Anda di halaman 1dari 21

Fenomena Ziarah:

Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial


Ahmad Rodli
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Email: ahmad.rodli@yahoo.com

Abstrak
Ziarah kubur adalah sebuah fenomena yang mempunyai tradisi sejarah yang panjang.
Fenomena ini cukup menimbulkan polemik perdebatan dalam kurun waktu yang lama yakni
dari abad ke-12 (Ibn Taimiyah) sampai pada abad ke-20 (Muhmmad ibn Abdul Wahab). Yang
perlu menjadi catatan adalah bahwasanya ziarah kubur bukan hanya sekedar dalam ranah
dimensi ritual peribadatan saja, melainkan ia juga mencakup dimensi sosial, politik bahkan
bisnis-komersial. Dan fenomena inilah yang sekarang muncul dalam hal ziarah kubur yang
ada di Indonesia.
Kata kunci: Islam, ziarah, makam orang-orang sholeh

Abstract
Grave pilgrimage is a phenomenon that has a long history of tradition. This phenomenon
cause quite a polemic debate in a long period, from the 12th century (Ibn Taymiyyah) until
the 20th century (Muhammad ibn Abdul Wahab). The important thing is that pilgrimage
is not just a tomb in the realm of ritual dimension of worship alone, but its also includes the
socialpolitical and even business-commercial. And now this is phenomenon appearen grave
pilgrimage in Indonesia.
Keywords: Islam, pilgrimage, people’s tomb pious
216 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

A. Pendahuluan
Ziarah kubur mempunyai tradisi yang berakar panjang dalam sejarah
perkembangan agama Islam. Perdebatan tentang tradisi ini juga bergaung
jauh dalam sejarah. Dari Ibn al-Jauzi dan Ibn Taymiyah (abad ke-12-13) sampai
dengan Ibn Abd al-Wahab, Rashid Rida dan Sayyid Qutb (abad ke-19-20).
Perilaku keagamaan itu dengan gigih dikecam oleh sebagian kalangan sebagai
praktik syirik dan bid’ah. Namun tidak sedikit yang tetap mempraktikkan dan
meyakininya sebagai praktik ibadah. Bahkan ziarah kubur merupakan sebuah
perilaku agama yang sangat penting di semua pelosok dunia Islam dan berakar
pada ajaran Islam.
Pada umumnya obyek dari pada ziarah kubur itu adalah makam-makam
“keramat” -seperti makam walisongo, raja-raja Islam, makam orang-orang
sholeh, dan bahkan kuburan bapak-bapak perintis komunitas Islam-. Berkaitan
dengan fenomena ziarah, pada kurun waktu dua dekade terakhir ini terjadi
peningkatan yang luar biasa jumlah kaum Muslim yang mengunjungi tempat-
tempat ziarah di Jawa dan Madura. Sedikitnya ada 100 tempat ziarah Islam
yang dianggap penting di kedua pulau itu.
Data berikut akan menunjukkan beberapa di antara ledakan fenomena
ziarah lokal. Salah satu makam Islam paling popular di Jawa Timur, yakni
makan Maulan Malik Ibrahim di pusat kota Gresik, sempat menampung
pengunjung sebanyak 1.556.652 orang pada tahun 2005. Angka ini merupakan
peningkatan lebih dari sepuluh kali lipat dari jumlah 128.905 pada tahun
1988.1 Jumlah kunjungan tahunan ke makam Sunan Bonang di Tuban naik
dari 117.270 pada tahun 1988 menjadi 618.047 pada tahun 2005. Tempat-
tempat ziarah lainnya di pulau Jawa juga mengalami peningkatan yang luar
biasa dari segi jumlah peziarah, meskipun angka-angka statistik kurang dapat
diandalkan.
Fenomena yang sesungguhnya juga menarik adalah, bahwa tergerak
oleh kenaikan jumlah pengunjung ziarah yang mencengangkan, dewasa
ini makin banyak dan beraneka ragam usaha komersial dan praktik-praktik
mencari pendapatan yang membonceng pada ziarah lokal. Dimensi komersial

Lihat “potensi dan Peluang investasi”, http://www/gresik.go.id/potensi.doc. (diakases


1

pada 22 November 2013 pukul 10.00).


Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 217

inilah yang menarik diamati. Sejalan dengan kenaikan jumlah pengunjung,


banyak orang yang berinvestasi untuk lebih memperbesar jumlah peziarah
dan meningkatkan omzet melalui biro-biro pariwisata dan perjalanan yang
‘menanam” orang pada komunitas-komuitas pengajian majlis ta’lim dan
bahkan di desa-desa. Para peziarah pun memberikan kontribusi terhadap
pendapatan, baik melalui donasi langsung, nazar yang telah diniatkan peziarah
atau pun sumbangan khusus seperti wakaf atau yang lain.
Dalam konteks seperti di atas itulah, fenomena ziarah ternyata tidak
berwajah tunggal. Ia mempunyai banyak wajah. Ia berkelindan antara
kesalehan, penonjolan identitas ke-Islaman seseorang dan bahkan dimensi
komersial yang seringkali juga membonceng dalam tradisi ziarah. Itulah realitas
ziarah saat ini, dimana fenomananya begitu beragam dan membutuhkan kajian
jernih dan mendalam agar diperoleh pemahaman yang utuh.
Adapun pembahasan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada
fenomena ziarah yang berlangsung di masjid Agung Demak dan makan Sunan
Kalijaga, Kadilangu Demak Jawa Tengah. Ke dua tempat ziarah ini dinilai
cukup bisa menggambarakan dan merepresentasikan akan geliat fenomena
dimensi ziarah secara umum.
Penelitian ini akan memotret trend ziarah yang saat ini semakin meningkat
dan berbagai varian yang menyertainya yaitu berkelindan-nya antara soal
kesalehan, penampakan identitas ke-Islaman dan dimensi komersial yang
begitu kental. Inilah hal yang menarik dan menjadi poin utama dari riset ini.

