Disusun oleh:
KELOMPOK 10
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dalam dua dekade terakhir ini merubah
berbagai tatanan kehidupan manusia. Salah satu motor perubahan dari teknologi informasi
adalah bidang bisnis yang terus berevolusi dan beradaptasi mengikuti laju perubahan. Aktivitas
bisnis dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi secara nature terus mencari cara untuk
menekan biaya dan mencari keuntungan sebesar-besarnya, sehingga efektif, efisien dan
kemudahan akan terus diupayakan. Namun dibalik perkembangan teknologi informasi serta
dinamika perubahan yang ada, hukum terkesan bergerak lamban mengimbanginya sesuai
dengan adagium Belanda het recht hink achter de feiten aan. Sedangkan sebagaimana diketahui
bahwa Indonesia adalah yang berdasarkan kepada hukum. Sebagai konsekuensinya, hukum
harus dijadikan sebagai dasar dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Menurut Sulistiono
dan Muhammad (2009), pembangunan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari pembangunan hukum
karena antara ekonomi dan hukum merupakan dua hal yang saling mempengaruhi satu sama
lain.
Hukum sebagai ketentuan yang sifatnya normatif mempunyai peran dan fungsi yang penting
dalam bidang perekonomian. Hukum adalah pedoman dalam pelaksanaan pembangunan
ekonomi nasional dimana sektor industri adalah pemberi kontribusi terbesar. Oleh sebab itu
program pemerintah setelah Indonesia merdeka sampai sekarang ini, terus berusaha
meningkatkan pembangunan industri dengan berbagai kebijakan. Usaha pemerintah itu berhasil
membuat pertumbuhan industri cukup signifikan. Pada tahun 2017 pertumbuhan industri
Indonesia 0.91% atau penyumbang pendapatan domestik bruto (PDB) tertinggi dalam
pembangunan yaitu 20,47% (BPS, 2017). Hal ini dikarenakan pembangunan industri nasional
saat ini mendapat pengaruh global yaitu revolusi industri 4.0 yang lebih berfokus pada
pengembangan industri manufaktur dengan memakai teknologi digital dan internet. Untuk
menghadapi pengaruh revolusi industri 4.0 pemerintah melalui Kementrian Perindustrian
mengeluarkan program Making Indonesia 4.0. Industri 4.0 adalah periode industri keempat yang
dalam berbagai literatur dikatakan bahwa tahapan industri terbagai sebagai berikut:
b. Tahap 2: Industri yang sudah mengadopsi listrik yang ditandai dengan produksi masal
(mass production);
d. Tahap 4: Industri yang sudah memanfaatkan ruang siber; Kehadiran era revolusi
industri keempat (Industri 4.0) sudah tidak dapat dielakkan lagi.
Indonesia perlu mempersiapkan langkah-langkah strategis agar mampu beradaptasi dengan era
industri digital ini. Indonesia berkomitmen untuk membangun industri manufaktur yang berdaya
saing global melalui percepatan implementasi Industri 4.0. Dengan menerapkan Industri 4.0,
Menteri Perindustrian menargetkan, aspirasi besar nasional dapat tercapai. Industri 4.0 melalui
konektivitas dan digitalisasinya mampu meningkatkan efisiensi rantai manufaktur dan kualitas
produk. Namun di sisi lain digitalisasi industri ini akan berdampak negatif pada penyerapan
tenaga kerja dan mengacaukan bisnis konvensional. Pemerintah harus mengantisipasi dampak
negatif dari Industri 4.0. Pada saat pemerintah memutuskan untuk beradaptasi dengan sistem
Industri 4.0, maka pemerintah juga harus memikirkan keberlangsungannya. Jangan sampai
penerapan sistem industri digital ini hanya menjadi beban karena tidak dapat dimanfaatkan
secara optimal.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
a. Peran Hukum Dalam Pembangunan Industri Nasional Pada Era Revolusi Industri
b. Dampak Perkembangan Digitalisasi Industri Pada Penyerapan Tenaga Kerja
Konvensional Khususnya Tenaga Kerja di Didang Hukum
c. Konsep Negara Hukum sebagai Fondasi Pembangunan Hukum Indonesia?
