Anda di halaman 1dari 32

SEJARAH SIKNAS

• Diterapkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan


Daerah
• Diterapkan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
• Bulan Januari Tahun 2001 dilaksanakan kebijaksanaan
Otonomi Daerah
• Sistem pemerintahan di Indonesia berubah dari bentuk
terpusat (sentralisasi) menjadi bentuk terdelegasikan
(desentralisasi)
• Terjadi Reformasi di bidang Kesehatan, Departemen Kesehatan menetapkan Visi
Pembangunan Kesehatan yang tecermin dalam motto INDONESIA SEHAT 2010.
• Dalam tatanan desentralisasi berarti pencapaian Indonesia Sehat pada tahun 2010
sangat ditentukan oleh pencapaian Provinsi - provinsi Sehat, Kabupaten-kabupaten Sehat,
dan Kota-kota Sehat. Bahkan juga oleh pencapaian Kecamatan-kecamatan Sehat dan Desa-
desa Sehat.
• Agar Sistem Kesehatan Nasional dapat bergerak, maka setiap penyelenggara
harus bergerak pula. Artinya, setiap penyelenggara harus melaksanakan Manajemen
Kesehatan yang efektif, efisien dan strategis dalam mendukung pencapaian Visi
Pembangunan Kesehatan setempat.
• Oleh karena Sistem Informasi pada hakikatnya dikembangkan untuk mendukung Manajemen
Kesehatan, maka setiap penyelenggara Sistem Kesehatan harus memiliki Sistem Informasi.
• Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SIKNAS adalah suatu sistem informasi yang
dibangun dari kesatuan Sistem-sistem Informasi dari para penyelenggara Sistem Kesehatan
Nasional.
KELEMAHAN
1. Sistem Informasi Kesehatan masih terfragmentasi
• Sistem Informasi Kesehatan yang berkembang sejak lama, tetapi satu sama lain kurang
terintegrasi:
a. Sistem Informasi Puskesmas (SIKDA/ E-PUSK/ SIP)
b. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS/ SIMRS)
c. Sistem Surveilans Terpadu (E-WARS/ TOS TB)
d. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (PSG)
e. Sistem Informasi Obat (LPLPO)
f. Sistem Informasi IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang Kesehatan (KS/PISPK)
g. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan, yang mencakup:
• Sistem Informasi Kepegawaian Kesehatan (SIMPEG, SIMPEDU )
• Sistem Informasi Pendidikan Tenaga Kesehatan (Renbut SDM, Renbut Tubel)
• Sistem Informasi Diklat Kesehatan (Training Need Assessment)
• Sistem Informasi Kinerja Tenaga Kesehatan (ABK, ANJAB)
H. Inovasi Perkembangan Sistem informasi kesehatan:
Sidetap, Siyandu, Gasibu, SIGASIK, SICANTIK
• Masing-masing sistem informasi cenderung mengumpulkan data sebanyak-
banyaknya Menggunakan cara dan format pelaporannya sendiri.
• Akibatnya unit-unit terendah (operasional) seperti Puskesmas dan Rumah
Sakit yang harus mencatat data dan melaporkannya menjadi sangat
terbebani.
• Dampak negatifnya adalah berupa kurang akuratnya data dan lambatnya
pengiriman laporan data.

• Derajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh sektor-sektor yang berkaitan


