Anda di halaman 1dari 11

Tugas UTS

Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

MIGRANT AND DESIRE: MENGULAS FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT


CITIZENSHIP MOBILITY DALAM FILM ‘ALI DAN RATU-RATU QUEENS’

Ali Hidayat Fatmayanto – 502175


Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi Universitas Gadjah Mada
Alifatmayanto06@gmail.com

PENDAHULUAN
Perkembangan perpindahan orang Indonesia ke luar negeri tidak hanya berbicara
tentang migrasi, namun terdapat hasrat sebagai pendorong dan penghambat seseorang untuk
mobilitas kewarganegaraan (citizenship mobility) ke suatu wilayah. Hasrat ini menjadi faktor
pendorong bagi subyek bermigrasi meninggalkan suatu wilayah. Namun hasrat yang lain pula
yang menhambat seseorang berpindah. Terutama, hasrat subyek ikut serta menciptkan
tindakan tersebut. Dalam hal ini, bentuk pendorong dan penghambat citizenship mobility
tergambar dari film ‘Ali dan Ratu-ratu Queens’ (Netflix, 2021).
Pertanyaan artikel ini berusaha menjawab : a) bagaimana unsur pendukung
pembentukan citizenship mobility seorang Ali— dalam film ‘Ali dan Ratu-ratu Queens’—
sebagai migrant dari Indonesia ke Amerika Serikat?; dan b) bagaimana unsur penghambat
dalam pembentukan citizenship mobility seorang Ali dalam hasrat (desire) pencarian sang Ibu
kandung di Amerika Serikat? Selain itu, peneliti memiliki tujuan: menegaskan bentuk dan
proses hasrat terbentuk pada kaum muda dalam mendukung dan/atau menghambat terjadinya
citizenship mobility melalui film tersebut. Kemudian, peneliti menggunakan pendekatan
psikologi film dari pandangan Matius Ali (2010) dalam Dedi (2019). Dalam memahami
pemeran film, dia menjelaskan dimeni praksis dari pemahaman teoritis dari Lacan. Dengan
begitu, peneliti dapat menyajikan artikel hasil pemahaman ‘Migrant dan Desire: Mengulas
Faktor Pendorong dan Penghambat Citizenship Mobility dalam Film Ali dan Ratu-ratu
Queens’, sehingga dapat disajikan sebagai dokumen ujian tengah semester studi pascasarjana
sosiologi pada mata kuliah mobilitas global, kewarganegaraan dan budaya kaum muda di
Universitas Gadjah Mada.
Tugas UTS
Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

SINOPSIS: FILM ALI DAN RATU-RATU QUEENS


Perjuangan Ali dan Keluarganya di Indonesia
Berawal di sebuah kamar saat ini, Ali berbicara melalui microphone-headset dan leptop
dengan rasa berharap kepada ibunya. Dia berucap kepada video tentang ibunya dengan
mengatakan, “semoga, mama, bisa mengejar cita-cita mama”.
Kemudian, film dibawa ke masa lalu (10 tahun sebelumnya), dimana Ali berusia 10
tahun di Jakarta Indonesia. Saat itu, keluarga inti Ali masih bersama. Dia masih mendapatkan
kasih sayang ibunya ketika makan, menggambar dan bermain. Namun semua berubah, ketika
Mia memutuskan berpindah ke Amerika Serikat. Perpisahan itu disaksikan Ali ketika malam
dan hujan lebat di depan pintu rumah, Ayahnya berpayung untuk memasukan koper dan
barang bawaan Mia ke dalam Taxi.
Setelah kepergian Mia, Ayahnya menggendong dan mencium Ali seakan ada isyarat
khusus. Hari-hari berikutnya, gap hubungan Ali dan Widjanarko semakin terlihat. Disitu,
terdapat perbedaan pola asuh antara seorang Ibu dan seorang Ayah. Widjanarko cenderung
banyak memberikan aturan dan larangan, misal tidak boleh mencoret-coret tembok.
Sedangkan Mia sering mendampingi Ali untuk menggambar bersama.
Ketiadaan seorang ibu dan istri, Ali kecil melihat Ayahnya sering berseteru dengan
Ibunya melalui telephone genggam ketika menggantikan kegiatan seorang ibu. Perseteruan
itu disebabkan oleh batas waktu yang diberikan Widjanarko tidak diterima oleh Mia. Dalam
sorotan lain ketika Mia bertelephone dengan janji untuk menjadi perempuan penyanyi
terkenal tidak tergambarkan. Hal itu ditengarai ketika Mia membersihkan sebuah meja-
restoran dengan tatapan penuh harapan pada penyanyi amerika sedang perform di Restoran
tersebut. Ketika tutup komunikasi melalui telephone itu, Mia merasa tertekan dengan
mimpinya yang belum terwujud, dan terpojokan oleh permintaan Widjanarko untuk segera
pulang ke Indonesia. Widjanarko mengharapkan Mia tidak harus menjadi perempuan
penyanyi terkemuka, namun menjadi perempuan dan ibu yang baik untuk Ali kecil di
Indonesia.
Seiring waktu, sorotan lain berpindah pada masa ini, Ali remaja sebagai seorang
pemuda diperlihatkan sedang berkemas barang di kamarnya. Dia terlihat sendiri di kamar
rumah tersebut, tidak ada sosok Widjanarko.
Saat pemilihan barang bawaan di kamar ayahnya, Ali remaja membuka sebuah laci
almari-kecil. Dia menemukan surat berisi pesan dan tiket ke Amerika yang dikirim oleh
Ibunya. Tiket itu diharapkan Mia agar Widjanarko dan Ali dapat terbang menyusulnya ke
Tugas UTS
Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

