Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH BATIK IKAT / JUMPUTAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), batik adalah kain bergambar yang
pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerapkan malam pada kain. Pada pengertian
lain, batik merupakan sebuah tradisi melukis di atas kain asli Indonesia.Batik juga disebut sebagai
warisan budaya Indonesia yang hingga kini masih terus dilesatrikan.

Batik merupakan salah satu warisan kebudayaan Indonesia yang bahkan telah diakui dunia. Batik
menjadi ciri khas bangsa Indonesia karena bernilai estetika yang tinggi yang dapat dilihat dari motif-
motif yang ada. Saat ini terdapat beragam jenis batik yang ada di Indonesia, salah satunya batik
ikat/jumputan yang bagus untuk bermacam-macam fashion baik anak-anak hingga dewasa.

A. TEKNIK PEMBUATAN BATIK

Pada awalnya pembuatan batik hanya ada satu cara, yaitu ditulis atau dilukis langsung di kain.

Tapi seiring dengan kemajuan zaman, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membuat
sebuah batik, antara lain :

 Teknik batik tulis yang merupakan teknik paling sulit sehingga membutuhkan
keterampilan khusus. Untuk melakukannya, dibutuhkan alat khusus, yaitu canting dan
diisi dengan malam.
 Teknik batik cap yang merupakan teknik paling mudah dengan kelebihan hasil setiap
motif akan rapi dan mirip.
 Teknik batik celup ikat yang bisa dengan mudah dicoba untuk pemula karena cukup
mengikat kain dan mencelupkan ke pewarna pakaian.
 Teknik batik printing yang merupakan cara paling modern denan menggunakan mesin
pabrik.
Berbeda dengan jenis batik lainnya, batik ikat celup dibuat tidak menggunakan malam atau lilin
yang dilelehkan.

B.batik
Apa itu SEJARAH BATIK IKAT / JUMPUTAN
ikat / jumputan?

Mengutip buku Batik Histologi, penerbit


Brawijaya Press (2021) batik jumputan adalah
batik yang dihasilkan tanpa menggunakan malam
atau lilin perintang warna. Perintang warna yang
digunakan pada kain dilakukan dengan cara
mengikatkan atau melilitkan benang pada kain
sesuai dengan motif yang diinginkan. Hasil ikatan
inilah yang nantinya akan menghasilkan motif.
Kain yang digunakan untuk batik jumputan yaitu
jenis kain katun karena memiliki daya serap yang
bagus.
 Sejarah batik ikat / jumputan
Menilik dari Bahasa, kain jumputan banyak dikenal di pulau Jawa meski ada sejumlah daerah di
luar Jawa yang juga memproduksinya.

Jumputan sendiri berasal dari Bahasa Jawa yang berarti mengambil atau memungut dengan
menggunakan ujung jari tangan.

Pada mulanya, kain jumputan ini diproduksi dengan cara menjumput kain yang diisi dengan biji-
bijian sesuai motif yang akan diciptakan perajin.

Kemudian kain tersebut diikat, selanjutnya dicelupkan ke dalam bahan pewarna. Memang
nampak sederhana proses pembuatannya, namun ketika melihat hasilnya tak kalah indah dengan kain
nusantara lainnya.

Pada kain jumputan, teknik ikat celup mampu menghasilkan gradasi warna yang cerah dan
memikat.

Dan pada teknik jumputan ini tidak memerlukan malam seperti layaknya proses pewarnaan pada kain
batik tulis. Cukup dengan kain yang dicelup ke dalam warna.

Adapun sejumlah wilayah yang menerapkan penggunaan teknik ikat celup kain ini antara lain,
wilayah Sumatera khususnya di Palembang, Kalimantan Selatan, Jawa dan Bali. Pada umumnya teknik
jumputan yang digunakan di tiap daerah dan negara memiliki kesamaan. Yaitu menggunakan peralatan
di antaranya tali atau rafia, jarum, benang, dan zat pewarna kain alami maupun kimia..

Teknik ikat celup menjadi suatu proses pewarnaan pada kain dengan teknik celup dan diikat
rintang dengan menggunakan tali. Yaitu zat warna yang diserap oleh kain dirintangi dengan
menggunakan kelereng atau batu kerikil, sehingga menghasilkan suatu motif.