dengan perilaku manusia dan kondisi lingkungan hidup, di samping oleh sektor
kesehatan.
• Informasi yang berasal dari sektor-sektor terkait di luar kesehatan tidak
pernah tercakup dalam Sistem Informasi Kesehatan.
• Masih kurang jelasnya konsep kerjasama lintas sektor.
• Belum ada integrasi/ interoperabilitas seluruh sistem informasi
2. Sebagian besar Daerah belum memiliki kemampuan memadai
• Walaupun Otonomi Daerah sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2001,
• Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar Kabupaten/Kota belum memiliki
kemampuan yang memadai, khususnya dalam pengembangan Sistem
Informasi Kesehatannya.
• Dalam membangun Sistem Informasi Kesehatan yang baik, Daerah masih
memerlukan fasilitasi dari pusat.
• Beberapa daerah ada yang sudah melakukan pengembangan SIK, namun yang
dilakukan masih kurang mendasar, kurang komprehensif, dan tidak mengatasi
masalah-masalah klasik yang ada.
• Setiap proyek cenderung menciptakan sistem informasi kesehatan sendiri dan
kurang memperhatikan kelangsungan sistem.
• Banyak fasilitas komputer akhirnya kadaluwarsa (out of date) atau rusak
sebelum Sistem Informasi Kesehatan yang diinginkan terselenggara.
• Dalam pengadaan peralatan komputer, spesifikasi perangkat keras maupun
perangkat lunaknya, satu sama lain tidak bersesuaian (compatible).
3. Pemanfaatan data dan informasi oleh manajemen belum optimal

• Sistem informasi dengan manajemen seperti sistem saraf dengan


jaringan tubuh. Sistem saraf yang baik tidak ada artinya
apabila jaringan tubuh yang ditopangnya mati (nekrosis).
• Puskesmas mengalami kelebihan beban (overburdened) karena
adanya “keharusan dari atas” untuk melaksanakan program
kesehatan.
• Rumah sakit masih bingung antara manajemen yang harus
menghasilkan profit atau manajemen lembaga sosial
• Daerah belum mampu merumuskan Sistem Kesehatan Daerahnya
karena masih belum jelasnya Otonomi Daerah
4. Pemanfaatan data dan informasi kesehatan oleh
masyarakat kurang dikembangkan
• Minat masyarakat untuk memanfaatkan data dan informasi,
termasuk di bidang kesehatan mulai meningkat
• Disebabkan karena revolusi di bidang telekomunikasi dan
informatika (telematika)
• Makin meluasnya penggunaan komputer dan jaringannya
(intranet dan internet) di masyarakat.
• Namun demikian, tuntutan masyarakat yang meningkat belum diimbangi
dengan ketersediaan data dan informasi yang baik, karena masih kurang
berkembangnya data dan informasi di bidang kesehatan,
• Hal ini disebabkan karena masih kurangnya respon dari pengambil
kebijakan di daerah.
5. Pemanfaatan teknologi telematika belum optimal

• Permasalahan bukan hanya karena biaya untuk teknologi telematika yang


besar, tetapi juga karena apresiasi terhadap penggunaan teknologi
telematika yang masih kurang, akibat dari pengaruh budaya (kultur).
• Rendahnya apresiasi juga dikarenakan alasan-alasan yang masuk akal,
yaitu rasio manfaat-biaya (cost-benefit ratio) yang kurang memadai.
• Investasi untuk teknologi telematika yang besar belum dapat dijamin akan
menghasilkan manfaat yang sepadan.
• Perlu kesadaran bersama dengan mengembangkan pemanfaatan
teknologi telematika dalam Sistem Informasi Kesehatan yang dilandasi
dengan upaya menggerakkan pemanfaatannya (terutama melalui
pengembangan praktek-praktek manajemen yang benar).
6. Dana untuk pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
terbatas
• Kelemahan berkaitan dengan masalah rasio biaya-manfaat yang masih
sangat rendah.
• Padahal selain investasi awal yang besar, Sistem Informasi Kesehatan juga
memerlukan biaya untuk pemeliharaan yang sama besarnya
(maintenance).
• Banyak investasi yang sudah dilakukan, khususnya yang berupa
pemasangan komputer, pelatihan petugas, pencetakan formulir, dan
lain-lain akhirnya tidak berlanjut karena ketiadaan dana untuk
mendukung kelangsungannya.
• Dengan kecilnya ketersediaan dana Daerah , pada umumnya kurang
mencukupi, dapat mengakibatkan pemeliharaan Sistem Informasi
Kesehatan tidak di prioritaskan, karena dianggap “tidak bermanfaat”.
7. Kurangnya tenaga purna-waktu untuk Sistem Informasi
Kesehatan
• Selain dana, kelangsungan Sistem Informasi Kesehatan
juga sangat ditentukan oleh keberadaan tenaga purna-
waktu yang mengelolanya / tenaga pengelola data.
• Di Daerah kab/kota, pengelola data dan informasi
umumnya adalah tenaga yang merangkap jabatan atau
tugas lain.
• Tenaga pengelola data yang merangkap tugas lain, tidak
dapat sepenuhnya bekerja secara maksimal dalam
mengelola data dan informasi
TANTANGAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Tantangan dari Otonomi Daerah

