Anda di halaman 1dari 55

PRINSIP PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN

October 13, 2016 sakura

Pengertian etika

Etik atau ethics berasal dari bahasa yunani : “etos” yang berarti adat, kebiasaan, perilaku atau
karakter. Menurut kamus Webster, etik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang
baik dan buruk secara moral. Jadi etika adalah ilmu tentang kesusilaan yg menentukan
bagaimana sepatutnya manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau
prinsip-prinsip yg menentukan tingkah laku yg benar, yaitu Baik, buruk , Kewajiban, dan
tanggungjawab.

Pandangan tentang etika menurut ahli

 Ahli filosofi : etika sebagai suatu studi formal tentang moral


 Ahli sosiologi : memandang etika sebagai adat istiadat,kebiasaan dan budaya dlm
berperilaku
 Dokter : memenuhi harapan profesi dan masyarakat serta dapat melakukan kegiatan yg
spesifik thd pasiennya
 Perawat : etika adalah suatu pedoman yg digunakan dalam pemecahan masalah/
pengambilan keputusan etis baik dlm area praktik, pendidikan, administrasi maupun
penelitian
 Seperangkat nilai-nilai dan norma norma moral yang menjadi pegangan dari seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku(Bertens,1977)
 Prinsip-prinsip moral yang disepakati bersama oleh suatu kesatuan masyarakat, yang
menuntun perilaku individu dalam berhubungan dengan individu lain di
masyarakat(Darwin,1999)

Falsafah etika keperawatan

Keperawatan berpandangan bahwa manusia dan kemanusiaan merupakan titik sentral setiap
upaya pembangunan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
langsung diberikan kepada klien/pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan
keperawatan dilaksanakan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada
standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta
tanggung jawabnya.

Paradikma keperawatan.

Pradima keperawatan terdiri yakni :


1. Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pribadi yang utuh dan unik,
mempunyai aspek bio-psiko–sosiokultural–spiritual. Manusia sebagai sistem terbuka yang selalu
berinteraksi dan berespon terhadap lingkungan, mempunyai kemampuan untuk mempertahankan
integritas diri melalui mekanisme adaptasi.
2. Kesehatan
Kesehatan adalah kondisi dinamis manusia dalam rentang sehat sakit yang merupakan hasil
interaksi dengan lingkungan.

3. Lingkungan
Lingkungan adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, baik faktor dari
dalam diri (internal) maupun dari luar (eksternal).
4. Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-
psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat,
baik sehat atau sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Etika Keperawatan

Etika keperawatan merujuk pada standar etik yang menentukan dan menuntun perawat dlm
praktek sehari-hari (Fry, 1994);

 Jujur terhadap pasien


 Menghargai pasien
 Beradvokasi atas nama pasien

Prinsip-prinsip etika

1. Otonomi (Autonomy) : Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu


mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri
2. Berbuat baik (Beneficience) : Melakukan hal-hal yang baik untuk orang lain. Merupakan
prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang lain/pasien.
3. Keadilan (Justice) : Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991).
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu
mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk kebaikan
kehidupan seseorang
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience) : Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan
kecelakaan atau membahayakan orang lain.(Aiken, 2003).
5. Kebebasan ( freedom) : Prilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa
tekanan atau paksaan pihak lain (Facione et all, 1991). Bahwa siapapun bebas
menentukan pilihan yang menurut pandangannya sesuatu yang terbaik
6. Kejujuran (Veracity) : Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Kebenaran
merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
7. Menepati janji (Fidelity) : Peduli pada pasien merupakan komponen paling penting dari
praktek keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi terminal (Fry, 1991). Rasa
kepedulian perawat diwujudkan dalam memberi asuhan keperawatan dengan pendekatan
individual, bersikap baik, memberikan kenyamanan dan menunjukan kemampuan
profesional
8. Karahasiaan (Confidentiality) : Melindungi informasi yang bersifat pribadi, prinsip
bahwa perawat menghargai semua informsi tentang pasien dan perawat menyadari bahwa
pasien mempunyai hak istimewa dan semua yang berhubungan dengan informasi pasien
tidak untuk disebarluaskan secara tidak tepat (Aiken, 2003).
9. Akuntabilitas (Accountability) : Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa
tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.

Faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etis

1. Agama dan adat istiadat.


2. Sosial.
3. Ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
4. Legislasi dan keputusan juridis.
5. Dana/keuangan.
6. Pekerjaan.
7. Kode etik keperawatan.
8. Hak-hak pasien.

Hak-hak pasien yang secara luas dikenal menurut Megan (1998) meliputi :

1. hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil dan berkualitas,


2. hak untuk diberi informasi,
3. hak untuk dilibatkan dalam pembuatan keputusan tentang pengobatan dan perawatan,
4. hak untuk diberi informed concent,
5. hak untuk mengetahui nama dan status tenaga kesehatan yang menolong,
6. hak untuk mempunyai pendapat kedua(secand opini),
7. hak untuk diperlakukan dengan hormat,
8. hak untuk konfidensialitas (termasuk privacy),
9. hak untuk kompensasi terhadap cedera yang tidak legal dan
10. hak untuk mempertahankan dignitas (kemuliaan) termasuk menghadapi kematian dengan
bangga.
10 Contoh Komunikasi Interpersonal dalam
Keperawatan

Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang dilakukan


antara dua orang atau lebih untuk bertukar informasi. Komunikasi interpersonal sebagai proses
sosialisasi manusia. Menurut Devito, komunikasi interpersonal berfungsi untuk mengirim pesan-
pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan
umpan balik secara langsung. Contoh komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara
seorang perawat dan pasien. Komunikasi ini biasa dikenal sebagai komunikasi keperawatan.
(Baca juga: Komunikasi Interpersonal)

Komunikasi keperawatan sebagai interaksi antara perawat dengan pasiennya. Komunikasi


keperawatan ditujukan untuk profesi perawat untuk mengubah atau mengendalikan pola pikir
pasien dalam meningkatkan kesehatannya. Seorang perawat bertugas untuk membangun pola
pikir positif pasien ketika pasien dihadapi dengan rasa cemas. Komunikasi menjadi solusi
seorang perawat untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasiennya.

Komunikasi keperawatan dilakukan melalui komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.
Komunikasi verbal yang diberikan oleh seorang perawat bertujuan untuk membangun motivasi
pasien, sedangkan komunikasi non verbal sebagai pendukung dari komunikasi verbal agar pasien
yakin dan perlahan mengubah pola pikir yang negatif menjadi positif. Komunikasi yang
dilakukan dalam komunikasi keperawatan seperti perkataan lembut, sentuhan, ekspresi wajah,
dan lainnya.

Adapun contoh komunikasi interpersonal dalam keperawatan adalah sebagai berikut:

1. Kehangatan dan Ketulusan

Seorang perawat akan memberikan suatu rasa kehangatan dan ketulusan ketika melakukan
komunikasi dengan pasiennya. Kehangatan dan ketulusan memberikan rasa aman terhadap
pasien. Selain itu, kehangatan juga memberikan rasa keakraban antara perawat dan pasien,
sehingga pasien bisa terbuka kepada perawat. Ketulusan seorang perawat dalam merawat pasien
juga berpengaruh terhadap stimulus pasien agar pasien dapat pulih kembali. (Baca juga:
Psikologi Komunikasi)

2. Menjadi Pendengar yang Baik

Seorang pasien tentu memiliki masalah tertentu terutama pada kesehatannya. Seorang perawat
bertugas sebagai pendengar yang baik ketika pasien berkeluh kesah. Contoh komunikasi
interpersonal dalam keperawatan ini berlaku juga antara seorang perawat dan dokter. Seorang
perawat menjadi pendengar yang baik untuk seorang dokter, sehingga keduanya dapat menjalin
kerjasama yang baik.

3. Membantu Dalam Segala Hal

Tugas seorang perawat tidak hanya membantu melayani pasien saja, tetapi seorang perawat juga
bertugas sebagai jembatan yang berfungsi untuk membantu dalam segala hal antara pasien dan
dokter. (Baca juga: Komunikasi Antar Pribadi)

4. Dapat Memahami Perasaan

Komunikasi interpersonal dalam keperawatan tidak hanya dilakukan melalui perilaku dan ucapan
saja. Seorang perawat berkomunikasi melalui pemahaman perasaan seorang pasien maupun
dokter. Dengan memahami perasaan seseorang maka seorang perawat telah mencegah
kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Komunikasi berkaitan dengan perasaan apabila seorang
sedang emosi dan orang lain tidak memahami kondisi perasaannya saat itu, hal yang akan terjadi
adalah kesalahpahaman.
5. Memberikan Motivasi

Komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat bersifat membangun motivasi untuk seorang
pasien. Komunikasi interpersonal ini bersifat membangun rasa optimis pasien yang bertujuan
untuk mengubah pemikiran negatif menjadi positif, sehingga pasien bersemangat untuk
mencapai kesembuhannya dalam menghadapi penyakit yang dideritanya (Baca juga: Komunikasi
yang Efektif)

6. Memberi Kesempatan Untuk Berbagi

Setiap pasien memiliki berbagai pertanyaan mengenai penyakit yang dideritanya. Seorang
perawat bertugas memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya. Selain itu, pasien juga
diberi kesempatan untuk berbagi cerita atau pengalaman dalam kehidupannya menghadapi
penyakit.

7. Memberi Informasi yang Akurat

Seorang perawat akan memberikan informasi mengenai kesehatan pasiennya. Komunikasi yang
dilakukan antara seorang perawat dan pasien membutuhkan keakuratan dalam informasi. Selain
itu, seorang dokter juga harus memberikan informasi yang akurat mengenai kesehatan pasiennya.
(Baca juga: Komunikasi Kesehatan)

8. Menawari Diri Untuk Membantu

Seorang pasien membutuhkan perawatan dan fasilitas yang baik untuk meningkatkan
kesehatannya. Seorang perawat yang profesional akan memberikan perhatian atau melayani
pasien dengan cara menawarkan diri ketika pasien membutuhkan bantuan seperti minum obat,
berjalan ke toilet, membantu menyiapkan makanan, dan lain sebagainya. Selain itu, seorang
perawat juga mampu memberi solusi ketika pasien bercerita mengenai masalahnya.

9. Menyampaikan Pesan Dengan Non Verbal

Komunikasi non verbal dalam komunikasi keperawatan menjadi hal yang penting setelah
komunikasi verbal. Komunikasi non verbal yang dilakukan oleh seorang perawat terhadap
seorang pasien biasanya meliputi kontak mata, intonasi suara yang lembut, sentuhan, ekspresi
wajah, dan lainnya. Komunikasi non verbal ini mempengaruhi pasien untuk meningkatkan
kesehatannya agar lebih baik. Seorang perawat harus profesional dalam melayani pasiennya.
Misalnya, seorang perawat yang sedang marah harus tetap tersenyum dan bersuara lembut ketika
berbicara dengan pasien. (Baca juga: Komunikasi Non Verbal)

10. Menerima Masukan Orang Lain

Seorang pasien dapat menilai kinerja seorang perawat dalam melayaninya. Oleh karena itu,
seorang perawat akan menerima kritik dan saran mengenai kinerjanya. Seorang yang profesional
akan menerima kritik tersebut untuk meningkatkan kinerjanya dalam melayani pasien. Selain itu,
seorang perawat juga bersedia menerima masukan dari dokter biasanya berupa saran-saran yang
bersifat membangun.
Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan

Komunikasi merupakan komponen penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab hanya


dengan berkomunikasi, seseorang bisa menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya kepada
orang lain. Baik itu untuk menyampaikan informasi maupun untuk mendapatkan informasi dan
semacamnya. Dalam bidang keperawatan, komunikasi juga mutlak diperlukan. Salah satunya
komunikasi antara perawat dengan pasiennya.

