gigih dikecam oleh sebagian kalangan sebagai
praktik syirik dan bid’ah. Namun tidak sedikit yang tetap mempraktikkan dan
meyakininya sebagai praktik ibadah. Bahkan ziarah kubur merupakan sebuah
perilaku agama yang sangat penting di semua pelosok dunia Islam dan berakar
pada ajaran Islam.
Pada umumnya obyek dari pada ziarah kubur itu adalah makam-makam
“keramat” -seperti makam walisongo, raja-raja Islam, makam orang-orang
sholeh, dan bahkan kuburan bapak-bapak perintis komunitas Islam-. Berkaitan
dengan fenomena ziarah, pada kurun waktu dua dekade terakhir ini terjadi
peningkatan yang luar biasa jumlah kaum Muslim yang mengunjungi tempat-
tempat ziarah di Jawa dan Madura. Sedikitnya ada 100 tempat ziarah Islam
yang dianggap penting di kedua pulau itu.
Data berikut akan menunjukkan beberapa di antara ledakan fenomena
ziarah lokal. Salah satu makam Islam paling popular di Jawa Timur, yakni
makan Maulan Malik Ibrahim di pusat kota Gresik, sempat menampung
pengunjung sebanyak 1.556.652 orang pada tahun 2005. Angka ini merupakan
peningkatan lebih dari sepuluh kali lipat dari jumlah 128.905 pada tahun
1988.1 Jumlah kunjungan tahunan ke makam Sunan Bonang di Tuban naik
dari 117.270 pada tahun 1988 menjadi 618.047 pada tahun 2005. Tempat-
tempat ziarah lainnya di pulau Jawa juga mengalami peningkatan yang luar
biasa dari segi jumlah peziarah, meskipun angka-angka statistik kurang dapat
diandalkan.
Fenomena yang sesungguhnya juga menarik adalah, bahwa tergerak
oleh kenaikan jumlah pengunjung ziarah yang mencengangkan, dewasa
ini makin banyak dan beraneka ragam usaha komersial dan praktik-praktik
mencari pendapatan yang membonceng pada ziarah lokal. Dimensi komersial
2
Muhammad Idris Abdur Rauf al Marbawi, Kamus Arab Melayu (Mesir: Mustafa al-Halabi
wa auladihi, 1350 H), hlm. 273.
3
Luis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughoti wa al-A’alam (Beirut: Darul Masyrak, 1996), hlm. 310.
218 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013
Imam al-Qadli, Iyadl, al Mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqh, Juz 1 (t.tp: t.p., t.th.), hlm. 119.
5
6
H.S. A. Alhamidi, Risalah Jana’iz (Bandung: Al-Ma’arif, 1976), hlm. 10.
7
Ja’far Subhani, Tawasul, Tabarruk, Ziarah Kubur, Karamah Wali termasuk Ajaran Islam
(Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 47.
Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 219
dengan nama kecilnya Raden Said. Dalam beberapa riwayat disebutkan masa
hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan
demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478),
Kesultanan Demak (1481-1546), Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan
juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan
Mataram di bawah pimpinan Panembahan Senopati (sekitar 1580). Ia ikut
pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung
Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang
utama (soko guru) masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.8
Makam Sunan Kalijaga terletak di Kelurahan Kadilangu Kecamatan
Demak Kota sekitar 1,5 km dari Masjid Agung Demak. Makam Sunan
Kalijaga banyak dikunjungi peziarah dan juga wisatawan yang sekedar ingin
tahu keberadaan salah seorang yang turut mengukir sejarah bangsa ini. Pada
hari-hari tertentu makam Sunan Kalijaga ramai dikunjungi peziarah terutama
hari Ahad, Kamis dan Jum’at. Bahkan lebih ramai lagi pada hari Kamis malam
Jum’at Kliwon. Terlebih lagi pada setiap tanggal 10 Dzulhijah, makam Sunan
Kalijaga ramai dikunjungi orang karena ingin melihat atau mengikuti upacara
penjamasan benda-benda pusaka peninggalannya yang berupa “Kelambi Kyai
Gondil” dan “Kutang Onto Kusumo”
Makam Sunan Kalijaga kini berada di dalam “rumah” kokoh dengan
ukiran di pintu, jendela, maupun tiang-tiangnya. Kondisi makam Sunan
Kalijaga saat ini tentu bertolak belakang dengan keadaan masa lalu, sewaktu
Sunan Kalijaga bermukim dan mengajar di sana. Dulu Kadilangu adalah
desa yang sunyi, dan sekarang bisa dibayangkan terdapatnya keceriaan yang
melingkupinya. Hal ini berkat wibawa dan kegairahan seorang wali pecinta
kesenian, yang selalu siap dan terbuka terhadap perubahan.