• Otonomi Daerah yang sibuk mengerjakan urusannya sendiri saja tentu akan sangat
merugikan pengembangan maupun kelangsungan SIKNAS.
• Padahal tanpa SIKNAS yang baik, Pemerintah Pusat menjadi kesulitan dalam memantau kemajuan
pencapaian Indonesia Sehat ke Daerah.
• Sementara itu, Daerah dirugikan karena tidak memiliki tolok ukur Nasional sebagai acuannya.
• Pembandingan dengan Daerah lain (benchmarking) pun akan mengalami kesulitan karena tidak
adanya standar yang universal.
• Kerjasama antar Daerah, misalnya dalam pengadaan dan pemanfaatan obat, juga dapat terkendala
karena tidak adanya informasi yang standar dan mencakup sejumlah Daerah.
• Pengendalian penyakit menular (yang sulit dibatasi secara geografis) akan kacau balau karena tiadanya
sistem pengamatan penyakit yang komprehensif.
• Masalah juga akan muncul dalam pendayagunaan tenaga kesehatan.
2. Tantangan dari Globalisasi
• Globalisasi yang dimulai pada tahun 2003 menyebabkan bebasnya pertukaran
berbagai hal antar negara-negara ASEAN --- manusia, barang, investasi, tenaga kerja,
IPTEK, dan lain-lain.
• Di bidang kesehatan hal ini akan dapat menimbulkan dampak negatif apabila tidak
dikelola dengan baik. Dampak negatif itu antara lain:
a. Masuk dan menularnya penyakit-penyakit serta gangguan-gangguan kesehatan
baru, termasuk penyalahgunaan napza dan perilaku-perilaku menyimpang.
b. Masuknya investasi dan teknologi kesehatan yang dapat meningkatkan biaya kesehatan.
c. Masuk dan beredarnya napza secara gelap untuk tujuan penyalahgunaannya.
d. Masuknya tenaga-tenaga kesehatan asing yang dapat mengalahkan tenaga-tenaga
kesehatan dalam negeri di negerinya sendiri.

