Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH EKOLOGI HEWAN

POPULASI BADAK

Disusun

Oleh:

NAMA: NPM:

Miranda Dwi Rahayu 170402012

Siti Rohima 170402023

Piccaso Habinsaran 170402014

Niar Maytina 170402008

Putri Maharani 170402020

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SAMUDRA

2020
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penyusun panjatkan kehadirat allah, SWT . karena berkat
limpahan rahmat dan nikmatnya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah
tentang “PopulasiBadak” ini.
Dalam makalah ini guna untuk memenuhi tugas mata kuliah EKOLOGI
HEWAN yang diharapkan penyusun makalah ini juga dapat menambah informasi
terhadap pembaca terutama para mahasiswa/i yang kesulitan memahami materi pada
kali ini. Alhamdulillah pada tugas kali ini penyusun mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada
pihak pihak yang bersangkutan karena telah membantu penyusun dalam mengerjakan
dan menyelesaikan tugas dengan tepat waktu.
akhir kata penyusun ucapkan banyak terimakasih, dan penyusun mnyadari
bahwa masih banyak yang kurang dalam makalah ini. Oleh karena itu kritik saran dan
masukkan diharapkan yang bersifat membangun agar bisa menyempurnakan makalah
ini.

Rabu, 6 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1


1.1. Latar Belakang......................................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................3
2.1. Pengertian Badak ..................................................................................................3
2.2. Sejarah Badak Secara Umum.................................................................................4
2.3. Klasifikasi Badak Sumatera dan Badak Jawa........................................................6
2.4. Morfologi Badak....................................................................................................8
2.5. Perbedaan Badak Sumatera dan Badak Jawa.........................................................9
2.6. Habitat Badak Sumatera dan Badak Jawa...........................................................10
2.7. Makanan Badak...................................................................................................10
2.8. Upaya Pemerintah Indonesia ..............................................................................11
2.9. Peran WWF dalam Konservasi Badak di Indonesia............................................14
2.10. Jenis – jenis Badak Purba yang pernah hidup di Bumi......................................17
2.11. Jenis – jenis Badak yang masih hidup di Bumi.................................................20
2.12. Faktor Penyebab Kepunahan Badak..................................................................20
BAB III PENUTUP...................................................................................................23
3.1. Kesimpulan..........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia badak terdapat dua jenis yaitu badak Jawa dan badak
Sumatera.Keberadaan badak Sumatera di Indonesia semakin mengalami ancaman
yang cukup signifikan seperti perburuan. Perburuan badak Sumatera guna memenuhi
permintaan cula badak atau bagian tubuh lainnya yang dipercaya sebagai obat
tradisional mujarab di pasar gelap Perburuan masif ini membuat populasi badak
Sumatera menjadi sangat sedikit di masing-masing wilayah pada habitatnya. Hal
tersebut dapat membuat aktivitas reproduksi menjadi menurun, Ancaman lain
terhadap populasi badak Sumatera adalah perkawinan sedarah akibat sedikitnya
jumlah spesies yang tersisa. Kondisi ini menyebabkan menurunnya keragaman
genetik dan menyebabkan resiko rendahnya harapan hidup bagi badak tersebut.Selain
dua ancaman diatas, ada juga ancaman terkait habitat asli badak. Habitat badak
Sumatera memiliki kondisi hutan lebat yang masih utuh dan cenderung menjauhi
hutan yang sudah rusak. Permasalahan yang terjadi adalah hutan tempat habitat badak
Sumatera di Indonesia terus mengalami penyempitan.
Badak jawa merupakan satwa liar langka dengan jumlah populasi yang sangat
terbatas di dunia dan hanya terdapat di satu kawasan saja yaitu di Taman Nasional
Ujung Kulon (Tim Peneliti Badak 1997). Hasil sensus badak jawa tahun 2003
menunjukkan jumlah populasi badak jawa hanya mencapai 40-50 ekor saja (Nugroho
2006).Namun angka-angka tersebut masih diragukan dikarenakan metode-metode
yang digunakan untuk menghitung populasinya tidak dapat menggambarkan seluruh
populasi badak jawa yang ada di Semenanjung Ujung Kulon. Selain itu terdapat
faktor lain yang mempersulit penghitungan populasi badak jawa yaitu badak jawa
memiliki sifat pemalu, sangat waspada dan cenderung menghindari pertemuan
dengan manusia dan satwaliar lainnya sehingga mereka sulit untuk ditemukan di
lapangan. Oleh karena itu perlu digunakan metode yang dapat menggambarkan
seluruh jumlah populasi badak jawa dan memperkecil kemungkinan terjadinya
penghitungan ganda tanpa harus mengadakan pertemuan langsung dengan badak
jawa.Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode analisis data video trap.
Badak Jawa memiliki berbagai perilaku yang menjadi kebutuhannya. Salah satunya
adalah perilaku perkubang.Penting untuk mengetahui perilaku berkubang dari Badak
Jawa sehingga dapat diketahui lokasi-lokasi dimana Badak Jawa dapat ditemukan.

1
1.2. Tujuan Penulisan
a) Untuk Mengetahui Apa Itu Badak
b) Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Badak Secara Umum
c) Untuk Mengetahui Klasifikasi Pada Badak Jawa Dan Sumatera
d) Untuk Mengetahui Morfologi Pada Badak
e) Untuk Mengetahui Perbedaan Badak Sumatera Dan Badak Jawa
f) Untuk Mengetahui Habitat Badak Jawa Dan Badak Sumatera
g) Untuk Mengetahui Apa Saja Makanan Badak
h) Untuk Mengetahui Upaya Pemerintah Indonesia Terhadap Populasi Badak
i) Untuk Mengetahui Peran WWF Dalam Konservasi Badak Di Indonesia
j) Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Badak Purba Yang Pernah Hidup Di Bumi
k) Untuk Mengetahui Jenis – Jenis Badak Yang Masih Hidup Di Bumi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN BADAK

Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan salah satu jenis satwa


yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar Tahun
1931 Nomor 134 dan Peraturan Perlindungan terhadap Binatang Liar tahun 1931 No.
226. Dalam kaitan ini, International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN) memasukkan satwa ini dalam Red Data Book dengan kategori
Critically Endangered. Badak jawa, atau badak bercula-satu kecil (Rhinoceros
sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih
ada. Badak ini masih termasuk ke dalam genus yang sama dengan badak india dan
memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini memiliki panjang
3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak india dan lebih
dekat dalam besar tubuh dengan badak hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit
daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.Badak ini pernah
menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski disebut
"badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup di Pulau Jawa saja, tetapi di seluruh
Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok.