Dalam bidang keperawatan, komunikasi merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan


proses keperawatan. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memiliki keterampilan
berkomunikasi secara terapeutik. Kominikasi yang dijalin oleh perawat dengan pasiennya dalam
proses keperawatan ini disebut dengan komunikasi terapeutik.

Komunikasi terapeutik dalam keperawatan bukan hanya sekedar komunikasi biasa, komunikasi
ini dilakukan oleh perawat untuk membantu/ mendukung proses penyembuhan pasien. Untuk
lebih jelasnya, dibawah ini akan PakarKomunikasi jelaskan mengenai komunikasi terapeutik
dalam keperawatan

Pengertian Komunikasi Terapeutik


Berikut pengertian komunikasi terapeutik dalam keperawatan menurut beberapa ahli:

 Northouse (1998): Komunikasi terapeutik adalah kemampuan perawat dalam membantu


klien untuk dapat beradaptasi dengan stress yang dialaminya. Serta mengatasi gangguan
psikologis, dan belajar untuk berhubungan baik dengan orang lain. (baca: Teori
Semiotika Ferdinand De Saussure)
 Stuart G.W (1998): komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara
perawat dan pasiennya. Dimana dalam hubungan ini, perawat dan klien bersama-sama
belajar untuk memperbaiki pengalaman emosional klien. (baca: Sistem Pers di Indonesia)
 Sundeen (1990): hubungan terapeutik merupakan sebuah hubungan kerjasama. Hubungan
ini ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman antara
perawat dan pasien untuk membina hubungan intim yang terapeutik. (Baca: Komunikasi
Asertif)
 Mahmud Machfoedz (2009): Komunikasi Terapeurik merupakan pengalaman interaktif
antara perawat dan pasien ya ng didapatkan secara bersama melalui komunikasi.
Komunikasi disini bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang pasien hadapi.
(baca: Jurnalistik Televisi)
 Wahyu Purwaningsih dan Ina Karlina (2010): komunikasi terapeutik berfokus pada klien
dalam memenuhi kebutuhan klien, serta memiliki tujuan spesifik, dan batas waktu yang
ditetapkan bersama. Merupakan hubungan timbal balik saling berbagi perasaan yang

 2. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, fokus komunikasi terapeutik dalam keperawatan adalah
penyembuhan pasien. Berikut rincian tujuan dilakukannya komunikasi terapeutik:

 Terjadinya perubahan dalam diri pasien dalam bentuk kesadaran diri serta penerimaan
diri yang diikuti peningkatan akan penghormatan diri, sehingga pasien terhindar dari rasa
stress dan depresi akibat penyakit kronis yang dideritanya. (baca: Model Komunikasi)
 Pasien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain, sehingga memiliki
kemampuan dalam membina hubungan intrapersonal yang tidak superficial serta saling
bergantung.
 Meningkatkan fungsi dan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan dan penetapan
tujuan yang realistis, sesuai dengan kemampuan pasien. Tidak terlalu tinggi (ideal) atau
terlalu rendah (rendah diri).
 Meningkatnya integritas diri pasien, dan kejelasan akan identitas dirinya. Biasanya pasien
menggalami gangguan identitas personal, dan rendah diri. (baca: Jenis Metode Penelitian
Kualitatif)

3. Prinsip Komunikasi Terapeutik


Menurut Suryani (2005), komunikasi terapeutik dalam keperawatan mengandung prinsip-prinsip
sebagai berikut:

A. Melihat permasalahan dari sudut pandang pasien

Untuk dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi pasien, perawat harus memandang
masalah tersebu dari sudut pandang klien. Perawat hendaknya mendengarkan secara aktif dan
sabar apa yang dikomunikasikan oleh pasien, sehingga perawat menyimak keseluruhan masalah
dan dapat merumuskan diagnosa yang sesuai dengan masalah klien dengan baik. Karna diagnose
yang salah, bukannya memperbaiki, malah akan bisa merusak pasien.

B. Tidak mudah dipengaruhi masa lalu pasien dan masalalu perawat sendiri

Seseorang tidak akan mampu berbuat yang terbaik saat ini, jika dia masih dihantui oleh
penyesalan masa lalunya. Perawat yang memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam
hidupnya, akan sulit untuk dapat membantu pasien, sebelum dia sendiri menyelesaikan masalah
pribadinya tersebut.

C. Empati bukan simpati

dengan sikap empati, perawat akan mampu merasakan dan memikirkan masalah yang dialami
pasien dari sudut pandang klien. Namun perawat tidak larut dalam masalah tersebut, sehingga
dapat melihat masalah secara objektif dan dapat memberikan alternatif pemecahan masalah.
(baca: Konvergensi Media)

D. Menerima apa adanya

Penerimaan yang tulus dari perawat akan membuat pasien merasa aman dan nyaman, sehingga
hubungan terapeutik dapat berjalan dengan baik. Perawat hendaknya tidak memberikan penilaian
atau kritik terhadap pasien, karna itu menunjukkan bahwa perawat tidak menerima pasien apa
adanya. (baca: Fotografi Jurnalistik)

Prinsip Lainnya:

 Kejujuran: untuk dapat membina hubungan saling percaya, diperlukan kejujuran. Pasien
akan jujur dan terbuka hanya jika dia yakin perawat juga jujur sehingga dapat dipercaya.
 Ekspresif, tidak membingungkan: perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang
mudah dimengerti dan didukung oleh komunikasi nonverbal. (baca: Teori Komunikasi
Kelompok)
 Bersikap positif: perawat hendaknya bersikap hangat, penuh pernghargaan dan perhatian
yang tulus terhadap pasien. (baca: Teknik Dasar Fotografi)
 Sensitif terhadap perasaan pasien: perawat harus mampu untuk peka akan perasaan
yang dialami pasien,. Ini sangat penting agar perawat tidak melakukan pelanggaran batas,
privasi, atau menyinggung perasaan pasien.

4. Metode Komunikasi Terapeutik


Stuart dan Sundeen dalam buku ‘Buku Saku Keperawatan Jiwa’ (1998 ) menyebutkan metode
atau teknik yang digunakan dalam komunikasi terapeutik dalam bidang keperawatan antara lain:

 Mendengarkan dengan penuh perhatian: perawat harus menjadi pendengar yang aktif,
beri kesempatan pasien untuk lebih banyak berbicara. Dengan begitu perawat dapat
mengetahui perasaan pasien.
 Menunjukkan penerimaan: menerima bukan berarti menyetujui, namun kesediaan
untuk mendengarkan tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan akan apa yang
dikatakan pasien.
 Menanyakan pertanyaan yang berkaitan: ini dilakukan untuk mendapatkan informasi
spesifik mengenai hal yang diampaikan pasien. (baca: Analisis Framing)
 Mengulangi ucapan klien menggunakan kata-kata sendiri: ini dilakukan untuk
mendapatkan umpan balik. Bahwa perawat mengerti pesan pasien, dan berharap
komunikasi dilanjutkan kembali.
 Mengklasifikasi: usaha perawat untuk menjelaskan kata-kata ide atau pikiran yang
kurang jelas dari pasien.
 Memfokuskan: Bahan pembicaraan dibatasi agar pembicaraan lebih spesifik.
 Menyatakan hasil observasi: perawat menguraikan kesan yang didapatnya dari isyarat
nonverbal yang dilakukan pasien. (baca: Strategi Komunikasi Pemasaran)
 Menawarkan informasi: memberikan tambahan informasi yang bertujuan untuk
memfasilitasi klien dalam mengambil keputusan. (baca: Etnografi Komunikasi)
 Diam: dengan diam, pasien dan perawat memiliki kesempatan untuk berkomunikasi
dengan dirinya sendiri. Mengorganisir pikiran dan memproses informasi yang
didapatkan.
 Meringkas: pengulangan ide utama secara singkat. (baca: Teori Efek Media Massa)
 Memberi penghargaan kepada pasien.
 Memberi pasien kesempatan untuk memulai pembicaraan, memberi inisiatif dalam
memilih topic pembicaraan. (baca: Nilai Berita)
 Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan, dalam metoda ini perawat memberikan
pasien kesempatan untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang berlangsung.
 Menempatkan kejadian secara berurutan, untuk membantu perawat juga pasien
melihatnya dalam suatu perspektif. (baca: Prospek Kerja Ilmu Komunikasi)
 Memberikan pasien kesempatan untuk menguraikan persepsinya.
 Refleksi: memberikan pasien kesempatan untuk mengemukakan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya. (baca: Pengertian Jurnalistik Menurut Para Ahli)

5. Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik


Berikut tahapan komunikasi terapeutik dalam keperawatan, diantaranya:

 Tahap Persiapan/ Pra-interaksi:

Pada tahap ini perawat mengeksplorasi perasaannya, menganalisis kelebihan dan kekurangan
dirinya, dan mengumpulkan informasi mengenai pasiennya. Kemudian merencanakan pertemuan
pertama dengan pasien. Ini dilakukan untuk mengurangi rasa cemas yang mungkin dialami
perawat ketika pertamakali melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien. (baca: Paradigma
Komunikasi)

 Tahap Perkenalan/ Orientasi:

Tahap ini selalu dilakukan ketika dikalukan pertemuan dengan pasien. Tujuannya untuk
memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat. Dalam tahap ini mperawat membina
rasa saling percaya, menggali pikiran dan perasaan pasien,meindentifikasi masalah, dan
merumuskan tujuan interaksi.
 Tahap Kerja:

Tahap ini merupakan inti proses komunikasi terapeutik. Dalam tahap ini perawat dituntut untuk
dapat membantu klien menyampaikan perasaan dan pikirannya, lalu menganalisis pesan yang
disampaikan serta respon pasien dan mendefinisikan masalah yang dihadapi pasien serta mencari
pemecahan masalahnya.

 Tahap Terminasi:

Tahap ini dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara
merupakan akhir sesi pertemuan dimana perawat dan pasien masih akan bertemu kembali di sesi
pertemuan lain. Terminasi akhir dilakukan perawat setelah semua proses keperawatan telah
selesai dilaksanakan. Dalam tahap ini perawat mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi, serta
tindak lanjutnya (untuk terminasi sementara).

Demikian penjelasan terkait Komunikasi terapeutik dalam keperawatan.