C. Tujuan Makalah
Agar pembaca mampu melihat situasi dan permasalahan yang ada diindonesia terkait peran
hukum dalam pembangunan indsutri nasional era revolusi industri 4.0 dan juga mengenai
kepastian hukum terhadap nasib buruh.
D. Batasan Masalah
Hanya membahas mengenai peran hukum dalam pembangunan industri di era revolusi
industri 4.0 dan juga kepastian hukum terhadap nasib buruh
E. Sistematika Penulisan
• BAB I
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Makalah
4. Batasan Masalah
5. Sistematika penulisan
• BAB II
1. Landasan Teori
• BAB III
1. Pembahasan
• BAB IV
1. Kesimpulan
2. Daftar Pustaka
LANDASAN TEORI
Merujuk beberapa literatur Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Revolusi industri terdiri dari
dua (2) kata yaitu revolusi dan industri. Revolusi berarti perubahan yang bersifat sangat cepat,
sedangkan pengertian industri adalah usaha pelaksanaan proses produksi. Apabila ditarik
benang merah maka pengertian revolusi industri adalah suatu perubahan yang berlangsung cepat
dalam pelaksanaan proses produksi dimana yang semula pekerjaan proses produksi itu
dikerjakan oleh manusia digantikan oleh mesin, sedangkan barang yang diproduksi mempunyai
nilai tambah (value added) yang komersial. Revolusi Industri telah mengubah cara kerja
manusia dari penggunaan manual menjadi otomatisasi atau digitalisasi.
Istilah "Revolusi Industri" diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui di
pertengahan abad ke-19. Revolusi industri ini pun sedang berjalan dari masa ke masa. Dekade
terakhir ini sudah dapat disebut memasuki fase ke empat 4.0. Perubahan fase ke fase memberi
perbedaan artikulatif pada sisi kegunaaannya. Fase pertama (1.0) bertempuh pada penemuan
mesin yang menitikberatkan (stressing) pada mekanisasi produksi. Fase kedua (2.0) sudah
beranjak pada etape produksi massal yang terintegrasi dengan quality control dan standarisasi.
Fase ketiga (3.0) memasuki tahapan keseragaman secara massal yang bertumpu pada integrasi
komputerisasi. Fase keempat (4.0) telah menghadirkan digitalisasi dan otomatisasi perpaduan
internet dengan manufaktur (BKSTI 2017).
Revolusi Industri juga dikemukakan oleh Arnold Toynbee dalam bukunya Lectures On the
Indutrial Revolution (London: Rivingston, 1884). Isi buku ini ialah deskripsi revolusi industri
dan pengaruhnya terhadap kebijakan, mekanisasi produksi, budaya, dan tata keuangan dunia
khususnya Eropa. Pemicu awalnya ialah penemuan mesin uap oleh James Watt. Berikutnya,
Revolusi Industri 2.0 yang ditandai oleh penemuan listrik, dan Revolusi Industri 3.0 ditandai
oleh penemuan komputer. Awal abad 21, penemuan Internet dan Teknologi Informasi (TI)
memicu kelahiran Revolusi Industri 4.0. Terminologi industri 4.0 pertama kali dikenalkan dalam
Hannover Fair, Jerman pada tahun 2011 yang kemudian memperkenalkan istilah industri 4.0.
Pada mulanya terminologi industri 4.0 adalah nama untuk inisiasi strategi teknologi pemerintah
Jerman menuju Tahun 2020. Dalam literature review yang dilakukan oleh tim peneliti dari
Universitas Dortmund, Jerman (Hermann, Mario Pentek, Tobias Otto dan Boris, 2015)
Sekarang, daftar bisa via web-nya; (3) lebih murah (cheaper), dan (4) mudah diakses
(accessible); akses adalah kekayaan informasi,” ungkap Prof. Dr. John Pieris. Revolusi Industri
4.0. memicu perubahan berlangsung sangat cepat. Oleh karena itu, menurut Prof. Dr. John
Pieris, Rakyat dan Pemerintah setiap Negara harus memiliki kecerdasan hukum guna merespons
Revolusi 4.0. Industri. Hukum harus dapat merespons perubahan, keingingan, dan kebutuhan
masyarakat ini (responsive law). Namun, aspek fundamental hukum yakni etika, moral, dan
norma atau kaidah hukum harus tetap dipertahankan oleh Negara, Rakyat dan Pemerintah.