B. Islam dan Ziarah Kubur


Ziarah merupakan bentuk masdar dari kata zaara yang berarti menengok
atau melawat.2 Luwis Ma’luf mengartikan kata ziarah dengan “datang
dengan maksud menemuinya”.3 Kemudian KBII mengartikan ziarah dengan
kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia (makam, dsb). Makam
adalah merupakan tempat pemakaman atau pengkuburan jenazah (orang yang

2
Muhammad Idris Abdur Rauf al Marbawi, Kamus Arab Melayu (Mesir: Mustafa al-Halabi
wa auladihi, 1350 H), hlm. 273.
3
Luis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughoti wa al-A’alam (Beirut: Darul Masyrak, 1996), hlm. 310.
218 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

sudah meninggal). Jadi ziarah kubur adalah menengok atau mengunjungi


tempat pemakaman jenazah.
Makam merupakan sebuah istilah yang diambil dari bahasa Arab maqom
yang berarti tempat, status, atau hirarki. Sedangkan kuburan dalam bahasa
arab adalah qobr, maqbarah yang berarti tempat pemakaman. Kedua istilah ini di
Indonesia tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaanya, sehingga orang
yang berziarah bisa menyatakan akan ke makam atau ke kuburan.4
Menurut terminologi syar’iyah, ziarah kubur adalah mengunjungi
pemakaman dengan niat mendoakan para penghuni kubur serta mengambil
pelajaran dari keadaan mereka.5 Dengan bahasa lain, ziarah adalah mendatangi
kubur sewaktu-waktu untuk memohon rahmat Tuhan bagi orang yang
dikuburkan di dalamnya dan sebagai peringatan supaya orang yang hidup
dapat mengingat akan mati dan nasib di kemudian hari.6
Ziarah kubur biasa dilakukan dengan mengunjungi makam-makam wali,
keluarga, kerabat, tokoh masyarakat, ulama, dan bahkan makam para nabi
yang telah berjasa bagi perkembangan agama Islam. Ziarah bisa dilakukan
kapan saja, tanpa ada batasan dalam waktu pelaksanaanya. Akan tetapi, para
peziarah biasanya melakukan ziarah para hari jum’at, menjelang hari raya idul
fitri dan pada bulan-bulan tertentu saat perayaan hari besar.

C. Hakekat dan Fungsi Ziarah Kubur


Ulama dan ilmuan Islam dengan berdasarkan al-Quran dan hadis-hadis
memperbolehkan ziarah dan menganggapnya sebagai perbuatan yang memiliki
keutamaan, khususnya adalah ziarah ke makam para Nabi dan orang-orang
saleh.7 Kegiatan ziarah kubur hingga saat ini masih menjadi sebuah kegiatan
yang banyak dilakukan oleh seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Hukum dari ziarah kubur adalah sunnah. Adapun dasar diperbolehkannya
ziarah adalah sebagaimana sabda nabi saw: “dulu aku pernah melarang kalian

Nur Syam, Islam Pesisiran (Yogyakarta: Lkis, 1999), hlm. 138-139.


4

Imam al-Qadli, Iyadl, al Mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqh, Juz 1 (t.tp: t.p., t.th.), hlm. 119.
5

6
H.S. A. Alhamidi, Risalah Jana’iz (Bandung: Al-Ma’arif, 1976), hlm. 10.
7
Ja’far Subhani, Tawasul, Tabarruk, Ziarah Kubur, Karamah Wali termasuk Ajaran Islam
(Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), hlm. 47.
Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 219

berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian ke kuburan, karena itu akan


mengingatkan kalian pada akhirat.” (HR. Muslim).
Hakikat dari ziarah kubur adalah agar peziarah senantiasa mengingat
kematian dan juga akhirat. Dengan berziarah, peziarah akan sadar bahwa kelak
dia pun juga akan mati dan akan dikuburkan sebagaimana jenazah di makam
yang diziarahinya. Kesadaran akan mati tersebut merupakan sebuah hal yang
baik bagi seseorang untuk terus meningkatkan kualitas ketaqwaannya kepada
Allah dan mengingatkannya bahwa terdapat tempat lain selain dunia ini. Selain
hal itu, ziarah juga dilakukan seseorang dengan niatan untuk mendoakan si
mayit yang telah dimakamkan di kuburan tersebut agar semua amal ibadahnya
diterima Allah dan semua kesalahannya diampuni Allah.

D. Ziarah kubur dari zaman ke zaman


Pada awalnya Rasulullah saw. melarang umat Islam untuk berziarah
kubur. Larangan ini merupakan bentuk dari kehati-hatian nabi dalam menjaga
keimanan umat Islam. Karena pada masa itu umat Islam masih sangat dekat
dengan budaya jahiliyah seperti menyembah berhala dan pengagungan
terhadap nenek moyang.
Sebenaranya, kegiatan ziarah kubur sudah ada sejak masa pra-Islam.
Tradisi ziarah kubur pada masa pra-Islam ditandai dengan adanya permohonan
kepada arwah orang yang meninggal. Hal ini seirama dengan penyembahan
terhadap arwah para leluhur yang terjadi di berbagai belahan dunia. Pada
masa jahiliyah, masyarakat Arab masih mempunyai tradisi menyembah,
mengagungkan berhala dan juga arwah-arwah leluhur mereka. Masyarakat
jahiliyah menganggap berhala dan arwah leluhur mempunyai kendali atas
kehidupan mereka dan juga bisa mewujudkan apa yang mereka inginkan.
Budaya mengagungkan leluhur sudah menjadi sebuah tradisi yang mengakar
kuat bagi mereka di masa jahiliyah.
Atas dasar fenomena itu, bisa dikatakan bahwa ziarah kubur juga sudah
menjadi sebuah tradisi dikalangan masyarakat Timur Tengah. Walaupun di
masyarakat Arab tidak terdapat ritual penyembahan kepada nenek moyang,
namun dalam praktik ziarah masih terdapat permohonan kepada para arwah
220 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