Prinsip pencegahan infeksi

1. 1. PRINSIPPRINSIP PENCEGAHANPENCEGAHAN INFEKSIINFEKSI


2. 2. INFEKSI :INFEKSI
3. : • Berkembang biaknya penyakit pada hospes disertai timbulnya respon imunologik
dengan gejala klinik atau tanpa gejala klinik • Manusia host / penjamu • Penyakit agent •
Transmisi kuman adalah : Proses masuknya kuman ke dalam penjamu sehingga timbul
radang / penyakit
4. 3. Cara penularan infeksi :Cara penularan infeksi : 1. Kontak Langsung, tidak langsung,
droplet 2. Udara Debu, kulit lepas 3. Alat Darah, makanan, cairan intra vena 4. Vektor /
serangga Nyamuk, lalat
5. 4. Pengertian prinsip pencegahanPengertian prinsip pencegahan infeksi :infeksi : • Suatu
usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikro
organisme dari lingkungan klien dan tenaga kesehatan ( Nakes ) Tujuan : • Mengurangi
terjadinya infeksi • Memberikan perlindungan terhadap klien, nakes
6. 5. 6 komponen proses terjadinya6 komponen proses terjadinya penyakit :penyakit : 1.
Reservoir 2. Penyebab penyakit 3. Jalan masuk 4. Cara keluarnya penyebab penyakit dari
host 5. Kepekaan penjamu
7. 6. Tindakan pencegahanTindakan pencegahan penyakit :penyakit : 1. Cuci tangan 2.
Memakai sarung tangan 3. Memakai perlengkapan pelindung 4. Menggunakan tehnik
aseptik 5. Memproses alat bekas pakai 6. Menangani peralatan tajam dengan aman 7.
Menjaga kebersihan dan kerapihan lingkungan serta pembuangan sampah secara benar
8. 7. CUCI TANGAN :CUCI TANGAN : aspek yang paling pentingaspek yang paling
penting Ada 2 kategori organisme yang ada di 1. Organisme residen ( flora normal ) S.
aureus, diphteroids ( tidak hilang secara permanen ) 2. Organisme transien Karena
kontak, contoh : E. Colli (mudah dihilangkan dengan cuci tangan efektif)
9. 8. Mengapa kita perlu mencuci tangan : • Penanganan pasien dengan kontak tangan •
Kontaminasi flora normal pasien kontak perubahan flora normal patogen Apa yang harus
digunakan untuk mencuci tangan : • Dekontaminasi tangan rutin dengan sabun dan air
mengalir • Desinfeksi kulit ( hibiscrub, handyclean )
10. 9. Kapan kita harus mencuci tangan : Sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Setelah kontak dengan cairan tubuh Setelah memegang alat yang terkontaminasi
( jarum, cucian ) Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien di ruang isolasi Setelah
menggunakan kamar mandi Sebelum melayani makan dan minum Pada saat akan
tugas dan akhir tugas
11. 10. PELINDUNG DIRIPELINDUNG DIRI 1. Cuci tangan 2. Pemakaian sarung tangan 
Sarung tangan steril  Sarung tangan DTT  Sarung tangan bersih  Sarung tangan rumah
tangga 3. Pemakaian masker 4. Pemakaian gaun  Steril kamar bedah  Non Steril ICU,
kamr bayi, KB  Skort Celemek plastik 5. Pemakaian kacamata pelindung 6. Pemakaian
sepatu boot / sepatu tertutup 7. Kap 8. Duk
12. 11. ASEPSIS dan TEKHNIK ASEPTIKASEPSIS dan TEKHNIK ASEPTIK Istilah
umum yang digunakan untuk menggambarkan upaya kombinasi untuk mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam area tubuh manapun yang sering menyebabkan
infeksi Tujuan asepsis adalah : membasmi jumlah mikroorganisme pada permukaan
hidup (kulit dan jaringan) dan obyek mati (alat-alat bedah dan barang-barang yang lain)
13. 12. ANTISEPSISANTISEPSIS  Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit,
selaput lendir atau jaringan tubuh lainnya dengan menggunakan bahan antimikrobial
(antiseptik)
14. 13. KRITERIA PEMILIHAN ANTISEPTIK :KRITERIA PEMILIHAN ANTISEPTIK :
1. Aksi yang luas (menghambat mikroorganisme secara luas gram positif. Negatif, Tb,
fungi, endospora) 2. Efektivitas 3. Kecepatan aktivitas awal 4. Efek residu Aksi yang
lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan 5. Tidak mengakibatkan iritasi
kulit 6. Tidak menyebabkan alergi 7. Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang.
15. 14. Contoh larutan antiseptik :Contoh larutan antiseptik : • Alkohol (60%- 90%) •
Setrimid/klorheksidin Glukonat (2-4%) contoh : Hibiscrub, Hibitane • Klorheksidin
Glukonat (2%) Contoh : Savlon • Heksaklorofen (3%) Contoh : pHisoHex tidak boleh
digunakan pada selaput lendir seperti mukosa vagina • Kloroksilenol (Para-kloro-
metaksilenol atau PCMX) Contoh : Dettol tidak bisa digunakan untuk antisepsis vagina
karena dapat membuat iritasi pada selaput lendir yang akan mempercepat pertumbuhan
mikroorganisme dan tidak boleh digunakan pada bayi baru lahir • Iodofor (7,5-10%)
Contoh : Betadine • Larutan yang berbahan dasar alkohol (tingtur) seperti iodin Contoh :
Yodium tinktur • Triklosan (0,2-2%)
16. 15. Mikroorganisme : • Agen penyebab infeksi • Termasuk didalamnya :bakteri, virus,
fungi, parasit • Untuk tujuan pencegahan infeksi bakteri dibagi menjadi 3 kategori : 1.
Vegetatif contoh : stafilokokus 2. Mikobakteria, contoh : tuberkolosis 3. Endospora,
contoh : tetanus • Endospora paling sulit dibunuh disebabkan oleh lapisan pelindungnya
17. 16. SterilisasiSterilisasi Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit dan virus) termasuk endospora bakteri pada
benda mati atau instrumen dengan cara uap air panas tekanan tinggi (otoklaf), panas
kering (oven), sterilan kimia atau radiasi DESINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT) :
Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali
endospora bakteri pada benda mati dengan cara merebus, mengukus atau penggunaan
desinfektan kimiawi
18. 17. DESINFEKTAN : Adalah bahan kimia yang membunuh atau menginaktivasi
mikroorganisme Contoh larutan desinfektan : Klorin pemutih 0,5% untuk
dekontaminasi permukaan yang lebar Klorin 0,1% Untuk DTT kimia Glutaraldehida
2% mahal harganya biasa digunakan untuk DTT kimia atau sterilisasi kimia Fenol,
klorin tidak digunakan untuk peralatan/bahan yang akan dipakaikan pada bayi baru lahir
19. 18. DEKONTAMINASI :  Proses yang membuat objek mati lebih aman ditangani staf
sebelum dibersihkan (menginaktifasi serta menurunkan HBV, HIV tetapi tidak
membasmi)  Peralatan medis dan permukaan harus di dekontaminasi segera setelah
terpapar darah atau cairan tubuh PEMBERSIHAN (Mencuci dan membilas) :  Tindakan
yang dilakukan untuk menghilangkan semua darah, cairan, tubuh, benda asing dari kulit
atau instrumen.
20. 19. DEKONTAMINASI Rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit CUCI
DAN BILAS Gunakan deterjen dan sikat Pakai sarung tangan tebal untuk menjaga agar
tidak terluka oleh benda tajam Metode yang dipilih Metode alternatif Sterilisasi
DESINFEKSI TINGKAT TINGGI OTOKLAF PANAS KERING KIMIAWI REBUS /
KUKUS KIMIAWI 106 kPa 170 ˚C Rendam Panci tertutup Rendam 121 ˚C 60 menit 10-
24 jam 20 menit 20 menit 30 menit jika Terbungkus 20 menit jika Tidak terbungkus
DINGINKAN DAN KEMUDIAN SIAP DIGUNAKAN Peralatan yang sudah diproses
bisa disimpan dalam wadah tertutup yang didisinfeksi tingkat tinggi Sampai satu minggu
jika wadahnya tidak dibuka
21. 20. STERILISASI :STERILISASI : 1. STERILISASI UAP  121 ˚C , tekanan pada 106
kPa  20 ' untuk alat tidak terbungkus  30 ' untuk alat yang dibungkus 2. STERILISASI
PANAS KERING (OVEN)  170 ˚C selama 1 jam. Waktu penghitungan dimulai setelah
suhu yang diinginkan tercapai  160 ˚C untuk alat tajam (gunting, jarum) selama 2 jam 3.
STERILISASI KIMIA  Glutaraldehid 2-4 %(cydex), Direndam sekurang- kurangnya 10
jam  Formaldehid 8 %, direndam 24 jam  Bilas dengan air steril sebelum digunakan
kembali atau sebelum disimpan
22. 21. DESINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT) :DESINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT)
: 1. DTT dengan merebus  Mulai menghitung waktu saat air mulai mendidih  Merebus
20‘ dalam panci tertutup  Seluruh alat harus terendam  Jangan menambah alat apapun
ke air mendidih  Pakai alat sesegera mungkin atau simpan wadah tertutup dan kering
yang telah di DTT, maksimal 1 minggu 2. DTT dengan mengukus  Selalu kukus 20‘
dalam kukusan  Kecilkan api sehingga air tetap mendidih  Waktu dihitung mulai saat
keluarnya uap  Jangan pakai lebih dari 3 panci uap  Keringkan dalam kontainer DTT
23. 22. 33. DTT dengan kimia :. DTT dengan kimia : Desinfektan kimia untuk DTT
klorin 0,1%, Formaldehid 8%, Glutaraldehid 2% Langkah-langkah DTT Kimia :
DEkontaminasi Cuci+bilas keringkan Rendam semua alat dalam larutan desinfektan
selama 20‘ Bilas dengan air yang telah direbus dan dikeringkan di udara Segera
dipakai atau disimpan dalam kontainer yang kering dan telah di DTT
24. 23. CARA MEMBUAT LARUTAN KLORIN : • Jumlah bagian (JB) air = % larutan
konsentrat – 1 % larutan yang diinginkan • JB air = 5,0% - 1 = 10 – 1 = 9 0,5% • Jadi
tambahkan 9 bagian air (air tidak perlu dimasak) kedalam 1 bagian larutan klorin
konsentrat • Terdapat rumus 9 : 1 Air : Klorin Contoh soal : 1. Buat larutan klorin 0,5%
sebanyak 500 cc 2. Buat larutan klorin 0,5% sebanyak 1 liter
25. 24. Jawab : 1. Air = 9 x 500 cc = 450 cc 10 Klorin = 1 x 500 cc = 50 cc 10 500 cc 2. 1
liter = 1000 cc Air = 9 x 1000 cc = 900 cc 10 Klorin = 1 x 1000 cc = 100 cc 10 1000 cc
26. 25. PENANGANAN SAMPAH / LIMBAHPENANGANAN SAMPAH / LIMBAH
Tujuan :  Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan  Melindungi
penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan  Mencegah penularan infeksi
terhadap para petugas kesehatan  Mencegah penularan infeksi pada masyarakat
sekitarnya  Membuang bahanbahan berbahaya (bahan toksik dan radioaktif) dengan
aman
27. 26. Sampah medis terbagi 2 : 1. Tidak terkontaminasi  Tidak memberikan resiko infeksi
 Contoh : kertas, kardus, botol, wadah plastik yang digunakan didalam klinik  Dapat
dibuang ditempat sampah umum 2. Terkontaminasi  Membawa mikroorganisme yang
mempunyai potensi menularkan infeksi kepada orang yang kontak baik nakes maupun
masyarakat  Contoh : bekas pembalut luka, sampah dari kamar operasi (jaringan, darah,
nanah,kasa, kapas,dll), dari laboratorium (darah, tinja, nanah, dahak, dll), alat-alat yang
dapat melukai (jarum suntik, pisau)
28. 27. 3. Sampah lain yang tidak mengandung bahan infeksius tetapi digolongkan berbahaya
karena mempunyai potensi berbahaya pada lingkungan  Bahan kimia atau farmasi
(misal kaleng atau botol yang mengandung obat kadaluwarsa, vaksin, reagen desinfektan)
 Sampah sitotoksik (misal obat-obat untuk kemoterapi)  Sampah yang mengandung
logam berat (misal air raksa dari termometer yang pecah, bahan bekas gigi,dll)  Wadah
bekas berisi gas dan tidak dapat didaur ulang (misal kaleng penyembur) yang dapat
meledak bila dibakar.
29. 28. SAMPAH KERING SAMPAH BASAH Jarum, kapas, kasa, pembalut Darah, duh
tubuh lain, Pisau skapel, botol obat, dll jaringan plasenta, bagian janin DIBAKAR
DALAM Dirumah sakit INSINERATOR dikumpulkan dalam wadah terpisah Abunya
(berisi gelas / benda Dibuang dalam lubang Yang tidak terbakar) ditanam yang dalam dan
tertutup Dalam lubang tertutup
30. 29. PENGGUNAAN PERAALATAN TAJAM SECARA AMAN  Hati-hati saat
melakukan penjahitan agar tidak tertusuk jarum secara tidak sengaja  Jangan menutup
kembali, memelengkungkan, mematahkan atau melepaskan jarum yang akan dibuang 
Buang benda-benda tajam dalam wadah anti bocor dan segel dengan perekat jika sudah
dua pertiga penuh wadah benda tajam tadi harus dibakar dalam insinerator  Jika tidak
dapat dibakar dalam insinerator maka jarum harus dibilas 3x dengan larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi. Tutup lagi ujung jarum dengan penutupnya menggunakan tehnik
satu tangan (one hand tehnik) lalu ditanam dalam tanah.  Tempat sampah hitam sampah
tidak kontaminasi  Tempat sampah kuning sampah terkontaminasi
DOKUMENTASI DALAM
PROSES KEPERAWATA
BAB I