Sedangkan peraturan dan regulasi memiliki fleksibilitas guna merespons perubahan dan
peradaban baru,” ungkap Prof. Dr. John Pieris.
PEMBAHASAN
Peran Hukum Dalam Pembangunan Industri Nasional Pada Era Revolusi Industri
Hukum adalah salah satu bidang yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional
di Indonesia. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum. Menurut Ilmar (2009), landasan konstitusional tersebut
memberikan pemahaman bahwa penyelenggaraan negara Indonesia didasarkan pada konsep
hukum. Hukum dalam kaitan dengan kerangka pembangunan nasional, mencakup hukum baik
sebagai obyek maupun sebagai subyek pembangunan. Sebagai obyek pembangunan hukum
adalah sektor yang harus diprioritaskan. Sementara sebagai subyek pembangunan hukum harus
dibangun dan dikembangkan sebagai instrumen dan sarana penunjang bagi usaha pembangunan
nasional. Pemerintah berkomitmen untuk membangun industri manufaktur yang mempunyai
daya saing global melalui percepatan implementasi revolusi industri 4.0. Sebagai aturan dasar
pelaksanaannya, Kementrian Perindustrian mengeluarkan program yang bernama Making
Indonesia 4.0. Program ini adalah sebagai sebuah roadmap dan strategi Indonesia memasuki era
digital yang tengah berjalan yang terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi
dalam memasulki era industri 4.0. Hal ini bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan (Kemenperin, 2018). Dalam roadmap tersebut terdapat lima industri yang
menjadi fokus implementasi yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronika
dan kimia. Hal ini disebabkan karena kelima industri ini merupakan tulang punggung
perekonomian yang diharapkan mampu memberikan efek kontribusi yang besar terhadap
perekonomian nasional. Indonesia telah mengawali proses adaptasi terhadap industri 4.0 dengan
meningkatkan kompetensi sumber daya manusia melalui program link and match antara
pendidikan dan industri. Upaya ini dilakukan secara sinergis antara Kementrian Perindustrian
dengan 465 Bappenas, Kementrian Ketenagakerjaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
serta Kementrian Riset dan Teknologi.
b. Memanfaatkan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi
industri kecil dan menengah agar mampu menembus pasar ekspor melalui program E-
smart IKM.
Dari kebijakan yang dilakukan itu maka lembaga pembuat undangundang yaitu pemerintah
(presiden) dan DPR perlu menciptakan payung hukum yang mengatur sistem baru ini. Menurut
Hemas (2018), semua aktifitas dengan teknologi akan mempengaruhi kebijakan publik dan
regulasi yang akan mengarahkan kemajuan teknologi sebagai penunjang pembangunan. Upaya
harmonisasi kebijakan dan regulasi pemerintah, produk legislatif bahkan peradilan dengan
revolusi teknologi yang harus dilihat sebagai stategi pembangunan jangka panjang.
Menurud Sukardi (2016), ekonomi adalah tulang punggung kesejahteraaan masyarakat dan
hukum yang menentukan bagaimana kesejahteraan masyarakat dapat dinikmati secara merata
serta bagaimana keadilan sosial dapat diwujudkan dalam kehidupan masyarakat dan bagaimana
ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan kemajuan kepada masyarakat. Menurut
Friedmann (1971), keterlibatan pemerintah harus terukur artinya pemerintah memperhitungkan
sejauh mana campur tangan dalam bidang ekonomi dengan tiga peranan yaitu sebagai regulator,
penyedia (provider) dari kebutuhan masyarakatnya dan sebagai pengusaha yang dilaksanakan
oleh badan usaha milik negara. Jadi, globalisasi telah membawa pengaruh terhadap kemajuan
ekonomi dengan teknologi yang semakin canggih. Dan peran hukum disini adalah menciptakan
payung hukum yang mengatur hal itu sehingga kesejahteraan masyarakat dapat dinikmati secara
Tak ada jalan lain hal ini harus dilakukan segera demi harmonisasi kemajuan teknologi melalui
regulasi yang tepat. Kesuksesan sebuah negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 sangat
erta kaitannya dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan menciptakan regulasi yang
mampu mengaturnya.Jumat 2 Februari 2018 di Jakarta, Presiden RI Joko Widodo menetapkan
Peraturan Presiden (Perpres) No. 2 Tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional Tahun
2015-2019. Perpres ini diundangkan di Jakarta 6 Februari 2018 pada Lembaran Negara RI No. 8
Tahun 2018. Perpres ini juga melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (5) Undang-Undang (UU)
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035.
