Ofyar z. Tamin
Jurusan Teknik Sipil
Institut Teknologi Bandung
1erbit ITB, JI. Ganesa 10, Bandung 40132, Telp.: 022 - 2504257, Faks: 022 - 2534155
rail: itbress@bdg.centrin.netid
lsi
WTJ
Samblltan Rektor,
It/ -ss: OJ - O()73
~9J~~~..
Instirut Teknologi Banclung 26a
6
Sambutan Dekan,
Fakultas Teknik Sipil clan Lingkungan
.
V. '?I928a,
.,J
lnsitut Teknoiogi Bandung
Prakata
Id-gI-13-oo73 29a
5a
1.7.3 Uji linearitas 29
1.7.4 Uji kesesuaian 29
1.8 Indikator uji kesesuaian matriks 29
1.8.1 Root Mean Square Error (RMSE) dan Stanclar
Deviasi (SD) 29
1.8.2 Mean Absolute Error (MAE) 30
1.8.3 Koefisien Determinasi (R2) 30
1.8.4 Normalised Mean Absolute Error (NMAE) 31
1.9 Kumpulan soal 31
lsi 7a
4.7 Analisis pendekatan coba-coba 101
4.7.1 Penurunan penclekatan 101
4.7.2 Contoh penerapan 101
4.8 Analisis pendekatan rata-rata 103
4.8.1 Penurunan pendekatan 103
4.8.2 Contoh penerapan 104
4.9 Kumpulan soal 105
lsi 9a
8.2.4 Contoh penerapan sederhana 183
8.2.4.1 Model bangkitan/tarikan dengan 3 peubah
bebas 184
8.2.4.2 Model bangkitan/tarikan dengan 2 peubah
bebas 188
8.2.5 Contoh penerapan di provinsi Jawa Barat 191
8.2.6 Kajian empiris yang menggunakan model analisis-
korelasi 195
8.2.6.1 Kajian Ialulintas di kota Detroit 195
8.2.6.2 Kajian pengembangan jaringan jalan di pulau
Jawa 197
8.2.6.3
Kajian standardisasi bangkitan dan tarikan
Ialulintas di zona Bandung Raya 199
8.2.7 Moclel analisis-korelasi berbasis rumah tangga 200
8.2.8 Contoh penerapan model analisis-korelasi berbasis
nU11ahtanggn 200
8.2.9 Masalah ketidaklinearan 204
8.2.10 Contoh pemecahan masalah ketidaklinearan 205
8.2.11 Mendapatkan nilai zona keseluruhan 206
8.2.l2 Mencocokkan hasil bangkitan pergerakan dengan
tarikan pergerakan 207
8.3 Kumpulan soal 208
lsi 11a
1304.1.2 Contoh penerapan 297
13.4.2 Fungsi hambatan pangkat 299
1304.2.1 Pengembangan metode 299
1304.2.2 Contoh penerapan 299
1304.3 Fungsi hambatan Tanner 300
13.4.3.1 Pengembangan metode 300
1304.3.2 Contoh penerapan 301
13.5 Metode penaksiran kuadrat-terkecil (KT) 302
13.5.1 Pengembangan metode 302
13.5.2 Metode kalibrasi Newton-Raphson 303
13.5.3 Program komputer dan prosedur kalibrasi 304
13.504 Model gravity tipe tanpa-batasan 304
13.5.5 Model gravity tipe batasan-bangkitan 309
13.5.6 Model gravity tipe batasan-tarikan 317
l3.5.7 Model gravity tipe batasan-bangkitan-tarikan 321
13.6 Metocle penaksiran kemiripan-maksimum (KM) 323
l3. 6.1 Pengembangan metode 323
13.6.1.1 Metode penaksiran kemiripan-maksimum
jenis 1 (KMl) 324
13.6.1.2 Metode penaksiran kemiripan-maksimum
jenis 2 (KM2) 325
13.6.1 .3 Penurunan model 327
13.6.2 Model gravity tipe tanpa-batasan 327
13.6.3 Model gravity tipe batasan-bangkitan 328
13.604 Moclel gravity tipe batasan -tarikan 332
13.6.5 Model gravity tipe batasan-bangkitan-tarikan 333
13.7 Metode penaksiran inferensi -bayes (IB) 337
13.7.1 Pengembangan metode 337
13.7.2 Moclel gravity tipe tanpa-batasan 342
13.7.3 Moclel gravity tipe batasan-bangkitan 343
13.704 Moclel gravity tipe batasan-tarikan 345
13.7.5 Moclel gravity tipe batasan-bangkitan-tarikan 351
13.8 Metode penaksiran entropi -maksimum (EM) 352
13.8.1 Pengembangan metode 352
13.8.2 Model gravity tipe tanpa-batasan 355
13.8.3 Model gravity tipe batasan-bangkitan 356
13.804 Model gravity tipe batasan-tarikan 360
13.8.5 Model gravity tipe batasan-bangkitan-tarikan 361
13.9 Metode lain 365
13.10 Penggunaan data MAT parsial 366
13.11 Kumpulan soal 367
lsi 13a
16.8.2 Kerangka teori 422
16.9 Model logit-multinomial (LM) 424
16.10 Contoh penerapan model logit-binomial 425
16.10.1 Model logit-binomial-selisih 426
16.10.2 Model logit-binomial-nisbah 429
16.10.3 Analisis uji kepekaan 431
16.11 Kumpulan soal 433
lsi 15a
17.10.2.2 Struktur metode peniangkasan matriks 535
17.l 0.2.3 Prosedur pemangkasan matriks pergcrakan 536
17.1 0.2.4 Contoh penerapan 538
17.11 Kumpulan soal 539
lsi 17a
18.18.1 Penurunan model 609
18.18.2 Metocle kalibrasi Newton-Raphson 610
18.18.3 Moclel gravity 613
18.18.4 Moclel gravity tipe tanpa-batasan 614
18.18.5 Model gravity tipe batasan-bangkitan 617
18.18.6 Moclel gravity tipe batasan-tarikan 618
18.18.7 Model gravity tipe batasan-bangkitan-tarikan 619
18.19 Saran untuk penelitian lanjutan 621
18.19.1 Nilai awal untuk metode Newton-Raphson 622
18.19.2 Pengernbangan elengan rnetode
pembe banan -keseimbangan 622
18.19.3 Memasukkan parameter s clanJl elalam proses kalibrasi 623
18.19.4 Penelitian lanjutan clengan moclel transportasi lain 623
18.19.5 Simplifikasi algoritma untuk jaringan luas 624
18.20 Kumpulan soal 624
lsi 19a
23.2 Pergerakan kendaraan dan konflik pcrsimpangan 748
23.3 Jenis penanganan persimpangan 750
23.3.1 Pengaturan dengan prioritas ipriorityjnnctions 752
23.3.2 Pengaruran dengan kanalisasi 752
23.3.3 Pengaturan dengan rarnbu dan marka 753
23.3.4 Pengaturan dengan bundaran iroundabonts 754
23.3.5 Persimpangan berlarnpu lain lintas 754
23.3.6 Persimpangan tidak-sebidang 759
23.3.6.1 Tipe T (terompet) dan Y 761
23.3.6.2 Tipe intan (diamond) 761
23.3.6.3 Tipe semanggi (clover leaf) 762
23.3.6.4 Tipe langsung (directional) 762
23.3.6.5 Tipe kombinasi 763
23.3.6.6 Tipe kombinasi dengan persimpangan
sebidang 763
23.4 Analisis persimpangan berlampu lalu lintas 764
23.4.1 Definisi 764
23.4.2 Prosedur perhitungan pengaturan sinyal lampu
Ialu lintas 767
23.4.2.1 Contoh penerapau pada persimpangan
berlengan 3 (tiga) 768
23.4.2.2 Contoh penerapan pada persimpangan
berlengan 4 (empat) 770
23.5 Kumpulan soal 774
lsi 218
26.2.3 Metode berdasarkan selisih terbesar antara kedatangan
keberangkatan kendaraan 863
26.3 Karakteristik parkir 864
26.4 Tarifparkir 864
26.5 Contoh penerapan 865
26.6 Kumpulan soal 873
lsi 23a
.iaringan j alan 968
28.8.4.2 Kebijakan perparkiran 969
28.8.4.3 Prioritas angkutan lU11Um 970
28.8.5 Permasalahan 971
28.8.6 Hallain yang dapat dilakukan 972
28.8.6.1 Pelatihan transportasi perkotaan bagi staf
pemerintah daerah 972
28.8.6.2 Analisis Dampak Lalulintas (Andall) 973
28.8.6.3 Sosialisasi peraturan dan penegakan hukum 973
28.9 Konsep manajemen kebutuhan akan transportasi (MKT) 974
28.9.1 Pendahuluan 974
28.9.2 Pengembangan konsep 975
28.9.2.1 Pergeseran waktu 976
28.9.2.2 Pergeseran rute atau lokasi 977
28.9.2.3 Pergeseran moda 977
28.9.2.4 Pergeseran lokasi tujuan 978
28.10 Beberapa kebijakan penunjang konsep MKT 979
28.10.1 Kebijakan peningkatan kapasitas prasarans 979
28.10.2 Kebijakan optimasi kapasitas prasarana. 980
28.10.3 Kebijakan rekayasa dan manajemen lalu lintas 981
28.11 Analisis dampak lalulintas (Andall) 981
28.11.1 Pendahuluan 981
28.11.2 Metode analisis dampak lalulintas 982
28.11.2.1 Tahap penyajian informasi awal 982
28.11.2.2 Tahapan andall 984
28.11.2.3 Tahapan penyusunan rencana pengelolaan
dan pemantauan' 987
28.11.3 Analisis ruas jalan dan persimpangan 988
28.11.3.1 Kinerja lalulintas di ruas jalan dan
persimpangan 988
28.11.3.2 Kinerja ruas j alan 988
28.11.3.3 Kondisi persimpangan 991
28.11.3.4 Nilai bobot 992
28.11.3.5 Pemeringkatan permasalahan 993
28.11.4 Bangkitan lalulintas 993
28.11.4.1 Umum 993
28.11.4.2 Tingkat bangkitan lalulintas 994
28.11.4.3 Bangkitan lalulintas 996
28.11.4.4 Sebaran bangkitan lalulintas 996
28.11.5 Analisis penanganan masalah 996
28.11.5.1 Rl: Manajemen lalulintas 996
28.11.5.2 R2: Peningkatan ruasjalan 997
28.11.5.3 R3: Pembangunan j alan baru 997
28.12 Sistem angkutan umum massa (SAUM) 997
28.12.1 Pennasalahan 997
28.12.2 Kendala yang dihadapi 1001
28.13 Sistem angkutan U111wn transportasi perkotaan terpadu
lsi 258
Sambutan Rektor
Institut Teknologi Bandung
26a
Buku tentang perencanaan, pemodelan, clan rekayasa transportasi yang cliterbitkan
oleh Prof. Ofyar Z Tamin ini cliharapkan clapat mengisi clan memperkaya pustaka
buku teks clalam biclang rekayasa clalam biclang tersebut. Saya berharap bahwa buku
ini akan memberikan manfaat yang besar bagi pengelolaan biclang transportasi eli
Indonesia.