Amerika Serikat. Terdapat satu surat dengan kertas biru dari Mia mengharapkan pesan
dibalas dan menginginkan untuk tidak dipisahkan oleh Ali. Walau begitu, Widjanarko tak
pernah membalas pesan dari Mia. Ali mulai paham bahwa Ayahnya tidak pernah membalas
pesan ibunya, bahkan menolak permintaan Mia untuk datang ke Amerika.
Latar film lalu berubah, Ali berada dalam pertemuan keluarga besar. Pada pertemuan
itu, masing-masing anggota keluarga besar menceritakan rencana untuk berpindah ke luar
negeri. Dari berangkat kerja hingga beribadah haji, Ali mendengar itu sangat antusias. Dia
pun menyampaikan keinginannya untuk ke Amerika Serikat. Dia ingin menyusul dan mencari
Ibunya di Negeri dengan ibukota Paman Sam tersebut. Namun tanggapan keluarga besarnya
tidak se-antusias Ali, mereka semua mengucapkan, “astagfirullah (dengan suasana negative)”.
Banyak dari mereka tidak mendukung rencananya. Dipertegas, Budhe dan Pakdhenya
melarang Ali untuk berencana pergi ke Amerika. Mereka menggunakan beberapa alasan,
misal Mia sudah tidak baik dan bekerja buruk sebagai penyanyi dalam pandangan muslim.
Ali pun diharapkan untuk menyelesaikan studinya di Indonesia. Berpindah latar di ruang
makan rumah budhe, Ali dipengaruhi seakan Mia berbohong kepada keluarga. Ali remaja
masih dianggap anak kecil, sehingga tidak perlu tahu tindakan Mia untuk berpindah ke
Amerika. Dari situ, Budhenya paham bahwa Ali memang perlu diberikan kesempatan untuk
menyusul Ibunya.
Perjuangan Ali Berpindah Ke Amerika Serikat
Tekad Ali semakin kuat untuk ke Amerika, Dia menyewakan rumah milik Ayahnya.
Penyewa rumah itu keluarga inti seperti dirinya dahulu. Karena masih ragu secara finansial,
keluarga itu menyewa rumahnya selama 6 bulan. Lalu, dia mengubah seluruh upah atas
pekerjaanya menjadi bermata uang dollar Amerika Serika. Saat di sebuah café, Dia meminta
saudara sepupunya untuk mengonversi upahnya bekerja dari rupiah menjadi Dolar.
Saat semua persediaan telah dirasa cukup, Ali berpamitan dengan Budhe dan Saudara.
Budhe-nya telah menerima rencana Ali untuk pergi ke Amerika. Dia dibawakan beberapa
bekal, seperti makanan kering dan pesan untuk tidak lupa sholat (ibadah muslim) dan tidak
memakan dari daging babi— makanan haram bagi muslim. Sedangkan saudranya masih
mengharapkan Ali tetap berada di Indonesia. Karena tekad yang bulat, Ali berjanji akan tetap
berkomunikasi apapun yang terjadi kepada saudaranya itu.
Perjuangan Ali Bertahan di Amerika Serikat
Berpindah latar di Amerika Serikat, Ali berpegang google maps dari telephone
genggamnya. Dia berjalan menuju alamat apartemen ibunya tinggal di Kota Queens. Tiba di
depan apartemen, dia bertemu seorang perempuan (Mia) yang keluar dari gerbang apartemen
Tugas UTS
Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