yang dikuburkan. Permintaan peziarah tersebut di tujukan bagi para arwah


leluhur agar apa yang diminta dikabulkan.
Seiring dengan kemajuan dakwah nabi dan menyebarnya Islam di
belahan dunia dan disertai dengan suatu keyakinan akan semakin kuatnya
akidah umat Islam, maka Nabi Muhammad pun membolehkan umatnya
untuk berziarah kubur. Diperbolehkannya ziarah kubur ini didasarkan pada
keyakinan bahwa dengan ziarah kubur, umat Islam tidak meminta kepada ruh
jenazah yang dikubur sebagaimana sebelumya. Nabi saw bersabda : “Dahulu
aku melarang kalian untuk berziarah kubur. Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu
dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan pada kehidupan
akhirat. (Ingatlah) jangan mengucapkan perkataan yang batil ketika berziarah kubur.”
(HR. Hakim juz 1:376).
Kebolehan ziarah pada zaman Nabi Muhammad saw. kemudian disambut
dengan sangat baik oleh masyarakat yang juga memiliki tradisi ziarah kubur.
Sehingga ketika Islam masuk pada sebuah daerah yang memiliki kesamaan
tradisi, maka terjadilah proses saling mengisi antar tradisi tersebut. Di
Nusantara tradisi ziarah kemudian menjadi sebuah kelaziman. Ziarah kubur
dilakukan tidak hanya di makam para leluhur, tetapi juga di makam orang-
orang yang dianggap berjasa bagi agama, negara dan kehidupan si peziarah.
Dalam kitab al-Majmu’ dikatakan; “Semula dikeluarkannya larangan tersebut
disebabkan mereka baru saja terlepas dari masa jahiliyah. Terkadang mereka masih
menuturkan berbagai perkataan jahiliyah yang batil. Tatkala pondasi keislaman telah
kokoh, berbagai hukumnya telah mudah untuk dilaksanakan, berbagai rambunya telah
dikenal, maka ziarah kubur diperbolehkan”.
Di Indonesia, ziarah kubur bisa disebut sebagai salah satu tradisi bagi
masyarakat. Tradisi ini dipercayai sudah ada sejak lama sebelum Islam
datang ke Indonesia. Indonesia mempunyai sejarah yang panjang mengenai
penyebaran Islam hingga menjadi sebuah negara dengan penduduk muslim
terbanyak di dunia.

E. Ziarah Makam Sunan Kalijaga


Sunan Kalijaga adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat
dengan umat Muslim di Pulau Jawa. Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1455
Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 221

dengan nama kecilnya Raden Said. Dalam beberapa riwayat disebutkan masa
hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan
demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478),
Kesultanan Demak (1481-1546), Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan
juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan
Mataram di bawah pimpinan Panembahan Senopati (sekitar 1580). Ia ikut
pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung
Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang
utama (soko guru) masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.8
Makam Sunan Kalijaga terletak di Kelurahan Kadilangu Kecamatan
Demak Kota sekitar 1,5 km dari Masjid Agung Demak. Makam Sunan
Kalijaga banyak dikunjungi peziarah dan juga wisatawan yang sekedar ingin
tahu keberadaan salah seorang yang turut mengukir sejarah bangsa ini. Pada
hari-hari tertentu makam Sunan Kalijaga ramai dikunjungi peziarah terutama
hari Ahad, Kamis dan Jum’at. Bahkan lebih ramai lagi pada hari Kamis malam
Jum’at Kliwon. Terlebih lagi pada setiap tanggal 10 Dzulhijah, makam Sunan
Kalijaga ramai dikunjungi orang karena ingin melihat atau mengikuti upacara
penjamasan benda-benda pusaka peninggalannya yang berupa “Kelambi Kyai
Gondil” dan “Kutang Onto Kusumo”
Makam Sunan Kalijaga kini berada di dalam “rumah” kokoh dengan
ukiran di pintu, jendela, maupun tiang-tiangnya. Kondisi makam Sunan
Kalijaga saat ini tentu bertolak belakang dengan keadaan masa lalu, sewaktu
Sunan Kalijaga bermukim dan mengajar di sana. Dulu Kadilangu adalah
desa yang sunyi, dan sekarang bisa dibayangkan terdapatnya keceriaan yang
melingkupinya. Hal ini berkat wibawa dan kegairahan seorang wali pecinta
kesenian, yang selalu siap dan terbuka terhadap perubahan.
Tujuan ziarah ke makam Sunan Kalijaga tidak bisa dipisahkan dengan
keberadaan Masjid Agung Demak sebagai salah satu Masjid yang turut
dibangun oleh Sunan Kalijaga. Makam Sunan Kalijaga dan Masjid Agung
Demak memiliki daya tarik terhadap wisatawan yang berupa nilai historis dan
nilai spiritual. Nilai historis berhubungan dengan keberadaan Masjid Agung
Demak sebagai bangunan masjid pertama di Jawa dan adanya benda-benda

www.wikipedia.com. (diakases pada 10 November 2013 pada pukul 11.00 WIB).


8
222 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

peninggalan sejarah pada masa Kerajaan Demak. Sedangkan nilai religius


berhubungan dengan orang yang membangun Masjid Agung Demak, yakni
para Walisongo.
Sedangkan nilai religius makam Sunan Kalijaga adalah pemahaman
masyarakat terhadap kiprah Sunan Kalijaga sebagai salah satu Sunan keturunan
jawa yang bisa memadukan nilai-nilai keIslaman dengan keluhuran budaya dan
tradisi masyarakat jawa pada waktu itu. Yang akhirnya Islam mudah diterima
dan berkembang di Tanah Jawa dan Indoensia hingga sekarang.

F. Dimensi-Dimensi dalam Ziarah Makan Sunan Kalijaga


1. Dimensi Kesalahen pada Ziarah Makan Sunan Kalijaga
Dimensi kesalehan dalam ziarah kubur dapat dilihat sebagai bentuk
kesalehan sufistik yang meletakkan kegiatan ziarah kubur sebagai media
penajaman akal dan jiwa dengan cara meninggalkan tuntutan syahwat dan
mengarahkannya ke dunia hakekat (tasqîl –pembersihan-), Mewujudkan akhlak
yang baik sesuai dengan sunnah (ta‘dîl –pemoderasian-) dan Mengingat Tuhan
dan melakukan ibadah-ibadah (tanwîr –pencerahan-).
Ziarah kubur berfungsi untuk menyadarkan atau paling tidak
mengingatkan bahwa hidup tidaklah kekal. Sehingga dengan kesadaran seperti
ini dapat mengantarkan peziarah untuk menghindari sifat syahwat keduniawian
dan mengantarkannya pada kesadaran terhadap hakekat kehidupan, yaitu
hidup setelah kematian. Kehidupan setelah kematian sangat ditentukan oleh
kualitas Iman, Islam, taqwa dan amal shaleh. Ziarah ke makam orang-orang
shaleh—Sunan Kalijaga—menjadi ‘itibar atau pelajaran bahwa seseorang yang
mampu meninggalkan tuntutan syahwat duniawi dan mengarahkan kepada
dunia hakekat dengan beramal shaleh, membantu sesame, dan berdakwah di
jalan Allah sesuai dengan kapasitas dan tugas seseorang akan selalu diingat,
dikenang dan didoakan oleh orang-orang muslim. Dalam ungkapan pribahasa
disebutkan “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan taring,
dan manusia mati meninggalkan nama”.
Zirah kubur ini juga dapat menjadi media dan tahap pencerahan dalam
proses pencapaian derajat kesalehan hakiki yang diraih melalu tiga tahap
Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 223

yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli. Takhalli berarti mengosongkan diri dari sikap
ketergantungan terhadap kelezatan kehidupan duniawi. Berziarah memberikan
hikmah akan kekalnya hidup setelah kematian, sehingga dapat menjadi jalan
ke arah takhalli. Setelah mempunyai kesadaran takhalli, seseorang akan mengisi
atau menghiasi diri dengan sifat terpuji dan mulia. Dan kesadaran inilah yang
disebut dengan tahalli. Berikutnya adalah tajalli. Tajalli adalah terbukanya tabir
yang menghalangi hamba dengan Tuhan sehingga hamba menyaksikan tanda-
tanda kekuasaan dan keagungan-Nya. Istilah lain yang memiliki kedekatan arti
dengan tajalli adalah ma’rifah, mukasyafah, dan musyahadah.
Kesadaran semacam ini akan membawa dan mengantarkan seseorang—
khususnya peziarah pada pembersihan dan pencerahan hidup dan
mendorongnya untuk selalu beramal shaleh sesuai dengan tuntutan dan ajaran
agama Islam. Dimensi kesalehan semacam inilah yang terkandung dalam ziarah
kubur khususnya ziarah kubur makam Sunan Kalijaga.

2. Dimensi Identitas Keislaman Ziarah Kubur Sunan Kalijaga


Kata Islam secara bahasa berasal dari bahasa Arab al-islãm, ( ‫ )اإلسالم‬yang
berarti “berserah diri kepada Tuhan”. Kata ini berasal dari “Aslama-Yuslimu-
Islaman” yang secara kebahasaan berarti “Menyelamatkan”. Kata yang sangat
terkait dengan kata “islam” adalah kata “muslim”, keduanya secara literal
semantik berasal dari tiga huruf yaitu “sin”, “lam”, dan “mim” (‫ )سلم‬yang berarti
“kedamaian”. Dengan demikian, jika dikaitkan antara muslim dan Islam
sebagai nama sebuah agama, maka Islam dapat diartikan sebagai “agama
orang-orang yang tunduk,9 dan berserah diri kepada Tuhan.
Selain pengertian tersebut, setidaknya terdapat empat pendapat tentang
makna dan akar kata “Islam” yang berkaitan erat antara satu dengan lainnya.
Pertama “aslama” yang artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam
berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Kedua “salima” yang artinya
selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat. Ketiga “sallama”
yang artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya
menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (amar

9
Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al Qur’an, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-Konsep Kunci,
(Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 133.
224 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

ma’ruf nahyi munkar), dan keempat “salam” yang artinya aman, damai, sentosa.
Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan
aslama dan sallama.
Secara terminologis Islam dapat diartikan sebagai agama wahyu
berintikan tauhid atau keEsaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad saw. sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku
bagi seluruh manusia.
Inti ajaran Islam terangkum dalam rukun islam, iman, dan ihsan. Rukun
Islam terdiri dari lima hal yaitu; (1) dua kalimah syahadat, (2) mendirikan salat
wajib lima waktu, (3) berpuasa pada bulan Ramadan, (4) membayar zakat,
dan (5) menunaikan ibadah haji bagi mereka yang mampu. Sedangkan enam
rukun iman terdiri dari iman kepada Allah, iman kepada malaikat Allah, iman
kepada Kitab-Kitab Allãh, iman kepada Nabi dan Rasul Allah, iman kepada
hari kiamat, dan iman kepada qadla dan qadar.
Sedangkan ihsan biasa dimaknai dengan perbuatan baik sebagai
implementasi dari keberislaman, dan keberimanan seseorang. Seseorang yang
berihsan adalah mereka yang berbuat sesuatu seakan-akan dia telah dilihat
Tuhan walaupun ia tidak bisa melihat Tuhannya.
Dalam penegrtian lain Dawam Rahardjo memaparkan bahwa Islam
adalah penerimaan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw.. Sedangkan
iman adalah pembenaran dengan hati. Dan ihsan adalah perwujudan dalam
perbuatan. Jadi iman adalah tindakan interiorisasi dan internalisasi, sedangkan
Islam adalah eksteriorisasi dan eksternalisasi apa yang ada dalam keyakinan
seseorang.10
Kaitannya dengan dimensi keberislaman dan keislaman, tradisi ziarah
kubur yang dilaksanakan oleh umat muslim di makam Sunan Kalijaga dapat
difahami sebagai wujud internalisasi ajaran Islam yang berupa menyakini
adanya hari akhir dan mahluk ghoib. Ziarah kubur dapat menjadi pelajaran
dan sekaligus bukti bahwa hidup tidaklah kekal dan kiamat pasti benar adanya.
Bahkan pada masyarakat muslim tertentu berziarah adalah salah
satu indikator bentuk kesalehan seseorang. Seseorang yang berziarah dan

Ibid., hlm. 144


10
Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 225

mendoakan makam orang tua, saudara atau leluhurnya yang telah meninggal
akan dipandang sebagai pribadi yang shaleh dan sebaliknya.
Berziarah adalah tradisi, karenanya antara daerah satu dengan yang
lainnya akan sangat berbeda. Oleh karenanya berziarah dapat difahami sebagai
internalisasi dan kontektualisasi ajaran Islam. Dalam hal ini tentu berziarah
yang jauh dari kemusyrikan, dan sebaliknya sebagai media mendekatkan diri
kepada Allah, dan mendorong peziarah untuk selalu taat, berbuat kebajikan,
memberi manfaat kepada sesame.
Dimensi kepasrahan, ketundukan, kesadaran, dan kepatuhan yang
diperoleh dari hikmah tradisi ziarah kubur inilah yang menjadi ciri
keberislaman seseorang, sehingga akan membawa kepada kesalehan hidup,
dan kepribadian muslim sejati.

