Anda di halaman 1dari 15

Karya ilmiah

Berbakti Kepada Orang Tua

Disusun Oleh:

Nama : Dewi rosita

Kelas : III

Alamat : kp. Nambo rt 17 rw 08


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul “berbakti kepada
orang tua ” Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya,
tapi kami berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktunya Walau hanya
berbekal kemampuan yang serba terbatas, namun tidak menjadikan melemahnya
semangat jiwa kami untuk berusaha dan berkarya, tak lupa pula salawat dan salam tak
lupa kami limpahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW.
Dan tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada guru-guru kami yang telah
membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan karya ilmiah ini. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan kami yang juga sudah
memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam penulisan karya
ilmiah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil karya
ilmiah ini. Karena itu kami berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu
yang berguna bagi kita bersama.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya karya ilmiyah ini. Penulis berharap semoga karya tulis
ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, January 2024

(Dewi rosita)

i
Daftar Isi

Kata pengantar........................................................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................................iii
PEMBUKAAN.........................................................................................................................................iii
A. Latar Belakang...........................................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................iii
C. Tujuan.......................................................................................................................................iii
BAB II.....................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................1
A. Pengertian Berbakti Kepada Kedua Orang Tua..........................................................................1
B. Keutamaan Berbakti Kepada Orangtua......................................................................................2
C. Pentingnya Berbakti Kepada Oraangtua....................................................................................3
BAB III..................................................................................................................................................10
PENUTUP.............................................................................................................................................10
Kesimpulan......................................................................................................................................10
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................11

ii
BAB I
PEMBUKAAN

A. Latar Belakang
Berbicara tentang berbakti kepada orang tua tidak lepas dari permasalahan berbuat baik dan
mendurhakainya. Mungkin, sebagian orang merasa lebih ‘tertusuk’ hatinya bila disebut ‘anak
durhaka’, ketimbang digelari ‘hamba durhaka’. Bisa jadi, itu karena ‘kedurhakaan’ terhadap Allah, lebih
bernuansa abstrak, dan kebanyakannya, hanya diketahui oleh si pelaku dan Allah saja. Lain halnya dengan
kedurhakaan terhadap orang tua, yang jelas amat kelihatan, gampang dideteksi, diperiksa dan
ditelaah,sehingga lebih mudah mengubah sosok pelakunya di tengah masyarakat, dari status sebagai orang
baik menjadi orang jahat. Pola berpikir seperti itu, jelas tidak benar, karena Allah menegaskan dalam
firman-Nya,

(yang artinya) “Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan
hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)

Patuh terhadap Allah, jelas harus lebih diutamakan. Karena manusia diciptakan memang hanya untuk
tujuan itu. Namun, ketika Allah ‘menggandengkan’ antara kewajiban menghamba kepada-Nya, dengan
kewajiban berbakti kepada orang tua, hal itu menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua memang
memiliki tingkat kewajiban yang demikian tinggi, dalam Islam. Kewajiban itu demikian ditekankan, sampai-
sampai Allah menggandengkannya dengan kewajiban menyempurnakan ibadah kepada-Nya.

Dibandingkan dengan ajaran yang ada dalam islam fakta atau realita yang terjadi sangatlah berbeda.
Hal itu di karnakan sifat sombong atau angkuh yang dimiliki manusia. Kebanyakan manusia apabila sudah
memiliki kedudukan yang tinggi dimata masyarakat kian lama mereka akan lupa akan orang tuanya, orang
yang mendidiknya sedari kecil hingga sekarang. Bahkan tidak sedikit pula seorang anak yang menitipkan
orang tuanya ke pati jompo.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian berbakti kepada kedua orang tua?
2. Apa keutamaan berbakti kepada orang tua?
3. Bagaimana cara kita berbakti kepada kedua orangtua?