Istilah jumputan saat ini lebih dikenal dengan nama tie dye. Mengutip buku Kriya Tekstil
Terapan, penerbit Ideas Publishing (2017) sejarah teknik tie dye atau celup ikat diperkirakan berasal dari
Tiongkok yang kemudian berkembang di wilayah India. Penyebarannya lalu meluas hingga ke Asia
Tenggara dan Afrika. Penyebaran ini terjadi melalui jalur sutera pada masa itu yaitu dari wilayah
Tiongkok hingga sampai ke daratan Persia dan Roma. Beberapa peninggalan menunjukkan bahwa teknik
tie dye atau celup ikat telah digunakan pada masa Dinasti T’ang pada abad ke-6.

Teknik tie dye atau celup ikat di Indonesia sendiri penyebutannya berbeda-beda. Masyarakat
Palembang menyebutnya sebagai kain pelangi atau cinde, sementara di Banjarmasin disebut sasirangan.
Beda lagi dengan masyarakat pulau Jawa yang menyebut pembuatan kain celup ikat tersebut sebagai
jumputan. Nama jumputan berasal dari kata “jumput” yang berkaitan dengan cara pembuatan kain yang
dicomot (ditarik) atau dijumput (bahasa Jawa).
C. Motif dan jenis

Hasil batik jumputan umumnya memiliki motif-motif sederhana misalnya bunga, biji-bijian, batu
hingga kayu. Batik jumputan tradisional memiliki motif yang terbatas jumlahnya. Sebab penggunaannya
pun terbatas hanya untuk acara-acara khusus saja seperti upacara adat.

NO. MOTIF GAMBAR KETERANGAN

Jumputan sebenarnya merujuk pada teknik


1 JUMPUTAN jumputan. Bintan menjelaskan, teknik ini
dilakukan dengan mengambil bagian kecil
kain dan diikat. Hasilnya, kain akan
memiliki motif lingkaran-lingkaran kecil
yang kemudian dikenal sebagai motif
jumputan.
"Dalam konteks ini, (namanya) bukan motif
lingkaran tapi motif jumputan. Ini merujuk
pada komposisi lingkaran kecil pada suatu
kain, berwarna-warni dan pinggir kain atau
bagian border dikombinasi dengan teknik
tritik atau jahit jelujur," jelas Bintan.
2 TRITIK Teknik tritik dikenal menghasilkan motif
garis putus-putus. Ini merupakan perpaduan
ikat celup dan jahit jelujur. Kain terlebih
dahulu dijahit jelujur, ditarik baru kemudian
dicelupkan ke pewarna. Tritik dikenal di
Jawa khususnya Jawa Tengah dan
Yogyakarta. Di Kalimantan, teknik tritik
dikenal dengan nama sasirangan.
3. PLANGI Jika jumputan dan tritik populer di kawasan
Jawa Tengah dan Yogyakarta, di kawasan
Palembang, Sumatra Selatan Anda akan
menemukan motif Pelangi. Nama 'Plangi'
sendiri menggambarkan warna kain yang
beragam dan meriah seperti pelangi. Ini
yang membuatnya beda dengan jumputan
dan tritik di wilayah Jawa.
Motif Plangi diperoleh dari teknik yang
sama seperti pada motif jumputan dan tritik.
Namun hasil akhirnya memiliki tampilan
visual agak berbeda.
4. RAGAM Beranjak ke pulau Kalimantan, khususnya di
MOTIF DARI Banjarmasin, teknik celup ikat disebut
TEKNIK sasirangan. Bintan menyebut motif dari
SASIRANGA teknik sasirangan bisa menghasilkan motif
N beragam yang bisa dibedakan menjadi motif
tradisional dan motif modern. "Motif
tradisional misalnya hulat karikit yang
berbentuk zigzag, bayam raja atau bentuk
bayam, lalu motif bintang bahambur.
Sedangkan untuk motif yang modern
misalnya berlian karena di Banjar Baru
terkenal dengan batu-batuan termasuk
berlian, paduan dengan teknik jahit jelujur
bisa menghasilkan bentuk naga, peacock,
sarang lebah," katanya.
5. RAGAM Teknik Nui Shibori mirip dengan teknik
MOTIF tritik dan sasirangan yakni menggunakan
SHIBORI jahit jelujur. Motif yang dihasilkan pun
mirip dengan tritik atau sasirangan. Arashi
Shibori memanfaatkan pipa sehingga kain
dililitkan dan dikerutkan. Motifnya akan
seperti garis-garis mirip hujan. Kain pun
bisa dijepit terlebih dahulu dengan kayu atau
disebut dengan teknik Itajime Shibori.
Teknik ini akan motif sesuai dengan balok
kayu yang digunakan. "Saat ini banyak motif
(kain) di Indonesia yang terinspirasi dari
bentuk jaring laba-laba (spiderweb). Teknik
yang digunakan Kumo Shibori. Bentuknya
lingkaran besar seperti jaring laba-laba.
Shibori dikenal memiliki ciri khas motif
yang detail. Ada motif berupa lingkaran
kecil seperti jumputan tetapi sangat kecil
dengan memanfaatkan beras. Lingkaran-
lingkaran ini bisa disusun atau dibentuk
menjadi ragam bentuk lain seperti ombak.
Di kawasan Arimatsu, Jepang, teknik
tradisional ini masih dipertahankan.

