Anda di halaman 1dari 140

SKRIPSI

ARAHAN PENATAAN SARANA SOSIAL EKONOMI


UNTUK MENINGKATKAN AKSESIBILITAS
BERBASIS KONSEP 15 MINUTE CITY
DI KAWASAN SUB URBAN KOTA MAKASSAR

Disusun dan diajukan oleh:

ANDI AIDIL FITRIAWAN


D521 16 007

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERENCANAAN


WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2023
i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

ARAHAN PENATAAN SARANA SOSIAL EKONOMI


UNTUK MENINGKATKAN AKSESIBILITAS
BERBASIS KONSEP 15 MINUTE CITY
DI KAWASAN SUB URBAN KOTA MAKASSAR

Disusun dan diajukan oleh

ANDI AIDIL FITRIAWAN


D521 16 007

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian yang dibentuk dalam rangka


Penyelesaian Studi Program Sarjana Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Pada tanggal …………………
dan dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Prof. Dr. Ir. Arifuddin Akil, MT Dr. techn. Yashinta K. D. Sutopo, ST. MIP
NIP. 19630504 199512 1 001 NIP. 19790117 220011 2 002

Ketua Program Studi, Perencanaan Wilayah dan Kota


Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Dr. Eng. Abdul Rachman Rasyid, ST., M.Si. IPM


NIP. 19741006 200812 1 002
ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Andi Aidil Fitriawan
NIM : D521 16 007
Program Studi : Perencanaan Wilayah dan Kota
Jenjang : S1

Menyatakan dengan ini bahwa karya tulis saya berjudul

Arahan Penataan Sarana Sosial Ekonomi Untuk Meningkatkan Aksesibilitas


Berbasis Konsep 15 Minute City di Kawasan Teritorial Kota Makassar

Adalah karya tulisan saya sendiri dan bukan merupakan pengambilan alihan tulisan
orang lain dan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri.
Semua informasi yang ditulis dalam skripsi yang berasal dari penulis lain telah
diberi penghargaan, yakni dengan mengutip sumber dan tahun penerbitannya. Oleh
karena itu semua tulisan dalam skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab
penulis. Apabila ada pihak manapun yang merasa ada kesamaan judul dan atau hasil
temuan dalam skripsi ini, maka penulis siap untuk diklarifikasi dan
mempertanggungjawabkan segala resiko.
Segala data dan informasi yang diperoleh selama proses pembuatan skripsi, yang
akan dipublikasi oleh Penulis di masa depan harus mendapat persetujuan dari Dosen
Pembimbing.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau
keseluruhan isi skripsi ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Gowa, Mei 2023

Yang Menyatakan

Andi Aidil Fitriawan


iii

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah memberikan nikmat kesehatan dan rahmat-Nya sehingga penyusunan
laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada Rasulullah SAW sebagai panutan hidup, beserta keluarga dan
para sahabatnya.

Penyusunan tugas akhir ini merupakan persyaratan akademis dalam menyelesaikan


studi jenjang Strata 1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin, dalam penyusunan tugas akhir ini memiliki banyak
kesalahan namun berkat petunjuk Allah SWT dan diikuti dengan usaha dan doa
serta bimbingan dan arahan dari berbagai pihak hingga kesalahan-kesalahan dalam
tugas akhir ini dapat diminalisir hingga laporan tugas akhir yang berjudul “Arahan
Penataan Sarana Sosial Ekonomi Untuk Meningkatkan Aksesibilitas Berbasis
Konsep 15 Minute City di Kawasan Suburban Kota Makassar” dapat
diselesaikan.

Terlepas dari itu penulis menyadari dalam tugas akhir ini masih jauh dari kata
sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, saran, tanggapan, dan
penilaian demi kemajuan tugas akhir ini dan kemajuan bagi penelitian-penelitian
selanjutnya agar penelitian menjadi bermanfaat.

Penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat dan turut memberi andil
dalam kemajuan ilmu pengetahuan serta almamater tercinta dan segala usaha yang
telah dilakukan diridhoi dan bernilai ibadah oleh Allah SWT dan dapat menjadi
penolong bagi penulis dan seluruh pihak yang membantu di kemudian hari. Akhir
kata penulis hendak berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dan mendukung dalam penyusunan tugas akhir ini.

Gowa, Mei 2023

Andi Aidil Fitriawan


iv

ABTRAK

ANDI AIDIL FITRIAWAN. Arahan Penataan Sarana Sosial Ekonomi Untuk


Meningkatkan Aksesibilitas Berbasis Konsep 15 Minute City di Kawasan Suburban
Kota Makassar (dibimbing oleh Arifuddin Akil dan Yashinta K.D. Sutopo)

Kota sebagai pusat pelayanan kebanyakan berkembang mengutamakan


pembangunan fungsional yang cenderung tidak terpola dan terstruktur
menimbulkan permasalahan pembangunan dimana pembangunan permukiman
terpisah dari pelayanan sarana sosial ekonomi khususnya di kawasan suburban.
Dampaknya mobilitas dan aksesibilitas pergerakan masyarakat cenderung
bergantung pada penggunaan transportasi, dimana masyarakat harus mengorbankan
kualitas kehidupannya untuk beradaptasi dengan struktur/sistem perkotaan yang
ada. Inilah yang mendasari penelitian ini dimana konsep 15 minute city hadir
sebagai solusi tepat dimana pelayanan sosial ekonomi dan fungsi perkotaan harus
hadir dalam skala lingkungan. Dalam mewujudkan konsep ini maka dilakukan
penelitian awal dengan tujuan 1) Mengetahui parameter determinan aksesibilitas
pelayanan sarana sosial ekonomi berdasarkan konsep 15 minute city; 2) Mengetahui
gambaran eksisting kawasan suburban Kota Makassar menerapkan konsep 15
minute city berdasarkan parameter determinan; 3) Mengetahui arahan penataan
lokasi saranan sosial ekonomi untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan
perkotaan berdasarkan konsep 15 minute city di kawasan suburban Kota Makassar.
Metode yang digunakan yaitu Analytical Hierarchy Process (AHP), spasial
berbasis hexagon grid data map, dan analisis deskriptif. Penelitian ini menunjukkan
terdapat 8 parameter determinan dimana pelayanan transportasi serta ketersediaan
jalur pejalan kaki dan RTH menjadi parameter paling berpengaruh dengan nilai
24% dan 23%. Terdapat 18,2% permukiman dengan nilai aksesibilitas rendah dan
sangat rendah, 16,5% sedang, dan 65,3% tinggi dan sangat tinggi. Arahan kemudian
diberikan berdasarkan nilai aksesibilitas yakni 1) Sentralisasi dan pemerataan
pelayanan sarana sosial ekonomi; 2) Peningkatan Konektivitas Jalur Pejalan Kaki
dan RTH Lingkungan; 3) pemodelan hirarki pelayanan transportasi lingkup lokal
maupun kota; dan 4) Implementasi ruang multifungsi dan arahan pembangunan
bangunan multifungsi.

Kata Kunci: 15 Minute City, Sarana Sosial Ekonomi, Hexagon Grid Data Map
v

ABTRACT

ANDI AIDIL FITRIAWAN. Directions for Structuring Social Economic Facilities


to Improve Accessibility Based on the 15 Minute City Concept in the Suburban Area
of Makassar City (supervised by Arifuddin Akil and Yashinta K.D. Sutopo)

Cities as service centers are mostly developing, prioritizing functional development


which tends to be unpatterned and structured causing development problems where
the settlement development is separated from social economic services, especially
in suburban areas. The impact is that mobility and accessibility of people's
movements tend to depend on the use of transportation, where people have to
sacrifice their quality of life to adapt to existing urban structures/systems. This is
what underlies this research where the 15 minute city concept is present as the right
solution where socio-economic services and urban functions must be present on an
environmental scale. In realizing this concept, preliminary research was carried
out with the objectives of 1) Knowing the determinant parameters of the
accessibility of social economic services based on the 15 minute city concept; 2)
Knowing the existing description of the suburban area of Makassar City applying
the 15 minute city concept based on determinant parameters; 3) Knowing the
directions for structuring the location of social economic facilities to increase the
accessibility of urban services based on the 15 minute city concept in the suburban
area of Makassar City. The method used is Analytical Hierarchy Process (AHP),
hexagon grid data map based spatial, and descriptive analysis. This study shows
that there are 8 determinant parameters where transportation services and the
availability of pedestrian paths and green space are the most influential parameters
with values of 24% and 23%. There are 18.2% of settlements with low and very low
accessibility scores, 16.5% moderate, and 65.3% high and very high. Directions
are then given based on accessibility values, namely 1) Centralization and equal
distribution of social economic facilities services; 2) Improved connectivity of
pedestrian pathways and environmental green open space; 3) modeling the
hierarchy of transportation services for local and city scopes; and 4)
Implementation of multifunctional areas and directions for the construction of
multifunctional buildings.

Keywords: 15 Minute City, Social Economic Facilities, Hexagon Grid Data Map
vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI....................................................................... i


PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................................................ iv
ABSTRACT ................................................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 5
1.6 Output Penelitian................................................................................................ 5
1.7 Outcome Penelitian ............................................................................................ 5
1.8 Sistematika Penulisan......................................................................................... 6

BAB I TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 7


2.1 Kota .................................................................................................................... 7
2.1.1 Pengertian Kota ........................................................................................ 7
2.1.2 Permasalahan kota.................................................................................... 8
2.1.3 Isu Perkotaan ............................................................................................ 10
2.2 15 Minute City .................................................................................................... 12
2.2.1 Konsep kota 15 Menit .............................................................................. 12
2.2.2 Prinsip Dasar ............................................................................................ 13
2.2.3 Pelayanan ................................................................................................. 17
2.2.4 Hirarki Pelayanan..................................................................................... 18
2.2.5 Manfaat 15 Minute City ........................................................................... 20
2.3 Mobilitas ............................................................................................................ 21
2.3.1 Mobilitas Penduduk ................................................................................. 21
2.3.2 Bentuk-Bentuk Mobilitas Penduduk ........................................................ 21
2.3.3 Mobilitas Pergerakan ............................................................................... 24
2.3.4 Pola Sebaran Pergerakan.......................................................................... 24
2.3.5 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan .......................................................... 24
2.3.6 Parameter / Klasifikasi Pergerakan .......................................................... 25
2.4 Aksesibilitas ....................................................................................................... 25
2.4.1 Konsep Aksesibilitas ................................................................................ 25
2.4.2 Indikator Aksesibilitas ............................................................................. 26
2.5 Sarana Lokal / Lingkungan ................................................................................ 27
2.5.1 Sarana Pelaanan Umum ........................................................................... 27
2.5.2 Sarana Pendidikan .................................................................................... 27
2.5.3 Sarana Kesehatan ..................................................................................... 27
2.5.4 Sarana Sosial dan Budaya ........................................................................ 28
vii

2.5.5 Sarana Perdagangan dan Niaga ................................................................ 28


2.5.6 Sarana Ruang Terbuka Publik.................................................................. 28
2.6 Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 29
2.7 Kerangka Konsep ............................................................................................... 32

BAB III METODE PENELITIAN............................................................................ 33


3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................... 33
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................................. 34
3.2.1 Waktu Penelitian ...................................................................................... 34
3.2.2 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 34
3.3 Jenis dan Kebutuhan Data .................................................................................. 34
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................. 36
3.5 Variabel Penelitian ............................................................................................. 37
3.6 Teknik Analisis Data .......................................................................................... 39
3.6.1 Tujuan Penelitian Pertama ....................................................................... 39
3.6.2 Tujuan Penelitian Kedua .......................................................................... 42
3.6.3 Tujuan Penelitian Ketiga .......................................................................... 44
3.7 Definisi Oprasional ............................................................................................ 44
3.8 Kerangka Penelitian ........................................................................................... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 47


4.1 Gambaran Umum Kota Makassar ...................................................................... 47
4.1.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah......................................................... 47
4.1.2 Kondisi Demografis ................................................................................. 48
4.1.3 Topografi dan Geologi ............................................................................. 49
4.1.4 Hidrologi dan Klimatologi ....................................................................... 49
4.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................. 51
4.2.1 Letak Geografis dan Batas wilayah ......................................................... 51
4.2.2 Kondisi Demografis ................................................................................. 54
4.2.3 Tata Guna Lahan ...................................................................................... 56
4.2.4 Jaringan Jalan Lokasi Penelitian .............................................................. 58
4.2.5 Sarana Pendidikan .................................................................................... 61
4.2.6 Sarana Kesehatan ..................................................................................... 65
4.2.7 Sarana Ekonomi/Niaga ............................................................................ 68
4.2.8 Transportasi.............................................................................................. 71
4.3 Hasil dan Pembahasan........................................................................................ 73
4.3.1 Mengetahui Parameter Determinan Aksesibilitas Pelayanan Sarana
Sosial Ekonomi Berdasarkan Konsep 15 Minute City ............................ 73
4.3.2 Mengetahui Gambaran Eksisting Kawasan Teritorial Kota Makassar
Menerapkan Konsep 15 Minute City Berdasarkan Parameter
Determinan ............................................................................................... 78
4.3.3 Mengetahui Arahan Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Sarana
Sosial Ekonomi Berdasarkan Konsep 15 Minute City Di Kawasan
Suburban Kota Makassar ......................................................................... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 115


5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 115
4.2 Saran................................................................................................................... 116
viii

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 117


CURRICULUM VITAE PENULIS .......................................................................... 120
LAMPIRAN .............................................................................................................. 122
ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pelayanan Dalam Literatur Akademik Kota 15 Menit............................. 17


Tabel 2 Daftar Penelitian Terdaulu ....................................................................... 29
Tabel 3 Kebutuhan Data Penelitian....................................................................... 35
Tabel 4 Variabel Penelitian ................................................................................... 37
Tabel 5 Teknik Analisis Dalam Penelitian............................................................ 39
Tabel 6 Parameter Aksesibilitas Sarana Sosial Ekonomi ..................................... 40
Tabel 7 Tabel Sakala Kepentingan Absolut .......................................................... 41
Tabel 8 Tabel Sakala Kepentingan Absolut .......................................................... 42
Tabel 9 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City ......................... 43
Tabel 10 Demografi Kota Makassar ....................................................................... 48
Tabel 11 Demografi Lokasi penelitian .................................................................... 54
Tabel 12 Luas Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian ......................................... 56
Tabel 13 Panjang Jalan Berdasarkan Jenis Jalan di Lokasi Penelitian ................... 58
Tabel 14 Persentase Panjang Jalan Wilayah Penelitian Terhadap Kota Makassar . 61
Tabel 15 Persebaran Sarana Pendidikan di Wilayah Penelitian.............................. 62
Tabel 16 Persebaran Sarana Kesehatan di Wilayah Penelitian ............................... 65
Tabel 17 Persebaran Sarana Ekonomi/Niaga di Wilayah Penelitian ....................... 68
Tabel 18 Persebaran Sarana Transportasi di Wilayah Penelitian............................ 71
Tabel 19 Daftar Parameter ...................................................................................... 74
Tabel 20 Matriks Akumulasi Penilaian Perbandingan Parameter........................... 74
Tabel 21 Bobot Parameter....................................................................................... 75
Tabel 22 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City .......................... 80
Tabel 23 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Sarana Pendidikan.................. 80
Tabel 24 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City .......................... 86
Tabel 25 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Sarana Kesehatan ................... 86
Tabel 26 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City .......................... 89
Tabel 27 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Sarana Ekonomi ..................... 89
Tabel 28 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City .......................... 92
Tabel 29 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Pusat Kegiatan ....................... 92
Tabel 30 Klasifikasi Kepadatan Penduduk Berdasarkan SNI 03-1733-2004 ......... 94
Tabel 31 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Wilayah Padat Penduduk ......................... 94
Tabel 32 Radius Ketersediaan Jalur Pejalan Kaki dan RTH................................... 96
Tabel 33 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Jalur Pejalan Kaki dan RTH .. 96
Tabel 34 Interval Tingkat Konektivitas Jaringan Jalan........................................... 99
Tabel 35 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Konektivitas Jaringan Jalan ..................... 99
Tabel 36 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City .......................... 101
Tabel 37 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Sarana Transportasi................ 101
Tabel 38 Klasifikasi Nilai Total Parameter Tingkat Aksesibilitas
Sarana Sosial Ekonomi ............................................................................ 103
Tabel 39 Klasifikasi Nilai Total Parameter Tingkat Aksesibilitas Sarana
Sosial Ekonomi ........................................................................................ 105
x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Ilustrasi skala pelayanan berdasar konsep 15 minute city .................. 12


Gambar 2 Ilustrasi Lingkungan Sekolah Ideal .................................................... 14
Gambar 3 Ilustrasi Ruang Sosial ......................................................................... 15
Gambar 4 Ilustrasi Walkability Area ................................................................... 17
Gambar 5 Radius Dalam Konsep 15 Minute City ............................................... 19
Gambar 6 Ilustrasi Radius Dalam Konsep 15 Minute City ................................. 20
Gambar 7 Skema Bentuk Mobilitas Penduduk ................................................... 23
Gambar 8 Contoh Pola Sebaran Pergerakan ....................................................... 24
Gambar 9 Kerangka Konsep ............................................................................... 32
Gambar 10 Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 38
Gambar 11 Persamaan Grid Ratio Coverage ........................................................ 44
Gambar 14 Kerangka Penelitian ........................................................................... 46
Gambar 15 Peta Tata Guna Lahan Wilayah Penelitian......................................... 57
Gambar 16 Peta Jaringan Jalan Wilayah Penelitian .............................................. 59
Gambar 17 Peta Tingkat Konektivitas Jaringan Jalan Wilayah Penelitian ........... 60
Gambar 18 Peta Persebaran Sarana Pendidikan di Wilayah Penelitian ................ 63
Gambar 19 Peta Network Area Pelayanan Sarana Pendidikan di
Wilayah Penelitian ............................................................................. 64
Gambar 20 Peta Persebaran Sarana Kesehatan di Wilayah Penelitian ................. 66
Gambar 21 Peta Network Area Pelayanan Sarana Kesehatan di
Wilayah Penelitian ............................................................................. 67
Gambar 22 Peta Persebaran Sarana Ekonomi di Wilayah Penelitian ................... 69
Gambar 23 Peta Network Area Pelayanan Sarana Ekonomi di
Wilayah Penelitian ............................................................................. 70
Gambar 24 Peta Pelayanan Sarana Transportasi di Wilayah Penelitian ............... 72
Gambar 25 Peta Persebaran Permukiman dan Grid Hexagon di
Wilayah Penelitian ............................................................................. 79
Gambar 26 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Pelayanan TK dan SLB ...... 82
Gambar 27 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Pelayanan TSD dan SMP ... 83
Gambar 28 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Pelayanan SMA dan SMK .. 84
Gambar 29 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Pelayanan
Sarana Pendidikan .............................................................................. 85
Gambar 30 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Pelayanan Puskesmas
dan Rumah Sakit ................................................................................ 87
Gambar 31 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Pelayanan
Sarana Kesehatan ............................................................................... 88
Gambar 32 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Pelayanan Pasar dan
Minimarket ......................................................................................... 90
Gambar 33 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Pelayanan
Sarana Ekonomi ................................................................................. 91
Gambar 34 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Jangkauan
Pusat Kegiatan.................................................................................... 93
Gambar 35 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Wilayah
xi

Padat Penduduk .................................................................................. 95


Gambar 36 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Jangkauan
Jalur Pejalan Kaki dan RTH............................................................... 97
Gambar 37 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Jangkauan
Jalur Pejalan Kaki dan RTH............................................................... 98
Gambar 38 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Konektivitas
Jaringan Jalan ..................................................................................... 100
Gambar 39 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Pelayanan
Sarana Transportasi ............................................................................ 102
Gambar 40 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Aksesibilitas
Sarana Sosial Ekonimi Berdasar Parameter Determinan ................... 104
Gambar 41 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Aksesibilitas Sarana
Sosial Ekonimi Berdasar Parameter Determinan di
Kec. Biringkanaya dan Tamalanrea ................................................... 107
Gambar 42 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Aksesibilitas Sarana
Sosial Ekonimi Berdasar Parameter Determinan di
Kec. Manggala, Rappocini, dan Tamalate ......................................... 108
Gambar 43 Ilustrasi Sentralisasi dan Pemerataan Pelayanan Sarana
Sosial Ekonomi .................................................................................. 110
Gambar 44 Ilustrasi Konsep Konektivitas Jalur Pejalan Kaki dan
RTH Lingkungan ............................................................................... 111
Gambar 45 Ilustrasi Peningkatan Konektivitas Jalur Pejalan Kaki dan
RTH Lingkungan ............................................................................... 111
Gambar 46 Ilustrasi Pemodelan Hirarki Pelayanan Sarana Transportasi ............. 112
Gambar 47 Ilustrasi Konsep Ruang dan Bangunan Multifungsi .......................... 113
Gambar 48 Ilustrasi Implementasi Ruang dan Bangunan Multifungsi ................. 114
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota merupakan rumah atau tempat tinggal bagi suatu populasi yang memiliki ciri
kepadatan tinggi, konsentrasi kegiatan ekonomi pada bidang industri, perdagangan
dan jasa, serta merupakan kawasan yang menjadi pusat pelayanan dan pusat
pengembangan ekonomi. Kota merupakan pusat pelayanan, kegiatan produksi,
distribusi, dan jasa yang mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya
(National Urban Development Strategy). Kota sebagai pusat pelayanan, dan pusat
ekonomi kemudian menjadi faktor penarik dalam tren pergeseran populasi dari
daerah pedesaan ke daerah perkotaan atau dikenal dengan urbanisasi.

Selain itu pengelolaan dan pengembangan perkotaan kebanyakan mengutamakan


pembangunan fungsional, cenderung berkembang tidak terpola dan terstruktur
(urban sprawl). Dimana beberapa kota besar di Indonesia telah berhasil
mengarahkan pembangunan perumahan di wilayah suburban, berfokus mengatasi
kebutuhan hunian yang mengutamakan efisiensi prasarana kota. Namun belum
terpadu pada mobilitas penghuni untuk kegiatan sosial ekonominya, sehingga pola
pembangunan tersebut menimbulkan masalah pada sistem transportasi dan
meningkatkan volume pergerakan lalulintas dari wilayah suburban ke wilayah
urban atau sebaliknya. Fenomena ini menunjukkan banyaknya pembangunan
permukiman yang terpisah dengan fasilitas publik seperti pendidikan, kesehatan,
perdagangan dan jasa. Sehingga dalam upaya memenuhi kebutuhan sosial dan
ekonominya, masyarakat diharuskan melakukan mobilitas yang berdampak pada
kepadatan ruang lalulintas. Dampak dari monofungsi lahan dimana pembangunan
dilakukan cenderung terpisah mempengaruhi mobilitas dan aksesibilitas sistem
pergerakan dan cenderung ketergantungan akan penggunaan kendaraan pribadi.
(Shirly Wunas, 2011).

Selain itu baru-baru ini hadir permasalaan perkotaan dimana permasalaan bukan
hanya tentang penataan namun juga tentang isu kesehatan yaitu pandemi. Menurut
2

Carlo Pisano (2020) Urbanisasi dipandang sebagai salah satu kendaraan paling
relevan untuk penyakit menular, kondisi lingkungan yang memungkinkan
penyebarannya yang cepat. Padatnya suatu kawasan dapat memberikan kondisi
sempurna untuk tersebarnya epidemi, sehingga menciptakan tantangan baru untuk
pemerintah daerah dan komunitas global dalam pengelolaan kota.

Pada kondisi eksistingnya jika melihat pada karakteristik mobilitas pergerakan


penduduk di Kota Makassar dimana dalam skala kota, pergerakan penduduk antar
zona memeliki persentase sebesar 78,6% dan pergerakan lokal penduduk hanya
sebesar 21,4% pada hari kerja dan pada hari libur pergerakan penduduk antar zona
memiliki persentase 74,5% dan pergerakan lokal penduduk hanya sebesar 25,5%.
Hal ini mengindikasikan bahwa fasilitas-fasilitas yang ada tidak dapat mendukung
kebutuhan masyarakat dalam zona lokal atau faktor aksesibilitas yang rendah
sehingga masarakat susah menjangkau sarana sosial ekonimi lokal dan memilih
melakukan pergerakan yang jauh untuk memenuhi kebutuhannya. Inilah yang
mengakibatkan banyaknya pergerakan antar zona yang terjadi, dimana untuk
kawasan teritorial suburban Kota Makassar seperti Kec. Biringkanaya memiliki
persentase pergerakan antar zona sebesar 54,2% dan pergerakan lokal 45,8%, Kec.
Tamalanrea memiliki persentase pergerakan antar zona sebesar 67,8% dan
pergerakan lokal 32,2%, Kec. Manggala memiliki persentase pergerakan antar zona
sebesar 65% dan pergerakan lokal 35%, dan Kec. Tamalate memiliki persentase
pergerakan antar zona sebesar 65% dan pergerakan lokal 35% (Sofyan Purnama,
2018).

Ancaman utama dalam proses perkembangan perkotaan saat ini adala konsep
perembetan pembangunan kota yang belum didukung dengan keseimbangan
penggunaan lahan secara tiga dimensi berupa unsur sosial, ekonomi dan lingkungan
(Shirly Wunas, 2011). Serta hadirnya pandemi yang mengakibatkan dibatasinya
mobilitas pergerakan masyarakat yang tinggi dan cenderung bergerak antar zona
sehingga pada kondisi tersebut masyarakat terkendala dalam upaya memenuhi
kebutuhan hariannya. Ini kemudian menjadi fokus pemimpin-pemimpin dunia
dimana pada forum C40 Cities sebuah koalisi walikota internasional yang berfokus
pada perubahan iklim dan keberlanjutan merekomendasikan konsep 15 minute city
3

yang dipelopori oleh Carlos Moreno dengan konsep di mana sebagian besar
penduduk dapat memenuhi kebutuhan dan aktivitas sehari-hari dalam 15 menit
berjalan kaki atau bersepeda.

