Anda di halaman 1dari 4

Nama: Grace Miranda Silaban

Nim: P07524417090
Kelas: IV C
Mata Kuliah: Sistem Informasi Kesehatan
Dosen Pengampu: Efendi Sianturi, SKM.M.Kes

Analisis Swot Sistem Informasi Kesehatan

A. Sistem Informasi Kesehatan

WHO mengklasifikasikan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) sebagai salah satu dari 6
“building blocks” Sistem Kesehatan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran SIK di
dalam suatu sistem kesehatan. Namun untuk SIK di Indonesia, sering terdengar masih belum
memadai sehingga tidak bisa memberikan data yang akurat. Akibatnya adalah pemangku
kepentingan dan pembuat kebijakan – para kepala Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan
dan petugas di Kementerian Kesehatan, menjadi sulit untuk mendapatkan data yang akurat
dalam waktu yang tepat.

B. Analisis SWOT Sistem Informasi Kesehatan

Analisis situasi sistem informasi kesehatan dilakukan dalam rangka pengembangan


sistem informasi kesehatan. Sistem informasi kesehatan bukanlah suatu sistem yang berdiri
sendiri, melainkan merupakan bagian fungsional dari sistem kesehatan yang dibangun dari
himpunan atau jaringan sistem-sistem informasi dari level yang paling bawah.

1. Strength (kekuatan)
1) Indonesia telah memiliki beberapa legislasi terkait SIK (UU Kesehatan, SKN,
Kebijakan dan strategi pengembangan SIKNAS dan SIKDA).
2) Tenaga pengelola SIK sudah mulai tersedia pada tingkat Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
3) Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi tersedia di semua Provinsi dan
hampir seluruh Kabupaten/kota
4) Indikator kesehatan telah tersedia.
5) Telah ada sistem penggumpulan data secara rutin yang bersumber dari fasilitas
kesehatan pemerintah dan masyarakat.
6) Telah ada inisiatif pengembangan SIK oleh beberapa fasilitas kesehatan seperti
Rumah Sakit, Puskesmas dan Dinas Kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri.
7) Diseminasi data dan informasi telah dilakukan, contohnya hampir semua Provinsi dan
Kabupaten/kota dan Pusat menerbitkan profil kesehatan