tersebut. setelah memasuki apartemen, dia mengetuk salah satu pintu apartemen. Pintu itu
dibuka oleh seseorang dari dalam, Parti membuka pintu. Ali pun bertanya, “apakah ada Mia
ibu saya?”. Parti pun masuk dan berdiskusi dengan tiga orang perempuan temannya di dalam
kamar apartemen. Dia berkata bahwa Mia teman sekamarnya dahulu, namun saat ini dia
sudah tidak lagi tinggal di apartemen tersebut. Ali pun dipersilahkan masuk oleh keempat
perempuan paruh baya itu. Disela sorotan film, para perempuan ini berharapan bisa memiliki
dan membangun toko restoran secara bersama. Kedatangan Ali saat ini menjadi peluang bagi
para perempuan di apartemen Queens.
Latar berpindah di meja-makan dalam apartemen para perempuan itu, Ali ditanya
terkait, apa yang disiapkannya datang ke Amerika? Dia menjawab hanya bermodal alamat
dari surat Mia dan fotonya bersama ibunya waktu Ali kecil. Biyah merasa bangga, Ali bisa
sampai ke Amerika tanpa persiapan matang dengan modal keberanian saja. Kemudian, Ance
dan Chinta bertanya kepada Ali tentang tempat tinggal sementara di Amerka. Dia menjawab
akan tinggal di Hotel. Sedangkan, Biyah mengatakan, “hotel mahal, kenapa tidak tinggal
disini saja? Kamar disini banyak”. Ali pun percaya. Dia diberikan kamar berukuran kecil oleh
para perempuan apartemen Queens. Namun ada harga yang harus dibayar, para perempuan
memberikan biaya sewa kamar, makanan, dan jasa pencarian Mia dengan harga 1.500 dolar
atau 20 juta rupiah selama dua minggu. Ali pun sepakat, dia membawa segepok uang tunai di
sebuah amplop coklat.
Berpindah latar waktu pagi harinya di kamar apartemen Kota Queens, Ali
membereskan kamarnya untuk bersiap dalam proses pencarian Mia. Dalam proses pencarian,
Ali dan Parti mencari keberadaan Mia melalui orang-orang sekitar Kota Queens. Tak terduga
pada suatu malam, upaya Parti mencari melalui media sosial berbuah hasil. Parti menemukan
posisi Mia di sebuah rumah orang Amerika. Mia dikabarkan telah menikah dan memiliki dua
anak dengan orang amerika berkeuangan cukup. Posisi Mia berada di komplek perumahan
Fort Green Nomor 214.
Setelah mengetahui posisi ibunya, Ali mempersiapkan masakan rendang pada pagi
harinya. Dia dengan rendannya menempuh perjalanan kereta ke alamat rumah Mia. Ketika
diketunya pintu, seorang anak kecil laki-laki berwajah indonesia membuka pintu rumah
tersebut. anak itu memanggil ibunya. Mia pun datang, Ali remaja sama sekali tidak
dikenalinya. Mia merasa bahwa Ali sebagai kurir makanan rendang. Ketika Ali berucap,
“Mama, ini aku Ali”. Mia mengalami kaget. Secara terburu-buru, Mia menutup pintu
rumahnya. Ali pun demikian, dia dengan gontai berjalan pulang ke apartemen.
Tugas UTS
Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