• Pengelolaan yang baik harus didukung sistem informasi yang memadai. Kewaspadaan
dini hanya dapat dikembangkan apabila terdapat sistem informasi yang memasok
data dan informasi secara akurat, tepat dan cepat. Apabila globalisasi datang pada
saat SIKNAS belum tertata dengan baik, maka dampak-dampak negatif tersebut benar
benar akan terwujud.
C. KONDISI POSITIF ATAU KEMAMPUAN
• 1. Infrastruktur kesehatan sudah cukup memadai
• Bidang kesehatan sebenarnya sejak tahun 1950an telah melaksanakan
desentralisasi.
• Oleh karena itu, infrastruktur kesehatan di Daerah sudah cukup memadai.
Sarana dan tenaga kesehatan sudah sampai ke Kecamatan, bahkan Desa-desa.
• Telah berkembangnya sarana-sarana bersumberdaya masyarakat di bidang
kesehatan (UKBM), seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, dan kader-
kader kesehatan.
• Kantor-kantor kesehatan (Dinas Kesehatan) pada umumnya telah memiliki
prasarana dan sarana yang cukup baik.
• Rumah sakit telah terdapat sampai di hampir setiap Kabupaten/Kota.
• Sejumlah unit pelaksana teknis / UPT seperti Instalasi Farmasi Kesehatan,
Puskesmas, Puskesmas Pembantu baru juga sudah meningkat
2. Telah berkembang berbagai sistem informasi kesehatan
• Berkembangnya berbagai Sistem Informasi Kesehatan merupakan kondisi positif bagi
berkembangnya SIKNAS.
• Dengan berlangsungnya berbagai sistem informasi , jajaran kesehatan sudah cukup
terbiasa (familiar) dengan urusan data dan informasi.
• Data dan informasi sudah dimanfaatkan oleh Daerah, walaupun pemanfaatannya
masih kurang strategis.
• Seluruh Provinsi dan Kabupaten telah memiliki publikasi data berupa Profil Kesehatan.
• Sistem Kesehatan seperti Sistem Surveilans Terpadu, Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi, serta Sistem Pelaporan Obat dan Napza telah dirasakan manfaatnya dalam
pengendalian penyakit dan kejadian-kejadian luar biasa.
• Berkembangnya berbagai Sistem Informasi Kesehatan juga membawa dampak positif
berupa tersedianya sejumlah komputer dan jaringannya.
3. Muncul beberapa inisiatif di berbagai tempat
• Tidak semua pihak mengabaikan Sistem Informasi Kesehatan.
• Sejumlah Rumah Sakit, baik milik Pusat maupun Daerah, telah
mengambil inisiatif mengembangkan Sistem Informasinya sendiri.
• Khususnya dalam rangka administrasi keuangan dan penagihan pasien
serta pengolahan data rekam medik.
• Beberapa RS bahkan telah mulai menjalin kerjasama dalam bentuk
jaringan dan memanfaatkan teknologi telematika yang ada (intranet
dan internet).
• Sejumlah Puskesmas telah pula mengambil inisiatif mengembangkan
Sistem Informasinya, walau tanpa dukungan dana khusus.
4. Telematika telah berkembang dengan pesat
• Berkembangnya pemanfaatan teknologi telematika di Indonesia merupakan
kondisi positif yang akan sangat mendukung berkembangnya SIKNAS.
• Infrastruktur telematika telah merambah semakin luas di negara Indonesia dan
apresiasi masyarakat pun tampak semakin meningkat.
• Sementara itu, penyediaan perangkat keras dan perangkat lunak telematika
pun semakin banyak.
• Harga teknologi telematika tampaknya juga cenderung menurun karena
telah semakin berkembangnya pasar dan ditemukannya berbagai bahan
serta cara kerja yang lebih efisien.
• Demikian juga fasilitas pendidikan dan pelatihan di bidang telematika, baik
yang berbentuk pendidikan formal maupun kursus-kursus juga semakin
berkembang.
PELUANG dalam SIK
1. Kebijakan Otonomi Daerah
• Dalam pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah tidak hanya dilakukan
desentralisasi kewenangan kepada Daerah, melainkan juga desentralisasi
fiskal.
• Artinya, sebagian besar dana dialihkan ke Daerah, sehingga sumber dana untuk
pelaksanaan pembangunan Daerah, termasuk pembangunan kesehatan, adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
• Dengan Desentralisasi fiskal, sektor kesehatan harus dapat membuktikan kepada para
pengambil keputusan bahwa dana yang dialokasikan untuk pembangunan
kesehatan Daerah membawa manfaat bagi masyarakat di Daerah yang
bersangkutan.
• Pembuktian ini sangat memerlukan dukungan melalui sistem informasi kesehatan
yang dapat diandalkan
2. Kebijakan perampingan struktur dan pengkayaan
fungsi
• Dalam pengorganisasian instansi pemerintah baik Pusat maupun
Daerah diberlakukan kebijakan perampingan struktur dan
pengkayaan fungsi.
• Artinya, jabatan-jabatan struktural sedapat-dapatnya dikurangi,
sedangkan jabatan-jabatan fungsional diperbanyak.
• Bagi jajaran pengelola data dan informasi kesehatan,
kebijakan ini merupakan peluang karena telah tersedia cukup
banyak jabatan fungsional. Yaitu Fungsional Analisis kebijakan
kesehatan, statistisi, pranata komputer, dan epidemiolog.
• Permenpan RB No 41 Tahun 2018 tentang jabatan staf pelaksana :
Analisis, penyusun, perencana, pengelola, administrasi
3. Kebijakan pemandirian UPT kesehatan
• Agar UPT kesehatan dapat mengembangkan manajemen yang lebih baik dan
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, dapat diterbitkan kebijakan untuk
memandirikan UPT-UPT tersebut.
• Organisasi UPT Kesehatan yang mandiri dituntut untuk mempraktekkan manajemen
yang rasional.
• Pengambilan keputusan-keputusan dan proses perencanaan tidak boleh lagi
didasarkan kepada perkiraan-perkiraan yang gegabah, melainkan harus dilakukan
secara hati-hati, cermat, dan berdasarkan kepada fakta atau data (evidence based).
• Ini berarti bahwa setiap organisasi pelayanan masyarakat di bidang kesehatan
tersebut juga harus memiliki sistem informasi kesehatan yang dapat diandalkan.
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
• Permenkes Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008
Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
(18 Indikator SPM)
• Kepmenkes Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 Tentang
Petunjuk Teknis SPM Bidang Kesehatan (Definisi
Operasional SPM)
• Permenkes No. 43 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (12 Indikator)
• Permenkes No 4 Tahun 2019, Tentang SPM
STANDART PELAYANAN MINIMAL
DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULANG BAWANG