3. Dimensi Wisata Ziarah Makam Sunan Kalijaga


Terdapat beberapa hal yang menjadikan Makam Sunan Kalijaga menjadi
salah satu tujuan wisata, diantaranya adalah; 1) karena kepercayaan peziarah
tentang adanya unsur karamah yang dimiliki oleh para wali. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia kata karamah diartikan dengan suci dan bertuah yg dapat
memberikan efek magis dan psikologis kepada pihak lain. 2) Sunan Kalijaga
dipercaya memiliki kontribusi yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat.
Beliau berdakwah dengan menggunakan media seni dan budaya (wayang) yang
telah dikenal luas oleh masyarakat, sehingga Islam mudah masuk kedalam hati
mereka. 3) adanya sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa
dengan berziarah ke makam seorang wali akan memunculkan ketenangan
hati bagi para peziarah. Para peziarah mengaku bahwa dengan berziarah ke
makam Sunan Kalijaga akan menenangkan hati dan pikiran mereka dari
pelbagai permasalahan kehidupan. 4) Adanya pesona karismatik yang dimiliki
oleh Sunan Kalijaga. Hal ini diketahui oleh para peziarah dari berbagai cerita
baik dari tulisan atau lisan yang menguatkan kekarismatikan Sunan Kalijaga.
Kegiatan ziarah ke makam Sunan Kalijaga kemudian menjadi semacam
tradisi dan agenda rutinan tersendiri bagi banyak masyarakat Indonesia. Tradisi
yang dilakukan secara terus menerus yang menjadikan wisata ziarah ke makam
Sunan Kalijaga tidak pernah sepi dari para pengunjung.
226 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

Sebagian masyarakat yang melakukan ziarah ke makam dengan tujuan


mencari berkah (tabaruk) dan juga melakukan tawasul kepada Sunan Kalijaga
agar permohonan dan keinginannya segera dikabulkan oleh Allah swt.. Dengan
bertawasul kepada waliyullah, mereka tambah yakin bahwa keinginannya akan
lebih mudah dikabulkan Allah karena kedekatan waliyullah dengan Allah.
Dan doa yang dipanjatkan oleh para peziarah ini berbeda-beda sesuai dengan
kepentingan dan profesinya masing-masing.
Lokasi makam Sunan Kalijaga yang berada di Demak ini merupakan
salah satu objek pariwisata yang ramai didatangi oleh pengunjung. Dan hal
ini berdampak positif bagi masyarakat dan juga pemerintah setempat, salah
satunya adalah dalam segi perekonomian. Menurut data dari pemerintah
setempat, jumlah pengunjung yang datang dari tahun ke tahun semakin
meningkat.11 Terdapat waktu-waktu tertentu yang ramai digunakan oleh
masyarakat untuk berwisata, termasuk ke makam Sunan Kalijaga diantaranya
adalah waktu libur panjang sekolah, studi tour sekolah-sekolah, dan menjelang
Bulan Ramadhan dan sebelum lebaran.
Bila dilihat dari unsur-unsur suatu tempat bisa dijadikan sebagai objek
pariwisata, maka lokasi makam Sunan Kalijaga sudah memenuhinya. Hal ini
dapat dilihat dari berbagai hal, diantaranya yaitu:

a. Adanya akomodasi. Di sekitar lokasi makam sudah tersedia banyak


tempat penginapan yang bisa digunakan untuk beristirahat oleh para
pengunjung, khususnya oleh mereka yang berasal dari luar daerah.
b. Tersedianya banyak jasa boga atau restoran yang ada di sekitar lokasi
makam. Jasa boga ini mulai dari warung yang sederhana hingga yang
besar.
c. Ketersediaan alat transportasi ke area pemakaman. Para pengunjung akan
dengan mudah mencari alat transportasi yang menyediakan jasa menuju
ke lokasi makam dari kota Demak.
d. Adanya cinderamata, di lokasi pemakaman banyak kios-kios yang menjual
beragam pernak pernik ibadah (makanan khas, tasbih, kopyah, baju,
mukena, kaos dan lain-lain).

Bappeda Kab. Demak


11
Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 227

e. Tersedianya banyak biro jasa perjalanan atau jasa tour yang menyediakan
layanan perjalanan ke makam Sunan Kalijaga. Disetiap daerah pada saat
ini sudah banyak penyedia jasa tour yang menyediakan paket wisata religi
yang salah satunya adalah ke lokasi makam Sunan Kalijaga.

Selain makam Sunan Kalijaga sebagai objek wisata di kota Demak, ada
juga Masjid Agung Demak yang tidak kalah ramainya sebagai objek wisata.
Masjid Agung Demak kiranya sebagai satu rangkaian wisata ketika seseorang
mau berwisata ke kota Demak. Masjid Demak merupakan salah satu masjid
tertua yang dibangun oleh umat Islam pada waktu itu yang dipercaya
melibatkan ke sembilan walisongo. Masjid ini didirikan oleh raja pertama
Demak yaitu Raden Patah yang dibantu oleh kesembilan wali. Masjid ini
dahulunya adalah tempat para wali berkumpul untuk membicarakan berbagai
permasalahan penting di Nusantara.
Masjid Demak merupakan salah satu hal yang menarik bagi para
wisatawan karena sejarah, budaya dan juga gaya arsitekturnya yang menawan.
Menurut beberapa sumber masjid ini diperkirakan didirikan sekitar tahun
1404 Saka. Hal ini diketahui melalui simbol berupa bulus yang ada di masjid.
Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti
yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti
angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0
(nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu).
Masjid Demak mempunyai bangunan induk dan serambi. Bangunan ini
memiliki empat tiang utama yang sangat terkenal yand disebut dengan saka
guru. Keempat tiang tersebut merupakan sumbangan dari empat orang wali
yang berbeda. Saka guru sebelah timur laut oleh Sunan Kalijaga, saka guru
sebalah barat laut oleh Sunan Bonang, saka guru sebelah tenggara oleh Sunan
Ampel dan barat daya oleh Sunan Gunung Jati. Salah satu tiang yang paling
menarik adalah tiang dari Sunan Kalijaga yang konon dibuat dari serpihan-
serpihan kayu yang digabungkan menjadi sebuah tiang yang kuat yang oleh
masyarakat disebut dengan saka tatal. Bangunan serambi merupakan area
terbuka yang biasanya digunakan beristirahat oleh para pengunjung.
Atap masjid berbentuk limas yand ditopang dengan delapan tiang yang
disebut dengan saka majapahit. Atap limas ini terdiri dari tiga bagian yang
228 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