Setelah sampai di Apartemen, Ali terduduk lesu dan terdiam seakan tidak ada harapan
lain kecuali pulang ke Indonesia. kemudian, para perempuan apartemen menanyakan
keadaannya. Sedangkan saat itu saudara sepupunya video-call. Kondisi Ali pun dijelaskan,
Zulkifli menceritakan keadaan antara Ali dan Mia. Kemudian, Ali meminta setengah uang
yang telah diterima para perempuan apartemen tersebut. lalu, para perempuan ini
mengalihkan pembicaraan dengan marah kepada Ibu Ali. Mereka keluar apartemen. Karena
tak dihiraukan seperti dia di Indonesia, Ali berteriak kepada para perempuan itu bahwa
dirinya memiliki hak untuk diakui sebagai Ali remaja bukan Ali kecil. Para perempuan pun
sadar bahwa hak Ali telah direnggut, sehingga mereka meminta maaf. Ali pun dihibur dan
diberikan semangat untuk tetap berada di Amerika. Mereka mengajak Ali untuk makan
bersama di pinggir jalan. Dia diceritakan perjuangan Mia ketika berada di New York Amerka.
Ali diberikan semangat untuk bertahan, namun dia bingung mencari uang di Amerika. Dari
situ, para perempuan semakin dekat dengan Ali. Dia diajak dan dipekerjakan seperti
pekerjaan mereka di Amerika, kecuali Ance. Seperti bersih-bersih rumah orang Amerika
bersama Parti, bermain judi dan berjualan jasa foto dengan Biyah, hingga mengikuti jasa pijat
dengan Chinta. Ali diperkenalkan budaya kerja di Amerika.
Beralih latar tempat dan waktu, Ali berjalan Kembali di depan rumah Mia. Dia
menemukan Mia keluar dengan anak kecil perempuan. Berhenti di depan sebuah tempat
belajar kanak-kanak, Ali melihat Mia belajar gambar dengan anak perempuan tersebut. Mia
melihat Ali di Luar. Kemudian, Mia keluar menghampiri Ali. Dari pertemuan itu, Mia
memberikan sebuah kartu nama kepada Ali agar dapat bertemu Kembali.
Pertemuan dengan ibunya pun tiba, Ali mempertanyakan pilihan ibunya tetap tinggal di
Amerika. Padahal, Widjanarko telah meninggal akibat terkena serangan jantung di Indonesia.
Mia pun terdiam ketika Ali mengatakan hal tersebut. Lalu, pertemuan itu berubah menjadi
kesenangan ketika Ali dan Mia berjalan keliling kota Queens. Dia diajak Mia mengunjungi
tempat kerjanya dahulu sebagai waiterss. Awalnya Ali kecewa, setelah Mia berusaha
menerimanya. Diperlihatkan perjalanan pulan Ali di Kereta penuh senyum bahagia, karena
dia diajak oleh Mia berjalan-jalan keliling kota penuh kenangan melalui foto dan video.
Kenangan itu memiliki sisi lain bagi keluarga di Indonesia. Ali memosting foto dan
video kebersamaanya dengan Mia ke media sosial. Budhenya pun menyaksikan hal tersebut.
Tanggapan buruk pun bermunculan, Budhenya menganggap postingan Ali tidak pantas dilihat
keluarga besar. Seakan postingan itu membantah kecurigaan Sebagian besar keluarga besar
terkait kondisi Mia di Amerika. Ali pun bersikeras mempertahankan postingannya itu tetap
dipublikasikan.
Tugas UTS
Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