DOKUMENTASI PENGKAJIAN

1. PENGERTIAN

v Merupakan tahap awal proses keperawatan

v Dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu

2. DATA DASAR DAN DATA FOKUS

v Data dasar

Kumpulan data mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan
dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultai medis (terapist) atau profesi
kesehatan lainnya (Taylor, Lillis & Le Mone, 1996)

v Data fokus

Data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan, dan masalah
kesehatannya, serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanankan pada klien.

3. PENGUMPULAN DATA

1. i. Tipe data
1. Subyektif

v Didapat melalui interaksi dan komunikasi dengan klien (persepsi, perasaan, ide klien tentang
status kesehatan) misalnya: penjelasan klien tentang nyeri, lemah, mual dll

v Informasi oleh sumber lain (keluarga, konsultan, & tenaga kesehatan lain juga sebagai data
subyektif jika berdasar pendapat klien)

1. Obyektif

v Data yang dapat diobservasi dan diukur

v From sense (sight, smell), HT (hearing and touch or taste)

v Fokus pengumpulan data meliputi:

1. Status kesehatan sebelum / sekarang


2. Pola koping sebelum dan sekarang
3. Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan
4. Resiko untuk masalah potensial
5. Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien

1. ii. Karakteristik data


2. Lengkap

– harus dikaji lebih dalam

– contoh : masalah makan klien.

– Contoh pengkajian mendalam; harus ditanyakan:

1. Apakah kien tidak mau makan karena disengaja atau tidak ada nafsu makan
2. Apakah disebabkan adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis (contoh
nyeri telan)
3. Bagaimana respon klien mengapa ia tidak mau makan.
4. Akurat dan nyata

– Perawat harus berfikir akurasi dan nyata untuk membuktikan apa yang dilihat, didengar,
diukur sehingga data tersebut benar-benar valid

– Dalam mendokumentasikan data keperawatan, perawat menguraikan perilaku klien


bukan memperkirakan menginterpretasikan perilaku.

1. Relevan

– Komprehensif yang singkat dan jelas

– Catat data yang relevan sesuai masalah klien (data fokus)

4. SUMBER DATA (Nur Salam, 2001)

1. Klien ; merupakan sumber data klien


2. Orang terdekat
3. Catatan klien
4. Riwayat penyakit
5. Konsultasi (dengan terapist / tim kesh lain)
6. Hasil pemeriksaan diagnostik
7. Catatan medis dan anggota tim kesehatan lain
8. Perawat lain
9. Kepustakaan

5. JENIS DOKUMENTASI PENGKAJIAN

1. Pengkajian awal (Initial Assesment)

v Dilaksanakan ketika klien MRS

v Bentuk merujuk pada data dasar perawatan

1. Pengkajian Kontinyu (Ongoing Assesment)

v Merupakan pengembangan data dasar

v Informasi yang diperoleh dari klien selama pengkajian awal dan informasi tambahan (tes
diagnostik, dan sumber lain); diperlukan untuk menegakkan data

3. Pengkajian Ulang (Reassesment)

v Data yang didapat selama evaluasi


v Pengkajian ulang; perawat mengevaluasi kemajuan data dari masalah klien atau
mengembangkan data dasar; sebagai informasi tambahan

6. BENTUK FORMAT DIKUMENTASI

v Tanya jawab

v Daftar periksa (memerlukan jawaban ya/tidak)

v Format quisioner (banyak digunakan di rawat jalan)

7. METODE DOKUMENTASI PENGKAJIAN

Bentuk dokumentasi dapat berupa data dasar, lembar alur (flowsheet) dan catatan perkembangan.

Untuk mendapatkan catatan pengkajian aktual maka perlu pedoman, antara lain:

1. gunakan format yang terorganisasi


2. gunakan format yang telah ada
3. format mencakup pemeriksaan head to toe
4. catat informasi yang akurat tanpa opini2 pribadi
5. mesukkan pernyataan yang mendukung klien
6. jabarkan observasi dan hasil dengan jelas
7. tulis data secara ringkas
BAB II

DOKUMENTASI DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. PENGERTIAN

Menurut NANDA, 1990

v Keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan, atau proses kehidupan yang aktual potensial

v Catatan tentang penilaian klinis dari respon individu, keluarga atau komunitas terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan baik aktual / potensial.

2. KATEGORI DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tipe diagnosa keperawatan antara lain;

1. AKTUAL

v Menyajikan keadaan klinis yang telah divalidasi

v Terdiri atas 4 komponen.

1. Label

Deskripsi tentang definisi diagnosa dan batasan karakteristik (Gordon, 1990)

1. Definisi

Menekankan pada kejelasan , arti yang tepat untuk diagnosa

1. Batasan Karakteristik

Karakter yang mengacu pada petunjuk klinis, tanda subyektif dan obyektif

1. Faktor yang berhubungan

Merupakan etiologi / faktor penunjang

Faktor ini dapat mempengaruhi perubahan status kesehatan

Terdiri atas 4 komponen:

1. Patofisiologi (biologis/ psikologis)

2. Tindakan yang berhubungan

3. Situasional (lingkungan, personal)

4. Maturasional
v Rumusan : P E S (Problem; Etiologi; Simptom)

1. RESIKO / RESIKO TINGGI

v Keputusan klinis tentang individu, keluarga, masyarakat yang sangat rentan untuk mengalami
masalah dibanding individu / kelompok lain pada situasi yang sama atau hampir sama.

v Mengganti istilah diagnosa keperawatan potensial, dengan menggunakan resiko terhadap atau
resiko tinggi terhadap

v Validasikan faktor2 resiko yang menunjukkan keadaan kerentanan yang meningkat terhadap
klien, kelompok dan tidak menggunakan batasan karakteristik

v Rumusan : P E (Problem ; Etiologi)

1. KEMUNGKINAN

v Pernyataan tentang masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan dengan harapan
diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama adanya faktor resiko

v Contoh: Kemungkinan gangguan konsep diri berhubungan dengan ehilangan peran tanggung
jawab

1. SEJAHTERA / WELLNESS

v Ketentuan klinis mengenai individu, keluarga, masyarakat dalam transisi dari tingkat
kesehatan khusu ke tingkat kesehatan yang lebih baik

v Cara: menggabungkan pernyataan fungsi positif dalam masing-masing pola kesehatan


fungsional sebagai alat pengkajian yang disyahkan

v Contoh: Perilaku mencari bantuan kesehatan yang berhubungan dengan meningkatnya


pengetahuan tentang pentingnya kesehatan

1. SINDROMA

v Diagnosa keperawatan yang terdiri atas kelompok diagnosa aktual atau resiko tinggi yang
diduga akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu

v Contoh: Sindroma disuse yang berhubungan dengan tindakan pembedahan (amputasi)

3. TUJUAN PENULISAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN

v Mengkomunikasikan masalah klien dengan tim kesehatan

v Mendemonstrasikan tanggung jawab dalam identifikasi masalah klien

v Mengidentifijasi masalah utama untuk perkembangan intervensi keperawatan

4. METODE DOKUMENTASI DIAGNOSA KEPERAWATAN


Pedoman pencatatan sebagai berikut:

1. Gunakan format PES untuk semua masalah aktual dan PE untuk masalah resiko
2. Gunakan istilah diagnosa keperawatan yang dibuat dari daftar NANDA atau yang lain
3. Mulai pernyataan diagnosa keperawatan dengan mengidentifikasi informasi tentang data
untuk diagnosa keperawatan
4. Masukkan pernyataan diagnosa keperawatan ke dalam daftar masalah
5. Hubungkan setiap diagnosa keperawatan ketika menemukan masalah keperawatan
6. Gunakan diagnosa keperawatan sebagai pedoman untuk pengkajian, perencanaan,
intervensi dan evaluasi.
BAB III

DOKUMENTASI PERENCANAAN

Rencana Keperawatan mempunyai 2 tujuan professional:

1. Administratif
2. Klinis

1. Administratif

 Menentukan focus dari askep untuk klien / kelompok


 Membedakan tanggung jawab perawat dari tim kesh lain
 Memberikan criteria untuk peninjauan kembali dan evaluasi perawatan (perbaikan
kualitas)
 Memberikan kriteria untuk pengklasifikasian dan pembayaran biaya

2. Klinis

 Menampilkan set prioritas dari diagnosa masalah kolaborasi dan diagnosa keperawatan
untuk klien
 Menyiapkan rencana pasti untuk mengarahkan perawatan
 Mengkomunikasikan kepada staf perawatan tentang apa yang harus diajarkan, apa yang
harus diobservasi dan apa yang ahrus dilaksanakan.
 Memberikan criteria hasil dan tujuan keperawatan untuk penelaahan dan evaluasi
keperawatan
 Mengarahkan intervensi untuk klien, keluarga, anggota staf untuk dilaksanakan.

Elemen yang harus ada:

1. Pernyataan diagnosa (masalah kolaboratif, diagnosa keperawatan)


2. Kriteria hasil (tujuan klien/tujuan keperawatan)
3. Tindakan Keperawatan
4. Evaluasi (status rencana)
D I L E M A saat ini

Perawat mencatat intervensi yang direncanakan untuk masalah kolaboratif

S E H I N G G A Sulit Memisahkan Dimensi Kolaboratif dengan Dimensi Keperawatan Mandiri

PERLUNYA RENCANA PERAWATAN

 Klien memerlukan perawatan (yg diduga diperlukan) hal ini berhubungan dengan
intervensi yang distandarisasi
 Jika terdapat anggapan bahwa intervensi dapat dibaca dari standart perawatan sehingga
tidak perlu menulis pada rencana perawatan, hal tersebut memang mungkin dapat
dilakukan, terutama oleh perawat yang berpengalaman
 Jika hal tersebut dilakukan maka perawat yang tidak memiliki pengalaman tidak dapat
memberikan pelayanan, terutama disebabkan oleh cara yang sempit, karena standart
seringkali belum dispesifikkan

JADI

– Jika perawat tidak mempunyai format rencana perawatan, bagaimana bisa perawat tersebut
mengarahkan perawat lain untuk memberikan intervensi yang tidak ada pada cara kritis atau
standart perawatan.