Dengan mengueapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan berkah-
Nya, akhirnya buku Pereneanaan, Pemodelan, dan Rekayasa Transportasi: Teori,
Contoh Soal, dan Aplikasi ini dapat diselesaikan.
Buku ini dipersembahkan penulis pacla seluruh keluarga, Institut Teknologi
Banclung (ITB), masyarakat dan bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat
transportasi pada khususnya pada hari ulang tahun penulis yang ke-50 yang jatuh
pada tanggal 23 Agustus 2008. Semoga keberadaan buku ini menambah
kelengkapan buku teks dan buku ajar yang dirasakan sangat kurang di Indonesia di
bidang transportasi pada umumnya dan eli biclang pereneanaan clan pemoclelan
transportasi pacla khususnya,
Buku ini yang tercliri dari 28 bab merupakan kompilasi dari buku Pereneanaan clan
Pemoclelan Transportasi edisi ke-I yang telah cliterbitkan pacla tahun 1997 clan eclisi
ke-2 pada tahun 2000, serta buku Pereneanaan dan Pemodelan Transportasi: Contoh
Soal dan Aplikasi, yang telah diterbitkan pada tahun 2003.
Perrnasalahan transportasi berupa kemaeetan, tundaan, serta polusi suara dan udara
yang sering kita temui setiap hari di beberapa kota besar di Indonesia ada yang
sudah berada pada tahap yang sangat kritis. Sebelum clapat ditentukan eara
pemeeahan yang terbaik, hal pertama yang perlu dilakukan aclalah mempelajari dan
mengerti secara terinei pola keterkaitan antarfaktor yang menyebabkan timbulnya
perrnasalahan terse but dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif (terukur).
Pereneanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi adalah media yang paling
efektif dan efisien yang dapat menggabungkan semua faktor terse but dan
keluarannya dapat digunakan untuk memeeahkan permasalahan transportasi baik
pacla masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Ilmu pengetahuan tentang pereneanaan, pemoelelan, elan rekayasa transportasi
makin dirasakan pentingnya dalam menangani perrnasalahan transportasi, baik eli
daerah perkotaan maupun regional. Keberaclaan buku teks dan buku ajar yang
mernbahas transportasi pada umumnya serta perencanaan, pemodelan, dan rekayasa
transportasi pada khususnya sangatjarang dijumpai di Indonesia.
Di samping itu, adanya mata kuliah Sistem Transportasi, Dasar-Dasar Transportasi,
Rekayasa Lalu Lintas, serta Pereneanaan dan Pemodelan Transportasi baik sebagai
mara kuliah wajib maupun pilihan dalam kurikulum Program Sarjana (S I) cli
Program Studi Teknik Sipil dan Teknik Planologi clan juga cli Program Magister
(S2) clan Doktor (S3) yang berkaitan dengan bidang transporrasi elisemua perguruan
tinggi (negeri clan swasta) eli Indonesia, telah mendorong penulis untuk menyusun
buku ini elengan harapan clapat mengisi kekurangan buku teks dan buku ajar yang
telah ada.
29a
Selain itu, buku ini dapat juga digunakan sebagai buku teks clan buku ajar bagi para
mahasiswa atau sebagai bahan rujukan bagi para peneliti muda, perencana
transportasi, pengembang wilayah, dan lain-lain.
Tiga buah buku terbitan terclahulu telah menjelaskan secara terinci pola keterkaitan
antarfaktor, permasalahan yang dihadapi, serta konsep tentang perencanaan clan
pemoclelan transportasi yang telah berkembang sampai dengan saat ini. Pemodelan
dan pendekatan yang dipakai dapat cligunakan untuk setiap moda transportasi (darat,
laut, maupun udara) clengan simla permasalahan yang berbeda (regional atau
perkotaan) .
Juga, diterangkan cara pemilihan model, pengembangan, aclaptasi, dan
penggunaannya untuk setiap konteks yang berbeda. Setiap subjek diterangkan
secara terinci, mulai dari teori dasar dan asumsi, pengumpulan data, spesifikasi
model, proses perkiraan, pengabsahan, kalibrasi, aplikasinya, terrnasuk berbagai
rnacam contoh soal dan aplikasi. Sehingga, buku ini merupakan pelengkap bagi
ketiga buah buku Perencanaan dan Pemodelan Transportasi yang telah terbit
sebelumnya.
Isinya yang cukup lengkap khususnya dalam bentuk teori, contoh soal, dan aplikasi,
membuat buku ini sangat berguna bagi para praktisi (konsultan, pengelola
transportasi), para perencana transportasi dan pengembang wilayah (regional dan
perkotaan), para mahasiswa tingkat Sarjana (SI) maupun Magister (S2) dan Doktor
(S3) di Program Studi Teknik Sipil, Teknik Planologi, dan Teknik Inclustri yang
mengambil mata kuliah Sistem Transportasi, Dasar-Dasar Transportasi, Rekayasa
Lalu Lintas, clan Perencanaan dan Pemodelan Transportasi baik perkotaan (urban)
maupun regional, serta masyarakat yang berkecimpung dalam biclang transportasi.
Banyak sekali hal yang telah clitambahkan pada buku ini khususnya mengenai teori,
contoh soal, clan aplikasi; yang secara keseluruhan membuat buku ini menjadi
sangat lengkap bagi buku Perencanaan clan Pemodelan Transportasi eclisi ke-I clan 2
yang telah c1isuS1U1
penulis pacla tahun 1997 dan 2000 serta buku Perencanaan dan
Pemodelan Transportasi: Contoh Soal clan Aplikasi yang telah diterbitkan pada
tahun 2003. Secara lU11Um buku ini berisikan:
.. Bab 1: Persyaratan matematika dan statistika
.. Bab 2: Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi
e Bab 3: Pendekatan perencanaan transportasi
• Bab 4: Analisis indeks tingkat pelayanan (ITP)
.. Bab 5: Analisis kapasitas ruas j alan dan persimpangan
III Bab 6: Analisis model seclerhana interaksi sistem transportasi
• Bab 7: Konsep pemodelan
• Bab 8: Analisis bangkitan pergerakan (model analisis-korelasi)
III Bab 9: Analisis bangkitan pergerakan (model analisis-kategori)
(') Bab 10: Analisis sebaran pergerakan (metode konvensional)
Prakata 31a
II Persyaratan matematika dan
statistika
1.1 Umum
Buku ini ditujukan untuk para praktisi (konsultan, perencana, dan pengelola
transportasi) yang berkecimpung dalam masalah perencanaan dan manajemen
transportasi (baik regional maupun perkotaan), para mahasiswa program sarjana
(Sl), dan para mahasiswa program pascasarjana (S2,S3) yang mengambil mata
kuliah yang berkaitan dengan transportasi pada umumnya, dan sistem transportasi,
perencanaan dan pemodelan transportasi, serta rekayasa transportasi pada
khususnya.
Pembaca yang telah mempunyai dasar pengetahuan matematika dan statistika yang
cukup kuat tidak perlu lagi membaca bab ini. Akan tetapi, bagi yang tidak
mempunyai dasar yang kuat, sangat disarankan membaca bab ini, minimal untuk
mengingatkan kembali pada mara kuliah matematika dan statistika yang mungkin
telah terlupakan.
Bab 1 ini berisi beberapa persyaratan matematika dan statistika yang sangat penting
dan minimal hams diketahui agar dapat mengikuti semua bab yang ada dalam buku
ini tanpa halangan yang berarti. Persyaratan matematika yang perlu diketahui
tidaklah begitu susah, pembaca masih dapat mengikutinya dengan mudah, walaupun
dengan pengetahuan minimal mengenai aljabar dan kalkulus.
Pertama, pada subbab 1.2 dijelaskan pengertian fungsi dan beberapa notasi yang
sering digunakan serta cara menggarnbarkan fungsi matematika tersebut dalam
kerangka sistem koordinat kartesis.
