Anda di halaman 1dari 5

RISTA FEBRIANA

LO tutorial metab mikro

1. Bisa memahami proses penyerapan zat besi dalam tubuh dan faktor yang

memengaruhi
 Penyerapan zat besi terjadi di usus dua belas jari (duodenum) dan usus halus
(jejenum) bagian atas. Zat besi memasuki lambung dari kerongkongan dalam
bentuk besi (ferri) kemudian teroksidasi dalam bentuk besi larut (ferro). Asam
lambung akan menurunkan pH sehingga dapat meningkatkan kelarutan dan
penyerapan zat besi. Ketika produksi asam lambung terganggu, penyerapan
zat besi juga akan terganggu.
 Setelah berbentuk ferro, sel mukosa usus pada duodenum dan jejenum akan
menyerap zat besi ini. Penyerapan zat besi dibantu oleh protein khusus yaitu
transferin (tf). Protein tersebut berfungsi mengangkut zat besi dari saluran
cerna ke seluruh jaringan tubuh khususnya sumsum tulang belakang, yang
akan digunakan untuk membentuk hemoglobin sel darah merah. Asam fitat,
tanin, dan antasida dapat memblokir penyerapan zat besi ini.

 Faktor yang mempengaruhi yaitu:

- Bentuk Besi
Bentuk besi di dalam makanan berpengaruh terhadap penyerapannya. Besi heme,
yang merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat di dalam
daging hewan dapat diserap lebih efisien daripada besi non-heme. Besi heme ini
terdapat pada daging, hati, ayam, ikan, udang dan kerang, sedangkan besi non
heme terdapat pada telur, serealia, kacang-kacangan, dan sayuran hijau.
Makanan dengan kandungan zat besi yang tinggi tidak selalu mmenjadi sumber
zat besi terbaik. Kedelai memiliki kandungan zat besi dua kali lebih banyak
daripada daging sapi, namun zat besi pada kedelai yang dapat diserap oleh tubuh
hanya sekitar 7%. Bayam juga tinggi akan zat besi, tetapi kurang dari 2% dari
besi dalam bayam yang dapat diserap.
- Asam organik
Asam organik seperti Vitamin C sangat membantu penyerapan zat besi. Hal ini
dikarenakan asam organik/vitamin C akan membuat kondisi lambung menjadi
asam sehingga perubahan zat besi dari bentuk ferri menjadi bentuk ferro lebihh
optimal. Bentuk ferro lebih mudah diserap tubuh. Di samping itu Vitamin C
membentuk gugus besi askorbat yang tetap larut pada pH lebih tinggi dalam
duodenum. Oleh karena itu, sangat dianjurkan mengonsumsi makanan sumber
vitamin C bersamaan atau dalam waktu berdekatan dengan makanan yang
mengandung zat besi.
- Asam fitat
Asam fitat dan faktor lain pada serealia serta asam oksalat di dalam sayuran dapat
menghambat penyerapan besi. Faktor-faktor ini mengikat besi, sehingga
mempersulit penyerapannya. Protein kedelai menurunkan absorbsi besi karena
nilai fitatnya yang tinggi. Vitamin C dalam jumlah cukup dapat melawan sebagian
pengaruh faktor-faktor yang menghambat penyerapan besi ini.
- Tanin
Tanin merupakan polifenol yang terdapat di dalam teh, kopi dan beberapa jenis
sayuran serta buah. Tanin juga dapat menghambat absorbsi besi dengan cara
mengikat besi. Bila besi tubuh tidak terlalu tinggi, sebaiknya tidak meminum teh
atau kopi pada saat makan.
- Tingkat keasaman lambung
Tingkat keasaman lambung meningkatkan daya larut besi. Kekurangan asam
klorida (HCl) di dalam lambung atau penggunaan obat-obatan yang bersifat basa
seperti antasid dapat menghalangi absorbsi besi.
- Faktor intrinsik
Faktor Intrinsik/glikoprotein di dalam lambung membantu penyerapan besi. Hal
ini dikarenakan glikoprotein mengandung B12 yang memiliki struktur yang sama
dengan heme sehingga penyerapan zat besi menjadi lebih baik. Rendahnya
glikoprotein dapat mengganggu penyerapan.
2. Efek minum teh setelah makan utama terhadap penyerapan zat besi dan keseimbangan
3. Menghubungkan konsep seperti hubungan antara kekurangan zat besi, dan gejala
anemia

Defisiensi zat besi dan anemia defisiensi besi adalah masalah kesehatan global
dan kondisi medis umum yang terlihat dalam praktik klinis sehari-hari. Defisiensi
zat besi terjadi ketika jumlah zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak dapat
dipenuhi karena beberapa konsekuensi fisiologis, termasuk kehilangan darah dan
terbatasnya pasokan makanan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mendefinisikan anemia defisiensi besi sebagai kadar hemoglobin (Hb) kurang dari
13 g/dl pada pria dan 12 g/dl pada wanita.

4. langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah atau mengatasi anemia gizi besi
berdasarkan pemahaman konsep-konsep yang telah dipelajari.
- Meningkatkan asupan zat besi: Meningkatkan asupan makanan yang mengandung
zat besi, seperti daging merah, hati, ikan, ayam, kacang-kacangan, sayuran hijau,
dan buah-buahan.
- Meningkatkan asupan vitamin C: Vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi
dalam tubuh, sehingga meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin
C, seperti jeruk, kiwi, stroberi, dan tomat.
- Menghindari makanan yang mengandung zat penghambat penyerapan zat besi:
Makanan yang mengandung fitat, tanin, dan kalsium dapat menghambat
penyerapan zat besi dalam tubuh, sehingga sebaiknya menghindari makanan
tersebut.
- Mengonsumsi suplemen zat besi: Jika asupan zat besi dari makanan tidak
mencukupi, dapat mengonsumsi suplemen zat besi yang direkomendasikan oleh
dokter atau ahli gizi.
- Meningkatkan pengetahuan tentang anemia: Meningkatkan pengetahuan tentang
anemia dan cara mencegahnya, seperti dengan mengonsumsi makanan yang
mengandung zat besi, dapat membantu mencegah atau mengatasi anemia gizi besi.
- Meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas suplemen zat besi: Meningkatkan
ketersediaan dan aksesibilitas suplemen zat besi di puskesmas atau klinik
kesehatan dapat membantu mencegah atau mengatasi anemia gizi besi pada
masyarakat.

5. mengidentifikasi secara patofisilogi proses terjadinya anmeia zat gizi besi


Penyerapan Zat Besi:
Zat besi diperoleh dari makanan yang dikonsumsi, terutama dari sumber-sumber hewani dan
tumbuhan.
Proses penyerapan terjadi di usus halus, terutama di bagian duodenum dan jejenum.
Zat besi dalam makanan hadir dalam bentuk heme (ditemukan dalam daging) dan non-heme
(ditemukan dalam tumbuhan dan produk nabati).
Transportasi Zat Besi:
Zat besi yang diserap oleh usus diangkut ke dalam sirkulasi darah oleh protein transferrin.
Transferrin mengikat zat besi dan membawanya ke berbagai jaringan dan organ dalam tubuh.
Penyimpanan Zat Besi:
Zat besi yang tidak segera dibutuhkan disimpan dalam bentuk feritin dan hemosiderin,
terutama di hati, sumsum tulang, dan limpa.
Penggunaan Zat Besi:
Zat besi digunakan untuk produksi hemoglobin, protein yang membawa oksigen dalam sel
darah merah.
Sel darah merah (eritrosit) membutuhkan zat besi untuk membentuk hemoglobin dan
mempertahankan fungsi transportasi oksigen.
Defisiensi Zat Besi:
Jika asupan zat besi tidak mencukupi melalui makanan atau terjadi kehilangan zat besi yang
berlebihan (misalnya, melalui pendarahan menstruasi yang berlebihan atau pendarahan
internal), cadangan zat besi dalam tubuh dapat menurun.
Pembentukan Eritrosit Tidak Optimal:
Kekurangan zat besi menghambat pembentukan eritrosit atau menyebabkan pembentukan
eritrosit yang kurang efisien.
Eritrosit yang terbentuk mungkin kecil, pucat, dan memiliki kandungan hemoglobin yang
rendah.
Anemia:
Kondisi ini disebabkan oleh jumlah eritrosit yang kurang atau kualitas hemoglobin yang tidak
memadai dalam eritrosit.
Manifestasi klinis anemia meliputi kelelahan, sesak napas, pucat, dan penurunan daya tahan
tubuh.
6. bagaimana mengetahui penyerapan zat besi metabolsime zat besi dan fungsi zat besi yang
berkaitan anemia zat besi
penyerapan zat besi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti keberadaan asam lambung,
vitamin C, serta faktor penekan seperti fitat, tanin, dan kalsium. Zat besi yang berasal dari
makanan ada dua bentuk, yaitu heme (ditemukan dalam daging, ikan, ayam, udang, dan
cumi) dan non-heme (ditemukan dalam sayuran, buah, kacang-kacangan, beras, dan pasta).
Proses absorbsi ini dipermudah oleh suasana asam, seperti adanya asam hidroklorida yang
diproduksi vitamin C, beberapa substansi seperti fruktosa, dan asam amino. Bentuk ion ferri
harus direduksi dahulu menjadi bentuk ferrous iron (Fe2+) agar dapat diserap oleh tubuh.
Penyerapan zat besi juga dipengaruhi oleh status gizi seseorang, di mana defisiensi zat besi
dapat meningkatkan penyerapan zat besi hingga 50%. Proses penyerapan zat besi ini sangat
penting karena zat besi berperan dalam pembentukan hemoglobin sel darah merah dan
berbagai reaksi enzim di dalam tubuh

REFERENSI

Muñoz M.; Antonio García-Erce J.; Ngel A.; Remacha F. Gangguan Metabolisme
Besi. Bagian II: Defisiensi Besi dan Kelebihan Zat Besi . J.Klin. jalan. 2011, 64 ( 4 ), 287–
296. 10.1136/jcp.2010.086991. [ PubMed ] [ CrossRef ] [ Google Cendekia ] [ Daftar
referensi ]
Daubian-Hidung P.; Frank MK; Gangguan Tidur Esteves AM : Tinjauan Antarmuka
antara Sindrom Kaki Gelisah dan Metabolisme Besi . Sains Tidur. 2014, 7 ( 4 ), 234–
237. 10.1016/j.slsci.2014.10.002. [ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ]
[ CrossRef ] [ Google Cendekia ] [ Daftar referensi ]

Anda mungkin juga menyukai