Menurut Pozoukidou dan Chatziyiannaki (2021) perlu adanya pergeseran


penekanan perencanaan dari aksesibilitas lingkungan ke fungsi perkotaan menjadi
kedekatan fungsi perkotaan di dalam suatu lingkungan. Hal inilah kemudian
menjadi dasar dilakukannya penelitian ini untuk terlebih dahulu mengetahui apa
saja parameter determinan aksesibilitas pelayanan sarana sosial ekonomi upaya
mengetahui faktor apa saja yang dapat menarik pergerakan masyarakat di kawasan
lokal saja dan melihat gambaran eksisting kawasan suburban Kota Makassar
(suburban) dalam menerapkan konsep 15 minute city serta arahan penataan lokasi
saranan sosial ekonomi lokal untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan
perkotaan berdasarkan konsep 15 minute city di kawasan suburban Kota Makassar.
dengan harapan dapat menjadi dasar dalam meningkatkan ketahanan lingkungan
dan membawa fungsi pelayanan perkotaan ke dalam suatu lingkungan.
Dikarenakan secara historis, keberhasilan dan kegagalan dalam proses menciptakan
kota ideal menunjukkan bahwa lingkungan harus menjadi konteks spasial di mana
penduduk memenuhi kebutuhan dasarnya, berinteraksi dan berkomunikasi satu
sama lain (Smith, 2011 dalam Pozoukidou dan Chatziyiannaki, 2021).
4

1.2 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan latar belakang di atas makan disusunlah pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Apa yang menjadi parameter determinan aksesibilitas pelayanan sarana sosial
ekonomi berdasarkan konsep 15 minute city?
2. Bagaimana gambaran eksisting kawasan suburban Kota Makassar menerapkan
konsep 15 minute city berdasarkan parameter determinan?
3. Bagaimana arahan penataan lokasi saranan sosial ekonomi untuk
meningkatkan aksesibilitas pelayanan perkotaan berdasarkan konsep 15
minute city di kawasan suburban Kota Makassar?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan pada latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Mengetahui parameter determinan aksesibilitas pelayanan sarana sosial
ekonomi berdasarkan konsep 15 minute city.
2. Mengetahui gambaran eksisting kawasan suburban Kota Makassar menerapkan
konsep 15 minute city berdasarkan parameter determinan.
3. Mengetahui arahan penataan lokasi saranan sosial ekonomi untuk
meningkatkan aksesibilitas pelayanan perkotaan berdasarkan konsep 15 minute
city di kawasan suburban Kota Makassar.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang memiliki substansi yang sama.
2. Sebagai bahan acuan dalam penentuan parameter aksesibilitas pelayanan sarana
sosial ekonimi.
3. Dijadikan bahan acuan dalam penentuan arahan penataan lokasi sarana sosial
ekonimi.
4. Sebagai dasar pertimbangan pengembangan kawasan prioritas yang menjadi
fokus penelitian.
5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian yang dimaksudkan, berupa ruang lingkup wilayah
penelitian, ruang lingkup pembahasan, dan ruang lingkup substansi.
1. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup kawasan suburban Kota Makassar
2. Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini difokuskan pada mengkaji
parameter dan gambaran eksisting wilayah penelitian serta arahan dalam
penerapan konsep 15 minute city.
3. Ruang Lingkup Substansi
Penelitian ini memiliki ruang lingkup substansi yang berkaitan:
a. Sarana sosial ekonomi yang menjadi kebutuhan dan memiliki pergerakan
dengan intensitas tinggi seperti pendidikan, kesehatan, perdagangan dan
jasa.
b. Penentuan arahan berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman pada lokasi penelitian terkait peningkatan aksesibilitas dan
pelayanan perkotaan berdasarkan konsep 15 minute city.

1.6 Output Penelitian


Output luaran dari penelitian ini antara lain yaitu laporan penelitian yang disusun
secara sistematis, jurnal, poster, dan summary book.

1.7 Outcome Penelitian


Outcome yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terbukanya wawasan terkait kebijakan-kebijakan perencanaan kota terkait
ketahanan/kemandirian suatu kota dalam melayani kebutuhan masyarakat
terkhusus perencanaan pada zona lingkungan yang memiliki peran penting
teradap sistem kompleks struktur penataan kota.
2. Mendorong rekonstruksi serta memberi rekomendasi prioritas kebijakan
pengembangan kawasan lingkungan yang berorientasi membawa pelayanan
publik pada suatu lingkungan.
6

1.8 Sistematika Penulisan


Adapun sistematika dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut :
Bagian Pertama : Bagian ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, ruang lingkup
pembahasan serta sistematika pembahasan.
Bagian Kedua : Bagian ini menjelasakan tentang pengertian umum
mengenai, konsep kota 15 menit, manfaat kota 15 menit
aksesibilitas sarana dan mobilitas penduduk.
Bagian Ketiga : Bagian ini merupakan metode penelitian yang
mengemukakan tentang lokasi penelitian, jenis dan sumber
data, teknik pengumpulan data, metode analisis serta
defenisi operasional.
Bagian Keempat : Bagian ini mengemukakan tentang gambaran umum
wilayah, demografi, mobiltas, dan kebijakan wilayah.
Bagian Kelima : Bagian ini berisi pembahasan terkait parameter determinan
aksesibilitas pelayanan sarana sosial ekonomi, gambaran
eksisting kawasan suburban Kota Makassar menerapkan
konsep 15 minute city, serta arahan meningkatkan
aksesibilitas pelayanan perkotaan.
Bagian Keenam : Bagian ini mengemukakan tentang hasil akhir pembahasan
yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kota

2.1.1 Pengertian Kota


Kota merupakan rumah atau tempat tinggal bagi suatu populasi yang memiliki ciri
kepadatan tinggi, konsentrasi kegiatan ekonomi pada bidang industri, perdagangan
dan jasa, serta merupakan kawasan yang menjadi pusat pelayanan dan pusat
pengembangan ekonomi. Kota merupakan pusat pelayanan, kegiatan produksi,
distribusi, dan jasa yang mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya
(National Urban Development Strategy). Kota sebagai pusat pelayanan, dan pusat
ekonomi kemudian menjadi faktor penarik dalam tren pergeseran populasi dari
daerah pedesaan ke daerah perkotaan atau dikenal dengan urbanisasi.

Menurut De Goede (1992), secara sosiologis kota didefinisikan sebagai tempat


permukiman yang relatif besar, berpenduduk padat dan menetap secara permanen
terdiri dari individu-individu yang secara sosial heterogen. Dan secara geografis
Bintarto (1989) menyatakan bahwa, kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan
manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai
dengan strata sosial-ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis.
Adapun dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 tahun 1987, yang
dimaksudkan dengan kota ialah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang
mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan, serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan
kota.

Max Weber dalam Sarlito (1992) mengemukakan ciri khas suatu kota sebagai
berikut:
- Ada batas-batas kota yang tegas
- Mempunyai pasar
- Ada pengadilan sendiri dan mempunyai undang-undang yang khusus
berlaku bagi kota itu, disamping undang-undang yang berlaku lebih umum.
8

- Terdapat berbagai bentuk perkumpulan dalam masyarakat yang berkaitan


dengan kegiatan masyarakat di kota itu sendiri.
- Masyarakatnya mempunyai otonomi tertentu dengan adanya hak mereka
untuk memilih walikota dan anggota-anggota dewan kota.

2.1.2 Permasalaan Perkotaan


1. Urbanisasi
Salah satu permasalaan perkotaan ialah semakin banyaknya penduduk yang
tinggal di daerah perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk perkotaan
disebabkan karena semakin banyaknya penduduk dari daerah perdesaan yang
pindah dan menetap menjadi penduduk kota. Faktor pendorong terjadinya
urbanisasi ialah adanya dorongan ingin meningkatkan taraf hidupnya di
perkotaan besar. Dampak negatif dari urbanisasi ialah munculnya permasalahan
lain seperti ledakan jumlah penduduk, bertambanya permukiman kumuh, angka
kriminalitas meningkat, dan terjadi akulturasi budaya.
2. Kemiskinan di Perkotaan
Kemiskinan perkotaan merupakan masalah krusial dan kompleks yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain, tingkat
pendapatan, pendidikan, akses tehadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender
dan kondisi lingkungan. Kemiskinan tidak hanya dipahami sebagai
ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan
perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani
hidupnya secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi
terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pekerjaan, perumahan, air bersih,
pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, dan rasa aman dari
perlakuan atau ancaman kekerasan (Aula Ahmad, 2012).
3. Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan
Masalah yang terkait dengan kualitas lingkungan hidup masyarakat kota,
meliputi aspek fisik seperti kualitas udara, air, tanah. Kondisi lingkungan
perumahannya seperti kekumuhan, kepadatan yang tinggi, lokasi yang tidak
memadai serta kualitas dan keselamatan bangunannya. Ketersediaan sarana dan
prasarana serta pelayanan kota lainnya. Aspek sosial budaya dan ekonomi
9

seperti kesenjangan dan ketimpangan kondisi antar golongan atau antar warga,
tidak tersedianya wahana atau tempat untuk menyalurkan kebutuhan-kebutuhan
sosial budaya, seperti untuk berinteraksi dan mewujudkan aspirasi-aspirasi
sosial budayanya. Serta jaminan perlindungan hukum dan keamanan dalam
melaksanakan kehidupannya.
4. Keamanan dan Ketertiban Kota
Penurunan kualitas kehidupan masyarakat perkotaan menimbulkan banyaknya
terjadi kerusuha dan konflik antar kelompok masyarakat. Diperberat dengan
tidak disiplinnya masarakat perkotaan, semisal disiplin berlalu-lintas. Atau
maraknya demonstrasi yang dilakukan masyarakat terkait kebijakan-kebijakan
pembangunan yang dirumuskan oleh pemerintah, terutama di kota-kota besar.
5. Kapasitas Daerah dalam Pengembangan dan Pengelolaan Perkotaan
Di era desentralisasi tantangan yang dihadapi pemerintah perkotaan terkusus
kawasan lokal adalah keterbatasan kemampuan teknis dan profesional dalam
menjaring aspirasi masyarakat. Pemerintah lokal memiliki kebutuhan yang
sangat mendesak untuk membangun kapasitas lokal dalam hal perencanaan
sehingga daerah dapat mendayagunakan sumberdaya yang ada.
6. Pertumbuhan antar Kota yang Belum Seimbang
Pertumbuhan kota menengah dan kecil di luar Jawa berjalan lambat dan
pembangunannya relatif tertinggal, dikarenakan saat ini masih terpusatnya
pembangunan dan aktifnya perekonomian di Pulau Jawa-Bali. Terlebih kondisi
sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di perdesaan, umumnya jauh tertinggal
dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan. Ditambah dengan adanya
kesenjangan pembangunan antar wilayah, menumbuhkan urbanisasi yang tidak
terkendali.
7. Globalisasi
Bersaing di dunia internasional merupakan tantangan yang dihadapi
pembangunan kota di era globalisasi, terkhusus pada sektor ekonomi semisal
persaingan dalam peningkatan kualitas dan kuantitas produk-produk nasional
dan dapat masuk dalam pasar global.
10

2.1.3 Isu Perkotaan


Isu strategis merupakan bagian penting dan sangat menentukan proses penyusunan
rencana pembangunan daerah. Isu strategis adalah kondisi yang harus diperhatikan
atau dikedepankan karena dampaknya yang signifikan bagi daerah atau masyarakat
dimasa datang. Suatu kondisi yang menjadi isu strategis adalah keadaan yang
apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan kerugian yang lebih besar atau
sebaliknya, dalam hal tidak dimanfaatkan, akan menghilangkan peluang untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Terdapat isu-isu
strategis global maupun nasional yang berkaitan dengan penelitian ini dan
tercantum dalam RPJMD Kota Makassar sebagai berikut:
1. Pandemi
Pandemi adalah penyebaran sebuah penyakit baru ke seluruh dunia dimana
kebanyakan manusia belum memiliki kekebalan tubuh terhadap penyakit
tersebut (World Health Organization). Dalam istilah kesehatan, pandemi berarti
terjadinya wabah suatu penyakit yang menyerang banyak korban, serempak di
berbagai negara. Pandemi adalah wabah penyakit yang terjadi secara luas di
seluruh dunia. Dengan kata lain, penyakit ini sudah menjadi masalah bersama
bagi seluruh warga dunia (Adrian Kevin, 2020).
Dalam beberapa penelitian mengenai pandemi, terkusus kasus pandemi terakir
yang dialami dunia, selain segi kesehatan maupun kerentanan masyarakat
terdapat 2 faktor spasial yang berpengaruh terhadap persebaran pandemi, yaitu:
- Faktor Demografis
Sarkar Showmitra Kumar dkk (2021) dalam penelitian Pemodelan spasial
penularan COVID-19 di Bangladesh melakukan pengkajian terhadap faktor-
faktor demografis dibalik penularan Covid-19, dengan mengkaji beberapa
variabel demografis. Hasil menunjukkan bahwa kepadatan penduduk sangat
penting untuk menjelaskan pola Penularan COVID-19. Hasil perhitungan
korelasi menunjukkan bahwa tingkat kepercaaan atas hasil mencapai 95%. Serta
hasil regresi menemukan bahwa kepadatan penduduk merupakan faktor penentu
yang mempengaruhi penyebaran Covid-19.
- Faktor Mobilitas
11

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Zeng Chengbo dkk (2021) mengenai


mobilitas dan Covid-19, diperoleh hasil bahwa mobilitas pergerakan penduduk
dikaitkan secara positif dengan penularan COVID-19. Mobilitas pergerakan
penduduk berpengaruh terhadap penyebaran Covid-19, mobilitas pergerakan di
dalam kota ataupun pergerakan lokal menjadi pengaruh utama dalam transmisi
persebaran Covid-19. Hal ini desebabkan penyebaran penyakit ini terjadi
melalui transmisi lokal, dimana tingkat mobilitas lokal tinggi dan banyak orang
tanpa gejala/carrier yang tanpa sengaja terus menularkan virus di tengah-tengah
masyarakat. Selain transmisi lokal, mobilitas penduduk dari luar juga
mempengaruhi tingkat infeksi, terutama penduduk yang masuk dan berasal dari
daerah yang telah terkonfirmasi memiliki kasus transmisi lokal (Ghiffari Rizki
Adriadi, 2020).
2. Sustainable Development Goals (SDGs)
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs)
menjadi agenda pembangunan global yang untuk melanjutkan upaya dan
pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) yang berakhir akhir pada
tahun 2015. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau yang disingkat TPB
adalah dokumen yang memuat tujuan dan sasaran global tahun 2016 sampai
tahun 2030. TPB merupakan kesepakatan global tentang pembangunan
berdasarkan hak asasi manusia yang bertujuan pembangunan yang menjaga
peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan,
pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat,
pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang
menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga
peningkatan kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya.
3. Standar Pelayana Minimal (SPM) tbx
Standar Pelayanan Minimal disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintah
Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat
secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Dalam penyusunan
SPM ditetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu
pencapaian SPM. Pelayanan dasar merupakan pelayanan publik untuk
memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Sedangkan jenis pelayanan dasar
12

adalah jenis pelayanan dalam rangka penyediaan barang dan/atau jasa kebutuhan
dasar yang berhak diperoleh oleh setiap warga negara secara minimal.

2.2 15 Minute City

2.2.1 Konsep Kota 15 menit


Konsep 15 minute city / Kota 15 menit dapat didefinisikan sebagai konsep geografi
kota yang ideal di mana sebagian besar kebutuhan dan keinginan manusia berada
dalam jarak tempuh 15 menit. Perencanaan 15 minute city diukur dari kemampuan
suatu kota untuk menyediakan akses ke semua kebutuhan manusia dengan berjalan
kaki atau bersepeda selama seperempat jam atau kurang (Duany dan Steuteville,
2021).

Objek utama dalam konsep ini adalah kebutuhan dan pergerakan pejalan kaki,
meskipun pada kondisinya mobil ataupun kendaraan lainnya merupakan sebuah
pilihan dalam melakukan pergerakan, namun pergerakan ini tidak dapat ditentukan
skala dan bentuknya dalam perkotaan. Skala pelayanan berdasarkan konsep ini
diilustrasikan seperti Gambar 1 berikut:

Gambar 1 Ilustrasi skala pelayanan berdasar konsep 15 minute city


Sumber : Duany dan Steuteville, 2021

Dalam penerapannya konsep 15 minute city juga dikenal dengan istilah 15 minute
neighborhoods, kedua frasa tersebut memiliki maksud umum yang serupa namun
city/kota lebih lebih tepat dalam menggambarkan konsep ini mengingat wilayah
13

yang tersirat di dalam radius pejalan kaki dan bersepeda di konsep ini jauh lebih
besar dari pada satu lingkungan.

Menurut Jacobs Rhonda (2021), Konsep Kota 15 menit merupakan ide dimana kota
harus dirancang atau didesain ulang sehingga dalam jarak 15 menit berjalan kaki
atau bersepeda, masyarakat dapat menghayati esensi dari apa yang membentuk
pengalaman perkotaan: untuk mengakses pekerjaan, perumahan, makanan,
kesehatan, pendidikan, budaya dan waktu luang. Konsep kota ini merupakan
konsep yang berlawanan arah dengan urbanisme modern, upaya untuk menyatukan
kehidupan ke dalam ruang yang manusiawi dari pada memecahnya menjadi ukuran
yang tidak manusiawi dan kemudian memaksa kita untuk beradaptasi.

2.2.2 Prinsip Dasar


Implementasi konsep 15 minute city merupakan suatu daya tarik, namun terdapat
hal-hal dasar yang harus terpenuhi dan menjadi tantangan untuk sampai pada
perwujudan konsep yang nyata. Menurut Herriges (2019), terdapat 7 aturan atau
prinsip dasar yang dibutuhkan suatu kota membentuk suatu lingkungan 15 menit
yaitu:

1. Lingkungan pendidikan yang merata di setiap wilayah


Salah satu tren pengembangan infrastruktur pendidikan di kota-kota dunia
semisal di Amerika Utara adalah konsolidasi sekolah di lingkungan sekitar
menjadi satu kesatuan besar dan terisolasi, sering sekali terletak di pinggiran
perkotaan di mana aksesesibilitas menadi permasalahan sehingga kendaraan
pribadi maupun umum menjadi solusi utama dalam mencapai lingkungan
sekolah. Mobilitas pergerakan yang menunjukkan anak-anak berjalan ke
sekolah seperti Gambar 2 menurun sangat rendah dan drastis, hal yang
sebelumnya tidak pernah terjadi. Problematika pengembangan infrastruktur di
kota-kota Indonesia jega memiliki kesamaan seperti pengembangan yang tidak
merata yang membuat terjadinya kesenjangan kualitas sekolah pada wilayah-
wilayah tertentu. Inilah kemudian mengakibatkan persebaran rombongan
belajar tidak merata, karna orang tua berinisitiatif menyekolakan anaknya di
14

sekolah yang memiliki kualitas yang baik walaupun memiliki jarak yang jauh
dan aksesibilitas yang buruk.

Gambar 2 Ilustrasi Lingkungan Sekolah Ideal


Sumber : Herriges (2019)

2. Makanan dan kebutuhan dasar tersedia secara lokal


Makanan ataupun kebutuhan rumah tangga merupakan kebutuhan pokok,
namun pada kondisinya sekarang banyak dari kita hidup pada lingkungan
dimana kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut tidak bisa kita peroleh pada
lingkungan kita. Kita berada pada lingkungan yang senantiasa mensubsidi
infrastruktur transportasi, penggunaan kendaraan pribadi, bahan bakar dan
tempat parkir serasa tidak ideal jika kita bisa mendapatkan kebutuhan kita pada
lingkungan sekitar hanya dengan berjalan kaki.
3. Ruang sosial yang hadir dalam berbagai hirarki
Ruang sosial adalah tempat berkumpulnya komunitas, tempat kita dapat
bertemu teman, menghabiskan waktu, atau bertemu secara kebetulan dengan
tetangga. Ini bisa berupa bisnis pribadi, taman umum atau alun-alun, atau ruang
sipil seperti perpustakaan umum. Tidak hadirnya ruang sosial pada lingkungan
tertentu mengakibatkan munculnya kecendrungan asosial, sesuatu hal yang
lumrah dijumpai sekarang ialah hidup pada satu lingkungan yang sama namun
tak saling mengenal ataupun bertemu. Ruang-ruang sosial yang berkembang
sekarang ini adalah ruang yang telah terpusat dan tidak merata tersebar
berdasarkan tingkat hirarki wilayah.
15

Gambar 3 Ilustrasi Ruang Sosial


Sumber : Herriges (2019)

4. Tatanan fungsi ruang permukiman yang ideal


Sebagian besar orang tentu menginginkan lingkungan di mana mereka dapat
memiliki rumah besar dengan halaman yang luas, sedikit tetangga, dan bisnis
lokal yang terjangkau dalam jarak berjalan kaki, tujuan tersebut seringkali
bertentangan satu sama lain jika dilihat kondisi sekarang ini. Alasannya yaitu
bisnis membutuhkan pelanggan. Jika suatu fungsi ruang tak ideal dan fungsi
ruang yang ada moniton, maka tentu pelanggan tidak berada dalam jarak
berjalan kaki, suatu bisnis tidak akan memiliki lingkungan yang dapat dilalui
dengan berjalan kaki. Pengadaan permukiman yang kebanyakan berada pada
lingkungan luar dengan fungsi ruang yang tidak mapan juga kemudian yang
mengharuskan masyarakat untuk bermobilitas setiap harinya.
5. Kepadatan yang ideal
Dalam penentuan lokasi potensial untuk pelayanan, suatu lokasi yang memiliki
kepadatan tinggi saja tidaklah cukup. Herriges (2019) mengemukakan jika kita
menggunakan pendekatan simcity dan memisahkan suatu fungsi ruang tertentu
dengan yang lainnya, semisal cluster komersial dan perumahan permukiman
yang terpisah secara ruang, maka tentu perencanaan ruang tersebut telah gagal
menghasilkan lingkungan dimana masyarakat dapat secara fungsional
memenuhi kebutuhan mereka tanpa mengemudi.
Lingkungan 15 menit mungkin padat, tetapi yang lebih penting adalah
lingkungan tersebut memadukan perumahan, bisnis, dan ruang publik dengan
16

merata, tanpa memisahkannya menjadi beberapa zona. Inilah sebabnya


mengapa kita perlu membiarkan semua lingkungan kita berkembang secara
bertahap, tanpa membangun kelompok gedung tinggi untuk memenuhi
permintaan akan perumahan baru.
6. Standar pelayanan yang merata
Standar pelayanan merupakan aspek penting dari sebuah sarana, bukan hanya
berdasarkan jumlah dari sarana pada sebuah lingkungan tapi juga kualitas
pelayanan dari sarana tersebut, kedakatan lokasi komersial semisal pasar
terhadap daerah permukiman bukan menjadi jaminan masyarakan akan
menjadikan pasar tersebut sebagai tempat utama mendapatkan kebutuhan
pokok mereka, bisa saja kemudian masyarakat dipaksa untuk bermobilitas ke
wilayah lain dimana terdapat pasar dengan standar pelayanan yang lebih baik.
Hal inilah kemunian harus dicermati bahwa aspek kelengkapan prodak,
kualitas pelayanan, dan aspek-aspek lainnya harus tetap diperhatikan. Hal ini
juga berlaku untuk sarana-sarana lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan
masyarakat seperti pendidikan, dimana tentu pola pikir masyarakat adalah
sekolah yang baik adalah sekolah yang bukan hanya dekat secara jarak namun
memiliki kualitas dan standar pelayanan yang baik.
7. Walkability area
Kedekatan permukiman dengan toko, kafe, taman, sekolah ataupun pasar tidak
ada gunanya jika kita tidak dapat menjangkau sarana tersebut dengan nyaman
dan aman. Walkability sangat penting untuk lingkungan 15 menit, dan inilah
yang menjadi tantangan kota-kota besar dimana sistem yang ada lebih
memprioritaskan arus pergerakan masyarakat dengan kendaraan dibandingkan
arus pergerakan masyarakat dengan berjalan kaki. Semisal seringkali kita
menjumpai trotoar yang diperuntukan untuk pejalan kaki yang berdampingan
langsung dengan jalan raya tampa adanya median ataupun pemisah yang
membuat kenyamanan dalam berjalan tidak terpenuhi, hal-hal kecil itulah yang
penting semisal pohon jalanan, yang memberikan keteduhan dan kenyamanan
dan secara naluriah memperlambat lalu lintas tanpa perlu adanya pembatasan
kecepatan lalu lintas.
17

Gambar 4 Ilustrasi Walkability Area


Sumber : Herriges (2019)

2.2.3 Pelayanan
Dalam konsep kota 15 menit, pelayanan yang beragam harus ada dalam suatu
kawasan lokal agar masyarakat dapat memenuhi sebagian besar atau semua
kebutuhan mereka dengan berjalan kaki singkat atau bersepeda dari rumah. Ini
dimaksudkan untuk berfungsi sebagai model menghubungkan kembali orang ke
lingkungan mereka dan melokalkan kehidupan kota. Moreno dkk. (2021) dalam
Elizabeth (2022) menyatakan bahwa ada enam kategori utama harus ada yaitu
Living, Working, Commerce, Healthcare, Education, Entertaiment. Sementara itu
dalam beberapa penelitian lainnya, pelayanan dalam konsep 15 minute city
diinterpretasikan dalam poin yang berbeda, dikarenakan budaya dan prioritas
kebutuhan masyarakat yang berbeda ada setiap wilayah.