– Bagaimana jika klien mempunyai diagnosa keperawatan tambahan (masalah kolaboratif)


yang memerlukan perhatian keperawatan dan yang bukan merupakan standart / cara kritis.

KESIMPULAN;
Rencana Keperawatan sangat diperlukan sebagai bukti profesionalisasi, jangan sampai
perawat dianggap terutama oleh tim kesehatan lain, bahwa hal yang dilakukan perawat itu tidak
pernah direncanakan

RENCANA PROSES PERAWATAN

Tujuan:

Memantau, mencegah, mengurangi atau menghilangkan masalah.

Rencana perawatan adalah menggambarkan rencana, bukan pemberian perawatan.

Terdapat 3 komponen:

1. Menetapkan set prioritas diagnosa (diagnosa yang diprioritaskan)

– Digunakan standart prioritas kebutuhan dari Maslow

– Selain itu juga digunakan standart prioritas: ancaman kehidupan, ancaman keselamatan,
dan prioritas yang actual didahulukan dibanding resiko/resiko tinggi.

– Contoh prioritas kebutuhan dasar menurut Maslow:

1. i. Kebutuhan fisiologis

respirasi, sirkulasi,suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan kulit, mobilitas, dan eliminasi.

1. ii. Kebutuhan keamanan dan keselamatan

lingkungan, kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi, dan rasa takut.

1. iii. Kebutuhan mencintai dan dicintai

Kasih saying, seksualitas, afiliasi dalam kelompok,hubungan antar manusia.

1. iv. Kebutuhan harga diri

Mendapat respek dari keluarga dan perasaan menghargai diri sendiri

1. v. Kebutuhan aktualisasi diri

Kepuasan terhadap lingkungan.


2. Menyusun criteria hasil dan sasaran keperawatan (Tujuan)

Yaitu hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnosa keperawatan.

Sasaran keperawatan / Tujuan mempunyai komponen sebagai beikut:

 subyek
 kata kerja yang dapat diukur
 hasil
 criteria
 target waktu

(Carol Vestal Allen,1991)

Pendokumentasian tujuan ditulis dituliskan dengan:

 singkat
 jelas
 dapat dimengerti
 spesifik
 dapat diukur / dinilai
 realistis
 disusun berdasarkan diagnosa keperawatan.

Kriteria hasil adalah standart evalusi yaitu merupakan gambaran tentang faktor-faktor petunjuk
tercapainya tujuan, dan digunakan dalam membuat pertimbangan.

Ciri Kriteria hasil:

 Berhubungan dengan tujuan yang ditetapkan


 Hasil dimungkinkan untuk dicapai
 Merupakan pernyataan yang spesifik
 Mudah diukur
 Hasil dapat dilihat / didengar
 Menggunakan kata-kata yang positif

Contoh:

Diagnosa keperawatan: Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Tujuan:

Klien mampu mengeluarkan sekresi paru tanpa bantuan pada tanggal …….

Subyek kata kerja yg dapt diukur hasil criteria target waktu

3. Memutuskan intervensi keperawatan

Intervensi Keperawatan adalah: Suatu tindakan langsung kepada klien yang dilaksanakan oleh
perawat.
Definisi ini berhubungan dengan semua intervensi keperawatan dengan diagnosa keperawatan
atau masalah kolaboratif.

Y Karakteristik Rencana Tindakan Keperawatan:

 Konsisten dengan rencana tindakan


 Berdasarkan prinsip2 ilmiah (rasional)
 Berdasarkan situasi individu klien
 Digunakan untuk menciptakan suatu situasi yang aman dan terapeutik
 Menciptakan suatu situasi pengajaran
 Menggunakan saran yang sesuai

(ANA, 1973)

PENDOKUMENTASIAN RENCANA TINDAKAN

Tujuan: Rencana tindakan ditulis dalam suatu bentuk yang bervariasi guna mempromosikan
perawatan, yang meliputi:

– perawatan individu

– perawatan yang kontinyu

– Komunikasi

– Evaluasi

Karekteristik:

1. Ditulis oleh perawat


2. Dilaksanakan setelah kontak pertama kali dengan klien
3. Diletakkan ditempat yang strategis (mudah didapatkan)

Contoh: pada catatan medis klien, di tempat tidur, atau dikantor perawat.

1. Informasi yang baru

Semua komponen harus selalu diperbaharui, diagnosa keperawatan, outcomes, dan rencana
tindakan yang tidak valid lagi harus direvisi.
BAB IV

DOKUMENTASI PELAKSANAAN

1. Pengertian

Inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Iyer et al., 1996).

Selama tahap pelaksanaan ada 2 hal yang terus dilakukan oleh perawat yaitu:

ü terus melakukan pengumpulan data

ü memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien

Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan oleh institusi (format
dapat fleksibel tergantung kebijaksanaan institusi / kreasi)

2. Tahap Tindakan Perawatan


Tahap dalam tindakan perawatan antara lain:

1. Tahap Persiapan

Persiapan tersebut meliputi kegiatan:

 Review antisipasi tindakan keperawatan


 Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan
 Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul
 Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
 Mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan tindakan yang akan
dilaksanakan.
 Mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.

2. Tahap Intervensi

Adalah kegiatan pelaksanaan tindakan perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosi
klien.

Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara
professional sebagaimana terdapat dalam standart praktek keperawatan, antara lain:

1. i. Independen

Tipe tindakan independent keperawatan dapat dikategorikan menjadi 4:

– Tindakan diagnostic

– Tindakan terapeutik

untuk mengurangi, mencegah, & mengatasi masalah klien.

– Tindakan edukatif

– Tindakan merujuk

1. ii. Interdependent
2. iii. Dependent

Berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu
cara dimana tindakan medis dilaksanakan.

3. Tahap Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu
kejadian dalam proses keperawatan.

RINGKASAN

ü Tiga tahap tindakan:

1. Tahap persiapan
2. Tahap intervensi
3. Tahap Dokumentasi

ü Tahap intervensi, dibedakan:


1. Independent

 Tindakan diagnostik
 Tindakan terapeutik
 Tindakan edukatif
 Tindakan merujuk

1. Interdependent
2. Dependent

BAB V

DOKUMENTASI EVALUASI

PENGERTIAN

ü Catatan tentang indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai.

ü Bertujuan menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status klien dari hasil
tindakan perawatan.

ü Merupakan tahap akhir proses keperawatan.

KOMPONEN

Pernyataan evaluasi terdiri atas dua komponen yaitu;

ü data yang tercatat yang menyatakan status kesehatan sekarang


ü pernyataan konklusi yang menyatakan efek dari tindakan yang telah diberikan pada klien

PROSES EVALUASI

Terdiri atas dua tahap

1. Mengukur pencapaian tujuan klien

Diperlukan keterampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang akan dievaluasi.

1. Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan

Setelah data terkumpul maka perawat membandingkan data dengan outcomes.

Ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap ini.

1. Klien mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan


2. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan
3. Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan

TIPE-TIPE DOKUMENTASI EVALUASI

Tipe dokumentasi evaluasi

1. evaluasi formatif

ü adalah

evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera

ü Fokus evaluasi

aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan .

ü Metode pelaksanaan

dapat dilakukan dengan cara :

 analisa rencana tindakan keperawatan


 open Chart Audit
 pertemuan kelompok
 interview
 observasi klien.

ü Sistem pencatatan bias menggunakan SOAP atau model dokumentasi lainnya


1. evaluasi sumatif

 Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu
 Fokus evaluasi hasil

perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien.

 Metode pelaksanaan
o Closed Chart Audit
o interview akhir pelayanan
o pertemuan akhir pelayanan
o pertanyaan pada klien dan keluarga.

FAKTOR – FAKTOR YANG DIEVALUASI

Faktor yang dievaluasi mengenai status kesehatan mempunyai beberapa komponen antara lain:

1. Kognitif (pengetahuan)

 Tujuan mengidentifikasi pengetahuan yang spesifik yang diperlukan setelah klien


diajarkan sesuatu
 evaluasi kognitif dapat dilakukan dengan cara interview ataupun tes tertulis (kuisioner)

2. Affektif (status emosional)

 Affektif klien cenderung ke penilaian subyektif dan sangat sukar dievaluasi


 Hasil penilaian ditulis dalam bentuk perilaku yang akan memberikan suatu indikasi
terhadap status emosi klien
 hasilnya antara lain: adanya tukar-menukar perasaan tentang sesuatu, cemas yang
berkurang, ada kemauan berkomunikasi dst.
 Cara: dengan observasi langsung ataupun feedback dari staf kesehatan yang lain.

3. Psikomotor

Biasanya lebih mudah dievaluasi, jika perilaku yang diharapkan sudah diidentifikasi pada
criteria hasil.

4. Perubahan fungsi tubuh dan gejala

 Mencakup beberapa aspek kesehatan yang dapat diobservasi


 difokuskan bagaimana fungsi kesehatan klien berubah setelah dilakukan tindakan
keperawatan.

PENDOKUMENTASIAN
Perawat mendokumentasikan hasil yang telah atau belum dicapai pada medical record
9.3.2 Prinsip perawatan luka

Tujuan dari peraawatan luka adalah untuk menghentikan perdarahan, mencegah infeksi, menilai
kerusakan yang terjadi pada struktur yang terkena dan untuk menyembuhkan luka.

 Menghentikan perdarahan
o Tekanan langsung pada luka akan menghentikan perdarahan (lihat gambar di
bawah).
o Perdarahan pada anggota badan dapat diatasi dalam waktu yang singkat (< 10
menit) dengan menggunakan manset sfigmomanometer yang dipasang pada
bagian proksimal pembuluh arteri.
o Penggunaan torniket yang terlalu lama bisa merusak ekstremitas.

 Mencegah infeksi
o Membersihkan luka merupakan faktor yang paling penting dalam pencegahan
infeksi luka. Sebagian besar luka terkontaminasi saat pertama datang. Luka
tersebut dapat mengandung darah beku, kotoran, jaringan mati atau rusak dan
mungkin benda asing.
o Bersihkan kulit sekitar luka secara menyeluruh dengan sabun dan air atau larutan
antiseptik. Air dan larutan antiseptik harus dituangkan ke dalam luka.
o Setelah memberikan anestesi lokal, periksa hati-hati apakah ada benda asing dan
bersihkan jaringan yang mati. Pastikan kerusakan apa yang terjadi. Luka besar
memerlukan anestesi umum.
o Antibiotik biasanya tidak diperlukan jika luka dibersihkan dengan hati-hati.
Namun demikian, beberapa luka tetap harus diobati dengan antibiotik, yaitu:
 Luka yang lebih dari 12 jam (luka ini biasanya telah terinfeksi).
 Luka tembus ke dalam jaringan (vulnus pungtum), harus
disayat/dilebarkan untuk membunuh bakteri anaerob.
 Profilaksis tetanus
o Jika belum divaksinasi tetanus, beri ATS dan TT. Pemberian ATS efektif bila
diberikan sebelum 24 jam luka
o Jika telah mendapatkan vaksinasi tetanus, beri ulangan TT jika sudah waktunya.