C. Tujuan
Penulisan makalah ini kami buat untuk menambah wawasa pengetahuan kita tentang ajaran islam terutama
bagaimana cara kita menykapi atau berperilaku terhadap orang tua kita sehari-hari, manfaat dari berbakti kepada orang
tua dan hukuman bagi anak yang tidak berbakti kepada orang tua.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Berbakti kepada keduanya merupakan perintah utama ajaran Islam. Allah Ta’ala sampai mengulang-
ulang perintah ini di dalam Al-Qur’an setelah perintah mentauhidkan-Nya:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapakmu.” (An-Nisa [4]: 36). Pada ayat yang lain juga Allah
Ta’alategaskan:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (Al-Isra` [17]: 23).

Dari dua ayat di atas, kita dapat pahami bahwa birrul walidain (berbakti kepada ibu dan bapak) adalah
perkara utama wajib hukumnya bagi seorang anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Berbakti kepada
kedua orangtua bisa diwujudkan dengan cara senantiasa mengasihi, menyayangi, mendoakan, taat dan patuh,
melakukan hal-hal yang membahagiakan hati serta menjauhi hal-hal yang tidak disukai oleh mereka. Inilah
yang dimaksud dengan birrul walidain.1

Karena berbakti kepada ibu dan bapak adalah perintah utama, maka hukumnya jelas, berbaktinya
seorang anak kepada Orangtuanya adalah hak yang Allah berikan kepada ibu dan bapaknya. Jadi, manakala
ada seorang anak yang tidak berbakti kepada ibu bapaknya, maka baginya adalah dosa besar, meskipun
alasan tidak berbaktinya itu karena dalam rangka taat kepada Allah Ta’ala.

Suatu ketika datang seseorang lalu berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, saya ingin ikut
berjihad, tapi saya tidak mampu!” Rasulullah bertanya, “Apakah orangtuamu masih hidup?” Orang itu
menjawab,“Ibu saya masih hidup.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallammenjelaskan: “Temuilah Allah dengan berbakti kepada kedua
orangtuamu (birrul walidain). Jika engkau melakukannya, samalah dengan engkau berhaji, berumrah dan
berjihad.” (HR. Thabrani).

Dalam hadits lain disebutkan, “Bersimpuhlah kau di kakinya (orangtuamu), di sana terdapat surga.”

1
B. Keutamaan Berbakti Kepada Orangtua

Bukhari dan Muslim meriwayatkan, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhupernahbertanya kepada
Rasulullah tentang perbuatan apa yang paling disenangi oleh Allah.

Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua ibu bapak.”

Lalu dia bertanya kembali, “Kemudian apalagi ya Rasulullah.”

Beliau menjawab, “Berjuang di jalan Allah.”2

Artinya, siapa berbakti kepada Orangtuanya dengan sebaik-baiknya, maka jelas surga ada di
hadapannya. Betapa tidak? Lihatlah, hadits ini menunjukkan berbakti kepada orangtua lebih utama nilainya
daripada jihad fii sabilillah (berjihad/berperang di jalan Allah). Sementara kita tahu, jihad fii sabilillahadalah
jalan pintas menuju surga-Nya. Maka tentu saja berbakti kepada orangtua akan mendapat balasan surga yang
lebih baik.

Perlu diketahui pula, kemuliaan untuk orang yang berbakti kepada orangtuanya tidak hanya saja
diberikan kelak di akhirat, namun juga sudah ditampakkan sejak di dunia. Hal ini bisa dilihat dari kisah
Uwais Al-Qarni, seorang Muslim dari Yaman yang sangat taat dan berbakti kepada ibunya.

Uwais belum pernah berjumpa dengan Rasulullah, namun karena begitu berbaktinya dia kepada
orangtuanya, sehingga Allah mencintai dia, dan kecintaan kemuliaan Uwais sampai ke telinga Rasulullah.
Tapi suatu saat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bertutur bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Telah datang ke negeri ini Uwais Al-Qarni, dari desa atau kabilah Murad dan Qaran.
Semula ia terkena penyakit belang, lalu sembuh. Ia sangat mencintai dan berbakti kepada ibunya. Kalau
bersumpah dan berdoa kepada Allah pasti dikabulkan. Jika kalian mau, mohonlah kepadanya, agar ia
memintakan ampun buat kalian.” (HR. Muslim).