Setelah itu, pada subbab 1.3 diperkenalkan aljabar matriks yang dirasakan sangat
penting, karena banyak kasus transportasi yang sering berkaitan dengan pendekatan
matriks tersebut. Matriks sangat sering digunakan dalam perencanaan, pemodelan,
dan rekayasa transportasi terutama sewaktu menerangkan topik sebaran pergerakan.
Berikutnya pada subbab 1.4 diterangkan perihal kalkulus, termasuk pennasalahan
diferensial dan integral. Fungsi logaritma dan eksponensial lebih ditekankan pada
buku ini, karen a fungsi ini sangat sering digunakan dalam perencanaan, pemodelan,
dan rekayasa transportasi.
Mencari titik maksima dan minima suatu fungsi matematika memegang peranan
yang sangat penting dan sering digunakan dalam pengembangan suatu model
transportasi, termasuk cara penurunan algoritma dan beberapa pemecahan
pennasalahannya.
Oleh karena itu, sangat disarankan pembaca benar-benar memahaminya sebelum
membaca bab-bab selanjutnya.
1
Beberapa konsep unjuk kerja statistika matematika dasar diperkenalkan pada
beberapa subbab terakhir dari bab ini (subbab 1.5). Statistika memegang peranan
kunci dalam pengembangan teknik perencanaan, pemodelan, dan rekayasa
transportasi.
Beberapa konsep statistika matematika dasar yang lain diberikan pada subbab
lainnya (subbab 1.6-1.7) sesuai dengan kebutuhan. Pada subbab 1.6 diberikan
penjelasan tentang analisis-regresi yang sering digunakan dalam penyelesaian
beberapa permasalahan dalam perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi.
Sedangkan pada subbab 1.7 diberikan penjelasan tahapan uji statistik yang hams
dipenuhi dalam proses pengembangan model berdasarkan analisis-regresi. Pada
subbab 1.8 diberikan penjelasan tentang beberapa indikator uji kesesuaian matriks
yang sering kita jumpai pada beberapa pemecahan masalah transportasi,
Sedangkan pada subbab 1.9 bisa didapat beberapa kumpulan soaI-soai yang
berkaitan dengan materi yang dibahas pada bab ini
Terdapat beberapa buku yang cukup baik sebagai bahan bacaan bagi pembaca yang
berminat, seperti Stone (1966), Morley (1972), Wilson dan Kirkby (1980),
Wilson dan Bennett (1985), Sudjana (1986), dan Ortuzar dan Willumsen
(1994,2001).
1.2.1 Pendahuluan
Aljabar elementer pada umumnya banyak menjelaskan proses pembentukan suatu
fungsi (persamaan) yang menggunakan empat operasi dasar matematika pada suatu
hurufyang menggantikan bilangan.
Oleh karena itu, dalam hal ini perlu dibedakan antara peubah (biasanya dinyatakan
dengan huruf seperti x, y, dan z) yang mewakili suatu bilangan terukur, serta
konstanta atau parameter (biasanya dinyatakan dengan a, b, c, ..., k, m, n, ..., atau
dengan huruf Yunani).
Nilai suatu konstanta diharapkan tidak berubah untuk kondisi tertentu. Peubah dan
konstanta tersebut akan tergabung dalam suatu fungsi atau persamaan seperti contoh
berikut ini.
y= a+b,c (1.1)
Jika nilai x ingin diketahui, persamaan (1.1) dapat dipecahkan untuk mendapatkan
nilai x tersebut, dengan persamaan berikut ini.
x=(y-a) (1.2)
b
Peubah x dan y dalam persamaan (1.1) terlihat dihubungkan dengan tanda '='. Akan
tetapi, dalam aljabar, kita juga mengenal ketidaksamaan dalam bentuk sebagai
berikut.
Bentuk ini (yang sudah barang tentu tidak sama dengan persamaan) dapat
dipecahkan untuk mendapatkan nilai x dan y. Akan tetapi, kedua peubah tersebut
hanya akan memenuhi rentang nilai tertentu.
Contohnya, jika kita batasi nilainya untuk nilai positif saja, secara mudah bisa
didapatkan bahwa nilai x tidak boleh lebih besar dari 3 (x<3) d311y tidak boleh lebih
besar dari 2 (y<2).
Dalam kasus ini dimungkinkanjuga memanipulasi ketidaksamaan dengan C31'ayang
hampir sama dengan persamaan sehingga dapat disimpulkan bahwa:
" kita dapat menambah atau mengurangi jumlah yang sama untuk setiap sisi dari
ketidaksamaan tersebut;
" kita dapat mengali atau membagi setiap sisi dari ketidaksamaan dengan nilai
yang sama, tetapi jika angka pengali yang digunakan bernilai negatif, akan
terbentuk ketidaksamaan sebaliknya (s menjadi ~).
Contohnya, jika kita kurangkan nilai sebesar 5 pada kedua sisi dari ketidaksamaan
(1.3), didapat:
x+2y-5 s0
y311gpada dasarnya merupakan batasan yang S3111a.Akan tetapi, jika kita kalikan
dengan nilai -2, kita dapatkan:
-2x-4y~-10
Jika diperhatikan, ketidaksamaan di atas menghasilkan batasan yang sama dengan
ketidaksamaan (1.3).
Penggunaan huruf y311gberbeda untuk setiap peubah hanya menguntungkan pada
batas tertentu saja. Oleh karena itu, kadang-kadang digunakan tanda tikalas atau
tikatas untuk mendefinisikan peubah lainnya seperti Xl. X2, X3,"" XN, yang dapat
dituliskan dengan cara yang sederhana seperti Xi, i= 1, 2, ..., N.
Dalam hal ini dimungkinkan penggunaan huruf y311gberbeda untuk suatu indeks
jika indeks tersebut memiliki rentang nilai yang S3111a,misalnya didefinisikan
sebagai xi, k= 1, 2, ..., N. Penggunaan indeks menghasilkan penulisan yang sangat
sederhana bagi suatu penjumlahan atau perkalian seperti:
N
I:XI:::: Xl +X2 +X3 +"'+XN (1.4)
1=1
atau
terdiri dari nilai peubah tidak bebas y, nilai parameter ell> clan n, serta peubah bebas
x; untuk setiap nilai x tertentu, nilai Y akan didapat.
Kadang-kadang, kita ticlak perlu menuliskan bentuk fungsi tertentu secara utuh, tapi
cukup hanya dengan menuliskan bahwa y merupakan fungsi dari x atau sebaliknya.
Hal ini dapat ditulis sebagai:
Y = f{x) (1.8)
Terdapat berbagai jenis fungsi dan pembaca diharapkan suclah mengenal beberapa
fungsi yang ada. Kadang-kadang, fungsi terse but dapat disampaikan dalam bentuk
informasi grafis yang dapat dirajah pada suatu sistem koordinat kartesis (lihat
Gambar 1.1).
x
Gambar 1.2 Solusi fungsi umum
Kadang-kadang kita ingin mengetahui apa yang akan terjadi apabila nilai X dari
suatu j{x) meningkat tidak terhingga (x-too). Dalam hal ini, secara mudah terlihat
bahwa akan terjadi beberapa kemungkinan, tergantung pada fungsi yang digunakan.
Contohnya, nilai fungsi tersebut akan mencapai:
@ tidak terhingga [untukj(x) = x2]
@ negatiftidak terhingga [untukj'(x) = -x]
@ berputar tidak berhingga
1
8 asimptotis pada nilai tertentu [untuk.f(x) = 1+-]
X
Persyaratanmatematikadan statistika 5
Untuk fungsi yang kompleks, beberapa 'kelihaian' tertentu dibutuhkan jika suatu
nilai x mendekati batas tertentu (misalnya bila x~oo). Kita perlu mengetahui limit
apabila nilai x mendekati nilai batas tertentu.
Contoh: jikaj(x)=~, maka limit apabila x~O adalah 1/3. Untuk beberapa nilai
\x+3J
a, jika flx)~oo pada kondisi x~a, maka kurva y=:/{x) clikatakan mempunyai
asimptot pada nilai x=n (lihat Gambar 1.3).
y y=f(x)
Salah satu fungsi yang sangat penting dan sering digunakan aclalah fungsi linear,
seperti terlibat pada Gambar 1.4 di mana bentuk fungsinya sama seperti persamaan
(l.1). Dengan mudah dapat di!ihat bahwa b adalah nilai y pada saat x=O, yang
sering disebut dengan intersep pada sumbu y. Konstanta a clisebut gradien atau
kemiringan yang bisa didapatkan dari:
a = Y2 - YI (1.10)
X2 -Xl
clengan (Xh,Vl) dan ~'t2\V2) adalah dua titik pada garis tersebut (lihat Garnbar 1.4a).
Walaupun suatu garis lurus secara clefinisi mempunyai kemiringan yang konstan,
kemiringan tersebut clapat berupa kemiringan positif atau negatif seperti pada
Gambar 1.4.
y y
b
y=ax+b
Y2
Yl
y=-x+4 (1,]lb)
y
y=x+2
Dalam beberapa kasus lainnya, misalnya progresi aritmatik, urutan dapat dinyatakan
dalam bentuk:
UII == 11,,_1 + d (1.13)
Terlihat bahwa deret tersebut mempunyai nilai penjumlahan yang terdiri dari N
suku. Contohnya, jika suku yang pertama adalah b, maka penjumlahannya clapat
dinyatakan sebagai:
(1.14)
Persyaratanmatematikadan statistika 7
Progresi geometrik [!ihat persamaan (1.15)] terbentuk dengan mengalikan secara
berurutan setiap suku dengan faktor r sehingga nilai penjumlahannya akan terdiri
dari N suku.