Dunia saat ini sedang menghadapi perubahan industri ke-4 atau yang dikenal dengan Industri
4.0. Berdasarkan analisis Mckinsey Global Institute, Industri 4.0 memberikan dampak yang
sangat besar dan luas, terutama pada sektor lapangan kerja, di mana robot dan mesin akan
menghilangkan banyak lapangan kerja di dunia. Untuk itu era revolusi industri ini harus disikapi
oleh pelaku industri dengan bijak dan hati-hati. Di satu sisi, era industri ini melalui konektivitas
dan digitalisasinya mampu meningkatkan efisiensi rantai manufaktur dan kualitas produk.
Namun demikian, di sisi lain, revolusi industri ini juga akan menghilangkan 800 juta lapangan
kerja di seluruh dunia hingga tahun 2030 karena diambil-alih oleh robot. Hal ini bisa menjadi
ancaman bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki angkatan kerja dan angka pengangguran
yang cukup tinggi. Untuk itu pemerintah perlu menyikapi perubahan ini dengan tepat melalui
penyusunan strategi yang mampu meningkatkan daya saing industri nasional sekaligus
menciptakan lapangan kerja yang lebih luas. Ragam bisnis yang terus mengarah pada digitalisasi,
membuat robot semakin mendapat perhatian. Elektronifikasi, juga membuat banyak perusahaan
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebagaimana hasil dari sebuah riset, menyatakan
bahwa dalam 10 tahun ke depan setidaknya 40 persen pekerjaan manusia akan digantikan robot
dan mesin. Kondisi tersebut, berarti bakal menggiring manusia agar lebih kreatif demi bertahan
dalam pekerjaan.
Studi yang melibatkan sejumlah profesor hukum dari Stanford University, Duke University
School of Law, dan University of Southern California ini dilakukan untuk menguji kemampuan
teknologi LawGeex dalam meninjau dokumen hukum. Dua puluh orang pengacara
berpengalaman berkompetisi melawan AI milik LawGeex yang berusia tiga tahun. Dalam waktu
a. Asas legislasi syarat ini mengadung pengertian bahwa segala tindak tanduk
pemerintah harus didasarkan atas dasar peraturan perundang-undangan (Wettelike
Groundslag). Dengan landasan ini undang-undang dalam arti formal dan undang-
undang dasar muerpakan tumpukan dasar tindak pemerintahan. Dalam hubungan ini
pembentukan undang-undang merupakan bagian penting Negara hukum.
b. adanya pembagian kekuasaan (distribution of power) syarat ini mengadung makna
bahwa kekuasaan Negara tidak boleh bertumpu pada satu tangan, mesti ada
pembagian tugas dan wewenang
c. negara hukum memiliki hak-hak dasar (Groundrechten), dalam hal ini menekankan
bahwa hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan
sekaligus membatasi kekuasaan pembentukan undang-undang
d. pengawasan pengadilan, dalam hal ini memberi batasan bahwa bagi rakyat tersedia
saluran melalui pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan tindak pemerintahan
(rechtmatigheid toetsing)
Dengan terminology berbeda Frans Magnis Suseno mengemukakan, ada empat syarat
atau cirri penting Negara hukum yang mempunyai hubungan pertautan atau tali
temali satu sama lain yaitu: 1) adanya asas legalitas yang artinya pemerintah
bertindak semata-mata atas dasar hukum yang berlaku;
4) adanya pemerintahan berdasarkan system konstitusi atau hukum dasar Kant, Stahl,
dan Dicey juga memandang “separation of powers” sebagai salah satu cirri dari
faham”rechtstaat” ataupun “rule of law.