Tabel 1 Pelayanan Dalam Literatur Akademik Kota 15 Menit


No Sumber Pelayanan Penggunaan
Kategori: Hidup, Bekerja, Perdagangan,
Moreno dkk.
1 Perawatan Kesehatan, Definisi Pendidikan, Definisi
(2021)
Hiburan
Layanan: Pendidikan (Sekolah atau lembaga
Pelatihan), Perawatan medis (Rumah Sakit
Mengukur
Weng dkk. atau Apotek), Administrasi kota
2 walkability
(2019) (Transportasi umum; Taman dan alun-alun;
lingkungan
Tempat olahraga; Tempat budaya),
Keuangan dan telekomunikasi (keuangan
18

No Sumber Pelayanan Penggunaan


dan kantor pos), Layanan Komersial
(restoran, perbelanjaan, tempat hiburan),
perawatan Lansia (panti jompo atau
pendidikan lansia)
Pozoukidou &
Kategori: Pekerjaan, Kesehatan dasar, Menilai/mengevaluasi
4 Chatziyiannaki
Peluang budaya dan rekreasi, rencana transportasi
(2021)
Jenis penggunaan lahan: Industri,
Perkantoran, Komersial, Olahraga, Bisnis
Carpio-Pinedo Mengukur
5 pertunjukan, Kenyamanan dan
dkk. (2021) walkability
keramahtamahan, Kesehatan, Budaya,
Keagamaan
Layanan: Sekolah (Prasekolah, Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah, Sekolah
Gaxiola- Menengah Teknik, Sekolah Menengah Menilai aksesibilitas
7 Beltran dkk. Atas), Rumah Sakit (Rumah Sakit Umum, perkotaan (berjalan
(2021) Rumah Sakit Kecanduan dan Kejiwaan, dan bersepeda)
Rumah Sakit Lainnya), Lainnya
(Supermarket dan Pusat Ketenagakerjaan)
Kategori: Pendidikan, Hiburan, Keuangan,
Graells- Mengukur 15 menit
Makanan, Pemerintahan, Kesehatan,
8 Garrido dkk. aksesibilitas
Profesional, Rekreasi, Agama, Ritel,
(2021) (berjalan)
Transportasi umum
Sumber: Elizabeth Knap, 2022

2.2.4 Hirarki Pelayanan


Pada konsep 15 minute city menyiratkan tiga tingkat hirarki pelayanan (radius)
seperti pada Gambar 5 Dalam masing-masing radius ini memiliki kriteria ideal
fungsi ruang, dimana setidaknya dalam setiap radius penuh terdapat berbagai
macam fungsi ruang seperti ruang terbuka, fasilitas umum, dan berbagai perumahan
seperti rumah tinggal dan townhouse. Tiga tingkat hirarki pelayanan menurut
Herriges (2019) sebagai berikut:
1. Radius 5 menit berjalan kaki, seperempat mil dari pusat ke tepi, menunjukkan
lingkungan individu. Dengan populasi berkisar 2.600 jiwa, setiap seperempat
19

mil penduduk dapat memenuhi kebutuhan pokok harian, perumahan, jalan


penghubung lingkungan, ruang publik, kios (bisnis kecil) setidaknya berada di
lingkungan sekitar.
2. Radius berjalan kaki selama 15 menit, tiga perempat mil dari pusat ke tepi,
jarak ini merupakan jarak terjauh / maksimum yang idealnya akan ditempuh
kebanyakan orang. Dalam radius ini idealnya terdapat berbagai macam fungsi
ruang ruang, semisal perdagangan dan jasa, layanan kesehatan tinggat pertama,
dan pendidikan dasar atau menengah. Selain itu ruang publik dengan skala
pelayanan yang lebih besar akan ditemukan di sini. Dalam radius berjalan kaki
selama 15 menit juga harusnya menyediakan akses transit transportasi yang
melayani skala lokal. Radius ini memiliki jangkauan yang hampir sama dengan
radius bersepeda selama 5 menit dengan populasi dalam radius sekitar 23.000
jiwa.

Gambar 5 Radius Dalam Konsep 15 Minute City


Sumber : Duany dan Steuteville, 2021

3. Radius bersepeda 15 menit akan memberikan akses lebih luas semisal ke


fasilitas budaya, medis, dan pendidikan tinggi, taman regional dan beberapa
area perkantoran besar dapat ditemukan di sini. Serta yang paling utama pada
radius ini adalah adanya layanan transportasi regional yang melakukan transit
di wilayah ini. Ataupun segala aspek kebutukan yang tidak terpenuhi pada
20

radius pertama dan kedua. Jangkauan total dalam radius ini adalah tiga mil dari
waktu tempuh sepeda selama 15 menit dengan populasi didalamnya berkisar
350.000 jiwa.

Gambar 6 Ilustrasi Radius Dalam Konsep 15 Minute City


Sumber : Duany dan Steuteville, 2021

2.2.5 Manfaat 15 Minute City


Sebagian besar daerah perkotaan yang dibangun sebelum maraknya pertumbuhan
mobil memiliki struktur kota 15 menit — jadi memulihkan tujuan mungkin relatif
mudah, tergantung pada seberapa banyak kerusakan yang terjadi karena pembaruan
perkotaan, jalan raya dalam kota, disinvestasi, dan hilangnya populasi. Untuk kota
dan daerah pinggiran kota yang lebih baru, tugasnya akan lebih sulit — karena
mobil tidak tunduk pada disiplin tata ruang. Ketika suatu daerah perkotaan
mencapai tujuan kota 15 menit melalui evolusi organik atau dorongan hukum,
beberapa implikasi positif mengikuti:

1. Ini adil secara sosial ekonomi — mereka yang tidak memiliki mobil dapat
dengan mudah mengakses semua kebutuhan mereka. Persyaratan ini akan
menjadi perpanjangan logis dari persyaratan aksesibilitas bangunan saat ini.
2. Areanya cukup kecil sehingga mengukur keragaman, secara seimbang,
menghasilkan indikator yang berguna. Di wilayah geografis yang lebih luas,
21

keanekaragaman memiliki arti yang kurang karena banyak kebutuhan manusia


yang terlalu jauh untuk dapat diakses dengan mudah.
3. Kebutuhan transportasi diminimalkan — dan karena itu pengurangan bahan
bakar mengurangi pemanasan global.
4. Transportasi bertenaga manusia, yang meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan, dipromosikan. Manfaatnya lebih besar daripada yang bisa
diberikan oleh satu lingkungan kecil saja.
5. Lokasi layanan yang nyaman, dapat diakses dengan berbagai mode,
menghemat waktu dan meningkatkan kualitas hidup.

2.3 Mobilitas

2.3.1 Mobilitas Penduduk


Mobilitas penduduk merupakan gerak perpindahan penduduk dari satu wilayah
geografis ke dalam wilayah geografis lainnya. Mobilitas penduduk merupakan
respon penduduk terhadap situasi maupun kondisi tertentu dan merupakan gejala
alamiah yang terjadi upaya penduduk dalam memenuhi kebutuhannya seperti
desakan ekonomi, situasi politik, kebutuhan pendidikan, gangguan keamanan,
terjadinya bencana alam di daerah asal, ataupun alasan-alasan sosial lainnya.

Menurut Sumaatmadja dalam Santoso (2019) Mobilitas penduduk yaitu semua


gerak penduduk dalam waktu tertentu dan batas wilayah administrasi tertentu
seperti batas propinsi, kabupaten, kecamatan dan sebagainya. Tingkah laku
manusia dalam bentuk perpindahan tadi, erat hubungannya dengan faktor-faktor
geografi pada ruang yang bersangkutan. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor fisis
dan non fisis. Bentuk permukaan bumi, elevasi, vegetasi, keadaan cuaca merupakan
faktor fisis yang mempengaruhi gerak berpindah yang dilakukan manusia. Alat
transportasi, kegiatan ekonomi, biaya trasportasi, kondisi jalan, dan kondisi sosial
budaya setempat merupakan faktor non fisis yang mendorong manusia untuk
beranjak dari tempat asalnya.

2.3.2 Bentuk-Bentuk Mobilitas Penduduk


Menurut Mantra (2008) mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Mobilitas Penduduk Vertikal


22

Mobilitas penduduk vertikal merupakan perubahan atau perpindahan status


strata pekerjaan, semisal penduduk yang awalnya bekerja sektor pertanian
berganti bekerja pada sektor non pertanian.
2. Mobilitas Penduduk Horizontal (geografis)
Mobilitas penduduk horizontal (agraris) atau gerak (movement) penduduk
yang melintas batas wilaah menuju wilayah yang lain dalam periode waktu
tertentu. Batas wilayah umumnya digunakan batas administrasi misalnya
provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, dudukuhan (dusun).
Mobilitas penduduk horizontal geografis dapat dibagi menjadi:
a. Mobilitas penduduk permanen (migrasi)
Mobilitas penduduk permanen atau migrasi adalah gerak penduduk yang
melintas batas wilayah asal menuju ke wilayah lain dengan ada niatan
menetap di daerah tujuan. Desa mempunyai kecendrungan tinggi
bermobilitas (permanen) adalah desa yang relatif dekat kota – kota besar,
distribusi penghasilan tidak merata proporsi petani tak bertanah tinggi
rendahnya ratio penduduk dan tanah, rendahnya proporsi penduduk yang
mengetahui huruf, dekat jalan raya atau dekat dengan kota–kota kecil yang
mempunyai kemudahan kontak dengan kota–kota besar dan mempunyai
kemudahan untuk mendapatkan informasi mengenai daerah tujuan. Dapat
disimpulkan bahwa mobilitas penduduk adalah gerakan penduduk dari
suatu wilayah ke wilayah lain untuk mendapatkan suatu tujuan (Lipton,
1980: 4).
b. Mobilitas penduduk non permanen (sirkuler)
Mobilitas penduduk nonpermanen adalah gerak penduduk dari suatu
wilayah ke wilayah lain dngan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan.
Apabila seseorang menuju ke daerah lain dan sejak semula sudah
bermaksud tidak menetap di daerah tujuan, orang tersebut digolongkan
sebagai pelaku mobilitas non permanen walaupun bertempat tinggal di
daerah tujuan dalam jangka waktu lama. Mobilitas ini dapat dilihat seperti
yang dilakukan penduduk suku tertentu semisal Bugis, Jawa, Minang,
Madura yang melakukan pergerakan ke daerah lain dan melintasi budaya
mereka. Gerakan penduduk ini disebut dengan merantau, walaupun berada
23

pada lokasi tujuan sangat lama namun mereka dikatgorikan migran non
permanen dikarenakan tidak adanya niat menetap di daerah tersebut.
- Mobilitas ulang alik atau mobilitas hari
Yaitu pergerakan penduduk yang terjadi karena aktifitas harian
semisal pekerjaan yang harus melakukan perjalanan dari tempat
tinggal nya ke tempat kerjanya di daerah lain dengan pola pulang
pergi.
- Mobilitas bermusim / mondok
Yaitu pergerakan penduduk berupa pekerjaan atau keperluan tertentu
untuk sementara waktu menetap disuatu daerah dan dalam jangka
waktu tertentu untuk kembali ke tempat tinggalnya.
- Mobilitas tradisional
Yaitu penduduk melakukan mobilitas atas dasar untuk memenuhi
kebutuhan primer terutama pangan.
- Mobilitas pra-modern
Merupakan transisi dari mobilitas tradisional menuju mobilitas
modern. yaitu penduduk melakukan mobilitas dengan tujuan yang
lebih luas bukan hanya sekedar untuk cukup pangan, misalnya
kesenangan dan kenyamanan.
- Mobilitas modern
Yaitu mobilitas penduduk yang di lakukan melampaui batas negara
dengan berbagai macam-macam tujuan baik kegiatan perdagangan
maupun berwiraswasta.

Gambar 7 Skema Bentuk Mobilitas Penduduk


Sumber : (Mantra, 1978) dalam (Priyono dan Septi Herdianti, 2015)
24

2.3.3 Mobilitas Pergerakan


Mobilitas pergerakan merupakan lalu lintas pergerakan ataupun pola pergerakan
manusia dan barang, berkaitan dengan perubahan perilaku masarakat dalam
melakukan pergerakan (Midgley Peter, 2011) Mobilitas menunjukkan tren
pergerakan menurut wilayah di berbagai kategori tempat, menunjukkan
kecenderungan lokasi-lokasi mana saja yang diakses dan di tuju dalam kurun waktu
yang relatif singkat, tren pergerakan dari waktu ke waktu berdasarkan geografi.

2.3.4 Pola Sebaran Pergerakan


Pola sebaran pergerakan yaitu data yang menjabarkan dari mana menuju kemana
beserta besar dan kapan terjadinya suatu pergerakan. Hal ini digunakan untuk
mengatasi suatu permasalahan mengenai kemacetan yang disebabkan oleh
pergerakan orang yang besar pada tujuan yang sama dengan waktu yang sama
(Widianingrum, 2017). Pola sebaran pergerakan antara zona asal ke zona tujuan
merupakan hasil dari dua hal yang terjadi secara bersamaan.

Gambar 8 Contoh Pola Sebaran Pergerakan


Sumber: Tamin, 1994

2.3.5 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Bangkitan pergerakan merupakan data yang memperkirakan jumlah pergerakan


yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang
tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Menjabarkan intensitas pergerakan
dalam beberapa kategori tujuan seperti pendidikan, perkantoran, perdagangan dan
jasa, atau ruang publik.
25

2.3.6 Parameter / Klasifikasi Pergerakan


Menurut Levinson (1976) bangkitan pergerakan berhubungan dengan jumlah
keseluruhan yang dibangkitkan oleh sebuah kawasan, parameter tujuan perjalanan
yang sangat berpengaruh di dalam produksi pergerakan adalah:
1. Tempat bekerja,
2. Kawasan perbelanjaan,
3. Kawasan pendidikan,
4. Kawasan usaha (bisnis), dan
5. Kawasan hiburan (rekreasi).

Sedangkan menurut Tamin (1997) klasifikasi pergerakan berdasarkan tujuan


pergerakan terbagi menjadi:

1. Pergerakan ke tempat kerja,


2. Pergerakan ke sekolah atau universitas (pergerakan dengan tujuan pendidikan),
3. Pergerakan ke tempat belanja,
4. Pergerakan untuk kepentingan sosial, dan
5. Pergerakan untuk rekreasi.

Dua tujuan pergerakan pertama (bekerja dan pendidikan) disebut tujuan pergerakan
utama yang merupakan keharusan untuk dilakukan oleh setiap orang setiap hari,
sedangkan tujuan pergerakan lain sifatnya hanya pilihan dan tidak rutin dilakukan.

2.4 Aksesibilitas
2.4.1 Konsep Aksesibilitas
Aksesibilitas berdasarkan Penchansky dan Thomas (1981) dijelaskan dalam hal
keterjangkauan (affordability), akseptabilitas (acceptability), ketersediaan
(availability) dan kecukupan (adequacy). Black (1981) mengatakan bahwa
aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna
lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang
menghubungkannya. Sementara itu, Edmonds (1994) menyampaikan bahwa
indikator aksesibilitas adalah nilai numerik, yang mengindikasikan mudah atau
sulitnya untuk mendapatkan akses ke barang-barang dan pelayanan.
26

Warpani (1990) mengungkapkan aksesibilitas merupakan daya hubung atau akses


adalah tingkat kemudahan berhubungan dari satu tempat ke tempat lain. Apabila
dari suatu tempat A orang dapat dengan mudah berhubungan dan mendatangi
tempat B atau sebaliknya, apalagi bila hubungan dapat dilakukan dengan berbagai
cara atau alat penghubung, maka dikatakan akses A-B adalah tinggi. Namun selalu
saja terdapat perbedaan perbedaan mengenai pengertian aksesibilitas. Seperti yang
dikatakan oleh Geurs dan Wee (2004). Aksesibilitas didefinisikan dan diterapkan
dalam beberapa bidang ilmu serta cara yang berbeda sehingga menghasilkan
pengertian yang berbeda untuk setiap bidang ilmu.

Berdasarkan beberapa literatur yang ada, aksesibilitas dapat diartikan sebagai


kenyamanan beraktifitas yang didapatkan dari kemudahan mengakses tujuan. Jika
dihubungkan dengan penelitian ini yang menjelaskan tentang aksesibilitas sarana
sosial ekonomi yaitu kemudahan masyarakat mengakses dan mendapatkan
pelayanan sosial ekonomi pada lingkungan lokal yang diukur dari radius pelayanan
serta variabel-variabel determinan lainnya.

2.4.2 Indikator Aksesibilitas


Menurut Tjiptono (2014) indikator aksesibilitas yaitu jarak atau akses ke suatu
lokasi dan transportasi atau arus lalulintas. Aksesibilitas memiliki dua dimensi,
yaitu:
1. Ketersediaan angkutan umum. Adanya angkutan umum yang menuju kearah
lokasi dan mudah dijangkau serta cepat untuk mendapatkannya.
2. Kondisi jalan. Keadaan jalan yang lebar, tidak rusak, ramai serta mudah dilalui
oleh kendaraan pribadi maupun umum.
3. Jarak ke pusat aktifitas. Lokasi yang ditempuh sangat terjangkau karena
letaknya yang berdekatan dengan jalan raya sehingga memudahkan seseorang
untuk melakukan aktivitas sebab jaraknya yang dekat.
27

2.5 Sarana Lokal / Lingkungan


2.5.1 Sarana Pelayanan Umum
Sarana pelayanan umum merupakan sarana tempat pemberian layanan berupa jasa
atau barang publik yang dilaksanakan pemerintah kepada masyarakat dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun yang termasuk dalam sarana
pelayanan umum dalam SNI 03-1733-2004 adalah pelayanan administrasi
pemerintahan dan administrasi kependudukan, pelayanan utilitas umum dan jasa
seperti layanan air bersih, listrik, telepon, dan pos, serta pelayanan keamanan dan
keselamatan, seperti pos keamanan dan pos pemadan kebakaran.

2.5.2 Sarana Pendidikan


Sarana pendidikan yang dimaksud dalam SNI 03-1733-2004 merupakan bidang
pendidikan yang bersifat formal/umum yang terbagi dalam tingkat pembelajaran
meliputi tingkat prabelajar (Taman Kanak-kanak), tingkat dasar (SD/MI), tingkat
menengah (SLTP/MTs dan SMU). Dengan dasar penyediaan sarana pendidikan
adalah untuk melayani setiap unit administrasi pemerintahan baik yang informal
(RT, RW) maupun yang formal (Kelurahan, Kecamatan), dan bukan didasarkan
semata-mata pada jumlah penduduk yang akan dilayani oleh sarana
tersebut. Serta mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau
kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait dengan bentukan
grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya.
Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan
jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus
dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

2.5.3 Sarana Kesehatan


Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat
kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Dasar penyediaan sarana ini adalah didasarkan jumlah penduduk yang dilayani oleh
sarana tersebut. Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan
28

desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini
dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai
konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan
mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar
sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

2.5.4 Sarana Sosial dan Budaya


Sarana sosial dan budaya yang dimaksudkan ialah sarana yan digunakan untuk
mewadahi aktifitas-aktifitas sosial masyarakat baik itu kegiatan kerohanian, atau
kegiatan kebudayaan.

2.5.5 Sarana Perdagangan dan Niaga


Merupakan sarana tempat masyarakat memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang
yaitu kebutuhan berpakaian dan pangan seperti kebutuhan pokok makanan dan
minuman. Sarana perdagangan dan niaga ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah
dengan bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah
penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan desain
keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat
terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai
konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan
mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar
sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

2.5.6 Sarana Ruang Terbuka Publik


Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang mempunyai
arti sebagai suatu lansekap, hardscape, taman atau ruang rekreasi dalam lingkup
urban. Peran dan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditetapkan dalam Instruksi
Mendagri no. 4 tahun 1988, yang menyatakan "Ruang terbuka hijau yang
populasinya didominasi oleh penghijauan baik secara alamiah atau budidaya
tanaman, dalam pemanfataan dan fungsinya adalah sebagai areal berlangsungnya
fungsi ekologis dan penyangga kehidupan wilayah perkotaan.
29

2.6 Penelitian Terdaulu


Tabel 2 Daftar Penelitian Terdaulu
No Penelitian Variabel Instrumen Tujuan Output Keterkaitan Penelitian Sumber
1 Developing a 1. Asal dan tujuan / 1. Mengetahui apa itu kota 15 menit Hasil metrik menunjukkan Keterkaitan dengan Jurnal University of
Composite Indicator Bangkitan dan dan layanan apa yang harus ada. bahwa wilayah studi adalah penelitian ini ialah Twente Netherland,
for the 15-Minute tarikan. 2. Mengetahui pola mobilitas apa yang kota 15 menit untuk 99,9% persamaan dalam melihat Center for
City Concept Based 2. Jaringan sepeda. dapat diperoleh dari catatan data populasi di wilayah tersebut, karakteristik pergerakan Transport Studies,
on Accessibility 3. Kecepatan perjalnan berbagai kelompok sosial dan kota 10 menit untuk penduduk berupa melihat Master Civil
Measure and bersepeda. demografis yang bersepeda di daerah 94% populasi di wilayah tingkat kepentingan Engineering &
Assessment of Spatial 4. Jarak tempuh. perkotaan Belanda. studi, dengan setidaknya parameter yang Management.
Inequalities of 5. Bobot tingkat 3. Mengetahui sejauh mana tingkat satu layanan untuk setiap mempengaruhi
different Socia kepentingan tujuan. aksesibilitas berbagai layanan di tujuan dapat diakses dalam pergerakan masyarakat
Demographic wilayah studi menjadikan wilayah 10 menit bersepeda. Dengan serta melihat sejauh
Groups. tersebut sebagai 15 menit dan kota demikian, dapat mana tingkat
Elizabeth Knap - 10 menit.. disimpulkan bahwa aksesibilitas sarana
2022 4. Mengetahui sejauh mana persentase penduduk yang berdasarkan parameter
karakteristik sosial demografis dan sangat tinggi di wilayah dominan berdasarkan
lingkungan fisik berkorelasi dengan studi tinggal di kota yang konsep kota 15 menit.
matriks dan apa ketidaksetaraan berjarak 15 dan bahkan 10
spasial di kota 10 menit. menit.
5. Bagaimana pengaruh pengukuran
transportasi terhadap matriks.