Jika h adalah suku pertama, maka penjumlahan tersebut dapat dinyatakan sebagai
persamaan (1.16).
lJ" = rUII_1 (I. I 5)
SN
_ b(l- rN)
- --'-- _ __t._ (I. I 6)
1-1'
Dalam beberapa kasus lainnya, deret mungkin mempunyai bentuk penjumlahan
yang sederhana seperti untuk fungsi lJlI=ll, penjumlahan dapat dinyatakan sebagai
SN = N(N + 1), atau untuk fungsi II" = x", penjumlahannya adalah sebesar
2
SN = xr - Xl I
I-x
untuk setiap x yang berbeda dari 1, tetapi masih diperoleh suatu
Hal ini terjadi juga pada fungsi {l1I=1l dan fungsi II" = x" jika x>l; tetapi fungsi
1.3.1 Pendahuluan
Setiap peubah yang mempunyai dua tikalas dapat disebut matriks. Matriks dapat
dikenal dengan notasi B=[Bij], dengan peubah Bij, i= 1, 2, ..., N; j= 1, 2, ..., M
adalah unsur-unsur B yang dapat ditulis sebagai:
Secara formal, suatu peubah yang tidak berindeks atau suatu konstanta, dapat
disebut juga matriks [1xl]. Jika Ietak posisi baris dan kolom dipertukarkan,
dihasilkan matriks berdimensi [MxN] yang dikenal dengan transpose BT dari B,
yang dapat ditunjukkan sebagai:
Hal yang sama, transpose dari vektor [Nxl] (vektor kolom) adalah berupa vektor
baris:
VT = [vl.vZ,V3...VN] (1.20)
Matriks buiur sangkar S adalah matriks dengan nilai N=M, matriks bujur sangkar
dengan S=ST disebut matriks simetris. Matriks diagonal D=[Dij] adalah matriks
dengan nilai Dij=O untuk i*j.
Matriks satuan adalah matriks bujur sangkar dengan nilai sel diagonalnya adalah 1
dan Dij=O untuk i*j, seperti:
100 o
010 o
001 o
1= (1.21)
000 1
Persyaratanmatematikadan statistika 9
C=A+B=B+A (1.22)
yang didefinisikan sebagai Cij=Aij+Bij.
Dalam hal ini dibutuhkan persyaratan bahwa kedua matriks hams mernpunyai
dimensi yang sama, misalnya seperti matriks [NxM], sehingga matriks C juga
berdimensi [NxM]. Hal ini juga merupakan persyaratan bagi operasi pengurangan
matriks:
C=A-B (1.23)
yang secara sama dapat didefinisikan sebagai Cij=Aij-Bij. Suatu operasi yang
sifatnya unik pada aljabar rnatriks adalah operasi perkalian matriks dengan skalar:
(1.24)
yang didefinisikan sebagai Cij=kAij, dengan matriks yang baru mempunyai dimensi
sama dengan yang lama. Operasi perkalian matriks agak sedikit rumit, seperti:
C=AB (1.25)
!VI
yang didefinisikan sebagai Cij = 'LAikOBkj ,dengan A adalah matriks berdimensi
k=l
[NxM] dan B dapat berdimensi [MxL] (dalam hal ini jumlah kolom A hams sama
dengan jumlah baris B, batasan lain tidak ada). Dalam kasus ini, C adalah matriks
berdimensi [NxL].
Secara mudah dapat dilihat bahwa secara umum matriks AB tidak hams selalu sama
dengan matriks BA. Akan tetapi, hal ini tidak akan berlaku jika matriks tersebut
dikalikan dengan matriks satuan I yang dapat dengan mudah dicek bahwa:
IA = AI= A (1.26)
Dengan demikian, walaupun dimungkinkan mendefinisikan hasil matriks, urutan
hams selalu tetap diperhatikan. Dalam hal ini, praperkalian A dengan B
menghasilkan BA, dan pascaperkalian menghasilkan bentuk AB.
Dalam mendefinisikan operasi pembagian, cara yang paling mudah adalah dengan
menggunakan bentuk matriks invers. Akan tetapi, hal ini hanya berlaku untuk
matriks bujur sangkar saja. Jika terdapat matriks invers, B-1, maka matriks tersebut
hams memenuhi persyaratan:
0.27)
Dalam hal ini, B disebut matriks nonsingular. Dalam buku ini, tidak akan diberikan
prosedur menghitung elemen matriks invers, karena permasalahannya agak rumit,
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pada kondisi yang sesuai, hal tersebut akan
terjadi. Operasi pembagian dalam hal ini merupakan praperkalian atau
pascaperkalian oleh B-1.
Dalam buku ini, matriks dan vektor sangat sering digunakan untuk menuliskan
notasi untuk mempersingkat berbagai macam hal, misalnya menuliskan satu set
persamaan simultan, termasuk cara mendapatkan solusinya dalam bentuk matriks
invers.
Dua buah cabang ilmu aljabar kalkulus adalah integral dan diferensial yang sifat
dasarnya dapat diidentifikasikan dalam bentuk fungsi y=fi;x:) seperti terlihat pada
Gambar 1.6. Pertimbangkan titik P dan Q serta garis lurus (chord) yang
menghubungkan kedua titik tersebut. Diferensial digunakan untuk menghitung
kemiringan kurva pada titik tertentu.
Dalam hal ini, pertimbangkan titik Q yang sangat dekat dengan titik P, limit garis
PQ merupakan tangen (kemiringan) kurva tersebut pada posisi P=Q (misalnya untuk
jarak horizontal sama dengan 0).
y
y=f(x)
f(xo+h) _
1.4.1 Diferensial
Dengan menggunakan persamaan (1.10), kemiringan (gradien) garis PQ pada
Gamba r 1.6 dapat dituliskan sebagai:
tergantung pada nilai X=Xo dan sering ditulis dengan!'(xo) atau aYI
ax Xo
Proses untuk mendapatkan penurunan ini disebut diferensial. Jika f{x) dinyatakan
sebagai pernyataan dalam bentuk x, maka biasanya tidak sulit mendapatkan f'(x)
sebagai solusi dari x dengan menggunakan hasil pacla Tabel 1.1 clitambah dengan
lainnya yang dapat dilihat pada tabel tersebut.
Persyaratanmatematikadan statistika 11
Tabel 11 Turunanyang umum digunakan
Fungsi f(x) Penurunan f'(x)
k (k konstanta) 0
(1.28)
1.4.2 Integral
Proses ini kebalikan proses diferensial, jika diketahui kemiringan kurva pada setiap
titik, maka persamaan kurva tersebut adalah hasil integralnya. Sebagai contoh, jika
g=g(x) adalah kemiringan, maka persamaan kurva dapat ditulis sebagai:
y = §g(x).dx
x
dan hasil ini akan selalu arbitrari ditambah dengan nilai konstanta C. Sebagai
contoh, g = bXb-1 dalam Tabel 1.1, maka integralnya dengan batas tak terhingga
dari g(x) dapat dinyatakan dalam:
Sebagai contoh, jika diambil suatu kasus sederhana, yaitu suatu garis yang sejajar
dengan sumbu x dengan tinggi It dan diintegralkan antara nilai a dan b (lihat
Gambar 1.7b), maka diclapat:
y = f{x) ee h clan F{x) = hx + C
sehingga
Luas == F{b)- F{a) = h(b - a)
y y
c
r-I{x)
Sudahjelas, luasnya sama dengan luas segiempat yang diarsir pada gambar tersebut.
Tabel 1.1 dapat digunakan untuk membantu mendapatkan integral dengan baras tak
terhingga. Secara khusus, jika:
dan
lu(x )v{x ~ty::: U(x )V(x)- lu(x )V(x ~h:
Sudah barang tentu tidak semua fungsi, meskipun bentuknya sangat sederhana, akan
mempunyai bentuk integral yang sederhana pula. Akan tetapi, jika hal itu terjadi,
masih ada cara lain untuk mendapatkan integral tersebut clengan cara numerik.
Pada buku ini selalu digunakan bentuk logaritma natural sehingga notasi e dapat
dihilangkan. Agar berlaku umum dengan jenis logaritma lainnya, log(x) mempunyai
karakteristik:
log(l)=O
jika 1-+00, log(t)-+oo
jika (-+0, log(t)-+-oo
log(uv)=log(u)+log (v)
Fungsi lainnya yang sering digunakan adalah fungsi eksponensial exp(x) atau
disingkat menjadi eX, yang didefinisikan sebagai nilai w sehingga log(w)=x.
Seperti yang diperkirakan sesuai dengan fungsi pemangkatan, maka:
e(x+y) = eXeY atau e1og(x)= x
Kedua fungsi log(x) dan exp(x) mudah didiferensialkan, yang secara definisi
adalah:
~IOg(x)=! (l.3l)
ox x
Tidak pula sulit ditunjukkan bahwa:
o (x)
-\e =e
x (1.32)
ox
Jadi, bentuk eksponensial adalah suatu fungsi yang tidak berubah, meskipun
dilakukan proses diferensial.
Jadi, yang perlu dilakukan adalah mencari titik f(x)=O. Penting diketahui bahwa
tidak semuanya dapat merupakan titik maksimum atau minimum, sebagai contoh,
yang disebut titik infleksi adalah titik X3 dalam Gambar 1.9.