Setelah mendapat janji akan diakui oleh Ibunya, Ali semakin bersemangat untuk tetap
tinggal di Amerika bersama para perempuan apartemen Queens. Dia ikut serta dalam upaya
para perempuan apartemen mewujudkan impian. Dimana mimpi itu, mereka berhasil
membayar toko yang direncanakan sebagai restoran. Mereka pun berhasil dengan bantuan
Ali. Saat setelah pembayaran secara cek itu, Ali berfoto dengan para perempuan apartemen
dan anak dari Ance.
Kisah romansa dalam film ini pun diperlihatkan, kedekatan Eva dan para perempuan
apartemen bersama Ali semakin terlihat. Pertama, Ali mengajak jalan Eva keliling kota
Queens. Mereka berfoto, hangout, bernyanyi dan berdansa, hingga berbelanja kebutuhan
pokok bersama-sama. Kedua, para perempuan merayakan kebersamaan Ali dengan Ibunya
dengan hidangan brownis ganja. Lucunya, Ali tidak boleh memakan itu dengan alasan belum
cukup usia dewasa. Perayaan itu terhening ketika ada tamu yang tak terduga bagi Biyah,
Ance dan Chinta. Tamu itu adalah Mia. Kehadirannya membuat kaku suasana makan saat itu,
sehingga Biyah mengajak semuanya berpesta di lantai atas apartemen (roof-top). Saling
sindir pun terjadi, ditambah pengaruh brownis membuat harapan Biyah dan Parti terungkap.
Keduanya ingin segera dapat pulang dan pension di Jawa, Indonesia. kesenangan tidak
berhenti, Eva mengajak Ali berkunjung di Kampusnya. Eva membuka jaringan pertemanan
dan dosennya kepada Ali terkait bidang kesenian. Hobi gambar Ali pun diapresiasi oleh
Dosen di Kampus tersebut. Dengan begitu singkat, Ali terbawa dan terbayang untuk tetap
bertahan di Amerika.
Selepas kebahagiaan itu, cerita berubah menjadi kesedihan. Ketika Parti sedang
membereskan toko restoran, Mia berkunjung dengan memberikan cek sebesar 20 ribu dollar
Amerika dan pesan agar Ali dipaksa pulang ke Indonesia. Parti menolak, namun Mia
memaksa dan pergi dari tempat tersebut. berita ini membuat para perempuan ikut prihatin
dengan keadaan Ali.
Ketika berada di Apartemen, para perempuan apartemen pun memberitahu Ali rencana
Mia tersebut. Mereka memberikan cek uang itu kepada Ali. Namun Ali tidak yakin niat
ibunya akan seburuk itu terhadap dirinya, bahkan berkata kepada para perempuan apartemen
sebagai orang yang cemburu dengan kesuksesan Mia. Para perempuan pun salah paham, dan
berbalik marah kepada Ali. Disaat kemarahan itu, Ali pergi dari apartemen dengan berpesan
akan membuktikan bahwa ucapannya benar.
Setelah bertemu dengan ibunya, Ali mengetahui kebenaran lain. Mia tidak sanggup
memperkenalkan Ali kepada keluarga barunya. Mia memaksa Ali untuk pasrah dan pulang.
Tugas UTS
Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

Kemarahan Ali pun memuncak dengan cek uang pemberian ibunya disobek dan dibuang. Dia
pun meninggalkan Ibunya di tengah gelapnya malam dan hati penuh keputusasaan.
Ditengah kemelut tidak percaya atas kebenaran ibunya itu, Ali mendatangi tempat kerja
Eva. Dia mengatakan bahwa salah menilai para perempuan apartemen. Lalu, Eva mengajak
Ali untuk tinggal di apartemen. Ali berjanji akan pulang setelah pagi datang, namun Eva
mengatakan bahwa apartemennya adalah rumah Ali juga. Disaat itulah, Ali merenung dan
menginisiasi pembuatan video pendek tentang perjalanan hibupnya di Amerika. Dia
menamainya dengan judul ‘One Way’ (jalan satu arah). Video itu ditujukan oleh Ali untuk
para perempuan apartemen dan Ibunya. Dia berharap dapat tetap bertahan, walaupun tidak
seperti yang dia harapkan.
Berkat video pendek itu, representasi dalam karya editing video Ali membawa dampak
positif bagi para perempuan apartemen dan ibunya. Para perempuan pun menerima
permintaan maaf Ali, dan tetap mendukung keputusannya untuk tetap tinggal di Amerika.
Kemudian, Ibunya berani mengatakan kepada suami amerikanya tentang posisi Ali sebagai
anak kandungnya. Film pun dibawa pada kelanjutan dampak di atas, Ali tetap berjalan dan
bertahan dengan mendaftar kuliah di perguruan tinggi kesenian Amerika.