Tujuan ziarah ke makam Sunan Kalijaga tidak bisa dipisahkan dengan
keberadaan Masjid Agung Demak sebagai salah satu Masjid yang turut
dibangun oleh Sunan Kalijaga. Makam Sunan Kalijaga dan Masjid Agung
Demak memiliki daya tarik terhadap wisatawan yang berupa nilai historis dan
nilai spiritual. Nilai historis berhubungan dengan keberadaan Masjid Agung
Demak sebagai bangunan masjid pertama di Jawa dan adanya benda-benda
yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli. Takhalli berarti mengosongkan diri dari sikap
ketergantungan terhadap kelezatan kehidupan duniawi. Berziarah memberikan
hikmah akan kekalnya hidup setelah kematian, sehingga dapat menjadi jalan
ke arah takhalli. Setelah mempunyai kesadaran takhalli, seseorang akan mengisi
atau menghiasi diri dengan sifat terpuji dan mulia. Dan kesadaran inilah yang
disebut dengan tahalli. Berikutnya adalah tajalli. Tajalli adalah terbukanya tabir
yang menghalangi hamba dengan Tuhan sehingga hamba menyaksikan tanda-
tanda kekuasaan dan keagungan-Nya. Istilah lain yang memiliki kedekatan arti
dengan tajalli adalah ma’rifah, mukasyafah, dan musyahadah.
Kesadaran semacam ini akan membawa dan mengantarkan seseorang—
khususnya peziarah pada pembersihan dan pencerahan hidup dan
mendorongnya untuk selalu beramal shaleh sesuai dengan tuntutan dan ajaran
agama Islam. Dimensi kesalehan semacam inilah yang terkandung dalam ziarah
kubur khususnya ziarah kubur makam Sunan Kalijaga.
9
Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al Qur’an, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-Konsep Kunci,
(Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 133.
224 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013
ma’ruf nahyi munkar), dan keempat “salam” yang artinya aman, damai, sentosa.
Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan
aslama dan sallama.
Secara terminologis Islam dapat diartikan sebagai agama wahyu
berintikan tauhid atau keEsaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad saw. sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku
bagi seluruh manusia.
Inti ajaran Islam terangkum dalam rukun islam, iman, dan ihsan. Rukun
Islam terdiri dari lima hal yaitu; (1) dua kalimah syahadat, (2) mendirikan salat
wajib lima waktu, (3) berpuasa pada bulan Ramadan, (4) membayar zakat,
dan (5) menunaikan ibadah haji bagi mereka yang mampu. Sedangkan enam
rukun iman terdiri dari iman kepada Allah, iman kepada malaikat Allah, iman
kepada Kitab-Kitab Allãh, iman kepada Nabi dan Rasul Allah, iman kepada
hari kiamat, dan iman kepada qadla dan qadar.
Sedangkan ihsan biasa dimaknai dengan perbuatan baik sebagai
implementasi dari keberislaman, dan keberimanan seseorang. Seseorang yang
berihsan adalah mereka yang berbuat sesuatu seakan-akan dia telah dilihat
Tuhan walaupun ia tidak bisa melihat Tuhannya.
Dalam penegrtian lain Dawam Rahardjo memaparkan bahwa Islam
adalah penerimaan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw.. Sedangkan
iman adalah pembenaran dengan hati. Dan ihsan adalah perwujudan dalam
perbuatan. Jadi iman adalah tindakan interiorisasi dan internalisasi, sedangkan
Islam adalah eksteriorisasi dan eksternalisasi apa yang ada dalam keyakinan
seseorang.10
Kaitannya dengan dimensi keberislaman dan keislaman, tradisi ziarah
kubur yang dilaksanakan oleh umat muslim di makam Sunan Kalijaga dapat
difahami sebagai wujud internalisasi ajaran Islam yang berupa menyakini
adanya hari akhir dan mahluk ghoib. Ziarah kubur dapat menjadi pelajaran
dan sekaligus bukti bahwa hidup tidaklah kekal dan kiamat pasti benar adanya.