Untuk menemukan secara lebih tepat titik kemiringan nol tersebut, perlu dilakukan
evaluasi terhadap nilai f'(x) pada setiap titik dengan nilai f(x) sama dengan nol.
Jadi, suatu nilai maksimum dibutuhkan:
1'(x)<O (1.33)
---n-- ----W-
p
~-
Gambar 1.10 Titik
(a) maksimum,
(b) minimum,
X X (c) infleksi
(a) (b) (c) X
Secara geometrik, fungsi dikatakan cembung jika satu garis yang menghubungkan
dua titik dari grafik itu selalu terletak di atas grafik fungsi cembung terse but, seperti
terlihat pada Gambar l.11a.
Dalam bentuk 2 (dua) dimensi, fungsi cembung mempunyai grafik berbentuk kuali.
Hal yang sama, suatu fungsi g dikatakan cekung jika fungsi f=-g adalah cembung.
Salah satu perilaku fungsi cembung adalah penjumlahan dua fungsi cembung selalu
menghasilkan fungsi cembung,
y = 2Xl + X;X3
kemudian
oy =2
OXI
oy 2
--= 3X2X3
8x2
oy = x3
OX3 2
yang akan menghasilkan satu set persamaan simultan untuk dipecahkan. Kasus yang
sangat menarik dalam hal ini adalah maksimum dan minimum. Anggaplah, kita
ingin memaksimumkan persamaan (1.36) dengan batasan sebagai berikut.
rl (Xl ,X2""'XN )= bl
r2 (Xl 'X2 "",XN) = b2
(1.38)
Hal ini dapat dilakukan dengan menentukan satu set pengali Lagrange (A,t. 1.,2,''''
1.,1<:)untuk setiap persamaan (1.38), dan memaksimumkan:
K
L == I(xl ,X2 "",XN) + LAk [,;,(Xl ,... , XN)- bli] (1.39)
Ii=l
sebagai fungsi dari Xl, X2, .... , XN dan 1.,1, 1.,2"", A,J(. Jadi, kita hams memecahkan:
dan
oL ::::0 k= 1, 2, ...,K (1.41)
OAk
Persamaan (1.41) sebenarnya adalah persamaan (1.38) dalam bentuk yang lain,
tersedianya cara dengan memperkenalkan satu set pengali Lagrange sebagai peubah
tambahan memungkinkan didapatkannya nilai maksimum.
(1.42)
Untuk menyelesaikan persamaan kuadratis tersebut maka kedua buah nilai Xl dan X2
yang memenuhi persamaan (1.42) dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan (1.43) berikut ini.
Xl 2 _.
,
_. (- b)± ~(b2
2a
J- 4ac (1.43)
Psrsyaratanmatematikadan statistika 17
1.4.7 Integral berganda
Dalam kasus integral dimungkinkan juga terdapat adanya integral berganda. Seperti
contoh, dari persamaan (1.36) diperoleh:
adalah volume yang berada di bawah permukaan tersebut, sama untuk satu dimensi
yang menghitung luas yang berada di bawah satu kurva.
1.4.8 Elastisitas
Elastisitas suatu peubah tidak bebas Y terhadap peubah bebas fungsi Xi seperti
persamaan (1.9) dinyatakan sebagai:
E(Y,x;)= ~V . .5_ (1.47)
ax; Y
dan dapat ditafsirkan sebagai besarnya pengaruh persentase perubahan dari peubah
tidak bebas terhadap perubahan peubah bebas lainnya. Dalam teori ekonomi sering
dijumpai permasalahan elastisitas suatu fungsi kebutuhan terhadap perubahan nilai
peubah atau atribut.
Dalam hal ini dibedakan antara elastisitas langsung dan elastisitas silang, yang
pertama berkaitan dengan atribut pelayanan yang dipertimbangkan, sedangkan yang
kedua mengenai atribut dari pilihan yang saling bersaing.
Sebagai contoh: sering dijumpai bahwa elastisitas kebutuhan akan angkutan umum
terhadap tarif sekitar 0,3 - jika tarif ditingkatkan 1%, dapat diperkirakan kebutuhan
akan pergerakan berkurang sebesar kira-kira 0,3%.
Yang terpenting untuk diketahui adalah untuk h yang kecil, komponen orde tinggi
akan mempunyai nilai yang sangat kecil sehingga perhitungan akan mempunyai
ketepatan yang masih baik, meskipun dihitung dengan hanya menggunakan 2 (dua)
komponen orde saja.
Kasus khusus didapat pada kondisi xo=Oyang dikenal dengan deret Maclaurian
dengan menetapkan nilai x=It pada sisi kiri dari persamaan (1.49) yang
menghasilkan:
1.5.1 Peluanq
Definisi peluang adalah sesuatu akan terjadi (misalnya mendapat nilai 6 dari satu
kejadian pelemparan dadu) ditentukan oleh limit dari frekuensi relatifnya, yaitu:
(1.51)
e, adalah hasil yang diinginkan, N adalah jumlah eksperimen yang dilakukan, dan n,
adalah jumlah e, yang terjadi. Persamaan (1.51) memungkinkan dikuranginya
beberapa karakteristik dasar dari teori peluang:
(1.52)
n, dapat mempunyai nilai 0 dan n, serta
Persyaratanmatematikadan statistika 19
(1.53)
Gabungan
Potongan
Gambar 1.12 Diagram Venn untuk
kejadian dan peluang
Suatu kejadian F secara statistika tidak berkaitan dengan kejadian lain E, jika dan
I
hanya jika P(F E) sama dengan P(F). Oleh karena itu, untuk kejaclian yang tidak
saling terkait:
P(E nF) = P(E)/ P(F) (1.57)
Oleh karena itu, keuntungan konsep peubah acak menjadi lebih menonjol, yaitu
besarnya ruang sampel semakin berkurang. Peluang X sebagai berikut.
P(X=l) = P(HTuTH) ==P(HT)+P(TH) ==1/2
P(X=2) ==P(X==O)= 114
Peubah aeak dapat bersifat diskret atau menerus. Pada kasus pertama, kita dapat
mengambil nilai dari suatu set kejadian dengan peluang P(X) yang memenuhi
persamaan (1.51) dan p(x;):2!O. Pada kasus terakhir diperlukan pendefinisian fungsi
kepadatan peluang.jlx) sehingga:
§f(x~lx=l (1.58)
x
f(x):2! 0 '\Ix
(1.59)
b
E(X} = $x.f(x}.dx kasus menerus
a
Dengan menggunakan perhitungan seeara langsung, tidak akan didapat nilai median
dan modus sehingga diperlukan solusi. Beberapa karakteristik penting dispersi
distribusi adalah:
Variansi, yang merupakan ekspektasi dari total kuadratis besarnya perbedaan
deviasi dari rata-rata:
Var{X}= EtX -E{X)]2} (1.62)
Akan tetapi, sering juga dihitung dengan eara berikut ini.
Jadi, kovarian dua peubah acak yang saling berkaitan sama dengan O.
2 Simpangan baku, se(x) , yaitu akar variansi yang mempunyai dimensi sama
dengan peubah acak X dan digunakan sebagai ukuran central tendency.
3 Koefisien variasi, KY, yaitu nisbah dari simpangan baku terhadap rata an dan
tidak mempunyai dimensi.
Subbab berikut ini memberikan penjelasan singkat mengenai beberapa analisis dan
uji statistik yang akan digunakan dalam buku ini. Pembaca yang sudah
memahaminya dapat langsung beralih ke Bah 2.
N~(x!)-(~(X,)J2
A=Y-BX (1.67)
F dan X adalah nilai rata-rata dari Y; dan X;.
Y; - YI = sirnpangantak terdefinisi
Y; -
t
Y= sirnpanganterclefinisi
y=a+bx
Gambar 1.14
8eberapa jenis
X simpangan
(PI-F) + (1.68)
simpangan total simpaugan terdefinisi simpangan tidak terdefinisi
Jika kita kuadratkan total simpangan tersebut dan menjumlahkan semua nilai t,
didapat:
f(PI-FY + (1.69)
1=1 1=1
simpangan total simpangan terdefinisi simpangan tidak terdefinisi
f(Yi -yiY
Rz == 1- ..:..,i=,.:-l _
(1.70)
f(Yi -yY
;'=1
Koefisien ini mempunyai batas limit sama dengan 1 (satu) (perfect explanation) dan
o (nol) (110 explanation). Nilai antara kedua batas limit ini ditafsirkan sebagai
persentase total variasi yang dijelaskan oleh analisis regresi-linear.
(1.72)
(1.73)
Nilai r=I berarti bahwa korelasi antara peubah y dan x adalah positif
(meningkatnya nilai x akan mengakibatkan meningkatnya nilai y). Sebaliknya,
1.6.3.1 Analisis dengan dua peubah bebas Persamaan dengan 2 (dua) peubah
bebas dapat dinyatakan dengan persamaan (1.74).
di mana: (1.14)
1.6.3.2 Analisis dengan tiga peubah bebas Persamaan dengan 3 (tiga) peubah
bebas dapat dinyatakan dengan persamaan (1.78).