ANALISIS LACAN: FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT SOSOK ALI


Pengantar
Penggunaan psikoanalisa Lacanian perlu kehati-hatian. Terutama, seorang peneliti
psikoanalisis menggunakan triad dari lacanian, yakni: yang-real, yang-imajiner, dan yang-
simbolik. Fenomena seorang migran memiliki keyakinan atas hasratnya. Dalam hal ini, hasrat
dipandang dan ditempatkan dalam ‘yang-imajiner’ sebagai perpindahan kewarganegaraan
(citizenship mobility). Hal itu terwujud akibat keberadaan faktor pendorong dan penghambat
secara simplistik. Fakto pendorong disini adalah fenomena seseorang menghadapi hasrat
‘yang-real’ akan diwujudkan dengan berbagai setrategi dan taktik. Sedangkan faktor
penghambat merupakan fenomena seseorang terkendala dalam mewujudkan hasrat ‘yang-
real’ akibat pengaruh ‘yang-imajiner’ dari keberadaan norma-norma masyarakat. Dengan
begitu, seseorang menemukan hasrat yang-lain sebagai hasrat ‘yang-simbolik’ dalam
kehidupannya menggapai ‘yang-real’ di kehidupan sosial-budaya.
Secara definisi, pandangan Lacan mengenai hasrat didapatkan oleh pencarian gagasan
ketidaksadaran dari Freud. Menurut Freud dalam Dedi (2021), wilayah ketaksadaran ini
sebagai arena di mana terletak hasrat-hasrat dan kebutuhan seseorang. Hasrat dan kebutuhhan
itu memegang kendali atas kehidupan seseorang. Hasrat yang tersimpan dalam wilayah
Tugas UTS
Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

ketaksadaran itu merupakan akibat dari represi. Ditambahkan, Freud mengutarakan


kemunculan hasrat akibat ‘prinsip kenikmatan’ dalam bayangan dari ‘prinsip realitas’.
Menurut Dedi (2021) dengan tegas, dari Feud, Lacan sedang mengupas wilayah
ketaksadaran bukanlah ditentukan oleh neurosis (sistem kerja syaraf). Penjelasannya itu
sekaligus meluruskan kesalahpahaman Freudian yang selama ini dipahami oleh banyak
pihak. Lacan menjelaskan bahwa ketaksadaran bukan akibat sistem kerja syaraf, namun
penyebab dari neurosis. Seperti angan-angan, mimpi, dan lain sebagainya merupakan hasil
dari kerja neurosis.
Secara operasional, Istilah hasrat (desire), konsepsi ikonik dalam tradisi metafisika
Barat, telah memperoleh nuansa makna dan kekuatan baru dalam Lacan. Gagasan tersebut
dalam epistemologi Lacanian tidak membawa pemahaman pada sebuah konsep atau
serangkaian konsep yang berkaitan dengan pengamatan empiris atau asumsi
teoritis.Impilkasinya adalah menghadirkan suatu definisi yang final dan stabil bagi hasrat
menjadi sangat problematis. Lacan sendiri merumuskan teorinya tentang hasrat dalam The
Four Fundamental Concepts Of Psychoanalysis (1977), di mana argumennya, “hasrat,
sebenarnya, adalah interpretasi itu sendiri.”
Dalam ini, peneliti mengaitkannya dengan hubungan anak dan ibu dari film ‘Ali dan
Ratu-ratu Queens’. Lacan menegaskan selalu terjadi tuntutan akan cinta atau kasih sayang
dari sang ibu yang menjamin terpenuhinya kebutuhan sang anak seperti makan, minum,
keamanan, dan lainnya. Tuntutan akan cinta dari sang ibu inilah yang tidak mungkin untuk
dapat terpenuhi atau terpuaskan. Dimana, tokoh Ali sebagai subyek mengalami keterbelahan
dalam pemenuhan atas pengakuan sebagai anak. Ali menganggap berpindah dari Indonesia
menuju Amerika Serikat sebagai pemenuhan atas hasratnya tersebut. kebutuhannya yang
harus dipenuhi itu mengalami perubahan menjadi tuntutan yang harus dilaksanakan.
Peralihan dari kebutuhan menjadi tuntutan terjadi, ketika sang anak menyadari
keterpisahannya dengan sang ibu. Sang anak mulai menyadari, bahwa dirinya tidaklah
menyatu dengan sang ibu sebagai objek pemuas kebutuhannya dan kondisi ini diperparah
dengan adanya sang ayah, sehingga membuat sang anak merasa kehilangan, kekurangan, dan
ingin menyatu kembali dengan sang ibu. Kehilangan dan kekurangan inilah yang menyertai
sepanjang hidup sang anak. Demikian pula, Tokoh Ali mengalami kehilangan sosok ibu
ketika ayahnya melarang dirinya atau subyek dengan I (aku) dalam menggambar di dinding
rumahnya. Kemudian, Ali melihat bagaimana perseteruan Ayah dan Ibunya melalui
telephone.
Tugas UTS
Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

