Anda di halaman 1dari 10

ISU - ISU KEHUTANAN INTERNASIONAL

( PERDAGANGAN ILEGAL SATWA LIAR)


Dosen:
Sahat Girsang,S,Hut,M,Si.

Oleh:
YUNI DELLA PAJORESA [2301120894]
RIONALDI TINDAON [2301121677]
RINA PURNAMA [2301120297]
RANI YULIA [2301120225]
YANE JEFRI BANCIN [2301120327]

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUANAN
UNIVERSITAS SATYA TERRA BHINNEKA
MEDAN
2024
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kepada tuhan yang maha Esa, karna atas
limpahan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada nya
halangan dan sesuai dengan harapan.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini, dan terima kasih juga untuk bapak
Sahat Girsang,S,Hut,M,Si. Sebagai dosen pembimbing mata kuliah ilmu kehutanan
dan etika lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyusunan makalah ini.Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalahini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat untuk
pembaca.

Medan, Januari 2024

penulis
DAFTAR ISI
Hlm
KATA PENGANTAR………………………………………………………….
DAFTAR ISI …………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………...
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………...
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………..
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..
2.1. faktor Faktor penyebab terjadinya perdagangan ilegal satwa lia.
2.2 dampak ekonomi dari perdagangan ilegal satwa liar
2.3 cara mencegah dan memberantas perdagangan satwa liar secara ilegal.
BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Saat ini perdangangan ilegal transnasional tidak hanya terjadi pada


persenjataan, obat-obatan, dan manusia, namun juga terjadi pada kehidupan alam
liar berbentuk eksploitasi hewan hewan langka yang memiliki nilai jual yang
tinggi dan dapat di sebut juga dengan perdagangan hewan liar. Perdagangan satwa
liar merupakan ancaman yang dapat menyebabkan kepunahan bagi siatu spesies
apabila tidak ada pengaturan dalam praktik perdagangan satwa liar khususnya di
dunia internasional. Perdagangan satwa liar yang dapat mengancam ialah
perdagangan yang sifatnya ilegal, hal ini disebabkan karena perdagangan ilegal
tidak mudah untuk di lacak dan di telusuri karena sifat peraktiknya yang
sembunyi-sembunyi dan berpotensi memberikan dampak yang siknifikan tehadap
kepunahan populasi suatu spesies.
Perdagangan satwa liar menjadi perhatian yang khusus dalam dunia global di
karenakan melibatkan aktivitas transnasional serta perdagangan satwa liar masuk
ke dalam daftar kegiatan keriminal terorganisir yang terbesar dan paling
menguntungkan setelah perdagangan narkoba, senjata,dan manusia.
Perdagangan hewan liar yang tersebar luas merupakan ancaman terhadap
kelangsungan keanekaragaman hayati. Kombinasi antara kerusakan habitat dan
eksploitasi hewan untuk kegiatan perdagangan menyebabkan keberlangsungan
hidup hewan liar menjadi terancam (Liana & Witno, 2021). Sebagian besar dari
satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal, sekitar 95%, berasal dari hasil
perburuan alam, bukan dari proses penangkaran. Sebanyak 40% dari satwa yang
diperdagangkan mati karena mengalami proses penangkapan yang menyakitkan,
pengangkutan yang tidak memadai, kandang yang sempit, dan pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. (Nuraeni et al., 2021).
Maraknya perburuan, perdagangan, dan penyelundupan satwa liar disebabkan
oleh permintaan yang tinggi terhadap satwa liar. Situasi ini menjadi penyebab
menurunnya populasi spesies satwa langka, terutama karena harga jual yang
tinggi bagi jenis-jenis satwa yang sangat langka (Guntur & Slamet, 2019).
Seiring bertambahnya pengguna media sosial, meningkat juga penggunaan
media sosial sebagai platform perdagangan online satwa langka. Banyak juga
pembeli atau peminat transaksi online terkait satwa langka tersebut (Puspitasari,
2022). Banyaknya minat terhadap satwa langka mendorong para pelaku
perdagangan ilegal satwa langka untuk menciptakan strategi baru agar dapat
mengelabui penegak hukum. Mereka kini beroperasi dengan lebih terorganisir
dan melintasi batas negara (Zakariya, 2020). Pasar hewan liar semakin
berkembang dengan adanya transaksi online. Pemanfaatan transaksi online
menjadi cara baru yang digunakan oleh para pedagang dalam menjual satwa liar
agar dapat menghindari upaya penyitaan yang dilakukan oleh pihak berwenang
(Kamim, 2020). Dalam transaksi online, pedagang berkolaborasi dengan oknum
pejabat untuk menciptakan dokumen palsu guna melegitimasi perdagangan satwa
tertentu. Pembeli dapat meminta pedagang untuk menangani kelengkapan
dokumen hewan sebelum diterima oleh konsumen (Budiani & Raharningrum,
2018).
Menghadapi kasus peningkatan perdagangan ilegal satwa langka secara
daring, diperlukan kolaborasi antara pemerintah negara-negara dan para pelestari
lingkungan untuk mengendalikan arus perdagangan ilegal ini. faktor yang
mempengaruhi perdagangan ilegal
1.2 Rumusan masalah
1. Apa saja faktor Faktor penyebab terjadinya perdagangan ilegal satwa liar?
2. Apa dampak ekonomi dari perdagangan ilegal satwa liar?
3. Bagaiman cara mencegah dan memberantas perdagangan satwa liar secara
illegal?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja Faktor penyebab terjadinya perdagangan ilegal
satwa liar.
2. Untuk mengetahui Apa dampak ekonomi dari perdagangan ilegal satwa liar.