2 Identifikasi Jangkauan Pelayanan Penelitian ini bertujuan untuk Hasil dari penelitian ini Keterkaitan dengan Bhumiphala: Jurnal
Jangkauan Pelayanan 1. Fasilitas mengidentifikasi jangkauan pelayanan menunjukkan bahwa penelitian ini adalah Pengembangan
Fasilitas Publik di pendidikan fasilitas publik dengan teknik analisis persebaran jangkauan penggunaan metode Daerah, 1(1), 36-
Kecamatan Jumo, 2. Fasilitas spasial dimana dilakukan identifikasi pelayanan fasilitas spasial Network Analisis 44.
Kabupaten peribadatan persebaran fasilitas publik, kemudian pendidikan dan kesehatan di dalam melihat jangkauan
Temanggung. 3. Fasilitas kesehatan menganalisis jangkauan pelayanan Kecamatan Jumo belum pelayanan sarana sebagai
30

No Penelitian Variabel Instrumen Tujuan Output Keterkaitan Penelitian Sumber


Intan M Harjanti fasilitas publik, dengan menggunakan memenuhi kebutuhan tahap awal mengetahui
dan Sri analisis spasial, yang berpedoman penduduk. Karena masih gambaran eksisting
Aulianingtyas - 2019 dengan SNI. terdapat desa yang belum kawasan suburban Kota
terlayani. Sedangkan untuk Makassar menerapkan
fasilitas peribadatan, sudah konsep kota 15 menit
memenuhi kebutuhan berdasarkan parameter
penduduk, karena hampir determinan yang telah
seluruh desa di Kecamatan ditentukan.
Jumo sudah terlayani.
3 Study on the Layout Taraf standar 1. Mengetahui tarif atau standar Diketahui bahwa alokasi Keterkaitan dengan Jurnal Engineering,
of 15-Minute pelayanan pelayanan fasilitas pelayanan fasilitas kesehatan dan penelitian ini adalah 11, 592-603.
Community-Life 1. Fasilitas kesehatan publik yang sesuai standar di fasilitas niaga di lingkar kemiripan variabel dalam School of
Circle in Third-Tier 2. Fasilitas masing-masing kecamatan di kehidupan masyarakat mengukur eksisting Architecture,
Cities Based on POI: ekonomi/niaga Kota Baoding, China. perkotaan relatif sempurna, wilayah dalam penerapan Tianjin University,
Baoding City of 3. Fasilitas budaya 2. Mengetahui bagaimana arahan namun alokasi fasilitas konsep kota 15 menit. Tianjin, China
Hebei Province. 4. Fasilitas perencanaan kota menggunakan budaya umum dan fasilitas
Zeqin Li, Jie Zheng pendidikan strategi tata letak. pensiun tidak memadai.
dan Yukun Zhang - 5. Fasilitas olahraga Berdasarkan hal tersebut,
2019 dan rekreasi saran optimalisasi tata letak
6. Fasilitas pensiun fasilitas pelayanan publik
dalam lingkungan 15 menit
dikemukakan dari tiga aspek
yaitu berbagi fasilitas, fungsi
pencampuran dan perbedaan
struktur populasi dan
karakteristik kegiatan.
31

No Penelitian Variabel Instrumen Tujuan Output Keterkaitan Penelitian Sumber


4 Penentuan Lokasi 1. Pola pergerakan 1. Untuk mengidentifikasi pola Hasil penelitian ini Keterkaitan dengan Skripsi
Potensial Transit 2. Pusat kegiatan ekonomi pergerakan penduduk di Kota menunjukkan Pergerakan penelitian ini adalah Departemen
Oriented 3. Pusat kegiatan sosial Makassar masyarakat memiliki tujuan persamaan dalam metode Perencanaan
Development (TOD) 4. Tingkat kerawanan 2. Untuk mengetahui letak pusat yang berbeda-beda, dengan analisis dimana Wilayah dan Kota
di Kota Makassar. banjir kegiatan masyarakat di Kota kecenderungan pola menggunakan metode Fakultas Teknik
Sofyan Purnama - 5. Kepadatan bangunan Makassar pergerakan masyarakat skoring pada grid Universitas
2018 tinggi 3. Untuk menentukan lokasi TOD terbagi menjadi dua yaitu menggunakan nilai skor Hasanuddin.
6. Pusat kegiatan militer yang sangat potensial di Kota pergerakan sosial yaitu dan setiap variabel upaya
7. Pusat kegiatan polisi Makassar ekonomi. Dimana pusat melihat karakteristik
8. Pusat pelayanan kegiatan sosial terdiri dari eksisting wilayah
Engineering kota sekolah, refresing dan penelitian berdasarkan
9. Pemakaman skala besar interaksi sosial, sedangkan parameter kota 15 menit.
10. Kawasan perkantoran pusat kegiatan ekonomi
11. Kawasan pendidikan terdiri dari bekerja dan
12. Pusat ibadah berbelanja. Dan hasil
13. Rumah sakit penentuan lokasi potensial
14. Shopping mall ditemukan 8 lokasi yang
15. Pasar memenuhi kriteri dan
16. Kawasan industry berkategori sangat potensial.
17. Intensitas pelayanan
permukiman
18. Tingkat potensial
SAUM
19. Pertokoan
32

2.7 Kerangka Konsep

Landasan Teori : Landasan Hukum :


a. Menurut Pozoukidou dan Chatziyiannaki (2021) perlu adanya pergeseran penekanan perencanaan dari a. Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang
aksesibilitas lingkungan ke fungsi perkotaan menjadi kedekatan fungsi perkotaan di dalam suatu Penataan Ruang, Perumahan Dan Permukiman Dan
lingkungan. Pekerjaan Umum (Keputusan Menteri Permukiman Dan
b. Menurut Smith (2011) keberhasilan dan kegagalan dalam proses menciptakan kota ideal menunjukkan Prasarana Wilayah No. 534/Kpts/M/2001)
bahwa lingkungan harus menjadi konteks spasial di mana penduduk memenuhi kebutuhan dasarnya, b. Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di
berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain. perkotaan (SNI 03-1733-2004)

Kota 15 Menit

Parameter Determinan Aksesibilitas Eksisting Kawasan Suburban Kota Makassar Menerapkan Konsep 15 Arahan Peningkatan Aksesibilitas
Pelayanan Sarana Sosial Ekonomi Minute City Berdasarkan Parameter Determinan Berdasarkan Konsep 15 Minute City

Permasalahan Perkotaan Isu Perkotaan Pelayanan 15 Minute City Hirarki Pelayanan Aksesibilitas Sarana Lokal

 Urbanisasi  Pandemi Tempat tinggal, perkantoran,  Radius berjalan kaki 5 menit  Ketersediaan  Sarana pelayanan
 Kemiskinan di  Sustainable pendidikan, kesehatan,  Radius berjalan kaki 15 menit angkutan umum
perkotaan Development perdagangan, dan huburan.  Radius bersepeda 5 menit umum  Sarana pendidikan
 Kualitas lingkungan Goals (SDGs)  Radius bersepeda 15 menit  Kondisi jalan  Sarana kesehatan
hidup perkotaan  Standar  Jarak ke pusat  Sarana sosial dan
 Keamanan dan pelayanan aktifitas budaya
ketertiban kota
minimum  Sarana
(SPM) perdagangan dan
 Kapasitas Daerah dalam
niaga
Pengembangan dan Arahan Penataan Sarana Sosial Ekonomi Untuk
Meningkatkan Aksesibilitas Berbasis Konsep 15 Minute  Sarana ruang
Pengelolaan Perkotaan terbuka publik
City di Kawasan Suburban Kota Makassar
 Pertumbuhan kota yang
belum seimbang
 Globalisasi
Gambar 9 Kerangka Konsep
Sumber: Penulis 2023
33

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Berdasarkan pendekatan analitik dalam melakukan penelitian, secara garis besar
penelitian dibedakan menjadi dua yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang melibatkan pengumpulan dan
analisis data non-numerik, yang melakukan teknik analisis data. Reduksi Data
(Data Reduction) dalam penelitian kualitatif umumnya berupa narasi deskriptif
kualitatif. Tidak ada analisis data secara statistik dalam penelitian kualitatif.
Analisisnya bersifat naratif kualitatif, mencari kesamaan dan perbedaan informasi.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data (Data Display) bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowcard dan sejenisnya.
Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami
tersebut (Hardani dkk, 2020). Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan
dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif
ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang
partisipan. Dengan demikian penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen
kunci (Sugiyono, 2005 dalam Edison, 2018). Simpulan dalam penelitian kualitatif
dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum
jelas menjadi jelas setela diteliti, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis atau teori.

Sedangkan penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang melibatkan proses


pengumpulan dan analisis data numerik. Riset seperti ini dapat digunakan untuk
menemukan pola dan rata-rata, membuat prediksi, menguji hubungan sebab akibat,
dan menggeneralisasi hasil ke populasi yang lebih luas (Hidaya, 2020). Dalam
lingkup yang lebih sempit, penelitian kuantitatif diartikan sebagai penelitian yang
banyak menggunakan angka, mulai dari proses pengumpulan data, analisis data dan
penampilan data (Siyoto & Sodik, 2015 dalam Hardani dkk, 2020). Penelitian
kuantitatif berfokus pada data numerik yang dianalisis menggunakan metode
34

statistik. Digunakan dalam penelitian inferensial untuk menguji hipotesis. Hasil uji
statistik dapat menyajikan signifikansi hubungan yang dicari antar variabel.
Sehingga, arah hubungan yang diperoleh bergantung pada hipotesis dan hasil uji
statistik, bukan logika ilmiah.

Dalam penelitian ini dengan judul Arahan Penataan Sarana Sosial Ekonomi Untuk
Meningkatkan Aksesibilitas Berbasis Konsep 15 Minute City di Kawasan Suburban
Kota Makassar merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan setelah peneliti menyelesaikan matakuliah Laboratorium
Education (LBE) Urban Planning and Design pada bulan Desember 2020 dan
dilanjutkan di Studio Akhir mulai dari Januari 2023 hingga selesai.

3.2.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini berada di Kota Makassar yang merupakan salah satu daerah pusat
pelayanan di Provinsi Sulawesi Selatan. Dan berfokus pada kawasan suburban Kota
Makassar yakni Kec. Biringkanaya (36,78 km2), Kec. Tamalanrea (38,57 km2),
Kec. Manggala (22,91 km2), Kec. Rappocini (10,96 km2), dan Kec. Tamalate (24,13
km2), dengan total luas lokasi penelitian yaitu 133,35 km2 Gambar 10. Lokasi ini
dipilih dikarenakan Kota Makassar merupakan daerah Kota yang dirasa tepat untuk
pengaplikasian konsep 15 minute city.

3.3 Jenis dan Kebutuhan Data


Secara umum kebutuhan data dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Data persebaran sarana Niaga,
2. Data persebaran sarana pendidikan,
3. Data persebaran sarana kesehatan,
4. Data persebaran sarana transportasi,
5. Data persebaran permukiman penduduk,
6. Data persebaran jalur hijau/jalur pedestrian,
35

7. Data demografis penduduk Kota Makassar,


8. Data struktur ruang Kota Makassar,
9. Peta dasar Kota Makassar,
10. Pendapat akademisi di bidang perencanaan, paktisi dibidang pengembangan,
instansi di bidang perecanaan kota.

Untuk melakukan penelitian ini maka dibutuhkan beberapa komponen data yang
mendukung dalam proses analisis sesuai rumusan yang telah dilakukan. Adapun
data yang dibutuhkan seperti pada Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3 Kebutuhan Data Penelitian


Jenis Sumber
No Tujuan Kebutuhan Data
Data Data
Mengetahui parameter
Prioritas parameter
determinan aksesibilitas Primer Kuesioner
determinan aksesibilitas
1 pelayanan sarana sosial dan dan
pelayanan sarana soosial
ekonomi berdasarkan Sekunder Wawancara
ekonomi
konsep 15 minute city.
1. Parameter determinan
aksesibilitas
pelayanan sarana
Mengetahui gambaran sosial ekonomi
eksisting kawasan 2. Persebaran
Hasil analisis
suburban Kota - Sarana niaga Primer
pendapat ahli
2 Makassar menerapkan - Sarana pendidikan dan
dan Sintesis
konsep 15 minute city - Sarana kesehatan Sekunder
literatur
berdasarkan parameter - Sarana transportasi
determinan. - Permukiman
- Jalur hijau/jalur
pedestrian
- Konektifitas jalan
Mengetahui arahan
penataan lokasi saranan Hasil analisis
sosial ekonomi untuk sebelumnya,
meningkatkan Kondisi eksisting wilayah Primer Sintesis
3 aksesibilitas pelayanan penelitian berdasarkan dan literatur dan
perkotaan berdasarkan parameter determinan Sekunder Servey
konsep 15 minute city eksisting
di kawasan suburban lokasi
Kota Makassar.
Sumber: Penulis, 2023
36

3.4 Teknik Pengumpulan Data


1. Studi Literatur
Studi literatur adalah teknik pengumpulan data yang mengkaji berbagai macam
dokumen, buku, penelitian atau tulisan yang relevan dan berguna untuk bahan
analisis. Data-data yang diperoleh memalui studi literatur yaitu konsep dasar
pengembangan 15 minute city, standar pelayanan sarana, variabel-variabel
sarana sosial ekonomi dalam upaya meningkatkan aksesibilitas pelayanan
perkotaan sesuai konsep 15 minute city.
2. Pendataan Instansi
Pendataan Instansi yaitu metode pengumpulan data sekunder melalui instansi
yang memiliki keterkaitan data kualitatif maupun kuantitatif dengan penelitian
yang dilakukan.
3. Kuesioner
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden terkait apa yang akan
diteliti. Kuesioner di isi oleh responden yang dianggap memiliki kompetensi di
bidang perencanaan perkotaan.

3.5 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah atribut dari suatu objek yang ditetapkan peneliti untuk
diamati dan dijadikan dasar pengambilan keputusan dan kesimpulan. Penentuan
variabel dalam penelitian didasari sintesis teori-teori yang telah dikaji pada tinjauan
pustaka dan ditentukan berdasarkan tujuan dari penelitian. Adapun variabel
penelitian secara rinci disajikan pada Tabel 4 berikut:
37

Tabel 4 Variabel Penelitian

No Tujuan Variabel Faktor Teknik Hasil

Mengetahui parameter determinan


Parameter Determinan / Sintesis Literatur dan
aksesibilitas pelayanan sarana sosial Faktor Bobot setiap parameter
1 Tingkat Kepentingan Analisis AHP dengan
ekonomi berdasarkan konsep 15 Pendukung penentu
Parameter Expert Choice
minute city.

1. Sarana niaga
2. Sarana pendidikan
Network Analisis
3. Sarana kesehatan Eksisting kawasan suburban
Mengetahui gambaran eksisting Kondisi (Service Area) dan
4. Sarana transportasi Kota Makassar menerapkan
kawasan suburban Kota Makassar eksisting Analisis Spasial
2 5. Kepadatan bangunan konsep 15 minute city
menerapkan konsep 15 minute city kawasan (Hexagon grid data
6. Kepadatan penduduk berdasarkan parameter
berdasarkan parameter determinan. suburban map)
7. Jalur hijau/jalur determinan.
pedestrian
8. Konektivitas Jalan

Mengetahui arahan penataan lokasi Nilai rendah dan sangat


saranan sosial ekonomi untuk rendah
Arahan penataan lokasi
meningkatkan aksesibilitas pelayanan Nilai Total
3 Analisis Deskriptif saranan sosial ekonomi
perkotaan berdasarkan konsep 15 Aksesibilitas Nilai tinggi dan sangat lokal.
minute city di kawasan suburban tinggi
Kota Makassar.
Sumber: Penulis, 2023
38

Gambar 10 Peta Lokasi Penelitian


Sumber: Batas administrasi, sungai, dan jaringan jalan oleh RTRW Kota Makassar Tahun 2015-2034; Ilustrasi oleh Penulis, 2023
39

3.6 Teknik Analisis Data


Analisis dibutuhkan untuk menjawab masing-masing pertanyaan penelitian,
penjabaran dari teknik yang digunakan dalam penelitian sesuai pada Tabel 5
berikut ini:

Tabel 5 Teknik Analisis Dalam Penelitian

No Tujuan Teknik Hasil

Mengetahui parameter
determinan
aksesibilitas Sintesis Literatur dan
Bobot setiap parameter
1 pelayanan sarana Analisis AHP dengan
penentu
sosial ekonomi Expert Choice
berdasarkan konsep
15 minute city.
Mengetahui gambaran
Eksisting kawasan
eksisting kawasan Network Analisis
suburban Kota
suburban Kota (Service Area) dan
Makassar menerapkan
2 Makassar menerapkan Analisis Spasial
konsep 15 minute city
konsep 15 minute city (Hexagon grid data
berdasarkan parameter
berdasarkan parameter map)
determinan.
determinan.
Mengetahui arahan
penataan lokasi
saranan sosial
ekonomi untuk
meningkatkan
Arahan penataan lokasi
3 aksesibilitas Analisis Deskriptif
saranan sosial ekonomi.
pelayanan perkotaan
berdasarkan konsep
15 minute city di
kawasan suburban
Kota Makassar.
Sumber: Penulis, 2023

3.6.1 Tujuan penelitian Pertama


Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui parameter determinan aksesibilitas
pelayanan sarana sosial ekonomi berdasarkan konsep 15 minute city. Digunakan
dua teknik yaitu Sintesis Literatur untuk mengumpulkan parameter-parameter
akseibilitas serta konsep 15 minute city dan metode AHP (Analytical Hierarcy
40

Procces) untuk melihat parameter determinan yang menjadi penentu aksesibilitas


sarana sosial ekonomi berdasar konsep 15 minute city.

1. Sintesis Parameter
Berdasarkan paramater-parameter aksesibilitas dan konsep 15 Minute City
yang dikumpulkan sesuai dengan prinsip yang ada, maka langkah pertama
dimulai dengan menentukan variabel pendukung dan variabel penghambat.

Tabel 6 Parameter Aksesibilitas Sarana Sosial Ekonomi

Prinsip 15 Minute City Prinsip Aksesibilitas Parameter


Lingkungan pendidikan
yang merata di setiap Sarana Pendidikan
wilayah
Jarak ke pusat aktifitas Sarana Kesehatan
Adanya ruang sosial
dekat dan lokasi yang
Kebutuhan dasar rumah Sarana
ditempu terjangkau
tangga terpenuhi ekonomi/niaga

Tatanan fungsi ruang


permukiman yang ideal

Keberagaman

Kepadatan permukiman fungsi bangunan


yang ideal Kepadatan
penduduk

Jalur pejalan
Kondisi jalan yang baik
Walkability area kaki/Jalur hijau
lebar dan tidak rusak,
serta muda untuk dilalui Konektivitas Jalan

Tersedianya angkutan
umum ke arah lokasi dan Transportasi
muda dijangkau serta Umum
cepat mendapatkannya.

Sumber: Penulis, 2023


41

2. Parameter Determinan
Untuk mengetahui tingkat kepentingan parameter yang mempengarui
aksesibilitas lokal sarana sosial ekonomi digunakan analisis AHP. Menurut
Nugeraha (2017), AHP adalah sebuah konsep untuk pembuatan keputusan
berbasis multicriteria (kriteria yang banyak). Beberapa kriteria yang
dibandingkan satu dengan lainnya (tingkat kepentingannya). AHP adalah suatu
metode pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio terbaik dari
perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontiniu. AHP sangat cocok
dan flelsibel digunakan untuk menentukan keputusan yang menolong seorang
untuk mengambil keputusan yang efisien dan efektif berdasarkan segala aspek
yang dimilikinya (Riadi, 2020).

Adapun dalam penerapan AHP dalam memecahkan masalah dilakukan melalui


4 tahapan yaitu:

- Penentuan Kriteria: yaitu tahapan sintesis literatur mengenai parameter-


parameter yang mempengaruhi aksesibilitas sarana sosial ekonomi Tabel 6.
- Penilaian Perbandingan (Comparative Judgement): merupakan tahapan
perbandingan setiap parameter yang dilakukan dengan metode penyebaran
kuesioner pada responden yang dianggap kompeten di bidangnya.
Parameter perbandingan dinilai melalui suatu kriteria prioritas seperti pada
Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7 Tabel Sakala Kepentingan Absolut


Nilai
Kepentingan Definisi

1 Kedua elemen/alternatif sama pentingnya (Equal)


2 Elemen A sedikit lebih penting dari elemen B
(Moderate)
5 Elemen A lebih penting dari elemen B (Strong)
7 Elemen A jelas lebih penting daripada elemen B (Very
strong)
9 Elemen A mutlak lebih penting daripada elemen B
(Absolute
Strong)
42

Nilai
Kepentingan Definisi

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua perimbangan yang berdekatan


Sumber: Saaty, 2008
Nilai yang didapatkan dari pertimbangan pada skala kepentingan absolut
kemudian dimasukkan dalam matriks perbandingan. Adapun model matriks
perbandingan preferensi dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini:

Tabel 8 Tabel Sakala Kepentingan Absolut


C A1 A2 . . An
A1 w1/w1 w1/w2 w1/wn
A2 w2/w1 w2/w2 w2/wn
.
.
An wn/w1 wn/wn
Sumber: Saaty, 2008
- Penilaian Bobot Prioritas: yaitu tahap kalkulasi dari setiap faktor yang
menunjukkan nilai hirarki kepentingan tiap fakor.
- Konsistensi Logis (Logical Consistency): dilakukan untuk mengetahui
tingkat konsistensi nilai faktor dan keterkaitan antar faktor. Nilai
pembobotan dianggap konsisten apabila tingkat konsistensi bernilai ≤10%
atau ≤0,1.

3.6.2 Tujuan penelitian Kedua


Untuk mengetaui gambaran eksisting kawasan suburban Kota Makassar
menerapkan konsep 15 minute city berdasarkan parameter determinan dilakukan
dengan beberapa metode.

1. Jangkauan Pelayanan
Network Analisis digunakan untuk melihat area cakupan dari objek sarana,
dimana cakupan didasarkan pada standar jangkauan ataupun waktu tempuh
melalui objek jaringan jalan. Jangkauan pelayanan adalah jarak terjauh yang
harus ditempuh oleh masyarakat untuk menuju lokasi suatu pusat pelayanan.
43

Jangkauan digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan pelayanan


tersebut digunakan untuk melayani daerah di sekitarnya. Dalam konsep 15
minute city jarak jangkau ideal dibagi menjadi 4 radius berdasarkan Tabel 9
berikut ini:

Tabel 9 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City


Standar Kecepatan Standar
No Radius
Barjalan Jangkauan
1 5 menit berjalan kaki 3 MPH ¼ Mil

2 15 menit berjalan kaki 3 MPH ¾ Mil

3 5 menit berkendara 12 MPH 1 Mil

4 15 menit berkendara 12 MPH 3 Mil


Sumber: Andres Duany dan Robert Steuteville, 2021

2. Karakteristik eksisting berdasarkan parameter determinan.


Dalam meliat karakteristik kawasan suburban dilakukan analisis spasial
dengan metode Hexagon grid data map. Metode analisis ini memanfaatkan
perhitungan matematis yang dilakukan pada petak tessellation hexagon ruang
yang disimulasikan menggunakan SIG upaya meliat bagaimana karakter
kawasan suburban Kota Makassar upaya menerapkan konsep 15 minute city.
Adapun langah-langkanya sebagai berikut:

- Menentukan bobot setiap indikator yang dijadikan parameter.


- Membentuk peta grid hexagon pada ArcGIS dengan ukuran sisi 150m
berdasarkan peta dasar lokasi penelitian.
- Melakukan digitasi lokasi setiap parameter pada ArcGIS dan dilakukan
attributing sesuai radius jangkauan berdasarkan konsep 15 Minute City.
Kemudian setiap digitasi lokasi parameter di-overley dengan peta grid
hexagon dan dilakukan penilaian grid mengunakan standar interval
presentase dan persentase grid ratio coverage (Cakupan grid parameter
terhadap grid lokasi penelitian) dengan persamaan sebagai berikut:
44

Gambar 11 Persamaan Grid Ratio Coverage


Sumber: Mutiarazani, 2020
- Setelah itu seluruh hasil penilain parameter di-overlay menjadi satu dan
dilakukan kalkulasi menggunakan fitur calculate geometry. Hasil kalkulasi
tersebut kemudian menjadi dasar dalam penentuan nilai akhir.
- Selanjutnya menggunakan fitur clasify dilakukan klasifikasi untuk
menampilkan grid dengan rentan nilai tertinggi hingga terendah. Rentan
nilai inilah yang kemudian menunjukkan karakteristik lokasi dengan tingkat
aksesibilitas sarana sosial ekonomi terbaik berdasarkan konsep 15 minute
city di Kota Makassar.

3.6.3 Pertanyaan penelitian ketiga

Teknik analisis yang digunakan untuk merumuskan arahan meningkatkan


aksesibilitas pelayanan sarana sosial ekonomi di kawasan suburban Kota Makassar
berdasarkan konsep 15 minute city yaitu menggunakan analisis deskriptif. Dimana
arahan dilakukan sesuai dengan karakteristik wilayah penelitian yang telah dikaji
sebelumnya yang kemudian direkomendasikan arahan berdasarkan kajian-kajian
literature studi banding kota-kota yang telah menerapkan konsep 15 minute city.
Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penentuan arahan yaitu pendekatan
secara spasial berdasarkan tingkat klasifikasi nilai grid hexagonal.

3.7 Definisi Operasional


Definisi operasional merupakan aspek penelitian yang memberikan informasi
khusus tentang maksud dari suatu poin tertentu dalam penelitian. Berikut
merupakan definisi operasional dalam penelitian ini:

1. 15 Minute City merupakan konsep kota mandiri dimana upaya pelayanan ideal
kebutuhan dan keinginan dasar masyarakat berada pada lingkungan yang dapat
diakses dengan berjalan kaki/berkendara selama 15 menit.
2. Pedestrian Oriented Development merupakan konsep ruang kota yang
berorientasi pada kebutuhan pejalan kaki.
45

3. Parameter merupakan faktor apa yang paling berpengaruh dalam melakukan


pergerakan hanya di lingkungan sekitar dengan hanya berjalan kaki atau
bersepeda berdasarkan konsep 15 minute city.
4. Service Area merupakan jarak jangkauan pelayanan suatu unit sarana yang
ditetapkan berdasarkan kaidah atau standar tertentu.
5. Sarana merupakan bidang pelayanan yang digunakan masyarakat sebagai
pendukung kebutuhan dasar pada tingkat lingkungan.
6. Expert Choice adalah perangkat lunak pengambilan keputusan yang
didasarkan pada pengambilan keputusan multi-kriteria (Saaty, 1980).
7. Grid Based adalah metode untuk mengatur data ke dalam unit tertentu. Ukuran
setiap grid ditentukan oleh pengguna dan biasanya ditentukan berdasarkan
tujuan, skala, atau format data yang tersedia (Anshari, 2019).
8. Grid ialah sel berbentuk hexagon yang digunakan untuk mendefinisi ruang
pada lokasi potensial dengan panjang setiap sisi 150 meter yang disesuaikan
dengan bentuk dari lokasi penelitian.
9. Hexagon grid data map merupakan metode pengimputan kriteria-kriteria
lokasi potensial dalam grid berbentuk hexagon.
10. Bobot merupakan nilai yang didapatkan dari hasil akhir perhitungan Analytical
Hierarchy Procces.
11. Rating merupakan nilai dari suatu faktor yang diberikan oleh responden
berdasarkan parameter skala penilaian.

3.8 Kerangka Penelitian


Kerangka penelitian menjelaskan sistematika atau tahapan-tahapan dalam
melaksanakan penelitian. Diawali dengan latar belakang dilakukanyna penelitian
hingga output yang dihasilkan dari penelitian. Kerangka penelitian secara lengkap
dapat dilihat pada Gambar 14 berikut:
46

3.7 Kerangka Penelitian


Belakang

Perlu adanya pergeseran penekanan perencanaan dari aksesibilitas lingkungan ke fungsi perkotaan menjadi kedekatan fungsi perkotaan
Latar

di dalam suatu lingkungan. Dimana lingkungan harus menjadi konteks spasial di mana penduduk memenuhi kebutuhan dasarnya,
berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain.
Rumusan
Masalah

Apa yang menjadi parameter determinan aksesibilitas Bagaimana gambaran eksisting Bagaimana arahan penataan lokasi
pelayanan sarana sosial ekonomi berdasarkan konsep kawasan suburban Kota Makassar saranan sosial ekonomi lokal untuk
15 minute city? menerapkan konsep 15 minute city meningkatkan aksesibilitas pelayanan
berdasarkan parameter determinan? perkotaan berdasarkan konsep 15 minute
Input

Sintesis Parameter Parameter Determinan Eksisting Berdasarkan Parameter Arahan

Prinsip konsep 15 minute city 1. Sarana niaga Kondisi eksisting berdasarkan


(Heriges, 2019) 1. Parameter pendukung 2. Sarana pendidikan parameter
Tinjauan

Prinsip Aksesibilitas
3. Sarana kesehatan
Tjiptono (2014) 4. Sarana transportasi
5. Pusat Kegiatan
Hirarki pelayanan
6. Kepadatan penduduk
(Duany dan Steuteville, 2021)
7. Jalur hijau/jalur pedestrian
8. Konektivitas tinggi
Analisis
Teknik

a. Sintesis Literatur a. Analisis Deskriptif


Proses

a. Network Analisis (Service Area),


b. Analisis AHP dengan Expert Choice c. Analisis Spasial (Hexagon grid data map)

Arahan Penataan Sarana Sosial Ekonomi Untuk Meningkatkan Aksesibilitas Berbasis Konsep 15 Minute City Di Kawasan Suburban Kota Makassar
Output

Gambar 14 Kerangka Penelitian


Sumber: Penulis 2023
47

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kota Makassar

Kota Makassar yang merupakan salah satu daerah pusat pelayanan di Provinsi
Sulawesi Selatan, dengan aktivitas utama sebagai pusat kegiatan industri, pusat
kegiatan pemerintahan, simpul jasa angkutan barang dan penumpang, pusat
pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Kota Makassar merupakan salah satu pemerintahan kota dalam wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun
1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi, sebagaimana
yang tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor
74 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822. Kota
Makassar menjadi ibukota Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1965, (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 94), dan kemudian
berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965 Daerah Tingkat II Kotapraja
Makassar diubah menjadi Daerah Tingkat II Kotamadya Makassar.