Bagi Lacan, hasrat adalah representatif sekaligus non-representatif. Hasrat adalah non-
representatif, karena tidak merepresentasikan kebutuhan, tetapi sesuatu yang lain, yang mana
kebutuhan hanyalah jejak (trace). Faktanya, hasrat subyek tidak merepresentasikan apa-apa,
karena ia teralienasi dari kebutuhan (need) dan tuntutan (demand), dan terkait dengan
hilangnya keberadaan dan eksistensi yang-Lain (the Other). Oleh sebab itu, hasrat seseorang
adalah hasrat dari dan atau untuk yang-Lain. Yang-Lain dalam Lacanian ini terletak secara
simbolis sebagai lokus ujaran dan tuntutan subjek berasal. Hal ini merupakan situs tempat
penanda muncul dengan hasrat subjek, dan juga merupakan lokus konstitutif dari
ketaksadaran, karena itu subjek menghasrati apa yang dihasrati yang-Lain. Seperti, Tokoh Ali
antusias dengan menghadirkan pembahasan dirinya ingin ke luar negeri akibat ada obrolan
keberangkatan keluarga besarnya untuk beribadah haji. Hasrat keluarga besarnya ingin
berangkat haji membangkitkan hasrat Ali ingin ke Amerika Serikat.
Kalimat “hasrat seseorang adalah hasrat yang-Lain” menjelaskan hubungan hasrat
dengan hasrat. Kemudian hasrat adalah representatif, dengan segala keterasingannya, karena
hasrat menggambarkan kerinduan tidak-sadar yang tidak terbatas untuk memiliki dan
menikmati kepuasan objek primordial atau yang-Lain. Objek yang dihasrati adalah pengganti
untuk sesuatu (Thing), dan dengan demikian merepresentasikan kehilangan yang
membangkitkan hasrat. Dalam hal ini, tokoh Ali semakin berhasrat ketika dilarang berangkat
oleh keluarga besarnya ke Amerika Serikat. Karena itu Ali semakin bertekad untuk
mempersiapkan diri berpindah dari Indonesia ke Amerika Serikat.
Dalam hubungan anak dan ibu, selalu terjadi tuntutan akan cinta atau kasih sayang dari
sang ibu yang menjamin terpenuhinya kebutuhan sang anak seperti makan, minum,
keamanan, dan lainnya. Lacan menjelaskan, bahwa kehilangan dan kekurangan dalam diri
seseorang, sejak menyadari keterpisahannya dengan sang ibu, menjadi objek penyebab hasrat
(object cause of desire) atau disebut juga ‘objek a’ (objet petit a). ‘Objek a’ ini merupakan
apa yang dicari subjek hasrat saat menghasrati suatu objek hasrat untuk mendapatkan
kepenuhan diri, seperti harapan Tokoh Ali ingin bersatu kembali dengan sang ibu akibat
kekurangan kasih sayang dalam pendampingan dalam segala hal, salah satunya menggambar.
Objek a inilah yang menghubungkan subjek pada yang-Lain, yang mana subjek terpisah oleh
dinding bahasa. Sebagai residu, objek a selalu melekat pada yang-Lain. Misalnya, Ali melihat
kedekatan Ibunya dengan adik tirinya (the other) di sebuah sekolah menggambar. Objek a
dapat menyediakan ruang bagi objek yang dihasrati, selama itu terkait dengan yang-Lain.
Seorang Lacanian, Anika Lemaire merangkum dua makna lain dari objek a Lacanian
ini. Pertama, objek a adalah penyebab hasrat, ketakhadirannya yang tidak dapat diperbaiki
Tugas UTS
Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