3. Untuk mengetahui cara mencegah dan memberantas perdagangan satwa liar


secara ilegal.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 faktor Pnyebab terjadinya perdagangn satwa liar


Faktor penyebab terjadinya perdagangan ilegal satwa liar adalah sebagai berikut :

1. Ekonomi
Faktor utama perdagangan ilegal satwa liar yang terjadi dari skala kecil hingga
raksasa adalah ekonomi. Indonesia berperan besar sebagai negara pengirim, transit,
maupun penerima komoditi perdagangan ilegal satwa liar. Setiap tahunnya, para
pemburu dan cukong telah berhasil menjual ribuan kilogram gading gajah sumatera.
Hal serupa terjadi juga pada harimau, orangutan, penyu, trenggiling, rusa, burung dan
satwa-satwa liar lainnya. Faktor ekonomi yang dimaksud dalam penyebab terjadinya
perdagangan ilegal satwa liar meliputi:

a. Harga

Semakin langka satwa liar yang diperjualbelikan, maka semakin tinggi pula harganya
di pasar gelap. Harga satu kilogram gading gajah impor di Indonesia mencapai Rp 30
juta dan cula badak Rp 300 juta perbarang. Menurut perhitungan Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Lingkungan Hiidup dan
Kehutanan perdagangan ilegal satwa liar di Indonesia setiap tahunnya mencapai Rp 9
Trilliun pertahun. Kemiskinan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar
lingkungan hutan yang seringkali dimanfaatkan oleh para mafia dari kota-kota besar
untuk menjadi pemburu satwa liar dengan iming-iming uang. Dalam alur
perdagangan ilegal satwa liar, para masyarakat yang menjadi pemburu mendapatkan
keuntungan paling kecil dan menjadi pihak yang ikut dieksploitasi oleh para
pedagang satwa liar dengan memanfaatkan kondisi masyarakat yang miskin
(eksploitasi kemiskinan).

b. Hiburan

Satwa liar memiliki daya tarik teradap keunikan bentuk maupun karakter dan
dianggap pantas untuk dieksploitasi demi kesenangan, mulai dari hiburan kelas
jalanan, seperti atraksi topeng monyet yang meminta upah seikhlasnya sampai pada
sirkus dengan tarif khusus untuk menontonnya. Pertunjukan satwa untuk kesenangan
ini umumnya tidak disertai dengan informasi kondisi terkait satwa mulai dari
mendapatkan satwa serta dokumen perizinan kepemilikan satwa.

