Anda di halaman 1dari 13

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DALAM


PEMBELAJARAN SEJARAH

Nur Ahyani
Email: nnurahyani63@gmail .com

ABSTRAK
Permasalahan pembelajaran sejarah yang ada saat ini sangat beragam
antara lain kurangnya kemampuan berfikir kritis dalam proses pembelajaran
sejarah. Hal ini berakibat pembelajaran sejarah menjadi membosankan dan tidak
menarik. Untuk memecahkan masalah pembelajaran sejarah, guru merupakan
salah satu komponen yang diandalkan karena guru sejarah sebagai ujung tombak
yang langsung berhadapan dengan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam
proses pembelajaran sejarah guru sebaiknya menggunakan pendekatan
konstruktivisme dalam rangka melatih keterampilan berfikir kritis siswa. Di
samping itu guru juga dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik, misi dan tujuan pembpembelajaran
elajaran sejarah, seperti model
pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran kooperatif ini, siswa
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan keterampilan social dan
kemampuan berfikir kritis, dan bekerjasama dengan orang lain.

Kata kunci: Kemampuan B


Berfikir, Pembelajaran Sejarah.

A. PENDAHULUAN berfungsi mengembangkan dan membentuk


Pendidikan merupakan upaya watak serta peradaban bangsa yang
terorganisir, berencana dan berlangsung bermanfaat dalam rangka mencerdaskan
kontinu (sepanjang hayat) ke arah membina kehidupan bangsa, bertujuan untuk
manusia /peserta didik menjadi insane berkembangnya potensi peserta didik agar
paripurna, dewasa dan berbudaya. Di dalam menjadi manusia yang beriman dan
Undang-undang
undang Sistem Pendidikan nasional bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
No 20 Tahun 2003 digariskan bahwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
pendidikan adalah usaha sadar dan kreatif, mandiri dan menjadi warga yang
terencana untuk mewujudkan suasasna demokratis serta bertanggung jawab, maka
belajar dan proses pembelajaran agar sampai saat ini kondisi pendidikan di
peserta didik secara aktif.mengembangkan Indonesia belum memberikan hasil yang y
potensi dirinya untuk memiliki
iliki kekuatan memuasakan.
spiritual keagamaan, pengendalian diri, Memasuki abad 21 yang ditandai
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta dengan adanya perubahan mendasar dalam
keterampilan yang diperlukan dirinya, segala aspek kehidupan, bangsa Indonesia
masyarakat, bangsa, dan Negara. dihadapkan pada permasalahan
Jika dihubungkan dengan tujuan multidimensional dalam berbagai tatanan
pendidikan nasional yang tercantum dalam kehidupan, yang bukan hanya berhubungan
UU No 20 tahunn 2003 bab II pasal 3 yang dengan masalah ekonomi tetapi juga, social,
menyatakan bahwa “Pendidikan nasional budaya, dan akhlak. Seperti diungkapkan

94
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

oleh Banks (1985) bahwa pendidikan IPS adanya berbagai kondisi yang belum
harus mampu menjawab tantangan menunjang keberhasilan IPS, khususnya
“perubahan dan ketidakpastian”, dengan pelajaran sejarah antara lain disebabkan
mengembangkan IPS atas hasil analisis profil guru sejarah, yaitu sebagian adanya
yang mendalam terhadap manusia dan latar belakang pendidikan guru yang tidak
masyarakat Indonesia serta berorientasi sesuai dengan mata pelajaran pelaja yang
pada nilai-nilai
nilai budaya lokan dan global. diasuhnya, rendahnya tingkat kinerja guru
Oleh karena itu pembelajaran IPS harus dalam perencanaan dan pelaksanaan
dapat membekali siswa agar mampu pembelajaran, dan minimnya
mengelola dan mengatasi perubahan dan sarana/prasarana yang tersedia, serta belum
ketidakpstian tersesbut. optimalnya lembaga musyawarah guru
Menurut Barr, (1988), dalam bidang studi yang ada.
pendidikan IPS (P IPS) terdapat tiga tradisi Hasil penelitian lain
IPS, yaitu IPS sebagai, 1) citizenship mengungkapkan bahwa guru cenderung
transmission, 2) social sciences, 3) beranggapan bahwa sumber belajar
reflective inquiry. Pada tradisi pertama, P hanyalah buku cetak saja. Media informasi
IPS menanamkan pengetahuan, sikap, nilai nilai- yang berperan besar dalam membantu
noilai dan perilaku sesuai dengan nilai dan menyampaikan informasi dan merangsang
norma serta budaya suatu bangsa. Pada perhatian/minat siswa justru tidak
tradisi
isi kedua, P IPS mengembangkan digunakan (Zainuri dan Suwoko, 1996).
kemampuan berfikir kritis sesuai dengan Disamping itu Benyamin in C Gregory (1988)
konsep yang terkandung dalam ilmu ilmu-ilmu menemukan bahwa pengajaran sejarah
sosial agar tanggap terhadap gejalagejala-gejala terpaku pada ceramah dan penggunaan buku
social yang terjadi dalam masyarakat. teks, akibatnya hal ini membawa
Tradisi ketiga, P PIS mengembangkan kemiskinan dalam pelaksanaan.
kemampuan analisis yang lebi lebih luas dan Dari uraian tentang kondisi
mendalam terhadap permasalahan factual kekurangan yang ada dalam pembelajaran
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. IPS, khususnya sejarah menunjukkan
menunjuk bahwa
IPS merupakan perpaduan antara pembelajaran yang konstruktivistik tidak
konsep-konsep
konsep ilmu social (sejarah, terlaksana. Didalam pendekatan
geografi, ekonomi, sosiologi, amtropologi, konstruktivisme, peserta didik ditempatkan
dan tatanegara) dengan konsep pendidikan sebagai subjek, bukan objek pembelajaran.
yang dikaji secara
cara sistematis, psikologis dan Selain itu, peserta didik diberi kesempatan
fungsional sesuai dengan tingkat untuk membangun pengetahuan dan
perkembangan anak didik (Wislley dalam pemahaman baru u dari pengalaman yang
Herzberg, 1981). Kemudian menurut otentik dan bukan memproduksi ulang
Soemantri, (2001) karakteristik utama yang pengetahuan.
menjadi jatidiri pendidikan IPS di Indonesia
adalah kerjasama ilmu pendidik
pendidikan dengan B. SEJARAH DAN PEMBELAJARAN
disiplin ilmu-ilmu
ilmu social untuk tujuan SEJARAH
pendidikan. Kata sejarah, dalam bahasa Latin
Salah satu mata pelajaran yang disebut historia, bahasa Yunani, histori, dari
tergabung dalam IPS adalah mata pelajaran historein, to inquire, dan history, manusia
sejarah. Kondisi pembelajaran sejarah di yang belajar (learned man).man Kemudian
beberapa sekolah masih sangat dalam kamus online
memprihatinkan, seperti diungkapkan dalam (http:/education.yahoo.com/reference/dictio
hasil penelitian
elitian Murni (2000), ditemukan nary/entry?id, diakses 16-4-2013)
16 beberapa