Populasi badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di alam dikhawatirkan


saat ini terus mengalami penurunan dan terancam mendekati kepunahan.Menurut
Kurniawanto (2007) kekhawatiran ini muncul berkaitan dengan adanya beberapa
faktor yang mengancam kelestarian satwa ini. Faktor-faktor tersebut antara lain
seperti adanya perburuan liar, perusakan habitat, penyempitan maupun fragmentasi
landscape dalam habitat satwa ini. Selain faktor-faktor itu, kekhawatiran ini juga
diperkuat oleh karakter dari karakter perkembangbiakan badak sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis) itu sendiri. Spesies ini terkenal sebagai “slow breeders”
atau perkembangbiakannya lambat, padahal di sisi lain badak sumatera termasuk
satwa besar yang membutuhkan daerah jelajah dan pergerakan yang luas. Kebutuhan
aktivitas untuk menjelajah areal yang luas ini sering beresiko bagi keguguran janin
yang dikandung satwa betina yang sedang hamil. Menurut Purnawan (2013) ada
hubungan positif antara ukuran pertumbuhan dengan kebutuhan jelajah: semakin
besar ukuran tubuh satwa, baik dari golongan karnivora maupun herbivora maka
semakin luas pula kebutuhan terhadaap areal jelajahnya. Karena itu, menyusutnya

3
kawasan hutan sangat berpengaruh terhadap pergerakan badak sumatera, karena
badak sumatera juga membutuhkan habitat yang luas dalam melakukan
pergerakannya untuk mencari makanan maupun aktivitas lainnya. Dalam melakukan
pergerakan, badak memiliki dua jalur yaitu jalur permanen maupun tidak permanen.
Pada umumnya jalur permanen berbentuk lurus dengan arah tertentu dan bersih dari
semak belukar, tetapi jalur tidak permanen pada umumnya jalur baru yang masih
dapat dijumpai bekas injakan pada semak belukar dan arah jalur pada umumnya tidak
beraturan.Fungsi jalur ini adalah jalan penghubung antara daerah tempat mencari
makan, berkubang, mandi dan tempat istirahat (Rinaldi et al 1997).

2.2. Sejarah Badak Secara Umum

Badak muncul pada jaman tertier (± 65 juta tahun yang lalu) dan terdiri dari 5
periode :

1. Periode Paleocene ( ± 60 - 50 juta tahun yang lalu)


2. Periode Eocene (± 50 - 45 juta tahun yang lalu)
3. Periode Oligocene (± 35 - 25 juta tahun yang lalu)
4. Periode Miocene (± 25 - 10 juta tahun yang lalu
5. Periode Pleocene (± 10 juta tahun yang lalu)

Seperti halnya Dinosaurus yang telah punah 70 juta tahun yang lalu, badak yang
pada enam puluh juta tahun yang lalu ada 30 jenis yang hidup di bumi juga
mengalami kepunahan. Pada saat ini hanya 5 jenis badak hidup di dunia diantaranya 3
jenis badak hidup di Asia, yaitu:

1. Badak Sumatera (Sumatran rhino) bercula dua atau Dicerorhinus


sumatrensis-fischer, 1814
2. Badak Jawa (Javan rhino) bercula satu atau Rhinocerus sondaicus -desmarest,
1822
3. Badak India (Indian rhino) bercula satu atau Rhinocerus unicornis L, 1758
4. Badak Hitam Afrika bercula cula (Black rhino) atau Diceros bicormis.
5. Badak Putih Afrika bercula dua (White rhino) atau Cerathoterium simum.

a) Sejarah Badak Sumatera

Badak sumatra, juga dikenal sebagai badak berambut atau badak Asia bercula
dua (Dicerorhinus sumatrensis), merupakan spesies langka dari famili Rhinocerotidae
dan termasuk salah satu dari lima spesies badak yang masih lestari. Badak sumatra

4
merupakan satu-satunya spesies yang tersisa dari genus Dicerorhinus. Spesies ini
merupakan jenis badak terkecil, meskipun masih tergolong hewan mamalia yang
besar.

Spesies ini pernah menghuni hutan hujan, rawa, dan hutan pegunungan di
India, Bhutan, Bangladesh, Myanmar, Laos, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan
Tiongkok. Dalam sejarahnya, badak sumatra dahulu tinggal di bagian barat daya
Tiongkok, khususnya di Sichuan.Mereka sekarang terancam punah, dengan hanya
enam populasi yang cukup besar di alam liar: empat di Sumatra, satu di Kalimantan,
dan satu di Semenanjung Malaysia. Jumlah badak sumatra sulit ditentukan karena
mereka adalah hewan penyendiri yang tersebar secara luas, tetapi dapat diperkirakan
kalau jumlahnya kurang dari 100 ekor. Ada keraguan mengenai kelangsungan hidup
populasinya di Semenanjung Malaysia, dan salah satu populasi di Sumatra mungkin
sudah punah.Jumlah mereka saat ini mungkin hanya 80 ekor.Pada tahun 2015, para
peneliti mengumumkan bahwa badak sumatra timur di bagian utara Kalimantan
(Sabah, Malaysia) telah punah.

b) Sejarah Badak Jawa

Badak jawa, atau badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah


anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini
masih termasuk ke dalam genus yang sama dengan badak india dan memiliki kulit
bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan
tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak india dan lebih dekat dalam
besar tubuh dengan badak hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20
cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.Badak ini pernah menjadi salah
satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski disebut "badak jawa",
binatang ini tidak terbatas hidup di Pulau Jawa saja, tetapi di seluruh Nusantara,
sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies ini kini statusnya
sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak
ada di kebun binatang.Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di
bumi.Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa,
Indonesia.Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat
Tien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007.
Berkurangnya populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil
culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga
sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap. Berkurangnya populasi badak ini juga
disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti

5
perang Vietnam di Asia Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak
Jawa dan menghalangi pemulihan. Tempat yang tersisa hanya berada di dua daerah
yang dilindungi, tetapi badak jawa masih berada pada risiko diburu, peka terhadap
penyakit dan menciutnya keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam
berkembangbiak.

WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak


jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan
gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah.
Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang
dan sumber, maka populasinya semakin terdesak.Kawasan yang diidentifikasikan
aman dan relatif dekat adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat
yang pernah menjadi habitat badak Jawa.Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun
di alam bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah
dan daerah daratan banjir besar. Badak jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali
untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok
kadang-kadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan
mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak jawa
biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa
diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung
karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam.
Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan
tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari dari pada spesies badak
lainnya.

2.3. KLASIFIKASI BADAK

A) Klasifikasi Badak Sumatera

Badak adalah binatang berkuku ganjil (perrisodactyla), pada tahun 1814,


Fischer telah memberi nama marga (genus) Dicerorhinus kepada badak sumatera.

6
Klasifikasi Badak Sumatera

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Perissodactyla

Famili : Rhinocerotidae

Genus : Dicerorhinus

Spesies :Dicerorhinus sumatrensis-fischer.

B) Klasifikasi Badak Jawa

Badak jawa termasuk ke dalam golongan binatang berkuku ganjil atau


Perissodactyla. Secara taksonomi, klasifikasi badak jawa sebagai berikut:

Klasifikasi Badak Jawa

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

7
Ordo : Perissodactyla

Famili : Rhinocerotidae

Genus : Rhinocerotidae Linnaeus,

Spesies :Rhinoceros sondaicus-desmarest.

2.4. MORFOLOGI BADAK

A) Morfologi Badak Sumatera

Berdasarkan penampilan bentuk tubuh dan rupa (morfologi)nya, badak


Sumatera adalah sebagai berikut : ƒ

a. Tinggi badak sumatera diukur dari telapak kaki sampai bahu antara 120-135
cm, panjang dari mulut sampai pangkal ekor antara 240-270 cm.
b. Berat tubuhnya dapat mencapai 909 kg. ƒ
c. Tubuhnya tidak berambut kecuali dibagian telinga dan ekornya.
d. Tubuhnya gemuk dan agak bulat, kulitnya licin dan berambut jarang, menarik
perhatian dengan adanya dua lipatan kulit yang besar. ƒ
e. Lipatan pertama melingkari pada paha diantara kaki depan, dan lipatan kedua
di atas abdomen dan bagian lateral. ƒ
f. Di atas tubuhnya tidak ada lipatan, jadi lipatan kulit tampak nyata dekat kaki
belakang dan lipatan bagian depan dekat kedua culanya. ƒ
g. Cula bagian depan (anterior) di atas ujung dari moncongnya jauh lebih besar
dari cula bagian belakang (pasterior). ƒ
h. Badak sumatera merupakan badak terkecil dan jenis yang paling primitif dari
kelima jenis

Ciri-ciri yang khas dari Badak Sumatera adalah antara lain mempunyai bibir atas
lengkung-mengait kebawah (hooked upped), bercula 2 (dua), warna kulit coklat
kemerahan serta lipatan kulit hanya terdapat pada pangkal bahu, kaki depan mupun
kaki belakang, Kekhasan yang menonjol dari rhino sumatera daripada jenis rhino
lainnya adalah kulitnya yang berambut. Waktu bayi seluruh kulit badannya ditutupi
rambut yang lebat (gondrong) dan semakin jarang seiring dengan bertambahnya usia.
Namun kekhasan lain dari bulu rhino ini adalah rambutnya akan menjadi tumbuh
lebat bila hidup dan berada di daerah yang dingin, sedangkan di daerah yang panas
menjadi pendek. Sebagaimana rhino jawa, rhino sumatera lebih banyak hidup dan
tinggal dalam hutan.

8
B) Morfologi Badak Jawa

a. Tinggi dari telapak kaki hingga bahu berkisar antara 168-175 cm.
b. Panjang tubuh dari ujung moncong hingga ekor 392 cm dan panjang bagian
kepala 70 cm.
c. Berat tubuhnya dapat mencapai 1.280 kg.
d. Tubuhnya tidak berambut kecuali dibagian telinga dan ekornya.
e. Tubuhnya dibungkus kulit yang tebalnya antara 25-30 mm.
f. kulit luarnya mempunyai corak yang mozaik.
g. Lipatan kulit di bawah leher hingga bagian atas berbatasan dengan bahu.
h. Di atas punggungnya juga terdapat lipatan kulit yang berbentuk sadel (pelana)
dan ada lipatan lain di dekat ekor serta bagian atas kaki belakang.
i. Badak Jawa bercula satu Ukuran cula dapat mencapai 27 cm.
j. Badak betina tidak mempunyai cula,
k. Warna cula abu-abu gelap atau hitam, warnanya semakin tua semakin gelap,
pada pangkalnya lebih gelap dari pada ujungnya.
l. Badak Jawa memiliki bibir atas yang lebih panjang dari bibir bawah dan
berbentuk lancip menyerupai belalai pendek yang berfungsi mengambil
makanan
m. Badak Jawa jantan memiliki cula tunggal yang tumbuh di bagian depan kepala
yang sering disebut dengan “cula melati”
n. Badak Betina terkadang memiliki cula yang kecil benbentuk kepalan tangan
yang biasa disebut dengan “cula batok”.