c. Bahan Narkoba
Satwa liar sebagai bahan baku narkoba menjadi pemicu khususnya perburuan
terhadap trenggiling yang setiap tahunnya memiliki angka yang cukup fantastis.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa transaksi
penyelundupan trenggiling keluar negeri diperkirakan sebesar Rp 12 Miliar pertahun
di mana dalam lima tahun terakhir terdapat 587 kasus penyelundupan trenggiling.
Sisik trenggiling dihargai sekitar Rp 3Juta per kilogram dengan tujuan utama negara
Singapura dan Tiongkok. Selain daging trenggiling yang dapat diolah, sisik
trenggiling yang dipakai sebagai campuran obat bius dan merupakan partikel
pengikat zat pada psikotropika zat Aktif Tramadol HCL yang terdapat pada
psikotropika jenis sabu-sabu.

2.2 Dampak ekonomi Dari Perdagangan Ilegal Satwa Liar

Dampak Ekonomi
Tidak seperti tindakan perdagangan gelap lannya seperti obat-obatan terlarang
yangmengeksploitasi sumber daya yang dapat diperbaharui dan tidak terbatas,
perdagangan satwaliar secara ilegal secara drastis menghabiskan biaya yang tidak
dapat ditebus atau diganti darisegi kemanusiaan dan ekologi dunia. Sekali spesies
langka punah di tangan para pemburugelap, mereka hilang dan seringkali tidak ada
cara untuk membuat mereka kembali (Brown,2011).Sebuah laporan publikasi dari
WWF Internasional menuliskan bahwa satu dampaklangsung dari perdagangan satwa
liar secara ilegal pada negara berkembang adalah habisnyaaset berharga secara cepat
dan tak mungkin dikembalikan. Dalam hal ini pemerintah tidakmenerima pemasukan
dari pajak untuk mendukung aktivitas ekonomi dan negara kehilangansumber daya
hayatinya yang berharga. Dampak lainnya terkait dengan korupsi yang terjadidalam
penyelundupan dan perdagangan ilegal satwa liar. Korupsi secara langsung
berdampakpada kekayaan suatu negara. Korupsi melemahkan ekonomi makro dan
stabiltas fiskal,mengurangi tingkat investasi dan menghambat pertumbuhan
ekonomi.Pada permasalahan pun sudah dijelaskan bahwa menurut data Perlindungan
Hutandan Konservasi Alam, Indonesia mengalami kerugian lebih dari 9 triliun rupiah
tiap tahunnyaakibat perburuan dan perdagangan satwa yang dilindungi. Angka
kerugian ini sangatlah besarbagi negara kita yang kesejahteraan masyarakatnya pun
belum merata. Bila kerugian ini bisadicegah, dana sebanyak itu bisa digunakan oleh
negara untuk membantu masyarakat miskinatau melestarikan sumber daya alam yang ada.

2.3 Cara mencegah dan memberantas perdagangan satwa liar secara illegal.
.
Terdapat beberapa alternatif metode yang dapat digunakan dalam mencegah dan
memberantas perdagangan satwa liar secara ilegal, yaitu;