Bahkan pada masyarakat muslim tertentu berziarah adalah salah
satu indikator bentuk kesalehan seseorang. Seseorang yang berziarah dan
mendoakan makam orang tua, saudara atau leluhurnya yang telah meninggal
akan dipandang sebagai pribadi yang shaleh dan sebaliknya.
Berziarah adalah tradisi, karenanya antara daerah satu dengan yang
lainnya akan sangat berbeda. Oleh karenanya berziarah dapat difahami sebagai
internalisasi dan kontektualisasi ajaran Islam. Dalam hal ini tentu berziarah
yang jauh dari kemusyrikan, dan sebaliknya sebagai media mendekatkan diri
kepada Allah, dan mendorong peziarah untuk selalu taat, berbuat kebajikan,
memberi manfaat kepada sesame.
Dimensi kepasrahan, ketundukan, kesadaran, dan kepatuhan yang
diperoleh dari hikmah tradisi ziarah kubur inilah yang menjadi ciri
keberislaman seseorang, sehingga akan membawa kepada kesalehan hidup,
dan kepribadian muslim sejati.
e. Tersedianya banyak biro jasa perjalanan atau jasa tour yang menyediakan
layanan perjalanan ke makam Sunan Kalijaga. Disetiap daerah pada saat
ini sudah banyak penyedia jasa tour yang menyediakan paket wisata religi
yang salah satunya adalah ke lokasi makam Sunan Kalijaga.
Selain makam Sunan Kalijaga sebagai objek wisata di kota Demak, ada
juga Masjid Agung Demak yang tidak kalah ramainya sebagai objek wisata.
Masjid Agung Demak kiranya sebagai satu rangkaian wisata ketika seseorang
mau berwisata ke kota Demak. Masjid Demak merupakan salah satu masjid
tertua yang dibangun oleh umat Islam pada waktu itu yang dipercaya
melibatkan ke sembilan walisongo. Masjid ini didirikan oleh raja pertama
Demak yaitu Raden Patah yang dibantu oleh kesembilan wali. Masjid ini
dahulunya adalah tempat para wali berkumpul untuk membicarakan berbagai
permasalahan penting di Nusantara.
Masjid Demak merupakan salah satu hal yang menarik bagi para
wisatawan karena sejarah, budaya dan juga gaya arsitekturnya yang menawan.
Menurut beberapa sumber masjid ini diperkirakan didirikan sekitar tahun
1404 Saka. Hal ini diketahui melalui simbol berupa bulus yang ada di masjid.
Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti
yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti
angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0
(nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu).
Masjid Demak mempunyai bangunan induk dan serambi. Bangunan ini
memiliki empat tiang utama yang sangat terkenal yand disebut dengan saka
guru. Keempat tiang tersebut merupakan sumbangan dari empat orang wali
yang berbeda. Saka guru sebelah timur laut oleh Sunan Kalijaga, saka guru
sebalah barat laut oleh Sunan Bonang, saka guru sebelah tenggara oleh Sunan
Ampel dan barat daya oleh Sunan Gunung Jati. Salah satu tiang yang paling
menarik adalah tiang dari Sunan Kalijaga yang konon dibuat dari serpihan-
serpihan kayu yang digabungkan menjadi sebuah tiang yang kuat yang oleh
masyarakat disebut dengan saka tatal. Bangunan serambi merupakan area
terbuka yang biasanya digunakan beristirahat oleh para pengunjung.
Atap masjid berbentuk limas yand ditopang dengan delapan tiang yang
disebut dengan saka majapahit. Atap limas ini terdiri dari tiga bagian yang
228 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013
menggambarkan iman, islam dan ihsan. Di masjid ini terdapat pintu yang
disebut dengan pintu bledeg yang mengandung candra sengkala yang dapat
dibaca Naga Mulat Salira Wani, dengan makna 1388 saka atau 1466 M atau
887 H.
Sejak pertama kali didirikan, Masjid Agung Demak baru dipugar pertama
kali oleh Raja Mataram Paku Buwono I, pada tahun 1710. Pemugaran ini
dilakukan untuk mengganti atap sirap yang sudah lapuk. Perluasan besar-
besaran untuk menjadi masjid agung diperkirakan berlangsung pada 1504-
1507. Pada masa itu, penyebaran agama Islam makin meluas di wilayah Demak.
Sementara itu, pembangunan menara adzan baru dilakukan pada Agustus
1932.