4.1.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah

Kota Makassar merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan sebagai pusat


Pelayanan KTI (Kawasan Timur Indonesia) yang terletak pada Pantai Barat Pulau
Sulawesi dengan koordinat 119°4’29,038”–119°32’35,781” Bujur Timur dan
4°58’30,052”–5°14’0,146” Lintang Selatan, luas wilayah Kota Makassar tercatat
seluas 175,77 Km2 dengan batasan wilayah sebagai berikut (Badan Pusat Statistik
Kota Makassar, 2022):

 Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Maros


 Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Gowa
 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Maros
 Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Makassar

Secara administratif Kota Makassar terdiri dari 15 kecamatan yakni Kecamatan


Makassar, Ujung Pandang, Wajo, Bontoala, Rappocini, Tamalate, Ujung Tanah,
48

Tallo, Panakkukang, Mamajang, Mariso, Kepulauan Sangkarrang, Manggala,


Biringkanaya, dan Tamalanrea. Keseluruhan dari 14 kecamatan tersebut terbagi tiap
kelurahan dan terdiri dari 153 kelurahan (Badan Pusat Statistik Kota Makassar,
2022).

4.1.2 Kondisi Demografis

Berdasarkan data BPS tahun 2022 penduduk Kota Makassar pada tahun 2022
mencapai 1.427.619 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun yakni
0,26% dan kepadatan penduduk 8.122 penduduk per km2. Kondisi demografi Kota
Makassar dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut:

Tabel 10 Demografi Kota Makassar

Jumlah
Rasio Laju Kepadatan
Penduduk
No Kecamatan jenis pertumbuhan penduduk
Tahun 2021
kelamin penduduk (jiwa/km2)
(Jiwa)
1 Mariso 57.594 100,74 0,30 31.645
2 Mamajang 56.056 96,44 0,02 24.914
3 Tamalate 181.533 99,98 0,40 8.982
4 Rappocini 144.619 95,92 0,03 15.668
5 Makassar 82.142 98,20 0,10 32.596
6 Ujung Pandang 24.526 94,17 0,01 9.325
7 Wajo 30.033 99,81 0,21 15.092
8 Bontoala 55.102 98,47 0,20 26..239
9 Ujung Tanah 35.947 100,24 0,45 8.170
10 Kep. Sangkarang 14.187 98,81 0,45 9.212
11 Tallo 145.400 101,63 0,30 24.940
12 Panakkukang 139.635 99,64 0,04 8.190
13 Manggala 147.549 99,66 0,57 6.112
14 Biringkanaya 210.076 99,92 0,50 4.357
15 Tamalanrea 103.220 99,25 0,05 3.242
Makassar 1.427.619 99,22 0,26 8.122
Sumber: BPS Kota Makassar Tahun 2022

Kepadatan penduduk di 14 Kecamatan cukup beragam, kepadatan penduduk


tertinggi terletak di Kecamatan Makassar dengan kepadatan 32.596 jiwa per km2
dan terendah berada di Kecamatan Tamalanrea yaitu 3.242 jiwa per km2.
49

4.1.3 Topografi dan Geologi


Secara topografi Kota Makassar dicirikan dengan keadaan dan kondisi sebagai
berikut: tanah relatif datar, bergelombang, dan berbukit serta berada pada
ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan tingkat kemiringan
lereng (elevasi) 0-15%. Sementara itu, dilihat dari klasifikasi kelerengannya,
sebagian besar berada pada kemiringan 0-5%. Dari hasil penelitian yang ada
menunjukkan bahwa untuk kondisi ruang seperti ini Kota Makassar sangat
berpotensi untuk pengembangan kegiatan permukiman, perdagangan, jasa, industri,
rekreasi, pelabuhan laut dan fasilitas penunjang lainnya.

Secara geologis Kota Makassar terbentuk dari batuan hasil letusan gunung api
(vulkanik) dan endapan dari angkutan sedimen sungai Jeneberang dan sungai Tello.
Batuan dasar yang mengalami pengendapan di kawasan tersebut merupakan
sedimen marine kompak berumur moisen atas berupa: tufa, breksi, batu pasir, batu
gamping (RPJMD Kota Makassar Tahun 2021-2026).

4.1.4 Hidrologi dan Klimatologi


Kota Makassar adalah kota yang letak dan posisinya berada dekat dengan pantai,
membentang sepanjang koridor Barat dan Utara, yang biasa juga dikenal sebagai
kota dengan ciri “waterfront city”, di dalamnya mengalir beberapa sungai yang
semuanya bermuara ke dalam kota (Sungai Tallo, Jeneberang, Pampang). Sungai
Je’neberang misalnya, yang mengalir melintasi wilayah Kabupaten Gowa dan
bermuara di bagian Selatan Kota Makassar merupakan sungai dengan kapasitas
sedang (debit air 1 – 2 m3/detik).Sedangkan Sungai Tallo dan Pampang yang
bermuara di bagian Utara Makassar adalah sungai dengan kapasitas rendah berdebit
kira-kira hanya mencapai 0 – 5 m3/detik di musim kemarau. Sebagai kota yang
sebagian besar wilayahnya membentang dengan dataran rendah, dimulai dari tepi
pantai sebelah Barat dan melebar ke arah Timur sejauh kurang lebih 20 kilometer
dan memanjang dari arah Selatan ke arah Utara merupakan koridor-koridor utama
kota dalam pengembangan pemukiman, pertokoan, perkantoran, pendidikan dan
pusat kegiatan industry di Makassar. Ke depan, dengan segala potensi dan
keunggulan yang dimilikinya, diharapkan kota ini bisa tumbuh dan berkembang
50

jauh lebih baik dan berbudaya serta berbasis pada kepentingan masyarakat dan juga
bisa menjadi ruang tamu Indonesia Timur.

Secara garis besar Kota Makassar beriklim tropis karena wilayah ini dipengaruhi
monsoon barat dan pola curah hujan ekuatorial karena letak geografisnya di dekat
ekuator. Temperatur udara rata-rata bulanan Kota Makassar berkisar antara 25,3 –
26,13º C. Temperatur udara rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Oktober
dan November, dan terendah pada bulan Agustus. Suhu udara minimum rata-rata
bulanan berkisar antara 25,3º C yang terjadi pada bulan Agustus dan tertinggi 28,4º
C pada bulan Oktober. Suhu udara maksimum ratarata bulanan berkisar antara 30,1º
C pada bulan Oktober dan minimum 22,3º C pada bulan September.

Curah hujan rata-rata bulanan terjadi di musim hujan dan musim kemarau, dengan
curah hujan rata-rata bulanan lebih besar dari 200 mm terjadi pada bulan Desember
sampai April. Musim kemarau dengan curah hujan rata-rata bulanan lebih kecil dari
200 mm terjadi pada bulan Mei sampai November. Besar curah hujan rata-rata
bulanan berkisar antara 10 sampai 664 mm dengan curah hujan terendah terjadi
pada bulan September dan tertinggi pada bulan Februari. Kelembapan udara yang
relatif tinggi yaitu berkisar antara 71,8 sampai 87,4%. Kelembapan udara tertinggi
terjadi pada bulan Januari kemudian menurun sampai terendah pada bulan
September dan naik lagi sampai pada bulan Desember.

Penyinaran matahari rata- rata bulanan di kota Makassar berkisar antara 43,7
sampai 92%. Penyinaran matahari cenderung meningkat dari bulan Mei sampai
mencapai maksimum pada bulan September, kemudian menurun sampai bulan
Desember. Kecepatan berkisar antara 8 sampai 14 knot (RPJMD Kota Makassar
Tahun 2021-2026).
51

4.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di lima kecamatan yang berada di lingkar luar administrasi
Kota Makassar yang terhubung dan termasuk kawasan suburban Kota Makassar
meliputi Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrean, Manggala, Rappocini, dan
Tamalate. Penentuan lokasi penelitian didasari dengan melihat fenomena
perkembangan kota yang mengarahkan pembangunan perumahan di wilayah
suburban, berfokus mengatasi kebutuhan hunian yang mengutamakan efisiensi
prasarana kota, cenderung berkembang tidak terpola dan terstruktur ( ).

4.2.1 Letak Geografis dan Batas wilayah

a. Kecamatan Tamalate

Kecamatan Tamalate merupakan daerah yang terbagai dalam 11 kelurahan dimana


3 kelurahan merupakan daera pantai dan 8 kelurahan lainnya merupakan daerah
bukan pantai dengan topografi dubawah 500 meter dari permukaan laut. Menurut
jaraknya, letak masing-masing Kelurahan ke ibukota Kecamatan bervariasi antara
1-2 km (Maccini Sombala dan Balang Baru), antara 3-4 km (Jongaya,Bontoduri
dan Parang Tambung), Kelurahan lainnya berjalarak 5-10 km.. Kecamatan
Biringkanaya merupakan salah satu dari 15 Kecamatan di Kota Makassar dengan
batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Mamajang,


 Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Takalar,
 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Gowa, dan
 Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Makassar.

Dari luas wilayah tersebut tercatat bahwa Kelurahan Barombong memiliki wilayah
terluas yaitu 8,31 km2, terluas kedua adalah Kelurahan Tanjung Merdeka dengan
luas wilayah 4,39 km2, sedangkan yang paling kecil luas wilayahnya adalah
Kelurahan Bungaya yaitu 0,41 km2. (Rencana Strategis Kecamatan Tamalate Tahun
2014-2019).
52

b. Kecamatan Rappocini

Kecamatan Rappocini merupakan daerah bukan pantai dengan topografi ketinggian


wilayah 0-2 meter dari permukaan laut. Berbatasan langsung dengan pusat kota
makassar. Adapun batas- batas dari Kecamatan Rappocini sebagai berikut:

 Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Makassar,


 Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Gowa,
 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kacamatan Panakkukang dan Maggala
 Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Tamalate dan Mamajang.

Kecamatan Rappocini terdiri dari 10 kelurahan dengan luas wilayah 10,96 km2.
Dari luas wilayah tersebut tercatat bahwa Kelurahan Gunung Sari memiliki wilayah
terluas yaitu 3,64 km2, terluas kedua adalah Kelurahan Banta-bantaeng dengan luas
wilayah 1,46 km2, sedangkan yang paling kecil luas wilayahnya adalah Kelurahan
Bontomakia yaitu 0,28 km2.

c. Kecamatan Manggala

Kecamatan Tamalate merupakan daerah pantai dengan topografi ketinggian


wilayah rendah yaitu 0-2 meter dari permukaan laut. Menurut jaraknya, letak
masing-masing kelurahan ke Ibukota Kecamatan berkisar 1 km sampai dengan
jarak 5-10 km. Adapun batas- batas dari Kecamatan Manggala sebagai berikut:

 Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Tamalanrea


 Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Gowa,
 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Maros, dan
 Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Panakukang.

Kecamatan Manggala terdiri dari 6 kelurahan dengan luas wilayah 22,91 km2. Dari
luas wilayah tersebut tampak bahwa Kelurahan Tamangapa memiliki wilayah
terluas yaitu 7,4 km2 dengan persentase luas terhadap kecamatan adalah 31,6%,
terluas kedua adalah Kelurahan Antang dengan luas wilayah 5,27 km2, sedangkan
yang paling kecil luas wilayahnya adalah Kelurahan Borong dan Kelurahan Batua
dengan luas masing-masing 1,33 km2 dan 1,89 km2.
53

d. Kecamatan Biringkanaya

Kecamatan Biringkanaya merupakan daerah bukan Pantai dengan ketinggian dari


permukaan laut lebih kecil dari 500 meter. Menurut jaraknya, letak masing-masing
kelurahan ke ibukota Kecamatan berkisar 1 km sampai dengan jarak 5-10 km.
Kecamatan Biringkanaya merupakan salah satu dari 15 Kecamatan di Kota
Makassar dengan batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Maros,


 Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Tamalanrea,
 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Maros, dan
 Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Tallo.

Kecamatan Biringkanaya terdiri dari 7 kelurahan dengan luas wilayah 36,78 km².
Dari luas wilayah tersebut Kelurahan Paccerakkang memiliki wilayah terluas yaitu
7,32 km², terluas kedua adalah Kelurahan Sudiang Raya dengan luas wilayah 6,75
km², sedangkan yang paling kecil luas wilayahnya adalah Kelurahan Untia yaitu
2,93 km² (Kecamatan Biringkanaya Dalam Angka Tahun 2022).

e. Kecamatan Tamalanrea

Kecamatan Tamalanrea merupakan daerah pantai dengan topografi ketinggian


wilayah 0-20 meter dari permukaan laut. Berjarak sekitar 1-7 km dari pusat Kota
Makassar. Adapun batas- batas dari Kecamatan Rappocini sebagai berikut:

 Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Makassar,


 Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Manggala,
 Sebelah Timur : berbatasan dengan Kacamatan Biringkanaya,
 Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Tallo dan Panakkukang.

Kecamatan Tamalanrea terdiri dari 6 kelurahan dengan luas wilayah 38,57 km2.
Dari luas wilayah tersebut tercatat bahwa Kelurahan Parangloe memiliki wilayah
terluas yaitu 10,63 km2, terluas kedua adalah Kelurahan Bira dengan luas wilayah
8,67 km2, sedangkan yang paling kecil luas wilayahnya adalah Kelurahan
Tamalanrea Jaya yaitu 3,67 km2.
54

4.2.2 Kondisi Demografis

Jumlah Penduduk yang ada di Lokasi penelitian pada tahun 2021 terhitung
sebanyak 807.992 jiwa, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk dari Kota
Makassar maka didapatkan bahwa dalam lokasi penelitian terdapat 56,6% dari
jumlah penduduk di Kota Makassar. Jumlah Penduduk dan Kepadatannya dapat
dilihat pada Tabel 11 berikut ini:

Tabel 11 Demografi Lokasi penelitian

Jumlah Kepadatan
Kecamatan Kelurahan Penduduk penduduk
(Jiwa) (jiwa/km2)

Barombong 18.777 2.558


Tanjung Merdeka 12.452 3.695
Maccini Sombala 21.990 10.779
Balang Baru 18.954 16.063
Jongaya 14.016 27.482
Tamalate Bongaya 8.682 29.938
Tahun 2021 Pabaeng baeng 18.033 34.025
Manuruki 9.560 6.208
Parang tambung 24.334 30.042
Mangasa 23.004 11.332
Bontoduri 16.478 28.909
Total 186.280 9.217
Gunung Sari 14.297 14.570
Karunrung 14.634 9.634
Mappala 9.896 19.792
Kassi-kassi 17.811 21.721
Bontemakkio 4.977 24.885
Rappocini Tidung 14.444 16.229
Tahun 2021 Banta bantaeng 20.437 16.092
Buakana 10.864 14.109
Rappocini 8.632 23.953
Ballaparang 12.080 20.475
Minasa Upa 22.742 17.099
Total 150.796 16.338
Borong 18.799 9.791
55

Jumlah Kepadatan
Kecamatan Kelurahan Penduduk penduduk
(Jiwa) (jiwa/km2)

Bangkala 18.535 5.410


Tamangapa 15.329 2.012
Manggala 25.502 5.744
Manggala Antang 17.265 6.565
tahun 2020 Batua 23.956 12.477
Bitowa 14.110 10.771
Biring Romang 13.228 15.032
Total 146.727 6.078
Paccerakkang 62.753 23.242
Daya 15.892 2.735
Pai 25.322 4.926
Sudiang Raya 56.319 6.414
Sudiang 43.859 5.448
Biringkanaya Bulurokeng 13.656 3.168
tahun 2020 Untia 2.655 919
Barua - -
Katimbang - -
Bakung - -
Laikang - -
Total 220.456 4.183
Tamalanrea Indah 12.647 2.668
Tamalanrea Jaya 15.789 5.298
Tamalanrea 16.388 8.112
Kapasa 7.980 3.873
Tamalanrea
Parangloe 9.011 1.379
tahun 2021
Bira 12.665 1.367
Buntusu 19.477 9.144
Kapasa Raya 9.776 4.611
Total 103.733 3.258
Sumber: BPS Kota Makassar Tahun 2021 dan 2022
56

4.2.3 Tata Guna Lahan

Sesuai dengan tata guna lahan di lokasi penelitian bahwa terdapat beberapa jenis
penggunaan lahan yang berada di Kecamatan Tamalate, Rappocini, Manggala,
Biringkanaya dan Tamalanrea seperti permukiman, pendidikan, perdagangan dan
jasa, industri, sawah, ladang, dan sebagainya. Penggunaan lahan di lokasi penelitian
dapat dilihat pada Tabel 12 serta Gambar 15 berikut ini:

Tabel 12 Luas Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian

Tata Guna Lahan Luas (m2)


Permukiman 42184655,41
Sawah 20030185,53
Kebun Campuran 13517483,87
Bakau 2743684,775
Tambak 18580333,95
Sawah Irigasi 7390382,224
Semak 3727924,835
Rawa 3048172,542
Sungai 3535540,95
Lahan Kosong 4930976,697
Makam 366446,7999
Taman 408718,3767
Lapangan 1030900,561
TPA 136560,0762
Pendidikan 1593234,261
Indistri 5945994,486
Komersil 793979,9435
Kolam 23264,14354
Ladang 1095892,922
Danau 788321,8035
Hutan Kota 445217,4419
Median 2160,914765
Perkantoran 418,4577086
Total Luas 132320451
Sumber: RTRW Kota Makassar Tahun 2015-2034
57

Gambar 15 Peta Tata Guna Lahan Wilayah Penelitian


Sumber: RTRW Kota Makassar Tahun 2015-2034; Ilustrasi oleh Penulis, 2023
58

Berdasarkan luas perhitungan, maka didapatkan penggunaan lahan yang paling


dominan ialah lahan permukiman dengan total luasan 17885607.11 m2 dan terkecil
ialah danau dengan 10825.17 m2. Sesuai dengan guna lahan pada pada lokasi
penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan yakni penggunaan lahan pada lokasi
penelitian didominasi oleh permukiman, perkantoran, dan pendidikan untuk
kawasan terbangun (budidaya). Hal ini sejalan dengan apa yang telah ditetapkan
dalam RTRW Kota Makassar bahwa fungsi utama Kecamatan Makassar,
Panakukang, dan Manggala merupakan kawasan permukiman.

4.2.4 Jaringan Jalan Lokasi Penelitian

Ketersediaan jaringan jalan sebagai penghubung sarana sosial ekonomi merupakan


hal yang utama dalam melihat tingkat aksesibilitas sarana. Dimana lokasi sarana
seharusnya dapat diakses dengan mudah dan cepat melalui jalan publik.
Ketersediaan jaringan jalan harus dapat mewadahi aktifitas pergerakan pada jam
puncak yaitu waktu pergi dan sore hari, ini sangat penting terkait kemampuan
aksesibilitas namun perlu diperhatikan jenis jaringan jalan pada lokasi penelitian,
sebab Jaringan jalan dengan tingkat volume lalu lintas tinggi dapat menyebabkan
hambatan pergerakan.

Berdasarkan kalkulasi secara total panjang jaringan jalan di Kota Makassar ialah
1894640,827 meter, meliputi 4 jenis jaringan jalan. Dengan persentase ruas jaringan
jalan yang berada pada lokasi penelitian yaitu sebesar 65,9 % dari total panjang
keseluruhan jalan. Adapun ruas jaringan jalan dapat dilihat pada Gambar panjang
ruas jaringan jalan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Panjang Jalan Berdasarkan Jenis Jalan di Lokasi Penelitian

Jenis Jalan Panjang Jalan (m)


Jalan Tol 10649,86756
Jalan Arteri Primer 17826,81839
Jalan Arteri Sekunder 6332,840129
Jalan Kolektor Sekunder 42906,24838
Jalan Lokal 1170503,863
Sumber: RTRW Kota Makassar Tahun 2015-2034
59

Gambar 16 Peta Jaringan Jalan Wilayah Penelitian


Sumber: RTRW Kota Makassar Tahun 2015-2034; Ilustrasi oleh Penulis, 2023
60

Gambar 17 Peta Tingkat Konektivitas Jaringan Jalan Wilayah Penelitian


Sumber: RTRW Kota Makassar Tahun 2015-2034; Ilustrasi oleh Penulis, 2023
61

Tabel 14 Persentase Panjang Jalan Wilayah Penelitian Terhadap Kota Makassar

Panjang Jalan Persentase Dari Kota


Kecamatan Makassar
(m)
Kecamatan Tamalate 239375,9193 12,63
Kecamatan Rappocini 225245,0051 11,88
Kecamatan Manggala 194550,0206 10,27
Kecamatan Biringkanaya 346156,2618 18,27
Kecamatan Tamalanrea 242879,2993 12,82
Sumber: RTRW Kota Makassar Tahun 2015-2034

Berdasarkan kelasnya terdapat tiga ruas jalan yang dinilai memiliki tingkat volume
lalu lintas tinggi yaitu jalan tol, dan arteri primer. Dalam lokasi penelitian jalan
yang termasuk dalam kategori tersebut tersebut yaitu Jl. Tol Insinyur Sutami, Jl.
Perintis Kemerdekaan, Jl. A. P. Pettarani, dan Jl. Sultan Alauddin. Kondisi jaringan
jalan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17 di atas.

4.2.5 Sarana Pendidikan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008,


setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar wajib mengikuti program wajib
belajar dan Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya lahan, sarana,
dan prasarana selain lahan pendidikan untuk setiap satuan pendidikan pelaksana
program wajib belajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah.

Berdasarkan sintesis data Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,


Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi 2023 tercatat terdapat 1011 sarana pendidikan
yang tersebar di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, dan Manggala, Rappocini
dan Tamalate yang terbagi dalam 11 jenjang sekolah mulai dari tingkatan TK
hingga SMA, dapat dilihat pada Tabel 15.
62

Tabel 15 Persebaran Sarana Pendidikan di Wilayah Penelitian

Jenis Kecamatan
Sekolah Biringkanaya Manggala Tamalate Rappocini Tamalanrea Total
TK 121 81 52 59 54 367
KB 43 18 22 24 20 127
TPA 8 3 4 4 1 20
SPS 8 0 2 1 2 13
PKBM 6 8 8 4 1 27
SKB 1 0 0 0 0 1
SD 55 44 49 39 38 225
SMP 26 20 23 21 16 106
SMA 14 13 10 14 11 62
SMK 11 7 15 10 6 49
SLB 6 5 2 0 1 14
Total 299 199 187 176 150 1011
Sumber: Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi 2023

Berdasarkan data persebaran jenis sarana pendidikan yang memiliki jumlah


terbanyak yaitu TK dan SD dimana masing-masing sebanyak 367 unit dan 225 unit
yang tersebar di 5 kecamatan di wilayah penelitian. Dari total 1011 sarana
pendidikan, kecamatan dengan jumlah sarana terbanyak ialah Kecamatan
Biringkanaya sebanyak 299 sarana dengan jenis sarana terbanyak yaitu TK dan SD
yang masing-masing berjumlah 121 dan 55 unit. Dan kecamatan dengan persebaran
sarana pendidikan tersedikit ialah Kecamatan Tamalanrea dengan jumlah sarana
sebanyak 150 sarana dengan sarana terbanyak yaitu TK dan SD yang masing-
masing berjumlah 54 dan 38 unit. Adapun persebaran sarana pendidikan di lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19.
63

Gambar 18 Peta Persebaran Sarana Pendidikan di Wilayah Penelitian


Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
64

Gambar 19 Peta Network Area Pelayanan Sarana Pendidikan di Wilayah Penelitian


Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
65

4.2.6 Sarana Kesehatan

Sarana Kesehatan ialah tempat yang di gunakan untuk menyelenggarakan upaya


Kesehatan. Dalam penelitian ini penulis mendata beberapa sarana Kesehatan yang
tersedia di wilayah penelitian penulis dimana terdapat 41 sarana kesehatan yang
tersebar di wilayah penelitian yg terbagi atas 21 rumah sakit dan 20 puskesmas.
Secara lengkap daftar sarana kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kemudahan akses masyarakat terhadap puskesmas dapat dilihat dari jumlah


puskesmas yang tersedia di setiap kecamatan. Puskesmas merupakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan kesehatan masyarakat perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat, dimana 20 puskesmas tersebar di 5
kecamatan pada wilayah penelitian.