Bayangkan, sahabat sekelas Umar diberikan anjuran untuk memuliakan seorang Uwais Al-Qarni.
Seorang Muslim yang belum pernah beliau temui dan belum pernah sekalipun turun ke medan jihad. Tetapi,
inilah satu bukti bahwa siapa yang benar-benar berbakti kepada ibu bapaknya, kemuliaan adalah pakaian
yang layak disandangnya.

Secara logika, boleh jadi kita tidak disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
sebagaimana Uwais telah disebutkan dihadapan para sahabat utama sebab Rasulullah telah meninggalkan
kehidupan fana ini. Tetapi, bukan tidak mungkin Allah Ta’ala akan mencatat siapa saja yang berbakti
kepada Orangtuanya sebagai seorang Muslim yang dibanggakan di hadapan para malaikat-Nya, Insya Allah.

Dengan demikian sungguh indah balasan atau keutamaan dari berbakti kepada kedua Orangtua.
Sayangnya, banyak manusia yang melalaikannya. Padahal, ridha Allah Ta’ala ada pada ridha ibu dan bapak.
“Keridhaan Allah seiring dengan/dalam keridhaan ibu bapak, dan kemurkaan-Nya seiring dengan/dalam
kemarahan ibu bapak.” (HR. Turmudzi).

Jadi, berbaktilah kepada Orangtua dengan sebaik-baiknya. Niscaya ridha Allah Ta’ala adalah balasan
utamanya. Paling tidak, jangan pernah sampai lupa untuk mendoakan keduanya kala kita berdoa(QS. 17:
24).

2
C. Pentingnya Berbakti Kepada Orangtua

Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua –dalam wacana Islam- adalah persoalan
utama, dalm jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat baik terhadap sesama manusia. Allah sudah
cukup menegaskan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga Rasulullah dalam
banyak sabdanya, dengan memberikan ‘bingkai-bingkai’ khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih
saksama. Di antara tumpukan bukti tersebut adalah sebagai berikut:

1. Allah menggandengkan’ antara perintah untuk beribadah kepada-Nya, dengan perintah berbuat baik
kepada orang tua:

“Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian
berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)

2. Allah memerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada orang tuanya, meskipun mereka
kafir

“Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang jelas-jelas tidak ada pengetahuanmu
tentang hal itu, jangan turuti; namun perlakukanlah keduanya secara baik di dunia ini.” (Luqmaan : 15)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di atas menunjukkan diharuskannya memelihara hubungan baik
dengan orang tua, meskipun dia kafir. Yakni dengan memberikan apa yang mereka butuhkan. Bila
mereka tidak membutuhkan harta, bisa dengan cara mengajak mereka masuk Islam..”

3. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.

Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin berjihad kepada
Rasulullah, Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.”
Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya.” (Riwayat Al-
Bukhari dan Muslim)

4. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga.

Rasulullah bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat
bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa
dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah
menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” (Riwayat Muslim)
Beliau juga pernah bersabda:
“Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju Surga. Bila engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila
tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan beliau
berkomentar, “Hadits ini shahih.” Riwayat ini juga dinyatakan shahih, oleh Al-Albani.) Menurut para
ulama, arti ‘pintu pertengahan’, yakni pintu terbaik.

5. Keridhaan Allah, berada di balik keridhaan orang tua.

“Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah, bergantung pada
kemurkaan kedua orang tua.”

6. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.

Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah sambil mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku telah
melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau bertanya, “Engkau masih mempunyai seorang ibu?” Lelaki

3
itu menjawab, “Tidak.” “Bibi?” Tanya Rasulullah lagi. “Masih.” Jawabnya. Rasulullah bersabda,
“Kalau begitu, berbuat baiklah kepadanya.”
Dalam pengertian yang ‘lebih kuat’, riwayat ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang
tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses taubat dan pengampunan dosa. Mengingat, bakti
kepada orang tua adalah amal ibadah yang paling utama.

Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari
sekadar berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki nilai-nilai tambah yang
semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah ‘bakti’. Dan sekali lagi, bakti itu
sendiripun bukanlah balasan yang setara untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya,
sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.

Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua,
bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira, serta
berbuat baik kepada teman-teman mereka.”

Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat
direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:

Pertama: Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.

Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.

Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil." (DQ. Al-Isra: 23-24)

Ini adalah perintah untuk mengesakan Sesembahan, setelah sebelumnya disampaikan larangan syirik.
Ini adalah perintah yang diungkapkan dengan kata qadha yang artinya menakdirkan. Jadi, ini adalah perintah
pasti, sepasti qadha Allah. Kata qadha memberi kesan penegasan terhadap perintah, selain makna
pembatasan yang ditunjukkan oleh kalimat larangan yang disusul dengan pengecualian: “Supaya kamu
jangan menyembah selain Dia…” Dari suasana ungkapan ini tampak jelas naungan penegasan dan
pemantapan.

Jadi, setelah fondasi diletakkan dan dasar-dasar didirikan, maka disusul kemudian dengan tugas-tugas
individu dan sosial. Tugas-tugas tersebut memperoleh sokongan dari keyakinan di dalam hati tentang Allah
yang Maha Esa. Ia menyatukan antara motivasi dan tujuan dari tugas dan perbuatan.

Perekat pertama sesudah perekat akidah adalah perekat keluarga. Dari sini, konteks ayat mengaitkan
birrul walidain (bakti kepada kedua orangtua) dengan ibadah Allah, sebagai pernyataan terhadap nilai bakti
tersebut di sisi Allah:

Setelah mempelajari iman dan kaitannya dengan etika-etika sosial yang darinya lahir takaful
ijtima’I (kerjasama dalam bermasyarakat), saat ini kita akan memasuki ruang yang paling spesifik dalam
lingkaran interaksi sosial, yaitu Birrul walidain (bakti kepada orang tua).

4
“Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”
Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambaran-gambaran yang inspiratif inilah Al-Qur’an Al-
Karim menggugah emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati anak-anak.

Hal itu karena kehidupan itu terdorong di jalannya oleh orang-orang yang masih hidup; mengarahkan
perhatian mereka yang kuat ke arah depan. Yaitu kepada keluarga, kepada generasi baru, generasi masa
depan. Jarang sekali kehidupan mengarahkan perhatian mereka ke arah belakang..ke arah orang tua..ke arah
kehidupan masa silam..kepada generasi yang telah pergi! Dari sini, anak-anak perlu digugah emosinya
dengan kuat agar mereka menoleh ke belakang, ke arah ayah dan ibu mereka.

Sebelum masuk ke inti pembahasan, ada catatan penting yang harus menjadi perhatian bersama dalam
pembahasan birrul walidain; ialah Islam tidak hanya menyeru sang anak untuk melaksanakan birrul
walidain, namun Islam juga menyeru kepada para walidain (orang tua) untuk mendidik anaknya dengan
baik, terkhusus dalam ketaan kepada Allah dan Rasulul-Nya. Karena hal itu adalah modal dasar bagi
seorang anak untuk akhirnya menjadi anak sholih yang berbakti kepada kedua orangtuanya. Dengan
demikian, akan terjalin kerjasama dalam menjalani hubungan keluarga sebagaimana dalam bermasyarakat.
Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti kepada orang tua ialah datang
serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia“ . Dalam artian setelah manusia telah mengikrakan ke-imanannya kepada
Allah, maka manusia memiliki tanggungjawab kedua, yaitu “Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
Jika kita bertanya, mengapa perintah birrul walidain begitu urgen sehingga ia datang setelah proses
penghambaan kepada Allah?? Al-Quran Kembali menjawab

“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”(Al-Ahqaf: 15)

Ketika orangtua berumur muda, kekuatan fisik masih mengiringinya, sehingga ia bertanggungjawab
untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Namuun saat mereka berumur tua renta, dan anaknya
sudah tumbuh dewasa berbaliklah roda tanggungjawab itu.
Para pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa dilihatnya,
mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya dari suatu temnpat ke tempat lain.
Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa diberikan oleh pembantu, ialah cinta dan kasih sayang. Hanya
dari sang buah hatilah rasa cinta dan kasih sayang dapat diraihnya.