Dalam konteks ke indonesiaan ide Negara hukum telah mulai diperkenakan sejak tahun 1854
oleh pemerintah Hindia Belanda dengan dikeluarkannya Regeringsreglemen. Implementasi ide
Jadi dapat dikatakan bahwa secara yuridis kedudukan Negara Indonesia sebagai Negara hukum
cukup kuat, karena secara konstitusional pernyataan atau deklarasi bahwa Negara Republik
Indonesia sebagai Negara hukum ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut Daniel S.Lev penegasan yuridis konstitusional Negara Republik Indonesia sebagai
Negara hukum sangatlah tepat, karena secara sosiologis berbagai golongan masyarakat Indonesia
juga menopang Negara hukum dengan berbagai alasan. Dilihat dari kacamata Sosiologi Hukum
Kelompok etnis non Jawa termasuk etnis Cina menopang Negara hukum karena melihat manfaat
Negara hukum yang lebih mendorong diciptakannya norma-norma yang lebih bersifat public dari
pada norma-norma birokratis yang lebih mengandalkan pada basis patrimonial dari pada
rasional. Kelompok minoritas agama seperti Kristen dan Katolik mendukung ideology Negara
hukum karena dalam Negara hukum mereka melihat adanya janji perlindungan secara normative
dan ekonomi. Demikian pula kelompok Islam memberi dukungan kuat terhadap konsep Negara
hukum terutam dari golongan modernis yang peranannya sangat marginal secar social dan
politik. Walaupun dari segi jumlah merupakan mayoritas, namun dari segi social dan politik
golongan Islam di Indonesia sering disubordinasi pada artistokrasi lama yang secara fisik
nampak sebagai orang muslim namun sering memusuhi nilai-nilai Islam dan tuntutan-tuntutan
politiknya. Bagi kelompok Islam konsep Negara hukum memberikan kekuatan protektif terhadap
pengaruh mereka yang terbatas untuk masuk dalam lingkaran kekuasaan politik nasional.
Secara operasional, konsep Negara hukum ini sudah diintrodusir dalam peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah dari UUD, misalnya Peraturan perundang-undangan lain yang
merupakan penjabaran operasional konsep Negara hukum diantaranya adalah UU No. 14 tahun
1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman serta perubahan dalam UU No.
35 Tahun 1999 dan kemudian diperbaharui dengan Undang-undang No. 4 Tahun 2004 dan
Paparan diatas menunjukkan bahwa pilihan sebagai Negara hukum bagi Negara Indonesia adalah
merupakan pilihan yang tepat dan sekaligus tidak dapat dihindari sebagai bagian dair komunitas
dunia modern yang ditopang oleh globalisasi dihampir segala bidang ini. Permasalahan
berikutnya adalah implementasi dari konsep Negara hukum Indonesia itu selanjutnya.
Pembangunan hukum Indonesia yang sudah dimulai sejak Proklamasi Kemerdekaan Negara
Republik Indonesia telah menghasilkan system hukum sebagaimana yang ada sekarang. System
hukum yang dibangun oleh rezim Orde lama adalah system hukum yang kurang memperhatikan
atau bahkan menabrak sendi-sendi Negara hukum. Diantara produk perundang-undangan yang
menguatkan hal itu adalah UU No. 9 Tahun 1964 dan UU No. 13 Tahun 1965 yang memberikan
wewenang kepada presiden untuk mencampuri urusan pengadilan.
Dilihat dari perkembangan atau perubahannya Pada masa rezim Orde Lama berkuasa, salah satu
pilar keberadaan Negara hukum yaitu adanya badan kekuasaan kehakiman yang merdeka telah
terdistorsi, sehingga secara yuridis formal keberadaan kekuasaan kehakiman yang bebas sudah
tidak ada lagi. Konfigurasi politik dan birokrasi yang dianut penguasa Orde lama banyak yang
menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945, diantaranya diangkatnya pimpinan MPRS, DPR
GR, DPAS, dan Mahkamah Agung sebagai Menteri, sehingga karena kedudukannya itu mereka
harus bertanggung jawab kepada Presiden. Akibat konfigurasi politik dan birokrasi yang
demikian menjadikan terjadi hubungan vertical antara Presiden dengan lembaga tertinggi dan
tinggi Negara itu, dengan kedudukan Presiden brada di tempat teratas. Konfigurasi politik dan
birokrasi sebagaimana diuraikan di atas pada hakekatnya mengandung “peradilan Terpimpin”
artinya peradilan yang tidak bebas, disebabkan kehendak mewujudkan Demokrasi Terpimpin,
sebagai inti dari isi Manipol selaku haluan Negara yang semula ditetapkan dengan pen pres dan
dikuatkan oleh TAP MPR No. I/MPRS/1960.