Namun kini seiring berkembangnya zaman, muncul beragam kreasi baru yang menampilkan
motif bervariasi sesuai keinginan. Motif-motif tersebut merupakan hasil modifikasi dari motif tradisional
yang disesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini.

D. CARA MEMBUAT BATIK IKAT CELUP / JUMPUTAN

Memahami batik jumputan tidak akan lengkap rasanya jika tidak mengetahui mengenai proses
pembuatannya. Proses pembuatan batik jumputan sebenarnya lebih mudah dibandingkan kain batik pada
umumnya.

Menilik dari Bahasa, kain jumputan banyak dikenal di pulau Jawa meski ada sejumlah daerah di
luar Jawa yang juga memproduksinya. Jumputan sendiri berasal dari Bahasa Jawa yang berarti
mengambil atau memungut dengan menggunakan ujung jari tangan. Pada mulanya, kain jumputan ini
diproduksi dengan cara menjumput kain yang diisi dengan biji-bijian sesuai motif yang akan diciptakan
perajin. Kemudian kain tersebut diikat, selanjutnya dicelupkan ke dalam bahan pewarna. Memang
nampak sederhana proses pembuatannya, namun ketika melihat hasilnya tak kalah indah dengan kain
nusantara lainnya.

Pada kain jumputan, teknik ikat celup mampu menghasilkan gradasi warna yang cerah dan
memikat. Dan pada teknik jumputan ini tidak memerlukan malam seperti layaknya proses pewarnaan
pada kain batik tulis. Cukup dengan kain yang dicelup ke dalam warna. Adapun sejumlah wilayah yang
menerapkan penggunaan teknik ikat celup kain ini antara lain, wilayah Sumatera khususnya di
Palembang, Kalimantan Selatan, Jawa dan Bali.

Pada umumnya teknik jumputan yang digunakan di tiap daerah dan negara memiliki kesamaan.
Yaitu menggunakan peralatan di antaranya tali atau rafia, jarum, benang, dan zat pewarna kain alami
maupun kimia. Dikutip dari eprints.uny.ac.id dalam karya tulis Hesa Kurnia Juwita, bahan yang
digunakan untuk teknik ikat celup ini antara lain, kain mori, katun, rayon, sutera, atau sintetis.

Teknik ikat celup menjadi suatu proses pewarnaan pada kain dengan teknik celup dan diikat
rintang dengan menggunakan tali. Yaitu zat warna yang diserap oleh kain dirintangi dengan
menggunakan kelereng atau batu kerikil, sehingga menghasilkan suatu motif.
Alat dan bahan yang digunakan :
Untuk membuat batik jumputan perlu menyiapkan alat dan bahan yang terdiri dari:

 Kelereng, batu atau koin


 Tali atau karet
 Ember
 Panci
 Sendok kayu untuk mengaduk
 Kaos
 Zat pewarna
 Air
2. Cara kerja

Proses pembuatan batik jumputan sangat mudah, perhatikan cara membuatnya sebagai berikut:

 Kaos yang digunakan umumnya yaitu berbahan katun atau sutera yang memiliki daya serap
yang bagus
 Gunakan kelereng, batu atau koin sebagai isian di dalam kain sebelum diikat sesuai motif yang
diinginkan
 Ikat beberapa bagian kain menggunakan tali
 Celupkan kaos yang telah diikat ke dalam larutan campuran air dan zat pewarna yang telah
dimasak sampai mendidih
 Rendam kain selama beberapa menit untuk mendapatkan warna yang maksimal sambil diaduk
menggunakan sendok kayu
 Angkat kain lalu bilas air bersih di dalam ember
 Lepaskan ikatan tali atau karet lalu jemur atau angin-anginkan kain hingga kering

Ciri-ciri batik jumputan


Batik jumputan memiliki ciri khas yang membedakannya dengan batik jenis lain. Ciri-ciri yang dapat
diamati dari batik jumputan di antaranya adalah:
Proses pewarnaan menggunakan teknik celup ikat
Motifnya berwarna putih pada bagian yang diikat
Pola dibuat secara manual menggunakan tangan
Dapat mengkombinasikan beberapa warna dalam selembar kain

Anda mungkin juga menyukai