Y == bo + b1X1 + b2X2 + h3X3 di mana: (1.78)
Persyaratanmatematikadan statistika 27
N N N N N
bo L Xli + b1L(XlI)2 + b2 L(Xli,X 21)+ b3 L (X li,X3I)= L(X li'YI) (1.80)
1=1 1=1 1=1 1=1 1=1
N N N N N
bOLX2i + b1L(Xlj'X2i)+ b2L(X21 Y +b 3 L(X21,X3I)= L(X2i,Yi) (1.81)
i=1 1=1 1=1 i=l. i=1
N N N N N
boLX3i + bIL(XlI,X3i)+ b2L(X21,X31)+ b3L(X3i Y = L(X3i,Yi) (1.82)
1=1 1=1 1=1 1=1 1=1
(1.83)
CV = koefisien variasi
E tingkat akurasi
Za, = nilai variansi untuk tingkat kepercayaan a yang diinginkan
Sebagai ilustrasi, diberikan contoh berikut ini. Tentukanlah berapa jumlah data
minimum yang dibutuhkan untuk tingkat akurasi (E) 5% dengan tingkat
kepercayaan (a) 95%. Untuk a=95%, maka nilai Za, adalah 1,645. Dengan
mengasumsikan nilai CV=1,0 didapatkan:
N = (1,OX1,645)2 = 1082
(0,05)2
Jadi, dibutuhkan jumlah data minimum sebanyak 1082 buah untuk tingkat akurasi
5% dengan tingkat kepercayaan 95%.
meminimumkan (1.84)
Persyaratanmatematikadan statistika 29
(1.86)
Tid, Tid = nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi
Dari persamaan (l.86)-(l.87) terlihat bahwa semakin besar nilai N maka nilai
RMSE kira-kira akan sama dengan nilai SD. Indikator %RMSE digunakan untuk
membandingkan 2 buah MAT yang mempunyai jumlah sel yang berbeda.
1 N N A
B (t
T1 -- N (N' -1) "" "" TId (1.89)
Semakin besar nilai RMSE, %RMSE, dan SD maka semakin tidak akurat MAT
hasil penaksiran dibandingkan MAT hasil pengamatan.
Dari persamaan (l.90) terlihat bahwa nilai MAE kurang sensitif terhadap nilai
mutlak kesalahan yang besar dibandingkan dengan RMSE. Semakin besar nilai
MAE maka semakin tidak akurat MAT hasil penaksiran dibandingkan MAT hasil
pengamatan.
ff(f id
R2=1_~i=~1~d=~1~
-Tid r
__ untuk i:Ai (1.91)
ff(fid
i=ld=l
-T1Y
30 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:
Teori, contoh soel, dan aplikasi
Indikator uji statistik R2 ini merupakan suatu uji statistik yang paling sering
digunakan. Indikator ini akan memberikan bobot sangat tinggi untuk kesalahan
absolut besar.
Oleh karena itu, nilai R2 yang tinggi tidak dapat diperoleh dad matriks berjumlah
sel besar dengan kesalahan kecil, tetapi sangat.jelek pada nilai sel yang keci!.
~: 6 60 30
~
90
20
40
80
90
200
150
50
60
90
20
40
80
90
200
150
50
7 80 70 60 40 200 60 40 200
8 100 80 80 50 90 80 50
~
6 7 8
54 62 81
104 52 82
23 93 153
63 44 204
92 85 47
19 89 147
57 38 198
88 77 48
2.1 Pendahuluan
33
Tersedianya peralatan komputer yang murah dan berkecepatan tinggi telah
mengakibatkan hilangnya anggapan bahwa teknik komputasi selalu membatasi
perkembangan teknik perencanaan, pemoelelan, elan rekayasa transportasi.
Selain itu, elapat dikatakan eli sini bahwa proses perencanaan merupakan bagian e1ari
proses pengambilan keputusan atau kebijakan, Dengan kata lain, para pengambil
keputusan atau kebijakan akan menggunakan hasil dari perencanaan dan pemodelan
sebagai alat bantu dalam mengambil keputusan.
Banyak negara sedang berkembang menghadapi pennasalahan transportasi dan
beberapa di antaranya sudah berada dalam tahap sangat kritis. Permasalahan yang
terjaeli bukan saja elisebabkan oleh terbatasnya sistern prasarana transportasi yang
aela, tetapi sudah ditambah lagi e1enganpermasalahan lainnya.
Pendapatan rendah, urbanisasi yang sangat cepat, terbatasnya sumber daya,
khususnya dana, kualitas dan kuantitas data yang berkaitan dengan transportasi,
kualitas sumber daya manusia, tingkat disiplin yang rendah, dan lemahnya sistem
perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi semakin
parah.
Di Indonesia, permasalahan transportasi sudah sedemikian parahnya, khususnya di
beberapa kota besar seperti DIG-Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung. Kota
yang berpenduduk lebih dari 2-3 juta jiwa dapat dipastikan mempunyai
permasalahan transportasi. Pada akhir tahun 2000, diperkirakan hampir semua
ibukota provinsi dan beberapa ibukota kabupaten akan berpenduduk di atas 1-2 juta
jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa dihindarkan.
Hal ini merupakan lampu merah bagi para pembina daerah perkotaan di Indonesia
karena mereka akan dihadapkan paela pennasalahan bam yang memerlukan
pemecahan yang bam pula, yaitu permasalahan transportasi perkotaan (Tamin,
1988abcd,1997a,2000a).
Kota keciljuga mempunyai pennasalahan transportasi yang perlu pemecahan secara
dini pula, namun pada umumnya masih dalarn skala kecil dan pemecahannya tidak
memerlukan biaya besar dan waktu lama. Dengan demikian, peranan perencanaan,
pemodelan, elan rekayasa transportasi elalam merencanakan pembangunan sistem
prasarana transportasi, pengembangan wilayah, dan lain-Iainnya menjadi semakin
terlihat nyata.
Paela beberapa negara sedang berkembang, khususnya Indonesia, sektor pertanian
konvensional secara perlahan terlihat semakin kurang menarik dan tidak lagi
diminati, terutama oleh generasi muda. Di sisi lain, perkotaan menawarkan begitu
banyak kesempatan, baik elisektor formal maupun informal. .
Tambahan lagi, pertumbuhan wilayah di daerah pedalaman lebih lambat
dibandingkan elengan di daerah perkotaan. Hal ini menyebabkan terseelia lebih
banyak lapangan kerja serta upall elan gaji yang jauh lebih tinggi eli daerah
perkotaan elibanelingkanelengan elidaerah peelalaman.
Sernua hal ini merupakan daya tarik yang sangat kuat bagi para petani eli daerah
pedalaman untuk berurbanisasi ke daerah perkotaan. Di mana ada gula, pasti akan
banyak semut yang datang menghampiri, Hal ini mendukung pernyataan yang
c
(IJ
c;
(IJ
(ij
.~
:J
~ -~------------------------
~
c
(IJ
~
(j)
,
, I
,, ,,
, I
Gambar 2.1 Kemacetan dan beberapa
,I
, I
efek eksternalnya
, I Sumber: Ortuzar dan Willumsen (1994,
Arus, V
2001)
• Sistem prasarana (penunjang), misalnya sistem jaringan jalan raya atau jalan
reI termasuk terminal;
Kebijakan transportasi yang akan diambil atau diputuskan oleh para pengambil
keputusan biasanya menggunakan hasil pereneanaan, pemodelan, dan rekayasa
transportasi sebagai alat bantu dalam mengambil keputusan.
Oleh sebab itu, para pengambil keputusan lebih mempunyai wewenang dalam
menentukan kebijakan yang akan ditentukan dibandingkan dengan para pereneana
transportasi. Hal ini karen a para pengambil keputusan memperhitungkan faktor
yang lain, seperti lingkungan, keamanan, pertahanan, ekonomi, dan sosial budaya
yang mungkin tidak (pernah) terpikirkan oleh para pereneana transportasi.
Model transportasi yang diabaikan oleh para pengambil keputusan bukan saja
merupakan pemborosan, tetapi dapat membuat frustrasi para perencana transportasi.
Jadi, dapat dikatakan bahwa hasil pereneanaan, pemodelan, dan rekayasa
transportasi merupakan alat bantu bagi para pengambil keputusan dalam
menentukan kebijakan yang akan diambil, bukan sebagai penentu kebijakan.
Oleh karena itu, Tamin (1988abcd,1997a,2000a) dan Ortuzar dan Willumsen
(1994,2001) mengusulkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
pendekatan analitis yang akan dipakai, antara lain seperti berikut ini.
Pengambilan keputusan Hal yang perlu diperhatikan di sini antara lain
apakah keputusan tersebut bersifat strategis, taktis, atau operasional. SHut
keputusan tersebut dapat menentukan tingkat kedalaman analisis; apakah hanya
faktor transportasi saja atau ada faktor lain yang ikut mempengaruhi atau ikut
terpengaruh.
Dari sisi sistem transportasi, apakah kita hanya tertarik pada kebutuhan akan
pergerakan saja atau termasuk juga sistem prasarananya dan lain-lain?
Pertanyaan mengenai berapa banyak pilihan yang hams dipertimbangkan
dalam menentukan suatu kebijakan transportasi juga merupakan hal yang perlu
diperhatikan,
2 Persyaratan ketepatan Ketepatan hasil kajian perencanaan, pemodelan,
dan rekayasa transportasi sangat diperlukan dan tergantung pada tujuan kajian
tersebut. Ketepatan data sangat menentukan ketepatan hasil pemodelan,
sedangkan ketepatan data sangat tergantung pada jumlah data yang
dikumpulkan, kualitas peralatan yang digunakan untuk mendapatkan data
tersebut serta kualitas surveyor yang menggunakan peralatan tersebut. Menatar
2.4.1.1 Struktur model Apakah mungkin kita membuat model untuk suatu sis-
tem dengan suatu struktur sederhana berupa fungsi dari beberapa alternatif yang
saling tidak berhubungan? Atau, apakah perIu kita membuat model yang sangat
kompleks yang digunakan untuk menghitung peluang dari suatu kejadian yang telah
pernah terjadi?