Tabel 16 Persebaran Sarana Kesehatan di Wilayah Penelitian

Sarana Kecamatan
Kesehatan Biringkanaya Manggala Tamalate Rappocini Tamalanrea Total
RSUD 2 0 1 0 0 3
RSU 1 0 0 0 1 2
RS 0 0 2 2 2 6
RSIA 1 2 0 5 2 10
Puskesmas 5 4 4 3 4 20
Total 9 6 7 10 9 41
Sumber: Sintesis Penulis 2023

Total dalam wilayah penelitian terdapat 3 RSUD, 2 RSU, 6 RS, 10 RSIA, dan 20
Puskesmas. Dimana berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanannya, di
wilayah penelitian terdapat 12 rumah sakit kelas C, 8 rumah sakit kelas A dan 1
rumah sakit kelas A. dimana Kecamatan Rappocini merupakan kecamatan dengan
sarana kesehatan terbanyak yaitu 10 sarana dan Kecamatan Manggala merupakan
kecamatan dengan sarana kesehatan tersedikit yaitu 6 sarana. Adapun persebaran
sarana kesehatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar
21.
66

Gambar 20 Peta Persebaran Sarana Kesehatan di Wilayah Penelitian


Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
67

Gambar 21 Peta Network Area Pelayanan Sarana Kesehatan di Wilayah Penelitian


Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
68

4.2.7 Sarana Ekonomi/Niaga

Sarana ekonomi ialah sarana yang menyelenggarakan dan mengembangkan


kegiatan dan aktifitas ekonomi dimana sarana ekonomi maupun niaga digunakan
masyarakat upaya memenuhi kebutuhan dasarnya. Adapun jenis-jenis sarana
ekonomi berupa pasar, warung, pertokoan dan pusat perbelanjaan.

Adapun dalam penelitian ini yang menjadi fokus sarana ekomomi/niaga ialah pasar
dan minimarket, dimana 2 sarana ini merupakan sarana utama dan yang paling
sering dituju masyarakat upaya memenuhi kebutuhan dasarnya. Adapun peneliti
melakukan pendataan mengenai pasar dan minimarket yang tersebar di wilayah
penelitian diperoleh data bahwa terdapat total 437 sarana ekonomi/niaga yang
tersebar di 5 kecamatan wilayah penelitian. Dimana Kecamatan Rappocini menjadi
kecamatan dengan sarana terbanyak yaitu 130 sarana dengan jumlah pasar dan
minimarket masing-masing yaitu 7 dan 123 sarana. Dan kecamatan Tamalanrea
menadi kecamatan dengan sarana tersedikit yaitu 57 sarana dengan jumlah pasar
dan minimarket masing-masing yaitu 1 dan 56 sarana. Lebih lengkapnya mengenai
persebarannya dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Persebaran Sarana Ekonomi/Niaga di Wilayah Penelitian

Sarana Kecamatan
Ekonomi Biringkanaya Manggala Tamalate Rappocini Tamalanrea Total
Pasar 6 8 6 7 1 31
Alfa/Indomaret 90 61 76 123 56 406
Total 96 69 82 130 57 437
Sumber: Sintesis Penulis 2023

Adapun persebaran sarana ekonomi/niaga di lokasi penelitian dapat dilihat pada


Gambar 22 dan Gambar 23.
69

Gambar 22 Peta Persebaran Sarana Ekonomi di Wilayah Penelitian


Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
70

Gambar 23 Peta Network Area Pelayanan Sarana Ekonomi di Wilayah Penelitian


Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
71

4.2.8 Transportasi

Aksesibilitas masyarakat sangatlah dipengaruhi sarana transportasi, dimana


transportasi sangat penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian seperti
produksi serta mengakomodasi aktifitas sosial ekonomi masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya. Salah satu upaya peningkatan pelayanan
transportasi angkutan umum adalah dengan melakukan reformasi transportasi
angkutan umum. Prinsip yang terus dikembangkan dalam reformasi transportasi
umum adalah memperbaiki sistem manajemen transportasi umum dan
meningkatkan penggunaan angkutan umum. Hal ini dapat dilihat dengan hadirnya
Teman Bus yang merupakan implementasi program Buy the Service dari
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia untuk pengembangan angkutan
umum di kawasan perkotaan berbasis jalan yang menggunakan teknologi
telematika yang andal dan berbasis non tunai untuk meningkatkan keselamatan dan
keamanan serta kenyamanan mobilisasi masyarakat.

Pengoperasian Teman Bus dibagi menjadi 4 koridor/trayek yang melewati 302


Halte dan 8 kecamatan di Kota Makassar yaitu Kecamatan Tamalate, Mariso,
Mamajang, Manggala, Rappocini, Panakkukkang, Tamalanrea dan Biringkanaya
dengan pembagian halte yang dilalui trayek pada lokasi penelitian dapat dilihat
pada Tabel 18.

 Koridor 1 : Mall Panakukkang – Pelabuhan Galesong


 Koridor 2 : Mall Panakukkang – Bandara Internasional Sultan Hasanuddin
 Koridor 3 : Kampus 2 PNUP – Kampus 2 PIP
 Koridor 4 : Kampus Tenik Unhas Gowa – Mall Panakukkang

Tabel 18 Persebaran Sarana Transportasi di Wilayah Penelitian


Kecamatan
Biringkanaya Manggala Tamalate Rappocini Tamalanrea Total
Halte 60 8 28 19 51 166
Sumber: Sintesis Penulis 2023

Adapun persebaran Halted dan Trayek di lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 24.
72

Gambar 24 Peta Pelayanan Sarana Transportasi di Wilayah Penelitian


Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
73

4.3 Hasil dan Pembahasan

4.3.1 Mengetahui Parameter Determinan Aksesibilitas Pelayanan Sarana


Sosial Ekonomi Berdasarkan Konsep 15 Minute City.

Untuk mengetahui gambaran eksisting kawasan suburban Kota Makassar dalam


menerapkan konsep 15 minute city terlebih dahulu dilakukan kajian awal terkait
parameter-parameter apa saja yang berpengaruh.

Parameter-parameter aksesibilitas pelayanan sarana sosial ekonimi didapatkan dari


hasil studi literatur yang kemudian dianalisis menggunakan metode AHP
(Analytical Hierarcy Process) sehingga dapat diketahui parameter yang paling
berpengaruh terhadap masyarakat dalam melakukan aktifitas harian berupa
memenuhi kebutuhan baik itu pendidikan, kesehatan dan ekonomi hanya di
lingkungan sekitar dengan hanya berjalan kaki atau bersepeda. Tahapan AHP
memiliki beberapa tahapan yakni: penentuan kriteria, comperative judgement
(penilaian perbandingan), bobot prioritas, logical consistency, dan pengambilan
keputusan.

4.3.1.1 Penentuan Kriteria

Untuk mengetahui gambaran eksisting kawasan suburban Kota Makassar dalam


menerapkan konsep 15 minute city terlebih dahulu dilakukan kajian awal terkait
parameter-parameter

Penentuan parameter didasarkan pada tinjauan pustaka, wawancara kepada ahli,


dan penyesuaian terhadap kondisi aktual yang terjadi di Kecamatan Biringkanaya,
Tamalanrea, Manggala, Rappocini, dan Tamalate yang diketahui melalui
obeservasi lapangan. Adapun parameter tersebut yaitu: dekat dengan sarana
pendidikan (C1); dekat dengan sarana kesehatan (C2); dekat dengan sarana
ekonomi (C3); dekat dengan pusat kegiatan (C4); berada di wilayah padat penduduk
(C5); tersedia jalur pejalan kaki dan RTH (C6); berada di jalan dengan konektivitas
tinggi (C7); dan dekat dengan pelayanan sarana transportasi umum (C8). Lebih
jelasnya mengenai parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 20.
74

Tabel 19 Daftar Parameter


Parameter Kode Sumber
Dekat dengan sarana pendidikan C1
Dekat dengan sarana kesehatan C2
Dekat dengan sarana ekonomi C3
Moreno dkk (2021), Weng dkk
Dekat dengan pusat kegiatan C4 (2019), Pozoukidou &
Berada di wilayah padat penduduk C5 Chatziyiannaki (2021), Carpio-
Pinedo dkk (2021), Gaxiola
Tersedia jalur pejalan kaki dan RTH C6
Beltran dkk (2021), Graells
Berada di jalan dengan konektivitas C7 Garrido dkk (2021)
tinggi
Dekat dengan pelayanan sarana C8
transportasi umum
Sumber: Sintesis Penulis 2023

4.3.1.2 Penilaian Perbandingan (Comparative Judgement)

Proses penilaian perbandingan dilakukan menggunakan cara (pairwise


comparison) yakni membandingkan tiap faktor atau parameter yang paling
berpengaruh terhadap masyarakat dalam melakukan aktifitas harian berupa
memenuhi kebutuhan baik itu pendidikan, kesehatan dan ekonomi hanya di
lingkungan sekitar dengan hanya berjalan kaki atau bersepeda. Perbandingan dinilai
oleh empat responden yang terbagi atas akademisi perencana kota, praktisi
perencana kota, instansi perencana kota dan responden warga. Penilaian
perbandingan dilakukan menggunakan matriks perbandingan berpasangan.
Akumulasi penilaian perbandingan berpasangan terhadap keempat responden dapat
dilihat pada Tabel 20 berikut ini:

Tabel 20 Matriks Akumulasi Penilaian Perbandingan Parameter


Parameter C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8
C1 1,00 2,81 1,29 0,71 2,24 0,52 1,02 0,36
C2 0,36 1,00 1,03 0,85 0,96 0,38 0,58 0,32
C3 0,77 0,97 1,00 2,78 2,14 0,49 0,90 0,28
C4 1,40 1,17 0,36 1,00 1,65 0,20 0,51 0,67
C5 0,45 1,04 0,47 0,60 1,00 0,16 0,22 0,17
C6 1,93 2,66 2,06 4,95 6,29 1,00 1,64 0,90
C7 0,98 1,73 1,11 1,97 4,47 0,61 1,00 0,56
75

Parameter C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8
C8 2,78 3,11 3,57 1,50 5,92 1,11 1,78 1,00
Jumlah 9,68 14,50 10,88 14,37 24,67 4,46 7,65 4,27
Sumber: Penulis 2023

Nilai dalam setiap cell pada matriks didapatkan dari gabungan empat responden
dengan cara mengalikan masing-masing nilai cell dari setiap responden dalam tabel
matriks yang sama lalu dilakukan skoring dan di akar pangkat empatkan. Matriks
nilai setiap responden dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.3.1.3 Penilaian Bobot Prioritas

Berdasarkan hasil analisis maka didapatkan bobot prioritas untuk masing-masing


parameter. Bobot tersebut kemudian dilakukan combined untuk menggabungkan
skor setiap responden. Nilai bobot dapat diamati pada Tabel 21 berikut ini:

Tabel 21 Bobot Parameter


Parameter Kode Bobot
Dekat dengan sarana pendidikan C1 0,11
Dekat dengan sarana kesehatan C2 0,07
Dekat dengan sarana ekonomi C3 0,10
Dekat dengan pusat kegiatan C4 0,08
Berada di wilayah padat penduduk C5 0,04
Tersedia jalur pejalan kaki dan RTH C6 0,23
Berada di jalan dengan konektivitas tinggi C7 0,13
Dekat dengan pelayanan sarana transportasi umum C8 0,24
Jumlah 1,00
Sumber: Penulis 2023

Tabel di atas menunjukkan bahwa parameter yang paling bepengaruh terhadap


masyarakat dalam melakukan aktifitas harian berupa memenuhi kebutuhan baik itu
pendidikan, kesehatan dan ekonomi hanya di lingkungan sekitar dengan hanya
berjalan kaki atau bersepeda ialah jika wilayah tersebut tersedia dan berada dekat
dengan sarana trasportasi dan memiliki jalur pejalan kaki. Parameter pelayanan
transportasi memiliki bobot 0,24 dari nilai maksimal 1 atau memiliki bobot 24%
dari nilai maksimal 100% dan parameter ketersediaan jalur pejalan kaki memiliki
76

bobot 0,23 dari nilai maksimal 1 atau memiliki bobot 23% dari nilai maksimal
100% yang menandakan 2 parameter ini merupakan nilai dominan dibandingkan
dengan parameter lain. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan utulitas prasarana
ternyata memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap keputusan masyarakat
dalam melakukan pergerakan di lingkungannya.

Kemudian parameter yang dirasa cukup penting yaitu pertama berada di jalan
dengan konektivitas tinggi dimana tingginya konektivitas jalan dapat
mempermudah opsi masyarakat dalam melakukan mobilitas menuju sarana dimana
parameter ini memiliki bobot 0,13 dari nilai maksimal 1 atau memiliki bobot 13%
dari nilai maksimal 100%, yang kedua yaitu dekatnya akses terhadap sarana
pendidikan dengan bobot 0,11 dari nilai maksimal 1 atau memiliki bobot 11% dari
nilai maksimal 100%, dan yang ketiga yaitu dekatnya akses terhadap sarana
ekonomi dengan bobot 0,10 dari nilai maksimal 1 atau memiliki bobot 10% dari
nilai maksimal 100%.

Adapun parameter yang dirasa tidak terlalu penting yaitu pertama berada dekat
dengan pusat kegiatan dimana parameter ini memiliki bobot 0,08 dari nilai
maksimal 1 atau memiliki bobot 8% dari nilai maksimal 100%, kedua yaitu
dekatnya akses pada sarana kesehatan dimana parameter ini memiliki bobot 0,07
dari nilai maksimal 1 atau memiliki bobot 7% dari nilai maksimal 100%, dan
terakhir yaitu berada di wilayah padat penduduk dimana parameter ini memiliki
bobot 0,04 dari nilai maksimal 1 atau memiliki bobot 4% dari nilai maksimal 100%.

4.3.1.4 Konsistensi Logis (Logical Consistency)

Hasil penilaian yang dilakukan dalam perhitungan AHP tentunya perlu diuji apakah
bobot setiap prioritas telah valid atau belum. Pengujian validitas dari setiap faktor
dilakukan melalui indeks konsistensi dan rasio konsistensi yang dapat dilihat pada
Persamaan 1-3 berikut ini (Saaty, 1990);

 maks = (ƩC1 x Bobot C1) +…..+ ( ƩCn x Bobot Cn) ................................. (1)
CI = ( maks – n)/(n-1) ........................................................................................ (2)
RI = 1,41
77

CR = CI/RI ...................................................................................................... (3)

Keterangan:
CI = Indeks konsistensi (consistency index)
RI = Rasio Indek jumlah parameter (1,41)
CR = Rasio konsistensi (consistency ratio)
N = Jumlah parameter

Setelah dilakukan uji konsistensi dengan jumlah parameter sebanyak 8 maka


didapatkan hasil yaitu 0,04. Hasil dari penilaian bobot dapat dikatakan konsisten
apabila hasil dari rasio konsistensinya kurang dari 0,1 atau 10%. Jika dilihat dari
hasil penilaian responden yang telah dilakukan uji konsistensi di atas, nilai tersebut
di bawah dari 0,1 atau 10%, dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil data
valid dan konsisten.

4.3.1.5 Menggambil Keputusan

Setelah dilakukan uji validasi dari penilaian maka didapatkan parameter


prioritas/determinan dan bobot yang dibutuhkan dalam melihat gambaran eksisting
kawasan suburban Kota Makassar dalam menerapkan konsep 15 minute city
berdasarkan parameter determinan yang ada. Pengambilan keputusan kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan teknik analisis Network Analisis (Servive Area)
dan Analisis Spasial (Hexagon grid data map). Hasil yang didapatkan dari network
analisis dan hexagon grid akan dilakukan penjumlahan secara overlay dengan bobot
hasil AHP.
78

4.3.2 Mengetahui Gambaran Eksisting Kawasan Teritorial Kota Makassar


Menerapkan Konsep 15 Minute City Berdasarkan Parameter
Determinan.

Untuk mengetahui gambaran eksisting kawasan suburban Kota Makassar dalam


menerapkan konsep 15 minute city didahului dengan membuat grid hexagon dasar
pada wilayah penelitian yang dibantu dengan fitur Tellessation pada ArcGIS 10.5.
Grid hexagon tersebut dibuat berdasarkan persebaran permukiman di wilayah
penelitian yakni Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala, Rappocini, dan
Tamalate. Fokus pengamatan dilakukan pada permukiman dikarenakan substansi
konsep 15 minute city yaitu mengupayakan kedekatan fungsi perkotaan pada ruang
lingkungan sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya di sekitar
lingkunagan tempat tinggalnya, dimana objek dari konsep ini ialah masyarakat dan
tempat tinggal masyarakat. Adapun peta persebaran permukiman dan grid hexagon
dasar di wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 25.

Ukuran sisi grid hexagon ditetapkan menjadi 75 meter setiap sisi yang ditetapkan
berdasarkan pengamatan penulis dimana luas area yang dihasilkan hexagon tersebut
dapat diamati karakteristiknya secara jelas. Setiap grid hexagon kemudian akan
diberikan nomor khusus yang akan menjadi pembeda dan pengenal untuk setiap
grid hexagon.

Berdasarkan persebaran permukiman di wilayah penelitan yang kemudian di


gridkan, terdapat total 4.924 grid hexagon permukiman di wilayah penelitian.
Penilaian tiap grid hexagon dilakukan berdasakan karakteristik yang ada di tiap grid
hexagon dengan memperhatikan nilai parameter determinan aksesibilitas pelayanan
sarana sosial ekonomi berdasarkan konsep 15 minute city yang telah ditentukan.
Nilai setiap parameter dalam grid hexagon tersebut kemudian akan dikalkulasikan
untuk melihat karakteristik dan kawasan dengan nilai aksesibilitas sarana sosial
ekonomi paling tinggi dan rendah.
79

Gambar 25 Peta Persebaran Permukiman dan Grid Hexagon di Wilayah Penelitian


Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
80

4.3.2.1 Parameter Dekat Dengan Sarana Pendidikan (C1)

Berdasarkan data sarana pendidikan di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea,


Manggala, Rappocini, dan Tamalate yang diperoleh dari Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi 2023, dilakukan
digitasi titik setiap sekolah kemudian dilakukan Network Analisis jangkauan
pelayanan berdasarkan konsep 15 minute city. Adapun Tabel jangkauan pelayanan
dapat dilihat pada Tabel 22 dan hasil network analisis sarana pendidikan dapat
dilihat pada Gambar 19.

Tabel 22 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City

Standar Kecepatan Standar


No Radius
Barjalan Jangkauan

1 5 menit berjalan kaki 3 MPH ¼ Mil


2 15 menit berjalan kaki 3 MPH ¾ Mil
3 5 menit berkendara 12 MPH 1 Mil
4 15 menit berkendara 12 MPH 3 Mil
Sumber: Andres Duany dan Robert Steuteville, 2021

Penilaian dilanjutkan dengan mengalikan setiap harkat pada grid dengan bobot
AHP untuk kriteria jarak terhadap parameter dekat dengan sarana pendidikan yaitu
0,11 atau 11%. Dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Sarana Pendidikan


Kode Faktor Jangkauan Harkat Bobot Nilai
1/4 Mil 24 264
3/4 Mil 23 253
Dekat dengan TK
1 Mil 22 242
3 Mil 21 231
C1 11
1/4 Mil 20 220
3/4 Mil 19 209
Dekat dengan SD
1 Mil 18 198
3 Mil 17 187
81

Kode Faktor Jangkauan Harkat Bobot Nilai


1/4 Mil 16 176
3/4 Mil 15 165
Dekat dengan SMP
1 Mil 14 154
3 Mil 13 143
1/4 Mil 12 132
3/4 Mil 11 121
Dekat dengan SMA
1 Mil 10 110
3 Mil 9 99
1/4 Mil 8 88
3/4 Mil 7 77
Dekat dengan SMK
1 Mil 6 66
3 Mil 5 55
1/4 Mil 4 44
3/4 Mil 3 33
Dekat dengan SLB
1 Mil 2 22
3 Mil 1 11
Sumber: Penulis, 2023

Hasil penilaian kemudian divisualisasikan mengunakan peta. Peta penilaian grid


hexagon terhadap jarak fasilitas pendidikan dapat dilihat pada Gambar 26-29
berikut ini:
82

Gambar 26 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Pelayanan TK dan SLB


Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
83

Gambar 27 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Pelayanan TSD dan SMP
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
84

Gambar 28 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Pelayanan SMA dan SMK
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
85

Gambar 29 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Pelayanan Sarana Pendidikan
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
86

4.3.2.2 Parameter Dekat Dengan Sarana Kesehatan (C2)

Berdasarkan data sarana kesehatan di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea,


Manggala, Rappocini, dan Tamalate, dilakukan digitasi titik setiap sarana kemudian
dilakukan Network Analisis jangkauan pelayanan berdasarkan konsep 15 minute
city. Adapun Tabel jangkauan pelayanan dapat dilihat pada Tabel 24 dan hasil
network analisis sarana kesehatan dapat dilihat pada Gambar 21.

Tabel 24 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City

Standar Kecepatan
No Radius Standar Jangkauan
Barjalan

1 5 menit berjalan kaki 3 MPH ¼ Mil


2 15 menit berjalan kaki 3 MPH ¾ Mil
3 5 menit berkendara 12 MPH 1 Mil
4 15 menit berkendara 12 MPH 3 Mil
Sumber: Andres Duany dan Robert Steuteville, 2021

Penilaian dilanjutkan dengan mengalikan setiap harkat pada grid dengan bobot
AHP untuk kriteria jarak terhadap parameter dekat dengan sarana kesehatan yaitu
0,07 atau 7%. Dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Sarana Kesehatan


Kode Faktor Jangkauan Harkat Bobot Nilai
1/4 Mil 8 56
3/4 Mil 7 49
Dekat dengan puskesmas
1 Mil 6 42
3 Mil 5 35
C2 7
1/4 Mil 4 28
3/4 Mil 3 21
Dekat dengan RS
1 Mil 2 14
3 Mil 1 7
Sumber: Penulis, 2023

Hasil penilaian kemudian divisualisasikan mengunakan peta. Peta penilaian grid


hexagon terhadap jarak fasilitas kesehatan dapat dilihat pada Gambar 30-31
berikut ini:
87

Gambar 30 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
88

Gambar 31 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Pelayanan Sarana Kesehatan
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
89

4.3.2.3 Parameter Dekat Dengan Sarana Ekonomi (C3)

Berdasarkan data persebaran sarana ekonomi di Kecamatan Biringkanaya,


Tamalanrea, Manggala, Rappocini, dan Tamalate, dilakukan digitasi titik setiap
sarana kemudian dilakukan Network Analisis jangkauan pelayanan berdasarkan
konsep 15 minute city. Adapun Tabel jangkauan pelayanan dapat dilihat pada Tabel
26 dan hasil network analisis sarana ekonomi dapat dilihat pada Gambar 23.

Tabel 26 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City

Standar Kecepatan Standar


No Radius
Barjalan Jangkauan

1 5 menit berjalan kaki 3 MPH ¼ Mil


2 15 menit berjalan kaki 3 MPH ¾ Mil
3 5 menit berkendara 12 MPH 1 Mil
4 15 menit berkendara 12 MPH 3 Mil
Sumber: Andres Duany dan Robert Steuteville, 2021

Penilaian dilanjutkan dengan mengalikan setiap harkat pada grid dengan bobot
AHP untuk kriteria jarak terhadap parameter dekat dengan sarana ekonomi yaitu
0,10 atau 10%. Dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Sarana Ekonomi


Kode Faktor Jangkauan Harkat Bobot Nilai
1/4 Mil 8 80
3/4 Mil 7 70
Dekat dengan pasar
1 Mil 6 60
3 Mil 5 50
C3 10
1/4 Mil 4 40
3/4 Mil 3 30
Dekat dengan minimarket
1 Mil 2 20
3 Mil 1 10
Sumber: Penulis, 2023

Hasil penilaian kemudian divisualisasikan mengunakan peta. Peta penilaian grid


hexagon terhadap jarak fasilitas ekonomi dapat dilihat pada Gambar 32-33 berikut
ini:
90

Gambar 32 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Pelayanan Pasar dan Minimarket
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
91

Gambar 33 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Pelayanan Sarana Ekonomi
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
92

4.3.2.4 Parameter Dekat Dengan Pusat Kegiatan (C4)

Berdasarkan data Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Makassar terdapat
beberapa pusat kegiatan di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala,
Rappocini, dan Tamalate, dilakukan digitasi titik setiap sarana kemudian dilakukan
Network Analisis jangkauan pelayanan berdasarkan konsep 15 minute city. Adapun
Tabel jangkauan dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City

Standar Kecepatan Standar


No Radius
Barjalan Jangkauan

1 5 menit berjalan kaki 3 MPH ¼ Mil


2 15 menit berjalan kaki 3 MPH ¾ Mil
3 5 menit berkendara 12 MPH 1 Mil
4 15 menit berkendara 12 MPH 3 Mil
Sumber: Andres Duany dan Robert Steuteville, 2021

Penilaian dilanjutkan dengan mengalikan setiap harkat pada grid dengan bobot
AHP untuk kriteria jarak terhadap parameter dekat dengan pusat kegiatan yaitu 0,08
atau 8%. Dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Pusat Kegiatan


Kode Faktor Jangkauan Harkat Bobot Nilai
1/4 Mil 4 32
3/4 Mil 3 24
C4 Dekat dengan pusat kegiatan 8
1 Mil 2 16
3 Mil 1 8
Sumber: Penulis, 2023

Hasil penilaian kemudian divisualisasikan mengunakan peta. Peta penilaian grid


hexagon terhadap jarak pusat kegiatan dapat dilihat pada Gambar 34 berikut ini:
93

Gambar 34 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Jangkauan Pusat Kegiatan
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
94

4.3.2.5 Parameter Berada di Wilayah Padat Penduduk (C5)

Berdasarkan data BPS Kota Maklassar tentang persebaran penduduk dan kepadatan
penduduk di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala, Rappocini, dan
Tamalate, dilakukan digitasi pengimputan nilai kepadatan penduduk pada setiap
kelurahan yang berada pada wilayah penelitian kemudian dilakukan di klasifikasi
kepadatan penduduk berdasarkan SNI 03-1733-2004. Adapun klasifikasi kepadatan
penduduk berdasarkan SNI 03-1733-2004 dapat dilihat pada Table 30.

titik setiap sarana kemudian dilakukan Network Analisis jangkauan pelayanan


berdasarkan konsep 15 minute city. Adapun Tabel jangkauan dapat dilihat pada
Tabel 30.