menggambarkan iman, islam dan ihsan. Di masjid ini terdapat pintu yang
disebut dengan pintu bledeg yang mengandung candra sengkala yang dapat
dibaca Naga Mulat Salira Wani, dengan makna 1388 saka atau 1466 M atau
887 H.
Sejak pertama kali didirikan, Masjid Agung Demak baru dipugar pertama
kali oleh Raja Mataram Paku Buwono I, pada tahun 1710. Pemugaran ini
dilakukan untuk mengganti atap sirap yang sudah lapuk. Perluasan besar-
besaran untuk menjadi masjid agung diperkirakan berlangsung pada 1504-
1507. Pada masa itu, penyebaran agama Islam makin meluas di wilayah Demak.
Sementara itu, pembangunan menara adzan baru dilakukan pada Agustus
1932.
Dua objek wisata kota Demak ini, yaitu makam Sunan Kalijaga dan
juga Masjid Demak menjadi objek wisata utama di kota ini. Selama tahun
2009 tercatat 440.128 pengunjung mendatangi obyek wisata Masjid Agung
Demak dengan jumlah uang yang masuk sebesar 440,13 juta rupiah. Sedang
untuk obyek wisata Makam Sunan Kalijaga Kadilangu tercatat ada 594.230
pengunjung dengan jumlah uang masuk 297,12 juta rupiah.12
Selain masjid Demak yang sangat terkenal, terdapat pula masjid
peninggalan Sunan Kalijaga ketika masa hidupnya. Masjid ini dikenal
dengan nama Masjid Kadilangu. Sewaktu Sunan Kalijaga masih hidup,
masjid Kadilangu masih berupa surau kecil. Setelah beliau wafat maka beliau
digantikan oleh putera ketiganya yang bernama Sunan Hadi. Surau tersebut
sudah mengalami beberapa kali renovasi hingga terlihat sebagaimana saat ini.
Pada pintu masjid terdapat sebuah prasasti yang berbunyi : “Meniko titi
mongso ngadekipun masjid ngadilangu pada hari Ahad Wage tanggal 16 sasi dzul-hijjah
tahun tarikh jawi 1456”, (ini waktunya berdiri masjid Kadilangu pada hari Ahad
Wage tanggal 16 bualn dzul-hijjah tahun tarikh jawa 1456). Tulisan tersebut
aslinya bertulisan Arab. Menurut masyarakat sekitar, Masjid yang ada saat ini
sudah banyak mengalami perubahan sehingga bentuknya sudah berbeda dari
awalnya, terutama untuk bagian depan masjid.
Bentuk bangunan makam untuk para tokoh atau wali memiliki
perbedaan dengan makam masyarakat pada umumnya. Makam para wali

Bappeda Kab. Demak.


12
Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 229

dibangun dengan cukup megah yang menunjukkan bahwa makam tersebut


bukan makam orang biasa. Hal ini merupakan penghormatan masyarakat
kepada sosok jenazah yang dimakamkan disana. Pembangunan makam
tersebut bukanlah sebagai permintaan dari sosok atau wali yang dikuburkan
disana, tetapi merupakan inisiatif dari masyarakat untuk terus mengabadikan
jasa-jasa wali sehingga ajaran-ajarannya tetap terkenang.
Bentuk makam ini juga merupakan daya tarik tersendiri bagi para
pengunjung. Dilihat dari sudut ilmu bangunan, makam memiliki tiga unsur
yang menjadi kelengkapan satu dengan yang lainnya yakni kijing (jirat), yaitu
dasar atas subasmen yang berbentuk persegi panjang dan dengan berbagai
variasi kadang-kadang diberi tambahan sudur dan hiasan tangan dalam bentuk
simbar. Kemudian pada atasnya pada sudut puncak bagian utara dan selatan
diletakan batu nisan yang terbuat dari batu, kayu atau logam. Nisan ada yang
dipasang pada bagian kepala saja atau kedua-duanya yaitu bagian kepala dan
kaki. Jirat ini terkadang dilengkapi dengan bangunan pelindung yang disebut
dengan cungkup.
Bangunan makam bisa dianalogikan dengan sebuah candi, kerajaan,
singgasana sebagai tempat kediaman yang nyaman dan aman yang biasanya
ditempati oleh para raja atau tokoh-tokoh penting yang hidup pada masa
lalu. Sebuah makam biasa diidentikan dengan jenazah yang dikuburkan
didalamnya. Misalnya adalah ketika Raja yang tinggal di istana dan selalu
ditemani oleh para penasehat, kerabat dan pembesar-pembesar kerajaan lain
yang berada dilingkungan istana, di makam pun juga demikian adanya. Di
sekitar makam utama terdapat banyak makam yang dulu merupakan orang-
orang dekat beliau ketika masih hidup. Hingga matinya pun banyak orang-
orang yang berkaitan langsung dengan orang teresbut untuk dimakamkan di
dekat makam orang tersebut.

4. Dimensi Komersial ziarah Sunan Kalijaga


Aktifitas ziarah ke makam para wali (orang sholeh), seperti halnya ziarah
ke makam Sunan Kalijaga telah menjadi fenomea yang unik dan menjadi
bagian dari identitas keberagamaan Islam masyarakat Indonesia. Dalam sebuah
kalangan tertentu bahkan muncul istilah “RIWAS” merupakan akronim
230 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

dari “Ritual Ziarah Wali Songo”, sebuah istilah yang amat familiar di telinga
sebagian kalangan. Beberapa masyarakat seakan mengharuskan diri untuk
melakukan ziarah minimal sekali setahun, pada umumnya dilakukan pada
bulan Sya’ban.
Pelaksanaan ziarah ke makam Sunan Kalijaga pada umumnya dilakukan
bersamaan dengan agenda ziarah ke makam-makam walisongo lainnya, tokoh-
tokoh ulama yang dihormati, tidak jarang pula berbarengan dengan agenda
wisata ke tempat-tempat wisata budaya, bangunan bersejarah, candi dan
tempat wisata lainnya. Oleh karena itu biro perjalanan atau agen wisata yang
jeli melihat fenomena ini bisa mengambil peran untuk menyelenggarakan
kegiatan wisata ziarah tersebut. Selain itu kegiatan ziarah ini juga dikoordinir
oleh berbagai pihak seperti pondok pesantren, panitia pembangunan masjid,
kelompok pengajian dan sebagainya.
Dipandang dari segi bisnis, salah satu potret yang muncul dari ritual
peziarahan ini adalah adanya dimensi komersialisasi, yaitu adanya kegiatan
transaksi bisnis dalam kegiatan ziarah. Dimensi komersialitas ziarah antara
lain sangat terlihat dalam aspek pengemasan program kegiatan yang lebih
cenderung sebagai agenda wisata. Para peziarah memandang bahwa kegiatan
ziarah adalah merupakan ibadah, sehingga ziarah merupakan salah satu ritual
ibadah yang dapat digunakan sebagi media pengabdian dan pendekatan
kepada Sang Khalik.
Ziarah wali dan khususnya ziarah makam Sunan Kalijaga juga merupakan
ladang bisnis yang sangat menguntungkan bagi sebagian masyarakat lainnya.
Banyak hal yang dapat dimanfaatkan menjadi lahan bisnis dari kegiatan
ini, mulai dari penyediaan jasa transportasi, catering, pemandu (tour guide),
penginapan, oleh-oleh, jajanan dan masih banyak lagi.
Berikut merupakan dimensi komersial ziarah makam Sunan Kalijaga
yang diselenggarakan oleh suatu lembaga atau komunitas.