Pertanyaan ini sering timbul pada setiap peneliti. Model kontemporer selalu
mempunyai banyak parameter untuk bisa menunjukkan aspek struktural model
tersebut, dan dengan metodologi yang sudah berkembang sekarang sangat
dimungkinkan membentuk model yang sangat U111Ul11 yang memiliki banyak
peubah.
2.4.1.3 Spesifikasi peubah Peubah apa yang dapat digunakan dan bagaimana
peubah tersebut berhubungan satu sama lain dalam suatu model? Untuk
menjelaskannya diperlukan proses tertentu dalam menentukan peubah yang
dominan, antara lain proses kalibrasi dan pengabsahan.
2.5.1 Pendahuluan
Perin disadari bahwa kajian perencanaan transportasi mempunyai ciri yang berbeda
dengan kajian bidang lain. Hal ini disebabkan objek penelitian suatu kajian
perencanaan transportasi eukup luas dan beragam.
Di samping itu, kaj ian perencanaan transportasi juga biasanya melibatkan aspek
yang cukup banyak dan beragam pula. Secara singkat, ciri kajian perencanaan
transportasi ditandai dengan adanya multimoda, multidisiplin, multisektoral, dan
multimasalah [lihat juga LPM-lTB (1996b,1997a)].
Selain itu, dalam kajian ini juga akan dibutuhkan seorang ahli transportasi untuk
mengkaji dan memperkirakan potensi jumlah penumpang atau pun jumlah bus yang
akan dilayani oleh terminal bus itu pada tahun rencana, dan sistem sirkulasi internal
dan eksternal yang terbaik bagi terminal bus itu.
Di samping itu, seorang ahli ekonomi juga dibutuhkan untuk mengkaji sistem dan
besaran tarif di lingkungan terminal serta tingkat kelayakan ekonomi dan keuangan
dari rencana pengembangan terminal antarkota itu.
b Konsep mengenai eiri pergerakan spasial (dengan batas wang) di dalam kota,
termasuk pola tata guna lahan, pola perjalanan orang, dan pola perjalanan
angkutan barang,
Sebagian besar konsep ini telah dikembangkan pada tahun 1960-an dan awal tahun
1970-ml, baik di Eropa maupun cli Amerika Serikat. Kemudian, muncul
permasalahan mengenai relevansinya dengan negara sedang berkembang seperti
Indonesia. Meskipun demikian, sebelum data kota di Indonesia dikumpulkan secara
rutin, kita tidak akan clapat mengetahui secara pasti bagaimana konsep ini hams
disesuaikan dengan keadaan kota di Indonesia.
I. EKONOMI 1, Ke dan dari tempat kerja Jumlah arang yang bekerja tidak
tinggi, sekitar 40-50% penduduk,
a, Mencari nafkah 2, Yang berkaitan dengan beker]a Perjalanan yang berkaitan dengan
pekerja termasuk:
b. Mendapatkan 3, Ke dan dari taka dan keluar
barang dan untuk keperluan pribadi a, pulang ke rumah
pelayanan
Yang berkaitan dengan belanja atau b. mengangkut barang
bisnis pribadi
c. ke dan dari rapat
II. SOSIAL 1, Ke dan dari rumah teman Kebanyakan fasilitas terdapat dalam
lingkungan keluarga dan tidak
Menciptakan, 2, Ke dan dari tempat pertemuan menghasilkan banyak perjalanan.
menjaga hubungan bukan di rumah Butir 2 juga terkambinasi dengan
pribadi perjalanan dengan maksud hiburan.
III. PENDIDIKAN 1, Ke dan dari sekolah, karnpus Hal ini terjadi pada sebagian besar
dan lain-lain penduduk yang berusia 5-22 tahun,
Oi negara sedang berkembang
jumlahnya sekitar 85% penduduk,
IV, REKREASI DAN 1, Ke dan dari tempat rekreasi Menqunjunql restoran, kunjungan
HIBURAN sosial, termasuk perjalanan pada
2, Yang berkaitan dengan hari libur,
perjalanan dan berkendaraan
untu k rekreasi
Di samping kedua puncak tersebut, dijumpai pula waktu puncak lainnya, yaitu
sekitar jam 12,00 sampai 14,00; pada saat itu para pekerja pergi untuk makan siang
dan kembali lagi ke kantornya masing-masing, Tentu saja jumlah perjalanan yang
dilakukan pada siang hari ini tidak sebanyak pada pagi atau sore hari mengingat
makan siang terkadang dapat dilakukan di kantor atau kantin di sekitar kantor.
Selanjutnya, perjalanan dengan maksud sekolah ataupun pendidikan cukup banyak
jumlahnya dibandingkan dengan tujuan lainnya sehingga pol a perjalanan sekolah ini
pun turut mewarnai pola waktu PlU1Cakperjalanan.
Mengingat sekolah dari tingkat dasar sampai tingkat menengah pada umumnya
terdiri dari dua giliran, yaitu sekolah pagi dan sekolah sore, maka pola perjalanan
sekolah pun dipengaruhi oleh keadaan ini. Dalam hal ini dijumpai tiga PlU1Cak
perjalanan sekolah, yaitu paela pagi hari jam 06.00 sampai 07.00, di siang hari pada
jam 13.00-14.00, elan eli sore hari padajam 17,00-18.00.
Berikut ini dijelaskan beberapa ciri perjalanan spasial, yaitu pola perjalanan orang
clan pola perjalanan barang [lihat juga LPM-ITB (1996b,1997bc)].
Pola sebaran spasial dari ketiga jenis tara guna lahan ini sangat berperan dalam
menentukan poia perjalanan orang, terutama perjalanan dengan maksud bekerja.
Tentu saja sebaran spasial untuk pertokoan dan areal pendidikan juga berperan.
Akan tetapi, mengingat porsi keduanya tielak begitu signifikan, pola sebaran
pertamalah yang sangat mernpengaruhi pola perjalanan orang.
Sebagai contoh diambil pola penyebaran daerah perkantoran yang ada di DKI-
Jakarta. Pusat perkantoran atau pusat lapangan kerja yang tertinggi jelas terdapat eli
sekitar segitiga emas dan di sepanjang koridor jalan utarna yang mengarah keluar
c1ari pusat perdagangan. Di sekeliling daerah yang tinggi jumlah kesempatan
kerjanya tersebut terdapat daerah perumahan utama yang kesempatan kerjanya jauh
lebih rendah.
Jika ditinjau lebih jauh terlihat bahwa makin jauh dari pusat kota, kesempatan kerja
makin rendah, dan sebaliknya kepadatan perumahan makin tinggi. Tingkat
perjalanan yang muncul dari setiap daerah ke arah pusat kota sebenarnya
menunjukkan hubungan antara kepadatan penduduk dengan kesempatan kerja, yang
konelisinya sangat tergantung pada jarak lokasi daerah yang bersangkutan ke pusat
kora.
Pada lokasi yang kepadatan penduduknya lebih tinggi daripada kesempatan kerja
yang tersedia, terjadi surplus penduduk, elan mereka harus melakukan perjalanan ke
pusat kota untuk bekerja. Di sini terlihat bahwa rnakin jauh jarak dari pusat kota,
makin banyak ciaerah perumahan dan makin sedikit kesempatan kerja yang
berakibat makin banyak perjalanan yang terjadi antara daerah tersebut yang menuju
pusat kota.
Kenyataan sederhana ini menentukan c1asarciri pola perjalanan orang eli kota, Pacla
jam sibuk pagi hari akan terjadi arus lalu lintas perjalanan orang menuju ke pusat
kota clari sekitar e1aerahperumahan, sedangkan jam sibuk sore hari dicirikan oleh
arus lalu lintas perjalanan orang c1aripusat kota ke sekitar daerah perumahan.
2.5.3.2 Pola perjalanan barang Berbeda dengan pola perjalanan orang, pola
perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh aktivitas produksi dan konsumsi, yang
sangat tergantung pada sebaran pola tata guna lahan permukiman (konsumsi), serta
industri dan pertanian (produksi). Selain itu, pola perjalanan barang sangat
dipengaruhi oleh pola rantai distribusi yang menghubungkan pusat produksi ke
daerah konsumsi.
Beberapa kajian memmjukkan bahwa 80% dari perjalanan barang yang dilakukan di
kota menuju ke daerah perumahan; ini menunjukkan bahwa perumahan merupakan
daerah konsumsi yang dominan. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa jumlah
perjalanan yang besar itu hanya merupakan 20% dati total jumlah kilometer
perjalanan. Hal ini menunjukkan bahwa pola perjalanan barang lebih didominasi
oleh perjalananmenuju daerah lainnya, yaitu ke daerah pusat distribusi (pasar) atau
ke daerah industri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditinjau dari jumlah kilometer perjalanan,
perjalanan barang menuju daerah dan dari daerah industri merupakan yang terbesar,
yaitu perjalanan yang cukup panjang. Jadi, sangatlah jelas bahwa pola menyeluruh
dari perjalana.tl barang sangat tergantung pada sebaran tata guna lahan yang
berkaitan dengan daerah industri, daerah pertanian, dan daerah permukiman.