Kedua orang tua secara fitrah akan terdorong untuk mengayomi anak-anaknya; mengorbankan segala
hal, termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap setiap nutrisi dalam benih hingga hancur
luluh; seperti anak burung yang menghisap setiap nutrisi yang ada dalam telor hingga tinggal cangkangnya,
demikian pula anak-anak menghisap seluruh potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian dari kedua orang tua,
hingga ia menjadi orang tua yang lemah jika memang diberi usia yang panjang. Meski demikian, keduanya
tetap merasa bahagia!

Adapun anak-anak, secepatnya mereka melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran mereka ke
arah depan. Kepada istri dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari sini, orang tua tidak
butuh nasihat untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang perlu digugah emosinya dengan kuat adalah anak-
anak, agar mereka mengingat kewajiban terhadap generasi yang telah menghabiskan seluruh madunya
hingga kering kerontang!
Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bentuk qadha dari Allah
yang mengandung arti perintah yang tegas, setelah perintah yang tegas untuk menyembah Allah.

5
Usia lanjut itu memiliki kesan tersendiri. Kondisi lemah di usia lanjut juga memiliki insprasinya
sendiri. Kata‫عندك‬yang artinya “di sisimu” menggambarkan makna mencari perlindungan dan pengayoman
dalam kondisi lanjut usia dan lemah. “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka…” Ini adalah tingkatan pertama di antara tingkatan-
tingkatan pengayoman dan adab, yaitu seorang anak tidak boleh mengucapkan kata-kata yang menunjukkan
kekesahan dan kejengkelan, serta kata-kata yang mengesankan penghinaan dan etika yang tidak baik. “Dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Ini adalah tingkatan yang paling tinggi, yaitu berbicara
kepada orang tua dengan hormat dan memuliakan.

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…” Di sini ungkapan
melembut dan melunak, hingga sampai ke makhluk hati yang paling dalam. Itulah kasih sayang yang sangat
lembut, sehingga seolah-olah ia adalah sikap merendah, tidak mengangkat pandangan dan tidak menolak
perintah. Dan seolah-olah sikap merendah itu punya sayap yang dikuncupkannya sebagai tanda kedamaian
dan kepasrahan .Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh
kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan
penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat
Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah lebih mampu untuk membalas keduanya
atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.

Belaian anak saat orang tua telah berumur lanjut ialah kenikmatan yang tak terhingga. Wajarlah
kiranya al-Quran memberikan pengkhususan dalam birrul walidain ini saat kondisi mereka tua renta, yaitu:

1. Jangan mengatakan kata uffin (ah)

2. Jangan membentak

3. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

4. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan

5.Dan do’akanlah mereka.

Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak). Jadi janganlah kita mengatakan kata-kata
yang mengandung makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena pada umur lanjut
inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan jam mereka membutuhkan kehadiran kita
disisinya.

Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat menghantarkan
sang anak kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda:

“Barang siapa yang menajalani pagi harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua
pintu menuju syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan
dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka
baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa menjalani sore harinya dalam kemurkaan
orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi)

6
Dengan demikian merugilah para anak yang hidup bersama orang tuanya di saat tua renta namun ia
tidak bisa meraih surga, karena tidak bisa berbakti kepada keduanya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallammengatakan tentang ihwal mereka

Dari Suhaili, dari ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah SAWbersabda : ”Merugilah ia (sampai 3 kali). “
Para Shahabat bertanya : ”siapa ya Rosulullah?Rosulullah SAWbersabda :“Merugilah seseorang yang hidup
bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat mereka tua renta, namun ia tidak masuk surga”
.(HR. Muslim)

Terkait cara berbakti kepada orang tua, memulai dengan perkataan yang baik. Kemudian diiringi
denganmeringankan apa-apa yang menjadi bebannya. Dan bakti yang tertinggi yang tak pernah dibatasi oleh
tempat dan waktu ialah doa. Do’a adalah bentuk bakti anak kepada orang tua seumur hidup-nya. Do’alah
satu-satunya cara yang diajarkan Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambagi anak-anak yang pernah
menyakiti orangtuanya namun mereka meninggal sebelum ia memohon maaf kepadanya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa


Sallambersabda : “Bahwasanya akan ada seorang hamba pada hari kiamat nanti yang diangkat derajatnya,
kemudian ia berkata “Wahai tuhanku dari mana aku mendapatkan (derajat yang tinggi) ini??. Maka
dikatakanlah kepadanya “Ini adalah dari istighfar (doa ampunan) anakamu untukmu” (HR.Baihaqi)

Adapun doa yang diajarkan, ialah sebagaimana termaktub dalam al-Quran :

"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil” (Al-Isra’: 24).

Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua
orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan
penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat
Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah SWTlebih mampu untuk membalas
keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.

Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari ayahnya:

“Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf. Lalu ia
bertanya kepada NabiSallallahu ’Alaihi Wa Sallam, “Apakah aku telah menunaikan haknya?”
Nabi Sallallahu ’Alaihi Wa Sallammenjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan nafas kesakitan saat
melahirkan.”

Dalam ayat lain Al-Quran mengajar doa yang begitu indah, ialah doa yang mencakup bagi kita, orang
tua dan keturunan kita :

7
"Ya Allah.., tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Al-Ahqaf : 15).

Selain berbakti kepada kedua orang tua yang masih hidup seperti yang di jelaskan di atas ada juga
cara atau perilaku menghormati orangtua yang telah mati diantaranya adalah

1. Memintakan ampun bagi keduanya sesudah meninggal, yaitu apabila meninggal dalam keadaan Islam.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman menceritakan tentang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam :

"Ya Rabb kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang-orang Mukmin pada hari
terjadinya hisab (kiamat)." (Ibrahim: 41).
Juga Firman Allah Subhanahu Wata’ala tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam :

"Ya Rabbku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang
beriman laki-laki dan perempuan, dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu
selain kebinasaan." (Nuh: 28)

2. Melunasi hutangnya dan melaksanakan wasiatnya, selama tidak bertentangan dengan syari'at.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam membenarkan ucapan seorang wanita yang berpendapat bahwa
hutang ibunya wajib dilunasi, dan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan bahwa hutang
kepada Allah Subhanahu Wata’ala berupa puasa nadzar, lebih berhak untuk dilunasi.
3. Menyambung tali kekerabatan mereka berdua, seperti paman dan bibi dari kedua belah pihak, kakek dan
nenek dari kedua belah pihak. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
"Sesungguhnya sebaik-baik hubungan silaturahim adalah hubungan silaturahim seorang anak dengan
teman dekat bapaknya." (HR. Muslim).
4. Memuliakan teman-teman mereka berdua. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam memuliakan teman-
teman istrinya tercinta Khadijah radhiallahu ‘anha, maka kita muliakan pula teman-teman istri kita. Dan
teman-teman orang tua kita lebih berhak kita muliakan, karena di dalamnya ada penghormatan kepada
orang tua kita.

8
3
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bahwa menaati perintah orang tua adalah wajib, selama bukan untuk maksiat. Bahkan
perintah melakukan yang mubah, bila itu keluar dari mulut orang tua, berubah menjadi wajib
hukumnya. Kita juga tahu, bahwa harta orang tua harus dijaga, tidak boleh dihamburkan
secara percuma, atau bahkan untuk berbuat maksiat. Kita juga meyakini, bahwa bila orang
tua kita kekurangan atau membutuhkan pertolongan, kitalah orang pertama yang
wajib menolong mereka. Namun itu hanya sebatas keyakinan. Bila tidak ada ‘ikatan janji’
dengan sikap kita, semua itu hanya terwujud dalam bentuk wacana saja, tidak bisa terbentuk
menjadi ‘bakti’ terhadap orang tua. Oleh sebab itu, Allah menyebut kewajiban bakti itu
sebagai ‘ketetapan’, bukan sekadar ‘perintah’. Berbuat baik kepada kedua orang tua adalah
suatu bentuk ibadah yang di utamakan dan merupakan salah satu untuk meraih surganya
Allah.

10
Daftar Pustaka

 Binongko, bara fereggaso.2011”Berbakti Kepada Orangtua”. Blog.


http://baranakbinongko.blogspot.com/ di akses 28/11/2014
 http://www.solusiislam.com/ diakses 29/11/2014
 http://m.abdullah-syauqi.abatasa.co.id/ diakses 29/11/2014

11

Anda mungkin juga menyukai