Makalah Mobilitas Sosial
Makalah Mobilitas Sosial
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Semua orang pasti menginginkan untuk dapat memperoleh status dan penghasilan yang lebih
tinggi daripada apa yang pernah dicapai oleh orang tuanya. Semua orang pasti menginginkan suatu
kehidupan yang serba berkecukupan, bahkan kalau mungkin berlebihan. Keinginan-keinginan itu
adalah normal, karena pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas. Seperti
halnya kalau kita menanyakan tentang cita-cita dari seorang anak, maka ia akan menjawab pada suatu
status yang kebanyakan mempunyai konotasi pada penghidupan yang baik. Hanya saja apakah
keinginan-keinginan, impian-impian, dan cita-cita itu berhasil atau sama sekali gagal dalam proses
perjalanan seseorang.
Pada masyarakat modern sering kita jumpai fenomena-fenomena keinginan untuk pencapaian
status sosial maupun penghasilan yang lebih tinggi. Hal tersebut merupakan pendorong masyarakat
untuk melakukan mobilitas sosial demi tercapainya kesejahterahan hidup. Namun pada kenyataannya
mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat tidak hanya bersifat naik ke tingkat yang lebih tinggi,
akan tetapi banyak mobilitas sosial turun tanpa direncanakan. Pada kesempatan kali ini penulis akan
membahas dan menjabarkan tentang Mobilitas Sosial.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
1. Apakah pengertian mobilitas sosial ?
2. Apa sifat dasar dari mobilitas sosial ?
3. Apa saja bentuk-bentuk dari mobilitas sosial ?
4. Apa konsekuensi mobilitas sosial ?
5. Apa saluran mobilitas sosial ?
6. Apa faktor-faktor penentu mobilitas sosial ?
7. Bagaimana dampak dari adanya mobilitas sosial ?
C. TUJUAN
Pemaparan makalah ini bertujuan:
1. Mengetahui pengertian mobilitas sosial.
2. Mengetahui sifat dasar mobilitas sosial.
3. Mengetahui bentuk-bentuk dari mobilitas sosial.
4. Mengetahui konsekuensi mobilitas sosial.
5. Mengetahui faktor -faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial.
6. Mengetahui saluran mobilitas sosial.
7. Mengetahui dampak dari adanya mobilitas sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
Dapat disimpulkan, mobilitas sosial adalah gerakan atau perpindahan individu dari suatu
kedudukan ke kedudukan lainnya dalam masyarakat. Kedudukannya yang baru dapat menjadi lebih
tinggi atau lebih rendah.
2. Sifat Dasar Mobilitas Sosial
Masyarakat yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas
yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup adalah masyarakat yang memiliki
tingkat mobilitas yang rendah.
Pada masyarakat berkasta yang sifatnya tertutup, hampir tak ada gerak sosial karena kedudukan
seseorang telah ditentukan sejak dilahirkan. Pekerjaan, pendidikan dan seluruh pola hidupnya. Karena
struktur sosial masyarakatnya tidak memberikan peluang untuk mengadakan perubahan.
Dalam sistem lapisan terbuka, kedudukan yang hendak dicapai tergantung pada usaha dan
kemampuan individu. Memang benar bahwa anak seorang camat mempunyai peluang yang lebih baik
dan lebih besar daripada anak seorang penjual tomat. Akan tetapi, kebudayaan dalam masyarakat tidak
menutup kemungkinan bagi anak penjual tomat untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi dari
kedudukan yang semula dipunyainya.Seperti Chairul Tanjung, Dahlan Iskan, dll. Namun kenyataan
tidaklah seideal itu. Dalam masyarakat selalu ada hambatan dan kesulitan-kesulitan, misalnya birokrasi
(dalam arti yang kurang baik), biaya, kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat, dan lain
sebagainya.
