PENDAHULUAN
yang disebut ion jika berada dalam larutan. Ion terbagi nmenjadi anion dan kation
tergantung mereka bergerak dalam medan listrik menuju katode anode yang menunjukan
mereka mempunyai muatan positif dan negatif. Elektrolit merupakan zat anorganik atau
organic yang bermuatan listrik. Elektrolit dapat ditemukan di dalam cairan tubuh baik
berupa kation maupun anion. Komposisi elektrolit di cairan intra seluler mengandung
mengandung sodium tinggi dan potassium rendah. Kondisi yang demikian biasanya
mengeluarkan sodium dari cairan intra seluler dan memompa potassium untuk masuk ke
Elektrolit dalam cairan tubuh dapat berupa kation misalnya Na+, K+, Ca+2,
Mg+2 dan berupa anion misalnya : Cl-, HCO3-, HPO4-, SO4-2 dan laktat. Pada cairan
ektrasel kation utama adalah Na+ dan anion utama adalah Cl- dan HCO3-, sedangkan
pada cairan intrasel kation utama adalah K+.
a) Natrium (Na)
Pemeriksaan Natrium adalah untuk mengetahui kadar Natrium (Na) dalam darah.
Natrium berperan penting dalam menjaga keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh,
mengontrol tekanan darah, dan kerja sistem syaraf dan otot.Pemeriksaan Natrium dapat
digunakan untuk menilai keseimbangan asam basa, dehidrasi, sindrom nefrotik, gagal
1
jantung kongestif dan keadaan klinis lainnya.Persiapan : Pasien tidak memerlukan
persiapan khusus
b) Kalium ( K)
c) Kalsium (Ca)
d) Chlorida (Cl)
Pemeriksaan Chlorida (Cl) adalah untuk mengetahui kadar Chlorida (Cl) dalam
darah. Chlorida adalah elektrolit yang penting dalam menjaga keseimbangan cairan
dalam dan luar sel tubuh, mempertahankan volume darah normal, tekanan darah dan pH
cairan tubuh. Manfaat pemeriksaan Cl adalah untuk membedakan diagnosis asidemia
dan alkalemia, mendeteksi kondisi diare, asidosis, diabetik ketoasidosis, dan gangguan
kesehatan lainnya.Persiapan : tidak memerlukan persiapan khusus.
Fungsi klorida adalah membantu regulasi volume darah, tekanan arteri dan
keseimbangan asam basa (asidosis-alkalosis). Nilai normal klorida serum adalah 100
sampai 108 mEq/L. Kadar klorida menurun misalnya sekresi cairan lambung yang
berlebihan dapat menyebabkan alkalosis metabolik, sedang retensi klorida atau makan
dengan garam berlebihan dapat menimbulkan hiperkloremia dengan asidosis
metabolik, penggunaan obat yang dapat meninggikan kadar klorida atau menurunkan
kadar klorida seperti thisid, furosemid, bikarbonat harus dihentikan sebelum
pemeriksaan kadar klorida. Klorida jarang diperiksa tersendiri tetapi biasanya
bersmasama dengan elektrolit lain. Peningkatan kadar klorida dapat terjadi pada
nephritis, obstruksi kelenjar prostat dan dehidrasi. Kadar rendah ditemukan pada
gangguan fungsi gastrointetinal dan ginjal.
3
Fungsi kalium adalah memelihara keseimbangan osmotik dalam sel, meregulasi
aktifitas otot, enzim dan keseimbangan asam basa. Kalium merupakan kation utama
dalam sel. Niali normal kalium serum adalah 3,5-5 mEq/L. Hiperkalemia dapat terjadi
pada kerusakan ginjal seperti pada cedera mekanis yang berat. Selain itu, pasien
dengan gagal ginjal dan gangguan eksresi kalium dapat mengalami kelebihan melalui
makanan tidak dibatasi. Gambaran klinis kelainan kalium dapat merupakan gangguan
yang paling mengancam nyawa dibandingka yang lain. Gejala berkaitan dengan
sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos. Semua jaringan ini menggunakan
kalium untuk mengatur eksitabilitas selnya. Hiperkelami menyebabkan perubahan
elektro kardiogram yang khan menggambarkan efek yang sangat besar dari kelebihan
kalium pada jantung. Baik hipoklemia maupun hiperkalemia menyebabkan
kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam gangguan motilitas saluran cerna
dan kelainan mental. Akibat yang mematikan adalah paralisis otot pernafasan dan
henti jantung, karena pemeriksaan klinis saja tidak dapat mendiagnosis dengan pasti
adanya hipokalemia atau hiperkalemia, pengobatan harus didasarkan pada
pengukuran kalium serum yang akurat.
4
pengendali utama terhadap kadar elektrolit dan cairan tubug. Total cairan tubuh dan
konsentrasi V sangat ditentukan oleh apa yang disimpan ginjal. Ginjal sendiri diatur
oleh sejumlah hormon dalam menjalankan fungsinya.
1.6 Spektrofotometri
5
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energy relatif jika energy tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan
fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara
ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada
fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek
pada panjang gelombang tertentu
6
BAB II
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
B. Bahan :
1. Darah vena 3 mL
2. Kapas alcohol
3. Hanscoon
4. Kapas
5. Plaster
6. Reagen kit sodium (Na+), potassium (K+), (Cl-)
7. Working reagen (R2+ R3)
7
C. Persiapan pasien: Tidak memiliki persiapan khusus
2.2 Analitik
A. Pengambilan Darah Vena
1. Minta pasien mengepalkan tangan.
2. Pasang tali pembendung (turniquet) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
3. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi)
untuk memastikan posisi vena. Vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis
dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari
arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah
lengan.
4. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol 70%
dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
5. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika
jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk ke dalam
semprit (dinamakan flash). Usahakan sekali tusuk kena.
6. Setelah volume darah dianggap cukup, lepas turniket dan minta pasien
membuka kepalan tangannya.
7. Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan atau tarik jarum.
Tekan kapas beberapa saat lalu berikan plester pada bekas tusukan. Jangan
menarik jarum sebelum turniket dibuka.
B. Sentrifugasi Serum
1. Setelah mengambil darah vena sebanyak 3 cc letakkan di dalam tabung
sentrifuge.
2. Darah dibiarkan membeku dalam tabung sentrifuge selama 5 menit
8
3. Bekuan darah dalam tabung di sentrifuge selama 10 menit pada Kecepatan
3000 Rpm.
c. Ambil serum sebanyak 50 µL, lalu dicampur reagen kit Na+ sebanyak 3
ml dan biarkan selama 5 menit
d. Kemudian diukur 540 nm panjang gelombang spektrofotometer dan
tunggu nilai absorbansinya.
9
c. Ambil serum sebanyak 200 µL, lalu dicampur reagen kit K+ sebanyak 2
ml dan biarkan selama 5 menit
d. Kemudian diukur 540 nm panjang gelombang spektrofotometer dan
tunggu nilai absorbansinya.
c. Ambil serum sebanyak 10 µL, lalu dicampur reagen kit Cl- sebanyak 1 ml
dan biarkan selama 5 menit
d. Kemudian diukur 540 nm panjang gelombang spektrofotometer dan
tunggu nilai absorbansinya.
B. Kalium (K+)
Nilai normal dalam serum:
10
Dewasa 3,5 – 5,1 mEq/L
Anak 3,4 – 4,7 mEq/L
Bayi 3,7 – 5,9 mEq/L
C. Klorida (Cl-)
Nilai normal dalam serum :
Dewasa 98 – 107 mEq/L
Prematur 95 – 110 mEq/L
0-30 Hari 98 – 113 mEq/L
D. Linearitas
1. Natrium (Na+) = 80 – 180 mEq/L
2. Kalium (K+) = 1,5 – 10 mEq/L
3. Klorida (Cl-) = 60 – 140 mEq/L
E. Nilai Kritis
1. Natrium (Na+) = ≤ 120 mEq/L dan ≥ 160 mEq/L
2. Kalium (K+) = ˂ 2,5 mEq/L dan > 6,0 mEq/L
3. Klorida (Cl-) = ˂80 mEq/L dan > 120 mEq/L
11
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Elektrolit Darah
1) Persiapan penderita
Kalium adalah salah satu elektrolit kimia terpenting yaitu dalam bahwa
kelainanya dapat segera mengancam nyawa, kesalahan pengukuran dapat
menimbulkan konsekuensi serius apabila terapi didasarkan pada hasil yang tidak
akurat. Untungnya kita dapat mengetahui apakah terjadi proses hemolisis atau
12
tidak oleh warna merah hemoglobin yang juga dibebaskan kedalam serum setelah
serum dipisahkan dari sel setelah pemusingan. Nilai kalium dapat meninggi
apabila pasien berulang-berulang membuka dan menutup genggaman tanganya
secara kuat sementara torniquet terpasang untuk pungsi vena. Apabila diambil
dengan benar serum yang tidak hemolisis merupakan spesimen yang baik untuk
penentuan elektrolit. Trombosit mengandung kalium yang dalam keadaan normal
dikeluarkan ke dalam serum pada pembentukan bekuan, sehingga serum
diperkirakan memiliki nilai kalium yang sedikit lebih tinggi daripada plasma pada
orang yang sama (umumnya meningkat kurang dari0,5 mEq/L). Pada
kenyataanya pasien dengan trombositosis sering memperlihatkan nilai kalium
jauh diatas rentang normal. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperoleh
nilai kalium plasma pada sampel yang sudah diberi heparin yang trombositnya
tidak mengaktifkan dan mengeluarkan kalium intraselnya.
Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum banyak
melakukan aktifitas fisik. Bila tidak mungkin usahakan untuk mengambil darah
pada waktu yang sama, misalnya pengambilan sampel pukul 11.00. pemeriksaan
ulang juga dilakukan pada pukul 11.00. karena hsil pemeriksaan kalium juga
dipengaruhi oleh perubahan analit dari waktu kewaktu (variasi diurnal), dan
meminimalkan variasi intra individu. Pada pengambilansampel sebaiknya pasien
diambil pada posisi duduk atau berbaring. Pengambilan sampel darah vena dapat
menggunakan spuit ataupun vakutainer (tabung vakum hampa udara).
13
Pemberian nomor atau label pasien harus benar-benar cermat dan teliti, karena
kekeliuran dalam hal ini akan berakibat fatal.
4) Wadah penampung
2 Faktor analitik
2.) Peralatan
14
Sebelum menggunakan alat perlu diperhatikan beberapa hal penting. Alat
yang digunakan harus suadah terkalibrasi dengan baik. Pemeriksaan bahan
kontrol perlu dilakukan sebelum pemeriksaan terhadap sampel. Hal penting
lainnya adalah mengikuti seluruh rangkaian protap pemakaian alat yang telah
dibakukan.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
David W. Martin Jr. Pert A. Mayers, Victor W, Rodwell, Daryl K. Crenner, 1990,
Biokimia
(Harper Review of Biochemistry), Edisi 20, Buku Kedokteran. EGC
16
Frances K. Wildmann, M.D. ,1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
Edisi 9. Penerjemah Siti Boedina Kresno, R. Gandasoebrata J.Latu
Frances Talaska Fischbach and Marshall Barnett Dunning, 2004, A Manual
of Laboratory and Diagnostic Test, Edisi 7
17