PENCAPA TARGET (%)


JENIS TAHUN
NO INDIKATOR KINERJA IAN 2009
PELAYANAN
(%) 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Pelayanan 1 % Cakupan kunjungan ibu hamil K4 77,63 90 91 92 93 94 95
kesehatan dasar 2 % Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 30,26 74 75 76 77 78 80
3 % Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang 66,76 82 84 86 88 89 90
memiliki kompetensi kebidanan
4 % Cakupan pelayanan nifas 73 85 86 87 88 89 90
5 % Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 91,3 80 81 82 83 84 85
6 % Cakupan kunjungan bayi 116,3 90 91 92 93 94 95
7 % Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 53,75 80 85 90 95 100 100
8 % Cakupan pelayanan anak balita 16,82 80 81 82 83 84 85
9 % Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 100 100 100 100 100 100 100
bulan keluarga miskin
10 % Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100 100 100 100 100 100 100
11 % Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat t.a.d 100 100 100 100 100 100
12 % Cakupan peserta KB aktif 68,2 70 72 74 76 78 80
13 % Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit
a. AFP rate per 100.000 penduduk <15 tahun 1,18 2 2 2 2 2 2
b. Penemuan penderita pneumonia balita 100 100 100 100 100 100 100
c. Penemuan pasien baru TB BTA positif 36,4 70 70 70 70 70 70
d. Penderita DBD yang ditangani 100 100 100 100 100 100 100
e. Penemuan penderita diare 100 100 100 100 100 100 100
14 % Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 54,73 61 100 100 100 100 100
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULANG BAWANG
TARGET (%)

PENCA TAHUN
JENIS
NO INDIKATOR KINERJA PAIAN
PELAYANAN
2009 (%) 2010 2011 2012 2013 2014 2015

2 Pelayanan % Cakupan pelayanan kesehatan rujukan


kesehatan rujukan 15 pasien masyarakat miskin 12,3 27 80 90 90 100 100
16 % Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 100 100 100 100 100 100 100
yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di
Kabupaten/Kota
3 Penyelidikan 17 % Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB 100 100 100 100 100 100 100
epidemiologi dan yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24
penanggulangan jam
Kejadian Luar
Biasa /KLB
4 Promosi Kesehatan 18 % Cakupan Desa Siaga Aktif 39,29 40 45 50 60 70 80
dan Pemberdayaan
Masyarakat
DATA SASARAN PROGRAM KESEHATAN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULANG BAWANG

