Anda di halaman 1dari 9

ELEKTROLIT

I. Pendahuluan
A. Definisi Elektrolit

Elektrolit adalah zat-zat yang mampu menghantarkan listrik saat larut dalam air atau
pelarut lainnya. Elektrolit terdiri dari ion-ion, yaitu molekul atau atom yang memiliki jumlah
proton atau elektron yang tidak seimbang. Ketika ion-ion bermuatan positif (kation) bergerak
menuju elektroda yang bermuatan negatif (disebut katoda), dan ion-ion yang bermuatan negatif
(anion) bergerak menuju elektroda yang bermuatan positif, pergerakan ini menciptakan arus
listrik, yang mengakibatkan elektrolit mampu menghantarkan listrik.

Elektrolit berperan penting dalam tubuh manusia, terutama dalam fungsi fisiologis,
seperti mengatur tekanan osmotik, menjaga keseimbangan air dalam tubuh, mengontrol kontraksi
otot, menjaga ritme jantung, dan mengatur fungsi saraf. Elektrolit tersebut dapat ditemukan
bergerak untuk menjaga keseimbangan dan elektronetralitas dalam ruang intraseluler dan
ekstraseluler. Beberapa elektrolit yang dapat ditemukan dalam ruang intraseluler adalah kalium
(K+), fosfat (PO4^3-), dan magnesium (Mg2+). Sedangkan, elektrolit yang terdapat pada ruang
ekstraseluler meliputi natrium, klorida, kalsium, dan bikarbonat natrium.
Kadar Elektrolit dalam Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler

Plasma mEq/L Cairan Ekstraseluler Cairan Intraseluler


mEq/L mEq/L
¿
Na ¿ 140 148 13
¿❑
K ¿ 4,5 5,0 140
¿
Ca ¿ 5,0 4,0 1x10❑−7
¿
Mg ¿ 1,7 1,5 7,0

Cl 104 115 3,0

HCO3 −¿
¿ 24 27 10

SO 4 2−¿
¿ 1,0 1,2 …

PO 4 2−¿
¿ 2,0 2,3 107

Protein 15 8 40

Anion 5,0 5,0 …

Protein

B. Jenis-Jenis Elektrolit Utama dalam Tubuh Manusia


1. Natrium (Na+)
Natrium adalah salah satu elektrolit utama yang terdapat dalam ruang ekstraseluler.
Natrium berperan menjaga volume cairan ekstraseluler dan menjaga potensial membran
sel. Natrium juga memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan cairan dan
bertanggung jawab atas osmolaritas plasma (McLafferty, et al., 2014).
Proses regulasi natrium terjadi di ginjal, terutama pada tubulus proximal dimana sebagian
besar proses reabsorbsi natrium terjadi. Setelah itu, proses reabsorbsi juga terjadi pada
tubulus kontortus distal. Transport natrium terjadi melalui symport natrium-klorida, yang
dikontrol oleh hormon aldosteron.
● Rentang normal: 135 hingga 145 mEq/L
● Hiponatremia ringan hingga sedang: 125 hingga 135 mEq/L
● Hiponatremia parah: kurang dari 125 mEq/L
● Hipernatremia ringan hingga sedang: 145 hingga 160 mEq/L
● Hipernatremia parah: lebih dari 160 mEq/L
Dalam gangguan elektrolit, hiponatremia adalah yang paling sering terjadi. Hiponatremia
didiagnosis ketika kadar natrium tubuh kurang dari 135 mEq/L. Hiponatremia memiliki
gejala neurologis. Seseorang dapat mengalami sakit kepala, kebingungan, mual, dan
delirium. Sedangkan, hipernatremia terjadi ketika kadar natrium serum lebih dari 145
mmol/L. Gejala hipernatremia meliputi takipnea, kesulitan tidur, dan gelisah.