Tabel 30 Klasifikasi Kepadatan Penduduk Berdasarkan SNI 03-1733-2004


No Kepadatan Penduduk Klasifikasi
1 >400 Jiwa/Ha Sangat Tinggi
2 201-400 Jiwa/Ha Tinggi
3 151-200 Jiwa/Ha Sedang
4 <150 Jiwa/Ha Rendah
Sumber: SNI 03-1733-2004

Penilaian dilanjutkan dengan mengalikan setiap harkat pada grid dengan bobot
AHP untuk kriteria jarak terhadap parameter berada di wilayah padat penduduk
yaitu 0,04 atau 4%. Dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Wilayah Padat Penduduk


Kode Faktor Klasifikasi Harkat Bobot Nilai
Sangat Tinggi 4 16

Berada pada wilayah Padat Tinggi 3 12


C5 4
Penduduk Sedang 2 4
Rendah 1 4
Sumber: Penulis, 2023

Hasil penilaian kemudian divisualisasikan mengunakan peta. Peta penilaian grid


hexagon terhadap wilayah padat penduduk dapat dilihat pada Gambar 35 berikut
ini:
95

Gambar 35 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Wilayah Padat Penduduk
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
96

4.3.2.6 Tersedianya Jalur Pejalan Kaki dan RTH (C6)

Berdasarkan RTRW Kota Makassar terdapat beberapa ruang terbuka berupa taman,
lapangan, maupun jalur hijau di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala,
Rappocini, dan Tamalate, kemudian dilakukan digitasi persebarannya dan
dilakukan Buffer untuk mengetahui jangkaun RTH dan jalur pejalan kaki dengan
rentan jarak tertentu. Adapun rentan jarak yang digunakan penulis dilihat pada
Tabel 32.

Tabel 32 Radius Ketersediaan Jalur Pejalan Kaki dan RTH

No Faktor Standar Kecepatan Barjalan

Tersedia jalur Jika pada unit grid telah tersedia taman pada jarak ≤50m.
1
pejalan kaki
Jika pada unit grid telah tersedia taman pada jarak 50-100m.

Berada dekat Jika pada unit grid telah tersedia taman pada jarak ≤50m.
2
dengan RTH Jika pada unit grid telah tersedia taman pada jarak 50-100m.
Sumber: Penulis, 2023

Penilaian dilanjutkan dengan mengalikan setiap harkat pada grid dengan bobot
AHP untuk kriteria jarak terhadap parameter dekat dengan sarana ekonomi yaitu
0,23 atau 23%. Dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Jalur Pejalan Kaki dan RTH
Kode Faktor Klasifikasi Harkat Bobot Nilai
50 m 4 92
Tersedia jalur pejalan kaki
100 m 3 69
C6 23
50 m 2 46
Berada dekat dengan RTH
100 m 1 23
Sumber: Penulis, 2023

Hasil penilaian kemudian divisualisasikan mengunakan peta. Peta penilaian grid


hexagon terhadap jarak jalur pejalan kaki dan RTH dapat dilihat pada Gambar 36-
37 berikut ini:
97

Gambar 36 Peta Penilaian Grid Hexagon Terhadap Jangkauan Jalur Pejalan Kaki dan RTH
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
98

Gambar 37 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Jangkauan Jalur Pejalan Kaki dan RTH
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
99

4.3.2.7 Parameter Berada di Jalan Dengan Konektivitas Jalan Tinggi (C7)

Berdasarkan data jaringan jalan Kota Makassar dalam RTRW Kota Makassar,
dilakukan pengolahan menggunakan DepthamapX dan didapatkan ruas-ruas jalan
yang memiliki tingkat konektivitas tinggi di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea,
Manggala, Rappocini, dan Tamalate, persebaran ruas-ruas konektivitas jaringan
jalan dapat dilihat pada Gambar 17. Adapun interval tingkat konektivitas jalan
dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34 Interval Tingkat Konektivitas Jaringan Jalan

No Faktor Interval Tingkat Konektivitas

6-9 (Sangat Tinggi)


4-5 (Tinggi)
1 Konektivitas Jaringan Jalan
2-3 (Sedang)
0-1 (Rendah)
Sumber: Penulis, 2023

Penilaian dilanjutkan dengan mengalikan setiap harkat pada grid dengan bobot
AHP untuk kriteria jarak terhadap paramer konektivitas jaringan jalan yaitu 0,13
atau 13%. Dapat dilihat pada Tabel 35.

Tabel 35 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Konektivitas Jaringan Jalan


Kode Faktor Klasifikasi Harkat Bobot Nilai
Sangat Tinggi 4 52

Berada di jalan dengan Tinggi 3 39


C7 13
konektivitas tinggi Sedang 2 26
Rendah 1 13
Sumber: Penulis, 2023

Hasil penilaian kemudian divisualisasikan mengunakan peta. Peta penilaian grid


hexagon terhadap tingkat konektivitas jaringan jalan dapat dilihat pada Gambar 38
berikut ini:
100

Gambar 38 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Konektivitas Jaringan Jalan
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
101

4.3.2.5 Parameter Dekat Dengan Pelayanan Sarana Transportasi Umum (C8)

Dalam upaya melayani pergerakan masyarakat di Kota Makassar, hadir sarana


transportasi Teman Bus yang merupakan implementasi program Buy the Service
dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia untuk pengembangan angkutan
umum di kawasan perkotaan Kota Makassar, terdiri dari 4 trayek dan melalui
wilayah penelitian di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala, Rappocini,
dan Tamalate. Adapun peta trayek pelayanan dan persebaran halte dapat dilihat
pada Gambar 24. Kemudian dilakukan Network Analisis pada setiap titik halte
berdasarkan jangkauan pelayanan berdasarkan konsep 15 minute city Tabel 36.

Tabel 36 Radius Jangkauan Berdasarkan Konsep 15 Minute City

Standar Kecepatan Standar


No Radius
Barjalan Jangkauan

1 5 menit berjalan kaki 3 MPH ¼ Mil


2 15 menit berjalan kaki 3 MPH ¾ Mil
3 5 menit berkendara 12 MPH 1 Mil
4 15 menit berkendara 12 MPH 3 Mil
Sumber: Andres Duany dan Robert Steuteville, 2021

Penilaian dilanjutkan dengan mengalikan setiap harkat pada grid dengan bobot
AHP untuk kriteria jarak terhadap parameter pelayanan sarana transportasi yaitu
0,24 atau 24%. Dapat dilihat pada Tabel 37.

Tabel 37 Klasifikasi Nilai Berdasarkan Jangkauan Sarana Transportasi


Kode Faktor Klasifikasi Harkat Bobot Nilai
1/4 Mil 4 96

Dekat dengan halte 3/4 Mil 3 72


C8 24
transportasi 1 Mil 2 48
3 Mil 1 24
Sumber: Penulis, 2023

Hasil penilaian kemudian divisualisasikan mengunakan peta. Peta penilaian grid


hexagon terhadap pelayanan sarana transportasi dapat dilihat pada Gambar 39
berikut ini:
102

Gambar 39 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Pelayanan Sarana Transportasi
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
103

4.3.2.6 Penilaian Total Parameter Aksesibilitas Pelayanan Sarana Sosial


Ekonomi Berdasarkan Konsep 15 Minute City

Penilaian total parameter aksesibilitas pelayanan sarana sosial ekonomi dilakukan


untuk melihat akumulasi nilai grid hexagon sehingga akan memperoleh gambaran
eksisting kawasan suburban Kota Makassar dalam menerapkan konsep 15 minute
city. Adapun persamaan yang digunakan dalam menghitung nilai total grid hexagon
yaitu sebagai berikut:

Nilai Grid Parameter = (Harkat c1 x Bobot c1) + (Harkat c2 x Bobot c2) +


(Harkat c3 x Bobot c3) + (Harkat c4 x Bobot c4) +
(Harkat c5 x Bobot c5) + (Harkat c6 x Bobot c6) +
(Harkat c1 x Bobot c8) + (Harkat c1 x Bobot c8) ……… (4)
Keterangan:

Cn = Parameter berdasarkan Tabel 20.

Setelah didapatkan nilai akhir grid hexagon, kemudian dilakukan klasifikasi


pemetaan tingkat aksesibilitas pelayanan sarana sosial ekonomi berdasarkan konsep
15 Minute City dari nilai total parameter yang berada dalam grid hexagon. Adapun
klasifikasi dilakukan dengan Natural Breaks pada ArcGIS 10.5 seperti Tabel 38
beriut ini:

Tabel 38 Klasifikasi Nilai Total Parameter Tingkat Aksesibilitas Sarana Sosial


Ekonomi
No Klasifikasi Nilai
1 Sangat Rendah 17-289
2 Rendah 290-669
3 Sedang 670-930
4 Tinggi 931-1062
5 Sangat Tinggi 1063-1322
Sumber: Penulis, 2023

Tingkat aksesibilitas pelayanan sarana sosial ekonomi di kawasan suburban Kota


Makassar berdasarkan parameter determinan dapat dilihat pada Gambar 40
berikut:
104

Gambar 40 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Aksesibilitas Sarana Sosial Ekonimi Berdasar Parameter Determinan
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
105

Dari peta penilain total grid hexagon terhadap aksesibilitas sarana sosial ekonomi
berdasarkan parameter determinan yang diamati karakteristiknya pada persebaran
permukiman diperoleh data pada Tabel 39 berikut ini:

Tabel 39 Klasifikasi Nilai Total Parameter Tingkat Aksesibilitas Sarana Sosial


Ekonomi

Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas Sarana


Sosial Ekonomi Total
Kecamatan Kelurahan
Grid
Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
Bulurokeng 27 20 41 0 1 89
Daya 5 2 38 34 37 116
Pai 34 29 30 139 12 244
Kec.
Paccerakang 40 8 116 228 83 475
Biringkanaya
Sudiang 48 6 111 119 6 290
Sudiang Raya 4 1 70 195 42 312
Untia 24 0 0 0 0 24
Total Grid 182 66 406 715 181 1550
Antang 5 1 103 129 6 244
Bangkala 2 0 5 156 35 198
Kec. Batua 18 70 21 11 0 120
Manggala Borong 0 0 0 66 30 96
Manggala 5 19 76 39 1 140
Tamangapa 34 8 12 108 162
Total Grid 64 98 217 509 72 960
Ballaparang 0 0 3 12 24 39
Banta-Bantaeng 0 0 0 28 71 99
Bonto Makkio 4 3 0 1 23 31
Buakana 0 0 0 3 48 51
Kec. Gunung Sari 24 0 10 114 117 265
Rappocini Karunrung 0 0 11 24 37 72
Kassi-Kassi 0 0 0 26 47 73
Mappala 0 0 0 0 28 28
Rappocini 0 0 1 3 26 30
Tidung 9 0 0 3 59 71
Total 37 3 25 214 480 759
Bira 73 25 13 0 0 111
Kec. Kapasa 11 25 44 41 5 126
Tamalanrea Parang Loe 29 12 0 0 0 41
Tamalanrea 0 0 0 59 142 201
106

Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas Sarana


Sosial Ekonomi Total
Kecamatan Kelurahan
Grid
Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
Tamalanrea Indah 22 2 22 60 28 134
Tamalanrea Jaya 2 0 5 101 31 139
Total Grid 137 64 84 261 206 752
Balang Baru 0 0 0 45 29 74
Barombong 24 56 0 0 0 80
Bongaya 0 0 0 16 19 35
Jongaya 0 0 0 17 38 55
Kec. Maccini Sombala 3 0 61 22 1 87
Tamalate Mangasa 0 0 0 85 24 109
Mannuruki 0 0 0 26 54 80
Pa'baeng-Baeng 0 0 1 44 19 64
Parang Tambung 0 0 1 98 37 136
Tanjung Merdeka 10 151 16 6 0 183
Total Grid 37 207 79 359 221 903
Total Jumlah Grid 457 438 811 2058 1160 4924
Persentase Jumlah Grid 9,3% 8,9% 16,5% 41,8% 23,5%
Sumber: Penulis, 2023

Berdasarkan tabel diatas total grid hexagon di Kec. Biringkanaya yaitu sebanyak
1550 grid, Kec. Manggala yaitu sebanyak 960 grid, Kec. Rappocini yaitu sebanyak
759 grid, Kec. Tamalanrea yaitu sebanyak 752 grid, dan Kec Tamalate yaitu
sebanyak 903 grid, ini menunjukkan bahwa persebaran penduduk cukup luas di
Kec. Biringkanaya hal ini sesui dimana pada wilayah penelitian Kec. Biringkanaya
merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk yang paling tinggi. Adapun dari
total 4924 grid terdapat 457 grid dengan klasifikasi sangat rendah yang tersebar di
5 kecamatan dimana Kec. Biringkanaya dan Tamalanrea memiliki grid sagat rendah
terbanyak yaitu 182 grid dan 137 grid, dimana Kel. Sudiang merupakan kelurahan
dengan nilai grid sangat rendah terbanyak yaitu 48 grid. Dan terdapat 1160 hexagon
dengan klasifikasi sangat tinggi yang tersebar di 5 kecamatan dimana Kec.
Rappocini dan Tamalate memiliki grid sagat tinggi terbanyak yaitu 480 grid dan
221 grid, dimana Kel. Gunung Sari merupakan kelurahan dengan nilai grid sangat
tinggi terbanyak yaitu 117 grid. Adapun lebih jelasnya mengenai klasifikasi di
setiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar 41-42 berikut ini:
107

Gambar 41 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Aksesibilitas Sarana Sosial Ekonimi Berdasar Parameter Determinan di
Kec. Biringkanaya dan Tamalanrea
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
108

Gambar 42 Peta Penilaian Total Grid Hexagon Terhadap Aksesibilitas Sarana Sosial Ekonimi Berdasar Parameter Determinan di
Kec. Manggala, Rappocini, dan Tamalate
Sumber: Ilustrasi oleh Penulis, 2023
109

4.3.3 Mengetahui Arahan Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Sarana


Sosial Ekonomi Berdasarkan Konsep 15 Minute City Di Kawasan
Suburban Kota Makassar

Setelah mengetahui nilai aksesibilitas pelayanan sarana sosial ekonomi di kawasan


suburban Kota Makassar, maka selanjutnya adalah penentuan arahan. Arahan
dibagi menjadi 2 fokus dimana kawasan dengan nilai aksesibilitas pelayanan rendah
dan sangat rendah akan difokuskan dengan arahan yang berkaitan dengan
ketersediaan dan jangkaun pelayanan sarana dengan memperhatikan indikator dari
parameter pelayanan 15 minute city. Sedangkan untuk daerah dengan nilai
aksesibilitas tinggi dan sangat tinggi akan difokuskan dengan arahan yang berkaitan
dengan peningkatan aksesibilitas dengan memperhatikan indikator dari parameter
aksesibilitas.

4.3.3.1 Sentralisasi dan Pemerataan Pelayanan Sarana Sosial Ekonomi


Menurut nilai aksesibilitas pelayanan sarana di wilayah penelitian, ditemukan
disparitas pelayanan sarana yang cenderung tidak merata pada wilayah terluar
kawasan suburban Kota Makassar, dimana terdapat wilayah yang secara nilai
sangat tinggi dan sangat rendah. Dalam tahapan analisis bahkan ditemukan
banyaknya wilayah permukiman dan komunitas masyarakat yang tidak terlayani
sama sekali. Hal ini berakibat arus mobilitas antar kawasan akan sangat tinggi
dikarenakan masyarakat tentu akan melakukan pergerakan ke arah wilayah yang
dapat memenuhi kebutuhannya serta memiliki pelayanan sarana yang lebih baik.
Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan dan pemerataan pelayanan sarana
sosial ekonomi, dimana pengadaan sarana harus dilakukan secara tersebar merata
dan tidak hanya terfokus pada wilayah-wilayah tertentu saja. Hal ini bertujuan agar
ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan dalam melakukan mobilitas
berkurang dan mobilitas pergerakan penduduk yang awalnya cenderung bergerak
dalam lingkup kota akan mengecil pada kawasan lingkungan dalam hal ini
kecamatan. Sentralisasi pelayanan sarana sosial ekonomi juga betujuan agar hadir
pusat-pusat kegiatan baru di setiap wilayah kecamatan nantinya. Serta pengadaan
sarana sosial ekonomi juga tentu harus memperhatikan aspek aksesibilitas dimana
setiap setiap sarana harus dapat dijangkau minimal 5 menit berjalan kaki dan
110

maksimal 15 menit saat bersepeda. Fokus dari sentralisasi dan pemerataan


pelayanan yaitu wilayah-wilayah yang memiliki nilai grid hexagon rendah dan
sangat rendah yaitu sebanyak 457 grid dengan nilai sangat rendah dan 438 grid
dengan nilai rendah atau total 18,2% dari seluruh total grid yang ada. Adapun skema
pemerataan pelayanan sarana sosial ekonomi dapat dilihat pada Gambar 43
berikut:

Gambar 43 Ilustrasi Sentralisasi dan Pemerataan Pelayanan Sarana


Sosial Ekonomi
Sumber: Carlos Pisano, 2020; Di Ilustrasi Ulang Penulis, 2023

4.3.3.2 Peningkatan Konektivitas Jalur Pejalan Kaki dan RTH Lingkungan


Arahan kedua yaitu peningkatan konektivitas lingkungan dalam hal ini konektivitas
pada wilayah lingkup kecamatan. Dimana berdasarkan hasil pembobotan parameter
ditemukan bahwa parameter determinan atau yang sangat berpengaruh terhadap
aksesibilitas sarana sosial ekonomi yaitu ketersediaan jalur pejalan kaki dan ruang
terbuka. Tidak adanya jalur pejalan kaki di sebagian besar wilayah penelitian dan
tingginya nilai parameter ini menunjukkan bahwa konektivitas lingkungan dalam
wilayah penelitian sangatlah rendah dimana ruang-ruang perkotaan di rancang tidak
berorientasi pada pejalan kaki seingga ketergantungan terhadap penggunaan
kendaraan sangat tinggi walaupun jangkauan pelayanan sarana telah terpenuhi
dalam wilayahnya. Pembangunan jalur pejalan kaki seharusnya aktif dilakukan
sehingga sarana-sarana yang ada dapat terkonek dalam lingkup kecamatan dan
memudahkan akses masyarakat ke sarana. Hadirnya ruang terbuka hijau seperti
taman maupun lapangan juga sangatlah penting sebagai pusat tarikan mobilitas
masyarakat ataupun sebagai tempat interaksi dan terkoneknya komunitas-
komunitas masyarakat di lingkungan kecamatan.
111

Gambar 44 Ilustrasi Konsep Konektivitas Jalur Pejalan Kaki dan RTH


Lingkungan
Sumber: Midjourney AI Rendering; Ilustrasi Penulis, 2023

Adapun skema konektivitas jalur pejalan kaki serta RTH dapat dilihat pada
Gambar 45 berikut:

Gambar 45 Ilustrasi Peningkatan Konektivitas Jalur Pejalan Kaki dan RTH


Lingkungan
Sumber: Carlos Pisano, 2020; Di Ilustrasi Ulang Penulis, 2023

4.3.3.3 Pemodelan Hirarki Pelayanan Transportasi Lingkup Lokal Maupun


Kota
Transportasi merupakan instrument penting dalam perekonomian kota dan
merupakan parameter paling berpengaruh kedua terhadap aksesibilitas pelayanan
sarana sosial ekonomi, parameter transportasi sangatlah penting dikarenakan skala
pelayanan dan desain perkotaan Kota Makassar terfokus pada pelayanan skala kota
112

dan cenderung berorientasi pada pergerakan dengan menggunakan kendaraan.


Dalam konsep 15 minute city, transportasi memegang peranan yang sangat penting
dalam penghubung suatu lingkungan, dimana sistem transportasi dirancang sebagai
penghubung antar lingkungan lokal, dan berokus pada cakupan pelayanan kota.
Adapun selain berfokus pada pelayanan skala makro, tentu harus hadir juga dalam
skala mikro pada lingkungan masyarakat, dimana perlunya pemodelan hirarki
pelayanan transportasi yang saling terintegrasi. Sistem transportasi bisa
mengimplementasikan TOD (Transit Oriented Development) dimana adanya
penentuan lokasi khusus pada setiap wilayah kecamatan yang akan menjadi tempat
khusus pengembangan TOD, pusat TOD ini yang kemudian yang akan
dihubungkan dengan pusat TOD di kecamatan lain sehingga membentuk suatu
simpul pelayanan transportasi. Selain itu dirasa perlu hadirnya feeder pada skala
lingkungan kecamatan dikarenakan lingkup kecamatan di kawasan suburban Kota
Makassar dirasa cukup luas sehingga hal ini jugalah yang banyak membuat
pelayanan sarana sosial ekonomi tidak dapat dijangkau dalam kurun waktu 15
menit, atau fokus peningkatan pelayanan transportasi dapat difokuskan pada
pembangunan jalur-jalur sepeda pada lingkungan lokal kecamatan sehingga dalam
pemenuhan kebutuhannya masyarakat dapat melakukan mobilitas dengan berjalan
kaki, bersepeda, ataupun menggunakan feeder untuk terhubung pada kawasan
pelayanan laiinya. Adapun skema pemodelan hirarki pelayanan sarana transportasi
dapat dilihat pada Gambar 46 berikut:

Gambar 46 Ilustrasi Pemodelan Hirarki Pelayanan Sarana Transportasi


Sumber: Carlos Pisano, 2020; Di Ilustrasi Ulang Penulis, 2023
113

4.3.3.4 Implementasi Ruang Multifungsi dan Arahan Pembangunan


Bangunan Multifungsi
Bangunan multifungsi (Mixed Use Building) merupakan bangunan yang
diperuntukkan dan digunakan untuk berbagai macam keperluan, menggabungkan
berbagai fungsi berbeda menjadi suatu kesatuan sehingga mengefisiensikan ruang
dalam pembangunan serta efisien dalam lingkup pelayanan sarana. Secara umum
banyak bangunan di Kota Makassar mengadopsi retail-residential dimana gedung-
gedung yang tersebar di pusat Kota Makassar merupakan kombinasi antara
perdagangan dengan tempat tinggal. Adapun dalam arahan ini implementasi
bangunan multifungsi didorong dalam skala besar berupa residential-commercial
dan institutional-residential dimana lingkup bangunan campuran bukan pada skala
bangunan individu melainkan suatu kesatuan permukiman dan sarana yang lebih
besar sehingga aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya dapat
terpenuhi dalam lingkup yang lebih kecil.

Gambar 47 Ilustrasi Konsep Ruang dan Bangunan Multifungsi


Sumber: Midjourney AI Rendering; Ilustrasi Penulis, 2023

Selain itu implementasi ruang multifungsi juga dapat dilakukan pada wilayah-
wilayah tertentu dalam lingkup kecamatan, seperti halnya car free day yang
mengadopsi perubahan fungsi ruang pada waktu-waktu tertentu. Pada implementasi
ruang multifungsi akan menjadi pusat-pusat kegiatan baru di setiap kecamatan,
114

akan menghidupkan komunitas lokal dan terbukanya ruang-ruang baru yang dapat
mengakomodasi kegiatan-kegiatan sosial dan ekonomi di lingkup lokal. Adapun
skema implementasi ruang dan bangunan multifungsi dapat dilihat pada Gambar
48 berikut:

Gambar 48 Ilustrasi Implementasi Ruang dan Bangunan Multifungsi


Sumber: Carlos Pisano, 2020; Di Ilustrasi Ulang Penulis, 2023
115

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dari pertanyaan penelitian, dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:

1. Parameter-parameter yang berpengaruh teradap masyarakat dalam melakukan


aktifitas harian berupa memenuhi kebutuhan baik itu pendidikan, kesehatan
dan ekonomi hanya di lingkungan sekitar dengan berjalan kaki atau bersepeda
ialah (1) Dekat dengan pelayanan sarana transportasi umum memberikan
pengaruh sebesar 24%, (2) Tersedia jalur pejalan kaki dan RTH memberikan
pengaruh sebesar 23%, (3) Berada di jalan dengan konektivitas tinggi
memberikan pengaruh sebesar 13%, (4) Dekat dengan sarana pendidikan
memberikan pengaruh sebesar 11%, (5) Dekat dengan sarana ekonomi
memberikan pengaruh sebesar 10%, (6) Dekat dengan pusat kegiatan
memberikan pengaruh sebesar 8%, (7) Dekat dengan sarana kesehatan umum
memberikan pengaruh sebesar 7%, (8) Berada di wilayah padat penduduk
memberikan pengaruh sebesar 4%. Diketaui bahwa yang menjadi parameter
determinan ataupun parameter yang paling berpengaruh teradap akaseibilitas
sarana sosial ekonomi di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala,
Rappocini, dan Tamalate yaitu dekat dengan pelayanan sarana transportasi, dan
yang memiliki pengaruh tidak signifikan yaitu berada di wilayah padat
penduduk.