2.5. PERBEDAAN BADAK JAWA DAN SUMATERA

Badak Sumatera memiliki dua cula, berbeda dengan badak Jawa yang hanya
memiliki satu cula. Satu cula di bagian depan dengan ukuran 25-79 cm dan satu di
bagian belakang yang tidak berkembang dengan baik sekitar ukuran 10cm. Pada
badak cula betina lebih pendek dan kasar. Warna cula abu-abu, gelap atau hitam dan
bagian pangkalnya lebih gelap daripada ujung.Cula tersebut berfungsi sebagai
perlindungan. Dalam bereproduksi Badak Sumatera betina mencapai kematangan
seksual pada usia 6-7 tahun, sedangkan jantan pada usia sekitar 10 tahun. Periode
gestasi Badak Sumatra sekitar 15-16 bulan. Seekor anak, yang mana beratnya secara
umum 4060 kg, disapih setelah berusia sekitar 15 tahun dan tetap tinggal bersama
induknya selama 2-3 tahun pertama hidupnya. Di alam liar, interval kelahiran spesies

9
ini diperkirakan antara empat sampai lima tahun; belum ada penelitian tentang
bagaimana perilaku atau cara mereka mengasuh keturunannya secara alamiah.

2.6. HABITAT BADAK JAWA DAN SUMATERA

Habitat badak jawa Muntasib (2002) menyatakan bahwa habitat badak jawa
terdiri atas komponen fisik, biologis, dan sosial. Komponen fisik habitat badak jawa
adalah ketinggian, kelerengan, kubangan, dan air (neraca air tanah, kualitas air,
ketersediaan air, kondisi air permukaan). Komponen biologis habitat badak jawa
adalah struktur vegetasi, pakan badak, dan satwa besar lain. Badak jawa menyukai
daerah yang rendah yang memanjang di sekitar pantai, rawa-rawa mangrove, dan
hutan sekunder. Akan tetapi, di daerah perbukitan dan hutan primer jarang sekali
ditemukan jejak badak (Hoogerwerf 1970). Badak jawa lebih beradaptasi di
lingkungan dataran rendah ketimbang daerah pegunungan, khususnya apabila mereka
hidup simpatrik dengan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) yang lebih
beradaptasi dengan lingkungan pegunungan. Bila hanya badak jawa yang ditemukan
di suatu wilayah, misalnya Pulau Jawa, mereka juga menempati habitat
pegunungan.Pada tahun 1839, Junghun bertemu dengan dua ekor badak jawa di
puncak Gunung Pangrango (Van Steenis 1972 dalam Muntasib 2002). Badak sumatra
hidup di hutan pegunungan, rawa, dan hutan hujan sekunder di dataran rendah
maupun dataran tinggi.

2.7. MAKANAN BADAK

a) Makanan Badak Jawa

Tidak kurang dari 190 jenis tumbuhan merupakan sumber pakan bagi
badak.Dari jumlah tersebut, 4 jenis merupakan sumber pakan utama, yaitu kedondong
hutan (Spondias pinnata), tepus (Ammomum sp), selungkar (Leea sambucina) dan
segel (Dillenia excelsa). Jenis tumbuhan pakan banyak ditemukan pada daerah
belukar di Ujung Kulon bagian timur seperti Nyiur, Nyawaan, Citelang, Cikarang,
Pamegaran, Cigenter dan Cihandeuleum. Tumbuhan pakan di dalah kawasan Taman
Nasional Ujung Kulon berhasil diidentifikasi sebanyak 453 jenis tumbuhan,
diantaranya berupa pohon 362 jenis (80%) dan sebanyak 148 jenis dari 62 famili
dengan 120 genus merupakan pakan badak. Pakan Badak Jawa di Taman Nasional
Ujung Kulon.Bagian tumbuhan yang dimakan berdasarkan temuan di lapangan
adalah pucuk, daun, umbut, batang, kulit dan buah dengan tingkat kesukaan 87 %
tingkat sapling.

10
b) Makanan Badak Sumatera

Waktu makan badak sumatra kebanyakan pada saat sebelum malam tiba dan
pagi hari. Mereka adalah hewan herbivora, dengan menu makanan pohon muda,
dedaunan, buah-buahan, ranting dan tunas pohon. Badak tersebut biasanya
mengkonsumsi sampai dengan 50 kg makanan sehari. Para peneliti berhasil
mengidentikasi bahwa ada lebih dari 100 spesies makanan menjadi konsumsi badak
sumatra, terutama dengan cara mengukur sampel-sampel kotoran mereka. Porsi
terbesar dari menu makanan mereka adalah anakan pohon dengan diameter batang 1–
6 cm. Badak sumatra biasanya mendorong pohon-pohon muda ini dengan tubuhnya,
berjalan di atas pohon tersebut tanpa menginjaknya untuk dapat memakan daun-
daunnya. Banyak spesies tanaman yang dikonsumsi badak sumatra hanya dalam porsi
kecil, sehingga menunjukkan bahwa badak tersebut sering mengganti menu
makanannya dan makan di lokasi yang berbeda. Di antara tanaman-tanaman yang
paling umum dimakan badak sumatra, terdapat banyak spesies dari suku
Euphorbiaceae, Rubiaceae, dan Melastomataceae. Spesies yang paling umum
dikonsumsi badak tersebut adalah Eugenia.
Menu makanan nabati dari badak sumatra kaya akan serat dan hanya berkadar
protein sedang. Proses "menggaram" sangat penting untuk nutrisi badak sumatra.
Tempat menggaram dapat berupa kolam lumpur, rembesan air asin, atau mata air
panas yang kecil. Tempat-tempat tersebut juga berperan sebagai fungsi sosial yang
penting bagi badak-badak tersebut; badak jantan berkunjung ke tempat itu agar dapat
menangkap aroma betina yang sedang berahi. Namun beberapa badak sumatra tinggal
di daerah di mana tidak tersedia tempat menggaram, atau badak-badak tersebut belum
teramati ketika sedang menggunakan tempat-tempat tersebut. Badak-badak ini dapat
memenuhi kebutuhan mineral yang diperlukannya dengan cara mengkonsumsi
tanaman yang kaya akan mineral.