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial para individu berbeda, maka
mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih
tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial rendah, maka tentu saja kebanyakan orang akan terkungkung dalam
status para nenek moyang mereka.
sosial ke kedudukan lainnya, yang tidak sederajat. Gerak sosial vertikal meliputi, (a)social
climbing, dari status yang rendah ke status yang tinggi, di mana status yang tinggi itu telah ada
sebelumnya dan membentuk kelompok atas status yang baru, karena status yang lebih atas belum ada
(promosi), misalnya kelompok konglomerat, eksekutif, supereksekutif, dan seterusnya; (b)social
sinking dari kelompok yang tinggi/atas turun ke rendah, dan derajat kelompoknya turun.
Gerak sosial vertikal yang naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu:
a. Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang
lebih tinggi, di mana kedudukan tersebut telah ada. Misalnya, seorang yang bekerja di kantor A
dan diangkat menjadi pejabat di kantor A.
b. Pembentukan suatu kelompok baru, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi
dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut. Misalnya, dengan
dibentuknya sebuah organisasi, memberi kesempatan kepada seseorang untuk menjadi ketua
umum, bertanda yang bersangkutan naik status.
Gerak sosial vertikal yang turun mempunyai dua bentu utama, yaitu:
a. Turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya. Misalnya, seorang
pejabat dipecat karena korupsi.
b. Turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sabagai
kesatuan.
4. Konsekuensi Mobilitas Sosial
Terjadinya mobilitas sosial di dalam masyarakat menimbulkan berbagai konsekuensi, baik
positif maupun negatif. Beberapa studi mengemukakan bahwa mobilitas-menurun berkaitan dengan
banyak hal yang mencemaskan, seperti misalnya gangguan kesehatan, keretakan keluarga, perasaan
terasing (alienasi) dan keterpencilan sosial (social distance). Namun demikian, penyebab dan akibatnya
tidak dapat diidentifikasi. Hal-hal yang mencemaskan seperti itu dapat saja merupakan penyebab
ataupun akibat dari mobilitas menurun. Baik bagi individu maupun masyarakat, manfaat dan kerugian
mobilitas sosial, serta masyarakat bersistem terbuka, masih dapat diperdebatkan.
Apabila individu atau kelompok individu yang mengalami mobilitas sosial mampu
menyesuaikan dirinya dengan situasi yang baru maka akan memperoleh hal-hal posiitif sebagai
konsekuensi mobilitas sosial, antara lain:
a. Mengalami kepuasaan, kebahagiaan dan kebanggaan.
b. Peluang mobilitas sosial juga berarti kesempatan bagi individu atau kelompok individu untuk
lebih maju.
c. Kesempatan mobilitas sosial yang luas akan mendorong orang-orang untuk mau bekerja keras,
mengejar prestasi dan kemjuan sehingga dapat meraih kedudukan yang dicita-citakan.
Apabila individu atau kelompok individu tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi baru,
maka akan terjadi konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut:
1. Konflik antar-kelas
Konflik ini terjadi karena benturan kepentingan antar-kelas sosial. Misalnya konflik antara
majikan dengan buruh yang menghendaki kenaikan upah.
2. Konflik antar-kelompok
Konflik antar-kelompok (konflik horizontal) bisa melibatkan ras, etnisitas, agama atau
aliran/golongan. Konflik jenis ini dapat terjadi karena perebutan peluang mobilitas sosial,
misalnya kesempatan memperoleh sumber-sumber ekonomi, rekrutmen anggota, peluang
memperoleh kekuasasan politik atau pengakuan masyarakat.
3. Konflik antar-individu
Konflik antar-individu dapat terjadi misalnya karena masuknya individu ke dalam kelompok
tidak diterima oleh anggota kelompok yang lain. Misalnya lingkungan organisasi atau seseorang
tidak dapat menerima kehadiran seseorang yang dipromosikan menduduki suatu jabatan
tertentu.
4. Konflik antar-generasi
Konflik ini terjadi dalam hubungannya mobilitas antar-generasi. Fenomena yang sering terjadi
adalah ketika anak-anak berhasil meraih posisi yang tinggi, jauh lebih tinggi dari posisi sosial
orang tuanya, timbul ethnosentrisme generasi. Masing-masing generasi –orang tua maupun
anak— saling menilai berdasarkan ukuran-ukuran yang berkembang dalam generasinya sendiri.