Seperti telah dikemukakan, sarana transportasi adalah salah satu dari sekian jenis
alat penghubung yang dimaksudkan untuk melawan jarak, Melawan jarak tidak lain
adalah menyediakan sistem sarana dan prasarana transportasi, yaifu alat yang
bergerak, menyediakan ruang untuk alat angkut tersebut, dan temp at berhentinya
(untuk bongkar muat) , mengatur kegiatan transportasi, menentukan temp at
perhentian, lokasi untuk berproduksi dan mengkonsumsi, serta merencanakan
semuanya untuk perkembangan selanjutnya. Pengembangan mengenai perencanaan
itu disebut perencanaan transportasi.
Perencanaan transportasi merupakan bagian yang ticlak terpisahkan dari
perencanaan kota atau perencanaan daerah. Rencana kota atau rencana daerah tanpa
mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjacli sebagai akibat
rencana itu sendiri akan menghasilkan kesemrawutan lalu lintas di kemudian hari.
Keadaan ini akan membawa akibat berantai cukup panjang dengan meningkatnya
jumlah kecelakaan, pelanggaran lalu lintas, menurunnya sopan santun berlalu lintas,
dan lain-lain.
Dalam kaitan antara perencanaan transportasi dan perencanaan kota, maka
menetapkan suatu bagian kawasan kota menjadi tempat kegiatan tertentu (misalnya
kawasan perumahan mewah Pondok Indah atau kawasan Industri Pulo Gadung di
DIG-Jakarta) bukanlah sekadar memilih lokasi.
Pada akhirnya, dalam perencanaan tata guna lahan untuk perkotaan harus
diperhitungkan lalu lintas yang bakal terjadi akibat penetapan lokasi itu sendiri, lalu
lintas di kawasan itu sendiri, serta lalu lintas antara kawasan itu dengan kawasan
lain yang sudah ada lebih dahulu.
Perencanaan transportasi itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang
tujuannya mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan
barang bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah (Pignataro, 1973).
Selain itu, sebenarnya masih ada unsur 'cepat': jadi, selain aman dan murah,
transportasi juga hams cepat. Bahkan untuk memindahkan manusia, selain cepat,
aman, dan murah, sistem transportasi harus pula nyaman.
Perencanaan transportasi ini merupakan proses yang clinamis dan harus tanggap
terhadap perubahan tata guna lahan, keadaan ekonomi, dan pola arus lalu lintas.
3.1 Umum
Tujuan dasar para perencana transportasi adalah memperkirakan jumlah serta lokasi
kebutuhan akan transportasi (misalnya menentukan total pergerakan, baik untuk
angkutan umum maupun pribadi) pada masa mendatang atau pada tahun rencana
yang akan digunakan untuk berbagai kebijakan investasi perencanaan transportasi.
Agar lebih terarah dan jelas, uraian berikut ini akan diarahkan pada perencanaan
transportasi di claerah perkotaan.
Terdapat beberapa skala atau periode waktu dalam perencanaan sistem transportasi
perkotaan, yaitu: skala panjang, menengah, clan pendek, Jangka waktu perencanaan
bisa sangat lama (misalnya 25 tahun) yang biasanya digunakan untuk perencanaan
strategi pembangunan kota berjangka panjang,
Strategi ini akan sangat dipengaruhi oleh perencanaan rata guna lahan dan perkiraan
arus lalu lintas dalam perencanaan ini biasanya dikategorikan berdasarkan moda dan
rute. Kajian tersebut biasa dilakukan untuk merencanakan kota baru.
Kajian lainnya adalah kajian transportasi berskala pendek, e1engan rahun rencana
maksimum 5 tahun, Kajian ini biasanya berupa kajian manajemen transportasi yang
lebih menekankan dampak kebijakan manajemen lalu lintas terhaclap perubahan rute
suatu mocla transportasi, Kaiian tersebut pacla c1asarnyabersifat sangat teknis karena
dampak rata guna lahan tidak begitu signifikan pada waktu yang sangat singkat.
Di antara kedua kajian tersebut terclapat kajian transportasi berskala menengah
c1enganumur perencanaan sekitar 10-20 tahun elimasa mendatang. Kajian semacam
ini telah dimulai sejak tahun 1950-an di Amerika Serikat, dilakukan minimal sekali
pada hampir semua kota besar di Amerika Serikat clan eli beberapa negara dunia
59
ketiga. Di Indonesia, yaitu di DKI-Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan telah
pula dilakukan kajian semacam itu pada waktu 10 tahun belakangan ini.
Teori, model, dan metode yang digunakan dalam kajian transportasi berskala
menengah merupakan topik utama buku ini. Buku ini menjelaskan hubungan dalam
bentuk kuantitatif (model matematis) yang dapat digunakan untuk memperkirakan
besarnya kebutuhan akan transportasi sebagai akibat adanya kegiatan yang
dilakukan pada tata guna lahan.
Hubungan dan model yang dikembangkan digunakan untuk lebih memahami
hubungan yang terjadi dalam suatu kota, yaitu antara tata guna lahan (kegiatan),
transportasi (jaringan), dan lalu lintas (pergerakan) (Tamin, 1988abc,1997a,2000a).
Model tersebut harus dengan mudah dapat dimodifikasi dan diperbaiki secara terus
menerus. Hal ini sering dilakukan oleh pemerintah untuk meramalkan arus lalu
lintas yang nantinya menjadi dasar perencanaan investasi untuk suatu fasilitas
transportasi yang baru.
Penelekatan sistem adalah pendekatan umum untuk suatu perencanaan atau teknik
dengan menganalisis semua faktor yang berhubungan dengan permasalahan yang
aela (Tamin, 1988abcd,1997a,2000a). Contohnya, kemacetan lokal yang
disebabkan oleh penyempitan lebar jalan dapat dipecahkan elengan melakukan
perbaikan secara lokal. Akan tetapi, hal ini mungkin menyebabkan permasalahan
berikutnya yang timbul di tempat lain.
Pendekatan sistem akan dapat mengaitkan permasalahan yang ada, misalnya apakah
permasalahan terse but disebabkan oleh terlalu banyaknya lalu lintas eli daerah
tersebut? Jika memang demikian, pertanyaan berikutnya adalah mengapa lalu lintas
tersebut terlalu banyak? Jawabannya 111U11gkinkarena terlalu banyak kantor yang
sangat berdekatan letaknya, atau mungkin juga karena ruang gerak yang sangat
sempit bagi pergerakan lalu lintas.
Pemecahannya elapat berupa manajemen lalu lintas secara lokal, pembangunan jalan
baru, peningkatan pelayanan angkutan umum, atau perencanaan tata guna lahan
yang baru. Pendekatan sistem mencoba menghasilkatl pemecahan yang 'terbaik'
dari beberapa alternatif pemecahan yang ada, tentunya dengan batasan tertentu
(waktu elan biaya).
sasaran,
tujuan, dan
target
Rumusan,
sasaran,
tujuan, dan
target
Pemantauan
dan evaluasi
B:--1Il>l PROSES
DAUR ULANG
Pelaksanaan
Proses selanjutnya adalah mengumpulkan data untuk melihat kondisi yang ada dan
hal ini sangat diperlukan untuk mengembangkan metode kuantitatif yang akan
dipilih yang tentu hams sesuai dengan sistem yang ada. Proses peramalan sangat
dibutuhkan untuk melihat perkiraan situasi pada masa mendatang dan merumuskan
beberapa alternatif pemecahan masalah, termasuk standar perencanaan yang
Gambar 3.2
Sistem transportasi makro
Sumber: Tamin
(1992b, 1993a, 1994a, 1995e, 2000a)
Perencana kota mengatur lokasi aktivitas suatu tata guna lahan agar dapat pula
mengatur aksesibilitas kota terse but. Hal ini pasti berdampak pada bangkitan dan
tarikan lalu lintas serta sebaran pergerakannya. Pengelola angkutan umum harus
memperhatikan kemampuannya untuk bisa mengatur pemilihan moda dengan
mengatur operasi bus atau kereta api y311glebih cepat dan mempunyai frekuensi
lebih tinggi.
Ahli lalu lintas mencoba meningkatkan kecepatan lalu lintas ini dan membuat
perjalanan Iebih aman dengan menyediakan beberapa sarana seperti marka, r3111bu,
dan pengaturan persimpangan. Perubahan sistem transportasi ini akan berdampak
baik pada tata guna lahan (dengan mengubah aksesibilitas dan mobilitas) serta arus
lalu lintas.
Ahli jalan raya selalu dicap sebagai orang yang 'berbahaya' dalam sistem
transportasi, apalagi jika dia tidak wasp ada terhadap dampak pembangunan dalam
bagian sistem terse but. Ahli jalan raya biasanya mempunyai uang untuk
membangun jalan.
Oleh karena itu, dia berada pada posisi yang bisa membuat dampak besar dalam
sistem terse but. Jalan baru akan menghasilkan perubahan besar terhadap sebaran
pergerakan, pemilihan moda dan rute, serta tata guna lahan (aksesibilitas). Ahli
jalan raya harus waspada pada pengaruh jaI311 terhadap seluruh bagian sistem
transportasi, termasuk seluruh sistem perkotaan di masa mendatang.
Pendekatanperencanaantransportasi 67
kota. Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan antara berbagai hal yang
diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada Tabel3.2 (Black, 1981).
Tabel 3.2 Klasifikasi tinqkat aksesibilitas
Jauh Aksesibilitas rendah Aksesibilitas rnenengah
Jarak
Dekat Aksesibilitas rnenengah Aksesibilitas tinggi
Apabila tara guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna
lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya, jika
aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan transportasinya jelek, maka
aksesibilitas rendah. Beberapa kombinasi di antaranya mempunyai aksesibilitas
menengah.