A.Sosialisasi dan Penegakan Hukum


Satu cara untuk memenangi aktivitas perdagangan ilegal ini adalah
denganmengurangi permintaan akan satwa liar. Salah satu metodenya adalah
denganmenumbuhkan kepedulian dan ketertarikan publik akan permasalahan ini.
Baikmelalui pemaparan ataupun kampanye-kampanye untuk mengedukasi para
pemburu,konsumen, importir dan eksportir produk-produk dari satwa liar dilindungi.
Kurangpahamnya akan peraturan dan hukum yang berlaku juga seringkali menjadi
penyebabmasih maraknya perdagangan satwa liar secara ilegal. Oleh karena itu
hukum dan peraturan yang berlaku dan mengatur hal ini pun perlu disebarkan dan
disosialisasikankarena penegakan hukum juga merupakan salah satu solusi dalam
memberantasperdagangan liar.Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab harus
diselidiki dan mendapathukuman, begitu juga bila ada suap-menyuap atau koruptor
yang bermain. Setiappelaku harus diberi hukuman yang sesuai dengan undang-
undang yang berlaku agardapat memberi efek jera dan tidak megulangi
perbuatannya.Berbagai usaha penyadaran dan sosialisasi akan satwa liar juga
sedangdilakukan oleh pemerintah dan organisasi-organisasi non pemerintah.
Beberapalaporan mengindikasikan bahwa kampanye dan penyadartahuan publik ini
akansegera menunjukkan hasilnya. Berbagai metode atau strategi juga harus
digunakanuntuk meningkatkan ketertarikan dan mengundang keingintahuan publik.
Saat inikampanye banyak dilakukan juga melalui media sosial dan video-video
singkat yangberdampak.Contohnya seperti kampanye mengenai dampak pembelian
sirip hiu di Asia,dilaporkan bahwa ada penurunan permintaan sebesar 50-70% di
beberapa pasar.Namun bagaimanapun juga dampak dan hasilnya dalam jangka
panjang masihmenjadi pertanyaan. Diharapkan hasil dari kampanye-kampanye ini
tidak hanyamembawa dampak sementara pada perubahan kebiasaan dan budaya di
masyarakat(Wyler & Sheikh, 2008).Selain itu masyarakat juga harus dikenalkan akan
jasa ekologi bagi kehidupandi bumi. Memang jasa ekologi ini sampai sekarang masih
belum diperhitungkan hargapasarnya di dunia dan diukur dalam GDP (Gross
Domestic Product). Hal inimenyebabkan manusia masih bertindak semena-mena
terhadap alam dan setiaporganisme di dalamnya karena dianggap tidak memiliki nilai
dan manfaat bagikehidupan manusia. Padahal setiap organisme sudah dirancang
sedemikian rupadengan peran mereka masing-masing yang mendukung keberlanjutan
ekosistem dialam. Oleh karena itu manfaat dan jasa setiap spesies ini juga
harusnyadisosialisasikan pada masyarakat sebagai pemahaman dan menumbuhkan
kesadaranuntuk menjaga dan memelihara setiap spesies sebagai titipan Sang Pencipta
yangsangat berharga bagi bumi.

B.Perubahan budaya dan tradisi


Meski begitu pemberantasan perdagangan satwa liar masih terus
mendapattantangan besar karena adanya budaya dan tradisi di masyarakat baik
dalammengkonsumsi atau memakai bagian-bagian dari satwa liar untuk berbagai
keperluan.Seperti contohnya dipakainya gading gajah dalam proses adat pernikahan
di NTT ataupenggunaan organ dari harimau untuk obat-obatan di Tiongkok.
Kebiasaan danbudaya yang berlaku di masyarakat memang sulit untuk diubah.
Namun melihatsemakin menurunnya populasi dan ancaman kepunahan maka
perubahan patut untukdilakukan. Oleh karena itu penyadaran publik pun harus
disertai dengan jalan tengahyang menguntungkan semua pihak. Misalnya dengan
mencarikan bahan lain yangdapat dipakai dalam pengobatan tertentu dengan
memanfaatkan teknologi dan sumberdaya alam lain yang dapat diperbaharui. Begitu
juga dengan budaya-budayamasyarakat daerah dapat diberikan alternatif sumber daya
lain yang dapat digunakandalam proses adat mereka.