Generasi anak memandang orang tuanya sebagai generasi yang tertinggal, kolot, kuno, lambat
mengikuti perubahan, dan sebagainya. Sementara itu generasi tua mengganggap bahwa cara
berfikir, berperasaan dan bertindak generasinya lebih baik dan lebih mulia dari pada yang
tumbuh dan berkembang pada generasi anak-anaknya.
5. Konflik status dan konflik peran
Seseorang yang mengalami mobilitas sosial, naik ke kedudukan yang lebih tinggi, atau turun ke
kedudukan yang lebih rendah, dituntut untuk mampu menyesuaikan dirinya dengan
kedudukannya yang baru. Kesulitan menyesuaikan diri dengan statusnya yang baru akan
menimbulkan konflik status dan konflik peran.
Konflik status adalah pertentangan antar-status yang disandang oleh seseorang karena
kepentingan-kepentingan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan banyaknya status yang
disandang oleh seseorang.
Konflik peran merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat melaksanakan peran sesuai
dengan tuntutan status yang disandangnya. Hal ini dapat terjadi karena statusnya yang baru
tidak disukai atau tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Post Power Syndrome merupakan
bentuk konflik peran yang dialami oleh orang-orang yang harus turun dari kedudukannya yang
tinggi.
b. Faktor Individu
1) Perbedaan Kemampuan
2) Perbedaan Perilaku
Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan atau orientasi
sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap individu terhadap mobilitas dipengaruhi
oleh beberapa faktor , yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan kerja, pola penundaan
kesenangan, kemampuan “cara bermain”, dan pola kesenjangan nilai.
a) Pendidikan
Pendidikan merupakan tangga mobilitas yang utama. Walaupun kadar penting tidaknya
pendidikan pada semua jenjang pekerjaan tidaklah sama. Untuk jabatan-jabatan karir seperti
dokter, guru, ahli hukum, dan sebagainya, peran pendidikan sangatlah menunjang. Tetapi latar
belakang pendidikan seseorang mungkin tidak diperlukan untuk karir-karir sebagai
olahragawan, seniman penghibur, dan lain-lain. Namun yang pasti peran pendidikan disini lebih
menekankan pada upaya untuk mengembangkan kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan
memanfatkan informasi sebagaimana yang diperlukan.
b) Kebiasaan Kerja
Kebiasaan kerja seseorang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
keberhasilan dan masa depan seseorang. Meskipun kerja keraslah tidaklah menjamin terjadinya
mobilitas naik, namun tidaknlah banyak orang yang dapat mengalami mobilitas naik tanpa
adanya kerja keras.
c) Pola Penundaan Kesenangan
Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian-bersakit-sakit dahulu, bersenang-
senang kemudian. Ini merupakan suatu pepatah yang menggambarkan pola penundaan
kesenangan. Sebagai contoh: orang yang lebih senang menyimpan uangnya untuk ditabung
daripada untuk kesenangan jangka pendek; para siswa yang lebih tekun membaca buku dan
memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, daripada bermain atau membuang waktu. Kunci daripada
pola penundaan kesenangan adalah adanya perencanaan untuk masa depan dan adanya
keinginan yang kuat untuk merealisasikan rencana tersebut.
d) Kemampuan “Cara Bermain”
“Cara bermain” dan atau seni “penampilan diri” mempunyai peran penting dalam
mobilitas naik. Bagaimana menjadi orang yang sangat disenangi dan dapat diterima oleh
lingkungannya; bagaimana menjadi orang yang dapat bekerjasama dengan orang lain. Ini semua
mungkin merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan penampilan diri secara
positif bukanlah berarti meremehkan kemampuan, namun justru melalui penampilan diri
merupakan sarana/media yang dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan kemampuan.