No. Uraian Kegiatan 2017 2018


1 Jumlah Penduduk 440.511 445.797
2 Jumlah Bayi Lahir Hidup 9.179 9.064
3 Jumlah Bayi 8.860 8.765
4 Jumlah Balita 45.939 45.486
5 Jumlah Anak SD/Sederajad Kelas 1 9.194 9.509
6 Jumlah Anak SD/Sederajad Kelas 2 dan 3 17.593 17.975
7 Jumlah Anak Usia < 15 tahun 131.673 52.498
8 Jumlah wanita Usia Subur (15 - 39) tahun 94.179 94.418
9 Jumlah Ibu Hamil 10.097 9.970
10 Jumlah Ibu Bersalin 9.638 9.517
11 Jumlah Desa / Kelurahan 151 151
SPM DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULANG BAWANG TAHUN 2018

NO URAIAN TARGET REALISASI %


Jumlah semua ibu hamil yang ada di wilayah Kabupaten/kota tersebut dalam kurun waktu satu tahun
1
yang sama 9.971 9.065 90,91
2
Jumlah semua ibu bersalin yang ada di wilayah Kabupaten/kota tersebut dalam kurun waktu satu tahun 9.514 9.009 94,69
Jumlah semua bayi baru lahir yang ada di wilayah Kabupaten/kota tersebut dalam kurun waktu satu
3
tahun 8.766 8.676 98,97
4
Jumlah balita 0-59 bulan yang ada di wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama 45.487 43.215 95,01
Jumlah semua anak usia pendidikan dasar kelas 1 dan 7 yang ada di wilayah Kabupaten/kota tersebut
5
dalam kurun waktu satu tahun ajaran 52.498 49.873 95,00
6
Jumlah warga negara usia 15-59 tahun yang ada di wilayah kerja tersebut dalam kurun waktu satu tahun 277.735 277.735 100,00
Jumlah semua penduduk yang berusia 60 tahun ke atas yang ada di wilayah Kabupaten/kota tersebut
7
dalam kurun waktu satu tahun perhitungan 29.172 27.713 95,00
Jumlah estimasi penderita hipertensi berdasarkan angka prevalensi kabupaten/kota dalam kurun waktu
8
satu tahun pada tahun yang sama 8.407 6.726 80,00
Jumlah penyandang DM berdasarkan angka prevalensi DM nasional di wilayah kerja dalam kurun waktu
9
satu tahun pada tahun yang sama 2.187 1.640 74,99
Jumlah ODGJ (Psikotik) yang ada di wilayah kerja kabupaten/ kota dalam kurun waktu satu tahun yang
10
sama 6 6 100,00
11
Jumlah orang dengan TB yang ada di wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun yang sama 409 267 65,28
Jumlah orang berisiko terinfeksi HIV yang ada di satu wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun yang
12
sama 78 74 94,87
DATA BULANAN PROGRAM KESEHATAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULANG BAWANG TAHUN 2018
No. Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des
A. KESEHATAN IBU DAN ANAK
1 Kunjungan Pertama Ibu hamil (K1)
810 747 769 790 851 778 815 693 964 877
2 Kunjungan Keempat Ibu Hamil (K4)
670 672 683 722 760 749 702 642 936 843 843 843
3 Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan (PN)
711 653 714 821 604 754 614 701 890 849 849 849
Pertolongan Persalinan di Fasilitas Pelayanan
4
Kesehatan 706 562 746 879 783 581 614 701 890 849 849 849
5 Kunjungan Nifas (KF)
603 689 733 825 791 500 668 828 733 941
6 Kunjungan Neonatus Pertama (KN1)
642 423 738 1.218 307 718 668 757 922 847 718 718
7 Kunjungan Neonatus Lengkap (KN Lengkap)
620 424 732 1.135 319 696 640 785 951 804
8 Pelayanan Kesehatan Bayi
989 542 909 2.209 713 865 265 191 689 609
9 Jumlah Kematian Ibu
1 - 1 1 - - - - - -
10 Jumlah Kematian Bayi
7 3 3 1 - 2 - 2 - 4
11 Jumlah bayi Lahir Hidup
642 436 578 608 243 1.767 611 702 880 839
B. GIZI
1 Balita Ditimbang 36.577 38.944 36.150 35.247 35.763 38.991 38.333 39.752 39.702 39.739