a. Biro jasa Tour And Travel


Aktifitas ziarah ke makam Sunan Kalijaga yang lebih banyak dilakukan
secara berkelompok merupakan peluang strategis bagi usaha yang bergerak
di bidang transportasi. Jasa perjalanan wisata menawarkan berbagai fasilitas
Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 231

menarik dengan berbagai paket yang disediakan. Mulai dari paket wisata
ziarah walisongo, atau wisata ziarah ke bebeberapa wali saja yang rutenya
masih berdekatan.
Paket wisata ziarah walisongo dilaksanakan berkeliling sekitar pulau
jawa, rute bisa dimulai dari lokasi terdekat rombongan. Rute yang ditempuh
adalah makam Sunan Gunung Jati di Cirebon dilanjtkan menuju daerah
Demak dan Kudus yaitu makam Sunan Kalijaga, Sunan Kudus dan Sunan
Muria. Rute berikutnya yaitu wilayah Jawa Timur untuk berziarah ke makam
Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Ampel dan Syekh Maulana
Maghribi. Sedangkan paket ziarah untuk walisongo yang lain yaitu ke daerah
tertentu saja misalkan hanya menuju rute Demak dan Kudus guna berziarah
ke makam Sunan Kalijaga, Sunan Kudus dan Sunan Muria. Dan masih banyak
rute-rute lainnya.

b. Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai lembaga keilmuan juga banyak yang
menyelenggarakan kegiatan ziarah ke makam wali. Namun kegiatan ini tidak
bisa dilihat dari segi bisnis semata, dimana hal tersebut bisa dilihat dari paket
tarif yang diberikan. Tarif biaya kegiatan ziarah yang diselenggarakan oleh
pesantren relatif lebih murah dibanding dengan biro jasa perjalanan wisata.
Terkait hal ini bisa dilihat dari segi orientasi organisasi, dimana biro perjalanan
wisata lebih berorientasi pada bisnis pelayanan, sedangkan pesantren lebih
berorientasi pada pelayanan umat.
Keberadaan pesantren sebagai lembaga pengetahuan dan kelimuan
menempatkan kegiatan ziarah sebagai salah satu media dakwah kepada umat.
Ziarah merupakan salah satu sunah, dan dibolehkan dalam ajaran Islam
yang bertujuan untuk mengingat akan kematian, bahwa manusia pasti akan
mati. Sehingga sangat jarang sekali pesantren yang mengadakan kegiatan ini
semata-semata untuk mengeruk keuntungan dari jamaahnya. Itulah alasan
kenapa pesantren bisa menyelenggarakan kegitan ziarah dengan tarif yang
relatif murah, karena lebih didasari atas semangat dakwah mengajak kebaikan
kepada sesama.
232 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

c. Panitia kegiatan pembangunan


Beberapa panitia pembangunan masjid atau madrasah mempunyai
inisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan ziarah ke makam Sunan Kalijaga
dan makam wali lainnya dengan maksud untuk mengumpulkan uang guna
kegiatan pembangunan. Kegiatan seperti ini lumrah terjadi di masyarakat,
tentunya maksud dan tujuan kegiatan dilaksanakan secara terbuka dan
transparan.
Kegiatan dimulai dengan rapat untuk membahas konsep kegiatan ziarah
yang meliputi tujuan ziarah, transportasi dan akomodasi yang diperlukan
sampai biaya yang diperlukan. Kegiatan tersebut diinformasikan kepada
masyarakat, bahwa untuk menopang dana kegiatan pembangunan akan
diadakan ziarah, dimana sebagian uang yang dikumpulkan akan digunakan
sebagai bagian dari dana pembangunan.
Sistem seperti ini lebih mudah diterima masyarakat untuk menumbuhkan
kesadaran infak dan shodaqoh. Kegiatan ziarah menjadi semcam hadiah atau
bonus yang diperoleh dari amal jariah infak dan shodaqohnya. Maka tidak
jarang masyarakat justru mau membayar lebih banyak, karena munculnya
kesadaran untuk memperbanyak amal ibadah.

d. Komunitas masyarakat
Model pelaksanaan ziarah makam yang serupa dengan yang dilakukan
panitia kegiatan pembangunan, dijumpai juga pada komunitas-komunitas
mayarakat. Kegiatan ziarah juga bisa digunakan untuk ruang pengumpulan
dana guna pembangunan dan pengembangan komunitas. Hal ini juga
menumbuhkan semangat dan dedikasi serta loyalitas pada komunitasnya
masing-masing.

e. Pengembangan kawasan wisata


Melihat aktifitas ziarah ke makam wali saat ini tidak lagi terlihat sebagai
ritual ibadah semata, akan tetapi telah menjelma sebagai aktifitas wisata
religi yang mempunyai pengaruh dan dampak bagi berbagai kalangan yang
bersentuhan dengannya. Industri transportasi, industri makanan, industri
Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 233

perhotelan, industri kerajinan dan lainnya telah menjadi sektor-sektor yang


mendapatkan manfaat dari aktifitas ziarah.
Demak sebagai salah satu Kabupaten yang akrab dengan sebutan kota
wali karena adanya makam Sunan Kalijaga dan Masjid Agung Demak telah
memetik manfaat besar dari banyaknya jumlah wisatawan yang mengunjungi
daerah pantura tersebut. Pendapatan dari sektor wisata religi ini turut
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Demak yang semakin
tahunnya bertambah karena banyaknya jumlah peziarah ke makam Sunan
Kalijaga dan Masjid Agung Demak.
Makam Sunan Kalijaga sebagai sebuah kawasan wisata telah membawa
manfaat dan berkah bagi penduduk sekitarnya. Penduduk sekitar telah
merasakan dampak positif dari keberadaan Makam Sunan Kalijaga ini,
kebanyakan mereka berprofesi pedagang yang menjual souvenir berupa
kerajinan khas Demak untuk dapat dimanfaatkan sebagai kenang-kenangan
oleh para peziarah. Usaha lainnya juga bermunculan seperti penjual makanan
dan minuman ringan, warung makan, tempat parkir, ojek, pemandu, bahkan
sampai penginapan yang disediakan untuk para peziarah yang datang dari
tempat jauh, sehingga mereka memerlukan tempat istirahat. Aktifitas ini telah
turut serta membangun
Makam sebagai wisata ziarah atau kawasan wisata religi memiliki potensi
dan prospek besar bagi pengembangan daerahnya. Pada tahun 2009 tercatat
sebanyak 594.230 yang mengunjungi makam Sunan Kalijaga dengan uang
yang masuk sejumlah 297, 12 juta rupiah.13 Setiap tahunnya pemasukan ini
bisa terus meningkat seiring semakin banyaknya peziarah yang dating baik dari
dalam negeri maupun luar negeri.