2.8. UPAYA PEMERINTAH INDONESIA

Upaya pemerintah Indonesia dalam menangani konservasi badak Sumatra.


pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya dalam menangani Badak Sumatera
salah satunya yang tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Yang menjelaskan bahwa kedua
spesies ini tidak boleh disakiti, dibunuh, dipelihara, ataupun diperdagangkan. Bila
hukum ini dilanggar, maka pelakunya akan dijerat hukuman penjara selama 5 tahun
dan denda Rp. 100 juta. Kemudian pemerintah Indonesia juga membuat UU Kepmen

11
kehutanan dan perkebunan No. 104/KPTS-II/2000. Tentang cara mengambil
tumbuhan liar dan menangkap satwa liar Menteri Kehutanan dan Perkebunan. Yang
berisi tentang Pengambilan tumbuhan liar adalah kegiatan memperoleh tumbuhan
dari habitat alam dengan cara yang tidak merusak populasi, mencabut, menebang,
memiliki seluruh atau sebagian individu tumbuhan untuk kepentingan pemanfaatan.
Penangkapan satwa liar adalah kegiatan memperoleh satwa lair dari habitat alam
dengan cara yang tidak merusak populasinya untuk kepentingan pemanfaatan di luar
kegiatan perburuan Selain itu peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan
Repubik Indonesia no P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis
tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Yang berisi tentang Menteri Lingkungan hidup
dan kehutanan menetapkan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana
dimaksud dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
Menteri ini.resmi berstatus yayasan, yang berbadan hukum sesuai ketentuan di
Indonesia.

Regulasi yang terdapat pada UU 5/90 dibuat pemerintah Indonesia masih


lemah. Hal ini dikarenakan proses penyidikan dan proses penanganan pelaku
pedagang satwa menjadi sulit. Dalam UU tersebut pelaku pelanggaran mendapatkan
hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda 100 Juta Rupiah. Namun ancaman
hukuman tersebut dinilai tidak membuat jera para pelaku dan tidak membuat gentar
pihak-pihak lain yang berniat melakukan kejahatan tersebut di masa depan.

Dengan adanya konservasi untuk menangani badak Sumatera, maka


pemerintah Indonesia bekerjasama organisasi-organisasi NGO untuk menangani
masalah badak Sumatera tersebut.Salah satu oraganisasi NGO tersebut adalah WWF.
WWF adalah sebuah organisasi non-pemerintah internasional yang menangani
masalah-masalah tentang konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan.WWF
adalah organisasi konservasi indepeden terbesar di dunia dengan lebih dari 100
negara, mendukung sekitar 1.300 proyek konservasi dan lingkungan. Organisasi ini
adalah sebuah yayasan yang pada tahun 2010 mendapatkan 57% perdanaannya dari
pihak perorangan dari warisan, 17% dari sumber-sumber internasional seperti bank
dunia, DFID, USAID dan 11% dari berbagai perusahaan.

Kerjasama WWF dengan organisasi lain berlangsung sekitar tahun 1970-an


dengan IUCN dan UNEP (United Nation Environtment Programe). Kerjasama ini
bertujuan untuk mempublikasikan suatu proyek pelestarian bersama yang dikenal
juga sebagai World Conservation Strategy (Strategi Pelestarian Dunia).Peresmian
dilakukan oleh Sekretaris Jendral PBB dan diikuti pula secara simultan di 34 negara.

12
Dalam strategi tersebut dibuat stratgi versi sederhananya yang disebut “How To Save
The World” yang telah diterbitkan dalam berbagai bahasa. WWF mulai berkiprah di
Indonesia pada 1962 sebagai bagian dari WWF Internasional, melakukan penelitian
di Ujung Kulon untuk menyelamatkan populasi badak jawa yang nyaris punah. Saat
itu hanya tersisa sekitar 20 individu saja. Bekerjasama dengan Kementrian
Kehutanan, lambat laun jumlah populasi satwa bercula satu itu meningkat hingga
stabil sekitar 40-50 individu pada survey tahun 1980-an. Pada tahun 1996, WWF
resmi berstatus yayasan, yang berbadan hukum sesuai ketentuan di Indonesia.

Adapun hasil perjalanan WWF di Indonesia dalam membantu beberapa


konservasi. Berikut adalah perjalanan WWF di Indonesia dari tahun 1962 hingga
2012.

1. WWF mulai beroperasi di Ujung Kulon pada 1962, bekerja sama dengan
pemerintah Indonesia dengan proyek perdana konservasi Badak Jawa. Saat itu,
berdasarkan hasil studi terdapat 20-29 individu Badak Jawa di Ujung Kulon.Pada
rentang waktu ini, WWF ikut dilibatkan dalam penyusunan dokumen pertama
mengenai Rencana Strategi Konservasi Badak dan penyempurnaan Rencana Utama
Konservasi Alam.

2. Pada tahun 1971-1980 WWF bekerja sama dengan Pemerintah dan Frankfurt
melakukan survei Orangutan Sumatera pertama kali dan membuat pusat edukasi
Orangutan di Gunung Leuser, Aceh. WWF juga mendukung penyusunan rencana
lima tahun edukasi konservasi oleh Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam
dan di rentang waktu yang sama, kondisi populasi Badak Jawa di Ujung Kulon mulai
stabil.

3. Pada tahun 1981-1990 WWF mengadakan program survei Badak Sumatera di


Gunung Leuser dan menginisiasi kampanye hutan hujan tropis. Selain itu, program
konservasi kelautan juga dimulai pada periode ini dan ditandai dengan hadirnya
WWF di Timur Indonesia, yakni Irian Jaya (Papua). Dalam periode yang sama, WWF
bekerja sama dengan PT Pos Indonesia dalam meluncurkan perangko seri Orangutan.

4. Pada tahun 1991-2000 Periode ini merupakan waktu dimulainya upaya


memadukan konservasi dan pembangunan di Nusa Tenggara. WWF pun mulai
bekerja di Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan.Bersama masyarakat adat, WWF turut mendukung perubahan status Kayan
Mentarang dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional pada tahun 1996. Pada periode

13
yang sama, WWF terdaftar sebagai organisasi berbadan hukum Indonesia "Yayasan
WWF-Indonesia" menggantikan WWF Indonesia Programme.

5. Pada tahun 2000-2005 Dalam periode ini, WWF memulai kerja konservasi di
Derawan, Kabupaten Berau dan melakukan beberapa kampanye besar, di antaranya:
kampanye perlindungan kawasan Sebuku-Sembakung di Nunukan, Kalimantan
Timur; kampanye menolak tambang di kawasan lindung; inisiatif Indonesia Forest
and Media Campaign (INFORM) serta kampanye melawan illegal logging
"Greencom"; kampanye Power Switch! dan pembentukan komunitas Energy
Troopers. WWF-Indonesia juga mengadakan program pendidikan lingkungan yang
ditandai dengan diluncurkannya buku seri pendidikan lingkungan.

2.9. Peran WWF Dalam Konservasi Badak di Indonesia

Upaya-upaya untuk melestarikan beraneka ragam satwa liar telah diwujudkan


oleh WWF dan pemerintah Indonesia dengan menetapkan bentang-bentang alam
tertentu sebagai kawasan-kawasan konservasi. Di Indonesia, upaya pelestarian satwa
liar dilakukan secara in situ dan ex situ. Pelestarian in situ merupakan usaha
pelestarian yang dilakukan di habitat aslinya.Pelestarian ini ditekankan agar suatu
jenis satwa di habitat alinya tetap terjaga dan terpelihara.Sedangkan pelestarian ex
situ dilakukan terhadap suatu spesies di luar habitan aslinya.Pelestarian ex situ
dilakukan terhadap hewan langka dan hampir punah.

Ada beberapa program penyelamatan badak Sumatera, program ini dibantu oleh
beberapa organisasi konservasi lokal dan internasional lainnya seperti Yasasan Badak
Indonesia (YABI), International Rhino Foundation (IRF), Wildlife Conservastion
Society (WCS), Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCASumatera).
(Haerudin R. Sadjudin, Mochammad Syamsudin,Widodo Sukohadi Ramono,”Status
Kritis Dua Jenis Badak Di Indonesia”. Yayasan Badak Indonesia) Program prioritas
penyemalatan badak Sumatera di Indonesia, dua perogram prioritas sebagai berikut:

A. Jangka pendek:
a) Pemeliharaan dan perlindungan suaka badak di Indonesia (konservasi in situ).
b) Mengembangkan dan memantapkan lembaga khusus dalam PHKA (Unit
Khusus Konservasi badak Indonesia).
c) Memulai program pendidikan dan kepedulian umum dengan sasaran seluruh
lapisan masyarakat.
d) Memperkuat usaha untuk menghentikan perdagangan gelap cula dan bagian
tubuh badak lainnya.

14
e) Membantu penangkaran badak Sumatera di Taman Nasional Way Kambas.

Program prioritas telah mendorong tindakan nyata untuk penyelamatan badak


Sumatera dari ancaman kepunahan. Beberapa tindakan nyata yang telah dilakukan
adalah sebagai berikut:

1. Rhino Protection Unit (RPU) yang telah dibentuk sejak awal 1996 masih
berjalan hingga saat ini di Taman Nasional Ujung Kulon (4 unit RPU), Taman
Nasional Way Kambas (5 unit RPU), dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (7
unit RPU).

2. Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) yang telah dilakukan di Taman Nasional


Way Kambas, sejak 1998 telah melahirkan satu individu anak badak dari perkawinan
badak jantan (Andalas) dan badak betina (Ratu) pada 23 Juni 2012. Anak badak
tersebut diberi nama “Andatu”.

3. Studi genetik populasi di alam melalui analisa kotaran badak sudah dilakukan
bekerja sama dengan antara PHKA, YABI, WWF dan WCS di Way Kambas dan
Bukit Barisan Selatan. Program ini dilakukan atas bantuan Lembaga Eijkmen yang
mempunyai perlengkapan, bahan dan tenaga ahli untuk melakukan analisa.Program
ini memerlukan waktu untuk dapat menyimpulkan struktur populasi badak di masing-
masing lokasi tersebut.

4. TFCA-Sumatera, ada tiga komponen kegiatan yang akan dilakukan melalui


hibah TFCA-Sumatera di bentang alam Taman Nasional Way kambas dan Taman
Nasional bukit Barisan Selatan. Komponen kegitan ini dilakukan dengan membentuk
Konsorsium YABI-WCS-YAPEKA (Yayasan Pendidikan Konservasi Alam) yaitu:

 Komponen I (Perlindungan populasi dan habitat badak Sumatera yang


dilakukan oleh YABI).
 Komponen II (Mitigasi Konflik antara manusia dengan gajah di Way Kambas
dan dengan harimau di Bukit Barisan Selatan yang akan dilakukan oleh
WCS).
 Komponen III (Peningkatan ekonomi kreatif dan pemberdayaan masyarakat
yang akan dilakukan oleh YAPEKA). Ketiga komponen kegiatan ini akan
dilaksanakan secara efektif sejak Mei 2013 selama tiga tahun.

5. Beberapa kegiatan lain yang dilakukan dalam jangka pendek telah dilakukan
dengan berbagai dukungan dari donor dari luar, maupun dalam negeri.

15
6. Kegitan untuk penggalangan dana, terutama dukungan dari donor skala
nasional belum dilakukan secara optimal.

1. Pelestarian in situ merupakan usaha pelestarian yang dilakukan di habitat


aslinya. Pelestarian ini ditekankan agar suatu jenis satwa di habitat alinya tetap
terjaga dan terpelihara.Sedangkan pelestarian ex situ dilakukan terhadap suatu spesies
di luar habitan aslinya.Pelestarian ex situ dilakukan terhadap hewan langka dan
hampir punah. Berikut adalah peran WWF dalam konservasi Badak Sumatera:

a. Penyelamatan badak Sumatera secara umum dirumuskan dalam Peraturan


Menteri kehutanan No P.43/Menhut-II/2007 tentang Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi Badak periode 2007-2017 dan telah diimplementasikan melalui berbagai
kegiatan konservasi yang diselenggarakan oleh Ditjen PHKA bersama mitra lembaga
terkait (antara lain seperti YABI, IRF, WWF & private sector). Perlindungan badak
Sumatera di TN Bukit Barisan Selatan, Way Kambas Leuser dari perburuan,
deforestasi dan pertambahan serta meningkatkan upaya In-situ dengan Conservation
breeding di SRS (Sumatran Rhinoceros Sanctuary).

Suaka Rhino Sumatera (SRS) merupakan pusat pelestarian badaksumatera secara


semi in situ, yaitu penangkaran di habitat alaminya tetapi dibawah kondisi lingkungan
yang dikontrol manusia.Suaka Rhino Sumatera mempelajari biologi reproduksi badak
sumatera dan terutama berusaha mengembangbiakkannya.Saat ini terdapat empat
badak sumatera di SRS, satu jantan (Torgamba) dan tiga betina (Bina, Ratu dan
Rossa).