2. Weaknesses ( Kelemahan)

1) Sumber daya manusia yang masih belum memadai, belum meratanya SDM ke
berbagai daerah terpencil, keterbatasan jumlah dan tingkat kemampuan SDM yang
menguasai teknologi informasi.
2) Modal awal yang cukup mahal.
3) Pemerintah/Governance; sejak desentralisasi tahun 2000, peran Kementerian
Kesehatan dalam mengelola SIK semakin penting. Tanpa pengelolaan dan kebijakan
yang kuat, setiap pemerintah daerah akan mengadopsi sistem masing-masing yang
berbeda dan tidak “interoperable” yakni, tidak bisa saling komunikasi antara satu
sistem dengan yang lain.
4) Fragmentasi & sistem paralel terlalu membebankan serta pengembangan sistem
informasi membutuhkan waktu yag lama; yang paling fundamental adalah
permasalahan fragmentasi. Hal ini disebabkan SIK Indonesia mempunyai banyak
“sub-sistem” yang berjalan secara paralel sesuai kebutuhan pemangku kepentingan
yang berbeda, yang akhirnya membuat petugas di lapangan kewalahan dalam
mengkompilasi dan melaporkan data yang diperlukan. Dengan beban laporan yang
begitu berat dalam pelayanan kesehatan, menimbulkan resiko petugas fasilitas
kesehatan untuk membuat kesalahan dalam pencatatan/rekapitulasi menjadi sangat
tinggi dan juga laporan menjadi sering terlambat dikirim. Yang paling buruk adalah
data yang berbeda dilaporkan untuk variabel yang sama dalam fasilitas yang sama.
5) Pemanfaatan Teknologi Informasi & Komunikasi (TIK) masih kurang dan
keterbatasan jaringan informasi di daerah-daerah terpencil; dalam laporan Health
Systems Financing: The path to universal coverage(WHO, 2010), Dr. Margaret Chan,
Director-General WHO menyatakan bahwa hampir 20-40% dana Kesehatan menjadi
sia-sia atau tidak terserap dengan baik. Hal ini dikarenakan sistem tidak efisien.
Antara lain diakibatkan sistem manual yang masih terlalu lambat dan memerlukan
banyak sumber dan tidak adanya Informasi tepat.
6) Sistem Kesehatan Indonesia masih belum memanfaatkan TIK secara menyeluruh dan
jauh ketinggalan dengan sektor lainnya contohnya sektor Bank yang telah
memanfaatkan TIK secara maksimal.
7) Bergantung pada sumber listrik; karena menggunakan komputer semua hal yang
berhubungan dengan teknologi informasi untuk kesehatan bergantung pada sumber
listrik. Apabila listrik padam, maka segala pekerjaan yang berkaitan dengan
penyimpanan dan pengolahan data akan sulit untuk dilakukan menggunakan
komputer. Hal ini tentu akan mengganggu pelayanan yang akan diberikan kepada para
pasien di rumah sakit.
8) Bergantung pada aplikasi; selain bergantung pada sumber listrik,
penggunaan teknologi informasi untuk kesehatanjuga bergantung pada aplikasi yang
digunakan. Jika aplikasi yang digunakan sering bermasalah, maka pelayanan kepada
pasien juga akan buruk. Untuk itu, gunakan aplikasi yang tepat agar pelayanan kepada
pasien dapat dilakukan secara maksimal.
9) Perlu pelatihan khusus dan membutuhkan waktu untuk pelatihan; tidak semua orang
dapat bekerja dengan komputer secara akrab, hal ini memberikan kesulitan tersendiri.
Untuk dapat menggunakan sistem komputerisasi tersebut maka petugas rumah sakit
harus melakukan pelatihan khusus. Terutama untuk menyesuaikan diri dalam
menggunakan aplikasi yang akan digunakan dalam pengolahan data pasien tersebut.
10) Dapat memberikan dampak bagi lingkungan sosial seperti pengurangan tenaga kerja.

3. Opportunities ( Peluang )
1) Kesadaran akan permasalahan kondisi SIK dan manfaat eHealth mulai meningkat
pada semua pemangku kepentingan terutama pada tingkat manajemen Kementerian
Kesehatan.
2) Telah ada peraturan perundang-undangan terkait informasi dan TIK.
3) Terdapatnya kebijakan perampingan struktur dan pengkayaan fungsi, memberikan
peluang dalam pengembangan jabatan fungsional pengelolaan SIK.
4) Terdapat jenjang pendidikan informasi kesehatan yang bervariasi dari diploma hingga
sarjana di perguruan tinggi.
5) Para donor menitik beratkan program pengembangan SIK.
6) Registrasi vital telah dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan telah mulai
dengan proyek percobaan di beberapa Provinsi.
7) Adanya inisiatif penggunaan nomor identitas tunggal penduduk oleh Kementerian
Dalam Negeri yang merupakan peluang untuk memudahkan pengelolaan data
sehingga menjadi berkualitas.
8) Kebutuhan akan data berbasis bukti meningkat khususnya untuk anggaran
(perencanaan) yang berbasis kinerja.

4. Threaths ( Ancaman )

1) Dengan Otonomi daerah, terkadang pengembangan SIK tidak menjadi prioritas.


2) Rotasi tenaga SIK di fasilitas kesehatan Pemerintah tanpa perencanaan dan koordinasi
dengan Dinas Kesehatan telah menyebabkan hambatan dalam pengelolaan SIK.
3) Sebagian program kesehatan yang didanai oleh donor mengembangkan sistem
informasi sendiri tanpa dikonsultasikan atau dikoordinasikan sebelumnya dengan
Pusat Data dan Informasi dan pemangku kepentingannya.
4) Komputerisasi data kesehatan terutama menuju data individu (disaggregate)
meningkatkan risiko terhadap keamanan dan kerahasiaan sistem TIK.
5) Kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam dimana infrastruktur masih sangat
lemah di daerah terpencil sehingga menjadi hambatan modernisasi SIK.

Anda mungkin juga menyukai