C.Pemerataan pendapatan
Satu hal yang juga tidak dapat dilupakan adalah adanya pemerataankesejahteraan
masyarakat di setiap daerah sehingga tidak muncul pemburu-pemburudan pedagang
ilegal yang didorong oleh kebutuhan ekonomi. Masyarakat juga perludiedukasi akan
keterampilan-keterampilan yang dapat mendukung kehidupan mereka.Selain itu
masyarakat juga dapat diberi pemahaman akan potensi-potensi sumber dayaalam
yang ada di sekitar mereka yang dapat dimanfaatkan dengan tidak merugikansatwa-
satwa yang dilindungi. Misalnya dengan pemanfaatan lahan sebagai lahanpertanian,
perkebunan, atau peternakan. Berbagai alternatif untuk memenuhikebutuhan ekonomi
ini dapat diberikan pada masyarakat sehingga setiap pihak padaakhirnya
saling diuntungkan.Bahkan masyarakat juga bisa mendapatkan tambahan pendapatan
denganmenjadi pemandu bagi para turis asing ataupun dalam negeri yang hendak
menjelajahdan melihat satwa-satwa tertentu. Hal ini tentunya lebih menguntungkan
secaraekologis dalam jangka panjang daripada menghabiskan dan memburu spesies
tertentuhanya untuk mendapat keuntungan yang sementara. Berbagai cara dan
alternatif yangsifatnya berkelanjutan ini dapat dipakai untuk menjaga
keberlangsungan dankeseimbangan kehidupan masyarakat bersama dengan makhluk
hidup lain disekitarnya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perdagangan satwa liar merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan
keanekaragaman hayati. Faktor-faktor seperti ekonomi, hiburan, dan penggunaan
satwa liar dalam produksi narkoba menjadi pendorong utama perdagangan ilegal ini.
Dampaknya sangat besar, termasuk kerugian ekonomi dan korupsi. Untuk mencegah
dan memberantas perdagangan satwa liar secara ilegal, diperlukan upaya sosialisasi,
penegakan hukum, perubahan budaya dan tradisi, serta pemerataan pendapatan.
Selain itu, kesadaran akan pentingnya ekologi dan keberlanjutan juga perlu
ditingkatkan. Upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi non-
pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini

DAFTAR PUSTAKA
Liana, & Witno. (2021). Perdagangan Satwa Liar di Pasar Tradisional dan Pasar
Modern di Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian Kehutanan Bonita, 3(1), 28–34.
Nuraeni, E., Supartono, T., & Deni, D. (2021). Perdagangan Satwa Liar Jenis Kukang
(Nycticebus sp) di Pasar Hewan Plered Kecamatan Weru Kabupaten Cirebon.
Wanaraksa, 12 (1). https://doi.org/10.25134/wanaraks a.v12i1.4541
Guntur, W. S., & Slamet, S. (2019). Kajian Kriminologi Perdagangan Satwa Liar.
Recidive, 8 (2), 176– 186.
Puspitasari, D. E. (2022). Maraknya Perdagangan Satwa Langka Di Era Pandemi
Covid-19 Di Indonesia. PAMALI: Pattimura Magister Law Review, 2 (1), 1.
https://doi.org/10.47268/pamali.v 2i1.816
Zakariya, R. (2020). Optimalisasi Peran Ppns Bea Dan Cukai Dalam Penanganan
Perkara Kepabeanan Perdagangan Satwa Dilindungi. Jurnal Perspektif Bea Dan
Cukai, 4 (1), 181–195. https://doi.org/10.31092/jpbc.v4i1 .771 Zamzami, Z. maula,
Wina
Kamim, A. B. M. (2020). Rente Ekonomi Perdagangan Satwa Liar Dan
Terpinggirkannya Kesejahteraan Hewan. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Publik
Indonesia, 7 (1), 54–76. https://doi.org/10.24815/ekapi.v7i 1.17372
Budiani, I., & Raharningrum, F. (2018). Illegal online trade in Indonesian parrots.
Global Initiative Against Transnational Organized Crime, September.
https://globalinitiative.net/analysis /indonesian_parrots/
Risqi,& cahyanto. (2023). ANALISIS PERDAGANGAN BAGIAN TUBUH
HEWAN MAMALIA DILINDUNGI PADA E-COMMERCE, JURNAL HUTAN
LESTARI,11 (4): 1089 – 1102

Anda mungkin juga menyukai