 Menutup luka
o Jika luka terjadi kurang dari sehari dan telah dibersihkan dengan seksama, luka
dapat benar-benar ditutup/dijahit (penutupan luka primer).
o Luka tidak boleh ditutup bila: telah lebih dari 24 jam, luka sangat kotor atau
terdapat benda asing, atau luka akibat gigitan binatang.
o Luka bernanah tidak boleh dijahit, tutup ringan luka tersebut dengan
menggunakan kasa lembap.
o Luka yang tidak ditutup dengan penutupan primer, harus tetap ditutup ringan
dengan kasa lembap. Jika luka bersih dalam waktu 48 jam berikutnya, luka dapat
benar-benar ditutup (penutupan luka primer yang tertunda).
o Jika luka terinfeksi, tutup ringan luka dan biarkan sembuh dengan sendirinya.

 Infeksi luka
o Tanda klinis: nyeri, bengkak, berwarna kemerahan, terasa panas dan
mengeluarkan nanah.
o Tatalaksana
 Buka luka jika dicurigai terdapat nanah
 Bersihkan luka dengan cairan desinfektan
 Tutup ringan luka dengan kasa lembap. Ganti balutan setiap hari, lebih
sering bila perlu
 Berikan antibiotik sampai selulitis sekitar luka sembuh (biasanya dalam
waktu 5 hari).
 Berikan kloksasilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari)
karena sebagian besar luka biasanya mengandung Staphylococus.
 Berikan ampisilin oral (25–50 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari),
gentamisin (7.5 mg/kgBB IV/IM sekali sehari) dan metronidazol
(7.5 mg/kgBB/dosis 3 kali sehari) jika dicurigai terjadi
pertumbuhan bakteri saluran cerna.
Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk
mengatasi masalah kesehatan yang di laksanakans secara tim. Perawat melakukan fungsi
kolaboratif dalam memberikan tindakan pengobatan secara medis (terapi medis).

PEMBERIAN OBAT:

Pemberian obat kepada pasien terdapat beberapa cara,yaitu melalui rute oral, parenteral, rektal,
vaginal, kulit, mata, telinga dan hidung.

Dalam pemberian obat ada beberapa hal yang harus di perhatikan demi meminimalisir kesalahan
di antaranya :

Prinsip 6 benar pemberian obat:

1.Benar pasien

Sebelum memberikan obat cek kembali identitas pasien.

2. Benar obat

Selum memberikan obat kepada pasien, label pada botol atau kemasan harus di periksa minimal
3 kali.

3. Benar dosis

Sebelum memberikan obat perawat harus memeriksa dosis obat dengan hati-hati dan teliti, jika
ragu perawat harus berkonsultasi dengan dokter atau apoteker sebelum di lanjutkan ke pasien.

4. Benar cara/rute

Ada banyak rute/cara dalam memberikan obat, perawat harus teliti dan berhati-hati agar tidak
terjadi kesalahan pemberian obat.

5. Benar waktu

Ketepatan waktu sangat pentingkhususnya bagi obat yang efektivitas tergantung untuk mencapai
atau mempertahankan darah yang memadai, ada beberapa obat yang diminum sesudah atau
sebelum makan, juga dalam pemberian antibiotik tidak oleh di berikan bersamaan dengan susu,
karna susu dapat mengikat sebagian besar obat itu,sebelum dapat di serap tubuh.

6. Benar dokumentasi

Setelah obat itu di berikan kita harus mendokumentasikan dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat
itu di berikan, dan jika pasien menolak pemberian obat maka harus di dokumentasikan juga
alasan pasien menolak pemberian obat.

TUJUAN PEMBERIAN OBAT:

Memberikan obat sesuai dengan prosedur agar mendapatkan efek obat yang di inginkan dan bisa
memberikan efek penyembuhan terhadap suatu penyakit ataupun keluhan yang di rasakan oleh
seseorang.
Dalam panduan ini, saya akan sharing mengenai 8 Langkah Mudah Membaca Hasil Analisa Gas
Darah (AGD) menggunakan metode SOS. Metode ini berdasarkan permainan S.O.S dimana
menggunakan kolom-kolom untuk membantu anda meng-interpretasikan hasil AGD dengan
sangat-sangat mudah.

Ketika anda berhasil menguasai metode ini, saya jamin pemeriksaan & interpretasi AGD akan
lebih menyenangkan ketika dilakukan.

Dan yang terpenting, anda bisa menjadi seorang partner terbaik untuk tenaga kesehatan yang lain
dalam hal tindakan dan interpretasi AGD.

Apa itu Analisa Gas Darah (AGD)?


Analisa Gas Darah (AGD) adalah tes laboratorium darah yang diambil melalui pembuluh darah
arteri untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida dan tingkat asam basa (pH) dalam darah.

Tes ini biasanya dilakukan di laboratorium, dan digunakan untuk memantau beberapa kondisi
kesehatan yang dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama untuk mereka yang mengalami
penyakit-penyakit kritis.

Analisa Gas Darah (AGD) menggunakan kisaran normal berbentuk angka yang digunakan
sebagai panduan, dan penentuan gangguan didasarkan pada sifat pH darah.

Jika pH darah bersifat basa, kadar HCO3 harus dipertimbangkan karena ginjal mengatur kadar
ion bikarbonat.

Sedangkan,

Jika pH darah bersifat basa, maka PaCO2 atau biasa disebut sebagai tekanan parsial
karbondioksia dalam darah arteri harus dinilai karena paru-paru mengatur sebagian besar asam
darah tubuh.

Hasil – Hasil Interpretasi Analisa Gas Darah (AGD):


 Asidosis Respiratorik – terjadi ketika pernafasan tidak adekuat dan asam PaCO2 atau
asam pernafasan menumpuk. Penumpukan CO2 tersebut akan bergabung dengan air
untuk membentuk asam karbonat, sehingga menyebabkan keadaan asidosis. Hal tersebut
umumnya dikenal sebagai emfisema.
 Alkalosis Respiratorik – dapat terjadi sebagai akibat dari hiperventilasi
 Asidosis Metabolik – terjadi ketika terdapat penurunan bikarbonat dan terjadi
penumpukan asam laktat. Hal seperti ini biasanya terjadi pada kasus-kasus diare, ketosis
dan gangguan ginjal.
 Alkalosis Metabolik – terjadi ketika konsentrasi ion bikarbonat meningkat,
menyebabkan peningkatan pH darah. Kondisi seperti ini dapat terjadi pada nusea and
vomitus (mual muntah), dehidrasi atau gangguan endokrin.

Rumit ya? Awal-awal memang akan terlihat rumit, tapi mari lanjutkan membaca untuk
menghilangkan kerumitan tersebut.

Tujuan Panduan Analisa Gas Darah (AGD)


Panduan ini dirancang untuk menghilangkan kerumitan tersebut dengan cara yang
menyenangkan menggunakan metode yang sangat familiar dan mengasyikan.

Harapannya, setelah membaca panduan ini, anda bisa menentukan 3 tujuan utama dari
panduan ini, yaitu :

1. Berdasarkan hasil Analisa Gas Darah (AGD), anda bisa menentukan apakah hasil
tersebut menggambarkan Asidosis atau Alkalosis
2. Yang kedua adalah anda bisa menentukan apakah hasil tersebut merujuk pada keadaan
Metabolik atau Respiratorik
3. Terakhir, anda bisa menentukan tingkat kompensasi dari hasil tersebut, apakah
Terkompensasi Penuh, Terkompensasi Sebagian atau Tidak Terkompensasi.

Yakin bisa? Ya! Saya yakin anda pasti bisa!

Pertanyaannya, apakah anda yakin anda pasti bisa? Lha wong saya aja yakin anda bisa, masa
anda sendiri tidak yakin?!

Oke lanjut …

8 Langkah Mudah Membaca Hasil Analisa Gas Darah (AGD) Menggunakan


Metode SOS

Terdapat 8 langkah mudah dan sederhana untuk membaca hasil analisa gas darah dengan
menggunakan metode SOS.
1. Hafalkan nilai normal AGD

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui dan menghafalkan nilai normal hasil
AGD (Analisa Gas Darah).

 pH normal berkisar antara 7.35 – 7.45


 PaCO2 normal berkisar antara 35 – 45
 HCO3 normal berkisar anatara 22 – 26

Tips Menghafalkan Nilai AGD:


1. Hafalkan nilai pH
2. Nilai PaCO2 adalah angka dibelakang koma pH, dibalik

Lihat gambar Nilai Normal Analisa Gas Darah berikut ini:

Saya sarankan anda untuk menggambar ulang gambar nilai normal AGD diatas untuk
mempermudah anda menghafal nilai normal AGD.

2. Buatlah Grid S.O.S


Ketika anda berhasil menghafalkan nilai normal AGD, langkah selanjutnya adalah membuat
kolom permainan SOS seperti gambar diatas.

Gambar diatas nantinya akan digunakan untuk membantu anda dalam menginterpretasikan hasil
AGD.

3. Tentukan apakah pH dalam keadaan Normal, Asidosis atau Alkalosis

Langkah ketiga adalah menentukan keadaan asam atau basa darah berdasarkan nilai pH hasil
AGD. Ingat langkah #1 bahwa pH normal berkisar anatara 7.35 – 7.45.

Ketentuannya :

1. Jika pH darah berkisar antara 7.35 – 7.39, interpretasinya adalah NORMAL (meskipun
cenderung mengarah ke ASIDOSIS). Lalu tempatkan nilai tersebut dalam kolom
NORMAL pada grid SOS.
2. Jika pH berkisar anatara 7.41 – 7.45, interpretasinya NORMAL (meskipun cenderung
mengarah ke ALKALOSIS). Tempatkan nilai tersebut dalam kolom NORMAL grid SOS.
3. Jika pH dibawah 7.35 (7.34, 7.33, 7.32 dst…) maka ASIDOSIS. Tempatkan dalam kolom
ASIDOSIS grid SOS.
4. Jika pH diatas 7.45 (7.46, 7.47, 7.48 dst…) maka ALKALOSIS. Tempatkan dalam kolom
ALKALOSIS grid SOS.

Lihat gambar penempatan nilai pH dalam grid SOS berikut ini:


Sangat mudah bukan? Selanjutnya …

4. Tentukan apakah PaCO2 dalam keadaan NORMAL, ASIDOSIS atau ALKALOSIS


Lakukan hal yang sama seperti langkah no. #3 diatas untuk menentukan posisi nilai PaCO2
dalam grid SOS. (Nilai PaCO2 adalah angka dibelakang koma pH, dibalik).

Ingat bahwa :

 Jika PaCO2 dibawah 35, tempatkan nilai tersebut dalam kolom ALKALOSIS.
 Jika PaCO2 diatas 45, tempatkan dalam kolom ASIDOSIS.
 Jika PaCO2 dalam rentang normal, tempatkan dalam kolom NORMAL.

Sudah? Jika sudah lanjut langkah no. 5 …

5. Tentukan apakah HCO3 dalam keadaan NORMAL, ASIDOSIS atau ALKALOSIS


Selanjutnya menentukan posisi nilai HCO3. Lakukan hal yang sama seperti langkah no.#3 dan
no.#4 diatas.

Ingat bahwa nilai normal HCO3 berkisar anatara 22 – 26, sehingga :

 Jika HCO3 dibawah 22, maka ASIDOSIS dan tempatkan pada kolom ASIDOSIS.
 Jika HCO3 diatas 26, maka tempatkan pada kolom ALKALOSIS.
 Jika HCO3 dalam keadaan normal, tempatkan dalam kolom NORMAL.

6. Interpretasikan : ASIDOSIS atau ALKALOSIS


Mulai langkah ini, anda akan mulai membaca dan menginterpretasikan hasil analisa gas darah
(AGD).

Hal pertama dalam membaca hasil analisa gas darah adalah menentukan apakah hasil tersebut
merujuk pada keadaan ASIDOSIS atau ALKALOSIS.