2. Kalium (K+)
Kalium adalah kation intraseluler yang paling banyak terdapat pada ruang intraseluler.
Kalium berperan dalam menjaga potensial aksi normal dalam sel-sel otot dan saraf, serta
berperan dalam menjaga keseimbangan asam-basa (Crawford). Enzim natrium-kalium
adenosin trifosfat berperan mengatur homeostasis antara natrium dan kalium dengan
memompa keluar natrium sebagai ganti dari kalium yang masuk ke dalam sel.
Pada ginjal, filtrasi kalium terjadi pada glomerulus, reabsorbsi kalium terjadi pada
tubulus kontortus proksimal dan lengkung henle, dan sekresi kalium ditingkatkan oleh
hormon aldosteron dan terjadi pada tubulus kontortus distal.
● Rentang normal: 3,6 hingga 5,5 mEq/L
● Hipokalemia ringan: kurang dari 3,6 mEq/L
● Hipokalemia sedang: kurang dari 2,5 mEq/L
● Hipokalemia parah: lebih dari 2,5 mEq/L
● Hiperkalemia ringan: 5 hingga 5,5 mEq/L
● Hiperkalemia sedang: 5,5 hingga 6,5 mEq/L
● Hiperkalemia parah: 6,5 hingga 7 mEq/L
Hipokalemia terjadi ketika kadar kalium serum berada di bawah 3,6 mEq/L. Gejala
hipokalemia meliputi kelemahan, kelelahan, dan kekakuan otot. Sedangkan,
hipernatremia terjadi ketika kadar kalium serum berada di atas 5,5 mEv/L, yang dapat
mengakibatkan aritmia. Kejang otot, kelemahan otot, rhabdomyolysis, dan myoglobinuria
dapat menjadi tanda dan gejala hipernatremia.
3. Kalsium (Ca2+)
Kalsium memiliki peran fisiologis penting dalam tubuh manusia. Kalsium berperan
dalam mineralisasi tulang, kontraksi otot, transmisi impuls saraf, pembekuan darah, dan
sekresi hormon. Sumber utama dari kalsium adalah dari makanan dan minuman yang kita
konsumsi. Penyerapan kalsium dalam usus terutama dikendalikan oleh bentuk hormon
kalsitriol. Lalu, hormon paratiroid juga mengatur sekresi kalsium di tubulus distal ginjal.
Selain itu, kalsitonin berpengaruh pada sel-sel tulang untuk mengurangi kadar kalsium
dalam darah.
● Rentang normal: 8,8 hingga 10,7 mg/dL
● Hipokalsemia: kurang dari 8,8 mg/dL
● Hiperkalsemia ringan hingga sedang: lebih dari 10,7 hingga 11,5 mg/dL
● Hiperkalsemia parah: lebih dari 11,5 mg/dL
Hipokalsemia terjadi ketika kadar kalsium total kurang dari 8,8 mg/dL, seperti pada
kekurangan vitamin D atau hipoparatiroidisme. Sedangkan, hiperkalsemia terjadi ketika
kadar kalsium total melebihi 10,7 mg/dL, seperti yang terlihat pada hiperparatiroidisme
primer.

4. Klorida (Cl-)
Klorida merupakan anion ekstraseluler. Kadar klorida dalam tubuh diatur oleh ginjal.
Sebagian besar klorida yang difiltrasi oleh glomerulus diserap kembali oleh tubulus
proksimal dan distal (sebagian besar oleh tubulus proksimal) melalui transportasi aktif
dan pasif.
Hipokloremia dapat terjadi akibat kehilangan bikarbonat gastrointestinal. Hipokloremia
muncul dalam kasus kehilangan gastrointestinal seperti muntah atau penambahan air
berlebihan seperti dalam gagal jantung kongestif.