Adapun hasil penangkaran in situ badak Sumatera yaitu keberhasilan


mengawinkan badak jantan Andalas yang lahir dari kebun binatang Los Angeles
dengan badak betina yang bernama Ratu dari Taman Nasional Way Kambas yang
melahirkan satu anak yang bernama Andatu. Andatu yang lahir pada 23 Juli 2012
merupakan badak Sumatera jantan pertama yang lahir di penangkaran semi alami
(in-situ) dalam 124 tahun terakhir. 4 tahun kemudian badak Andalas dan Ratu
melahirkan badak betina yang lahir pada 12 Mei 2016 diberi nama Delilah. Nama
tersebut telah diberikan langsung pada Presiden Jokowi pada 27 Juli 2016 saat
peresmian Taman Nasional Way Kambas (TNWK) sebagai Asean Heritage Park ke
36 di Lampung.

16
2. Program Konservasi Ex Situ

Program penangkaran (captive breeding) Badak Sumatera yang dimulai oleh


Species Program Konservasi Ex Situ Program penangkaran (captive breeding) Badak
Sumatera yang dimulai oleh Species Survival Commission (SSC) - IUCN pada 1984,
mengkoordinir usaha pengembangbiakan Badak Sumatera di kebun binatang
Amerika. Program tersebut dimulai dengan usaha penangkapan terhadap Badak
Sumatera yang diketegorikan sebagai “Doomed Animal ”, yaitu spesies yang
keberadaannya di habitat alami yang telah tidak selamat dan habitatnya
terfragmentasi.

Pelestarian alam ex situ berfungsi sebagai breeding stock atau tempat berkembang
biak bagi badak. Hal ini sudah dicontohkan, misalnya melalui pengembangbiakan
Badak Sumatera di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat.Hal ini untuk
mengantisipasi apabila terjadi kepunahan badak di habitat alaminya.

Kebun Binatang Cincinnati hanya memiliki satu individu badak Sumatera yang
tersisa yaitu badak Harapan dan adanya komitmen pemerintah Indonesia untuk tidak
lagi mengirimkan badak Sumatera ke luar negeri, maka program pengembangbiakan
badak Sumatera di Kebun Binatang Cincinnati tidak akan berhasil. Oleh karena itu,
pemerintah Indonesia dengan beryakinkan bahwa pengembalian badak Harapan ke
SRS dapat memperbesar peluang untuk berkembang biak, sebagaimana terbukti
dengan suksesnya badak Andalas di SRS.

2.10. Jenis- Jenis Badak Purba Yang Pernah Hidup Di Bumi

1) Paraceratherium

Sekilas, satwa berperawakan tinggi ini tak terlihat seperti badak, karena tidak
ada cula. Paraceratherium adalah genus badak raksasa yang hidup semasa Zaman
Oligosen (sekitar 34-23 juta tahun silam), yang menjadi satu dari beberapa mamalia

17
darat terbesar yang pernah hidup di dunia.Meski ‘tak mirip’ badak yang kita kenal,
Paraceratherium masuk dalam superfamily badak, yakni Rhinocerotoidea, yang
didalamnya termasuk badak-badak masa kini. Para ilmuwan percaya, badak ini
mempunyai tinggi 4.8 – 5 meter dengan berat 20 ton, atau 5 kali berat gajah afrika
masa kini.

2) Elasmotherium

Elasmotherium adalah badak prasejarah dengan ukuran tinggi sekitar tiga


meter. Meskipun tak sebesar Paraceratherium, Elasmotherium punya fitur menonjol
yakni cula panjang.Para ahli memperkirakan, panjang cula Elasmotherium mencapai
1,5 – 2 meter. Tidak seperti anggota keluarga badak lainnya, Elasmotherium memiliki
kaki cukup panjang, yang memungkinkannya berlari seperti kuda.

3) Wolly Rhinoceros

Badak berbulu ini hidup semasa Zaman Pleistosen (sekitar 2,5 juta tahun
hingga 11.700 tahun lalu). Ukuran dan beratnya diperkirakan sama dengan badak
putih moderen. Jenis ini menjelajah Bumi selama Zaman Es terakhir di Asia utara dan
Eropa, dengan mantel bulu tebal dan panjangnya yang sangat berguna untuk menahan
hawa dingin.

18
Bayi badak berbulu bernama Sasha yang ditemukan di Siberia.

Baru-baru ini, bayi badak berbulu dari spesies ini yang dijuluki “Sasha” ditemukan di
Sungai Semyulyakh di Siberia.Di era moderen, kerabat terdekat badak berbulu ini
adalah badak sumatera.

4) Teleoceras

Dengan tubuh bungkuk dan kaki pendek, badak ini tidak benar-benar
berukuran besar.Sekilas, lebih mirip seekor kuda nil, bahkan memiliki gigi yang
mirip kuda nil.Karena kesamaan ini, para ilmuwan, lama mempercayai Teleoceras
adalah semi-akuatik yang menghabiskan hari-harinya berkubang di danau dan
sungai.Akan tetapi, berbagai penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa setidaknya
beberapa dari mereka lebih suka merumput di darat.Kaki pendek ini
memungkinkannya makan rumput dengan lebih leluasa, sementara badak besar
lainnya mencari tanaman yang lebih tinggi. Di masa lalu, badak ini berkeliaran di
sekitar Amerika Utara dan barat daya Prancis sekitar 17-4,5 juta tahun silam.

19
2.11. Jenis Badak Yang Masih Hidup Di Bumi

Badak jawa yang berkulit tebal.