Untuk mengetahuinya, lihatlah grid SOS yang tadi anda buat.

Lihat, dimanakah posisi pH, apakah dalam kolom ASIDOSIS, NORMAL ataukah ALKALOSIS.

Masing-masing kolom mewakili interpretasinya sendiri. Sehingga jika pH terdapat dalam kolom
ASIDOSIS, maka interpretasinya ASIDOSIS. Jika pH dalam kolom ALKALOSIS, maka
interpretasinya ALKALOSIS.

Mudah bukan? Selanjutnya …

7. Interpretasikan : METABOLIK atau RESPIRATORIK


Setelah mendapatkan interpretasi pH, selanjutnya anda harus menentukan apakah keadaan pH
tersebut merujuk pada keadaan METABOLIK atau RESPIRATORIK?

Caranya, lihat kembali grid SOS, aturannya sebagai berikut:

 Jika pH terdapat dalam kolom yang sama dengan PaCO2, maka RESPIRATORIK
 Jika pH terdapat dalam kolom yang sama dengan HCO3, maka METABOLIK
 Jika pH dalam kolom NORMAL, dan tidak ada nilai PaCO2 atau HCO3 dibawahnya,
maka tentukan apakah nilai pH tersebut CENDERUNG mengarah ke keadaan ASIDOSIS
atau ALKALOSIS.

Ingat aturan no. #3 bahwa :

 Jika pH darah berkisar antara 7.35 – 7.39, interpretasinya adalah NORMAL (cenderung
mengarah ke ASIDOSIS).
 Jika pH berkisar anatara 7.41 – 7.45, interpretasinya NORMAL (cenderung mengarah ke
ALKALOSIS).

8. Interpretasikan : Tingkat Kompensasi


Terakhir, anda harus menentukan tingkat kompensasi dari hasil analisa gas darah.

Aturannya:

 Jika pH NORMAL, maka interpretasinya TERKOMPENSASI PENUH.


 Jika 3 nilai AGD (pH, PaCO2 dan HCO3) ABNORMAL, maka TERKOMPENSASI
SEBAGIAN.
 Jika PaCO2 ATAU HCO3 normal dan pH ABNORMAL, maka TIDAK
TERKOMPENSASI.

Sehingga hasil akhir dari interpretasi analisa gas darah (AGD) adalah:
Asidosis/Alkalosis – Metabolik/Respiratorik – Tingkat Kompensasi

Bagaimana, sangat sangat mudah bukan? Share ya!

Contoh Kasus Interpretasi Analisa Gas Darah


Oke, mari kita lakukan latihan kasus untuk memastikan bahwa anda sudah memahami metode
SOS ini. Siap?

Contoh Kasus Interpretasi AGD #1

pH=7.26 PaCO2=32 HCO3=18


Cara membacanya:

1. Ingat nilai normal AGD


2. Buat grid SOS
3. pH 7.26 adalah ABNORMAL dan ASIDOSIS. Maka tempatkan dalam kolom ASIDOSIS
4. PaCO2 32 ABNORMAL dan ALKALOSIS. Tempatkan dalam kolom ALKALOSIS
5. HCO3 18 ABNORMAL dan ASIDOSIS. Tempatkan dalam kolom ASIDOSIS

… dari hasil pembacaan AGD diatas, maka didapatkan grid SOS sebagai berikut :

Maka, interpretasinya:

1. pH dalam keadaan ASIDOSIS


2. pH berada dalam kolom yang sama dengan HCO3, maka METABOLIK
3. Baik pH, PaCO2 ataupun HCO3 semuanya dalam keadaan ABNORMAL, maka
TERKOMPENSASI SEBAGIAN

Sehingga interpretasi hasil AGD diatas adalah:


Asidosis Metabolik, Terkompensasi Sebagian

Contoh Kasus Interpretasi AGD #2

pH=7.44 PaCO2=30 HCO3=21

Cara membacanya:
1. Ingat nilai normal AGD
2. Buat grid SOS
3. pH 7.44 adalah NORMAL namun cenderung ALKALOSIS. Maka tempatkan dalam
kolom NORMAL dengan panah menuju kolom ALKALOSIS.
4. PaCO2 30 ABNORMAL dan ALKALOSIS. Tempatkan dalam kolom ALKALOSIS
5. HCO3 21 ABNORMAL dan ASIDOSIS. Tempatkan dalam kolom ASIDOSIS

… dari hasil pembacaan AGD diatas, maka didapatkan grid SOS sebagai berikut :

Maka, interpretasinya:

1. pH dalam keadaan NORMAL namun cenderung ALKALOSIS. Maka pH: ALKALOSIS


2. Karena kecenderung pH ALKALOSIS, maka bisa di sebut pH terdapat dalam kolom
yang sama dengan PACO2, maka RESPIRATORIK
3. pH NORMAL (ALKALOSIS hanya kecenderungan saja, maka dianggap pH NORMAL),
sehingga TERKOMPENSASI PENUH

Sehingga interpretasi hasil AGD diatas adalah:


Alkalosis Respiratorik, Terkompensasi Penuh

Contoh Kasus Interpretasi AGD #3

pH=7.1 PaCO2=40 HCO3=18

Cara membacanya:
1. Ingat nilai normal AGD
2. Buat grid SOS
3. pH 7.1 ABNORMAL dan ASIDOSIS, maka tempatkan dalam kolom ASIDOSIS
4. PaCO2 dalam rentang NORMAL, tempatkan dalam kolom NORMAL
5. HCO3 18 ABNORMAL dan ASIDOSIS, tempatkan dalam kolom ASIDOSIS

… dari hasil pembacaan AGD diatas, maka didapatkan grid SOS sebagai berikut :

Maka, interpretasinya:

1. pH 7.1 ASIDOSIS
2. pH terdapat dalam kolom yang sama dengan HCO3, maka METABOLIK
3. pH dan HCO3 ABNORMAL (Karena asidosis), namun PaCO2 NORMAL. Maka
TIDAK TERKOMPENSASI

Sehingga interpretasi hasil AGD diatas adalah:


Asidosis Metabolik, Tidak Terkompensasi

Nah bagaimana pendapat anda mengenai metode SOS ini? Apakah mudah dimengerti, atau sulit?

Saya yakin ini sangat-sangat mudah untuk dimengerti. Karena saya yakin;

Orang cerdas tidak akan pernah berhenti sampai tahap belajar, Ia akan mempraktikan dan
membagikannya.
Dan saya tahu, ANDA ADALAH ORANG YANG CERDAS!

Pertanyaannya :

Apakah membaca dan menginterpretasikan hasil Analisa Gas Darah (AGD) itu sulit? Ternyata
tidak, jika dan hanya jika anda mengetahui metode yang tepat untuk mempelajarinya.

Nah, semoga bermanfaat ya! Dan jangan lupa untuk follow blog ini dan akun instagram saya
@nersliciousacademy untuk mendapatkan kiat dan ilmu-ilmu keperawatan terbaru dari saya.
Pencegahan Pasien Jatuh Sebagai Strategi
Keselamatan Pasien: Sebuah Sistematik
Review
Oleh : Hary Agus Sanjoto, S.Sos, MPH

Pelayanan kepada pasien di rumah sakit sudah


selayaknya merupakan pelayanan yang holistic, pelayanan yang paripurna. Mulai pasien datang,
melakukan pendaftaran, pemeriksaan, hingga pasien pulang. Akan tetapi beberapa kejadian di
rumah sakit kadang tidak diperhatikan, yaitu pasien jatuh pada saat mendapatkan pelayanan di
rumah sakit. Pasien disini dapat sebagai pasien rawat jalan maupun sebagai pasien rawat inap.

Dalam pelaksanaan program patient safety di rumah sakit, kejadian pasien jatuh merupakan salah
satu indikator berjalan tidaknya pelaksanaan program ini. Mendefinisikan pasien jatuh pun
memiliki tantangan tersendiri. Miake-Lye at al. (2013) dalam National Database of Nursing
Quality Indicators mendefinisikan jatuh sebagai "an unplanned descent to the floor with or
without injury", sedangkan World Health Organization (WHO) mendefinisikan jatuh sebagai
"an event which results in a person coming to rest inadvertently on the ground or floor or some
lower level".

Banyak upaya yang telah dilakukan oleh rumah sakit dalam mengurangi atau mencegah kejadian
pasien jatuh. Pencegahan pasien jatuh adalah masalah yang kompleks, yang melintasi batas-batas
kesehatan, pelayanan sosial, kesehatan masyarakat dan pencegahan kecelakaan. Dalam buku
"Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care" (2013), menyebutkan
bahwa di Inggris dan Wales, sekitar 152.000 jatuh dilaporkan di rumah sakit akut setiap tahun,
dengan lebih dari 26.000 dilaporkan dari unit kesehatan mental dan 28.000 dari rumah sakit
masyarakat. Beberapa kasus berakibat pada kematian, luka berat atau sedang dengan perkiraan
biaya sebesar £ 15 juta per tahun.

Bahkan dalam akreditasi international Joint Commission International (JCI), upaya


penanggulangan kejadian pasien jatuh di rumah sakit mendapatkan perhatian khusus. Hal ini
seperti disebutkan dalan section 1, chapter 1 yaitu International Patient Safety Goals (IPSG),
khususnya Sasaran 6 yaitu Reduce the Risk of Patient Harm Resulting from Falls. Maksud dan
tujuan dari sasaran ke 6 dari akreditasi JCI ini adalah sebagian besar cedera pada pasien rawat
inap terjadi karena jatuh. Dalam konteks ini rumah sakit harus melakukan evaluasi risiko pasien
terhadap jatuh dan segera bertindak untuk mengurangi risiko terjatuh dan mengurangi risiko
cedera akibat jatuh. Rumah sakit menetapkan program mengurangi risiko terjatuh berdasarkan
kebijakan dan atau prosedur yang tepat. Program ini memantau baik konsekuensi yang
diinginkan maupun tidak diinginkan dari tindakan yang diambil untuk mengurangi jatuh. Rumah
sakit harus melaksanakan program ini. Maka dalam standar JCI sasaran ke 6 ini disebutkan
rumah sakit perlu menyusun cara pendekatan untuk mengurangi risiko cedera yang menimpa
pasien akibat jatuh.
Upaya-upaya untuk mengurangi kejadian pasien jatuh di rumah sakit telah banyak dilakukan.
Hal ini seperti di rangkum oleh Miake-Lye at al. (2013) dalam tabel dibawah ini,
Pendidikan pada pasien, pemberian tanda beresiko pada bed pasien dan pelatihan pada para staf
merupakan intervensi yang paling efektif untuk mengurangi kejadian pasien jatuh. Lebih lanjut
dalam proses implementasi intervensi-intervensi di atas, dibutuhkan struktur organisasi yang
baik, infrastruktur keamanan yang baik, budaya keselamatan pasien, kerja tim dan leadership.

Dalam buku "Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care"
disebutkan upaya upaya untuk mengurangi terjadinya kejadian pasien terjatuh di rumah sakit,
yaitu:

 Membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya.