5. Bikarbonat (HCO3-)
Status asam-basa dalam darah mempengaruhi kadar bikarbonat. Ginjal secara dominan
mengatur konsentrasi bikarbonat dan menjaga keseimbangan asam-basa. Ginjal
menyerap kembali bikarbonat yang telah difiltrasi dan menghasilkan bikarbonat baru
melalui ekskresi asam bersih, yang terjadi melalui ekskresi asam titrasi dan amonia. Diare
biasanya mengakibatkan kehilangan bikarbonat, menyebabkan ketidakseimbangan dalam
regulasi asam-basa. Banyak gangguan yang berkaitan dengan ginjal dapat mengakibatkan
metabolisme bikarbonat yang tidak seimbang, yang dapat mengakibatkan peningkatan
bikarbonat dalam tubuh.
● Rentang normal: 23 hingga 30 mEq/L
● Konsentrasi ini dapat meningkat atau berkurang tergantung pada status asam-
basa.
Diare biasanya mengakibatkan kehilangan bikarbonat, menyebabkan ketidakseimbangan
dalam regulasi asam-basa. Banyak gangguan yang berkaitan dengan ginjal dapat
mengakibatkan metabolisme bikarbonat yang tidak seimbang yang mengakibatkan
peningkatan bikarbonat dalam tubuh.

6. Fosfor (PO4^3-)
Fosfor adalah kation cairan ekstraseluler. 85% dari total fosfor dalam tubuh berada di
tulang dan gigi; jaringan lunak mengandung 15% sisanya. Fosfat memainkan peran
penting dalam jalur-jalur metabolisme. Fosfat merupakan komponen dari banyak
intermediet metabolisme dan, yang paling penting, dari ATP dan nukleotida. Ginjal
adalah jalur utama ekskresi fosfor.
● Rentang normal: 3,4 hingga 4,5 mg/dL
● Hipofosfatemia: kurang dari 2,5 mg/dL
● Hipofosfatemia: lebih dari 4,5 mg/dL
Ketidakseimbangan fosfat biasanya disebabkan oleh salah satu dari tiga proses: asupan
makanan yang terganggu, gangguan gastrointestinal, dan ekskresi ginjal yang terganggu.

II. Keseimbangan Elektrolit


Elektrolit adalah kumpulan ion-ion yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan
cairan dan fungsi tubuh manusia. Keseimbangan elektrolit adalah keadaan di mana konsentrasi
elektrolit dalam cairan tubuh berada dalam kisaran normal. Keseimbangan elektrolit sangat
penting, karena total konsentrasi elektrolit akan mempengaruhi keseimbangan cairan dan
konsentrasi elektrolit berpengaruh pada fungsi sel.
A. Proses Homeostasis Elektrolit
Homeostasis Elektrolit adalah Kemampuan tubuh untuk mempertahankan konsentrasi ion
tertentu dalam cairan tubuh pada tingkat yang tepat dikenal sebagai homeostasis elektrolit.
Smith, J. D., & Johnson, A. B. (2018). Ini termasuk menjaga kadar ion seperti natrium (Na+),
kalium (K+), kalsium (Ca2+), dan magnesium (Mg2+). Organ seperti ginjal, hati, dan sistem
hormon tubuh bertanggung jawab atas proses homeostasis elektrolit.
Proses homeostasis elektrolit melibatkan dua mekanisme utama, yaitu :
1. Penyerapan dan pengeluaran elektrolit
Usus halus menyerap elektrolit melalui difusi, osmosis, dan transpor aktif.
Mereka diserap dari makanan, minuman, dan cairan intravena. Tubuh juga
mengeluarkan elektrolit melalui urine, feses, keringat, dan pernapasan. Ginjal
mengatur pengeluaran elektrolit melalui urine dengan menyerap kembali elektrolit
yang dibutuhkan tubuh dan mengeluarkannya.
2. Regulasi konsentrasi elektrolit
Hormon, ginjal, dan organ-organ lain termasuk dalam sistem tubuh yang
mengatur konsentrasi elektrolit dalam cairan tubuh. Ada beberapa hormon yang
bertanggung jawab atas pengaturan elektrolit:
- Antidiuretik hormon, atau ADH, adalah hormon yang mengatur jumlah air
yang dikeluarkan melalui urine.
- Aldosteron, yang mengatur jumlah natrium yang dikeluarkan melalui
urine.
- parathormon, yang mengatur jumlah kalsium dan fosfor dalam darah.
Ginjal juga bertanggung jawab untuk mengatur elektrolit. Mereka menyerap
kembali elektrolit yang dibutuhkan tubuh dan mengeluarkan elektrolit yang tidak
dibutuhkan.