Dua objek wisata kota Demak ini, yaitu makam Sunan Kalijaga dan
juga Masjid Demak menjadi objek wisata utama di kota ini. Selama tahun
2009 tercatat 440.128 pengunjung mendatangi obyek wisata Masjid Agung
Demak dengan jumlah uang yang masuk sebesar 440,13 juta rupiah. Sedang
untuk obyek wisata Makam Sunan Kalijaga Kadilangu tercatat ada 594.230
pengunjung dengan jumlah uang masuk 297,12 juta rupiah.12
Selain masjid Demak yang sangat terkenal, terdapat pula masjid
peninggalan Sunan Kalijaga ketika masa hidupnya. Masjid ini dikenal
dengan nama Masjid Kadilangu. Sewaktu Sunan Kalijaga masih hidup,
masjid Kadilangu masih berupa surau kecil. Setelah beliau wafat maka beliau
digantikan oleh putera ketiganya yang bernama Sunan Hadi. Surau tersebut
sudah mengalami beberapa kali renovasi hingga terlihat sebagaimana saat ini.
Pada pintu masjid terdapat sebuah prasasti yang berbunyi : “Meniko titi
mongso ngadekipun masjid ngadilangu pada hari Ahad Wage tanggal 16 sasi dzul-hijjah
tahun tarikh jawi 1456”, (ini waktunya berdiri masjid Kadilangu pada hari Ahad
Wage tanggal 16 bualn dzul-hijjah tahun tarikh jawa 1456). Tulisan tersebut
aslinya bertulisan Arab. Menurut masyarakat sekitar, Masjid yang ada saat ini
sudah banyak mengalami perubahan sehingga bentuknya sudah berbeda dari
awalnya, terutama untuk bagian depan masjid.
Bentuk bangunan makam untuk para tokoh atau wali memiliki
perbedaan dengan makam masyarakat pada umumnya. Makam para wali
dari “Ritual Ziarah Wali Songo”, sebuah istilah yang amat familiar di telinga
sebagian kalangan. Beberapa masyarakat seakan mengharuskan diri untuk
melakukan ziarah minimal sekali setahun, pada umumnya dilakukan pada
bulan Sya’ban.
Pelaksanaan ziarah ke makam Sunan Kalijaga pada umumnya dilakukan
bersamaan dengan agenda ziarah ke makam-makam walisongo lainnya, tokoh-
tokoh ulama yang dihormati, tidak jarang pula berbarengan dengan agenda
wisata ke tempat-tempat wisata budaya, bangunan bersejarah, candi dan
tempat wisata lainnya. Oleh karena itu biro perjalanan atau agen wisata yang
jeli melihat fenomena ini bisa mengambil peran untuk menyelenggarakan
kegiatan wisata ziarah tersebut. Selain itu kegiatan ziarah ini juga dikoordinir
oleh berbagai pihak seperti pondok pesantren, panitia pembangunan masjid,
kelompok pengajian dan sebagainya.
Dipandang dari segi bisnis, salah satu potret yang muncul dari ritual
peziarahan ini adalah adanya dimensi komersialisasi, yaitu adanya kegiatan
transaksi bisnis dalam kegiatan ziarah. Dimensi komersialitas ziarah antara
lain sangat terlihat dalam aspek pengemasan program kegiatan yang lebih
cenderung sebagai agenda wisata. Para peziarah memandang bahwa kegiatan
ziarah adalah merupakan ibadah, sehingga ziarah merupakan salah satu ritual
ibadah yang dapat digunakan sebagi media pengabdian dan pendekatan
kepada Sang Khalik.
Ziarah wali dan khususnya ziarah makam Sunan Kalijaga juga merupakan
ladang bisnis yang sangat menguntungkan bagi sebagian masyarakat lainnya.
Banyak hal yang dapat dimanfaatkan menjadi lahan bisnis dari kegiatan
ini, mulai dari penyediaan jasa transportasi, catering, pemandu (tour guide),
penginapan, oleh-oleh, jajanan dan masih banyak lagi.
Berikut merupakan dimensi komersial ziarah makam Sunan Kalijaga
yang diselenggarakan oleh suatu lembaga atau komunitas.
menarik dengan berbagai paket yang disediakan. Mulai dari paket wisata
ziarah walisongo, atau wisata ziarah ke bebeberapa wali saja yang rutenya
masih berdekatan.