Wantjik Saleh secar ekstrim mengatakan bahwa UU no. 19 Tahun 1964 dan UU No. 13 Tahun
1965 telah menciptakan peradilam tidak bebas yang mengakibatkan goncangn salah satu “tiang
agung” dari Undang-undang Dasar 1945 yang dapat meruntuhkan Indonesia sebagai Negara
KESIMPULAN
Peranan hukum dalam pembangunan industri Nasional pada era revolusi industri 4.0 adalah
berwujud peraturan (regulasi) sebagai payung hukum yang sifatnya mengatur yang berfungsi
sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan industri nasional dalam rangka menghadapi
pengaruh global revolusi industri 4.0. Tujuannya adalah untuk mewujudkan fungsi hukum yang
sesungguhnya yaitu menciptakan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi
pembangunan industri nasional. Selain itu hukum juga berperan sebagai sarana pembaruan dalam
pembangunan industri dimana peraturan yang dibuat seharusnya tidak menghambat
perkembangan teknologi pada era revolusi industri 4.0. Peran hukum sebagai sarana untuk
mencapai tujuan pembangunan yang dicitacitakan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Industri 4.0 memberikan dampak yang sangat besar dan luas, terutama pada sektor lapangan
kerja, di mana robot dan mesin akan menghilangkan banyak lapangan kerja di dunia. Untuk itu
era revolusi industri ini harus disikapi oleh pelaku industri dengan bijak dan hati-hati.Di satu sisi,
era industri ini melalui konektivitas dan digitalisasinya mampu meningkatkan efisiensi rantai
manufaktur dan kualitas produk. Namun demikian, di sisi lain, revolusi industri ini juga akan
menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia hingga tahun 2030 karena diambil-alih
oleh robot. Hal ini ditandai dengan dibuatnya ROSS dan AI yang jika ditandingkan dengan
manusia masih lebih unggul robot dari segi kecepatan waktu dan akurasi Akan tetapi, secara
umum, mesin tidak dapat menyaingi kemampuan berpikir manusia dalam mengerjakan sejumlah
aktivitas hukum yang bersifat fundamental, khususnya dalam mengambil keputusan.
MANURUNG, Edison H.; HELIANY, Ina. Peran Hukum Dan Tantangan Penegak Hukum
Dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. SOL JUSTISIO, 2019, 1.2 Oktober: 128-135.
DISEMADI, Hari Sutra; KANG, Cindy. Tantangan Penegakan Hukum Hak Kekayaan
Intelektual dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal
Komunikasi Hukum (JKH), 2021, 7.1: 54-71.
IDAYANTI, Soesi; HARTATI, Suci; HARYADI, Toni. Pembangunan Hukum Bisnis Dalam
Perspektif Pancasila Pada Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Jurisprudence, 2019, 9.1: 90-101.
KRISTHY, Mutia Evi; SATRIO, Hendro. Analisis Peran Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi
Nasional Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Undiksha, 2022, 10.2: 244-249.
PARAMITA, Ahsani. Tingkat Serapan Tenaga Kerja Sektor Umkm Di Era Ekonomi Digital
Sekaligus Pada Masa Pandemi Covid-19. Bata Ilyas Educational Management Review, 2021,
1.2.
RIDWAN, Ir H. Juniarso, et al. Hukum administrasi Negara dan kebijakan pelayanan publik.
Nuansa Cendekia, 2020.
ISDIYANTO, Ilham Yuli. Menakar “Gen” Hukum Indonesia Sebagai Dasar Pembangunan
Hukum Nasional. Jurnal Hukum & Pembangunan, 2018, 48.3: 589-611.