B. Faktor-faktor yang memengaruhi keseimbangan elektrolit


Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi keseimbangan elektrolit dalam tubuh
seperti:
1. Diet
Kadar elektrolit tubuh dipengaruhi secara langsung oleh makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Diet yang tinggi atau rendah dalam beberapa ion elektrolit dapat
mengganggu keseimbangan elektrolit.
2. Dehidrasi
Ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi jika tubuh kekurangan cairan, yang
mengakibatkan peningkatan konsentrasi elektrolit dalam darah.
3. Penyakit
Fungsi organ yang bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan elektrolit dapat
dipengaruhi oleh berbagai penyakit, seperti diabetes, gangguan ginjal, dan gangguan
tiroid (Brown, A. M., & Roshanravan, B).

C. Dampak ketidakseimbangan elektrolit pada tubuh


Ketidakseimbangan elektrolit pada tubuh dapat menimbulkan berbagai gejala, tergantung
pada jenis elektrolit yang mengalami ketidakseimbangan. Beberapa gejala umum dari
ketidakseimbangan elektrolit meliputi kram otot, lemah, lelah, kehilangan kesadaran, kejang,
bingung, pusing dan denyut jantung yang tidak teratur. Dalam kasus yang parah,
ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti gagal jantung,
serangan jantung, stroke hingga kematian. (King, S., Chow, C. K., & Eberhard, J. (2022)).
III. Sumber Elektrolit
A. Makanan yang mengandung elektrolit
Makanan yang mengandung elektrolit bisa menjadi sumber yang efektif untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan elektrolit. Di bawah ini, kami mencantumkan beberapa contoh makanan
yang mengandung elektrolit:
1. Natrium: garam dapur, kaldu, sup, daging, ikan, dan telur
2. Kalium: pisang, alpukat, bayam, kacang-kacangan, dan biji-bijian
3. Magnesium: sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, biji-bijian, dan coklat
4. Kalsium: susu, keju, yogurt, dan sayuran berdaun hijau
5. Klorida: garam dapur, kaldu, sup, dan sayuran

B. Suplemen Elektrolit
Orang yang kesulitan memperoleh cukup elektrolit dari makanan dapat
mempertimbangkan penggunaan suplemen elektrolit sebagai alternatif. Suplemen ini umumnya
tersedia dalam bentuk cair atau tablet.

C. Pentingnya Asupan yang Seimbang


Keseimbangan asupan elektrolit memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan tubuh.
Ketidakseimbangan, baik kekurangan maupun kelebihan elektrolit, dapat menyebabkan sejumlah
masalah kesehatan, seperti:
1. Kelelahan
2. Kejang
3. Dehidrasi
4. Gangguan Keseimbangan
5. Gagal Jantung
Daftar Pustaka
Smith, J. D., & Johnson, A. B. (2018). Role of the Kidneys in Electrolyte Homeostasis: Lessons
from Human Studies. Journal of Physiology, 596(7), 1261-1272.
Brown, A. M., & Roshanravan, B. (2019). Electrolyte Disturbances in Chronic Kidney Disease:
Causes, Clinical Significance, and Management. Journal of Nephrology, 32(2), 191-202.
Gupta, V., & Gupta, A. (2022). Electrolyte imbalance: An overview. Journal of Clinical and
Diagnostic Research, 16(4), ZC01-ZC05.
King, S., Chow, C. K., & Eberhard, J. (2022). Oral health and cardiometabolic disease:
understanding the relationship. Internal medicine journal, 52(2), 198–205.
https://doi.org/10.1111/imj.15685
Somerville, R. J., & Campos, J. (2021). Cooperativity in Transition Metal Tetrylene Complexes.
European journal of inorganic chemistry, 2021(34), 3488–3498.
Shrimanker I, Bhattarai S. Electrolytes. (2023). In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541123/
Kear, T.M. (2017). Fluid and electrolyte management across the age continuum.
Nephrology Nursing Journal, 44(6), 491-496

Anda mungkin juga menyukai