 Menunjukkan pada pasien alat bantu panggilan darurat.
 Posisikan alat bantu panggil darurat dalam jangkauan.
 Posisikan barang-barang pribadi dalam jangkauan pasien.
 Menyediakan pegangan tangan yang kokoh di kamar mandi, kamar dan lorong.
 Posisikan sandaran tempat tidur rumah sakit di posisi rendah ketika pasien sedang
beristirahat, dan posisikan sandaran tempat tidur yang nyaman ketika pasien tidak tidur.
 Posisikan rem tempat tidur terkunci pada saat berada di bangsal rumah sakit.
 Menjaga roda kursi roda di posisi terkunci ketika stasioner.
 Gunakan alas kaki yang nyaman, baik, dan tepat pada pasien.
 Gunakan lampu malam hari atau pencahayaan tambahan.
 Kondisikan permukaan lantai bersih dan kering. Bersihkan semua tumpahan.
 Kondisikan daerah perawatan pasien rapi.
 Ikuti praktek yang aman ketika membantu pasien pada saat akan ke tempat tidur dan
meninggalkan tempat tidur.

Pernyataan yang paling ringkas, akan tetapi memiliki makna yang dalam seperti yang disarankan
oleh Standart Akreditasi JCI adalah "The program is implemented". Dengan implementasi
beberapa saran dalam tulisan ini diharapkan dapat meminimalkan kejadian pasien terjatuh di
rumah sakit. Sehingga salah satu indikator patient safety dapat dilakukan.

Referensi :

Isomi M. Miake-Lye et al. (2013). Inpatient Fall Prevention Programs as a Patient Safety
Strategy. A Systematic Review. Annals of Interbal Medicine. Vol 158. No 5

Isomi M. Miake-Lye, BA; Susanne Hempel, PhD; David A. Ganz, MD, PhD; and Paul G.
Shekelle, MD, PhD, Annals of Internal Medicine Volume 158 • Number 5 (Part 2), 2013

Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care, Agency for
Healthcare Research and Quality, January – http://www.ahrq.gov/professionals/systems/long-
term-care/resources/injuries/fallpxtoolkit/index.html , download dari
http://www.centerforpatientsafety.org/2013/03/08/thirteen-ways-to-prevent-falls/

Joint Commission International Acreditation Standards for Hospitals. 4th Edition. 2011
PROSEDUR PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN

Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis menurut hierarki Maslow.
Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen dari dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan
oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi maka akan terjadi kerusakan jaringan otak dan
apabila hal tersebut berlangsung lama bisa menyebabkan kematian. System yang berperan dalam
proses pemenuhan kebutuhan manusia adalah sistem pernafasan, persarafan dan kardiovaskuler.
Masalah kebutahan oksigen adalah salah satu pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini terbukti
pada seseorang yang kekurangan oksigen akan mengalami hipoksia dan berlanjut pada kematian. Proses
ini dapat dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, yang dapat
membebaskan saluran nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen agar dapat berkerja
secara normal kembali.
Pemberian oksigen adalah memberikan oksigen ke dalam paru-paru melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat bantu berupa kateter nasal, nasal kanula, dan masker oksigen.
Tujuan
1. Memenuhi kebutuhan oksegen
2. Mencegah terjadinya hipoksia
Menyiapkan Alat dan bahan
1. Tabung oksigen lengkap dengan flow meter dan humidifier
2. Kateter nasal, nasal kanula dan masker oksigen
3. Jelly
Menyiapkan pasien
1. Menjelaskan tujuan pemberian oksigen
2. Mengatur posisi pasien semi-fowler
3. Menjaga privasi pasien

Kateter Nasal
Pelaksanaan
1. Mencuci tangan
2. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasannya 1-6 liter/menit. Kemudian,
observasi humidifier dengan melihat air bergelembung.
3. Ukur kateter nasal dimulai dari lubang telinga sampai kehidung dan berikan tanda.
4. Buka saluran udara dari tabung oksigen.
5. Berikan minyak peumas (jelly).
6. Masukan kedalam hidung sampai batas yang telah ditentukan.
7. Lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan menekan lidah pasien
menggunakan spatel.
8. Fiksasi pada daerah hidung.
9. Kaji cuping, sputum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8 jam sekali.
10. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian respons pasien.
11. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Nasal Kanula
Palaksanaan
1. Mencuci tangan.
2. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasannya 1-6 liter/menit. Kemudian,
observasi humidifier dengan melihat air bergelembung.
3. Pasang nasal kanula pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
4. Kaji cuping, sputum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8 jam sekali.
5. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian an respons pasien.
6. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Masker Oksigen
Pelaksanaan
1. Mencuci tangan
2. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasannya 1-6 liter/menit. Kemudian,
observasi humidifier dengan melihat air bergelembung.
3. Pasang masker oksigendi atas mulut dan hidung pasien dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
4. Kaji cuping, sputum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8 jam sekali.
5. Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian an respons pasien.
6. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan
Cairan dan Elektrolit
26 Oktober 2014 21:29 Diperbarui: 17 Juni 2015 19:40 17262 0 0

Keseimbangan caira dan elektrolot berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung
satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh padaa yang lainnya.

Cairan Cairan elektrolit tubuh dibagi dalam dua kelompok:

1.intraseluler (CIS)

Adalah cairan yang berada didalam sel diseluruh tubuh.

2.Cairan ekstraseluler (CES)

Adalah cairan yang berada diluar sel.

Jenis dan jumlah cairan tubuh:

vCairan tubuh: 60%

1.Cairan intraseluler: 40%

2.Cairan ekstraseluler: 20%

a.Cairan intertisial: 15%

b.Plasma darah: 5%

Fungsi cairan tubuh:

1.Sarana untuk mengangkut zat-zat makanan ke sel-sel

2.Mengeluarkan buangan-buangan sel

3.Membentuk dalam metabolism sel

4.Sebagai pelarut untuk elektrolit dan non elektrolit

5.Membantu memelihara suhu tubuh

6.Membantu pencernaan

7.Mempermudah eliminasi

8.Mengangkut zat-zat seperti (hormone, enzim, SDP, SDM)

Komposisi cairan tubuh:

1.Air

Adalah senyawa utma dari tubuh manusia. Rata-rata pria dewasa hampir 60% dari berat
badannya adalah air dan rata-rata wanita mengandung 55% air dari berat badannya.

2.Solute (terlalut)

Cairan tubuh mengandung dua jenis substrat terlalut (zat terlalut) elektrolit dan non elektrolit.
a.Elektrolit

Substansi yang berdiasosiasi (terpisah) didalam larutan dan akan menghantarkan arus listrik.
Elektrolot berdisosiasi menjadi ion positif dan negatif

·Kation: ion-ion yang membentuk muatan positif dalam larutan. Kation ekstaseluler utama
adalah natrium (Na), sedangkan kation intraseluler utama adalah kalium (K)

·Anion: ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion ekstaseluler utama adalah
klorida (Cl), sedangkan anion intraseluler utama adalah ion fosfat (PO43)

b.Non elektrolit

Substansi seperti glukosa dan urea yang tidak berdisosiasi dalam larutan. Larutan non elektrolit
lainnya yang secara klinis penting mencakup kreatinin dan bilirubun.

Factor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit

1.Usia

2.Jenis kelemin

3.Sel-sel lemak

4.Stress

5.Sakit

6.Temperature lingkungan

7.Diet

Jenis-jenis cairan infuse

1.Cairan hipotonik

Adalah osmolaritasnya lebih redang dibandungkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih randah
dibandingkan serum. Cairan ini digunakan apda keadaan sel mengalami dehidrasi misalnya pada
pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglkemia (pada gula dara
tinggi) dengan ketoaksidosis diabetic.

2.Isotonic

Adalah osmoaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah) sehingga terus berada dipembuluh darah. Bermanfaat bagi pasien yang mengalami
hipervolemi (kekurangan cairan tubuh sehingga tekanan darah terus terus menurun). Memiliki
resiko overload contohnya RL dan NaCL 0.9%.

3.Cairan hipertonik

Adalah osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum sehingga menarik cairan dan elektrolit
dari jaringan dan sel kedalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan dararh
menstabilkan, meningkatkan produksi urin, dan menguru edema (bengkaak).

Tindakan untuk mengatasi masalah/gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit.

·Pemberian cairan melalui per-oral atau intravena (infus)

Tindakan keperawatan ini dilakukan pada klien yang memerlukan masukan cairan melalui
intravena (infus). Pemberian infus dapat diberikan pada pasien yang mengalami pengeluaran
cairan atau nutrisi yang berat. Tindakan ini memerlukan kesterilan mengingat langsung
berhubungan dengan pembuluh darah.
Pemberian melalui infus dengan memasukan kedalam vena (pembuluh darah pasien) diantara
vena lengan (vena cefalisa basilica dan mediana cubitti) atau vena yang ada dikepala seperti vena
temporalis frontalis (khususnya untuk anak-anak). selain pemberian infus pada pasien yang
mengalami pengeluaran cairan juga dapat dilakukan pada pasien schock, intoksikasi berat, pra
dan pasca bedah, sebelum tranfusi darah atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.

·Langkah atau Prosedur

a.Alat

ØBaki yang telah dialasi

ØPerlak dan pengalasnya

ØPengalas (handuk kecil)

ØBengkok

ØTiang infus

ØSarung tangan ( handskun)

ØTourniquet

ØKapas alcohol

ØCairan infus yang diperlukan

ØInfus set

ØAbocat

ØPlester

ØKasa steril

ØGunting plester

ØBetadin

b.Persiapan pasien

ØIdentifikasi pasien

ØMemberitahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan

ØMenyiapkan lingkungan

ØMengobservasi reaksi pasien

ØPasang penutup tirai

ØAtur posisi pasien senyaman mungkin

ØPasang perlak dan pengalasnya dibawah daerah yang akan dipasang infus

c.Langkah –langkah

ØMencuci tangan

ØPakai sarung tangan


ØGantungkan pletboth pada tiang infus

ØBukan kemasan steril infus set

ØAtur klem rol sekitar 2-4 cm dibawah bilik drip dan tutup klem yang ada pada saluran infus

ØTusukan pipa saluran infus kedalam botol cairan dan tabung tetesan diisi setengah dengan cara
memencet tabung tetesan infuse

ØBuka klem dan alirkan cairan keluar sehingga tidak ada udara pada selang infuse lalu tutup
kembali (klem)

ØCari dan pilih vena yang akan dipasang infuse

ØLetakan tourniquet 10-12 cm diatas tempat yang akan ditusuk

ØDisinfeksi daerah pemasangan dengan kapas alcohol 70% secara sirkular

ØTusukan jarum abocath ke vena dengan lubang jarum menghadap keatas (bila berhasil darah
akan keluar dan dapat dilihat dipipa abocath

ØDorong pelan–pelan abocath masuk kedalam vena, tarik pelan-pelan jarum abocath sehingga
semua pelastik abocath masuk semua kedalam vena

ØSambungkan segera abocath dengan selang infus

ØLepaskan tourniquet dan longgarkan tourniquet untuk melihat kelancaran tetesan sudah lancer,
pangkal jarum direkatkan pada kulit dengan plester(piksasi)

ØAtur tetesan sesuai dengan kebutuhan

ØTutup tempat tusukan dengan kasa steril dan beri plester

ØBereskan alat dan lepas sarung tangan

ØCuci tangan

ØDokumentasi tindakan yang sudah dilakukan

Rumus menghitung tetes infus

1.Macro

Keterangan : 1cc = 20 tetes/menit

·Tetes infuse macro

Tetes/menit = jumlah cairan x 20/lama infus x 60

·Lama infus macro

Lama infus = ( jumlah cairan x 20) / (tetes/menit x 60)

2.Micro

Keterangan : 1cc = 60 tetes/menit

·Tetes infus micro

Tetes/menit = (Jumlah cairan x 60) / (lama infus x 60)

·Lama infus micro


Lama infus = ( jumlah cairan x 60) / ( tetes/menit x 60)

Anda mungkin juga menyukai