2 Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan - - -

3 Balita Gizi Buruk yang Ditemukan - - -


3 Jumlah Balita di Posyandu yang Melapor 45.489 45.489 45.489 45.489 45.489 45.489 45.489 45.489 45.489 45.489

C. IMUNISASI

1 Imunisasi BCG Bayi pada Usia 0 - 11 Bulan 430 664 815 783 544 607 542 440 587 596

2 Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Usia kurang dari 7 hari 514 1.036 409 261 150 602 439 392 545 612

3 Imunisasi DPT/HB (1) pada Bayi usia 0 - 11 Bulan 560 539 875 775 535 629 623 518 646 571

4 Imunisasi DPT/HB (2) pada Bayi usia 0 - 11 Bulan 561 549 709 766 533 581 632 568 656 572

5 Imunisasi DPT/HB (3) pada Bayi usia 0 - 11 Bulan 459 611 864 718 499 629 635 577 709 576

6 Imunisasi Polio (1) pada Bayi usia 0 - 11 Bulan 490 559 1.001 797 515 607 534 434 674 581

7 Imunisasi Polio (2) pada Bayi usia 0 - 11 Bulan 504 561 1.036 772 495 649 534 456 719 552

8 Imunisasi Polio (3) pada Bayi usia 0 - 11 Bulan 501 536 960 763 513 659 634 507 767 546

9 Imunisasi Polio (4) pada Bayi usia 0 - 11 Bulan 488 533 989 762 497 599 616 494 736 547

10 Imunisasi Campak pada Bayi usia 0 - 11 Bulan 522 691 906 787 508 596 616 451 335 317

11 Imunisasi Dasar Lengkap pada Anak usian 0 - 11 Bulan 485 613 893 751 499 673 596 475 726 743
D. PENYAKIT
1 Jumlah Kasus AIDS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Jumlah HIV + di Layanan Konseling dan Tes HIV 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Jumlah orang tes HIV di Layanan Konseling dan Tes HIV 112 91 81 73 66 50 64 79 12 87
4 Jumlah ODHA yang masih mendapat ARV 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
5 Kasus Pneumonia Balita 41 3 50 67 34 69 115 31 17 0
6 Kasus Diare 398 535 441 348 12 366 405 371 275 645
7 Kasus Hepatitis B 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0
Kasus AFP yang ditemukan pada penduduk usia <15
8 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kasus Malaria yang dikonfirmasi Laboratorium
9 (Mikroskop dan RDT) 21 57 12 44 21 47 46 20 37 51
10 Kasus Positif Malaria 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
11 Kasus Positif Malaria yang mendapat Pengobatan ACT 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
12 Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) 1 2 0 2 0 0 0 0 0 2
13 Kematian Akibat DBD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 Jumlah Kejadian KLB 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 Jumlah KLB yang Ditanggulangi < 24 Jam 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN
• PERMENKES NO 43 TAHUN 2016
• Mencakup 12 INDIKATOR ( Life cycle/ contineum of care)
• Permenkes No 4 Tahun 2019, Tentang SPM, Kesiapsiagaan
bencana
• Perlu Sinergitas anggaran Kesehatan dari Pusat dan Daerah
dalam pencapaian target SPM
• Perlu Sistem Informasi yang baik dalam pelaporan SPM
• www.spm.depkes.go.id
• www.spm.kemkes.go.id
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai