Anda di halaman 1dari 1123

Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:

Teori, contoh soal, dan aplikasi


Perencanaan, pemadelan, dan rekayasc
transportasi: Teori, contoh seal, dan
aplikas:

Ofyar z. Tamin
Jurusan Teknik Sipil
Institut Teknologi Bandung

Penerbit ITS Bandung


ak eipta pada Penerbit ITB, 2008
ata katalog dalam terbitan
unin, Ofyar Z.
Pereneanaan, pemqdelan, dan rekayasa
transportasi oleh Ofyar Z. Tamin. -Bandung:
Penerbit ITB, 2008 . I
31a, 1089 h., 25 em.
629.04
1. Rekayasa transportasi I. Judul
3N 978-979-1344-22-7

1erbit ITB, JI. Ganesa 10, Bandung 40132, Telp.: 022 - 2504257, Faks: 022 - 2534155
rail: itbress@bdg.centrin.netid
lsi

WTJ
Samblltan Rektor,
It/ -ss: OJ - O()73
~9J~~~..
Instirut Teknologi Banclung 26a
6

Sambutan Dekan,
Fakultas Teknik Sipil clan Lingkungan
.
V. '?I928a,
.,J
lnsitut Teknoiogi Bandung

Prakata
Id-gI-13-oo73 29a

1 Persyaratan matematika dan statistika


7 MoJ,,_Q}W!3 1
1.1 Umum 1
1.2 Aljabar clan fungsi 2
1.2.1 Pendahuluan 2
1.2.2 Fungsi clan grafik 4
1.2.3 Penjumlahan cleret 7
1.3 Aljabar matriks 8
1.3.1 Pendahuluan 8
1.3.2 Operasi dasar aljabar matriks 9
1.4 Elemen kalkulus 11
1.4.1 Diferensial 11
1.4.2 Integral 12
1.4.3 Fungsi logarirma clan eksponensial 13
1.4.4 Mencari nilai fungsi maksimum clan minimum 14
1.4.5 Fungsi dengan Iebih dari satu peubah 16
1.4.6 Penyelesaian persamaan kuadrat 17
IA.7 Integral berganda 18
1.4. 8 Elastisitas 18
1A. 9 Deret perkalian 18
1.5 Statistika matematika dasar 19
;r~;'').1 Peluang 19
·~%.5.2 Peubah acak 21
I) J)la .~..
tJY" 1.5.3 .. Parameter statistika 22
jJV,:_j . ~t!r Analisis regresi 23
llj[/\pY 1.6.1 Model analisis regresi-linear 23
./) _ 1.6.2 Koefisien determinasi (R2) 24
P'
\J
d)'Y!
'('-O!
1.6.3 Model analisis regresi -linear -berganda
1.6.3.1 Analisis dengan dua peubah bebas
25
27
~ 1.6.3.2 Analisis dengan tiga peubah bebas 27
\y 1.7 Tahapan uji statistik dalam model analisis-regresi 28
1.7.1 Ujikecukupan data 28
1.7.2 Uji korelasi 28

5a
1.7.3 Uji linearitas 29
1.7.4 Uji kesesuaian 29
1.8 Indikator uji kesesuaian matriks 29
1.8.1 Root Mean Square Error (RMSE) dan Stanclar
Deviasi (SD) 29
1.8.2 Mean Absolute Error (MAE) 30
1.8.3 Koefisien Determinasi (R2) 30
1.8.4 Normalised Mean Absolute Error (NMAE) 31
1.9 Kumpulan soal 31

2 Perencanaan, pernodelan, dan rekayasa transportasi 33


2.1 Pendahuluan 33
2.l.l Latar be1akang 33
2.1.2 Moclel dan peranannya 37
2.2 Ciri permasalahan transportasi 38
2.2.1 Ciri kebutuhan akan transportasi 39
2.2.2 Ciri sistem prasarana transportasi 40
2.2.3 Keseimbangan antara sistem prasarana transportasi
dan kebutuhan akan transportasi 41
2.3 Pemilihan penclekatan moclel 43
2.4 Faktor clalam pemcdelan transportasi 45
2.4.1 Spesifikasi model 45
2.4.l.l Struktur moclel 45
2.4.1.2 Bentuk fungsional 45
2.4.1.3 Spesifikasi peubah 45
2.4.2 Ka1ibrasi clan pengabsahan moclel 45
2.4.3 Beberapa clefinisi dalam pemoclelan 46
2.5 Ciri clasar per encanaan transportasi 47
2.5.1 Pendahuluan 47
2.5.l.l Multimocla 47
2.5.1.2 Multiclisiplin 47
2.5.1.3 Multisektoral 48
2.5.1.4 Multimasalah 48
2.5.2 Ciri pergerakan tidak-spasial 49
2.5.2.1 Sebab terjadinya pergerakan 49
2.5.2.2 Waktu terjaclinya pergerakan 49
2.5.2.3 Jenis sarana angkutan yang digunakan 51
2.5.3 Ciri pergerakan spasial 52
2.5.3.1 Pola perjalanan orang 53
2.5.3.2 Pola perjalanan barang 54
2.6 Campur tangan manusia pacla sistem transportasi 54
2.7 Perencanaan transportasi sebagai bentuk campur tangan
~anusia 56
2.8 Pihak yang terlibat dalam perencanaan transportasi 58

3 Pendekatan perencanaan transportasi 59


3.1 UI11UI11 59

6a Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
3.2 Pendekatan sistem untuk perencanaan transportasi 60
3.2.1 Pengertian sistem 60
3.2.2 Sistem transportasi makro 62
3.2.3 Sistem tat a guna lahan-transportasi 64
3.3 Analisis interaksi sistem kegiatan dengan sistem jaringan 65
3A Aksesibilitas dan mobilitas 66
304.1 Apakah aksesibilitas dan mobilitas itu? 66
304.2 Hubungan transportasi 68
304.3 Aksesibilitas berdasarkan tujuan dan kelompok sosial 69
30404 Aksesibilitas dalam mociel perkotaan 70
3A. 5 Pengukuran aksesibilitas ciiciaerah perkotaan 71
304.5.1 Ukuran grafis aksesibilitas 71
304.5.2 Ukuran fisik aksesibilitas 71
304.5.3 Aksesibilitas perumahan sebagai fungsi
tersedianya fasilitas transportasi 71
304.6 Aksesibilitas dan perilaku perjalanan 72
304.7 Contoh penggunaan aksesibilitas 72
304.8 Ringkasan 74
3.5 Konsep perencanaan transportasi 74
3.5.1 Bangkitan dan tarikan pergerakan 75
3.5.1.1 U1l1U1l1 75
3.5.1.2 Jenis tata guna lahan 75
3.5.1.3 Intensitas aktivitas rata guna lahan 76
3.5.2 Sebaran pergerakan 77
3.5.2.1 Umum 77
3.5.2.2 Pemisahan ruang 77
3.5.2.3 Intensitas tara guna lahan 78
3.5.204 Pemisahan ruang dan intensitas tata guna lahan 78
3.5.3 Bangkitan ciansebaran pergerakan 78
3.504 Pemilihan moda transportasi dan rute 79
3.5.4.1 Pemilihan 1110cia transportasi 79
3.504.2 Pemilihan rute 80
3.5.5 Ringkasan konsep dasar 80

4 Analisis indeks tingkat pelayanan (ITP) 84


4.1 Tingkat pelayanan 84
4.2 Definisi tingkat pelayanan 85
4.2.1 Tingkat pelayanan (tergantung-arus) 86
4.2.2 Tingkat pelayanan (tergantung-fasilitas) 86
4.3 Hubungan matematis waktu ternpuh dengan arus lalu lintas 87
404 Analisis kecepatan arus-bebas cianpenentuan nilai To 90
4.5 Analisis penciekatan linear 94
4.5.1 Penurunan penciekatan 94
4.5.2 Contoh penerapan 95
4.6 Analisis pendekatan tidak-Iinear 98
4.6.1 Penurunan pendekatan 98
4.6.2 Contoh penerapan 100

lsi 7a
4.7 Analisis pendekatan coba-coba 101
4.7.1 Penurunan penclekatan 101
4.7.2 Contoh penerapan 101
4.8 Analisis pendekatan rata-rata 103
4.8.1 Penurunan pendekatan 103
4.8.2 Contoh penerapan 104
4.9 Kumpulan soal 105

5 Analisis kapasitas ruas [alan dan persimpangan 107


5.1 Analisis kapasitas ruas jalan 107
5.1.1 Perhitungan kapasitas ruas jalan 107
5. 1.1.I Kapasitas dasar Co 107
5. I. 1.2 Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian
arah (FCsp) 108
5. 1.1.3 Faktor koreksi kapasitas akibat lebar
jalan (FCw) 108
5. I .1.4 Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan
samping (FCsF) 109
5. I .1.5 Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran
kota (FCes) 110
5.1.2 Pengaruh parkir pada kapasitas ruas jalan 112
5.2 Analisis kapasitas persimpangan I 14
5.2. I Persimpangan tidak berlampu lalu lintas 114
5.2.2 Persimpangan berlampu lalulintas 114
5.3 Kumpulan soal I 15

6 Analisis model sederhana interaksi sistem transportasi I 16


6. I Pendahuluan I 16
6.2 Analisis interaksi sistem kegiatan-jaringan-pergerakan I 18
6.2.1 Cara analitis 120
6.2.2 Caragrafis 126
6.3 Analisis dampak perubahan sistem kegiatan 129
6.3.1 Caraanalitis 130
6.3.2 Cara grafis 130
6.4 Analisis dampak perubahan sistem j aringan 133
6.4. I Cara analitis 133
6.4.2 Caragrafis 134
6.5 Analisis dampak perubahan sistem kegiatan dan jaringan 136
6.5.1 Cara analitis 137
6.5.2 Cara grafis 137
6.6 Kumpulan soal 140

7 Konsep pemodelan 142


7. I Pemodelan sistem 142
7.2 Model sistem kegiatan dan sistern jaringan 144
7.3 Penggunaan model sistem kegiatan-sistem j aringan 147
7.4 Pencerminan sistem kegiatan dan sistemjaringan 147

8a Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
7.4.1 Daerah kajian 148
7.4.2 Zona 151
7.4.3 Ruas jalan 154
7.4.4 Konsep biaya gabungan 157
7.4.4.1 Biaya operasi kendaraan (BOK) 158
7.4.4.2 Nilai waktu 160
7.5 Galat dalam pemcdelan dan peramalan 161
7.5.1 Galat pengukuran 162
7.5.2 Galat sampel 163
7.5.3 Galat perhitungan 163
7.5.4 Galat spesifikasi 163
7.5.5 Galat transfer 164
7.5.6 Galat pengelompokan 164
7.5.6.1 Pengelompokan data 165
7.5.6.2 Pengelompokan alternatif 165
7.5.6.3 Pengelompokan model 165
7.6 Kompleksitas model atau ketepatan data 165
7.7 Pengumpulan data 168
7.7.1 Pertimbangan praktis 168
7.7.2 Jenis survei 169
7.7.2.1 Sistem prasarana transportasi 169
7.7.2.2 Sistem tara guna lahan 170

8 Analisis baugkitau pergerakan (model analisis-korelasi) 172


8.1 Pendahuluan 172
8.1 .1 Definisi dasar 174
8.1.2 Klasifikasi pergerakan 175
8.1.2.l Berdasarkan tujuan pergerakan 175
8.1.2.2 Berdasarkan waktu 175
8.1.2.3 Berdasarkanjenis orang 176
8.1.3 Falctor yang mempengaruhi 176
8.1.4 Model faktor pertumbuhan 177
8.1.5 Contoh penerapan model faktor pertumbuhan 178
8.2 Model analisis-korelasi 178
8.2.1 Moclel analisis-korelasi berbasis zona 178
8.2.1.1 Moclel berbasis zona 179
8.2.1.2 Peranan intersep 179
8.2.1.3 Zona kosong 179
8.2.1.4 Total zona vs rata-rata zona 179
8.2.2 Contoh pemodelan bangkitan clantarikan pergerakan 180
8.2.2.1 Bangkitan pergerakan 180
8.2.2.2 Tarikan pergerakan (untuk pergerakan
berbasis rumah 182
8.2.3 Proses model analisis-korelasi berbasis zona 182
8.2.3.1 Metocle analisis langkah-demi-Iangkah ripe 1 182
8.2.3.2 Metode analisis langkah-demi-Iangkah tipe 2 183
8.2.3.3 Metode coba-coba 183

lsi 9a
8.2.4 Contoh penerapan sederhana 183
8.2.4.1 Model bangkitan/tarikan dengan 3 peubah
bebas 184
8.2.4.2 Model bangkitan/tarikan dengan 2 peubah
bebas 188
8.2.5 Contoh penerapan di provinsi Jawa Barat 191
8.2.6 Kajian empiris yang menggunakan model analisis-
korelasi 195
8.2.6.1 Kajian Ialulintas di kota Detroit 195
8.2.6.2 Kajian pengembangan jaringan jalan di pulau
Jawa 197
8.2.6.3
Kajian standardisasi bangkitan dan tarikan
Ialulintas di zona Bandung Raya 199
8.2.7 Moclel analisis-korelasi berbasis rumah tangga 200
8.2.8 Contoh penerapan model analisis-korelasi berbasis
nU11ahtanggn 200
8.2.9 Masalah ketidaklinearan 204
8.2.10 Contoh pemecahan masalah ketidaklinearan 205
8.2.11 Mendapatkan nilai zona keseluruhan 206
8.2.l2 Mencocokkan hasil bangkitan pergerakan dengan
tarikan pergerakan 207
8.3 Kumpulan soal 208

9 Analisis bangkitan pergerakan (model analisis-kategori) 211


9.1 Model klasik 211
9.1.1 Pendahuluan 211
9.1.2 Definisi peubah dan spesifikasi model 212
9.1.3 Penerapan moclel pacla tingkat agregat 213
9.1 .4 Tahapan perhi tungan 215
9.1.5 Contoh sederhana 216
9.1.6 Komentar ten tang pendekatan analisis kategori 217
9.2 Perbaikan moclel dasar 218
9.2.1 Analisis klasifikasi ganda (Multiple Classtficatton
Ana~ysis/MCA) 218
9.2.2 Contoh penerapan analisis klasifikasi gancla 218
9.2.3 Analisis regresi untuk tingkat rumah tangga 219
9.3 Penclekatan kategori-orang 220
9.3.1 Pendahuluan 220
9.3.2 Definisi peubah clan spesifikasi moclel 220
9.4 Peramalan peubah c1alam analisis bangkitan pergerakan 221

10 Analisis sebaran pergerakan (metode konvensional) 223


10.1 Pendahuluan 224
10.2 Kegunaan matriks pergerakan 224
10.3 Definisi clan notasi 227
10.4 Metode konvensional 230
10.4.1 Metode langsung 230

10a Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
1004.1.1 Wawancaradi tepi jalan 231
1004.1.2 Wawancara di rumah 231
1004. 1.3 Metode menggunakan bendera 232
1004. I A Metode foto udara 232
1004.1.5 Metode mengikuti-mobil 232
1004.2 Metode tidak langsung 233
10.5 Ketelitian MAT yang dihasilkan oleh metode konvensional 234

11 Analisis sebaran pcrgcrakan (metode analogi) 236


11.1 Metode analogi 236
11.2 Metode tanpa-batasan 237
11.3 Metocle dengan-satu-batasan 238
I 1.3.1 Metode dengan-batasan-bangkitan 239
I 1.3.2 Metode dengan-batasan-tarikan 239
1104 Metocle dengan-dua-batasan 240
1104.1 Metode rata-rata 240
I 104.2 Metode Fratar 243
1104.3 Metode Detroit 249
11.4.4 Metode Furness 251
11.5 Keuntungan clan kerugian 255
11.6 Kumpulan soal 257

12 Analisis sebaran pergerakan (model graviM 259


12.I Pendahuluan 260
12.2 Analogi 261
12.3 Fungsi hambatan 263
12.4 Sebaran panjang pergerakan 264
12.5 Jenis model gravity 265
12.6 Moclel tanpa-batasan (UCGR) 266
12.7 Model clengan-batasan-bangkitan (PCGR) 268
12.8 Moclel dengan-batasan-tarikan (ACGR) 270
12.9 Model dengan-batasan-bangkitan-tarikan (PACGR) 272
12.9.1 Proses pengulangan dengan nilai awal Ai 272
12.9.2 Proses pengulangan dengan nilai awal Bd 278
12.10 Saat penggunaan model gravity 284
12.11 Penurunan model gravity dengan pendekatan entropi-
maksimum 286
12.12 Beberapa perilaku model gravity 288
12.13 Kumpulan soal 289

13 Metnde penaksiran model gravu» 292


13.1 Pendahuluan 292
13.2 Metode seclerhana 294
13.3 Metode Hyman 295
13A Metode analisis regresi-linear 296
13.4.1 Fungsi hambatan eksponensial-negatif 296
13.4.1.1 Pengem bangan metocle 296

lsi 11a
1304.1.2 Contoh penerapan 297
13.4.2 Fungsi hambatan pangkat 299
1304.2.1 Pengembangan metode 299
1304.2.2 Contoh penerapan 299
1304.3 Fungsi hambatan Tanner 300
13.4.3.1 Pengembangan metode 300
1304.3.2 Contoh penerapan 301
13.5 Metode penaksiran kuadrat-terkecil (KT) 302
13.5.1 Pengembangan metode 302
13.5.2 Metode kalibrasi Newton-Raphson 303
13.5.3 Program komputer dan prosedur kalibrasi 304
13.504 Model gravity tipe tanpa-batasan 304
13.5.5 Model gravity tipe batasan-bangkitan 309
13.5.6 Model gravity tipe batasan-tarikan 317
l3.5.7 Model gravity tipe batasan-bangkitan-tarikan 321
13.6 Metocle penaksiran kemiripan-maksimum (KM) 323
l3. 6.1 Pengembangan metode 323
13.6.1.1 Metode penaksiran kemiripan-maksimum
jenis 1 (KMl) 324
13.6.1.2 Metode penaksiran kemiripan-maksimum
jenis 2 (KM2) 325
13.6.1 .3 Penurunan model 327
13.6.2 Model gravity tipe tanpa-batasan 327
13.6.3 Model gravity tipe batasan-bangkitan 328
13.604 Moclel gravity tipe batasan -tarikan 332
13.6.5 Model gravity tipe batasan-bangkitan-tarikan 333
13.7 Metode penaksiran inferensi -bayes (IB) 337
13.7.1 Pengembangan metode 337
13.7.2 Moclel gravity tipe tanpa-batasan 342
13.7.3 Moclel gravity tipe batasan-bangkitan 343
13.704 Moclel gravity tipe batasan-tarikan 345
13.7.5 Moclel gravity tipe batasan-bangkitan-tarikan 351
13.8 Metode penaksiran entropi -maksimum (EM) 352
13.8.1 Pengembangan metode 352
13.8.2 Model gravity tipe tanpa-batasan 355
13.8.3 Model gravity tipe batasan-bangkitan 356
13.804 Model gravity tipe batasan-tarikan 360
13.8.5 Model gravity tipe batasan-bangkitan-tarikan 361
13.9 Metode lain 365
13.10 Penggunaan data MAT parsial 366
13.11 Kumpulan soal 367

14 Analisis sebaran pergerakan (model gravity-opportunitys 369


14.1 Model intervening-opportunity (10) 369
14.2 Model gravity-opportunity (GO) 371
14.2.1 Latar belakang 371
14.2.2 Definisi 374

12a Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
14.2.2.1 MAT terurut 374
14.2.2.2 Normalisasi 374
14.2.2.3 Transformasi 375
14.2.3 Spesifikasi fungsi kesempatan 375
14.2.4 Struktur faktor proporsi 376
14.2.5 Aksioma IIA dan model GO 378
14.2.6 Model GO yang diusulkan 380
14.3 Kumpulan soal 380

15 Analisis sebaran pergerakan (beberapa perrnasalahan praktis) 383


15.1 Penanganan zona eksternal 383
15.2 Pergerakan intrazona internal 384
15.3 Tujuan pergerakan 385
15.4 Matriks yang mempunyai banyak sel kosong 385
15.5 Bangkitan-tarikan dan asal-tujuan 386
15.6 Faktor 'K' 387

16 Analisis pernilihan moda 388


16.1 Pendahuluan 388
16.2 Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda 390
16.3 Moclel pemilihan moda ujung-perjalanan 391
16.4 Moclel pemilihan mocla pertukaran-perjalanan 392
16.5 Moclel pemilihan mocla dan kaitannya clengan model lain 393
16.5.1 Mocleljenis I 394
16.5.2 Model jenis II 394
16.5.3 Mocleljenis III 395
16.5.4 Model jenis IV 395
16.5.5 Beberapa komentar tentang model pemilihan moda 397
16.5.5.1 Biaya 397
16.5.5.2 Angkutan umum captive 397
16.5.5.3 Lebih dari cluamocla 398
16.6 Model sintetis 399
16.6.1 Model kombinasi sebaran pergerakari-pemilihan moda 399
16.6.2 Model pemilihan multimoda 401
16.6.3 Moclellogit-binomial 403
16.6.3.1 Metocle penaksiran kemiripan-maksimum
(KM) 405
16.6.3.2 Metocle penaksiran regresi-linear 406
~
16.6.3.3 Model logit-binomial-selisih 408
16.6.3.4 Modellogit-binomial-nisbah 409
16.6.4 Kalibrasi model pemilihan moda berhierarki 411
16.7 Model kebutuhan-Iangsung 412
16.7.1 Penclahuluan 412
16.7.2 Model abstrak dan moclel kebutuhan-langsung 413
16.7.3 Model simultan 416
16.8 Model pemilihan diskret 419
16.8.1 Pertimbangan umum 419

lsi 13a
16.8.2 Kerangka teori 422
16.9 Model logit-multinomial (LM) 424
16.10 Contoh penerapan model logit-binomial 425
16.10.1 Model logit-binomial-selisih 426
16.10.2 Model logit-binomial-nisbah 429
16.10.3 Analisis uji kepekaan 431
16.11 Kumpulan soal 433

17 Analisis pemilihan rute 435


17: 1 Konsep dasar 435
17.1.1 Pendahuluan 435
17.1.2 Definisi dan notasi 439
17.1.3 Kurva kecepatau-arus dan biaya-arus 440
17.2 Metode pemilihan rute 445
17.2.1 Pendahuluan 445
17.2.2 Proses pemilihan rute 447
17.2.3 Pembentukan pohon 452
17.2.3.1 Inisialisasi 452
17.2.3.2 Prosedur 452
17.2.4 Alasan pemilihan rute 454
17.2.4.1 Pembebanan ali-or-nothing 454
17.2.4.2 Pernbebanan banyak-ruas 454
17.2.4.3 Pembebanan berpeluang 454
17.2.5 Faktor penentu utama 454
17.2.5.1 Wakhl tempuh 454
17.2.5.2 Nilai wahl 454
17.2.5.3 Biaya perjalanan 455
17.2.5.4 Biaya operasi kendaraan 455
17.3 Model ali-or-nothing 456
17.3.l Umum 456
17.3.2 Algoritma 457
17.3.2.1 Pendekatan pasangan-demi-pasangan 457
17.3.2.2 Pendekatan sekaligus 457
17.4 Model stokastik 459
17.4.1 Model Burrell 461
17.4.2 Model Sakarovitch 463
7.4.3 Model stokastik-proporsio~n:."a'.!..l _
17.4.4 Moclel Kusdian
17.4.5 Model perilaku-keblltuhan-akan-transportasi
17.5 Model batasan-kapasitas 470
17.5.1 Metode all-or-nothing-bemlang 472
17.5.2 Metode pembebanan-bertahap 473
17.5.3 Metode pembebanan stokastik dengan batasan-kapasitas 479
17.5.4 Metode pembebanan-berulang 479
17.5.5 Metode pernbebanan-kuantal 481
17.5.6 Metode pembebanan-banyak-rute 482
17.5.7 Metode pembebanan-berpeluang 482

14a Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa trenspottesi:


Teori, contoh soel, dan aplikasi
17.6 Model keseimbangan 483
17.6,1 Pendahuluan 483
17.6.2 Pendekatan pemrograman-matematika 484
17.6.3 Algoritma Frank-Wolfe 489
17.6.3.1 Algoritma 489
17.6.3.2 Kriteria konvergensi 491
17.6.4 Pembebanan keseimbangan-sosial (KS) 492
17.6.5 Pembebanan keseimbangan-pengguna-stokastik (KPS) 494
17.7 Pembebanan keseimbangan lanjut 496
17.7.1 Batasan metode klasik 496
17.7.2 Metode interaksi persimpangan 498
17.7.3 Pengaruh tingkat resolusi sistem jaringan pada
pembebanan lalu lintas 500
17.7.3.1 Pendahuluan 500
17.7.3.2 Kebutuhan data 501
17.7.3.3 Tingkat resolusi 502
17.7.3.4 Prosedur analisis 503
17.7.3.5 Analisisjaringan 504
17.7.3.6 Hasil analisis 504
17.7.3.7 Kesimpulan 511
17.8 Keseimbangan sistem transportasi 512
17.8.1 Pendahuluan 512
17.8.2 Kombinasi pemilihan moda dengan pembebanan 513
17.8.3 Moda, tujuan, dan metode pemilihan rute pada
kondisi keseimbangan 516
17.8.3.1 Kombinasi sebaran dan pembebanan 516
17.8.3.2 Kombinasi sebaran, pembebanan, dan
pemilihan mod a 517
17.8.3.3 Kombinasi bangkitan, sebaran, pem bebanan,
dan pemilihan moda 518
17.9 Model kurva di versi 519
17.9.1 ModclJICA 522
17.9.1.1 Model I 522
17.9.1.2 Model II 523
17.9.2 Model legit-binomial dan regresi-pengali 523
17.9.2.1 Model legit-binomial 524
17.9.2.2 Model regresi-pengali 524
17.10 Masalah pembebanan-berlebih 525
17.10.1 Metode pembebanan keseimbangan-elastis 526
17.10.1.1 Prinsip dasar 526
17. 10. 1.2Algorit11la 527
17.10.1.3 Kriteria konvergensi 529
17.10.1.4 Fungsi permintaan pergerakan dan fungsi
biaya 530
17.10.1.5Contoh penerapan 532
17.10.2 Metode pem angkasan matriks pergerakan 533
17.10.2.1 Prosedur pemangkasan 533

lsi 15a
17.10.2.2 Struktur metode peniangkasan matriks 535
17.l 0.2.3 Prosedur pemangkasan matriks pergcrakan 536
17.1 0.2.4 Contoh penerapan 538
17.11 Kumpulan soal 539

18 Model transportasi berdasarkan data ants lalu lintas 541


18.1 Pendahuluan 541
18.2 Pemikiran dasar 543
18.3 Penelitian yang telah dilakukan 544
18.3.1 Pendekatan penaksiran model kebutuhan-akan-
transportasi 545
18.3.l.1 Penaksiran model gravity 545
18.3 .1.2 Penaksiran model kebutuhan-langsung 546
18.3.l.3 Penaksiran model gravity-opportunity (GO) 547
18.3.2 Pendekatan penaksiran keseimbangan-jaringan 548
18.3.3 Pendekatan penaksiran teori infonnasi 55D
18.3.3.1 Model-estimasi-l11atriks-entTopi-l11aksimul11
(EMEM) 550
18.3.3.2 Model informasi-rninimum (IM) 557
18.3.3.3 Model Bayes 558
18.3.3.4 Modcl kemiripan-maksimum (KM) 56D
18.3.3.5 Model MODCOST 562
18,4 Kesimpulan 563
18.5 Keuntungan penggunaan data arus lalu lintas 563
18.6 Pennasalahan dalam penggunaan data arus lulu lintas 566
18.6.1 Masalah perhitungan arus lalu lintas 566
18.6.1.1 Ketergantungan 566
18.6.l.2 Ketidakkonsistenan 567
18.6.2 Masalah kurang-terspesifikasi 567
18.7 Model transportasi berdasarkan data arus lalu lintas 568
18.7.1 Prinsip dasar 568
18.7.2 Beberapa metode pernbebanan rute 569
18.7.3 Konsep dasar 571
18.8 Penaksiran model kombinasi SPPM dengan data arus
penumpang 572
18.8.1 Prinsip dasar 572
18.8.2 Model kombinasi sebaran pergerakart-pemilihan
moda (SPPM) 573
18.8.2.1 Model gravity sebagai model transportasi 574
18.8.2.2 Model logit-multinomial (LM) sebagai model
pemilihan moda 574
18.8.2.3 Persamaan dasar 575
18.9 Metode penaksiran 575
18.1 D Metode penaksiran kuadrat-terkecil (KT) 577
18.1 o.i Metode penaksiran kuadrat-terkecil-linear (KTL) 578
18.1 D.2 Metode penaksiran kuadrat-terkecil-tidak-Iinear (KTTL) 579

16a Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transporlasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
18.11 Metode penaksiran kemiripan-rnaksimum (KM) 580
18.11.1 Pendahuluan 580
18, J 1.2 Definisi 581
18.11.2. I Kemiripan 581
18.11.2,2 Nisbah kemiripan 581
18.11.2.3 Dukungan 582
18.1 J.3 Aksiorna kemiripan 582
18.11.3.1 Hukum kemiripan 582
18. J 1.3.2 Prinsip kemiripan 582
18.11.3.3 Aksiorna kemiripan 582
18.11.4 Tafsiran kemiripan 583
18.11.5 Kemiripan sampel multinomial 583
18.11.6 Kerangka metode penaksiran kemiripan-maksimum
jenis I (KM I) 584
18.11.7 Kerangka metode penaksiran kemiripan-maksimum
jenis II (KM2) 586
18.12 Metode penaksiran inferensi-bayes eIB) 589
18.12.1 Dasarpendekatan 589
I 8.] 2.2 Penerapan metode IB 589
18.13 Metode penaksiran entropi ..maksimum (EM) 591
18.14 Penggunaan data MAT parsial 594
18.14,1 Pendahuluan 594
18.14.2 Solusi yang diusulkan 595
18.15 Pemecahan metode penaksiran 596
18.15. I Pendahuluan 596
18.15.2 Beberapa metode kalibrasi 596
18.15.2.1 Perbandingan beberapa metode kal ibrasi 596
18.15.2.2 Metode kalibrasi hibrid 597
18.15.3 Metode Newton-Raphson 598
18.15.3.1 Kasus satu-tujuan-perjalanan 598
18.15.3.2 Kasus K-tujuan perjalanan 599
18.15.4 Teknik eliminasi matriks Gauss-Jordan 600
18.16 Program komputer dan prosedur kalibrasi 602
18,16,1 Pendahuluan 602
18. I 6.2 Paket program MOTORS 603
18.16.2,1 Representasi jaringan 604
18.16.2.2 Simpul dan mas 604
18.16.2.3 Ruas jalan berbasis satu-arah 604
18.1 6.3 Program komputer 605
18.17 Indikator uji statistik untuk membandingkan MAT 606
18.17.1 Pendahuluan 606
18.17.2 Root Mean Square Error (RMSE) dan Standar
Deviasi (SO) 606
] 8.17.3 Mean Absolute Error (MAE) 608
18. 17.4 Koefisien Determinasi (R 2) 608
18.17.5 Normalised Mean Absolute [:,'1'1'01' (NMAE) 609
18.18 Contoh penerapan metode penaksiran kuadrat-terkecil (KT) 609

lsi 17a
18.18.1 Penurunan model 609
18.18.2 Metocle kalibrasi Newton-Raphson 610
18.18.3 Moclel gravity 613
18.18.4 Moclel gravity tipe tanpa-batasan 614
18.18.5 Model gravity tipe batasan-bangkitan 617
18.18.6 Moclel gravity tipe batasan-tarikan 618
18.18.7 Model gravity tipe batasan-bangkitan-tarikan 619
18.19 Saran untuk penelitian lanjutan 621
18.19.1 Nilai awal untuk metode Newton-Raphson 622
18.19.2 Pengernbangan elengan rnetode
pembe banan -keseimbangan 622
18.19.3 Memasukkan parameter s clanJl elalam proses kalibrasi 623
18.19.4 Penelitian lanjutan clengan moclel transportasi lain 623
18.19.5 Simplifikasi algoritma untuk jaringan luas 624
18.20 Kumpulan soal 624

19 Model transportasi berdasarkan data arus lalulintas:


beberapa penerapan yang tclah dilakukan 626
19.1 Pemodelan pergerakan kenclaraan perkotaan
di kota Ripon (Inggris) 626
19.2 Pemodelan pergerakan angkutan barang elipulau Bali 632
19.2.1 Beberapa uji kepekaan clankeabsahan 632
19..2.2 Kesimpulan 634
19.3 Uji kedalaman tingkat resolusi sistem zona dan jaringan
terhaclap akurasi MAT 635
19.3.1 Penomoran titik simpul, koclefikasi zona
dan penghubung pusat zona 635
19.3.2 Pengolahan data 637
19.3.3 Hasil analisis 643
19.3.4 Kesimpulan 652
19.4 Pemodelan kebutuhan akan angkutan umum di Jakarta 653
19.5 Pemode1an transportasi regional di propinsi Jawa Til11UI 657
19.5.1 Umum 657
19.5.2 Pendekatanmodel 658
19.5.3 Analisis kebutuhan akan pergerakan 661
19.5.4 Penerapan di Propinsi Jawa TimUI 662
19.6 Aplikasi lain 667
19.7 Pemanfaatan data arus lalulintas (ATCS) untuk mendapatkan
informasi MAT di daerah perkotaan 668
19.17.1 Latar be1akang 668
19.17.2 Pengembangan sistem 669
19.8 Pemanfaatan data arus 1alulintas (IRMS) untuk mendapatkan
informasi MAT regional 672
19.8.1 Latar be1akang 672
19.8.2 Pengembangan sistem infonnasi transportasi (SIT) 674
19.8.2.1 Konfigurasi dasar 674
19.8.2.2 Sistem transfer clata (STD) 677

18a Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
19.8.2.3 Pusat pengolahan data (PPD) 678
19.8.2.4 Pusat pengolahan keluaran (PPK) 679
19.8.2.5 Uji keabsahan 680
19.8.3 Potensi penggunaan dalam pengembangan sistem
jaringan jalan 681

20 Diagram jejak, kecepatan rerata-waktu, dan kecepatan rerata-ruang 683


20.1 Diagramjejak 683
20.1.1 Pendahuluan 683
20.1.2 Contoh penerapan 684
20.2 Keceparan rerata-waktu clan kecepatan rerata-ruang 687
20.3 Penurunan rumus kecepatan rerata-waktu dan kecepatan
rerata-ruang 688
20.3.1 Penurunan I 688
20.3 .2 Penurunan 2 693
20.4 Hubungan antara kecepatan rerata-waktu clankecepatan
rerata-ruang 694
20.5 Kumpulan soal 697

21 Hubungan maternatis kecepatan, kcpadatan, dan volume lalu lintas 699


21.1 Pendahuluan 699
21.2 Definisi parameter lalu lintas 699
21.3 Hubungan matematis kecepatan, kepadatan clan volume
lalu lintas 701
21.4 Moclel Greenshields 703
21.4.1 Penurunan model 703
21.4.2 Contoh penerapan 705
21 .5 Moclel Greenberg 713
21.5.1 Penurunan moclel 713
21.5.2 Contoh penerapan 715
21.6 Moclel Underwood 721
21.6.1 Penurunan model 721
21.6.2 Contoh penerapan 723
21 .7 Model Bell 728
21.7.1 Penurunan model 728
21.7.2 Contoh penerapan 731
21.8 Rangkuman 736
21.9 Kumpulan soal 740

22 Analisis kecepatan 742


22.1 Pendahuluan 742
22.2 Rerata, Modus, Median 742
22.3 Contoh penerapan 743
22.4 Kumpulan soal 746

23 Analisis persimpaugan berlampu lalu lintas 748


23.1 Pendahuluan 748

lsi 19a
23.2 Pergerakan kendaraan dan konflik pcrsimpangan 748
23.3 Jenis penanganan persimpangan 750
23.3.1 Pengaturan dengan prioritas ipriorityjnnctions 752
23.3.2 Pengaruran dengan kanalisasi 752
23.3.3 Pengaturan dengan rarnbu dan marka 753
23.3.4 Pengaturan dengan bundaran iroundabonts 754
23.3.5 Persimpangan berlarnpu lain lintas 754
23.3.6 Persimpangan tidak-sebidang 759
23.3.6.1 Tipe T (terompet) dan Y 761
23.3.6.2 Tipe intan (diamond) 761
23.3.6.3 Tipe semanggi (clover leaf) 762
23.3.6.4 Tipe langsung (directional) 762
23.3.6.5 Tipe kombinasi 763
23.3.6.6 Tipe kombinasi dengan persimpangan
sebidang 763
23.4 Analisis persimpangan berlampu lalu lintas 764
23.4.1 Definisi 764
23.4.2 Prosedur perhitungan pengaturan sinyal lampu
Ialu lintas 767
23.4.2.1 Contoh penerapau pada persimpangan
berlengan 3 (tiga) 768
23.4.2.2 Contoh penerapan pada persimpangan
berlengan 4 (empat) 770
23.5 Kumpulan soal 774

24 Analisis antrian (queueing) 777


24.1 Pendahuluan 777
24.2 Komponen antrian 778
24.2.1 Tingkat kedatangan (Ie) 778
24.2.1.1 Model sebaran peluang seragam 779
24.2.1.2 Model sebaran peluang poisson 779
24.2.1.3 Kelemahan model sebaran peluang poisson 783
24.2.2 Tingkat keberangkatan atau pelayanan (~L) 784
24.2.3 Disiplin antrian 784
24.2.3.1 EirstIn Drst Out (FIFO) atau Eirst{;ome
Eirst Served (FCFS) 784
24.2.3.2 Eirst In Last Qut (FILO) atau Drst Come
Last Served (FCLS) 785
24.2.3.3 Etrs! j!acanl First Served (FVFS) 786
24.3 Proses antrian 786
24.4 Parameter antrian 788
24.5 Model antrian 788
24.5.1 Disiplin antrian FIFO 788
24.5.1.1 Model antrian DIDIl 789
24.5.1.2 Model an(rianMIDIl 792
24.5.1.3 Model anirianMIMIl 794
24.5.1.4 Model antrianMIAViV 796

20a Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transporiasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
24.5.2 Disiplin antrian FVFS 799
24.6 Contoh penerapan analisis antrian pada pintu gerbang tor 800
24.6.1 Penerapan disiplin antrian FIFO 800
24.6.2 Kebijakan yang dapat dilakukan 802
24.6.3 Kebijakan sistem tandem 803
24.6.4 Analisis efektivitas kebijakan 806
24.7 Contoh penerapan analisis antrian pada pintu loket pelayanan
'check-in' bandar udara 808
24.7.1 Penerapan disiplin antrian FIFO 808
24.7.2 Penerapan disiplin antrian FVFS 813
24.7.3 Analisis efektivitas kebijakan disiplin antrian
FIFO dan FVFS 816
24.8 Contoh penerapan analisis antrian pacla penyempitan
ruas jalan tor 819
24.9 Kumpulan soal 821

25 Analisis gelombang kejut (shock wave) 826


25.1 Pendahuluan 826
25.2 Gelombang kejut pacla persimpangan berlampu lalu lintas 827
25.3 Gelombang kejut pada j alan menyempit 828
25.4 Klasifikasi gelombang kejut 829
25.5 Nilai gelombang kejut 831
25.6 Nilai gelombang kejut pada persimpangan berlampu lalu lintas 834
25.7 Nilai gelombang kejut pada jalan menyempit 836
25.8 Analisis gelombang kejut pada jalan menyempit Galan tol) 839
25.8.1 Hubungan matematis antara kecepatan, kepadaran,
clan arus 839
25.8.2 Penentuan model terpilih 840
25.8.3 Pengaruh penutupan lajur 840
25.8.4 Nilai gelombang kejut 842
25.8.5 Perhitungan nilai gelombang kejut 844
25.8.6 Kesimpulan 850
25.9 Analisis gelombang kejut pada jalan menyempit (terowongan) 851
25.9.1 Pendahul uan 851
25.9.2 Penentuan panjang antrian clanwaktu penormalan 852
25.9.2.1 Penentuan moclel terpilih 852
25.9.2.2 Penentuan arus yang lewat pada saat
penyempitan 853
25.9.2.3 Proses perhitungan 853
25.9.3 Perhitungan nilai gelombang kejut 854
25.10 Kumpulan soal 860

26 Analisis kebutuhan parkir 862


26.1 Penclahuluan 862
26.2 Metocle analisis keburuhan parkir 863
26.2.1 Metode berclasarkan pada kepemilikan kendaraan 863
26.2.2 Metode berclasarkan luas lantai bangunan 863

lsi 218
26.2.3 Metode berdasarkan selisih terbesar antara kedatangan
keberangkatan kendaraan 863
26.3 Karakteristik parkir 864
26.4 Tarifparkir 864
26.5 Contoh penerapan 865
26.6 Kumpulan soal 873

27 Evaluasi proyek trausportasi 877


27.1 Pendahuluan 877
27.2 Analisis ekonomi clan finansial 880
27.2.1 Pendahuluan 880
27.2.2 Perbedaan antara analisis kelayakan ekonomi dan
Finansial 881
27.3 Komponen biaya clan manfaat 883
27.3.1 Komponen biaya proyek 883
27.3.2 Komponen manfaat proyek 888
27.4 Consumer-surplus dan producer-surplus 890
27.4.1 Metode consumer-surplus 891
27.4.1 .1 Manfaat langsung 892
27.4.1.2 Manfaat tak langsung 894
27.4.2 Metocleproducer-surplus 894
27.5 Metocle analisis ekonomi 900
27.5.1 Metode nilai-sekarang -bersih (net present value) 900
27.5.2 Metode tingkat-pengembalian-internal
(internal rate ofreturm 901
27.5.3 Metode nisbah-keuntungan-biaya (benefit cost ratio) 901
27.5.4 Analisis sensitifitas 902
27.6 Penerapan analisis kelayakan ekonomi 902
27.6.1 Penerapan metode consumer-surplus 903
27.6.2 Penerapan metode producer-surplus 910
27.7 Analisis multikriteria 913
27.7.1 Pengembangan konsep 913
27.7.2 Penilaian kinerja alternatif 915
27.7.3 Penerapan analisis multikriteria 916

28 Perrnasalahan transportasi di negara sedang berkembang 923


28.1 Perrnasalahan transportasi regional 923
28.1.1 Pentingnya sistem transportasi regional provinsi 923
28.1.2 Rencana tata ruang wilayah nasional (RTR WN) 924
28.1.3 Rencana rata ruang wilayah propinsi (RTRWP) 925
28.1.4 Sistem transportasi nasional (Sistranas) 926
28.1.5 Sistem transportasi regional provinsi (tataran
transportasi wilayah provinsi) 927
28.2 Perrnasalahan transportasi perkotaan 928
28.2.1 U111U111 928
28.2.2 Interaksi tara ruang dan transportasi 930
28.2.3 Penyebab perrnasalahan 931

22a Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soa/, dan aplikasi
28.2.3.1 Urbanisasi 931
28.2.3.2 Terbarasnya sistem jaringan jalan 933
28.2.3.3. Permasalahan angkutan umum 937
28.2.4 Transportasi berkelanjutan (sustainable transportations 940
28.2.5 Prinsip dasar menuju terciptanya transportasi
berkelanjutan 941
28.2.5.1 Aksesibilitas bagi siapa saja 941
28.2.5.2 Keadilan sosial bagi siapa saja 941
28.2.5.3 Berkelanjutan dalarn lingkungan (ecological
sustainabalityi 941
28.2.5.4 Kesehatan dan keselamatan 941
28.2.5.5 Partisipasi publik dan transportasi 942
28.2.5.6 Ekonomis dan murah 942
28.2.5.7 Informasi dan analisis 942
28.2.5.8 Advokasi 942
28.2.5.9 Capacity building 942
28.2.5.10Jejaring 943
28.3 Hal-hal penting sistem transportasi berkelanjutan 943
28.4 Pendekatan sistem transportasi 943
28.4.1 Umum 943
28.4.2 Keterkaitan tata ruang dengan transportasi 947
28.5 Sistem integrasi transportasi antarmoda terpadu 948
28.5.1 Umum 948
28.5.2 Waktu tempuh dan biaya transit sebagai kendala utama 948
28.5.3 Tempat pertukaran moda 949
28.5.4 Peranan peri kemas dalam usaha menunjang
perekonornian 950
28.6 Kebijaksanaan pengembangan sistern transportasi perkotaan 952
28.7 Aspek permasalahan 954
28.7.1 Kondisi sistem transportasi angkutan umum 955
28.7.2 Kebutuhan akan transportasi c1i perkoraan 958
28.7.3 Organisasi dan kelernbagaan 959
28.7.4 Peraturan pelaksanaan 959
28.7.5 Undang-undang clanperaturan 960
28.7.6 Analisis perrnasalahan 961
28.7.6.1 Aspek organisasi 961
28.7.6.2 Peraturan pelaksanaan 961
28.7.6.3 Aspek transportasi 962
28.7.6.4 Undang-undang clanperaturan 963
28.8 Alternatif pemecahan masalah 964
28.8.1 Umum 964
28.8.2 Kebutuhan akan transportasi 965
28.8.3 Prasarana transportasi 966
28.8.3.1 Pembangunanjalan baru 966
28.8.3.2 Peningkatan kapasitas prasarana 966
28.8.4 Rekayasa clanmanajemen lalulintas 968
28.8.4.1 Perbaikan sistem lampu lalulintas clansistem

lsi 23a
.iaringan j alan 968
28.8.4.2 Kebijakan perparkiran 969
28.8.4.3 Prioritas angkutan lU11Um 970
28.8.5 Permasalahan 971
28.8.6 Hallain yang dapat dilakukan 972
28.8.6.1 Pelatihan transportasi perkotaan bagi staf
pemerintah daerah 972
28.8.6.2 Analisis Dampak Lalulintas (Andall) 973
28.8.6.3 Sosialisasi peraturan dan penegakan hukum 973
28.9 Konsep manajemen kebutuhan akan transportasi (MKT) 974
28.9.1 Pendahuluan 974
28.9.2 Pengembangan konsep 975
28.9.2.1 Pergeseran waktu 976
28.9.2.2 Pergeseran rute atau lokasi 977
28.9.2.3 Pergeseran moda 977
28.9.2.4 Pergeseran lokasi tujuan 978
28.10 Beberapa kebijakan penunjang konsep MKT 979
28.10.1 Kebijakan peningkatan kapasitas prasarans 979
28.10.2 Kebijakan optimasi kapasitas prasarana. 980
28.10.3 Kebijakan rekayasa dan manajemen lalu lintas 981
28.11 Analisis dampak lalulintas (Andall) 981
28.11.1 Pendahuluan 981
28.11.2 Metode analisis dampak lalulintas 982
28.11.2.1 Tahap penyajian informasi awal 982
28.11.2.2 Tahapan andall 984
28.11.2.3 Tahapan penyusunan rencana pengelolaan
dan pemantauan' 987
28.11.3 Analisis ruas jalan dan persimpangan 988
28.11.3.1 Kinerja lalulintas di ruas jalan dan
persimpangan 988
28.11.3.2 Kinerja ruas j alan 988
28.11.3.3 Kondisi persimpangan 991
28.11.3.4 Nilai bobot 992
28.11.3.5 Pemeringkatan permasalahan 993
28.11.4 Bangkitan lalulintas 993
28.11.4.1 Umum 993
28.11.4.2 Tingkat bangkitan lalulintas 994
28.11.4.3 Bangkitan lalulintas 996
28.11.4.4 Sebaran bangkitan lalulintas 996
28.11.5 Analisis penanganan masalah 996
28.11.5.1 Rl: Manajemen lalulintas 996
28.11.5.2 R2: Peningkatan ruasjalan 997
28.11.5.3 R3: Pembangunan j alan baru 997
28.12 Sistem angkutan umum massa (SAUM) 997
28.12.1 Pennasalahan 997
28.12.2 Kendala yang dihadapi 1001
28.13 Sistem angkutan U111wn transportasi perkotaan terpadu

24a Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
(SAUTPT) 1001
28.13.1 Kasus DKI-Jakarta 1001
28.13.2 Kasus Kotamadya Bandung 1002
28.14 Kesimpulan dan saran ]003
28.14.1 Kesimpulan 1004
28.14.2 Saran 1007

Notasi dan singkatan 1008


Notasi 1008
Singkatan 1012

Padanan kata Inggrls-Indonesta 1017

Padauan kala Indoncsia-Inggris 1027

Saran/komcntar/pendapat pembaca 1073

lsi 258
Sambutan Rektor
Institut Teknologi Bandung

Menulis merupakan budaya yang harus ditumbuh-


kembangkan di Indonesia. Pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) tidak mungkin
dilepaskan dari budaya menulis, karena elengan elitulis
berbagai capaian pengembangan iptek rnaupun inovasi
elapat dirunut, dirujuk, dan dijamin keberla.njutannya.
Sehubungan dengan hal itu, buelaya menulis di negara
kita harus diperkuat terus menerus. ITB sebagai
universitas sain, teknologi, elan seni yang tertua dan
ternama di Indonesia sudah sewajarnya melahirkan
berbagai karya tertulis dalam bentuk penerbitan
terrnasuk buku.
Buku merupakan sarana penting dalam pembelajaran. Buku merupakan alat bagi
seseorang untuk 'mengabadikan' ilmu pengetahuan dan alat untuk belajar bagi
orang yang berkepentingan dengan ilmu pengetahuan. Banyak buku telah ditulis
dalam berbagai bidang di Indonesia dalam bahasa Indonesia, namun buku yang
menyangkut masalah rekayasa atau teknolcgi terasa sangat sedikit yang ditulis oleh
orang Indonesia dalam bahasa Indonesia.
Prof Ofyar Z Tamin adalah salah seorang Guru Besar ITB dari Fakultas Teknik
Sipil dan Lingkungan, yang sangat produktif dalam menulis karya-karyanya.
Bidang yang menjadi ajang kiprah keilmuannya ialah transportasi. Bidang ini
merupakan bidang yang sangat penting di Indonesia, karena hampir eli semua kota
besar di Indonesia mengalami kerumitan dalammengelola masalah transportasi ini.
Sehubungan dengan hal itu buku yang elitulis oleh Prof Ofyar Z Tamin merupakan
bagian penting untuk solusi masalah transportasi ini di Negara kita Republik
Indonesia.
Pemodelan merupakan sarana penting bagi para insinyur untuk menyelesaikan
masalah yang dihaelapi secara nyata di lapangan. Sebagaimana kita ketahui bersama,
bahwa sebagai insinyur segalanya harus dapat di wujudkan dahulu eli atas kertas
atau cli monitor komputer sebelum dikerjakan di lapangan, pemoclelan merupakan
metoda yang tangguh untuk membuatnya.
Untuk clapat melakukan pemodelan clibutuhkan pengetahuan sain elasar yang
mencukupi seperti matematika. Buku Prof Ofyar Z Tamin mencoba memuat hal
tersebut secara bermakna, sehingga buku ini dibuat menjadi bermuatan holistik clari
hulu hingga ke hilir untuk menerapkan perencanaan, perancangan, dan penerapan
teknologi elalam mengelola masalah transportasi.

26a
Buku tentang perencanaan, pemodelan, clan rekayasa transportasi yang cliterbitkan
oleh Prof. Ofyar Z Tamin ini cliharapkan clapat mengisi clan memperkaya pustaka
buku teks clalam biclang rekayasa clalam biclang tersebut. Saya berharap bahwa buku
ini akan memberikan manfaat yang besar bagi pengelolaan biclang transportasi eli
Indonesia.

Bandung, 1 Agustus 2008


Prof. Dr. 11'.Djoko Santoso, MSc.
Rektor Institut Teknologi Bandung

Kata sambutan 278


Sambutan Dekan
Fakultas Teknik Sipil dan lingkungan
lnstitut Teknoloqi Bandung

Prof Ofyar Z Tamin dikenal sebagai seorang akademisi


yang tidak saja telah meneliti dan memahami keilmuan
'rekayasa transportasi secara mendalam tetapi juga
sebagai seorang profesional yang telah banyak terjun
berkontribusi dan menimba pengalaman eli dalam
pencarian solusi berbagai perrnasalahan nasional yang
terkait dengan transportasi.
Karena itu tidak mengherankan bila buku ini secara
komprehensif dan sangat jelas menguraikan peren-
canaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi dengan
tidak rnelupakan permasalahan transportasi di negara
yang sedang berkembang dan konsep transportasi
berkelanjutan.
Buku seperti ini memang telah lama diharapkan khususnya di kalangan akademisi,
termasuk para mahasiswa, yang memiliki perhatian terhaclap penclalaman dan
pengembangan pengetahuan mengenai transportasi eli saat bielang ini tidak hanya
dikaji secara terbatas pada pergerakan barang clan manusia tetapi sebagai elemen
yang sangat penting di dalam pembangunan ekonomi clan sosial c1engan ticlak
mengesampingkan pelestarian lingkungan.
Pengaturan tata ruang menjadi c1asar analisis yang penting untuk pengembangan
transportasi secara lokal dan regional. Pada masa ini para ahli transportasi
dihadapkan kepada permasalahan yang lebih kompleks clan untuk itu solusi yang
c1itawarkan juga perlu menjawab keperluan transportasi untuk mendukung
pertumbuhan di masa depan.
Kami di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB turut berbangga dan
menyampaikan terima kasih kepada Prof Ofyar Z Tamin, salah seorang Guru Besar
di fakultas kami, atas terbitnya buku yang sangat berharga ini, Kami yakin bahwa
diseminasi pengetahuan yang dilakukan melalui buku ini .dapat berkontribusi
kepada peningkatan kualitas kegiatan akademik dan profesional untuk
menghasilkan pengembangan transportasi yang menunjang kehidupan yang lebih
baik.
Bandung, 6Agustus 2008
Dr. Ir. Puti Farida Marzuki
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung

28a_ Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan epllkes!
Prakata

Dengan mengueapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan berkah-
Nya, akhirnya buku Pereneanaan, Pemodelan, dan Rekayasa Transportasi: Teori,
Contoh Soal, dan Aplikasi ini dapat diselesaikan.
Buku ini dipersembahkan penulis pacla seluruh keluarga, Institut Teknologi
Banclung (ITB), masyarakat dan bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat
transportasi pada khususnya pada hari ulang tahun penulis yang ke-50 yang jatuh
pada tanggal 23 Agustus 2008. Semoga keberadaan buku ini menambah
kelengkapan buku teks dan buku ajar yang dirasakan sangat kurang di Indonesia di
bidang transportasi pada umumnya dan eli biclang pereneanaan clan pemoclelan
transportasi pacla khususnya,
Buku ini yang tercliri dari 28 bab merupakan kompilasi dari buku Pereneanaan clan
Pemoclelan Transportasi edisi ke-I yang telah cliterbitkan pacla tahun 1997 clan eclisi
ke-2 pada tahun 2000, serta buku Pereneanaan dan Pemodelan Transportasi: Contoh
Soal dan Aplikasi, yang telah diterbitkan pada tahun 2003.
Perrnasalahan transportasi berupa kemaeetan, tundaan, serta polusi suara dan udara
yang sering kita temui setiap hari di beberapa kota besar di Indonesia ada yang
sudah berada pada tahap yang sangat kritis. Sebelum clapat ditentukan eara
pemeeahan yang terbaik, hal pertama yang perlu dilakukan aclalah mempelajari dan
mengerti secara terinei pola keterkaitan antarfaktor yang menyebabkan timbulnya
perrnasalahan terse but dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif (terukur).
Pereneanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi adalah media yang paling
efektif dan efisien yang dapat menggabungkan semua faktor terse but dan
keluarannya dapat digunakan untuk memeeahkan permasalahan transportasi baik
pacla masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Ilmu pengetahuan tentang pereneanaan, pemoelelan, elan rekayasa transportasi
makin dirasakan pentingnya dalam menangani perrnasalahan transportasi, baik eli
daerah perkotaan maupun regional. Keberaclaan buku teks dan buku ajar yang
mernbahas transportasi pada umumnya serta perencanaan, pemodelan, dan rekayasa
transportasi pada khususnya sangatjarang dijumpai di Indonesia.
Di samping itu, adanya mata kuliah Sistem Transportasi, Dasar-Dasar Transportasi,
Rekayasa Lalu Lintas, serta Pereneanaan dan Pemodelan Transportasi baik sebagai
mara kuliah wajib maupun pilihan dalam kurikulum Program Sarjana (S I) cli
Program Studi Teknik Sipil dan Teknik Planologi clan juga cli Program Magister
(S2) clan Doktor (S3) yang berkaitan dengan bidang transporrasi elisemua perguruan
tinggi (negeri clan swasta) eli Indonesia, telah mendorong penulis untuk menyusun
buku ini elengan harapan clapat mengisi kekurangan buku teks dan buku ajar yang
telah ada.

29a
Selain itu, buku ini dapat juga digunakan sebagai buku teks clan buku ajar bagi para
mahasiswa atau sebagai bahan rujukan bagi para peneliti muda, perencana
transportasi, pengembang wilayah, dan lain-lain.

Tiga buah buku terbitan terclahulu telah menjelaskan secara terinci pola keterkaitan
antarfaktor, permasalahan yang dihadapi, serta konsep tentang perencanaan clan
pemoclelan transportasi yang telah berkembang sampai dengan saat ini. Pemodelan
dan pendekatan yang dipakai dapat cligunakan untuk setiap moda transportasi (darat,
laut, maupun udara) clengan simla permasalahan yang berbeda (regional atau
perkotaan) .
Juga, diterangkan cara pemilihan model, pengembangan, aclaptasi, dan
penggunaannya untuk setiap konteks yang berbeda. Setiap subjek diterangkan
secara terinci, mulai dari teori dasar dan asumsi, pengumpulan data, spesifikasi
model, proses perkiraan, pengabsahan, kalibrasi, aplikasinya, terrnasuk berbagai
rnacam contoh soal dan aplikasi. Sehingga, buku ini merupakan pelengkap bagi
ketiga buah buku Perencanaan dan Pemodelan Transportasi yang telah terbit
sebelumnya.
Isinya yang cukup lengkap khususnya dalam bentuk teori, contoh soal, dan aplikasi,
membuat buku ini sangat berguna bagi para praktisi (konsultan, pengelola
transportasi), para perencana transportasi dan pengembang wilayah (regional dan
perkotaan), para mahasiswa tingkat Sarjana (SI) maupun Magister (S2) dan Doktor
(S3) di Program Studi Teknik Sipil, Teknik Planologi, dan Teknik Inclustri yang
mengambil mata kuliah Sistem Transportasi, Dasar-Dasar Transportasi, Rekayasa
Lalu Lintas, clan Perencanaan dan Pemodelan Transportasi baik perkotaan (urban)
maupun regional, serta masyarakat yang berkecimpung dalam biclang transportasi.
Banyak sekali hal yang telah clitambahkan pada buku ini khususnya mengenai teori,
contoh soal, clan aplikasi; yang secara keseluruhan membuat buku ini menjadi
sangat lengkap bagi buku Perencanaan clan Pemodelan Transportasi eclisi ke-I clan 2
yang telah c1isuS1U1
penulis pacla tahun 1997 dan 2000 serta buku Perencanaan dan
Pemodelan Transportasi: Contoh Soal clan Aplikasi yang telah diterbitkan pada
tahun 2003. Secara lU11Um buku ini berisikan:
.. Bab 1: Persyaratan matematika dan statistika
.. Bab 2: Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi
e Bab 3: Pendekatan perencanaan transportasi
• Bab 4: Analisis indeks tingkat pelayanan (ITP)
.. Bab 5: Analisis kapasitas ruas j alan dan persimpangan
III Bab 6: Analisis model seclerhana interaksi sistem transportasi
• Bab 7: Konsep pemodelan
• Bab 8: Analisis bangkitan pergerakan (model analisis-korelasi)
III Bab 9: Analisis bangkitan pergerakan (model analisis-kategori)
(') Bab 10: Analisis sebaran pergerakan (metode konvensional)

30a_ Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemode/an, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soa/, dan ap/ikasi
I!I> Bah 11: Analisis sebaran pergerakan (metode analogi)
G Bab 12: Analisis sebaran pergerakan (model gravity;
e Bab 13: Metode penaksiran model gravity
e Bab 14: Analisis sebaran pergerakan (model gravitv-opportunitys
e Bab 15: Analisis sebaran pergerakan (beberapa permasalahan praktis)
e Bab 16: Analisis pemilihan moda
iii Bab 17: Analisis pemilihan rule
e Bab 18: Model transportasi berdasarkan arus lalu lintas
iii Bab 19: Model transportasi berdasarkan arus lalu lintas: beberapa penerapan
yang telah dilakukan
G Bab 20: Diagram jejak, kecepatan rerata-waktu, dan kecepatan rerata-ruang
• Bab 21 : Hubungan matematis kecepatan, kepaclatan, dan volume lalu lintas
• Bab 22: Analisis kecepatan
<11 Bab 23: Analisis persimpangan berlampu lalu lintas
<11 Bab 24: Analisis antrian (queueing)
• Bab 25: Analisis gelombang kejut (shock wave)
e Bab 26: Analisis kebutuhan parkir
.. Bab 27: Evaluasi proyek transportasi
<II Bab 28: Permasalahan transportasi di negara sedang berkembang
Buku ini tidak akan pernah terwujud jika tidak ada dorongan dari seluruh keluarga
khususnya Mami, Ekha, dan Yozzi. Untuk itu, penulis mempersembahkan buku ini
untuk mereka semua. Selain itu, teman sejawat juga sangat berperan dalarn proses
penulisan buku ini. Kepacla mereka, penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra Tuti Sarah atas
bantuannya menyunting naskah awal buku ini dan kepada Rahayu Sulistyorini,
ST,MT, Nindyo Kresnanto ST,MT yang telah banyak membantu penulis dalam
pembuatan berbagai macam contoh soal, aplikasi, dan penerapan, serta Dadi
Sumardi yang telah banyak membantu membuat gambar, tabel, dan grafik.
Sudah barang tentu, tulisan manusia tidak pernah luput clari kesalahan clan
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari ternan sejawat clan para ahli untuk menyempurnakan buku ini.

Prakata 31a
II Persyaratan matematika dan
statistika

1.1 Umum

Buku ini ditujukan untuk para praktisi (konsultan, perencana, dan pengelola
transportasi) yang berkecimpung dalam masalah perencanaan dan manajemen
transportasi (baik regional maupun perkotaan), para mahasiswa program sarjana
(Sl), dan para mahasiswa program pascasarjana (S2,S3) yang mengambil mata
kuliah yang berkaitan dengan transportasi pada umumnya, dan sistem transportasi,
perencanaan dan pemodelan transportasi, serta rekayasa transportasi pada
khususnya.
Pembaca yang telah mempunyai dasar pengetahuan matematika dan statistika yang
cukup kuat tidak perlu lagi membaca bab ini. Akan tetapi, bagi yang tidak
mempunyai dasar yang kuat, sangat disarankan membaca bab ini, minimal untuk
mengingatkan kembali pada mara kuliah matematika dan statistika yang mungkin
telah terlupakan.
Bab 1 ini berisi beberapa persyaratan matematika dan statistika yang sangat penting
dan minimal hams diketahui agar dapat mengikuti semua bab yang ada dalam buku
ini tanpa halangan yang berarti. Persyaratan matematika yang perlu diketahui
tidaklah begitu susah, pembaca masih dapat mengikutinya dengan mudah, walaupun
dengan pengetahuan minimal mengenai aljabar dan kalkulus.
Pertama, pada subbab 1.2 dijelaskan pengertian fungsi dan beberapa notasi yang
sering digunakan serta cara menggarnbarkan fungsi matematika tersebut dalam
kerangka sistem koordinat kartesis.
Setelah itu, pada subbab 1.3 diperkenalkan aljabar matriks yang dirasakan sangat
penting, karena banyak kasus transportasi yang sering berkaitan dengan pendekatan
matriks tersebut. Matriks sangat sering digunakan dalam perencanaan, pemodelan,
dan rekayasa transportasi terutama sewaktu menerangkan topik sebaran pergerakan.
Berikutnya pada subbab 1.4 diterangkan perihal kalkulus, termasuk pennasalahan
diferensial dan integral. Fungsi logaritma dan eksponensial lebih ditekankan pada
buku ini, karen a fungsi ini sangat sering digunakan dalam perencanaan, pemodelan,
dan rekayasa transportasi.
Mencari titik maksima dan minima suatu fungsi matematika memegang peranan
yang sangat penting dan sering digunakan dalam pengembangan suatu model
transportasi, termasuk cara penurunan algoritma dan beberapa pemecahan
pennasalahannya.
Oleh karena itu, sangat disarankan pembaca benar-benar memahaminya sebelum
membaca bab-bab selanjutnya.

1
Beberapa konsep unjuk kerja statistika matematika dasar diperkenalkan pada
beberapa subbab terakhir dari bab ini (subbab 1.5). Statistika memegang peranan
kunci dalam pengembangan teknik perencanaan, pemodelan, dan rekayasa
transportasi.
Beberapa konsep statistika matematika dasar yang lain diberikan pada subbab
lainnya (subbab 1.6-1.7) sesuai dengan kebutuhan. Pada subbab 1.6 diberikan
penjelasan tentang analisis-regresi yang sering digunakan dalam penyelesaian
beberapa permasalahan dalam perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi.
Sedangkan pada subbab 1.7 diberikan penjelasan tahapan uji statistik yang hams
dipenuhi dalam proses pengembangan model berdasarkan analisis-regresi. Pada
subbab 1.8 diberikan penjelasan tentang beberapa indikator uji kesesuaian matriks
yang sering kita jumpai pada beberapa pemecahan masalah transportasi,

Sedangkan pada subbab 1.9 bisa didapat beberapa kumpulan soaI-soai yang
berkaitan dengan materi yang dibahas pada bab ini
Terdapat beberapa buku yang cukup baik sebagai bahan bacaan bagi pembaca yang
berminat, seperti Stone (1966), Morley (1972), Wilson dan Kirkby (1980),
Wilson dan Bennett (1985), Sudjana (1986), dan Ortuzar dan Willumsen
(1994,2001).

1.2 Aljabar dan fungsi

1.2.1 Pendahuluan
Aljabar elementer pada umumnya banyak menjelaskan proses pembentukan suatu
fungsi (persamaan) yang menggunakan empat operasi dasar matematika pada suatu
hurufyang menggantikan bilangan.
Oleh karena itu, dalam hal ini perlu dibedakan antara peubah (biasanya dinyatakan
dengan huruf seperti x, y, dan z) yang mewakili suatu bilangan terukur, serta
konstanta atau parameter (biasanya dinyatakan dengan a, b, c, ..., k, m, n, ..., atau
dengan huruf Yunani).
Nilai suatu konstanta diharapkan tidak berubah untuk kondisi tertentu. Peubah dan
konstanta tersebut akan tergabung dalam suatu fungsi atau persamaan seperti contoh
berikut ini.
y= a+b,c (1.1)
Jika nilai x ingin diketahui, persamaan (1.1) dapat dipecahkan untuk mendapatkan
nilai x tersebut, dengan persamaan berikut ini.

x=(y-a) (1.2)
b
Peubah x dan y dalam persamaan (1.1) terlihat dihubungkan dengan tanda '='. Akan
tetapi, dalam aljabar, kita juga mengenal ketidaksamaan dalam bentuk sebagai
berikut.

2 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
< yang berarti lebih kecil dari;
S yang berarti lebih kecil dari dan sama dengan;
> yang berarti lebih besar dari; dan
~ yang berarti lebih besar dari dan sama dengan.
yang dapat digunakan untuk membatasi peubah, seperti contoh:
x+2ys 5 (1J)

Bentuk ini (yang sudah barang tentu tidak sama dengan persamaan) dapat
dipecahkan untuk mendapatkan nilai x dan y. Akan tetapi, kedua peubah tersebut
hanya akan memenuhi rentang nilai tertentu.
Contohnya, jika kita batasi nilainya untuk nilai positif saja, secara mudah bisa
didapatkan bahwa nilai x tidak boleh lebih besar dari 3 (x<3) d311y tidak boleh lebih
besar dari 2 (y<2).
Dalam kasus ini dimungkinkanjuga memanipulasi ketidaksamaan dengan C31'ayang
hampir sama dengan persamaan sehingga dapat disimpulkan bahwa:
" kita dapat menambah atau mengurangi jumlah yang sama untuk setiap sisi dari
ketidaksamaan tersebut;
" kita dapat mengali atau membagi setiap sisi dari ketidaksamaan dengan nilai
yang sama, tetapi jika angka pengali yang digunakan bernilai negatif, akan
terbentuk ketidaksamaan sebaliknya (s menjadi ~).
Contohnya, jika kita kurangkan nilai sebesar 5 pada kedua sisi dari ketidaksamaan
(1.3), didapat:
x+2y-5 s0
y311gpada dasarnya merupakan batasan yang S3111a.Akan tetapi, jika kita kalikan
dengan nilai -2, kita dapatkan:
-2x-4y~-10
Jika diperhatikan, ketidaksamaan di atas menghasilkan batasan yang sama dengan
ketidaksamaan (1.3).
Penggunaan huruf y311gberbeda untuk setiap peubah hanya menguntungkan pada
batas tertentu saja. Oleh karena itu, kadang-kadang digunakan tanda tikalas atau
tikatas untuk mendefinisikan peubah lainnya seperti Xl. X2, X3,"" XN, yang dapat
dituliskan dengan cara yang sederhana seperti Xi, i= 1, 2, ..., N.
Dalam hal ini dimungkinkan penggunaan huruf y311gberbeda untuk suatu indeks
jika indeks tersebut memiliki rentang nilai yang S3111a,misalnya didefinisikan
sebagai xi, k= 1, 2, ..., N. Penggunaan indeks menghasilkan penulisan yang sangat
sederhana bagi suatu penjumlahan atau perkalian seperti:
N
I:XI:::: Xl +X2 +X3 +"'+XN (1.4)
1=1
atau

Persyaratan matematika dan statistika 3


M
I1Yj = Yl'Y2 'Y3"'YM 0.5)
j=1
Pada beberapa kasus, penggunaan indeks tunggal ticlaklah cukup sehingga
diperlukan penggunaan lebih clari satu indeks. Contohnya, kita dapat menulis
peubah seperti berikut ini.
i.; T12, T21, T22, T31, Tn, sebagai Tij' i= 1, 2, 3; danj= 1, 2. Dengan menggunakan
dua peubah tikalas, kita dapat melakukan penjumlahan dan perkalian ganda, seperti:
3 2 3
LLTij = L(Til + Tn) = Tll + Tl2 + T21 + Tn + T31 + Tn (1.6)
;=1j=1 ;=1

1.2.2 Fungsi dan grafik


Kita telah menjelaskan bahwa peubah dapat dikaitkan dalam bentuk persamaan clan
ketidaksamaan, yang secara umum clapat disebut dengan keterkaitan fungsi. Fungsi
adalah bentuk hubungan tertentu antara dua atau lebih peubah. Contohnya, fungsi
pangkat:
(1.7)

terdiri dari nilai peubah tidak bebas y, nilai parameter ell> clan n, serta peubah bebas
x; untuk setiap nilai x tertentu, nilai Y akan didapat.
Kadang-kadang, kita ticlak perlu menuliskan bentuk fungsi tertentu secara utuh, tapi
cukup hanya dengan menuliskan bahwa y merupakan fungsi dari x atau sebaliknya.
Hal ini dapat ditulis sebagai:
Y = f{x) (1.8)
Terdapat berbagai jenis fungsi dan pembaca diharapkan suclah mengenal beberapa
fungsi yang ada. Kadang-kadang, fungsi terse but dapat disampaikan dalam bentuk
informasi grafis yang dapat dirajah pada suatu sistem koordinat kartesis (lihat
Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Rajah beberapa


fungsi pemangkatan

4 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
Satu peubah tidak bebas bisa merupakan fungsi dari beberapa peubah bebas, seperti
contoh:
(1.9)

Akan tetapi, cara ini membutuhkan N+ 1 dimensi untuk dapat menggambarkannya


(N untuk peubah bebas x dan 1 untuk peubah tidak bebas .1').
Sistem koordinat kartesis dapat digunakan untuk menggambarkan tiga atau lebih
dimensi. Dalam kasus 3 (tiga) dimensi, orientasi sumbu ketiga mengarah keluar
kertas seperti terlihat pada Gambar 1.1.
Grafik yang berdimensi lebih dad tiga sangat sulit dilihat secara visual, tetapi masih
sering digunakan untuk kepentingan aljabar, caranya persis sama dengan yang
berdimensi satu, dua, atau tiga.
Contohnya, dalam kasus N=2, fungsi dapat ditampilkan dalam satu permukaan datar
pada daerah yang dibatasi oleh sumbu (XI,.'\:2). Biasanya, setiap persamaan dengan
suatu bilangan anu x dapat ditulis dalam bentuk j{x)=O, seperti contoh persamaan
linear:
ax e b
adalah ekuivalen dengan
ax-b=O
dengan j{x)=ax-h. Solusi persamaan tersebut ekuivalen dengan mencari titik pada
kurva y=j{x) yang memotong sumbu x. Titik ini merupakan solusi persamaan
tersebut atau nilai nol darij{x), seperti contoh XI dan X2 pada Gamba r 1.2.
y

x
Gambar 1.2 Solusi fungsi umum
Kadang-kadang kita ingin mengetahui apa yang akan terjadi apabila nilai X dari
suatu j{x) meningkat tidak terhingga (x-too). Dalam hal ini, secara mudah terlihat
bahwa akan terjadi beberapa kemungkinan, tergantung pada fungsi yang digunakan.
Contohnya, nilai fungsi tersebut akan mencapai:
@ tidak terhingga [untukj(x) = x2]
@ negatiftidak terhingga [untukj'(x) = -x]
@ berputar tidak berhingga
1
8 asimptotis pada nilai tertentu [untuk.f(x) = 1+-]
X

Persyaratanmatematikadan statistika 5
Untuk fungsi yang kompleks, beberapa 'kelihaian' tertentu dibutuhkan jika suatu
nilai x mendekati batas tertentu (misalnya bila x~oo). Kita perlu mengetahui limit
apabila nilai x mendekati nilai batas tertentu.

Contoh: jikaj(x)=~, maka limit apabila x~O adalah 1/3. Untuk beberapa nilai
\x+3J
a, jika flx)~oo pada kondisi x~a, maka kurva y=:/{x) clikatakan mempunyai
asimptot pada nilai x=n (lihat Gambar 1.3).
y y=f(x)

Gambar 1.3 Fungsi umum dengan asimptot


ax pada ex

Salah satu fungsi yang sangat penting dan sering digunakan aclalah fungsi linear,
seperti terlibat pada Gambar 1.4 di mana bentuk fungsinya sama seperti persamaan
(l.1). Dengan mudah dapat di!ihat bahwa b adalah nilai y pada saat x=O, yang
sering disebut dengan intersep pada sumbu y. Konstanta a clisebut gradien atau
kemiringan yang bisa didapatkan dari:

a = Y2 - YI (1.10)
X2 -Xl

clengan (Xh,Vl) dan ~'t2\V2) adalah dua titik pada garis tersebut (lihat Garnbar 1.4a).
Walaupun suatu garis lurus secara clefinisi mempunyai kemiringan yang konstan,
kemiringan tersebut clapat berupa kemiringan positif atau negatif seperti pada
Gambar 1.4.
y y
b
y=ax+b

Y2

Yl

Gambar 1.4 Dua


persamaanlinear y=ax+b;
Xl X2 X X (a) gradien positif,
(a) (b) (b) gradien negatif

6 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teorl, contoh soal, dan aplikasi
Jika kedua garis tersebut tidak sejajar, pasti keduanya berpotongan secara grafis
(lihat Gambar 1.5) atau secara aljabar perpotongan terse but bisa didapat dengan
mengolah persamaan sebagai berikut,
y= x+2 (1.11a)

y=-x+4 (1,]lb)

y
y=x+2

Gambar 1.5 Perpotongan


-2
dua garis lurus
Dengan mencari nilai X pada persamaan (1.11b) dan menggantikan nilai tersebut
dengan (misal -y+4) ke persamaan (1.1 l a), maka akan didapat solusi P dengan
koordinat (.:\:=1,)'=3).

1.2.3 Penjumlahan deret


Deret secara sederhana dapat didefinisikan sebagai urutan angka UII, n= 1,2, ..., N,
Dalam beberapa kasus, kadang-kadang dibutuhkan nilai penjumlahan dad urutan
angka terse but:
N
SN = lil + tt2 + ...+ liN == L U" (1.12)
,,=1

Dalam beberapa kasus lainnya, misalnya progresi aritmatik, urutan dapat dinyatakan
dalam bentuk:
UII == 11,,_1 + d (1.13)
Terlihat bahwa deret tersebut mempunyai nilai penjumlahan yang terdiri dari N
suku. Contohnya, jika suku yang pertama adalah b, maka penjumlahannya clapat
dinyatakan sebagai:

(1.14)

Persyaratanmatematikadan statistika 7
Progresi geometrik [!ihat persamaan (1.15)] terbentuk dengan mengalikan secara
berurutan setiap suku dengan faktor r sehingga nilai penjumlahannya akan terdiri
dari N suku.
Jika h adalah suku pertama, maka penjumlahan tersebut dapat dinyatakan sebagai
persamaan (1.16).
lJ" = rUII_1 (I. I 5)

SN
_ b(l- rN)
- --'-- _ __t._ (I. I 6)
1-1'
Dalam beberapa kasus lainnya, deret mungkin mempunyai bentuk penjumlahan
yang sederhana seperti untuk fungsi lJlI=ll, penjumlahan dapat dinyatakan sebagai
SN = N(N + 1), atau untuk fungsi II" = x", penjumlahannya adalah sebesar
2

SN = xr - Xl I
I-x
untuk setiap x yang berbeda dari 1, tetapi masih diperoleh suatu

hasil yang divergen (misalnya, SN meningkat tidak terhingga jika N mempunyai


nilai tidak terhingga).

Hal ini terjadi juga pada fungsi {l1I=1l dan fungsi II" = x" jika x>l; tetapi fungsi

terakhir ini akan konvergen pada nilai S N =~ untuk nilai 0<;:\:<1.


\1- .\)

1.3 Aljabar matriks

1.3.1 Pendahuluan
Setiap peubah yang mempunyai dua tikalas dapat disebut matriks. Matriks dapat
dikenal dengan notasi B=[Bij], dengan peubah Bij, i= 1, 2, ..., N; j= 1, 2, ..., M
adalah unsur-unsur B yang dapat ditulis sebagai:

Bll B12 B13 BlM


'B21 B22 B23 B2M
B= (1.17)

BNI BN2 BN3 BNM


Terlihat bahwa matriks mempunyai N baris dan M kolom sehingga matriks 1111
disebut matriks [NxMJ. Vektor adalah kasus yang sangat penting dalam matriks,
yang dikenal dengan matriks berdimensi 1 atau matriks [Nxl].
Dalam kasus ini, indeks yang kedua bisa diabaikan sehingga matriks dapat ditulis
sebagai:

8 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
(1.18)

Secara formal, suatu peubah yang tidak berindeks atau suatu konstanta, dapat
disebut juga matriks [1xl]. Jika Ietak posisi baris dan kolom dipertukarkan,
dihasilkan matriks berdimensi [MxN] yang dikenal dengan transpose BT dari B,
yang dapat ditunjukkan sebagai:

Bll B21 B31 BNl

B12 BZ2 B32 BN2


T
B = (1.19)

BlI'VI B2M B3M BNM

Hal yang sama, transpose dari vektor [Nxl] (vektor kolom) adalah berupa vektor
baris:
VT = [vl.vZ,V3...VN] (1.20)

Matriks buiur sangkar S adalah matriks dengan nilai N=M, matriks bujur sangkar
dengan S=ST disebut matriks simetris. Matriks diagonal D=[Dij] adalah matriks
dengan nilai Dij=O untuk i*j.
Matriks satuan adalah matriks bujur sangkar dengan nilai sel diagonalnya adalah 1
dan Dij=O untuk i*j, seperti:
100 o
010 o
001 o
1= (1.21)

000 1

1.3.2 Operast dasar aljabar matrlks


Berikut ini dijelaskan beberapa definisi mengenai operasi yang dapat dilakukan
antara dua matriks A dan B dengan menetapkan matriks C yang merupakan hasil
pengkombinasian A dan B. Yang pertama adalah operasi penjumlahan matriks:

Persyaratanmatematikadan statistika 9
C=A+B=B+A (1.22)
yang didefinisikan sebagai Cij=Aij+Bij.
Dalam hal ini dibutuhkan persyaratan bahwa kedua matriks hams mernpunyai
dimensi yang sama, misalnya seperti matriks [NxM], sehingga matriks C juga
berdimensi [NxM]. Hal ini juga merupakan persyaratan bagi operasi pengurangan
matriks:
C=A-B (1.23)
yang secara sama dapat didefinisikan sebagai Cij=Aij-Bij. Suatu operasi yang
sifatnya unik pada aljabar rnatriks adalah operasi perkalian matriks dengan skalar:
(1.24)
yang didefinisikan sebagai Cij=kAij, dengan matriks yang baru mempunyai dimensi
sama dengan yang lama. Operasi perkalian matriks agak sedikit rumit, seperti:
C=AB (1.25)
!VI
yang didefinisikan sebagai Cij = 'LAikOBkj ,dengan A adalah matriks berdimensi
k=l
[NxM] dan B dapat berdimensi [MxL] (dalam hal ini jumlah kolom A hams sama
dengan jumlah baris B, batasan lain tidak ada). Dalam kasus ini, C adalah matriks
berdimensi [NxL].
Secara mudah dapat dilihat bahwa secara umum matriks AB tidak hams selalu sama
dengan matriks BA. Akan tetapi, hal ini tidak akan berlaku jika matriks tersebut
dikalikan dengan matriks satuan I yang dapat dengan mudah dicek bahwa:
IA = AI= A (1.26)
Dengan demikian, walaupun dimungkinkan mendefinisikan hasil matriks, urutan
hams selalu tetap diperhatikan. Dalam hal ini, praperkalian A dengan B
menghasilkan BA, dan pascaperkalian menghasilkan bentuk AB.
Dalam mendefinisikan operasi pembagian, cara yang paling mudah adalah dengan
menggunakan bentuk matriks invers. Akan tetapi, hal ini hanya berlaku untuk
matriks bujur sangkar saja. Jika terdapat matriks invers, B-1, maka matriks tersebut
hams memenuhi persyaratan:
0.27)
Dalam hal ini, B disebut matriks nonsingular. Dalam buku ini, tidak akan diberikan
prosedur menghitung elemen matriks invers, karena permasalahannya agak rumit,
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pada kondisi yang sesuai, hal tersebut akan
terjadi. Operasi pembagian dalam hal ini merupakan praperkalian atau
pascaperkalian oleh B-1.
Dalam buku ini, matriks dan vektor sangat sering digunakan untuk menuliskan
notasi untuk mempersingkat berbagai macam hal, misalnya menuliskan satu set
persamaan simultan, termasuk cara mendapatkan solusinya dalam bentuk matriks
invers.

10 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soel, dan aplikasi
1.4 Elemen kalkulus

Dua buah cabang ilmu aljabar kalkulus adalah integral dan diferensial yang sifat
dasarnya dapat diidentifikasikan dalam bentuk fungsi y=fi;x:) seperti terlihat pada
Gambar 1.6. Pertimbangkan titik P dan Q serta garis lurus (chord) yang
menghubungkan kedua titik tersebut. Diferensial digunakan untuk menghitung
kemiringan kurva pada titik tertentu.
Dalam hal ini, pertimbangkan titik Q yang sangat dekat dengan titik P, limit garis
PQ merupakan tangen (kemiringan) kurva tersebut pada posisi P=Q (misalnya untuk
jarak horizontal sama dengan 0).
y
y=f(x)

f(xo+h) _

Gambar 1.6 Kemiringan


pada suatu titik dan daerah
X di bawahkurva
Secara definisi, hal tersebut dapat dinyatakan sebagai kemiringan kurva.
Sebaliknya, integral berkaitan dengan proses perhitungan luas daerah yang berada
di bawah suatu kurva (daerah yang diarsir pada Gambar 1.6) sehingga dapat dilihat
bahwa sebenarnya kedua operasi ini sangat berkaitan erat.

1.4.1 Diferensial
Dengan menggunakan persamaan (1.10), kemiringan (gradien) garis PQ pada
Gamba r 1.6 dapat dituliskan sebagai:

a(x) == f(xo + h)- f(xo)


It
Jika limit a(x) ada bila It~O dan sama jika It mendekati nol dari atas atau bawah,
maka hal tersebut dikenal dengan penurunan atau derivatif dari y, atau fix),

tergantung pada nilai X=Xo dan sering ditulis dengan!'(xo) atau aYI
ax Xo

Proses untuk mendapatkan penurunan ini disebut diferensial. Jika f{x) dinyatakan
sebagai pernyataan dalam bentuk x, maka biasanya tidak sulit mendapatkan f'(x)
sebagai solusi dari x dengan menggunakan hasil pacla Tabel 1.1 clitambah dengan
lainnya yang dapat dilihat pada tabel tersebut.

Persyaratanmatematikadan statistika 11
Tabel 11 Turunanyang umum digunakan
Fungsi f(x) Penurunan f'(x)
k (k konstanta) 0

(b konstanta, x> 0) bX b-l


Xb
Im(x) (k konstanta)
lw'(x)
U(x) + v(x) u'(x)+ v'(x)
u(x).v(x) u' (X).v(x)+ u(x ).v' (x)
u[v(x)] u'[v(x)].v'(x)
U(X) u'(x).v(X)-u(x).v'(x)
~ [V(X)]2
Turunan juga merupakan fungsi x, sehingga dapat ditentukan turunan pertama dan
"( )
turunan keduanya (misalnya fo x atau ~ 2 a v dan seterusnya).
ax
Sebagai contoh, jika diturunkan turunan pertama y =xb pada Tabel 1.1, akan
didapat turunan keduanya sebagai berikut.

(1.28)

1.4.2 Integral
Proses ini kebalikan proses diferensial, jika diketahui kemiringan kurva pada setiap
titik, maka persamaan kurva tersebut adalah hasil integralnya. Sebagai contoh, jika
g=g(x) adalah kemiringan, maka persamaan kurva dapat ditulis sebagai:

y = §g(x).dx
x

dan hasil ini akan selalu arbitrari ditambah dengan nilai konstanta C. Sebagai
contoh, g = bXb-1 dalam Tabel 1.1, maka integralnya dengan batas tak terhingga
dari g(x) dapat dinyatakan dalam:

y = G(x) = l(bxb-1dx)= xb +C (1.29)


x
C adalah konstanta integral, misalnya penurunan xb + C adalah bXb-1, tidak
tergantung berapapun besarnya nilai C.
Kegunaan yang paling utama dari proses integral adalah untuk mendapatkan luas
daerah yang berada di bawah kurva seperti yang terlihat pada Gambar 1.7a.

12 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
b b
Daerahabcd == [F{x)]~ :::::F{b)- F{a)::::: j y.dx == jf{x).dx 0.30)
(/ (/

Sebagai contoh, jika diambil suatu kasus sederhana, yaitu suatu garis yang sejajar
dengan sumbu x dengan tinggi It dan diintegralkan antara nilai a dan b (lihat
Gambar 1.7b), maka diclapat:
y = f{x) ee h clan F{x) = hx + C
sehingga
Luas == F{b)- F{a) = h(b - a)
y y
c
r-I{x)

Gambar 1.7 Daerah di


bawah kurva:
(a) kasus umum,
x x (b) garis sejajar dengan
(a) (b) sumbu x

Sudahjelas, luasnya sama dengan luas segiempat yang diarsir pada gambar tersebut.
Tabel 1.1 dapat digunakan untuk membantu mendapatkan integral dengan baras tak
terhingga. Secara khusus, jika:

I u(x ~Jx ::: u(x ~x + C dan §v(x~x


1 = V(x)+Cz
sehingga:
I u[v{x)]v'(x~x::: u[v(x)] + C 3

dan
lu(x )v{x ~ty::: U(x )V(x)- lu(x )V(x ~h:
Sudah barang tentu tidak semua fungsi, meskipun bentuknya sangat sederhana, akan
mempunyai bentuk integral yang sederhana pula. Akan tetapi, jika hal itu terjadi,
masih ada cara lain untuk mendapatkan integral tersebut clengan cara numerik.

1.4.3 Funqsl loqarltma dan eksponenslal


Di antara fungsi yang telah dikenal sejauh ini, fungsiyang sangat seclerhana yang
tidak mempunyai integral adalah fungsi invers f(x)=1/x, seperti terlihat pacla
Gambar 1.8.
Integral fungsi ini biasanya clinyatakan dengan bentuk logaritma natural clad x, atau
logc(X), dengan e aclalah konstanta Nepper. e mempunyai nilai yang menclekati
2,7183 yang sama clengan titik pada sumbu x dalam Gambar 1.8 sehingga luas
daerah terarsir sama clengan I, misalnya logc(e)=l.

Persyaratan matematika dan statistika 13


0,5

Gambar 1.8 Fungsi invers dan


konstanta Nepper

Pada buku ini selalu digunakan bentuk logaritma natural sehingga notasi e dapat
dihilangkan. Agar berlaku umum dengan jenis logaritma lainnya, log(x) mempunyai
karakteristik:
log(l)=O
jika 1-+00, log(t)-+oo
jika (-+0, log(t)-+-oo
log(uv)=log(u)+log (v)
Fungsi lainnya yang sering digunakan adalah fungsi eksponensial exp(x) atau
disingkat menjadi eX, yang didefinisikan sebagai nilai w sehingga log(w)=x.
Seperti yang diperkirakan sesuai dengan fungsi pemangkatan, maka:
e(x+y) = eXeY atau e1og(x)= x

Kedua fungsi log(x) dan exp(x) mudah didiferensialkan, yang secara definisi
adalah:
~IOg(x)=! (l.3l)
ox x
Tidak pula sulit ditunjukkan bahwa:

o (x)
-\e =e
x (1.32)
ox
Jadi, bentuk eksponensial adalah suatu fungsi yang tidak berubah, meskipun
dilakukan proses diferensial.

1.4.4 Mencari nilai fungsi maksimum dan minimum


Hal ini sangat berguna pada proses diferensial. Sebagai contoh, pada Gambar 1.9,
fungsi terse but mempunyai nilai maksimum pada Xl dan minimum pada X2. Kedua
titik ini dapat ditentukan dengan mencari posisi tempat fungsi tersebut mempunyai
kemiringan sama dengan nol.

14 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
y

Gambar 1.9 Titik


maksimum, minimum,
dan infleksi

Jadi, yang perlu dilakukan adalah mencari titik f(x)=O. Penting diketahui bahwa
tidak semuanya dapat merupakan titik maksimum atau minimum, sebagai contoh,
yang disebut titik infleksi adalah titik X3 dalam Gambar 1.9.
Untuk menemukan secara lebih tepat titik kemiringan nol tersebut, perlu dilakukan
evaluasi terhadap nilai f'(x) pada setiap titik dengan nilai f(x) sama dengan nol.
Jadi, suatu nilai maksimum dibutuhkan:
1'(x)<O (1.33)

untuk nilai minimum dibutuhkan:


1'(x»O (1.34)

dan untuk titik infleksi dibutuhkan:


I"(x)=o (1.35)
Ketiga kasus tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.10 yang memperlihatkan
peralihan yang baik. Pertimbangkan suatu fungsi yang secara grafis berbentuk
seperti gelas air di mana jika gelas terse but terbalik ke bawah akan didapat kasus
titik maksimum dan air akan tumpah (tanda minus).
Sebaliknya, jika gelas tegak ke atas akan didapat kasus titik minimum dan air tidak
akan tumpah (tanda plus).
y y y

---n-- ----W-
p
~-
Gambar 1.10 Titik
(a) maksimum,
(b) minimum,
X X (c) infleksi
(a) (b) (c) X

Persyaratan matematika dan statistika 15


Dalam mengembangkan teori untuk mendapatkan titik optimum global selain titik
optimum lokal, perlu dijelaskan permasalahan cekung dan cembungnya suatu
fungsi.
Hal ini akan menghasilkan teori yang lebih mendasar (walaupun lebih terbatas),
tetapi akan memberikan tafsiran geometrik yang lebih baik mengenai kondisi orde
kedua, lihat persamaan (1.33)-(1.35). Gambar 1.11 memperlihatkan beberapa
contoh fungsi cembung dan cekung.
y y y

Gambar 1.11 Fungsi


(a) cembung
(b) cembung,
(a) X (b) X (c) X (c)tidakcembung

Secara geometrik, fungsi dikatakan cembung jika satu garis yang menghubungkan
dua titik dari grafik itu selalu terletak di atas grafik fungsi cembung terse but, seperti
terlihat pada Gambar l.11a.
Dalam bentuk 2 (dua) dimensi, fungsi cembung mempunyai grafik berbentuk kuali.
Hal yang sama, suatu fungsi g dikatakan cekung jika fungsi f=-g adalah cembung.
Salah satu perilaku fungsi cembung adalah penjumlahan dua fungsi cembung selalu
menghasilkan fungsi cembung,

1.4.5 Fungsi dengan lebih dari satu peubah


Untuk jenis fungsi ini perlu dipertimbangkan penggunaan kalkulus diferensial dan
integral. Anggaplah diketahui:
y=f(Xl,X2,,,,,XN) (1.36)
Penurunan fungsi y terhadap salah satu peubah bisa dihitung dengan menganggap
peubah lainnya selalu konstan pada saat penunman tersebut. Hal ini dikenal dengan
penunman parsial dan ditulis sebagai OyIOXi. Sebagai contoh, j ika:

y = 2Xl + X;X3
kemudian
oy =2
OXI

oy 2
--= 3X2X3
8x2
oy = x3
OX3 2

16 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soaJ. dan aplikasi
Terlihat bahwa nilai maksimum dan minimum dari fungsi terse but seperti pada
persamaan (1.36) bisa didapatkan dengan menetapkan semua turunan parsial sama
dengan 0 (nol):
i = 1,2, ..., N (1.37)

yang akan menghasilkan satu set persamaan simultan untuk dipecahkan. Kasus yang
sangat menarik dalam hal ini adalah maksimum dan minimum. Anggaplah, kita
ingin memaksimumkan persamaan (1.36) dengan batasan sebagai berikut.

rl (Xl ,X2""'XN )= bl
r2 (Xl 'X2 "",XN) = b2
(1.38)

Hal ini dapat dilakukan dengan menentukan satu set pengali Lagrange (A,t. 1.,2,''''
1.,1<:)untuk setiap persamaan (1.38), dan memaksimumkan:
K
L == I(xl ,X2 "",XN) + LAk [,;,(Xl ,... , XN)- bli] (1.39)
Ii=l

sebagai fungsi dari Xl, X2, .... , XN dan 1.,1, 1.,2"", A,J(. Jadi, kita hams memecahkan:

i= 1,2, ..., N (l.40)

dan
oL ::::0 k= 1, 2, ...,K (1.41)
OAk
Persamaan (1.41) sebenarnya adalah persamaan (1.38) dalam bentuk yang lain,
tersedianya cara dengan memperkenalkan satu set pengali Lagrange sebagai peubah
tambahan memungkinkan didapatkannya nilai maksimum.

1.4.6 Penyelesalan psrsamaan kuadrat


Pada persamaan kuadratis (1.42), terdapat 2 (dua) buah nilai Xl dan X2 yang akan
memenuhi persamaan (1.42) tersebut.

(1.42)
Untuk menyelesaikan persamaan kuadratis tersebut maka kedua buah nilai Xl dan X2
yang memenuhi persamaan (1.42) dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan (1.43) berikut ini.

Xl 2 _.
,
_. (- b)± ~(b2
2a
J- 4ac (1.43)

Psrsyaratanmatematikadan statistika 17
1.4.7 Integral berganda
Dalam kasus integral dimungkinkan juga terdapat adanya integral berganda. Seperti
contoh, dari persamaan (1.36) diperoleh:

V = 1j...§f(X1 ,X2 ,••••, XN ).d\':1cl\':2 ,.••d\':N (1.44)


XlX2 XN

dengan N tanda integral. Untuk itu dirasakan perlu mempertimbangkan kasus 2


(dua) dimensi. Fungsi berikut:
0.45)
dipertimbangkan sebagai suatu permukaan pada sistem koordinat kartesis tiga
dimensi, Oleh karena itu,
§
v= §f(X1,X2JtX1dx2 (1.46)
XlX2

adalah volume yang berada di bawah permukaan tersebut, sama untuk satu dimensi
yang menghitung luas yang berada di bawah satu kurva.

1.4.8 Elastisitas
Elastisitas suatu peubah tidak bebas Y terhadap peubah bebas fungsi Xi seperti
persamaan (1.9) dinyatakan sebagai:
E(Y,x;)= ~V . .5_ (1.47)
ax; Y
dan dapat ditafsirkan sebagai besarnya pengaruh persentase perubahan dari peubah
tidak bebas terhadap perubahan peubah bebas lainnya. Dalam teori ekonomi sering
dijumpai permasalahan elastisitas suatu fungsi kebutuhan terhadap perubahan nilai
peubah atau atribut.
Dalam hal ini dibedakan antara elastisitas langsung dan elastisitas silang, yang
pertama berkaitan dengan atribut pelayanan yang dipertimbangkan, sedangkan yang
kedua mengenai atribut dari pilihan yang saling bersaing.
Sebagai contoh: sering dijumpai bahwa elastisitas kebutuhan akan angkutan umum
terhadap tarif sekitar 0,3 - jika tarif ditingkatkan 1%, dapat diperkirakan kebutuhan
akan pergerakan berkurang sebesar kira-kira 0,3%.

1.4.9 Deret perkalian


Kadang-kadang perlu menghitung nilai fungsi fix) untuk nilai tertentu xo, dalam
bentuk nilai fungsi tersebut dan penunmarmya pada nilai tersebut. Untuk beberapa
kasus tertentu, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan deret Taylor.
Pertama, harus didefinisikan konsep bilangan faktorial yang hanya berlaku untuk
bilangan positif:
II! = 11.(11 -1 ).(n - 2)...3.2.1 (1.48)
Dalam hal ini, deret Taylor dapat didefinisikan sebagai:

18 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
(1.49)

Yang terpenting untuk diketahui adalah untuk h yang kecil, komponen orde tinggi
akan mempunyai nilai yang sangat kecil sehingga perhitungan akan mempunyai
ketepatan yang masih baik, meskipun dihitung dengan hanya menggunakan 2 (dua)
komponen orde saja.
Kasus khusus didapat pada kondisi xo=Oyang dikenal dengan deret Maclaurian
dengan menetapkan nilai x=It pada sisi kiri dari persamaan (1.49) yang
menghasilkan:

I(x) lt2] 1"(0)+(lt3]


= 1(0)+ 1r1'(O)+( 2! 3! 1"'(0)+ ... (1.50)

Hal ini memungkinkan persamaan (1.50) dapat digunakan untuk menyatakan


beberapa fungsi tertentu, misalnya deret pemangkatan, seperti contoh:
,23
x X X
e =1+x+-+-+ ...
2! 3!
yang membuktikan secara mudah alasan persamaan (1.50) diperlukan.

1.5 Statistika matematikadasar


Bagian inifianya akan memperkenalkan beberapa konsep statistika dasar saja.
Diharapkan para pembaca sudah terbiasa tidak saja dengan pola distribusi penting
yang ada (binomial, normal, student, chi-kuadrat, dan Fisher) tetapi juga
mempunyai pengetahuan tentang teori dasar statistika (seperti estimator, selang
kepercayaan, dan uji hipotesis).
Terdapat beberapa buku statistika yang sangat baik untuk dibaca, seperti
Wonnacott dan Wonnacott (1977), Wilson dan Kirkby (1980), dan Wilson dan
Bennett (1985), dan Sudjana (1986).

1.5.1 Peluanq
Definisi peluang adalah sesuatu akan terjadi (misalnya mendapat nilai 6 dari satu
kejadian pelemparan dadu) ditentukan oleh limit dari frekuensi relatifnya, yaitu:

(1.51)

e, adalah hasil yang diinginkan, N adalah jumlah eksperimen yang dilakukan, dan n,
adalah jumlah e, yang terjadi. Persamaan (1.51) memungkinkan dikuranginya
beberapa karakteristik dasar dari teori peluang:
(1.52)
n, dapat mempunyai nilai 0 dan n, serta

Persyaratanmatematikadan statistika 19
(1.53)

sehingga 111+112+•.•= Il.


Cara lain untuk menyatakan peluang sesuatu hal akan terjadi adalah dengan contoh
permainan judi. Jika seseorang menebak sesuatu dengan harapan akan menerima
uang sebesar Rp 35000 jika e, terjadi dan kehilangan uang sebesar Rp 1000 jika
tidak terjadi, maka peluang tersebutp, sebesar x/~\:+35).
Oleh karena itu, dia harus memecahkan persamaan dengan perkiraan menang atau
kalah sama dengan 0 (nol).
35 P / - x{t - Pi) = 0
Dalam beberapa kasus, peluang dari berbagai eksperimen tidaklah sederhana.
Misalkan kejadian (E) merupakan bag ian dari kemungkinan eksperimen
E=(et. ....,ei). Peluang kejadian tersebut adalah penjumlahan dari semua peluang
yang ada, terdiri dari:
e, eE

Sebagai ilustrasi, diberikan contoh berikut ini. Kejadian E: (mendapatkan sekurang-


kurangnya dua kepala (H) dari tiga kali pelemparan koin) terdiri atas 4 (empat)
kornbinasi pertarna dari 8 (delapan) kemungkinan yang ada: (H,H,H), (H,H,T),
(H,T,H), (T,H,H), (T,T,H), (T,H,T), (H,T,T), dan (T,T,T). Satu kemungkinan
mempunyai peluang sebesar 1/8 (jika peluang untuk mendapatkan kepala (H) dan
ekor (T) adalah sama, yaitu 1/2).
Bagaimana untuk kasus kornbinasi kejadian (misalnya untuk mendapatkan dua
kepala sedemikian mpa sehingga tidak semua lemparan mempunyai hasil yang
sama)? Dalam hal ini, kita perlu memahami konsep gabungan (u) dan potongan (n)
seperti terlihat pada Gamba r 1.12. Segiempat pada gambar tersebut menyatakan
ruang kejadian, sedangkan A dan B adalah kejadian di dalam ruang tersebut.
A

Gabungan

Potongan
Gambar 1.12 Diagram Venn untuk
kejadian dan peluang

Secara umum, hal ini berlakujika:


P{A uB)= P(A)+ P(B)- P(A nB) (1.54)

20 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
dan jika A dan B saling berkaitan, maka:

P(AV n)= P(A)+ p(n) (1.55)

Jadi, peluang (P(A/B» terjadinya A dengan menganggap B adalah benar:


P(AIB) = P(A nll)/ p(n) ( 1.56)

Suatu kejadian F secara statistika tidak berkaitan dengan kejadian lain E, jika dan
I
hanya jika P(F E) sama dengan P(F). Oleh karena itu, untuk kejaclian yang tidak
saling terkait:
P(E nF) = P(E)/ P(F) (1.57)

1.5.2 Peubah aeak


Peubah ini digunakan jika seseorang menentukan suatu nilai yang mengikuti
distribusi peluang tertentu (lihat Gamba r 1.13).
Sebagai ilustrasi diberikan eontoh sebagai berikut. Dalam eksperimen memutar 2
(dua) buah koin, kejadian yang mungkin hanyalah: S=[HH,HT,TI-I,TT]. Jika
diclefinisikan suatu peubah X= jumlah kepala (H), dengan mudah dapat dilihat
bahwa kemungkinan hanyalah: X(HH)=2, X(HT)=X(TH)= 1, dan X(TT)=O.
Rx= rentang
peubah X

Gambar 1.13 Peta peubah


acak dari ruang sampel

Oleh karena itu, keuntungan konsep peubah acak menjadi lebih menonjol, yaitu
besarnya ruang sampel semakin berkurang. Peluang X sebagai berikut.
P(X=l) = P(HTuTH) ==P(HT)+P(TH) ==1/2
P(X=2) ==P(X==O)= 114
Peubah aeak dapat bersifat diskret atau menerus. Pada kasus pertama, kita dapat
mengambil nilai dari suatu set kejadian dengan peluang P(X) yang memenuhi
persamaan (1.51) dan p(x;):2!O. Pada kasus terakhir diperlukan pendefinisian fungsi
kepadatan peluang.jlx) sehingga:
§f(x~lx=l (1.58)
x
f(x):2! 0 '\Ix

Persyaratan matematika dan statistika 21


1.5.3 Parameter statistika
Jika berhubungan dengan data statistika, informasi akhir biasanya disajikan dengan
menggunakan kinerja tertentu, bukan menggunakan informasi seeara menyeluruh.
Contohnya, distribusi suatu peubah aeak bisa diterangkan dengan mengetahui nilai
rataannya dan besarnya dispersi yang ada (deviasi). Parameter statistika dapat
digunakan untuk membuat perbandingan antarpola distribusi tanpa perlu
menganalisis distribusi tersebut seeara mendalam.
Yang lebih menarik, beberapa standar distribusi bisa diterangkan hanya dengan
beberapa parameter statistika saja. Beberapa parameter statistika yang sering
digunakan adalah:
Rataan, E(X), dinyatakan sebagai:
E(X} = ~>~iPI(XI} kasus diskret

(1.59)
b
E(X} = $x.f(x}.dx kasus menerus
a

fix) didefinisikan untuk (asrsb). Rataan didapatkan dengan menerapkan


langsung peubah aeak X.
Hal ini dapat juga diterapkan untuk fungsi peubah aeak. Operator X dan Y, dan
konstanta a, b, dan c didapat:
E(a+ bX +cY}= a+ bE(X}+cE(Y} (1.60)

2 Modus X* adalah nilai X yang memaksimumkan Pi(Xi).


3 Median XO•5 adalah nilai X dengan setengah dari anggota populasi mempunyai
nilai di bawah X, yang dapat dinyatakan sebagai:
Xo 5
P{XO,5)= :Ep(X} = 0,5 kasus diskret
x=l
(1.61)
Xos
p{x < X 0,5) = J f(x}dx = 0,5 kasus menerus
a

Dengan menggunakan perhitungan seeara langsung, tidak akan didapat nilai median
dan modus sehingga diperlukan solusi. Beberapa karakteristik penting dispersi
distribusi adalah:
Variansi, yang merupakan ekspektasi dari total kuadratis besarnya perbedaan
deviasi dari rata-rata:
Var{X}= EtX -E{X)]2} (1.62)
Akan tetapi, sering juga dihitung dengan eara berikut ini.

22 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan eplikesi
Yar(X):::: E{X2 - 2XE(X) + [E(X)Y}
==
==
E(X2
E(x!
l- 2[E(X)Y + [E(X)]2
-[E(X))2
(1.63)

Tidak seperti ekspektasi, peubah ini tidaklah bersifat linear sehingga:


" Vnr( a+bX) = b2Yar(X), misalnya menambah suatu konstanta tidak akan
mempengaruhi dispersi distribusi.
" Yar(aX+bY) = a2Yar(X)+b2Yar(y)+2abCov(X,Y); dengan kovarian X
dan Y diberikan sebagai berikut:
Cov(X,Y)= E(XY)- E(X).E(Y) (1.64)

Jadi, kovarian dua peubah acak yang saling berkaitan sama dengan O.
2 Simpangan baku, se(x) , yaitu akar variansi yang mempunyai dimensi sama
dengan peubah acak X dan digunakan sebagai ukuran central tendency.
3 Koefisien variasi, KY, yaitu nisbah dari simpangan baku terhadap rata an dan
tidak mempunyai dimensi.
Subbab berikut ini memberikan penjelasan singkat mengenai beberapa analisis dan
uji statistik yang akan digunakan dalam buku ini. Pembaca yang sudah
memahaminya dapat langsung beralih ke Bah 2.

1.6 Anallsls reqresl

1.6.1 Model anallsls reqresl-llnear


Analisis regresi-linear adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk
mempelajari hubungan antarsifat pennasalahan yang sedang diselidiki. Model
analisis regresi-linear dapat memodelkan hubungan antara 2 (dua) peubah atau
lebih. Pada model ini terdapat peubah tidak bebas (y) yang mempunyai hubungan
fungsional dengan satu atau lebih peubah bebas (Xi).
Dalam kasus yang paling sederhana, hubungan secara umum dapat dinyatakan
dalam persamaan (1.65) berikut.
Y=A+BX (1.65)
Y peubah tidak bebas
X peubah bebas
A intersep atau konstanta regresi
B koefisien regresi
Jika persamaan (1.65) akan digunakan untuk memperkirakan besarnya bangkitan
pergerakan berbasis zona, maka semua peubah diidentifikasikan dengan tikalas t:
dan jika persamaan (1.65) akan digunakan untuk memperkirakan besarnya tarikan
pergerakan berbasis zona, maka dapat diidentifikasikan dengan tikalas 4.

Persyaratan matematika dan statistika 23


Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode kuadrat-
terkecil yang meminimwnkan total kuadratis residual antara hasil model dengan
hasil pengamatan. Nilai parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan
(1.66)-(1.67) berikut.
N N N
NL(XiYi)- L(Xi )'L(Yi)
B = ---'i_=1=-- __ __;I'--·=.::...1
__ .:-.i=-=1
__
(1.66)

N~(x!)-(~(X,)J2
A=Y-BX (1.67)
F dan X adalah nilai rata-rata dari Y; dan X;.

1.6.2 Koefisien determinasi (R2)


Gambar 1.14 memperlihatkan garis regresi dan beberapa data yang digunakan
untuk mendapatkannya. Jika tidak terdapat nilai x, ramalan terbaik Yi adalah F.
Akan tetapi, gambar memperlihatkan bahwa untuk Xi, galat metode tersebut akan
tinggi: (PI - F).
Jika Xi diketahui, ternyata ramalan terbaik Y; dan hal ini
memperkecil galat menjadi (PI - YI).
y

Y; - YI = sirnpangantak terdefinisi

Y; -
t
Y= sirnpanganterclefinisi
y=a+bx

Gambar 1.14
8eberapa jenis
X simpangan

Dari Gambar 1.14, kita dapatkan:

(PI-F) + (1.68)
simpangan total simpaugan terdefinisi simpangan tidak terdefinisi

Jika kita kuadratkan total simpangan tersebut dan menjumlahkan semua nilai t,
didapat:

f(PI-FY + (1.69)
1=1 1=1
simpangan total simpangan terdefinisi simpangan tidak terdefinisi

24 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soel, dan aplikasi
( y/ - Y; )=bxlsehingga mudah dilihat bahwa variasi terdefinisi merupakan fungsi
koefisien regresi b. Proses penggabungan total variasi disebut analisis variansi.
Koefisien determinasi didefinisikan sebagai nisbah antara variasi tidak terdefinisi
dengan variasi total:

f(Yi -yiY
Rz == 1- ..:..,i=,.:-l _
(1.70)
f(Yi -yY
;'=1

Koefisien ini mempunyai batas limit sama dengan 1 (satu) (perfect explanation) dan
o (nol) (110 explanation). Nilai antara kedua batas limit ini ditafsirkan sebagai
persentase total variasi yang dijelaskan oleh analisis regresi-linear.

1.6.3 Model anallsls reqresl-llnear-berqanda


Konsep ini merupakan pengembangan lanjut dari uraian di atas, khususnya pada
kasus yang mempunyai lebih banyak peubah bebas dan parameter b. Hal ini sangat
diperlukan dalam realita yang menunjukkan bahwa beberapa peubah tata guna lahan
secara simultan ternyata mempengaruhi bangkitan pergerakan.
Persamaan (1.71) memperlihatkan bentuk umum metode analisis regresi-linear-
berganda.
Y=A+B1X1 +BzXz + ... +BzXz (1.71)

Y peubah tidak bebas


XI ... Xz peubah bebas
A konstanta
BI ... Bz koefisien regresi
Analisis regresi-linear-berganda adalah suatu metode statistik. Untuk
menggunakannya, terdapat beberapa asumsi yang perlu diperhatikan:
$ nilai peubah, khususnya peubah bebas, mempunyai nilai tertentu atau
merupakan nilai yang didapat dari basil survei tanpa kesalahan berarti;
o peubah tidak bebas (1') harus mempunyai hubungan korelasi linear dengan
peubah bebas (X). Jika hubungan terse but tidak linear, transformasi linear
harus dilakukan, meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam
analisis residual;
e efek peubah bebas pada peubah tidak bebas merupakan penjumlahan, dan harus
tidak ada korelasi yang kuat antara sesama peubah bebas;
II) variansi peubah tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua
nilai peubah bebas;
o nilai peubah tidak bebas harus terse bar normal atau minimalmendekati normal;
o nilai peubah bebas sebaiknya merupakan besaran yang relatif mudah
diproyeksikan.

Persyaratan matematika dan statistika


Solusinya tetap sama, tetapi lebih kompleks sehingga beberapa hal baru hams
dipertimbangkan, seperti:
a Multikolinear Hal ini terjadi karena adanya hubungan linear antarpeubah.
Pada kasus ini, beberapa persamaan yang mengandung b tidak saling bebas dan
tidak dapat dipecahkan secara unik,
b Parameter 'b' yang dibutuhkan Untuk memutuskan hal ini, beberapa faktor
harus dipertimbangkan:
• apakah ada alasan teori yang kuat sehingga harus melibatkan peubah itu
atau apakah peubah itu penting untuk proses uji dengan model tersebut?
• apakah peubah itu signifikan dan apakah tanda koefisien parameter yang
didapat sesuai dengan teori atau intuisi?
Jika diragukan, terapkan salah satu cara, yaitu menghilangkan peubah itu dan
melakukan proses regresi lagi untuk melihat efek dibuangnya peubah itu
terhadap peubah lainnya yang masih digunakan oleh model tersebut. Jika
ternyata tidak terlalu terpengaruh, peubah itu dibuang saja sehingga kita
mendapatkan model yang lebih sederhana dan dapat ditaksir secara lebih tepat.
Beberapa paket program telah menyediakan prosedur otomatis untuk
menangani masalah ini (pendekatan langkah-demi-langkah atau stepwise).
Akan tetapi, pendekatan ini masih mempunyai beberapa permasalahan yang
akan diterangkan nanti,
c Koefisien determinasi Bentuknya sama dengan persamaan (1.70). Akan
tetapi, pada kasus ini, tambahan peubah b biasanya meningkatkatl nilai R2;
untuk mengatasinya digunakan nilai R2 yang telah dikoreksi:

(1.72)

N adalah ukuran sampel dan K adalah jumlah peubah b.


d Koefisien korelasi Koefisien korelasi ini digunakan untuk menentukan
korelasi antara peubah tidak bebas dengan peubah bebas atau antara sesama
peubah bebas. Koefisien korelasi ini dapat dihitung dengan berbagai cara yang
salah satunya adalah persamaan (1.73) berikut.

(1.73)

Nilai r=I berarti bahwa korelasi antara peubah y dan x adalah positif
(meningkatnya nilai x akan mengakibatkan meningkatnya nilai y). Sebaliknya,

26 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemode/an, dan rekayasa transportasi:


Teorl, contoh soa/, dan ap/ikasi
jika nilai 1'=-1, berarti korelasi antara peubah y dan x adalah negatif
(meningkatnya nilai x akan mengakibatkan menurunnya nilai y). Nilai r=O
menyatakan tidak ada korelasi antarpeubah.
e Uji t-tes Uji t-tes dapat digunakan untuk 2 (dua) tujuan, yaitu untuk menguji
signifikansi nilai koefisien korelasi (I') dan untuk menguji signifikansi nilai
koefisien regresi. Setiap peubah yang mempunyai koefisien regresi yang tidak
signifikan secara statistik harus dibuang dari model.

1.6.3.1 Analisis dengan dua peubah bebas Persamaan dengan 2 (dua) peubah
bebas dapat dinyatakan dengan persamaan (1.74).
di mana: (1.14)

= bangkitan atau tarikan (peubah tidak bebas)


= peubah bebas
= konstanta
= koefisien regresi
Nilai bo, bt. b2 dapat dihitung dengan menggunakan analisis regresi-linear-
berganda. Nilai bo, b., b2 bisa didapat dengan menyelesaikan 3 (tiga) buah
persamaan linear simultan (1.75)-( I. 77) berikut ini.
N N N
Nbo +b1LXli +b2LX2; = LY; (1.75)
;=1 ;=1 ;=1
N N N N
boLXli
;=1
+ b1:E(Xli
;=1
Y + b2:E(Xli·XU)=
;=1
:E(X1i.y;)
;=1
(1.76)
N N N N
bo :EX2; + b1L(Xu,X2i)+ b2L(X2 Y = L(X2;,Y;) (1.77)
;=1 ;=1 ;=1 ;=1

Teknik eliminasi matriks Gauss-Jordan dapat digunakan untuk memecahkan


permasalahan persamaan simultan (1.75)-(1.77).

1.6.3.2 Analisis dengan tiga peubah bebas Persamaan dengan 3 (tiga) peubah
bebas dapat dinyatakan dengan persamaan (1.78).
Y == bo + b1X1 + b2X2 + h3X3 di mana: (1.78)

Y = bangkitan atau tarikan (peubah tidak bebas)


XbXZ03 = peubah bebas
bo = konstanta
hh hz•b3 = koefisien regresi
Nilai bo, bI, bz, b, dapat dihitung dengan menggunakan analisis regresi-linear-
berganda. Nilai bo, I)J, h2, b, bisa didapat dengan menyelesaikan 4 (empat) buah
persamaan linear simultan (1.79)-(1.82) berikut ini.
N N N N
Nbo + b1 L Xli + b2 L X2i + b3 LX3i == LY; (1.79)
;=1 ;,=1 i=1 ;=1

Persyaratanmatematikadan statistika 27
N N N N N
bo L Xli + b1L(XlI)2 + b2 L(Xli,X 21)+ b3 L (X li,X3I)= L(X li'YI) (1.80)
1=1 1=1 1=1 1=1 1=1
N N N N N
bOLX2i + b1L(Xlj'X2i)+ b2L(X21 Y +b 3 L(X21,X3I)= L(X2i,Yi) (1.81)
i=1 1=1 1=1 i=l. i=1
N N N N N
boLX3i + bIL(XlI,X3i)+ b2L(X21,X31)+ b3L(X3i Y = L(X3i,Yi) (1.82)
1=1 1=1 1=1 1=1 1=1

Teknik eliminasi matriks Gauss-Jordan dapat digunakan untuk memecahkan


permasalahan persamaan simultan (1.79)-(1.82).

1.7 Tahapan uji statistik dalam model analisis-regresi

Dalam melakukan analisis dengan menggunakan model analisis-regresi, terdapat 4


(empat) tahap uji statistik yang mutlak hams dilakukan agar model yang dihasilkan
dinyatakan absah. Ke-4 uji statistik tersebut akan diterangkan satu per satu sebagai
berikut. Bagi para pembaca yang ingin mendapatkan penjelasan lebih rinci tentang
tahapan uji statistik disarankan membaca Tamin (1985abcd,1997a,2000a,2003).

1.7.1 Uji kecukupan data


Uji statistik ini hams dilakukan untuk menentukan jumlah data minimum yang
hams tersedia, baik untuk peubah bebas maupun peubah tidak bebas. Semakin
tinggi tingkat akurasi yang diinginkan, semakin banyak data yang dibutuhkan.
Jumlah data minimum dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (1.83)
berikut:

(1.83)

CV = koefisien variasi
E tingkat akurasi
Za, = nilai variansi untuk tingkat kepercayaan a yang diinginkan
Sebagai ilustrasi, diberikan contoh berikut ini. Tentukanlah berapa jumlah data
minimum yang dibutuhkan untuk tingkat akurasi (E) 5% dengan tingkat
kepercayaan (a) 95%. Untuk a=95%, maka nilai Za, adalah 1,645. Dengan
mengasumsikan nilai CV=1,0 didapatkan:

N = (1,OX1,645)2 = 1082
(0,05)2
Jadi, dibutuhkan jumlah data minimum sebanyak 1082 buah untuk tingkat akurasi
5% dengan tingkat kepercayaan 95%.

1.7.2 Uji korelasi


Uji statistik ini hams dilakukan untuk memenuhi persyaratan model matematis:
sesama peubah bebas tidak boleh saling berkorelasi, sedangkan antara peubah tidak

28 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemode/an, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soa/, dan aplikasi
bebas dengan peubah bebas harus ada korelasi yang kuat (baik positif maupun
negatif).
Persamaan (1.73) merupakan persamaan uji korelasi yang mempunyai nilai r
(-lSr:5+1). Nilai r yang mendekati -1 mempunyai arti bahwa kedua peubah
tersebut saling berkorelasi negatif (peningkatan nilai salah satu peubah akan
menyebabkan penurunan nilai peubah lainnya).
Sebaliknya, jika nilai r yang mendekati +1 mempunyai arti bahwa kedua peubah
tersebut saling berkorelasi positif (peningkatan nilai salah satu peubah akan
menyebabkan peningkatan nilai peubah lainnya). Jika nilai r mendekati 0, tidak
terdapat korelasi antara kedua peubah tersebut.

1.7.3 Uji linearitas


Uji statistik ini perlu dilakukan untuk memastikan apakah model dapat didekati
dengan model analisis-regresi-linear atau model analisis-regresi-tidak-linear.

1.7.4 Uji kesesuaian


Uji statistik ini hams dilakukan untuk menentukan model terbaik. Terdapat
beberapa model yang dapat digunakan, yaitu model analisis-regresi, model
kemiripan-maksimum, dan model entropi-maksimum. Pada umumnya, uji ini
didasarkan atas kedekatan atau kesesuaian hasil model dengan hasil observasi.
Dua uji kesesuaian yang paling sering digunakan adalah (a) model analisis-regresi
dan (b) model kemiripan-maksimum. Model analisis-regresi mengasumsikan bahwa
model terbaik adalah model yang mempunyai total kuadratis residual antara hasil
model dengan hasil pengamatan (observasi) yang paling minimum,

meminimumkan (1.84)

Model kemiripan-maksimum mengasumsikan bahwa model terbaik adalah model


yang mempunyai total perkalian peluang antara hasil model dengan hasil
pengamatan (observasi) yang paling maksimum (mendekati 1).

memaksimumkan L=IIN (y.]


;=1
+Y I
(1.85)

1.8 lndlkator ujl kesesualan rnatrlks

1.8.1 Root Mean Square Error (RMSE)dan Standar Deviasi (SD)


Indikator uji kesesuaian RMSE adalah suatu indikator kesalahan yang didasarkan
pada total kuadratis dari simpangan antara hasil model dengan hasil observasi yang
dapat didefinisikan sebagai persamaan (1.86):

Persyaratanmatematikadan statistika 29
(1.86)

N = jumlah baris atau kolom matriks


A

Tid, Tid = nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi

Beberapa peneliti menggunakan standar deviasi dari simpangan yang dapat


didefinisikan sebagai persamaan (1.87):

untuk i:Ai (1.87)

Dari persamaan (l.86)-(l.87) terlihat bahwa semakin besar nilai N maka nilai
RMSE kira-kira akan sama dengan nilai SD. Indikator %RMSE digunakan untuk
membandingkan 2 buah MAT yang mempunyai jumlah sel yang berbeda.

%RMSE = (R~SE J x 100% (1.88)

1 N N A

B (t
T1 -- N (N' -1) "" "" TId (1.89)

Semakin besar nilai RMSE, %RMSE, dan SD maka semakin tidak akurat MAT
hasil penaksiran dibandingkan MAT hasil pengamatan.

1.8.2 Mean Absolute Error (MAE)


MAE adalah bentuk ukuran simpangan paling sederhana yang dapat didefinisikan
sebagai persamaan (1.90).

untuk i:Ai (1.90)

Dari persamaan (l.90) terlihat bahwa nilai MAE kurang sensitif terhadap nilai
mutlak kesalahan yang besar dibandingkan dengan RMSE. Semakin besar nilai
MAE maka semakin tidak akurat MAT hasil penaksiran dibandingkan MAT hasil
pengamatan.

1.8.3 Koefisien Determinasi (R2)


Indikator uji kesesuaian R2 dapat didefinisikan sebagai persamaan (1.91):

ff(f id
R2=1_~i=~1~d=~1~
-Tid r
__ untuk i:Ai (1.91)
ff(fid
i=ld=l
-T1Y
30 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:
Teori, contoh soel, dan aplikasi
Indikator uji statistik R2 ini merupakan suatu uji statistik yang paling sering
digunakan. Indikator ini akan memberikan bobot sangat tinggi untuk kesalahan
absolut besar.
Oleh karena itu, nilai R2 yang tinggi tidak dapat diperoleh dad matriks berjumlah
sel besar dengan kesalahan kecil, tetapi sangat.jelek pada nilai sel yang keci!.

1.8.4 Normalised Mean Absolute Error (NMAE)


Beberapa indikator uji kesesuaian yang telah diuraikan di atas seperti RMSE, SD,
(VoRMSE, MAE, dan R2 tidak dapat digunakan untuk membandingkan MAT jika
diterapkan pada daerah kajian yang berbeda, karena nilai MAT sangat tergantung
pada kondisi lokal seperti ukuran matriks dan lainnya.
Untuk tujuan ini, disarankan menggunakan indikator uji statistik NMAE yang
didefinisikan sebagai persamaan (1.92).

NMAE= ( ~MAE) xl00 (1.92)

1.9 Kumpulan soal

Asumsi terdapat satu persamaan dengan 2 (dua) buah peubah bebas


sebagaimana tertera pada persamaan (1.93) berikut.
Y = bo + b1X1 + b2X2 di mana: (1.93)

= bangkitan atau tarikan (peubah tidak bebas)


= peubah bebas
= konstanta
= koefisien regresi
Jika diketahui beberapa data nilai peubah bebas (Y) dan peubah tidak bebas
(Xl) dan (X2) , saudara diminta untuk menentukan nilai konstanta (bo) dan
koefisien regresi (bbb2) dari persamaan (1.93)?
No y X1 X2 No Y X1 X2
1 200 40 50 6 110 50 60
2 420 30 100 7 340 60 80
3 620 30 20 8 260 70 50
4 820 70 60 9 480 80 40
5 920 80 90 10 900 40 70

2 Asumsi terdapat satu persamaan dengan 3 (tiga) buah peubah bebas


sebagaimana tertera pada persamaan (1.94) berikut.
di mana: (1.94)

Persyaratan matematika dan statistika 31


Y == bangkitan atau tarikan (peubah tidak bebas)
X1,x2,x3 == peubah bebas
bo == konstanta
b1,b2,b3 == koefisien regresi
Jika diketahui beberapa data nilai peubah bebas (f) dan peubah tidak bebas
(Xl)' (X2), dan (X3), saudara diminta untuk menentukan nilai konstanta (bo) dan
koefisien regresi (bhb2,b3) dari persamaan (1.94)?
No Y X1 X2 X3 No Y X1 X2 X3
200 40 50 50 6 110 50 60 50
2 420 30 100 100 7 340 60 80 100
3 620 30 20 20 8 260 70 50 20
4 820 70 60 60 9 480 80 40 60
5 920 80 90 90 10 900 40 70 90

3 Saudara diminta untuk menghitung nilai indikator uji kesesuaian matriks


RMSE, SD, %RMSE, MAE, R2, dan NMAE antara 2 (dua) buah matriks
berikut ini.
Tabel1.2: Matriks I (Tid)
Zona 1 2 3 4 5 6 7 8
1 20 40 50 60 80 50 60 80
2 40 30 100 50 80 100 50 80
3 60 30 20 90 150 20 90 150

~: 6 60 30
~
90
20
40
80
90
200

150
50
60
90
20
40
80
90
200

150
50

7 80 70 60 40 200 60 40 200
8 100 80 80 50 90 80 50
~

6 7 8
54 62 81
104 52 82
23 93 153
63 44 204
92 85 47
19 89 147
57 38 198
88 77 48

32 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soel, dan aplikasi
II Perencanaan, pemodelan, dan
rekayasa transportasi

Bah 1 telah menjelaskan beberapa persyaratan matematika dan statistika yang


minimal harus dikuasai oleh para pembaca sebelum memulai bab-bab selanjutnya
dalam buku ini.
Subbab 2.1 menjelaskan beberapa pengertian mengenai model dengan berbagai
macam peranannya, sedangkan subbab 2.2 menjelaskan beberapa ciri permasalahan
transportasi yang perlu diketahui sebelumnya oleh para perencana transportasi.
Subbab 2.3 menjelaskan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses
pengembangan model dan pemilihan pendekatan model, sedangkan beberapa faktor
yang dibutuhkan dalam proses pengembangan model transportasi akan diberikan
dalam subbab 2.4.
Subbab 2.5 menjelaskan beberapa ciri dasar dalam proses perencanaan transportasi;
sedangkan subbab 2.6 menjelaskan beberapa campur tangan manusia pada sistem
transportasi. Subbab 2.7 menjelaskan beberapa esensi mengenai perencanaan
transportasi sebagai salah satu campur tangan manusia serta pihak-pihak yang
terlibat dalam perencanaan transportasi akan diberikan dalam subbab 2.8.

2.1 Pendahuluan

2.1.1 Lata!" belakanq


Permasalahan transportasi dan teknik perencanaannya mengalami revolusi yang
pesat sejak tahun 1980-an. Pacla saat ini kita masih merasakan banyak permasalahan
transportasi yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1960-an dan 1970-an,
misalnya kemacetan, polusi suara dan udara, kecelakaan, clan tundaan.
Pennasalahan transportasi yang suclah ada sejak dulu bisa saja masih dijumpai pada
masa sekarang, tetapi dengan tingkat kualitas yang jauh lebih parah clan kuantitas
yang jauh lebih besar; mungkin saja mempunyai bentuk lain yang jauh lebih
kompleks karena semakin banyaknya pihak yang terkait sehingga lebih sukar
diatasi.
Pada akhir tahun 1980-an, negara maju memasuki tahapan yang jauh lebih maju
dibanclingkan clengan 20 tahun yang lalu eli sektor perencanaan, pemodelan, elan
rekayasa transportasi. I-Ial ini disebabkan antara lain oleh pesatnya perkembangan
pengetahuan mengenai elektronika dan peralatan komputer yang memungkinkan
berkembangnya beberapa konsep baru mengenai sistem prasarana transportasi,
sistem pergerakan, dan peramalan kebutuhan akan transportasi yang tidak pernah
terpikirkan pada masa lalu.

33
Tersedianya peralatan komputer yang murah dan berkecepatan tinggi telah
mengakibatkan hilangnya anggapan bahwa teknik komputasi selalu membatasi
perkembangan teknik perencanaan, pemoelelan, elan rekayasa transportasi.
Selain itu, elapat dikatakan eli sini bahwa proses perencanaan merupakan bagian e1ari
proses pengambilan keputusan atau kebijakan, Dengan kata lain, para pengambil
keputusan atau kebijakan akan menggunakan hasil dari perencanaan dan pemodelan
sebagai alat bantu dalam mengambil keputusan.
Banyak negara sedang berkembang menghadapi pennasalahan transportasi dan
beberapa di antaranya sudah berada dalam tahap sangat kritis. Permasalahan yang
terjaeli bukan saja elisebabkan oleh terbatasnya sistern prasarana transportasi yang
aela, tetapi sudah ditambah lagi e1enganpermasalahan lainnya.
Pendapatan rendah, urbanisasi yang sangat cepat, terbatasnya sumber daya,
khususnya dana, kualitas dan kuantitas data yang berkaitan dengan transportasi,
kualitas sumber daya manusia, tingkat disiplin yang rendah, dan lemahnya sistem
perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi semakin
parah.
Di Indonesia, permasalahan transportasi sudah sedemikian parahnya, khususnya di
beberapa kota besar seperti DIG-Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung. Kota
yang berpenduduk lebih dari 2-3 juta jiwa dapat dipastikan mempunyai
permasalahan transportasi. Pada akhir tahun 2000, diperkirakan hampir semua
ibukota provinsi dan beberapa ibukota kabupaten akan berpenduduk di atas 1-2 juta
jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa dihindarkan.
Hal ini merupakan lampu merah bagi para pembina daerah perkotaan di Indonesia
karena mereka akan dihadapkan paela pennasalahan bam yang memerlukan
pemecahan yang bam pula, yaitu permasalahan transportasi perkotaan (Tamin,
1988abcd,1997a,2000a).
Kota keciljuga mempunyai pennasalahan transportasi yang perlu pemecahan secara
dini pula, namun pada umumnya masih dalarn skala kecil dan pemecahannya tidak
memerlukan biaya besar dan waktu lama. Dengan demikian, peranan perencanaan,
pemodelan, elan rekayasa transportasi elalam merencanakan pembangunan sistem
prasarana transportasi, pengembangan wilayah, dan lain-Iainnya menjadi semakin
terlihat nyata.
Paela beberapa negara sedang berkembang, khususnya Indonesia, sektor pertanian
konvensional secara perlahan terlihat semakin kurang menarik dan tidak lagi
diminati, terutama oleh generasi muda. Di sisi lain, perkotaan menawarkan begitu
banyak kesempatan, baik elisektor formal maupun informal. .
Tambahan lagi, pertumbuhan wilayah di daerah pedalaman lebih lambat
dibandingkan elengan di daerah perkotaan. Hal ini menyebabkan terseelia lebih
banyak lapangan kerja serta upall elan gaji yang jauh lebih tinggi eli daerah
perkotaan elibanelingkanelengan elidaerah peelalaman.
Sernua hal ini merupakan daya tarik yang sangat kuat bagi para petani eli daerah
pedalaman untuk berurbanisasi ke daerah perkotaan. Di mana ada gula, pasti akan
banyak semut yang datang menghampiri, Hal ini mendukung pernyataan yang

34 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teoti, contoh soel, dan aplikasi
mcngatakan bahwa proses urbanisasi yang sangat cepat telah terj adi beberapa tahun
belakangan ini pada beberapa kota besar di Indonesia, khususnya DKI-Jakarta.
Namun, sebesar apapun kota tersebut dengan segala kelengkapannya, pasti
mempunyai keterbatasan berupa batas daya clukung lahan. Jika batas terse but sudah
rerlampaui, akan terjadi dampak yang sangat merugikan,
Dalam konteks kota di Indonesia, fenomena kota bermasalah sudah mulai terlihat,
yang diperkirakan akan terus berkembang menjadi persoalan yang semakin rumit
seiring dengan semakin tingginya laju urbanisasi, Hal ini sulit dihindari karen a
daerah perkotaan sudah terlanjur dianggap sebagai penyedia berbagai macam
lapangan pekerjaan,
Tingginya urbanisasi secara tidak langsung dapat dikatakan sebagai akibat dari tidak
meratanya pertumbuhan wilayah di Indonesia; antara daerah pedalaman (rural)
dengan daerah perkotaan (urban). Semakin besar perbedaan tingkat pertumbuhan
wilayah terse but , semakin tinggi pula tingkat urbanisasi yang pada gilirannya akan
menimbulkan beberapa permasalahan perkotaan, khususnya di sektor transportasi.
Tambahan lagi, proses urbanisasi dan industrialisasi selalu terjadi secara hampir
bersamaan, terutama eli negara yang beralih dad negara pertanian (agraris) ke
negara inelustri. Indonesia, pada saat ini, tergolong negara yang sedang bergerak
menuju negara semiindustri.
Beberapa data kota besar eli dunia menyatakan bahwa semakin tinggi intensitas
industri di daerah terse but, semakin tinggi pula tingkat urbanisasinya. Hal ini
mungkin karena berdasarkan Teori Lokasi, lokasi industri yang sangat efektif dan
efisien beraela eli dekat pasar, yaitu daerah perkotaan (urban).
Industri tersebut memberikan lapangan pekerjaan yang cukup tinggi dan dengan
sistem penggajian yang jauh lebih baik dibandingkan dengan daerah pedalaman
(rural). Hal ini yang menyebabkan tingkat urbanisasi yang cukup tinggi.
Laju urbanisasi yang semakin pesat ini tentu menimbulkan sejumlah permasalahan;
salah satu eli antaranya masalah transportasi. Dapat dikatakan permasalahan
transportasi perkotaan masa mendatang sudah berada di depan mara.
Selain urbanisasi, beberapa kecenderungan lain yang perlu dicermati, yang akan
sangat mempengaruhi transportasi perkotaan, sebagai berikut (Tamin,
1988abcd,1997a,2000a).
o semakin jauh rata-rata pergerakan manusia setiap hari. Semakin mahalnya
harga tanah di pusat perkotaan menyebabkan lahan permukiman semakin
bergeser ke pinggiran kota, sedangkan tempat pekerjaan cenderung semakin
terpusat di pusat perkotaan. Hal ini menyebabkan seseorang akan bergerak
lebih jauh dan lebih lama untuk mencapai tempat kerja. Semakin jauh dan
semakin lama seseorang membebani jaringan jalan, semakin tinggi pula
kontribusinya terhadap kemacetan,
® semakin banyak wanita yang bekerja, Tidak dapat disangkal lagi, kebutuhan
keluarga pada masa sekarang tidak hanya bisa ditunjang oleh penghasilan
suami saja. Perlu ada tambahan lain, dan ini menyebabkan istri juga hams

Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi 35


bekerja, yang berakibat sehingga menyebabkan semakin banyaknya pergerakan
yang dilakukan oleh keluarga.
• semakin banyak peJajar dan mahasiswa. Kecendenmgan persaingan yang
semakin ketat di masa mendatang menyebabkan pendidikan berkelanjutan
seperti kursus, pelatihan, pendidikan bergelar paruh waktu menjadi suatu
keharusan bagi seseorang yang telah bekerja. Kecenclerungan ini menyebabkan
terjadi pergerakan tambahan ke pusat kota, tempat biasanya pusat pendidikan
tersebut berlokasi.
• semakin banyak wisatawan. Tingginya tekanan yang dirasakan oleh setiap
orang yang tinggal di daerah perkotaan menyebabkan rekreasi menjadi suatu
kebutuhan utama. Sudah barang tentu hal ini pun menyebabkan semakin
banyaknya pergerakan.
Orang yang melakukan urbanisasi dapat elikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok
utama, yaitu a) orang yang mampu membeli tanah atau menyewa tempat tinggal eli
dalam kota dan bekerja eli dalam kota; b) orang yang bekerja di dalam kota, tetapi
terpaksa tinggal di pinggiran kota karena tidak mampu membeli tanah di dalam
kota; akan tetapi mampu membeli tanah di pinggiran kota serta masih mampu
membayar biaya transportasi untuk bergerak dari daerah pinggiran kota ke dalam
kota setiap harinya; dan terakhir c) orang yang tidak mampu membeli tanah atau
menyewa temp at tinggal di dalam kota serta tidak mempunyai kemampuan untuk
membayar biaya transportasi.
Orang yang termasuk pada kelompok pertama (a) ticlak akan menyebabkan
permasalahan transportasi yang berarti dalam hal mobilitas dan aksesibilitas karena
jarak antara tempat tinggal dengan tempat bekerja yang cukup dekat. Orang yang
tergolong pada kelompok kedua (b), yang persentasenya tertinggi di antara ketiga
kelompok tersebut, sangat potensial menimbulkan permasalahan transportasi.
Permasalahan tersebut terjadi setiap hari, yaitu pada jam sibuk pagi clan sore hari.
Pada jam sibuk pagi hari terjadi proses pergerakan clengan volume tinggi, bergerak
ke dalam kota dari pinggiran kota untuk bekerja. Pada sore hari terjadi hal yang
sebaliknya karena semua orang kembali ke rumahnya masing-masing.
Permasalahan transportasi semakin bertambah sejalan elengan semakin bergesernya
permukiman kelompok berpenghasilan menengah ke bawah ini jauh ke elaerah
pinggiran kota. Kecenderungan ini terus berlangsung sejalan elengan semakin
pentingnya elaerah perkotaan yang menyebabkan harga tanah semakin maha1.
Kelompok terakhir (c) aelalah kelompok yang tielak mampu membeli tanah atau
tidak mampu menyewa tempat tinggal eli dalam kota serta tielak mampu pula
membayar biaya transportasi sehingga terpaksa menempati ruang kosong di seputar
kota secara ilegal. Implikasi yang timbul seterusnya adalah masalah permukiman
kumuh yang bukan saja menyangkut masalah transportasi, tetapi sudah mengarah
kepada masalah sosial, kesehatan, kejahatan, pendidikan, dan lain-lain.
Untuk mengatasi semakin meningkatnya pergerakan ini, beberapa perkembangan
penting dalam perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi terjadi pada

36 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemode/an. dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soa/, dan aplikasi
pertengahan tahun 1970-an, khususnya pada beberapa pusat penelitian dan
pengembangan.
Perkembangan penting tersebut lebih ditingkatkan serta diimplementasikan oleh
para konsultan dan kontraktor. Akan terapi, banyak penemuan bam itu tidak
mendapat perhatian yang baik dari pihak luar, padahal belakangan terbukti bahwa
perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi sangat berperan dalam
memecahkan berbagai permasalahan transportasi.

2.1.2 Model dan poranannya


Model dapat didefinisikan sebagai bentuk penyederhanaan suatu realita (atau dunia
yang sebenarnya); termasuk di antaranya (Tamin, 1988abcd,1997a,2000a):
III model fisik (model arsitek, model teknik sipil, wayang golek, dan lain-lain);
e peta dan diagram (grafis);
III model statistika dan matematika (persamaan) yang menerangkan beberapa
aspek fisik, sosial-ekonomi, dan model transportasi.
Semua model terse but merupakan cerrninan dan penyederhanaan realita untuk
tujuan tertentu, seperti memberikan penjelasan, pengertian, serta peramalan,
Beberapa model dapat mencerminkan realita secara tepat.
Sebagai ilustrasi, model maket (bagian dari model fisik) sering digunakan dalam
ilmu arsitektur untuk mempelajari dan menganalisis dampak pembangunan suatu
kota baru ataupun pengembangan wilayah terhadap lingkungan sekitarnya dengan
menggunakan model berskala lebih kecil,
Dalam ilmu teknik sipil, model maket (misalnya berskala I: I 00) sering juga
digunakan untuk mempelajari perilaku bendungan atau jembatan sebelum bangunan
sipil terse but dibangun dengan ukuran yang sebenarnya.
Begitu juga dalam bidang pariwisata; sering kita temui penjualan model miniatur
pariwisata (misalnya candi Borobudur) yang sebenarnya merupakan replika candi
tersebut dalam skala lebih kecil. Dengan melihat model rniniatur itu, seseorang
tidak perlu mengeluarkan biaya besar pergi ke Yogyakarta untuk melihat candi
tersebut (realita), tetapi dapat membayangkannya dengan hanya melihat model
tersebut.
Selain itu, dengan hanya menggunakan media informasi garis dan angka dalam
suatu peta kontur, seseorang (ahi geodesi) dapat langsung membayangkan perkiraan
situasi dan kondisi lapangan sebenarnya (realita) tanpa hams pergi ke lapangan,
cukup dengan hanya melihat peta kontur tersebut, Foto, sketsa, atau peta dapat
dikategorikan sebagai model karena dapat merepresentasikan realita c1engan cara
yang lebih sederhana.
Secara Ul11U111 dapat dikatakan bahwa semakin mirip suatu model dengan realitanya,
semakin sulit model tersebut dibuat (misalnya, wayang golek lebih mirip manusia
dibandingkan dengan wayang kulit sehingga wayang golek lebih sulit dibuat
dibandingkan dengan wayang kulit). Model yang canggih belum tentu merupakan

Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi 37


model yang baik; kadang-kadang model yang jauh lebih sederhana ternyata lebih
cocok untuk tujuan, situasi, dan kondisi tertentu.
Dalam perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi, kita akan sangat sering
menggunakan beberapa model utama, yaitu model grafis dan model matematis.
Model grafis adalah model yang menggunakan gambar, warna, dan bentuk sebagai
media penyampaian informasi mengenai keadaan sebenarnya (realita).
Model gratis sangat diperlukan, khususnya untuk transportasi, karena kita perlu
mengilustrasikan terjadinya pergerakan (arah dan besarnya) yang terjadi yang
beroperasi secara spasial (ruang). Model matematis menggunakan persamaan atau
fungsi matematika sebagai media dalam usaha mencerminkan realita.
Walaupun merupakan penyederhanaan, model tersebut bisa saja sangat kompleks
dan membutuhkan data yang sangat banyak serta waktu penyelesaian yang sangat
lama. Beberapa keuntungan dalam pemakaian model matematis dalam perencanaan
transportasi adalah sewaktu pembuatan formulasi, kalibrasi serta penggunaannya,
para perencana dapat belajar banyak, melalui eksperimen, tentang perilaku dan
mekanisme internal dari sistem yang sedang dianalisis.
Akan tetapi, pemodelan transportasi hanya merupakan salah satu unsur dalam
perencanaan transportasi. Lembaga, departemen, pengambil keputusan, masyarakat,
administrator, peraturan, dan penegakan hukum adalah beberapa unsur lainnya yang
hams direncanakan dengan baik untuk mendapatkan sistem perencanaan
transportasi yang baik.
Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi serta pengambil keputusan
dapat dikombinasikan dengan cara yang berbeda-beda; tergantung pada pengalaman
lokal, tradisi, dan pengalaman. Sebelum kita mendiskusikan cara memilih model
yang baik, sebaiknya diterangkan dahulu beberapa ciri utama permasalahan
transportasi dan hal-hal yang terkait di dalamnya.

2.2 Ciri permasalahan transportasl

LPM-ITB (1997a) menjelaskan bahwa ruang lingkup permasalahan transportasi


telah bertambah luas dan permasalahannya itu sendiri bertambah parah, baik di
negara maju (industri) maupun di negara sedang berkembang.
Terbatasnya bahan bakar secara temporer bukanlah permasalahan yang parah;
tetapi, peningkatan arus lalu lintas serta kebutuhan akan transportasi telah
menghasilkan kemacetan, tundaan, kecelakaan, dan permasalahan lingkungan yang
sudah beracla di atas ambang batas.
Pennasalahan ini tidak hanya terbatas pada jalan raya saja. Pertumbuhan ekonomi
menyebabkan mobilitas seseorang meningkat sehingga kebutuhan pergerakannya
pun meningkat melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada.
Kurangnya investasi pada suatu sistem j aringan dalam waktu yang cukup lama
dapat mengakibatkan sistem prasarana transportasi tersebut menjadi sangat rentan
terhadap kemacetan yang terjadi apabila volume arus lalu lintas meningkat lebih
dari rata-rata.

38 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soel, dan aplikasi
Permasalahan tersebut semakin bertambah parah rnelihat kenyataan bahwa
meskipun sistem prasarana transportasi sudah sangat terbatas, tetapi banyak dari
sistem prasarana tersebut yang berfungsi secara tidak efisien (beroperasi di bawah
kapasitas), misalnya: adanya warung regal yang menempati jalur pejalan kaki yang
menyebabkan pejalan kaki terpaksa hams menggunakan badan jalan yang tentunya
akan mengurangi kapasitas jalan tersebut.
Contoh lainnya, parkir di badan jalan sudah barang tentu akan mengurangi kapasitas
jalan dan akan menyebabkan penurunan kecepatan bagi kendaraan yang melaluinya.
Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah berapa besar keuntungan yang dapat
diterima dari retribusi parkir dibandingkan dengan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan oleh setiap kendaraan yang melalui mas jalan tersebut akibat
menurunnya kecepatan yang disebabkan oleh adanya parkir di badan ja1an.

2.2.1 Ciri kebutuhan akan transportasl


Kebutuhan akan pelayanan transportasi bersifat sangat kualitatif dan mempunyai
ciri yang berbeda-beda sebagai fungsi dari waktu, tujuan perjalanan, frekuensi, jenis
kargo yang diangkut, dan lain-lain.
Pelayanan transportasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan pergerakan
menyebabkan sistem transportasi tersebut tidak berguna (mubazir). Ciri ini
membuat analisis dan peramalan kebutuhan akan pergerakan menjadi semakin sulit.
Kebutuhan akan pergerakan bersifat sebagai kebutuhan tunman.· Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut. Seperti kita ketahui, pergerakan terjacli karena aclanya
proses pemenuhan kebutuhan.
Pemenuhan kebutuhan merupakan kegiatan yang biasanya harus dilakukan setiap
hari, misa1nya pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan
olahraga, Kita sebenarnya tidak perlu bergerak kalau semua kebutuhan terse but
tersedia clitempat kita beracla (tempat tingga1).
Akan tetapi, dalam ilrnu perencanaan wilayah clan perkotaan, setiap tara guna lahan
mempunyai beberapa ciri clan persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam
perencanaan dan perancangannya. Misa1nya, bandara harus berada jauh dari daerah
perkotaan karena a1asan keselamatan dan kebisingan serta hams pula jauh clari
daerah pegunungan dengan alasan operasi penerbangan pesawat yang menggunakan
bandara tersebut.
Daerah permukiman, industri, pertokoan, perkantoran, fasilitas hiburan, dan fasilitas
sosia1, semuanya rnempunyai beberapa persyaratan teknis dan nonteknis yang harus
clipenuhi dalam menentukan lokasinya.
Setiap lahan atau tata guna lahan mempunyai ciri teknis tersendiri yang clapat
menentukan jenis kegiatan yang cocok eli lokasi terse but. Beberapa ciri teknis yang
sering dipakai aclalah kondisi topografi (datar, bukit, pegunungan), kesuburan tanah,
clan geologi.
Akibatnya, lokasi kegiatan tersebar secara heterogen di dalam ruang yang acla yang
akhirnya menyebabkan perlu aclanya pergerakan yang digunakan untuk proses
pemenuhan kebutuhan, Seseorang akan berangkat pacla pagi hari clari lokasi

Perencanaan, pemodeian, dan rekayasa transportasi 39


perumahan ke lokasi temp at bekerja. Kemudian, sebelum pulang ke rumah pada
sore hari, mungkin ia mampir dulu untuk berbelanja, dan berolahraga pada lokasi
lain yang berbeda.
Dengan demikian, fasilitas sosial, fasilitas hiburan, pusat perbelanjaan, dan
perkantoran yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan harian harus disebar
secara merata dalam suatu daerah perkotaan sehingga jarak clari perumahan ke
berbagai lokasi tersebut menjadi lebih pendek. Semakin jauh dan semakin lama kita
bergerak, semakin tinggi peluang kita memberikan kontribusi terhaclap kemacetan
di kota terse but.
Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan terse but, kita mempunyai
dua pilihan, yaitu bergerak dengan moda transportasi atau tanpa moda transportasi
(berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda transportasi (misal berjalan kaki) biasanya
berj arak pendek (1-2 km), sedangkan pergerakan dengan mocla transportasi
berj arak sedang atau j auh.
Jenis moda transportasi yang digunakan juga sangat beragam, seperti mobil pribadi,
taksi, bus, kereta api, sepeda motor, pesawat terbang, dan kapallaut. Apapun moda
transportasinya, moda tersebut tidak akan pernah dapat bergerak kalau kita tidak
mempersiapkan temp at mereka bergerak seperti jalan raya, jalan reI, bandar udara,
dan pelabuhan laut yang biasa disebut sistem prasarana transportasi dan akan
dijelaskan berikut ini.

2.2.2 Ciri sistem prasarana transportasi


Ciri utama sistem prasarana transportasi adalah melayani pengguna; bukan berupa
barang atau komoclitas. Oleh karena itu, prasarana tersebut tidak mungkin disimpan
clan digunakan hanya pada saat diperlukan. Sistem prasarana transportasi hams
selalu dapat digunakan di mana pun dan kapan pun, karena jika tidak, kita akan
kehilangan manfaatnya (mubazir).
Oleh karena itu pula, sangatlah penting mengetahui secara akurat besarnya
kebutuhan akan transportasi pada masa mendatang sehingga kita dapat menghemat
sumber daya dengan mengatur atau mengelola sistem prasarana transportasi yang
dibutuhkan.
Pada dasarnya, sistem prasarana transportasi mempunyai dua peran utama, yaitu:
Q} Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan
(trade follows the ship);
• Sebagai prasarana bagi pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat
adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut (ship follows the trade).
Peran pertama sering digunakan oleh para perencana pengembang wilayah untuk
dapat mengembangkan wilayahnya sesuai dengan rencana. Katakanlah ada suatu
claerah permukiman bam yang hendak dipasarkan; tidak akan pernah ada
peminatnya kalau di daerah itu tidak disediakan sistem prasarana transportasi.

40 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teoti, contoh soei, dan aplikasi
Begitu sistem prasarana transportasinya tersedia, maim aksesibilitas permukiman
tersebut menjadi semakin tinggi (semakin mudah dicapai) yang akhirnya
menyebabkan minat pembeli menjadi bertambah untuk tinggal elisitu.
Hal yang sama juga terjadi di lahan permukiman transmigrasi. Suatu kawasan
permukiman tidak akan dapat berkembang, meskipun fasilitas rU111ahelan sawah
sudah siap palmi, jika tidak tersedia sistem prasarana transportasi; hal ini akan
mengakibatkan biaya transportasi menjadi sangat tinggi.
Sebaliknya, sistem prasarana transportasi mungkin belum diperlukan pada saat
sekarang karena kebutuhan akan pergerakan masih sangat rendah atau belum aela
sama sekali. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka kawasan permukiman
terse but tidak akan pernah bisa berkembang selamanya.
Oleh sebab itu, kebijakan yang hams dilakukan adalah menyediakan sistem
prasarana transporrasi dengan kualitas seminimal mungkin, tetapi masih bisa dilalui.
Aelanya keterhubungan atau konektivitas ini akan menyebabkan kawasan tersebut
menjadi mudah elicapai dan orang akan mulai mau tinggal di sana.
Seterusnya, setelah kawasan tersebut berkembang yang menyebabkan terbentuknya
kebutuhan akan pergerakan yang cukup besar, barulah sistem prasarana
transportasinya ditingkatkan sesuai c1enganperamalan kebutuhan akan pergerakan
pada masa menclatang. Di sinilah mulai tampak peran kedua dari sistem prasarana
transportasi.

2.2.3 Keseimbangan antara slstern prasarana transportasl clan


kebutuhan akan transportasl
Seperti terlihat pada Gambar 2.1, secara umum dapat dikatakan bahwa peranan
perencanaan dan pemodelan transporrasi sebenarnya adalah untuk dapat
memastikan bahwa kebutuhan akan pergerakan c1alambentuk pergerakan manusia,
barang, atau kenclaraan dapat elitunjang oleh sistem prasarana transportasi yang aela
elan hams beroperasi elibawah kapasitasnya.

c
(IJ
c;
(IJ
(ij
.~
:J
~ -~------------------------
~
c
(IJ

~
(j)

,
, I

,, ,,
, I
Gambar 2.1 Kemacetan dan beberapa
,I
, I
efek eksternalnya
, I Sumber: Ortuzar dan Willumsen (1994,
Arus, V
2001)

Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi 41


Kebutuhan akan pergerakan itu sendiri mempunyai ciri yang berbeda-beda, seperti
perbedaan tujuan perjalanan, moda transportasi yang digunakan, dan waktu
terjadinya pergerakan. Sistem prasarana transportasinya sendiri terbentuk dari:

• Sistem prasarana (penunjang), misalnya sistem jaringan jalan raya atau jalan
reI termasuk terminal;

• Sistem manajemen transportasi, misalnya undang-undang, peraturan, dan


kebijakan;

• Beberapa jenis moda transportasi dengan berbagai macam operatomya.


Pertimbangkan satu set volume pergerakan pada suatu sistem jaringan (V), satu set
kecepatan (S), dan kapasitas operasional (Q) yang beroperasi di bawah sistem
manajemen transportasi tertentu (M). Dalam bentuk umum, dapat dikatakan bahwa
kecepatan arus pergerakan dalam sistem jaringan tersebut dapat ditampilkan dalam
persamaaan berikut:
S = ./IQ,V,M] (2.1)

Kecepatan dapat dianggap sebagai indikator umum dalam menyatakan tingkat


pelayanan (Level of Sefvice=LOS) dari sistem jaringan tersebut. Dalam bentuk yang
lebih Ul11Ul11, LOS tergantung dari kombinasi kecepatan atau waktu tempuh, waktu
tunggu dan tarif (bus atau parkir), dan lain-lain.
Sistem manajemen (M) meliputi manajemen lalu lintas, sistem lampu lalu lintas
terkoordinasi, batasan lalu lintas, biaya penggunaan jalan, atau peraturan yang
diberlakukan bagi setiap moda transportasi. Kapasitas (Q) akan sangat tergantung
pada sistem manajemen (M) dan tingkat penyediaan investasi (I) selama beberapa
tahun, sehingga:
Q = ./II,M] (2.2)
Sistem manajemen juga bisa digunakan untuk mendistribusikan kembali kapasitas
setiap sistem prasarana transportasi, yang akan menghasilkan Q', dan/atau
memberikan prioritas kllUSUS pada pengguna tertentu, misalnya efisiensi (pengguna
angkutan umum, pengendara sepeda), lingkungan (kendaraan berbahan bakar gas
atau listrik) atau, hak penggunaan prasarana yang adil (pejalan kaki).
Seperti dalam kasus barang dan pelayanannya, seseorang akan memperkirakan
bahwa tingkat kebutuhan akan pergerakan (D) akan tergantung pada tingkat
pelayanan yang disediakan oleh sistem transportasi dan juga pengalokasian aktivitas
(A) dalam ruang:
D =./IS,A] (2.3)
Dengan menggabungkan persamaan (2.1) dan (2.3) untuk suatu sistcm aktivitas
yang sudah tetap, akan ditemukan satu set titik keseimbangan antara kebutuhan
akan pergerakan dengan sistem prasarana transportasi.
Akan tetapi, sistem aktivitas tersebut mungkin akan berubah sejalan dengan
perubahan tingkat pelayanan prasarana dalam ruang dan waktu. C'Ieh karena itu,
akan ditemukan beberapa set titik keseimbangan untuk jangka pendek dan jangka
panjang.

42 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelen, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
Tujuan perencanaan transportasi adalah meramalkan dan mengelola evolusi titik
keseimbangan ini sejalan dengan waktu sehingga kesejahteraan sosial dapat
dimaksimumkan.
Hal ini, sudah barang tentu, bukanlah hal yang mudah; pemodelan titik
keseimbangan akan menolong kita memahami evolusi tersebut secara lebih baik
sehingga dapat menyarankan berbagai macam kebijakan, strategi sistem manajemen
transportasi (M), dan program investasi (I).

2.3 Pemlllhan pendekatanmodel

Kebijakan transportasi yang akan diambil atau diputuskan oleh para pengambil
keputusan biasanya menggunakan hasil pereneanaan, pemodelan, dan rekayasa
transportasi sebagai alat bantu dalam mengambil keputusan.
Oleh sebab itu, para pengambil keputusan lebih mempunyai wewenang dalam
menentukan kebijakan yang akan ditentukan dibandingkan dengan para pereneana
transportasi. Hal ini karen a para pengambil keputusan memperhitungkan faktor
yang lain, seperti lingkungan, keamanan, pertahanan, ekonomi, dan sosial budaya
yang mungkin tidak (pernah) terpikirkan oleh para pereneana transportasi.
Model transportasi yang diabaikan oleh para pengambil keputusan bukan saja
merupakan pemborosan, tetapi dapat membuat frustrasi para perencana transportasi.
Jadi, dapat dikatakan bahwa hasil pereneanaan, pemodelan, dan rekayasa
transportasi merupakan alat bantu bagi para pengambil keputusan dalam
menentukan kebijakan yang akan diambil, bukan sebagai penentu kebijakan.
Oleh karena itu, Tamin (1988abcd,1997a,2000a) dan Ortuzar dan Willumsen
(1994,2001) mengusulkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
pendekatan analitis yang akan dipakai, antara lain seperti berikut ini.
Pengambilan keputusan Hal yang perlu diperhatikan di sini antara lain
apakah keputusan tersebut bersifat strategis, taktis, atau operasional. SHut
keputusan tersebut dapat menentukan tingkat kedalaman analisis; apakah hanya
faktor transportasi saja atau ada faktor lain yang ikut mempengaruhi atau ikut
terpengaruh.
Dari sisi sistem transportasi, apakah kita hanya tertarik pada kebutuhan akan
pergerakan saja atau termasuk juga sistem prasarananya dan lain-lain?
Pertanyaan mengenai berapa banyak pilihan yang hams dipertimbangkan
dalam menentukan suatu kebijakan transportasi juga merupakan hal yang perlu
diperhatikan,
2 Persyaratan ketepatan Ketepatan hasil kajian perencanaan, pemodelan,
dan rekayasa transportasi sangat diperlukan dan tergantung pada tujuan kajian
tersebut. Ketepatan data sangat menentukan ketepatan hasil pemodelan,
sedangkan ketepatan data sangat tergantung pada jumlah data yang
dikumpulkan, kualitas peralatan yang digunakan untuk mendapatkan data
tersebut serta kualitas surveyor yang menggunakan peralatan tersebut. Menatar

Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi 43


surveyor sebelum melaksanakan survei dan penjelasan manual peralatan
merupakan suatu usaha yang tepat dalam meningkatkan ketepatan data.
3 Tersedianya data yang diburuhkan Data merupakan permasalahan utama
dalam pemodelan. Terbatasnya data dari sisi kualitas dan kuantitas
menyebabkan hasil pemodelan tidak mempunyai ketepatan yang tinggi. Selain
itu, sistem transformasi data yang tidak begitu baik menyebabkan data tersebut
sangat susah didapat, meskipun sudah tersedia.
Fasilitas faksimili merupakan alat bantu utama dalam proses transformasi data.
Pada saat ini, fasilitas internet telah pula tersedia dan bisa didapat dengan biaya
yang sangat murah yang memungkinkan data bisa langsung didapatkan pada
saat yang bersamaan dengan kegiatan pengumpulan data (waktu-nyata).
4 Kernutakhiran pemodelan Pemodelan adalah pencerminan dan penyeder-
hanaan realita. Jadi, semakin kita dapat mencerminkan realita, dapat dikatakan
model tersebut menjadi semakin baik. Akan tetapi, untuk mencapai hal tersebut
biasanya dibutuhkan dana yang sangat besar dan data yang sangat banyak.
Karena keterbatasan biaya dan waktu, kemampuan memilih model yang tepat
sangat dibutuhkan yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu.
5 Sumber daya yang tersedia Hal ini menyangkut dana, data, perangkat
komputer, termasuk paket program yang tersedia, kernampuan peneliti, dan
seterusnya. Dua jenis sumber claya yang perlu digarisbawahi di sini adalah
waktu dan tingkat komunikasi dengan para pengambil keputusan dan
masyarakat.
Waktu merupakan hal terpenting - j ika hanya sedikit waktu yang tersedia
dalam penentuan kebijakan, maka melakukan pemodelan sesederhana mungkin
akan lebih baik daripada pemodelan yang menyeluruh. Selain itu, adanya
komunikasi yang baik dengan para pengambil keputusan serta masyarakat
sebagai pengguna akan mengurangi permasalahan.
6 Persyaratan proses data Mungkin salah satu pertanyaan yang timbul di sini
adalah seberapa besar kemampuan perangkat komputer yang diperlukan?
Jawabannya, mungkin tidak perlu terlalu besar karena satu komputer jinjing
sudah mempunyai kemampuan yang sangat besar dan kecepatan proses yang
sangat tinggi dengan harga yang cukup murah.
Hambatan utama dalam memproses data tersebut adalah kemampuan manusia
dalam mengumpulkan, mengkodefikasi, memasukkan data, menjalankan
program, dan menafsirkan keluaran dari program tersebut.
7 Tingkat kemampuan perencana dan peneliti Biaya pelatihan biasanya cu-
kup tinggi sehingga langkah yang terbaik adalah menggunakan model yang ada
seefisien mungkin sambil mempelajari dan memahami model lainnya yang
lebih baik. Jumlah perencana atau peneliti yang banyak serta berkualitas baik
sangat diperlukan.
Peningkatan kemampuan para peneliti tidak perlu clilakukan melalui
pendidikan formal karena mernbutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya

44 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teoti, contoh soel, dan aplikasi
yang mahal. Pelatihan atau penyuluhan merupakan salah satu hal yang sangat
efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut.

2.4 Paktor dalarn pemodelan transportasl

2.4.1 Spesifikasi model


Tamin (1988ahcd,1997a,2000a) dan Ortuzar dan Willumsen (1994,2001)
menjelaskan beberapa hal penting yang hams dipertimbangkan yang dirasakan perlu
dijabarkan lebih lanjut.

2.4.1.1 Struktur model Apakah mungkin kita membuat model untuk suatu sis-
tem dengan suatu struktur sederhana berupa fungsi dari beberapa alternatif yang
saling tidak berhubungan? Atau, apakah perIu kita membuat model yang sangat
kompleks yang digunakan untuk menghitung peluang dari suatu kejadian yang telah
pernah terjadi?
Pertanyaan ini sering timbul pada setiap peneliti. Model kontemporer selalu
mempunyai banyak parameter untuk bisa menunjukkan aspek struktural model
tersebut, dan dengan metodologi yang sudah berkembang sekarang sangat
dimungkinkan membentuk model yang sangat U111Ul11 yang memiliki banyak
peubah.

2.4.1.2 Bentuk fungsional Apakah mungkin menggunakan bentuk linear atau-


kah suatu permasalahan memerlukan pemeeahan yang bersifat tidak-linear?
Pemeeahan tidak-linear akan dapat mencerminkan realita seeara lebih tepat, tetapi
membutuhkan lebih banyak sumber daya dan teknik untuk proses pengkalibrasian
model tersebut.

2.4.1.3 Spesifikasi peubah Peubah apa yang dapat digunakan dan bagaimana
peubah tersebut berhubungan satu sama lain dalam suatu model? Untuk
menjelaskannya diperlukan proses tertentu dalam menentukan peubah yang
dominan, antara lain proses kalibrasi dan pengabsahan.

2.4.2 Kallbrasl dan penqabsahan model


Suatu model dapat seeara seclerhana dinyatakan sebagai fungsi matematika dari
beberapa peubahX dan parameter 9, seperti:
y= fiX, 9) (2.4)
Sangatlah menarik mengkaji perbeclaan antara kalibrasi model dan taksiran model,
khususnya dalam pemakaian eli bidang transportasi. Pengkalibrasian model
mensyaratkan pemilihan parameter yang mengoptimumkan satu atau lebih ukuran
kesesuaian yang juga merupakan fungsi dari data hasil pengamatan.
Prosedur ini sering digunakan oleh fisikawan dan ahli teknik yang bertugas
membuat model pertama (awal) clan mereka tidak perlu meneemaskan perilaku
statistika yang dihasilkan.

Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi 45


Sementara itu, penaksiran mcdel meliputi usaha untuk mendapatkan nilai parameter
sehingga hasil spesifikasi model tersebut dapat mendekati data hasil pengamatan
(realita). Dalam kasus ini, bisa saja satu atau lebih parameter dianggap tidak
signifikan, karena itu perlu dikeluarkan dari model. Taksiran juga
mernpertimbangkan kemungkinan mempelajari beberapa faktor spesifikasi secara
empiris.
Prosedur ini sering dilakukan oleh para ahli teknik dan ekonomi yang bertanggung
jawab dalam pengembangan model selanjutnya yang lebih mementingkan perilaku
statistika model terse but. Akan tetapi, kedua prosedur tersebut pada dasarnya sama
karena cara untuk menentukan parameter yang lebih baik yang akan digunakan
ditentukan oleh ukuran kesesuaian.
Suatu model yang sudah dikalibrasi dengan data tertentu belum tentu cocok dipakai
untuk penerapan yang lain, Hal ini disebabkan pada dasarnya realita antara kedua
terapan tersebut berbeda, terutama peubah yang mungkin tidak sama.
Oleh karena itu, sebelum diterapkan di tempat lain, model tersebut periu diabsahkan
terlebih dahulu dengan menggunakan data asli daerah tersebut.

2.4.3 Beberapa definisi dalam pemodelan


Beberapa definisi berikut ini perlu dijelaskan karena sering digunakan dalam proses
pemodelan (Black, 1981 dan LPM-ITB, 1996b,1997bc),
a Fungsi Konsep matematis yang digunakan untuk menyatakan bagaimana
satu nilai peubah (tidak bebas) ditentukan oleh satu atau beberapa peubah
Iainnya (bebas).
b Argumen Nilai tertentu suatu fungsi dapat dihitung dengan memasukkan
nilai pada peubah (bebas) yang aela dalam fungsi tersebut; peubah bebas itu
elisebut argumen.
c Peubah Kuantitas yang dapat digunakan untuk mengasumsikan nilai
numerik yang berbeda-beda. Jika suatu huruf digunakan untuk menyatakan
nilai suatu fungsi, huruf itu disebut peubah tidak bebas; jika digunakan sebagai
argumen suatu fungsi, disebut peubah bebas.
d Parameter Kuantitas yang mempunyai suatu nilai konstan yang berlaku
pada kasus tertentu, yang mungkin mempunyai nilai konstan yang berbeda
pada kasus yang lain.
e Koeflsien Dalam aplikasi matematika, koefisien mempunyai definisi yang
sama dengan parameter.
f Kalibrasi Proses yang dilakukan untuk menaksir nilai parameter atau
koefisien sehingga hasil yang elielapatkan mempunyai galat yang sekecil
mungkin dibandingkan dengan hasil yang sebenarnya (realita).
g Algoritma Suatu prosedur yang menunjukkan urutan operasi aritmatik yang
rumit. Biasanya algoritma sering digunakan dalam pembuatan program
komputer.

46 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
2,5 Clrl dasar perencanaan transportasl

2.5.1 Pendahuluan
Perin disadari bahwa kajian perencanaan transportasi mempunyai ciri yang berbeda
dengan kajian bidang lain. Hal ini disebabkan objek penelitian suatu kajian
perencanaan transportasi eukup luas dan beragam.
Di samping itu, kaj ian perencanaan transportasi juga biasanya melibatkan aspek
yang cukup banyak dan beragam pula. Secara singkat, ciri kajian perencanaan
transportasi ditandai dengan adanya multimoda, multidisiplin, multisektoral, dan
multimasalah [lihat juga LPM-lTB (1996b,1997a)].

2.5.1.1 Multimoda Kajian perencanaan transportasi selalu melibatkan lebih dari


satu moda transportasi sebagai bahan kajian. Hal ini mudah dimengerti mengingat
objek dasar kajian perencanaan transportasi adalah pergerakan manusia, dan/atau
barang, yang pasti melibarkan banyak moda transportasi.
Tambahan lain, Indonesia dikenal sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau
sehingga pergerakan dari suatu tempat asal ke tempat tujuan sangat tidak mungkin
hanya menggunakan satu moda saja, Tidaklah mengherankan bahwa Sistem
Transportasi Nasional (Sistranas) yang kita miliki mempunyai konsep utama, yaitu
konsep sistem transportasi integrasi antarmoda.
Kalaupun kajian yang dimaksud difokuskan pada daerah tertentu, misalnya terminal
bus atau bandara, aspek multimoda akan selalu timbul ke perrnukaan. Perencana
transportasi, bagaimanapun, harus mernperhatikan adanya interaksi antara
pergerakan internal di dalam daerah kajian (misalnya terminal bus atau banclara)
dengan pergerakan eksternalnya. Artinya, hams diperhatikan adanya moda
transportasi lain selain bus (untuk terminal bus) atau pesawat udara (untuk bandara),
Terminal dalam konsep sistem transportasi integrasi antarmoda memegang peranan
yang sangat penting karena proses pertukaran moda terjadi di terminal clan waktu
proses tersebut merupakan hal terpenting yang sangat perIu diperhatikan para
perencana transportasi. Ketidakefisienan dalam proses pertukaran moda akan
menyebabkan sistem transportasi integrasi antarmoda pun secara keseluruhan
menjadi tidak efisien.

2.5.1.2 Multidisiplin Kajian perencanaan transportasi melibatkan banyak disiplin


keilmuan karena aspek kajiannya sangat beragam, mulai dari ciri pergerakan,
pengguna jasa, sampai dengan sistem prasarana ataupun sarana transportasi itu
sendiri.
Tentu saja dalam pelaksanaannya, sernua aspek kajian tersebut harus dapat
diantisipasi. Kajian perencanaan transportasi biasanya melibatkan bidang keilmuan
seperti rekayasa, ekonomi, geografi, penelitian operasional, sosial politik,
maternatika, informatika, dan psikologi.
Sebagai ilustrasi, mad kita tinjau kajian penyusunan reneana induk terminal bus
antarkota. Dalam melakukan kajian tersebut, diperlukan seorang ahli perencana
wilayah untuk menentukan lokasi tem1inal bus yang baile, clitinjau dari suclut

Perencanaan, pemodeian, dan rekayasa transportasi 47


pandang penataan tata ruang dan daerah. Selanjutnya, juga dibutuhkan seorang ahli
teknik untuk mengkaji tata letak bangunan di areal terminal dan jenis konstruksi
setiap prasarana terminal.

Selain itu, dalam kajian ini juga akan dibutuhkan seorang ahli transportasi untuk
mengkaji dan memperkirakan potensi jumlah penumpang atau pun jumlah bus yang
akan dilayani oleh terminal bus itu pada tahun rencana, dan sistem sirkulasi internal
dan eksternal yang terbaik bagi terminal bus itu.
Di samping itu, seorang ahli ekonomi juga dibutuhkan untuk mengkaji sistem dan
besaran tarif di lingkungan terminal serta tingkat kelayakan ekonomi dan keuangan
dari rencana pengembangan terminal antarkota itu.

2.5.1.3 Multisektoral Yang dimaksud dengan multisektoral di sini adalah ba-


nyaknya lembaga, atau pihak terkait yang berkepentingan dengan kajian
perencanaan transportasi. Kajian perencanaan transportasi biasanya melibatkan
beberapa lembaga pemerintah ataupun swasta yang masing-masing mempunyai
kepentingan berbeda sehingga diperlukan koordinasi dan penanganan yang baik.
Untuk kasus perencanaan terminal bus antarkota seperti contoh di atas misalnya,
lembaga pemerintah ataupun swasta yang terkait meliputi Dinas Perhubungan,
BPN, Dinas Tata kota, polantas, operator bus, Dinas Pendapatan Daerah, dan lain-
lain.

2.5.1.4 Multimasalah Karena kajian perencanaan transportasi merupakan kajian


multimoda, multidisiplin, dan multisektoral, tentu saja menimbulkan multimasalah
- pennasalahan yang dihadapi mempunyai dimensi yang cukup beragam dan luas,
mulai dari yang berkaitan dengan aspek pengguna jasa, rekayasa, operasional,
ekonomi, sampai dengan aspek sosial.
Untuk contoh kasus pengembangan terminal bus antarkota di atas, masalah yang
mungkin timbul meliputi masalah rekayasa (lapisan tanah yang jelek atau sistem
drainase yang buruk) , masalah ekonomi (alokasi dana pemerintah yang terbatas,
daya beli masyarakat yang rendah), masalah pertanahan (lahan yang terbatas),
masalah sosial (perilaku penumpang bus yang tidak ciisiplin atau timbulnya
premanisme), masalah lalu !intas (gangguan lalu lintas di pintu masuk dan keluar
terminal atau perilaku pengemudi yang tidak disiplin).
Meskipun terdapat perbedaan antara kota-kota eli berbagai negara, pergerakan di
dalam daerah perkotaan mempunyai beberapa ciri yang sama yang berlaku hampir
pada semua kota kecil dan kota besar di dunia.
Ciri ini merupakan prinsip dasar yang merupakan titik tolak kajian transportasi. Ciri
ini juga mendefinisikan konsep yang digunakan oleh para perencana angkutan dan
perekayasa untuk memahami dan mempelajari pergerakan.
Oleh sebab itu, perlu dikaji beberapa konsep dasar yang melatarbelakangi kajian
angkutan dan bagaimana konsep ini saling berkaitan untuk membentuk apa yang
disebut sistem transportasi. Konsep yang akan dikaji dibagi dalam dua bagian, yaitu
[!ihat juga LPM-ITB (1996b,1997bc)]:

48 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
a Konsep mengenai ciri pergerakan tidak-spasial (tanpa batas ruang) di dalam
kota, misalnya yang menyangkut pertanyaan mengapa orang melakukan
perjalanan, kapan orang melakukan perjalanan, dan jenis angkutan apa yang
mereka pergunakan,

b Konsep mengenai eiri pergerakan spasial (dengan batas wang) di dalam kota,
termasuk pola tata guna lahan, pola perjalanan orang, dan pola perjalanan
angkutan barang,

Sebagian besar konsep ini telah dikembangkan pada tahun 1960-an dan awal tahun
1970-ml, baik di Eropa maupun cli Amerika Serikat. Kemudian, muncul
permasalahan mengenai relevansinya dengan negara sedang berkembang seperti
Indonesia. Meskipun demikian, sebelum data kota di Indonesia dikumpulkan secara
rutin, kita tidak akan clapat mengetahui secara pasti bagaimana konsep ini hams
disesuaikan dengan keadaan kota di Indonesia.

2.5.2 Ciri pergerakan tldak-spastal


Seperti diuraikan sebelumnya, eiri pergerakan tidak-spasial adalah Se1l111aem
pergerakan yang berkaitan dengan aspek tidak-spasial, seperti sebab terjadinya
pergerakan, waktu terjadinya pergerakan, danjenis moda yang digunakan.

2.5.2.1 Sebab terjadinya pergerakan Sebab terjadinya pergerakan dapat dike-


lompokkan berdasarkan maksud perjalanan (!ihat Tabel 2.1). Biasanya maksud
perjalanan dikelompokkan sesuai dengan ciri dasarnya, yaitu yang berkaitan dengan
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan agama.
Jika ditinjau lebih jauh lagi akan dijumpai kenyataan bahwa Iebih dari 90%
perjalanan berbasis tempat tinggal; artinya, mereka memulai perjalanannya dari
tempat tinggal (rumah) dan mengakhiri perjalanannya kembali ke rumah. Pada
kenyataan ini biasanya ditambahkan kategori keenam tujuan perjalanan, yaitu
maksud perjalanan pulang ke rumah.

2.5.2.2 Waktu terjadinya pergerakan Waktu terjadinya pergerakan sangat ter-


gantung pada kapan seseorang melakukan aktivitasnya sehari-harinya. Dengan
demikian, waktu perjalanan sangat tergantung pada maksud perjalanan. Perjalanan
ke tempat kerja atau perjalanan dengan maksud bekerja biasanya merupakan
perjalanan yang dominan, dan karena itu sangat penting diamati seeara cennat. Poia
kerja biasanya dimulai jam 08.00 dan berakhir pada jam 16.00 sehingga waktu
perjalanan untuk maksud perjalanan kerja biasanya mengikuti poia kerjanya.
Dalam hal ini kita dapati bahwa pada pagi hari, sekitar jam 06.00 sampai jarn 08.00,
dijumpai begitu banyak perjalanan untuk tujuan bekerja, dan pada sore hari sekitar
jam 16.00 sampaijaml8.00 dijumpai banyak perjalanan dari temp at kerja ke rumah
masin g-masing.
Jumlah perjalanan dengan maksud bekerja ini merupakan jumlah yang dominan
sehingga kita dapatkan bahwa kedua waktu terjadinya perjalanan dengan tujuan
bekerja ini menghasilkan waktu puncak pergerakan.

Perencanaan,pemodelan,dan rekayasa transportasi 49


Tabel2 1 Klasifikasi pergerakan orang di perkotaan berdasarkan maksud pergerakan

Aktivitas Klasifikasi perjalanan Keterangan

I. EKONOMI 1, Ke dan dari tempat kerja Jumlah arang yang bekerja tidak
tinggi, sekitar 40-50% penduduk,
a, Mencari nafkah 2, Yang berkaitan dengan beker]a Perjalanan yang berkaitan dengan
pekerja termasuk:
b. Mendapatkan 3, Ke dan dari taka dan keluar
barang dan untuk keperluan pribadi a, pulang ke rumah
pelayanan
Yang berkaitan dengan belanja atau b. mengangkut barang
bisnis pribadi
c. ke dan dari rapat

Pelayanan hiburan dan rekreasi


diklasifikasikan secara terpisah,
tetapi pelayanan medis, hukum, dan
kesejahteraan tennasuk di sini.

II. SOSIAL 1, Ke dan dari rumah teman Kebanyakan fasilitas terdapat dalam
lingkungan keluarga dan tidak
Menciptakan, 2, Ke dan dari tempat pertemuan menghasilkan banyak perjalanan.
menjaga hubungan bukan di rumah Butir 2 juga terkambinasi dengan
pribadi perjalanan dengan maksud hiburan.

III. PENDIDIKAN 1, Ke dan dari sekolah, karnpus Hal ini terjadi pada sebagian besar
dan lain-lain penduduk yang berusia 5-22 tahun,
Oi negara sedang berkembang
jumlahnya sekitar 85% penduduk,

IV, REKREASI DAN 1, Ke dan dari tempat rekreasi Menqunjunql restoran, kunjungan
HIBURAN sosial, termasuk perjalanan pada
2, Yang berkaitan dengan hari libur,
perjalanan dan berkendaraan
untu k rekreasi

V,KEBUDAYAAN 1, Ke dan dari tempat ibadah Perjalanan kebudayaan dan hiburan


sangat sulit dibedakan,
2, Perjalanan bukan hiburan ke dan
dari daerah budaya serta
perternuan palitik

Sumber: LPM-ITB (1996b, 1997abc)

Di samping kedua puncak tersebut, dijumpai pula waktu puncak lainnya, yaitu
sekitar jam 12,00 sampai 14,00; pada saat itu para pekerja pergi untuk makan siang
dan kembali lagi ke kantornya masing-masing, Tentu saja jumlah perjalanan yang
dilakukan pada siang hari ini tidak sebanyak pada pagi atau sore hari mengingat
makan siang terkadang dapat dilakukan di kantor atau kantin di sekitar kantor.
Selanjutnya, perjalanan dengan maksud sekolah ataupun pendidikan cukup banyak
jumlahnya dibandingkan dengan tujuan lainnya sehingga pol a perjalanan sekolah ini
pun turut mewarnai pola waktu PlU1Cakperjalanan.
Mengingat sekolah dari tingkat dasar sampai tingkat menengah pada umumnya
terdiri dari dua giliran, yaitu sekolah pagi dan sekolah sore, maka pola perjalanan
sekolah pun dipengaruhi oleh keadaan ini. Dalam hal ini dijumpai tiga PlU1Cak
perjalanan sekolah, yaitu paela pagi hari jam 06.00 sampai 07.00, di siang hari pada
jam 13.00-14.00, elan eli sore hari padajam 17,00-18.00.

50 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
Perjalanan lainnya yang cukup berperan adalah perjalanan untuk maksud
berbelanja, Kegiatan berbelanja ini tidak mempunyai waktu khusus, dan pelakunya
bisa melakukan kapanpun selama toko atau pasar buka, sehingga tidak ada pola
khusus untuk perjalanan dengan maksud belanja ini; pada umumnya berupa pola
menyebar. Meskipun terdapat juga puncak pada pagi clan sore hari, puncak ini tidak
terlalu nyata.
Jadi, jika ditinjau secara keseluruhan, pola perjalanan setiap hari eli suatu kota pada
dasarnya merupakan gabungan dari pola perjalanan untuk maksud bekerja,
pendidikan, berbelanja, dan kegiatan sosial lainnya, PoIa perjalanan yang diperoleh
dari penggabungan ketiga pola perjalanan di atas terkadang disebut juga pola variasi
harlan, yang menunjukkan tiga waktu puncak, yaitu waktu puncak pagi, waktu
puncak siang, dan waktu puncak sore.
Pola variasi harian seperti ini dijurnpai di sernua kota berukuran sedang dan besar di
seluruh dunia, Tentu saja rincian waktu terjadinya waktu puncak berbeda antara satu
kota dengan kota lainnya, tergantung pada ciri pola waktu kerja yang ada dan ciri
pola waktu sekolah.
Informasi mengenai pola variasi harian ini sangat penting bagi perencana
transportasi. Dengan mempelajari pola variasi harian perjalanan, ahli transportasi
dapat mengetahui pada jam-jam berapa saja sebenarnya prasarana jaringan jalan
ataupun jaringan angkutan umum akan menerima beban puncaknya, Dengan
demikian, penanganan yang paling sesuai dapat diterapkan pada waktu yang tepat
sehingga masalah kemacetan dapar dihindari sejak awal.
Selain itu, informasi pola variasi harian ini juga dapat digunakan sebagai acuan
dalam menentukan strategi yang paling sesuai untuk pengaturan sistem angkutan
U1l1U111111engingat bahwa pola beban yang berbeda mengakibatkan pola operasional
yang berbeda dan juga pola pembiayaan yang berbecla. Dengan diketahuinya pola
variasi harian ini, perencana transportasi dapat mengatur, misalnya, sistem frekuensi
dan sistem pentarifan yang paling sesuai.
Adanya pola variasi harian yang tidak seimbang antara waktu puncak dan waktu
tidak-puncak saat ini menjadi perhatian utama para ahli perencana transportasi
karena masalah yang dihadapi eli kota besar biasanya masalah kemacetan yang
terjadi pada j am puncak.
Jika waktu puncak cJiantisipasi dengan baik, maka pada waktu tidak-puncak,
prasarana dan sarana transportasi yang disecliakan menjadi rendah tingkat
pemakaiannya. Untuk itu periu dipikirkan cara lain agar penyediaan prasarana dan
sarana transportasi mampu mengantisipasi perjalanan yang ada dan sekaligus
mempunyai tingkat pemakaian yang memadai.

2.5.2.3 Jenls sarana anqkutan yang digunakan DaIa111melakukan perjalanan,


orang biasanya dihadapkan pada pilihan jenis angkutan - mobil, angkutan Ul11Ul11,
pesawat terbang, atau kereta api. Dalam menentukan pilihan jenis angkutan, orang
mempertimbangkan berbagai faktor, yaitu maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya,
dan tingkat kenyamanan. Meskipun dapat diketahui faktor yang menyebabkan

Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi 51


seseorang memilih jenis moda yang digunakan, pada kenyataannya sangatlah sulit
merumuskan mekanisme pemilihan moda ini.
Dad hasil survei yang pernah dilakukan di DKI-Jakarta pada tahun 1987 terlihat
bahwa moda yang paling lID11IDl digunakan dalam perjalanan di dalam kota adalah
berjalan kaki, becak, sepeda motor, kendaraan pribadi, taksi, dan bus kota. Dari
semua jenis moda angkutan umum tersebut terlihat bahwa yang paling dominan
adalah perjalanan dengan moda angkutan bus, disusul oleh taksi dan paratransit.
Jika kita bandingkan dengan salah satu kota di Amerika Serikat, akan didapatkan
pola yang hampir sama.
Dari hasil penelitian di Chicago diperoleh kenyataan bahwa perjalanan clengan
maksud pencliclikan merupakan 10% dad seluruh jumlah perjalanan; sekitar 70%
dari perjalanan terse but dilakukan clengan berjalan kaki, 15% clengan bus, clan 10%
clengan mobil atau sepecla motor. Perjalanan ke tempat kerja mencakup 20% dari
jumlah seluruh perjalanan; 80% dilakukan dengan mobil pribadi, sepeda motor dan
bus, dan hanya 20% clengan berjalan kaki.
Dari data terse but jelas terlihat bahwa clitinjau dad maksud perjalanan, sebagian
besar perjalanan dengan maksud bekerja clilakukan oleh orang dewasa yang
memiliki kendaraan dan mengemudikannya sencliri ke tempat kerja. Karena anak-
anak ticlak memiliki kendaraan dan tidak dapat mengemudi sendiri, mereka berjalan
kaki atau naik bus ke sekolah.
Dari faktor jarak terlihat bahwa jarak kurang clari 2 km cliclominasi oleh perjalanan
clengan berjalan kaki, yaitu sampai 90% dad jumlah perjalanan. Mobil tercatat
digunakan kurang dad 10% untuk perjalanan berjarak dekat ini. Sebaliknya, dengan
meningkatnya jarak perjalanan, proporsi perjalanan clengan berjalan kaki menurun,
clan perjalanan dengan mobil meningkat. Angkutan dengan bus juga meningkat
untuk jarak perjalanan sampai sejauh 9 krn.
Dari clata di atas tampak jelas bahwa secara umum faktor jarak clan maksucl
perjalanan merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan jenis atau
mocla kendaraan yang digunakan. Dengan berjalan kaki, persentase tinggi
cenderung untuk perjalanan jarak clekat, sedangkan perjalanan clengan mobil clan
sepeda motor clengan persentase tinggi cenderung untuk jarak tempuh yang lebih
jauh.
Perjalanan untuk maksud belajar dilakukan oleh anak-anak, terutama untuk ke
sekolah, yang biasanya jarak perjalanannya masih dapat dijangkau dengan berjalan
kaki dari rumah atau dapat dicapai clengan mudah clengan menggunakan angkutan
umum.

2.5.3 Ciri pergerakan spasial


Seperti yang telah dijelaskan, perjalanan terjadi karena manusia melakukan aktivitas
di tempat yang berbecla clengan claerah tempat mereka tinggal. Artinya, keterkaitan
antarwilayah ruang sangatlah berperan dalam menciptakan perjalanan.
Jika suatu daerah sepenuhnya terdiri clari lahan tandus tanpa tumbuhan clan sumber
daya alam, dapat diduga bahwa pada claerah tersebut ticlak akan timbul perjalanan

52 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
mengingar di daerah tersebut tidak mungkin tirnbul aktivitas. Juga, tidak akan
pernah ada keterkaitan ruang antara daerah tersebut c1engan daerah lainnya.
Konsep paling mendasar yang menjelaskan terjadinya pergerakan atau perjalanan
selalu dikaitkan dengan pola hubungan antara distribusi spasial perjalanan dengan
distribusi spasial tata guna lahan yang terdapat eli dalam suaru wilayah. Dalam hal
ini, konsep elasarnya adalah suatu perjalanan dilakukan untuk melakukan kegiatan
tertentu eli lokasi yang dituju, clan lokasi kegiatan terse but ditentukan oleh pola rata
guna lahan kota tersebut, Jadi, faktor tara guna lahan sangat berperan.

Berikut ini dijelaskan beberapa ciri perjalanan spasial, yaitu pola perjalanan orang
clan pola perjalanan barang [lihat juga LPM-ITB (1996b,1997bc)].

2.5.3.1 Pola perjalanan orang Seperti dikatakan sebelumnya, perjalanan ter-


bentuk karena adanya aktivitas yang dilakukan bukan eli tempat tinggal sehingga
pola sebaran tara guna lahan suatu kota akan sangat mernpengaruhi pol a perjalanan
orang. Dalam hal ini pola penyebaran spasial yang sangat berperan adalah sebaran
spasial dari daerah industri, perkantoran, clan perrnukiman.

Pola sebaran spasial dari ketiga jenis tara guna lahan ini sangat berperan dalam
menentukan poia perjalanan orang, terutama perjalanan dengan maksud bekerja.
Tentu saja sebaran spasial untuk pertokoan dan areal pendidikan juga berperan.
Akan tetapi, mengingat porsi keduanya tielak begitu signifikan, pola sebaran
pertamalah yang sangat mernpengaruhi pola perjalanan orang.
Sebagai contoh diambil pola penyebaran daerah perkantoran yang ada di DKI-
Jakarta. Pusat perkantoran atau pusat lapangan kerja yang tertinggi jelas terdapat eli
sekitar segitiga emas dan di sepanjang koridor jalan utarna yang mengarah keluar
c1ari pusat perdagangan. Di sekeliling daerah yang tinggi jumlah kesempatan
kerjanya tersebut terdapat daerah perumahan utama yang kesempatan kerjanya jauh
lebih rendah.
Jika ditinjau lebih jauh terlihat bahwa makin jauh dari pusat kota, kesempatan kerja
makin rendah, dan sebaliknya kepadatan perumahan makin tinggi. Tingkat
perjalanan yang muncul dari setiap daerah ke arah pusat kota sebenarnya
menunjukkan hubungan antara kepadatan penduduk dengan kesempatan kerja, yang
konelisinya sangat tergantung pada jarak lokasi daerah yang bersangkutan ke pusat
kora.

Pada lokasi yang kepadatan penduduknya lebih tinggi daripada kesempatan kerja
yang tersedia, terjadi surplus penduduk, elan mereka harus melakukan perjalanan ke
pusat kota untuk bekerja. Di sini terlihat bahwa rnakin jauh jarak dari pusat kota,
makin banyak ciaerah perumahan dan makin sedikit kesempatan kerja yang
berakibat makin banyak perjalanan yang terjadi antara daerah tersebut yang menuju
pusat kota.
Kenyataan sederhana ini menentukan c1asarciri pola perjalanan orang eli kota, Pacla
jam sibuk pagi hari akan terjadi arus lalu lintas perjalanan orang menuju ke pusat
kota clari sekitar e1aerahperumahan, sedangkan jam sibuk sore hari dicirikan oleh
arus lalu lintas perjalanan orang c1aripusat kota ke sekitar daerah perumahan.

Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi 53


Arus lalu lintas ini persentasenya sekitar 50-70% dari total jumlah perjalanan
harian yang dibangkitkan di dalam daerah perkotaan, dan karena itu merupakan
faktor terpenting yang membentuk pola perjalanan orang di kota.

2.5.3.2 Pola perjalanan barang Berbeda dengan pola perjalanan orang, pola
perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh aktivitas produksi dan konsumsi, yang
sangat tergantung pada sebaran pola tata guna lahan permukiman (konsumsi), serta
industri dan pertanian (produksi). Selain itu, pola perjalanan barang sangat
dipengaruhi oleh pola rantai distribusi yang menghubungkan pusat produksi ke
daerah konsumsi.
Beberapa kajian memmjukkan bahwa 80% dari perjalanan barang yang dilakukan di
kota menuju ke daerah perumahan; ini menunjukkan bahwa perumahan merupakan
daerah konsumsi yang dominan. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa jumlah
perjalanan yang besar itu hanya merupakan 20% dati total jumlah kilometer
perjalanan. Hal ini menunjukkan bahwa pola perjalanan barang lebih didominasi
oleh perjalananmenuju daerah lainnya, yaitu ke daerah pusat distribusi (pasar) atau
ke daerah industri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditinjau dari jumlah kilometer perjalanan,
perjalanan barang menuju daerah dan dari daerah industri merupakan yang terbesar,
yaitu perjalanan yang cukup panjang. Jadi, sangatlah jelas bahwa pola menyeluruh
dari perjalana.tl barang sangat tergantung pada sebaran tata guna lahan yang
berkaitan dengan daerah industri, daerah pertanian, dan daerah permukiman.

2.6 Campur tangan manusia pada sistem transportasi

Secara ekonomi, ketidakefisiena.tl sistem transportasi atau permasalahan transportasi


merupakan pemborosan besar. Amat banyak baha.tl bakar terbuang percuma akibat
kendaraan terpaksa berjala.tl di bawah kecepatan optimum atau sering berhenti.
Selain itu, ban dapat lebih cepat aus karena kendaraan terlalu sering direm, dan
masih banyak persoalan lain yang dapat diungkapkan untuk membuktika.tl akibat
negatifyang timbul oleh transportasi yang tidak direncanakan dengan baik.
Kegiatan manusia yang beraneka ragam menyebabka.tl mereka perlu saling
berhubungan. Untuk itu diperlukan alat perhubungan, salah satu di antaranya dan
yang paling tua umurnya adalah transportasi.
Jadi, transportasi bukanlah tujuan akhir, melainkan sekadar alat untuk melawan
jarak. Dengan kemajuan teknologi, muncul berbagai macam bentuk atau alat
transportasi untuk memenuhi berbagai keperluan.
Sarana transportasi (alat angkut) terus berkembang mengikuti fenomena bam yang
timbul akibat penggalian sumber daya, seperti penemuan teknologi baru,
perkembangan struktur masyarakat, dan peningkatan produksi. Keterlambatan
perkembangan alat angkut aka.tl menyebabkan tidak tercapainya maksud utama
pembangunan nasional, yaitu menyejahterakan masyarakat.

54 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teorl, contoh soel, dan aplikasi
Contohnya, untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di pulau Sumatera
hams dapat dibuat hubungan antara berbagai sumber alam tersebut dengan tempat
pengolahan, dan kemudian dengan pasar; untuk itu diperlukan transportasi.
Oleh karena itulah pemanfaatan sumber daya alam bagi kesejahteraan masyarakat
hanyalah angan-angan belaka selama transportasi penunjangnya belum tersedia. Di
sinilah diperlukan campur tangan manusia atau pemerintah pada sistem transportasi,
Pemerintah memiliki sejarah panjang dalam hal campur tangan dan prakarsa di
bidang transportasi. Penjelasan mengenai hal ini tidak sulit diperoleh. Akan tetapi,
tingkat keterlibatan pemerintah tersebut tumbuh seiring dengan meningkatnya
kerumitan sistem transportasi dan peranannya dalam perekonomian nasional secara
keseluruhan.
Selanjutnya, kebijakan sosial suatu pemerintah yang modern mempunyai dampak
terhadap sistern transportasi nasional dan industri transportasi itu sendiri. Persoalan
dasar transportasi sebenarnya sederhana, yaitu terlalu besarnya kebutuhan akan
pergerakan dibandingkan dengan sistem prasarana transportasi yang tersedia.
Oleh karena itu, Wells (1975,1979) menyatakan bahwa usaha pemecahannya tidak
terlalu sulit. Yang mungkin dilakukan adalah:
Membangun sistem prasarana transportasi dengan dimensi yang lebih besar
sehingga kapasitasnya sesuai dengan atau melebihi kebutuhan.
2 Mengurangi tuntutan akan pergerakan dengan mengurangi jumlah kendaraan
pemakai jalan.
3 Menggabungkan (1) dan (2), yaitu menggunakan sistem prasarana transportasi
yang ada secara optimum, membangun sistern prasarana transportasi tambahan,
dan sekaligus melakukan pengawasan dan pengendalian sejauh mungkin atas
meningkatnya kebutuhan akan pergerakan.
Cara pertama tentu saja tak mungkin dilakukan terus menerus tanpa batas. Pacla
claerah yang sudah berkembang, bahkan pelebaran jalanpun hampir tidak mungkin
karena biayanya terlalu mahal, tidak ekonomis, dan tidak jarang menimbulkan
berbagai masalah sosial. Cara kedua, mengurangi atau membatasi jumlah kendaraan
pun hampir tak mungkin dilakukan.
Setiap orang berhak menikrnati kesejahteraan clan tidak ada dasar hukum yang
melarang orang memiliki kendaraan berrnotor yang cliperolehnya seeara sah; pabrik
kendaraan pun tak bisa diharapkan berhenti berproduksi. Oleh karena itu,
penanggulangan dengan mencari jalan tengah di antara kedua eara tersebut adalah
eara yang pada 11111Ul11nya
ditempuh.
Secara 11l11um bentuk campur tangan manusia pada sistem transportasi
dimungkinkan dengan cara [Iihat juga Ll)M-ITB (1996b,1997a)]:
® mengubah teknologi transportasi
o mengubah teknologi informasi
@I mengubah ciri kendaraan

Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi 55


• mengubah ciri ruas jalan
• mengubah konfigurasi jaringan transportasi
• mengubah kebijakan operasional dan organisasi
• mengubah kebijakan kelembagaan
• mengubah perilaku perjalanan
ca mengubah pilihan kegiatan

2.7 Perencanaan transportasi sebagai bentuk campur tang.an


manusia

Seperti telah dikemukakan, sarana transportasi adalah salah satu dari sekian jenis
alat penghubung yang dimaksudkan untuk melawan jarak, Melawan jarak tidak lain
adalah menyediakan sistem sarana dan prasarana transportasi, yaifu alat yang
bergerak, menyediakan ruang untuk alat angkut tersebut, dan temp at berhentinya
(untuk bongkar muat) , mengatur kegiatan transportasi, menentukan temp at
perhentian, lokasi untuk berproduksi dan mengkonsumsi, serta merencanakan
semuanya untuk perkembangan selanjutnya. Pengembangan mengenai perencanaan
itu disebut perencanaan transportasi.
Perencanaan transportasi merupakan bagian yang ticlak terpisahkan dari
perencanaan kota atau perencanaan daerah. Rencana kota atau rencana daerah tanpa
mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjacli sebagai akibat
rencana itu sendiri akan menghasilkan kesemrawutan lalu lintas di kemudian hari.
Keadaan ini akan membawa akibat berantai cukup panjang dengan meningkatnya
jumlah kecelakaan, pelanggaran lalu lintas, menurunnya sopan santun berlalu lintas,
dan lain-lain.
Dalam kaitan antara perencanaan transportasi dan perencanaan kota, maka
menetapkan suatu bagian kawasan kota menjadi tempat kegiatan tertentu (misalnya
kawasan perumahan mewah Pondok Indah atau kawasan Industri Pulo Gadung di
DIG-Jakarta) bukanlah sekadar memilih lokasi.
Pada akhirnya, dalam perencanaan tata guna lahan untuk perkotaan harus
diperhitungkan lalu lintas yang bakal terjadi akibat penetapan lokasi itu sendiri, lalu
lintas di kawasan itu sendiri, serta lalu lintas antara kawasan itu dengan kawasan
lain yang sudah ada lebih dahulu.
Perencanaan transportasi itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang
tujuannya mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan
barang bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah (Pignataro, 1973).
Selain itu, sebenarnya masih ada unsur 'cepat': jadi, selain aman dan murah,
transportasi juga hams cepat. Bahkan untuk memindahkan manusia, selain cepat,
aman, dan murah, sistem transportasi harus pula nyaman.
Perencanaan transportasi ini merupakan proses yang clinamis dan harus tanggap
terhadap perubahan tata guna lahan, keadaan ekonomi, dan pola arus lalu lintas.

56 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
Modal yang dikeluarkan untuk menerapkan sistem transportasi sangat besar
sehingga mungkin saja terjadi perubahan yang radikal atas rata guna lahan tempat
sistem prasarana transportasi dibangun karena pemakai lahan mengharapkan
mendapatkan keuntungan atas pembangunan prasarana tersebut.
Perlu dicatat bahwa proses perencanaan transportasi dipengaruhi secara langsung
oleh ada tidaknya pengawasan atas pola dan sistem kegiatan manusia, yang
biasanya dicerminkan dengan pola tara guna lahan. Misalnya, pada keadaan tanpa
pengawasan rata guna lahan, maka jaringan transportasi dengan sendirinya akan
menjadi penentu yang kuat bagi peruntukan tara guna lahan tersebut,
Jadi, hams direncanakan dengan memperhatikan dampaknya. Hal seperti ini akan
terjadi di negara sedang berkembang yang pertumbuhannya berjalan eepat dan tidak
terpengaruh oleh kurangnya sarana pelayanan umum yang lain.
Apapun asumsi yang dibuat tentang tata gU11alahan, pereneanaan transportasi akan
mengusulkan untuk membuat jalan, jembatan, clan tempat parkir, serta membuat
kebijakan clan peraturan yang diperlukan, misalnya tarif, pengendalian perparkiran,
dan pembatasan lalu lintas. Kekuatan hukum diperlukan bila suatu rencana
diajukan,

Di negara sedang berkembang, para pejabatnya kurang memiliki wewenang untuk


memperoleh tanah guna membuat jalan, memungut ongkos parkir, mengadakan
larangan beberapa jenis kendaraan yang clatang dari jalan pribadi, atau mengawasi
masalah perparkiran kendaraan pribacli.
Pereneanaan transportasi tanpa pengendalian tata guna lahan aclalah mubazir karena
pereneanaan transportasi pacla dasarnya usaha untuk mengantisipasi kebutuhan akan
pergerakan di masa mendatang, dan faktor aktivitas yang dieanangkan (dan juga tata
guna lahan) merupakan dasar analisisnya.
Jacli, bila tata guna lahan tidak bisa diawasi atau dikendalikan melalui tindakan
hukum, maka pereneanaan transportasi harus dirnulai dari posisi antara yang
diinginkan dan yang bisa berjalan wajar tanpa perencanaan, Contohnya adalah
proses timbulnya pasar.
Kebijakan yang mungkin bisa digunakan untuk mempengaruhi perkembangan tata
guna lahan adalah [lihat juga LPM-ITB (1996b,1997abc)]:
memberikan rangsangan berbentuk uang untuk mereka yang c1apat
menciptakan lapangan kerja eli daerah tertentu, dengan cara memberi hacliah
atau pengurangan pajak kepada setiap pengusaha;
2 membebankan pajak yang lebih tinggi kepada pengusaha yang membangun
daerah lain, selain yang c1itunjuk;
3 menurunkan tarif umum untuk listrik, gas, air PAM, clan telepon untuk claerah
yang sedang dibangun, dan menaikkan tarif tersebut untuk claerah yang tidak
mendapat izin pembangunan lagi;
4 memberikan rangsangan berupa subsicli pembangunan dan penyewaan untuk
bangunan industri, ruang perkantoran, dan pertokoan clidaerah pembangunan;

Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi 57


5 memperbaiki jalan raya dan pelayanan transportasi yang lebih baik untuk
menunjang daerah yang dibangun;

6 menerapkan pengaturan yang baik untuk merancang akses.

2.8 Pihak yang terlibat dalam perencanaantransportasi

Dalam kajian perencanaan transportasi, pihak yang terlibat sangatlah beragam di


berbagai negara. Semuanya sangat tergantung pada sistem kelembagaan yang ada di
negara yang bersangkutan, terutama kelembagaan yang menyelenggarakan atau
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kajian perencanaan transportasi.
Meskipun demikian, dalam kajian perencanaan transportasi biasanya ada tiga
kelompok atau pihak yang terlibat, yaitu [lihatjuga LPM-ITB (1996b,1997a)]:
Penyelenggara kajian, yaitu orang atau lembaga yang bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan hasil kajian. Untuk proyek milik swasta, pihak
yang dimaksud dapat berupa wakil perusahaan penyelenggara kajian, misalnya
pengembang kawasan industri atau pemodal sistem prasarana transportasi.
2 Profesional at au pakar, yaitu pihak yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan kajian. Pihak itu biasanya merupakan lembaga profesional
(konsultan, pusat kajian, atau pusat penelitian).
3 Masyarakat, yaitu mencakup sekelompok anggota masyarakat yang dipilih
untuk mewakili masyarakat umum dalam proses pengkajian.
Dalam pelaksanaan kajian, pihak penyelenggara dan masyarakat selanjutnya
berfungsi sebagai pihak yang mengawasi atau mengarahkan pelaksanaan kajian oleh
pihak profesional. Biasanya tugas pengarahan ini dikelompokkan dalam tiga
komite; setiap komite menangani tugas dan kepentingan yang berbeda. Misalnya,
untuk kajian dengan skala yang cukup besar, komite yang dimaksud meliputi:
Komite eksekutif, terdiri dari perwakilan dari pihak yang terlibat dalam
pengambilan keputusan (misalnya menteri, direktur jenderal, kepala
direktorat) .
2 Komite pengarah teknis, terdiri dari perwakilan penyelenggara kajian atau
perwakilan dari lembaga terkait. Komite ini bersifat teknis, yaitu mampu
mengarahkan kajian secara substansif. Oleh karena itu, anggota komite ini
tereliri dari orang yang mempunyai latar belakang yang oukup secara teknis,
seperti ahli ekonomi, perencana, ahli teknik, dan manajer operasi.
3 Komite perwakilan masyarakat, terdiri atas perwakilan dari kelompok
kepentingan yang ada di masyarakat luas. Komite perwakilan masyarakat
biasanya terisolasi dalam penyelenggaraan kajian yang dilakukan eli negara
Barat. Di Indonesia, partisipasi masyarakat luas belum begitu dikenal sehingga
komite perwakilan masyarakat dalam pelaksanaan kajian perencanaan
transportasi seperti ini jarang sekali terlihat.

58 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teorl, contoh soal, dan aplikasi
11 Pendekatan perencanaan
transportasi

Bab 2 telah menjelaskan beberapa persyararan dan pendekatan dalam proses


pengembangan perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi,
Subbab 3.1-3.2 menjelaskan pendekatan sistem dalam menjelasakan proses
perencanaan transportasi; sedangkan subbab 3.3 menjelaskan analisis interaksi
antar subsistem transportasi dalam sistem transportasi makro.
Subbab 3.4 menjelaskan pengertian aksesibilitas dan mobilitas yang merupakan hal
paling mendasar yang harus dimengerti dan dipahami oleh setiap perencana
transportasi; sedangkan subbab 3.5 menjelaskan beberapa tahapan proses yang
harus dilaksanakan dalam proses perencanaan transportasi, dimulai dari tahap
bangkitan pergerakan, sebaran pergerakan, pemilihan moda, dan pemilihan rute.

3.1 Umum

Tujuan dasar para perencana transportasi adalah memperkirakan jumlah serta lokasi
kebutuhan akan transportasi (misalnya menentukan total pergerakan, baik untuk
angkutan umum maupun pribadi) pada masa mendatang atau pada tahun rencana
yang akan digunakan untuk berbagai kebijakan investasi perencanaan transportasi.
Agar lebih terarah dan jelas, uraian berikut ini akan diarahkan pada perencanaan
transportasi di claerah perkotaan.
Terdapat beberapa skala atau periode waktu dalam perencanaan sistem transportasi
perkotaan, yaitu: skala panjang, menengah, clan pendek, Jangka waktu perencanaan
bisa sangat lama (misalnya 25 tahun) yang biasanya digunakan untuk perencanaan
strategi pembangunan kota berjangka panjang,
Strategi ini akan sangat dipengaruhi oleh perencanaan rata guna lahan dan perkiraan
arus lalu lintas dalam perencanaan ini biasanya dikategorikan berdasarkan moda dan
rute. Kajian tersebut biasa dilakukan untuk merencanakan kota baru.
Kajian lainnya adalah kajian transportasi berskala pendek, e1engan rahun rencana
maksimum 5 tahun, Kajian ini biasanya berupa kajian manajemen transportasi yang
lebih menekankan dampak kebijakan manajemen lalu lintas terhaclap perubahan rute
suatu mocla transportasi, Kaiian tersebut pacla c1asarnyabersifat sangat teknis karena
dampak rata guna lahan tidak begitu signifikan pada waktu yang sangat singkat.
Di antara kedua kajian tersebut terclapat kajian transportasi berskala menengah
c1enganumur perencanaan sekitar 10-20 tahun elimasa mendatang. Kajian semacam
ini telah dimulai sejak tahun 1950-an di Amerika Serikat, dilakukan minimal sekali
pada hampir semua kota besar di Amerika Serikat clan eli beberapa negara dunia

59
ketiga. Di Indonesia, yaitu di DKI-Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan telah
pula dilakukan kajian semacam itu pada waktu 10 tahun belakangan ini.
Teori, model, dan metode yang digunakan dalam kajian transportasi berskala
menengah merupakan topik utama buku ini. Buku ini menjelaskan hubungan dalam
bentuk kuantitatif (model matematis) yang dapat digunakan untuk memperkirakan
besarnya kebutuhan akan transportasi sebagai akibat adanya kegiatan yang
dilakukan pada tata guna lahan.
Hubungan dan model yang dikembangkan digunakan untuk lebih memahami
hubungan yang terjadi dalam suatu kota, yaitu antara tata guna lahan (kegiatan),
transportasi (jaringan), dan lalu lintas (pergerakan) (Tamin, 1988abc,1997a,2000a).
Model tersebut harus dengan mudah dapat dimodifikasi dan diperbaiki secara terus
menerus. Hal ini sering dilakukan oleh pemerintah untuk meramalkan arus lalu
lintas yang nantinya menjadi dasar perencanaan investasi untuk suatu fasilitas
transportasi yang baru.

3.2 Pendekatan sistem untuk perencanaan transportasi

Penelekatan sistem adalah pendekatan umum untuk suatu perencanaan atau teknik
dengan menganalisis semua faktor yang berhubungan dengan permasalahan yang
aela (Tamin, 1988abcd,1997a,2000a). Contohnya, kemacetan lokal yang
disebabkan oleh penyempitan lebar jalan dapat dipecahkan elengan melakukan
perbaikan secara lokal. Akan tetapi, hal ini mungkin menyebabkan permasalahan
berikutnya yang timbul di tempat lain.
Pendekatan sistem akan dapat mengaitkan permasalahan yang ada, misalnya apakah
permasalahan terse but disebabkan oleh terlalu banyaknya lalu lintas eli daerah
tersebut? Jika memang demikian, pertanyaan berikutnya adalah mengapa lalu lintas
tersebut terlalu banyak? Jawabannya 111U11gkinkarena terlalu banyak kantor yang
sangat berdekatan letaknya, atau mungkin juga karena ruang gerak yang sangat
sempit bagi pergerakan lalu lintas.
Pemecahannya elapat berupa manajemen lalu lintas secara lokal, pembangunan jalan
baru, peningkatan pelayanan angkutan umum, atau perencanaan tata guna lahan
yang baru. Pendekatan sistem mencoba menghasilkatl pemecahan yang 'terbaik'
dari beberapa alternatif pemecahan yang ada, tentunya dengan batasan tertentu
(waktu elan biaya).

3.2.1 Pengertian sistem


Sistem aelalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan
(Tamin, 1988abcd,1997a,2000a). Dalam setiap organisasi sistem, perubahan pada
satu komponen dapat menyebabkan perubahan paela komponen lainnya. Dalam
sistem mekanis, komponen berhubungan secara 'rnekanis', misalnya komponen
dalam mesin mobil.
Dala111sistem 'tidak-mekanis', misalnya dalam interaksi sistem tata guna lahan
dengan sistem jaringan transportasi, komponen yang aela tidak dapat berhubungan

60 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soel, dan aplikasi
secara mekanis, tetapi perubahan pada salah satu komponen (sistem 'kegiatan')
dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya (sistem 'jaringan' dan
sistem 'pergerakan'). Pada dasarnya, prinsip sistem 'mekanis' sama saja dengan
sistem 'tidak -mekanis'.
Gambar 3.1 memperlihatkan beberapa komponen penting yang saling berhubungan
dalam perencanaan transportasi, yang biasanya dikenal dengan proses perencanaan.
Tampak bahwa proses perencanaan sebenarnya merupakan proses berdaur dan tidak
pernah berhenti. Perubahan dalam suatu komponen pasti mengakibatkan perubahan
pada komponen lainnya. Tahap awal proses perencanaan adalah perumusan atau
kristalisasi sasaran, tujuan, dan target, termasuk mengidentifikasi permasalahan dan
kendala yang ada.

sasaran,
tujuan, dan
target
Rumusan,
sasaran,
tujuan, dan
target
Pemantauan
dan evaluasi

B:--1Il>l PROSES
DAUR ULANG

Pelaksanaan

Gambar 3.1 Proses perencanaan


Sumber: Tamin (1988a,1997a,2000a)

Proses selanjutnya adalah mengumpulkan data untuk melihat kondisi yang ada dan
hal ini sangat diperlukan untuk mengembangkan metode kuantitatif yang akan
dipilih yang tentu hams sesuai dengan sistem yang ada. Proses peramalan sangat
dibutuhkan untuk melihat perkiraan situasi pada masa mendatang dan merumuskan
beberapa alternatif pemecahan masalah, termasuk standar perencanaan yang

Pendekatan perencanaan transportasi 61


diteruskan dengan proses pemilihan alternatif terbaik. Untuk itu diperlukan suatu
metode atau teknik penilaian yang cocok dalam proses pemilihan alternatif terbaik
tersebut.
Setelah alternatif terbaik didapatkan, dilakukan proses perancangan yang diteruskan
dengan proses pelaksanaan. Setelah proses pelaksanaan, perlu dilakukan proses
pengawasan dan evaluasi untuk melihat apakah tujuan perencanaan yang telah
dirumuskan pada tahap awal telah tercapai.
Jika tidak, mungkin perIu diubah rumusan tujuan dan sasaran yang ada yang secara
otomatis pasti mempengaruhi proses perencanaan berikutnya. Proses daur ulang
tersebut terus berlangsung dan tidak pernah berhenti.

3.2.2 Sistem transportasi makro


Untuk lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan masalah yang
terbaik, perlu dilakukan pendekatan secara sistem - sistem transportasi dijelaskan
dalam bentuk sistem transportasi makro yang terdiri dari beberapa sistem
transportasi mikro.
Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa
sistem yang lebih kecil (mikro) yang masing -masing saling terkait dan saling
mempengaruhi seperti terlihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2
Sistem transportasi makro
Sumber: Tamin
(1992b, 1993a, 1994a, 1995e, 2000a)

Sistem transportasi mikro tersebut terdiri dari:


a sistem kegiatan
b sistem j aringan prasarana transportasi
c sistem pergerakan lalu lintas
d sistem kelembagaan
Seperti kita ketahui, pergerakan lalu lintas timbul karena adanya proses pemenuhan
kebutuhan, Kita perlu bergerak karena kebutuhan kita tidak bisa dipenuhi di tempat
kita berada. Setiap tata guna lahan atau sistem kegiatan (sistem mikro yang
pertama) mernpunyai jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan dan
menarik pergeraka.n dalam proses pemenuhan kebutuhan.

62 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
Sistem tersebut merupakan sistem pola kegiatan tara guna lahan yang terdiri clari
sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, clan lain-lain. Kegiatan yang
timbul dalam sistem ini mernbutuhkan pergerakan sebagai alar pemenuhan
kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari yang tidak dapat dipenuhi oleh tara guna
lahan terse but. Besarnya pergerakan sangat berkaitan erat dengan jenis dan
intensitas kegiaran yang dilakukan.
Pergerakan yang berupa pergerakan manusia dan/atau barang tersebut jelas
membutuhkan moda transportasi (sarana) clan media (prasarana) temp at moda
transportasi terse but bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan
sistem mikro yang kedua yang biasa clikenal clengan sistem jaringan yang meliputi
sistem jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus dan kereta api, bandara, clan
pelabuhan laut.
Interaksi antara sistem kegiatan clan sistem jaringan ini menghasilkan pergerakan
manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan clan/atau orang
(pejalan kaki). Suatu sistem mikro yang ketiga atau sistern pergerakan yang aman,
cepat, nyaman, murah, handal, clan sesuai dengan lingkungannya dapat tercipta jika
pergerakan terse but diatur oleh sistem rekayasa clan manajemen lalu lintas yang
baik.
Permasalahan kemacetan yang sering terjadi di kota besar di Indonesia biasanya
timbul karena kebutuhan akan transportasi lebih besar daripada prasarana
transportasi yang tersedia, atau prasarana tersebut tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan akan saling mempengaruhi
seperti terlihat pada Gambar 3.2. Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan
mempengaruhi sistem jaringan melalui perubahan pada tingkat pelayanan pacla
sistem pergerakan, Begitu juga perubahan pada sistem jaringan akan dapat
mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari
sistem pergerakan tersebut.
Selain itu, sistem pergerakan memegang peranan penting clalam menampung
pergerakan agar tercipta pergerakan yang lancar yang akhirnya juga pasti
mempengaruhi kembali sistem kegiatan dan sistem jaringan yang ada clalam bentuk
aksesibilitas clan mobilitas. Ketiga sistem mikro ini saling berinteraksi dalam sistem
transportasi makro.
Sesuai clengan Tatman Transportasi Nasional (Tatranas) 2008, dalam usaha untuk
menjamin terwujudnya sistem pergerakan yang aman, nyaman, lancar, murah,
handal, dan sesuai clengan lingkungannya, maka dalam sistem transportasi makro
terdapat sistem mikro tambahan lainnya yang disebut sistern kelembagaan meliputi
individu, kelompok, Iembaga, clan instansi pemerintah serta swasta yang terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dalam setiap sistem mikro terse but.
Di Indonesia, sistem kelembagaan yang berkaitan dengan masalah transportasi
secara umum sebagai berikut.
@ Sistem kegiatan
Bappenas, Bappeda Tingkat I dan II, Bangcla, Pemda

Pendekatan perencanaan transportasi 63


• Sistem jaringan
Departemen Perhubungan (Darat, Laut, Udara), Bina Marga
• Sistern pergerakan
DLLAJ, Organda, Polantas, masyarakat
Bappenas, Bappeda, Bangda, dan Pemda memegang peranan yang sangat penting
dalam menentukan sistem kegiatan melalui kebijakan baik yang berskala wilayah,
regional, maupun sektoral.
Kebijakan sistem jaringan secara Ul11Ul11
ditentukan oleh Departemen Perhubungan
baik darat, laut, l11aUplU1
udara serta Departemen PU melalui Direktorat Jenderal
Bina Marga. Sistem pergerakan ditentukan oleh DLLAJ, Organda, Polantas dan
masyarakat sebagai pemakai jalan.
Kebijakan yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui peraturan
yang secara tidak langsung juga memerlukan sistem penegakan hukum yang baik
pula. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah, swasta, dan masyarakat
berperan dalam mengatasi masalah sistem transportasi ini, terutama masalah
kemacetan.

3.2.3 Sistem tata guna lahan transportasi


Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah,
olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah (kantor,
pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Potongan lahan ini biasa disebut tata guna
lahan.
Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan di antara tata guna
lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan
kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan, dan
barang.
Pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang mengakibatkan berbagai macam
interaksi. Terdapat interaksi antara pekerja dan tempat mereka bekerja, antara ibu
rumah tangga dan pasar, antara pelajar dan sekolah, dan antara pabrik dan lokasi
bahan mentah serta pasar.
Beberapa interaksi dapat juga dilakukan dengan telepon atau surat (sangat menarik
untuk diketahui bagaimana sistem telekomunikasi yang lebih murah dan lebih
canggih dapat mempengaruhi kebutuhan lalu lintas di masa mendatang). Akan
tetapi, hampir semua interaksi yang memerlukan perjalanan menghasilkan
pergerakan arus lalu lintas.
Sasaran Ul111U11
perencanaan transportasi adalah membuat interaksi terse but menjadi
semudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan transportasi untuk mencapai
sasaran lU11lU11
itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal berikut ini.
a Sistem kegiatan Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah,
perumahan, pekerjaan, dan lain-lain yang benar) dapat mengurangi kebutuhan
akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih
mudah. Perencanaan tata guna laban biasanya memerlukan waktu cukup lama

64 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soel, dan aplikasi
dan tergantung pada badan pengelola yang berwewenang untuk melaksanakan
rencana rata guna lahan tersebut.
b Sistem jaringan Hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapa-
sitas pelayanan prasarana yang ada: melebarkan jalan, menambah jaringan
jalan baru, dan lain-lain.
c Sistem pergerakan Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik
dan manajemen lalu lintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umUI11yang
lebih baik (jangka pendek dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka
panjang).
Para pembaca yang berrninat dan ingin mengetahui lebih lanjut mengenai alternatif
pemecahan masalah transportasi di daerah perkotaan turban'; dan regional
disarankan membaca Bab 28.
Sebaran geografis antara tata guna lahan (sistem kegiatan) serta kapasitas dan lokasi
dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabungkan untuk mendapatkan arus
dan pola pergerakan lalu lintas di daerah perkotaan (sistem pergerakan), Besarnya
arus dan pola pergerakan lalu lintas sebuah kota dapat memberikan umpan-balik
untuk menetapkan lokasi tara guna lahan yang tentu membutuhkan prasarana bam
pula.

3.3 Analisis interaksi sistem kegiatandengan sistem jaringan


Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana
transportasi sebagai berikut,
a Memahami cara kerja sistem terse but.
b Menggunakan hubungan analisis antara komponen sistem untuk meramalkan
dampak lalu lintas beberapa tata guna lahan atau kebijakan transportasi yang
berbeda.
Hubungan dasar antara sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan
dapat disatukan dalam beberapa urutan tahapan, yang biasanya dilakukan secara
berurutan sebagai berikut.
a Aksesibilitas dan mobilitas Ukuran potensial atau kesempatan untuk me-
lakukan perjalanan. Tahapan ini bersifat lebih abstrak jika dibandingkan
dengan empat tahapan berikut, digunakan untuk mengalokasikan masalah yang
terdapat dalam sistem transportasi dan mengevaluasi pemecahan alternatif.
b Pembangkit lalu lintas Bagaimana perjalanan dapat bangkit dari suatu tata
guna lahan atau dapat tertarik ke suatu tata guna lahan.
c Sebaran penduduk Bagaimana perjalanan tersebut disebarkan secara geo-
grafis di dalam daerah perkotaan (daerah kajian).
d Pemilihan moda transportasi Menentukan faktor yang mempengaruhi
pemilihan moda transportasi untuk tujuan perjalanan tertentu.

Pendekatan perencanaan transportasi 65


e Pemilihan rute Menentukan faktor yang f11eiiipt:mgaruhipemilihan rute dari
setiap zona asal dan ke setiap zona tujuan.
Perlu diketahui bahwa terdapat hubungan antara waktu tempuh, kapasitas, dan arus
lalu lintas - waktu tempuh sangat dipengaruhi oleh kapasitas rute yang ada dan
jumlah arus lalu lintas yang menggunakan rute tersebut.
Semua tindakan yang dilakukan pada setiap tahapan akan mempengaruhi tahapan
lainnya dalam sistem terse but. Pihak yang terlibat dalam sistem tersebut dapat
dilihat pada TabeI3.1.
Tabel 3.1 Profesi dan peubah yang dipellgaruhi
Profesi Peubah yang dipengaruhi

Perencana kota Tata guna lahan

Pengelola angkutan umum Transportasi(rnelayanibus dan kereta api)

Ahli lalu lintas Transportasi(rnanajernenlalu lintas)

Ahli jalan raya Transportasi(perbaikanjalan dan pernbuatanjalan baru)


Sumber: Black (1981)

Perencana kota mengatur lokasi aktivitas suatu tata guna lahan agar dapat pula
mengatur aksesibilitas kota terse but. Hal ini pasti berdampak pada bangkitan dan
tarikan lalu lintas serta sebaran pergerakannya. Pengelola angkutan umum harus
memperhatikan kemampuannya untuk bisa mengatur pemilihan moda dengan
mengatur operasi bus atau kereta api y311glebih cepat dan mempunyai frekuensi
lebih tinggi.
Ahli lalu lintas mencoba meningkatkan kecepatan lalu lintas ini dan membuat
perjalanan Iebih aman dengan menyediakan beberapa sarana seperti marka, r3111bu,
dan pengaturan persimpangan. Perubahan sistem transportasi ini akan berdampak
baik pada tata guna lahan (dengan mengubah aksesibilitas dan mobilitas) serta arus
lalu lintas.
Ahli jalan raya selalu dicap sebagai orang yang 'berbahaya' dalam sistem
transportasi, apalagi jika dia tidak wasp ada terhadap dampak pembangunan dalam
bagian sistem terse but. Ahli jalan raya biasanya mempunyai uang untuk
membangun jalan.
Oleh karena itu, dia berada pada posisi yang bisa membuat dampak besar dalam
sistem terse but. Jalan baru akan menghasilkan perubahan besar terhadap sebaran
pergerakan, pemilihan moda dan rute, serta tata guna lahan (aksesibilitas). Ahli
jalan raya harus waspada pada pengaruh jaI311 terhadap seluruh bagian sistem
transportasi, termasuk seluruh sistem perkotaan di masa mendatang.

3.4 Aksesibilitas dan mobilitas

3.4.1 Apakah aksesibilitas dan mobilitas itu?


Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna
lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang

66 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemode/an, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi
menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran - -l I"~ l' mlah biaya
kemudahan mengenai. ?ara lokasi
0laksl t~ta gunbaIIa lad~lberi
er~nteraksi
ISII~atuan ~'.,,)
iu c
dan nilai
'mudah' atau 'susah -nya 0 aSI terse ut icapai me a Ul sistem ", waktu
rransportasi (Black, 1979). (
Pernyataan 'mudah' atau 'susah' merupakan hal yang sangat 'subjektif' dan
'kualitatif'. Mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain, begitu juga
dengan pernyataan susah.
Oleh karen a itu, diperlukan kinerja kuantitatif (terukur) yang dapat menyatakan
aksesibilitas atau kemudahan. Sedangkan mobilitas adalah suatu ukuran
kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dari
kemampuannya membayar biaya transportasi.
Ada yang menyatakan bahwa aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak. Jika
suatu tempat berdekatan dengan tempat lainnya, dikatakan aksesibilitas antara
kedua tempat tersebut tinggi. Sebaliknya, jika kedua tempat itu sangat berjauhan,
aksesibilitas antara keduanya rendah. Jadi, tata guna lahan yang berbeda pasti
mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula karena aktivitas tata guna lahan tersebut
tersebar dalam ruang seeara tidak merata (heterogen).
Akan tetapi, peruntukan lahan tertentu seperti bandara, lokasinya tidak bisa
sembarangan dan biasanya terletak jauh di luar kota (karena ada batasan dati segi
keamanan, pengembangan wilayah, dan lain-lain). Aksesibilitas ke bandara
dikatakan pasti akan selalu rendah karena letaknya yang j auh di luar kota.
Namun, meskipun letaknya jauh, aksesibilitas ke bandara dapat ditingkatkan dengan
menyediakan sistem jaringan transportasi yang dapat dilalui dengan kecepatan
tinggi sehingga waktu tempuhnya menjadi pendek.
Oleh sebab itu, penggunaan 'jarak' sebagai ukuran aksesibilitas mulai diragukan
orang dan mulai dirasakan bahwa penggunaan 'waktu tempuh' merupakan kinerj a
yang lebih baik dibandingkan dengan 'jarak' dalam menyatakan aksesibilitas.
Dapat disimpulkan bahwa suatu tempat yang berjarak jauh belum tentu dapat
dikatakan mempunyai aksesibilitas rendah atau suatu temp at yang berjarak dekat
mempunyai aksesibilitas tinggi karena terdapat faktor lain dalam menentukan
aksesibilitas, yaitu waktu tempuh.
Beberapa jenis tata guna lahan mungkin tersebar seeara meluas (perumahan) dan
jenis lainnya mungkin berkelompok (pusat pertokoan). Beberapa jenis tata guna
lahan mungkin ada di satu atau dua lokasi saja dalam suatu kota seperti rumah sakit,
dan bandara.
Dari sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi pasti juga berbeda-
beda; sistem jaringan transportasi di suatu daerah mungkin lebih baik dibandingkan
dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas (kapasitas) maupun kualitas
(frekuensi dan pelayanan).
Contohnya, pelayanan angkutan umum biasanya lebih baik di pusat perkotaan dan
pada beberapa jalan utama transportasi dibandingkan dengan di daerah pinggiran

Pendekatanperencanaantransportasi 67
kota. Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan antara berbagai hal yang
diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada Tabel3.2 (Black, 1981).
Tabel 3.2 Klasifikasi tinqkat aksesibilitas
Jauh Aksesibilitas rendah Aksesibilitas rnenengah
Jarak
Dekat Aksesibilitas rnenengah Aksesibilitas tinggi

Kondisi prasarana Sangat jelek Sangat baik


Sumber: Black (1981)

Apabila tara guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna
lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya, jika
aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan transportasinya jelek, maka
aksesibilitas rendah. Beberapa kombinasi di antaranya mempunyai aksesibilitas
menengah.

3.4.2 Hubungan transportasi


Tabel 3.2 menggunakan faktor 'hubungan transportasi' yang dapat diartikan dalam
beberapa hal. Suatu tempat dikatakan 'aksesibel' jika sangat dekat dengan tempat
Iainnya, dan 'tidak aksesibel' jika berjauhan. Ini adalah konsep yang paling
sederhana; hubungan transportasi (aksesibilitas) dinyatakan dalam bentuk 'j arak ,
(km).
Seperti telah dijelaskan, jarak merupakan peubah yang tidak begitu cocok dan
diragukan. Jika sistem transportasi antara kedua buah tempat diperbaiki (disediakan
jalan baru atau pelayanan bus bam), maka hubungan transportasi dapat dikatakan
akan lebih baik karena waktu tempuhnya akan lebih singkat.
Hal ini sudah j elas berkaitan dengan kecepatan sistem j aringan transportasi tersebut.
Oleh karena itu, 'waktu tempuh' menjadi ukuran yang lebih baik dan sering
digunakan untuk aksesibilitas.
Selanjutnya, misalkan terdapat pelayanan bus yang baik antara dua tempat dalam
suatu daerah perkotaan. Akan tetapi, bagi orang miskin yang tidak mampu membeli
karcis, aksesibilitas antara kedua lokasi tersebut tetap rendah.
Jadi, 'biaya perjalanan' (Rp) menjadi ukuran yang lebih baik untuk aksesibilitas
dibandingkan dengan jarak dan waktu tempuh. Mobil pribadi hanya akan dapat
memperbaiki aksesibilitas dalam hal waktu bagi orang yang mampu membeli atau
menggunakan mobil.
Dengan alasan di atas, moda dan jumlah transportasi yang tersedia dalam suatu kota
merupakan hal yang penting untuk menerangkan aksesibilitas. Beberapa moda
transportasi lebih cepat (waktu tempuh berkurang) dibandingkan dengan moda lain,
dan mungkin juga ada yang lebih mahal.
Sudah cukup umum dalam beberapa kasus, terutama di negara Barat, untuk
menggabungkan waktu dan biaya sebagai ukuran untuk hubungan transportasi, yang
biasa disebut biaya gabungan,

68 Ofyar Z Tamin, Perencanaan, pemodelan, dan rekayasa transportasi:


Teori, contoh soal, dan aplikasi

Anda mungkin juga menyukai