2. Berdasarkan hasil pemetaan eksisting kawasan suburban Kota Makassar


teradap parameter aksesibilitas pelayanan sarana sosial ekonomi diperoleh total
457 grid hexagon dengan nilai sangat rendah dimana Kec. Biringkanaya
sebanyak 182 grid, Kec. Manggala sebanyak 64 grid, Kec Rappocini sebanyak
37 grid, Kec Tamalanrea sebanyak 137 grid, Kec. Tamalate sebanyak 37 grid.
438 grid hexagon dengan nilai rendah dimana Kec. Biringkanaya sebanyak 66
grid, Kec. Manggala sebanyak 98 grid, Kec Rappocini sebanyak 3 grid, Kec
Tamalanrea sebanyak 64 grid, Kec. Tamalate sebanyak 207 grid. 811 grid
hexagon dengan nilai sedang dimana Kec. Biringkanaya sebanyak 406 grid,

115
116

Kec. Manggala sebanyak 217 grid, Kec Rappocini sebanyak 25 grid, Kec
Tamalanrea sebanyak 84 grid, Kec. Tamalate sebanyak 79 grid. 2058 grid
hexagon dengan nilai tinggi dimana Kec. Biringkanaya sebanyak 715 grid,
Kec. Manggala sebanyak 509 grid, Kec Rappocini sebanyak 214 grid, Kec
Tamalanrea sebanyak 261 grid, Kec. Tamalate sebanyak 359 grid. 1160 grid
hexagon dengan nilai sangat rendah dimana Kec. Biringkanaya sebanyak 181
grid, Kec. Manggala sebanyak 72 grid, Kec Rappocini sebanyak 480 grid, Kec
Tamalanrea sebanyak 206 grid, Kec. Tamalate sebanyak 221 grid. Dimana
kecamatan dengan nilai grid sangat tinggi terbanyak yaitu Kec. Rappocini dan
kecamatan dengan nilai grid sangat rendah terbanyak yaitu Kec. Biringkanaya.
3. Arahan penataan sarana sosial ekonomi untuk meningkatkan aksesibilitas
masyarakat terhadap sarana di kawasan suburban Kota Makassar diberikan
berdasarkan pertimbangan nilai eksisting wilayah berdasarkan parameter-
parameter yang telah ditentukan. Dimana arahan yang diberikan yaitu (1)
sentralisasi dan pemerataan pelayanan sarana sosial ekonomi, (2) peningkatan
konektivitas jalur pejalan kaki dan rth lingkungan, (3) pemodelan hirarki
pelayanan transportasi lingkup lokal maupun kota, (4) implementasi ruang
multifungsi dan arahan pembangunan bangunan multifungsi.

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan terkait penelitian ini adalah:

1. Hasil pada penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam perumusan
diagram skema pelayanan lingkungan kota 15 menit di Kota Makassar.
2. Lingkup penelitian ini yaitu skala kota dan makro sehingga pada penelitian-
penelitian selanjutnya dapat menjadikan parameter-parameter dalam penelitian
ini sebagai fokus pembentukan arahan dalam skala lebih mikro.
3. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan spasial
keruangan dimana sampel penentuan parameter cukup terbatas berdasarkan
subjektivitas ahli, sehingga pada penelitian selanjutnya yang lebih mikro dapat
menggunakan pendekatan yang lebih dalam dengan pendekatan langsung
dengan responden masyarakat yang lebih luas.

116
117

DAFTAR PUSTAKA

Adrian, Kevin. (2020). Memahami Epidemiologi dan Istilah-istilahnya. https://


www.alodokter.com/memahami-epidemiologi-dan-istilah-istilahnya.

Badan Pusat Statistik Kota Makassar. (2023). Kota Makassar dalam Angka
Tahun 2023. Makassar.

Badan Pusat Statistik Kota Makassar. (2023). Kecamatan Biringkanaya dalam


Angka Tahun 2019-2023. Makassar.

Badan Pusat Statistik Kota Makassar. (2023). Kecamatan Manggala dalam Angka
Tahun 2019-2023. Makassar.

Badan Pusat Statistik Kota Makassar. (2023). Kecamatan Rappocini dalam Angka
Tahun 2019-2023. Makassar.

Badan Pusat Statistik Kota Makassar. (2023). Kecamatan Tamalanrea dalam


Angka Tahun 2019-2023. Makassar.

Badan Pusat Statistik Kota Makassar. (2023). Kecamatan Tamalate dalam Angka
Tahun 2019-2023. Makassar.

Connolly, C., Ali, S.H., Keil, R. (2020). On the relationships between COVID-19
and extended urbanization. Sage Journals Dialogues in Human Geography.
10 (2): 213–216.

Connolly, C., Keil, R., Ali, S.H. (2020). Extended urbanisation and the spatialities
of infectious disease: demographic change, infrastructure and governance.
Sage Journals Urban Studies. https://doi.org/10.1177/0042098020910873.

Duany, Andres dan Robert Steuteville. (2021). Defining the 15-minute city.
https://www.cnu.org/publicsquare/2021/02/08/defining-15-minute-city.

Ghiffari, Rizki Adriadi. (2020). Dampak Populasi Dan Mobilitas Perkotaan


Terhadap Penyebaran Pandemi Covid-19 Di Jakarta. Jurnal Tunas Geografi.
9(1): 81-88.

Hafidh, Aula Ahmad. (2016). Fenomena Kemiskinan Perkotaan (Urban Poverty)


Di Yogyakarta : Suatu Kajian Struktur Dan Respons Kebijakan. LPPM UNY.
http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/30973

Hardani, dkk. (2020). Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif .Yogyakarta:


CV.Pustaka Ilmu Grup

Herdianti, Septi and , Drs. Priyono, M.Si. (2019). Analisis Migrasi Risen
berdasarkan Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 di
118

Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Skripsi thesis, Universitas


Muhammadiyah Surakarta.

Herriges, Daniel. (2019). 7 Rules for Creating "15-Minute Neighborhoods".


https://www.strongtowns.org/journal/2019/9/6/7-rules-for-creating-15-
minute-neighborhoods.

Leanage, Neluke dan Pierre Filion. (2020). Can the 15-Minute Walking City Save
Intensification Hubs In and Beyond The Covid-19 Pandemic?. Symposium
School of Planning. 18 Agustus 2020: 1-40.

Mantra. (2008). Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mutiarazani, Nanda. (2020). Analisis Lokasi Potensial Sekolah Dasar Yang Mendukung
Penerapan Sistem Zonasi Di Kota Makassar (Studi Kasus: Kecamatan Makassar,
Panakukkang, Dan Manggala).Skripsi. Tidak diterbitkan. Makassar: Universitas
Hasanuddin.

Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Makassar 2015 – 2034

Peraturan Walikota Makassar Nomor 55 Tahun 2021 tentang Penetapan Rencana


Strategis Perangkat Daerah Tahun 2021-2026 Dinas Ketenagakerjaan Kota
Makassar

Pisano, Carlo. (2020). Strategies for Post-COVID Cities: An Insight to Paris En


Commun and Milano 2020. Sustainability Journal. 12(15): 5883.

Pozoukidou, Georgia dan Zoi Chatziyiannaki. (2021). Decomposing the New


Urban Planning Eutopia. Sustainability Journal. 13, 928.
https://doi.org/10.3390/ su13020928

Prianka, Meika Dedy dan Eppy Yuliani. (2017). Analisis Tingkat Jangkauan
Pelayanan Pengembangan Minimarket Di Koridor Jalan Terhadap Perilaku
Konsumen. Jurnal Planologi. 14(1): 75-88.

Purnama, Emha. S. (2018). Penentuan Lokasi Potensial Transit Oriented


Development di Kota Makassar. Skripsi. Tidak diterbitkan. Makassar:
Universitas Hasanuddin.

Santoso, Budi Imam. (2019). Mobilitas Penduduk Dan Faktor -Faktor Penyebab
Terjadinya Mobilitas Di Desa Lebo Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang.
(Publikasi No. 7101416061). Under Graduates thesis, UNNES.
http://lib.unnes.ac.id/id/eprint/38075

Sarkar, S., K., Ekram, K., M., M., dan Das, P., C., (2021) Spatial Modeling of
COVID-19 Transmission in Bangladesh. Korean Spatial Information Society.
https://doi.org/10.1007/s41324-021-00387-5.
119

Smith, M.K. (2011). Neighborhoods and regeneration: Theory, practice, issues. In


The Encyclopaedia of Informal Education; INFED: London, UK
https://infed.org/mobi/neighborhoods-and-regeneration-theory-practice-
issues/.

SNI 03-1733-2004 Tentang Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di


perkotaan

Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung :


Alfabeta

Tamin, O. Z. (1994). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung. ITB.

__________. (1997). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung. ITB.

Tjiptono, Fandy. (2014), Pemasaran Jasa –Prinsip, Penerapan, dan Penelitian, Andi
Offset, Yogyakarta.

Universitas Gadjah Mada. (2020). Rembug Pageblug Dampak, Respons dan


Konsekuensi Pandemi Covid-19 Dalam Dinamika Wilayah. Badan Penerbit
Fakultas Geografi (BPFG) Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wunas, S. (2011). Kota Humanis. Surabaya: Brilian Internasional.

Zeng, C., Jiajia Z., Zhenlong, L., Xiaowen, S., Bankole, O.,, Sharon, W., dan
Xiaoming, L., (2021). Spatial Temporal Relationship Between Population
Mobility and COVID-19 Outbreaks in South Carolina: A time series
Forecasting Analysis. MedRxiv Health Sciences. https://doi.org/10.1101/2021
.01.02.21249119.
120

CURICULUM VITAE

IDENTITAS PRIBADI:
Nama : Andi Aidil Fitriawan
Tempat, Tanggal Lahir : Bone, 15 Februari 1999
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat Sekarang : Jl. Punggawa, STPP, Bontomarannu, Gowa
Departemen : Teknik Perencanaan Wilayah & Kota
NIM : D521 16 007
E-mail : aidil.fitriawan.an@gmail.com
Nomor Telepon / HP : +6281 247 789 825

PENDIDIKAN FORMAL:
Tahun Sekolah Tempat
2004 – 2010 SD Negeri 1 Namlea Kab. Buru, Maluku
2010 – 2013 SMP Negeri 1 Namlea Kab. Buru, Maluku
2013 – 2016 SMA Negeri 2 Namlea Kab. Buru, Maluku
Departemen Teknik Perencanaan Wilayah
2016 - Sekarang Kab. Gowa, Sulawesi Selatan
dan Kota, Universitas Hasanuddin

PENDIDIKAN NON FORMAL:


Tahun Pendidikan / Pelatihan Pelaksana
2016 Basic Character and Study Skill (BCSS) Fakultas Teknik, Unhas
Latihan Kepemimpinan dan Keterampilan
2016 Senat Mahasiswa FT-UH
Manajemen Tinggkat Dasar (LK2M TD)
2017 Palatihan Pemetaan Berbasis ArcGIS HMPWK FT-UH
Latihan Kepemimpinan dan Manajemen
2018 Senat Mahasiswa FT-UH
Masalah Tingakt Menengah (LKMM TM)
Pelatihan Pengadaan dan Peluang
2020 LPKN Training Center
Mendapatkan Proyek Pemerintah
121

Workshop Pemberdaaan Kompetensi Balai Kontruksi Wilayah IV


2020
Tenaga Ahli Bidang Jasa Kontruksi Makassar

ORGANISASI:
Periode Organisasi Posisi
Majelis Perwakilan Kelas SMA Negeri 2
2015 Ketua
Namlea
2015 Purna Paskibraka Indonesia Kab. Buru Anggota
Organisasi kemahasiswaan
2016 Anggota
FT-UH
2017 BU Indonesia Timur Anggota
Campus Sosial Responsibility (CSR)
2017 Anggota
FT-UH
2018 – 2019 Dewan Musyawarah HMPWK FT-UH Sekretaris

KEGIATAN PROESIONAL:
Tahun Kegiatan Posisi
Penyusunan Sistem Informasi Jaringan
2018 Surveyor
Jalan Kabupaten Takalar
Penyusunan Master Plan Jaringan Jalan
2018 Drafter
Kawasan Perkotaan Kabupaten Pinrang
Penyusunan RDTR Kawasan Industri
2020 Surveyor
Mangarabombang Kabupaten Takalar
Revisi Dokumen Dasar RDTR Kawasan
2020 Perkotaan Pattalassang Kabupaten Takalar Asisten Tenaga Ahli
Tahun 2019-2039
122

Lampiran 1
Data Persebaran Sarana Kesehatan di Wilayah Penelitian
Data Persebaran Rumah Sakit di wilayah penelitian
No Kode Nama Rumah Sakit Jenis Tipe Alamat Kecamatan
1 7371395 RSUD Kota Makassar RSUD B Jalan Perintis Kemerdekaan №14, Daya, Kec. Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90243 Kec. Biringkanaya
2 7371014 RSUD Sayang Rakyat RSUD C Jalan Pahlawan №100, Bulurokeng, Kec. Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90243 Kec. Biringkanaya
3 7371314 RSUP Dr. Tadjuddin Chalid RSU B Jalan Paccerakkang №67, Berua, Kec. Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90241 Kec. Biringkanaya
4 7371418 RSIA Malebuh Husada RSIA C Jalan Goaria №7, Sudiang, Kec. Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90552 Kec. Biringkanaya
5 7371397 RSIA Gia Lestari RSIA C Jalan Toddopuli Raya №43, Borong, Kec. Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90222 Kec. Manggala
6 7371420 RSIA Mutiara Aroepala RSIA C Jalan Tamangapa №1, Tamangapa, Kec. Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90235 Kec. Manggala
7 7371426 RS Hermina Makassar RS C Jalan Toddopuli Timur №7, Borong, Kec. Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90231 Kec. Rappocini
8 7371293 RS Islam Faisal RS B Jalan A. P. Pettarani №56, Banta-Bantaeng, Kec. Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90222 Kec. Rappocini
9 7371410 RSIA Ananda Makassar RSIA C Jalan Andi Djemma №63, Banta-Bantaeng, Kec. Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90222 Kec. Rappocini
10 7371407 RSIA Bahagia RSIA C Jalan Minasa Upa №9, Minasa Upa, Kec. Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221 Kec. Rappocini
11 7371406 RSIA Budi Mulia RSIA C Jalan NIkel №21, Balla Parang, Kec. Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 9023 Kec. Rappocini
12 7371428 RSIA Paramount RSIA B Jalan A. P. Pettarani №82, Banta-Bantaeng, Kec. Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90231 Kec. Rappocini
13 7371432 RSIA Sayang Bunda Hertasning RSIA C Jalan Letjen Hertasning №52, Tidung, Kec. Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90222 Kec. Rappocini
14 7371351 RS Luramay RS D Jalan Yusuf Daeng Ngawing №11, Tidung, Kec. Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90222 Kec. Tamalanrea
15 7371408 RS Universitas Hasanuddin RS B Jalan Perintis Kemerdekaan №10, Tamalanrea Indah, Kec. Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90245 Kec. Tamalanrea
16 7371425 RSIA Cahaya Medika RSIA C Jalan Perintis Kemerdekaan №217, Tamalanrea Indah, Kec. Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90245 Kec. Tamalanrea
17 7371413 RSIA Permata Hati RSIA C Jalan Tamalanrea №9, Tamalanrea, Kec. Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90245 Kec. Tamalanrea
18 7371325 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo RSU A Jalan Perintis Kemerdekaan №11, Tamalanrea Indah, Kec. Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90245 Kec. Tamalanrea
19 7371362 RSUD Haji Makassar RSUD B Jalan Daeng Ngeppe №14, Balang Baru, Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90224 Kec. Tamalate
20 7371041 RS Bhayangkara Makassar RS B Jalan Andi Mappaodang №63, Jongaya, Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90223 Kec. Tamalate
21 7371412 RS Wisata Universitas Indonesia Timur RS B Jalan Abdul Kadir №70, Balang Baru, Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90224 Kec. Tamalate
123

Data persebaran puskesmas di wilayah penelitian


No Puskesmas Alamat dan Nomor Telepon Kecamatan
1 Puskesmas Bulurokeng Jl. Suka Dg. Lurang II, Bulurokeng Kec. Biringkanaya Kec. Biringkanaya
2 Puskesmas Kapasa Komp. BTN Angkatan Laut Kec. Biring Kanaya Kec. Biringkanaya
3 Puskesmas Paccerakkang Jl. Poros Mangga Tiga, Paccerakkang, Biring Kanaya, Kota Makassar Kec. Biringkanaya
4 Puskesmas Sudiang Jl. Gowa Raya, Kec. Biring Kanaya Kec. Biringkanaya
5 Puskesmas Sudiang Raya Jl. Makasar Raya, Kec. Biring Kanaya Kec. Biringkanaya
6 Puskesmas Antang Jl. Antang Raya No.43, Kel. Antang, Kec. Manggala Kec. Manggala
7 Puskesmas Antang Perumnas Jl. Lasuloro Kel. Manggalo, Kec. Manggala Kec. Manggala
8 Puskesmas Bangkala Jl. Tamangapa Raya III, Kec. Manggala Kec. Manggala
9 Puskesmas Tamangapa Jl. Tamangapa Raya No.26 H, Kec. Manggala Kec. Manggala
10 Puskesmas Kassi-Kassi Jl. Tamalate I No.43, Kel. Kassi-kassi, Kec. Rappocini Kec. Rappocini
11 Puskesmas Mangasa Jl. Monumen Emmy Saelan Komp BTN M 11, Kec. Rappocini Kec. Rappocini
12 Puskesmas Minasa Upa Jl. Minasa Upa Raya No.18, Kel. Gunung Sari, Kec. Rappocini Kec. Rappocini
13 Puskesmas Antara Komp.BTN Antara Blok B No.6, Kec. Tamalanrea Kec. Tamalanrea
14 Puskesmas Bira Jl. Prof. Ir. Sutami No.128, Kec. Tamalanrea Kec. Tamalanrea
15 Puskesmas Tamalanrea Jl. Kesejahteraan Timur I BTP Blok B. Kec. Tamalanrea Kec. Tamalanrea
16 Puskesmas Tamalanrea Jaya Jl. Perintis Kemerdekaan IV No 9, Tamalanrea, Makassar Kec. Tamalanrea
17 Puskesmas Barombong Jl. Perjanjian Buangaya No.13, Kel. Barombong, Kec. Tamalate Kec. Tamalate
18 Puskesmas Jongaya Jl. Andi Tonro No.70A, Kel. Jongaya, Kec. Tamalate Kec. Tamalate
19 Puskesmas Maccini Sombala Jl. Danau Tj. Bunga No.88 Kec. Tamalate Kec. Tamalate
20 Puskesmas Tamalate Jl. Dg.Tata I (Komp.Tabaria Blok G 8 Kel. Pr Tambung, Kec. Tamalate Kec. Tamalate
124

Lampiran 2
Kuesioner Penelitian Tingkat Kepentingan Parameter Aksesibilitas
Pelayanan Sarana Sosial Ekonomi

Nama Responden :
Waktu :

Kuesioner ini bertujuan mengetahui bobot dari tiap parameter dalam menentukan
prospek dengan menggunakan skala peniliaian
Parameter Kode
Dekat dengan sarana pendidikan C1
Dekat dengan sarana kesehatan C2
Dekat dengan sarana ekonomi C3
Padat pembangunan C4
Padat penduduk C5
Memiliki jalur pedestrian C6
Jaringan jalan dengan konektivitas yang tinggi C7
Ketersediaan transportasi umum C8

Definisi Tiap Nilai

Nilai (n) Definisi


1 Kedua elemen sama penting
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan elemen yang lain
5 Elemen yang satu lebih penting dibandingkan elemen yang lain
7 Elemen yang satu sangat penting dibandingkan elemen yang lain
9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dibandingkan elemen yang lain
2,4,6,8 Nilai-nilai kompromi diantara dua nilai yang berdekatan

Cara pengisian:
Kriteria pada kolom paling kiri dibandingkan dengan kriteria pada kolom
paling kanan. Bobot 9 s/d 2 (pada bagian kiri) adalah milik kriteria pada kolom
paling kiri, sedangkan bobot 9 s/d 2 (pada bagian kanan) adalah milik kriteria pada
kolom paling kanan. Beri tanda silang (x) pada kolom bobot yang sesuai berdasarkan
nilai ketergantungan yang telah dijelaskan pada tabel diatas.

Contoh pengisian:
Parameter 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Parameter
C1 X C2
Ket: Berarti = Dekat dengan sarana pendidikan lebih penting dibandingkan Dekat
dengan sarana kesehatan
125

Dalam melakukan aktifitas harian berupa memenuhi kebutuhan harian baik itu
Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi. Faktor apa yang paling mempengaruhi
responden untuk melakukan pergerakan hanya di lingkungan sekitar dengan hanya
berjalan kaki atau bersepeda?

*Pilih yang paling sesuai


TINGKAT KEPENTINGAN PARAMETER AKSESIBILITAS PELAYANAN
SARANA SOSIAL EKONOMI
Parameter 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Parameter
C2
C3
C4
C1 C5
C6
C7
C8
C3
C4
C5
C2
C6
C7
C8
C4
C5
C3 C6
C7
C8
C5
C6
C4
C7
C8
C6
C5 C7
C8
C7
C6
C8
C7 C8

Februari 2023
Pemberi Penilaian
126

Lampiran 3
Rekapitulasi hasil (penilaian perbandingan) setiap
responden terhadap parameter aksesibilitas pelayanan sarana sosial ekonomi dapat
dilihat pada tabel berikut ini:

Responden 1
Parameter C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8
C1 1,00 5,00 0,50 0,33 7,00 0,50 0,50 0,17
C2 0,20 1,00 2,00 1,00 3,00 0,20 0,33 0,14
C3 2,00 0,50 1,00 5,00 7,00 1,00 2,00 0,33
C4 3,00 1,00 0,20 1,00 5,00 0,25 4,00 0,50
C5 0,14 0,33 0,14 0,20 1,00 0,14 0,20 0,14
C6 2,00 5,00 1,00 4,00 7,00 1,00 3,00 1,00
C7 2,00 3,00 0,50 0,25 5,00 0,33 1,00 0,50
C8 6,00 7,00 3,00 2,00 7,00 1,00 2,00 1,00

Responden 2
Parameter C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8
C1 1,00 5,00 7,00 0,33 3,00 0,33 3,00 0,20
C2 0,20 1,00 0,33 0,33 0,20 0,20 0,33 0,20
C3 0,14 3,00 1,00 1,00 5,00 1,00 1,00 0,33
C4 3,00 3,00 1,00 1,00 3,00 0,20 0,33 0,20
C5 0,33 5,00 0,20 0,33 1,00 0,14 0,20 0,14
C6 3,00 5,00 1,00 5,00 7,00 1,00 0,20 1,00
C7 0,33 3,00 1,00 3,00 5,00 5,00 1,00 0,20
C8 5,00 5,00 3,00 5,00 7,00 1,00 5,00 1,00

Responden 3
Parameter C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8
C1 1,00 5,00 0,20 0,33 0,20 0,14 0,14 0,25
C2 0,20 1,00 0,33 0,20 0,20 0,13 0,17 0,13
C3 5,00 3,00 1,00 3,00 0,20 0,11 0,17 0,17
C4 3,00 5,00 0,33 1,00 1,00 0,17 0,20 0,33
C5 5,00 5,00 5,00 1,00 1,00 0,13 0,13 0,20
C6 7,00 8,00 9,00 6,00 8,00 1,00 4,00 2,00
C7 7,00 6,00 6,00 5,00 8,00 0,25 1,00 4,00
C8 4,00 8,00 6,00 3,00 5,00 0,50 0,25 1,00

Responden 4
Parameter C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8
C1 1,00 0,50 4,00 7,00 6,00 3,00 5,00 2,00
C2 2,00 1,00 5,00 8,00 7,00 4,00 6,00 3,00
C3 0,25 0,20 1,00 4,00 3,00 0,50 2,00 0,33
C4 0,14 0,13 0,25 1,00 0,50 0,20 0,25 6,00
C5 0,17 0,14 0,33 2,00 1,00 0,25 0,50 0,20
C6 0,33 0,25 2,00 5,00 4,00 1,00 3,00 0,33
C7 0,20 0,17 0,50 4,00 2,00 0,33 1,00 0,25
C8 0,50 0,33 3,00 0,17 5,00 3,00 4,00 1,00
127

Lampiran 4
Daftar bobot dan nilai sub parameter berdasarkan jangkauan sarana
Kode Faktor Jangkauan Harkat Bobot Nilai
1/4 Mil 24 264
3/4 Mil 23 253
Dekat dengan TK
1 Mil 22 242
3 Mil 21 231
1/4 Mil 20 220
3/4 Mil 19 209
Dekat dengan SD
1 Mil 18 198
3 Mil 17 187
1/4 Mil 16 176
3/4 Mil 15 165
Dekat dengan SMP
1 Mil 14 154
3 Mil 13 143
C1 11
1/4 Mil 12 132
3/4 Mil 11 121
Dekat dengan SMA
1 Mil 10 110
3 Mil 9 99
1/4 Mil 8 88
3/4 Mil 7 77
Dekat dengan SMK
1 Mil 6 66
3 Mil 5 55
1/4 Mil 4 44
3/4 Mil 3 33
Dekat dengan SLB
1 Mil 2 22
3 Mil 1 11
1/4 Mil 8 56
3/4 Mil 7 49
Dekat dengan puskesmas
1 Mil 6 42
3 Mil 5 35
C2 7
1/4 Mil 4 28
3/4 Mil 3 21
Dekat dengan RS
1 Mil 2 14
3 Mil 1 7
1/4 Mil 8 80
3/4 Mil 7 70
Dekat dengan pasar
1 Mil 6 60
3 Mil 5 50
C3 10
1/4 Mil 4 40
3/4 Mil 3 30
Dekat dengan minimarket
1 Mil 2 20
3 Mil 1 10
128

1/4 Mil 4 32
3/4 Mil 3 24
C4 Dekat dengan kawasan pusat kegiatan 8
1 Mil 2 16
3 Mil 1 8
1/4 Mil 4 16
Dekat dengan lingkungan padat 3/4 Mil 3 12
C5 4
penduduk 1 Mil 2 8
3 Mil 1 4
50 M 4 92
Dekat dengan jalur Pedistrian
100 M 3 69
C6 23
50 M 2 46
Dekat dengan jalur hijau/RTH
100 M 1 23
1/4 Mil 4 52
Dekat dengan jalan dengan konektivitas 3/4 Mil 3 39
C7 13
yang tinggi 1 Mil 2 26
3 Mil 1 13
1/4 Mil 4 96
3/4 Mil 3 72
C8 Dekat dengan halte transportasi 24
1 Mil 2 48
3 Mil 1 24

Anda mungkin juga menyukai