yang menimbulkan keabadian hasrat dan pelarian yang tanpa henti dari satu penanda ke
penanda tuntutan lainnya. Simbol a melambangkan apa yang hilang dalam lingkup penanda
dan hilang pada penandaan. Yang menolak kehilangan ini adalah subjek yang menandai. Pada
level paling primitif, a adalah objek kekurangan radikal yang dijalani oleh sang anak yang
dipisahkan dari sang ibu. Seperti, Tokoh Ali kehilangan momen pendampingan dan apresiasi
dari sang ibu ketika menandai dirinya dengan menggambar dinding rumahnya di Indonesia,
dia menggambar lingkungan gedung dalam buku catatannya di Amerika Serikat. Dia
ditundukan oleh ayahnya dengan kata ‘mencorat-coret’ dinding di saat kecil, kemudian
memilih kekurangannya itu dengan menggambar di buku catatannya. Namun, dia masih
merasa kehilangan. Kepergiannya ke Amerika Serika dan bertemu sang Ibu tidak sepenuhnya
memuaskan hasratnya. Justru dia menemui berbagai negatifitas manusia. Dengan begitu,
pendorong manusia untuk migran bagi aktor mobilitas kewarganegaraan selatan tidak hanya
faktor tuntutan ekonomi, budaya, dan yang lainnya. Namun demikian, aktor mobilitas
kewarganegaraan selatan didukung oleh kekurangannya dalam kepuasan hasrat atas apa yang
tidak lagi didapatkannya.
Kemudian, faktor penghambat aktor mobilitas kewarganegaraan selatan adalah tuntutan
dari hasrat manusia lainnya. Seorang manusia sekan berfikir ulang untuk melakukan
mobilitas. Tokoh Ali menunjukan respon sebaliknya dalam mengatasi tuntutan yang-lain
tersebut. seperti hasrat keluarga besar, budhe, dan saudara sepupunya ketika ingin berpindah
dari Indonesia menuju Amerika Serikat.

(dokumentasi: Google.com, 2023)

Kedua, objek a adalah representasi dari objek kekurangan (phallus) atau objek hasrat
metonimik seperti fetis atau pemujaan. Singkatnya, objek a adalah penanda hasrat, dari
kehilangan dankekurangan dalam diri subjek. Gagasan mengenai kegelisahan (anxiety)
merupakan konsekuensi (psiko)logis dari konsep fundamental Lacanian tentang kehilangan
Tugas UTS
Mata Kuliah: Mobilitas Global, Kewarganegaraan dan Budaya Kaum Muda

dan kekurangan tersebut. Seperti, Tokoh Ali menemukan sosok baru dari ibunya yakni, Eva
sering mendampinginya dan mengapresiasi gambar buatan Ali.

(Dokumentasi: Google.com, 2023)

REFRENSI
IMDb. (2021). Ali dan Ratu-ratu Queens. Diakses:
https://www.imdb.com/title/tt11271990/fullcredits, pada: April 08, 2023
Lemaire, Anika. (1977). Jacques Lacan. London: Routledge & Kegan Paul
Lewis, Michael. (2008). Derrida and Lacan: Another Writing. Edinburgh University Press.
Diakses: https://www.jstor.org/stable/10.3366/j.ctt1r2cj3, pada: April 06, 2023
Lisa, Lukman. (2015). Proses Pembentukan Subjek: Antropologi Filosofis Jacques Lacan.
Yogyakarta: Kanisius
Miller. (2006). Introduction to Reading Jacques Lacan’s Seminar on Axiety. Journal Lacanian
Ink, Vol. 27. Hal. 34-35.
Netflix. (2021). Ali dan Ratu-ratu Queens. Diakses: https://www.netflix.com/title/81260949,
pada: April 08, 2023
Sahara, Dedi. (2019). Mendedah Hasrat: Suatu Pengantar Memahami Psikoanalisis Lacan,
Bagian-1. Diakses: Isfcogito.com, pada: April 07, 2023.

Anda mungkin juga menyukai