e) Pola Kesenjangan Nilai
Pola kesenjangan nilai merupakan suatu perilaku dimana seseorang mempercayai
segenap nilai yang diakui, tetapi tidak melakukan upaya untuk mencapai sasarannya atau
mengakui kesalahan pribadi sebagai penyebab kegagalannya dalam mencapai sasaran. Orang
semacam ini bukanlah hipokrit, tetapi mereka hanya tidak menyadari bahwa pola perilakunya
tidak searah dengan tujuannya. Sebagai contoh: hampir semua orang tua menginginkan anak-
anaknya mempunyai prestasi yang baik di sekolah, tetapi mereka mengabaikan nasihat-nasihat
guru dan tidak menekankan agar anak-anaknya belajar dengan baik di rumah.
f) Faktor Keberuntungan/Kemujuran
Banyak orang yang benar-benar bekerja keras dan memenuhi semua persyaratan untuk
menjadi orang yang berhasil, namun tetap mengalami kegagalan; sebaliknya, keberhasilan
kadangkala justru jatuh pada orang lain yang jauh persyaratan. Faktor
keberuntungan/kemujuran ini jelas tidak mungkin dapat diukur dan merupakan alasan umum
bagi suatu kegagalan, namun faktor ini tetap tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu faktor
dapat mobilitas.
7. Dampak dari adanya Mobilitas Sosial
Adapun dampak yang ditimbulkan dari mobilitas sosial adalah:
1. Dampak Positif
Bisa memberikan motivasi bagi masyarakat untuk maju dan berprestasi agar dapat
memperoleh status yang lebih tinggi.
2. Dampak Negatif
Setiap perubahan (mobilitas) pasti akan memiliki dampak negatif, dan hal itu bisa
berupa konflik. Dalam masyarakat banyak ragam konflik yang mungkin terjadi akibat dari
terjadinya mobilitas ini, seperti terjadinya konflik antar kelas, antar generasi, antar kelompok
dan lain sebagainya. Sehingga akan berakibat pada menurunnya solidaritas baik kelompok atau
antar kelompok.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau kelompok orang dari strata
sosial yang satu ke strata sosial yang lain.
Tipe-tipe mobilitas sosial yang prinsipil ada dua, yaitu:
1. Horizontal, yaitu apa bila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari satu kelompok sosial
ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
2. Vertikal, yaitu apabila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari suatu kedudukan sosial
ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya maka terdapat dua
jenis gerak vertikal, yaitu yang naik (social climbing) dan yang turun (social sinking)
Masyarakat yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas
yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup adalah masyarakat yang memiliki
tingkat mobilitas yang rendah.
Mobilitas sosial pasti akan terjadi pada seluruh masyarakat, namun seberapa cepat perubahan
tersebut itulah yang membedakan antara satu tempat dengan tempat yang lainnya tergantung dari
seberapa kuat faktor pendorong dan penghambatnya.
B. SARAN
Sebagai manusia kita pasti akan menuntut untuk status dan peran sosial, namun sebagai
manusia sosial seharusnya kita dapat mengerti dan menyadari mobilitas sosial atau gerakan sosial ini
tidak terjadi begitu saja dengan sendirinya. Karena mobilitas sosial terjadi tergantung bagaimana diri
kita sendiri menyingkapi status serta peran sosial diri dan menurut prestasi kita masing-masing sebagai
anggota masyarakat. Oleh karena itu sebaiknya jika memang menginginkan mobilitas naik kita juga
tidak boleh duduk diam dalam struktur sosial tetapi kita harus terbuka dan positif terhadap
perubahan positif yang ada di masyarakat.
Penulis sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sulistyowati, Budi. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Cet. ke-45 (Edisi Revisi). Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
HD, Hj. Safarina. 2011. Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. Cet. ke-2 (Edisi
Revisi). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
File:///F:/Dokter ilmu Contoh Makalah Tentang (MOBILITAS SOSIAL).htm
Mobilitas-sosial.pdf
9._MOBILITAS_SOSIAL(rev).pdf
file:///F:/Qurani Makalah Mobilitas Sosial.htm