Paket wisata ziarah walisongo dilaksanakan berkeliling sekitar pulau
jawa, rute bisa dimulai dari lokasi terdekat rombongan. Rute yang ditempuh
adalah makam Sunan Gunung Jati di Cirebon dilanjtkan menuju daerah
Demak dan Kudus yaitu makam Sunan Kalijaga, Sunan Kudus dan Sunan
Muria. Rute berikutnya yaitu wilayah Jawa Timur untuk berziarah ke makam
Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Ampel dan Syekh Maulana
Maghribi. Sedangkan paket ziarah untuk walisongo yang lain yaitu ke daerah
tertentu saja misalkan hanya menuju rute Demak dan Kudus guna berziarah
ke makam Sunan Kalijaga, Sunan Kudus dan Sunan Muria. Dan masih banyak
rute-rute lainnya.
b. Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai lembaga keilmuan juga banyak yang
menyelenggarakan kegiatan ziarah ke makam wali. Namun kegiatan ini tidak
bisa dilihat dari segi bisnis semata, dimana hal tersebut bisa dilihat dari paket
tarif yang diberikan. Tarif biaya kegiatan ziarah yang diselenggarakan oleh
pesantren relatif lebih murah dibanding dengan biro jasa perjalanan wisata.
Terkait hal ini bisa dilihat dari segi orientasi organisasi, dimana biro perjalanan
wisata lebih berorientasi pada bisnis pelayanan, sedangkan pesantren lebih
berorientasi pada pelayanan umat.
Keberadaan pesantren sebagai lembaga pengetahuan dan kelimuan
menempatkan kegiatan ziarah sebagai salah satu media dakwah kepada umat.
Ziarah merupakan salah satu sunah, dan dibolehkan dalam ajaran Islam
yang bertujuan untuk mengingat akan kematian, bahwa manusia pasti akan
mati. Sehingga sangat jarang sekali pesantren yang mengadakan kegiatan ini
semata-semata untuk mengeruk keuntungan dari jamaahnya. Itulah alasan
kenapa pesantren bisa menyelenggarakan kegitan ziarah dengan tarif yang
relatif murah, karena lebih didasari atas semangat dakwah mengajak kebaikan
kepada sesama.
232 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013
d. Komunitas masyarakat
Model pelaksanaan ziarah makam yang serupa dengan yang dilakukan
panitia kegiatan pembangunan, dijumpai juga pada komunitas-komunitas
mayarakat. Kegiatan ziarah juga bisa digunakan untuk ruang pengumpulan
dana guna pembangunan dan pengembangan komunitas. Hal ini juga
menumbuhkan semangat dan dedikasi serta loyalitas pada komunitasnya
masing-masing.
G. Simpulan
Fenomena ziarah kubur tidak semata-mata hanya dapat dilihat dari satu
aspek saja. Akan tetapi fenomena ziarah dapat diamati dalam berbagai dimensi
yaitu kesalehan, identitas, ke-islaman, wisata dan komersial.
Ziarah ke makam orang-orang shaleh—Sunan Kalijaga— dapat menjadi
‘itibar atau pelajaran bahwa seseorang yang mampu meninggalkan tuntutan
Daftar Pustaka
Alhamidi, H.S.A.. Risalah Jana’iz, Bandung: Al-Ma’arif, 1976.
Bappeda Kabupaten Demak.
Ma’luf, Luis. Al-Munjid fi al-Lughoti wa al-A’alam, Beirut: Darul Masyrak, 1996.
Al Marbawi, Muhammad Idris Abdur Rauf. Kamus Arab Melayu, Mesir: Mustafa
al-Halabi wa auladihi, 1350 H.
“Potensi Dan Peluang Investasi”, http://www/gresik.go.id/potensi.doc.
(diakases pada 22 November 2013 pukul 10.00).
Al Qadli, Imam. Iyadl, al Mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqh, juz 1, t.tp: t.p., t.th..
Rahardjo, Dawam. Ensiklopedi Al Qur’an, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-Konsep
Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002.
Subhani, Ja’far. Tawasul, Tabarruk, Ziarah Kubur, Karamah Wali termasuk Ajaran
Islam, Bandung: Pustaka Hidayah, 1995.
Syam, Nur. Islam Pesisiran, Yogyakarta: Lkis, 1999.
www.wikipedia.com. (diakases pada 10 November 2013 pada pukul 11.00
WIB).