G. Simpulan
Fenomena ziarah kubur tidak semata-mata hanya dapat dilihat dari satu
aspek saja. Akan tetapi fenomena ziarah dapat diamati dalam berbagai dimensi
yaitu kesalehan, identitas, ke-islaman, wisata dan komersial.
Ziarah ke makam orang-orang shaleh—Sunan Kalijaga— dapat menjadi
‘itibar atau pelajaran bahwa seseorang yang mampu meninggalkan tuntutan

Sumber: Bappeda Kab. Demak, pada www.demakkab.go.id


13
234 Jurnal An Nûr, Vol. V No. 2 Desember 2013

syahwat duniawi dan mengarahkan kepada dunia hakekat dengan beramal


shaleh, membantu sesama dan berdakwah di jalan Allah sesuai dengan
kapasitas dan tugas seseorang akan selalu diingat, dikenang dan didoakan
oleh orang-orang muslim. Zirah kubur ini juga dapat menjadi media dan tahap
pencerahan dalam proses pencapaian derajat kesalehan hakiki yang diraih
melalu tiga tahap yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli.
Ziarah kubur yang dilakukan tidak sematan-mata ritual atau aktifitas
biasa, akan tetapi dapat mengambil hikmah sehingga mampu melihat
hakekat kebesaran, keesaan Allah. Kesadaran semacam ini akan membawa
dan mengantarkan seseorang—khususnya peziarah pada pembersihan, dan
pencerahan hidup dan mendorong selalu beramal shaleh sesuai dengan
tuntutan dan ajaran agama Islam.
Selain itu, dimensi keberislaman dan keislaman dalam tradisi tradisi
ziarah kubur yang dilaksanakan oleh umat muslim di makam Sunan Kalijaga
dapat difahami sebagai wujud internalisasi ajaran Islam berupa menyakini
adanya hari akhir, mahluk Ghoib. Ziarah kubur juga dapat menjadi pelajaran
dan sekaligus bukti bahwa hidup tidaklah kekal dan kiamat atau hari akhir pasti
benar adanya. Oleh karenanya berziarah dapat difahami sebagai internalisasi
dan kontektualisasi ajaran Islam, iman dan ihsan. Dimensi kepasrahan,
ketundukan, kesadaran, dan kepatuhan yang diperoleh dari hikmah tradisi
ziarah kubur inilah yang menjadi ciri keberislaman seseorang, sehingga akan
membawa kepada kesalehan hidup, dan kepribadian muslim sejati.
Ziarah kubur juga terkait dengan dimensi wisata. Ziarah ke Makam Sunan
Kalijaga juga dapat dilihat dan dipahami sebagai upaya penenangan jiwa, hati,
pikiran refreshing, dan menghilangkan kepenatan dalam aktivitas kehidupan
yang dijalankan. Wisata disini lebih kepada wisata religious yang berorentasi
pada upaya penenangan, introspeksi (muhasabah), dan pendekatan diri pada
Allah swt.
Kaitannya dengan dimensi wisata diatas, ziarah ke Makam Snan Kalijaga
juga terkait dengan dimensi komersial. Kegiatan ini dapat digunakan sebagai
wadah untuk fund rising pembangunan masjid, pesantren dan lain-lain. Selain
itu berziarah berakibat pada aktivitas komersial lainnya seperti perdagangan,
jasa transportasi, kuliner dan lain-lain.
Fenomena Ziarah: Antara Kesalehan, Identitas Ke-Islaman dan Dimensi Komersial 235

Kontribusi atau rekomendasi yang dapat dipaparkan dalam penelitian


ini adalah bahwa fenomena ziarah kubur tidak semata-mata hanya dilihat dari
aktivitas peziarah saja, akan tetapi mempunyai berbagai dimensi. Pemahaman
ini penting sebab akan membawa kepada kesadaran dan toleransi terhadap
ajaran keagamaan yang dipraktikkan oleh masyarakat yang plural. Dengan
demikian akan berdampak pada harmoni, perdamaian dan saling menghormati
antar umat beriman, berkeyakinan, dan beragama dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena ziarah mempunyai berbagai
dimensi termasuk dimensi pariwisata dan komersial maka pemerintah daerah
sebagai ulil amri berkewajiban mengelola, mengarahkan, dan memutuskan
berbagai kebijakan terkait dengan dimensi ini agar pelaksanaan ritual ziarah
dengan berbagai dimensinya berjalan dengan baik, aman, nyaman, dan puas.
Dampak lanjutannya adalah membawa masukan (income) daerah yang dapat
berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat sekitar.

Daftar Pustaka
Alhamidi, H.S.A.. Risalah Jana’iz, Bandung: Al-Ma’arif, 1976.
Bappeda Kabupaten Demak.
Ma’luf, Luis. Al-Munjid fi al-Lughoti wa al-A’alam, Beirut: Darul Masyrak, 1996.
Al Marbawi, Muhammad Idris Abdur Rauf. Kamus Arab Melayu, Mesir: Mustafa
al-Halabi wa auladihi, 1350 H.
“Potensi Dan Peluang Investasi”, http://www/gresik.go.id/potensi.doc.
(diakases pada 22 November 2013 pukul 10.00).
Al Qadli, Imam. Iyadl, al Mathla’ ‘alaa Abwabil Fiqh, juz 1, t.tp: t.p., t.th..
Rahardjo, Dawam. Ensiklopedi Al Qur’an, Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-Konsep
Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002.
Subhani, Ja’far. Tawasul, Tabarruk, Ziarah Kubur, Karamah Wali termasuk Ajaran
Islam, Bandung: Pustaka Hidayah, 1995.
Syam, Nur. Islam Pesisiran, Yogyakarta: Lkis, 1999.
www.wikipedia.com. (diakases pada 10 November 2013 pada pukul 11.00
WIB).

Anda mungkin juga menyukai