Dalam hidupnya badak jawa mempunyai sifat senang menjelajah secara


soliter. Selain itu badak juga memerlukan kubangan berlumpur, sungai dangkal dan
tenang untuk bergenang, dan hutan yang teduh untuk bernaung dari teriknya
matahari.Sampai saat ini perilaku badak jawa masih belum dapat diketahui banyak
orang. Pengetahuan mengenai perilaku badak jawa kebanyakan hanya merupakan
cerita para pemburu pada waktu yang lampau di daerah asal penyebarannya. Keadaan
populasinya pada masa yang lampau juga tidak begitu banyak diketahui. Saat ini
populasi badak jawa di Ujung Kulon diperkirakan hanya sekitar 58 individu
(BTNUK, 2014).Populasi badak jawa TNUK saat ini dianggap satu-satunya populasi
yang secara potensial masih memungkinkan untuk diselamatkan dari kepunahan.

Badak Sumatera

Badak sumatera hidup di hutan-hutan tropis.Badak ini punya dua cula serta
berambut lebat dan hidupnya soliter. Ditinjau dari sudut pandang evolusi badak

20
sumatera tergolong jenis badak yang masih primitif. Hingga sekarang badak sumatera
hidup dalam hutan-hutan yang lebat dan tersembunyi.Perjuangan hidupnya dalam
jangka waktu yang lama telah ditempuh dan dipertahankan oleh adanya daya
lingkungan alami yang sesuai dengan perilaku hidupnya. Daya dukung alaminya jika
tidak terpelihara akan mempercepat perjalanan evolusinya atau mempercepat.
Populasi badak sumatera sendiri tersebar di beberapa lokasi. Badak sumatera di
Taman Nasional Way Kambas diperkirakan ada sekitar 30 individu, di Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan diperkirakan ada 40 individu (Rubianto, personal
comm.-tidak dipublikasikan, 2014), sedangkan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL)
diperkirakan terakhir hanya ada kurang dari 50 individu; sedangkan di Lembah
Mamas yang termasuk dalam KEL dari hasil “camera trap” hanya diperkirakan ada
27 individu.Di Kutai Barat, Kalimantan Timur, menurut WWF (2014) diperkirakan
tidak lebih dari 6 individu.

2.13. Faktor Penyebab Kepunahan Badak


Jenis badak yang tersisa didunia hanya tinggal badak jawa dan badak
sumatra,Namun sayangnya status badak sumatra dan jawa sangat kritis sehingga
masuk kedalam kategori terancam punah.
Masa birahi badak Sumatera pengaruhi populasi. Populasi badak Sumatera
semakin tergerus akibat sejumlah faktor. Di antaranya sulitnya dalam bereproduksi,
hingga terganggunya habitat hingga tingginya sensitivitas terhadap interaksi dengan
satwa domestik lainnya. masa birahi satwa ini juga menjadi faktor penyebab
menurunnya populasi badak Sumatera di ujung barat Indonesia tersebut. Selain itu,
perburuan satwa, perambahan hutan dan penebangan liar, serta kebakaran hutan
masih dapat menjadi ancaman lain bagi satwa langka ini. indikator keberhasilan dari
suatu habitat penunjang satwa liar itu, salah satunya melalui reproduksi. Pemantauan
juga dilakukan mencakup ketersediaan pakan dan kondisi fisik lingkungan yang bisa
membatasi peluang reproduksi antara jantan dengan betina.
Berkurangnya populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil
culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga
sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap. Berkurangnya populasi badak ini juga
disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti
perang Vietnam di Asia Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak
Jawa dan menghalangi pemulihan. Tempat yang tersisa hanya berada di dua daerah
yang dilindungi, tetapi badak jawa masih berada pada risiko diburu, peka terhadap
penyakit dan menciutnya keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam
berkembangbiak. WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi

21
badak jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami,
letusan gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung
punah. Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng
untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin terdesak. Kawasan yang
diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah Taman Nasional Halimun di Gunung
Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi habitat badak Jawa.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Badak Sumatera merupakan salah satu Spesies di Indonesia yang hampir


punah.Kepunahan terjadi karena adanya ancaman-ancaman seperti perbururan liar,
rusaknya habitat badak Sumatera yang diakibatkan rusaknya hutan, terjadinya
penyakit yang dimilki badak Sumatera dan badak Sumatera yang memiliki sifat
peyendiri. Dengan adanya kepunahan terhadap badak Sumatera ini maka pemerintah
Indonesia telah berupaya pada tahun 1990 dalam menangani Badak Sumatera di
Indonesia adalah dengan menetapkan bentang-bentang alam tertentu sebagai
kawasan-kawasan konservasi. Selain itu, upaya penegakan hukum terhadap pelaku
perburuan dan perdagangan cula badak dan juga bagian-bagian tubuh satwa lain yang
dilindungi, diatur dalam UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara
dan denda 100 juta. Adapun jenis badak yang masih hidup di bumi yaitu badak jawa
dan badak sumatera. Penyebaran badak jawa di dunia terbatas di Indonesia, Vietnam
dan kemungkinan terdapat juga di Laos dan Kamboja. Di Indonesia, badak jawa
hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dengan populasi relatif
kecil, yaitu sekitar 59-69 ekor (TNUK 2007). Di Vietnam, populasi badak jawa hanya
terdapat di Taman Nasional Cat Tien dan diperkirakan tersisa 2-8 ekor yang bertahan
hidup. Jumlah populasi badak jawa yang sedikit dan hanya terdapat di satu areal
memiliki resiko kepunahan yang tinggi. Oleh karena itu, upaya untuk menjamin
kelestarian populasi badak jawa dalam jangka panjang merupakan salah satu prioritas
program konservasi badak jawa di Indonesia.

23
DAFTAR PUSTAKA

Chandradewi, DS. 2010. Perilaku Berkubang dan Tipologi Kubangan Badak Jawa
(Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon. [tesis].
Bogor:Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Muntasib, H.2002. Penggunaan Ruang Habitat oleh Badak Jawa (Rhinoceros


sondaicus Desm. 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon [Disertasi].
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Soerianegara, I. dan Indrawan, A.1988. Ekologi Hutan Indonesia.Jurusan


Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). 2007. Laporan Sensus Badak Jawa
(Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) di Taman Nasional Ujung
Kulon,Labuan.

Tim Peneliti Badak. 1997. Panduan Pengelolaan Habitat Badak Jawa (Rhinoceros
sondaicus Desmaest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon. Media
Konservasi Edisi Khusus: 1-15.

24

Anda mungkin juga menyukai