95
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

pengertian sejarah, dalam bentuk kata story but would still be extremely large and
benda, diantaranya : A narrative of events; a complex”.
story (sebuah narasi dari peristiwa peristiwa- Pemahaman dan kajian tentang
peristiwa, suatu cerita). ). A chronological sejarah terus berkembang, sejarah yang
record of events (suatu catatan peristiwa semula hanya terbatas pada cerita
erita masa lalu,
secara kronologis). ). A formal written kemudian masuk kelompok ilmu
account of related natural phenomena: a pengetahuan, berkat jasa bapak sejarah
history of volcanoes (penjelasan secara Herodotus. Oleh sebab itu sebagai suatu
formal ditulis yang terkait dengan fenomena kajian peristiwa manusia masa lalu, sejarah
alam: Misal sejarah gunung berapi). api). The sangat memerluka kemampuan berfikir
branch of knowledge that records and kritis sebagaimana diungkapkan oleh Mc
analyzes past events (cabang ilmu yang Neil (2000), bahwa, “ history knowledge is
mencatat dan menganalisa kejadian kejadian- no more and less than carefully and
kejadian masa lalu). ). The aggregate of past critically constructed collective memory”.
memory
events or human affairs: basic tools used Hal itu bisa diartikan, pengetahuan sejarah
throughout history ( kumpulan keseluruhan itu adalah koleksi ingatan yang dibangun
peristiwa-peristiwa
peristiwa masa lampau dari secara hati-hati
hati dan kritis. Kemudian dapat
kegiatan-kegiatan manusia). Something that dikatakan juga bahwa
hwa dalam
belongs to the past (sesuatu yang perekonstruksian peristiwa masa lampau
merupakan milik (terkait dengan) masa bukanlah dengan mengada-ada, ada, tetapi
lampau. dengan metode ilmiah.
Sedangkan makna yang berkembang Alasan pentingnya sejarah untuk
adalah sejarah yang diambil dari bahasa dipelajari diungkapkan oleh Peter Stearns
Yunani kono, historia yang berartberarti belajar (2000) bahwa, “… only throught studying
dengan cara bertanya (inquiry). history can we graps how things change;cha
Perkembangan berikutnya dialihkan ke only trough history can we understand what
bahasa Inggris, history,, yang diartikan of an institutions or a society persist despite
sebagai sejarah. change…”.
Sedangkan pengertian sejarah Bahkan Fitzgerald (2001)
menurut Woolever dan Scoot (1988), mengungkapkan bahwa tanpa
bahwa,”sejarah adalah kajian tentang masa kesinambungana masa lalu, masyarakat
lampau manusia, a, aktivitas manusia di akan bubar, runtuh termasuk juga fungsi
bidang politik, militer, social, agama, ilmu pemerintahan, hukum dan n pendidikan.
pengetahuan dan hasil kreativitasnya (seni, Dikatakannya juga bahwa pengajaran masa
music, literature dan lainnya)”. lalu adalah elemen pusat dalam semua
Berkaitan dengana upaya perkembangan atau kemajuan masyarakat
pemahaman dan perekrontruksian sejarah, Berdasarkan beberapa pendapat
maka sejarah juga merupakan sebuah kajian tersebut, maka tampak bahwa sejarah
tentang
ang peristiwa masa lalu yang tidak memang harus dipelajari dan dipahami.
pernah final dikarenakan tidak lengkapnya. Menurut Sjamsuddin (1999), 9), melalui
Sejarah sebagai suatu kajian tentang masa pelajaran sejarah siswa dapat memahami
lampau memberikan catatan-catatan catatan yang dan mengapresiasikan peristiwa-peristiwa
peristiwa
tidak lengkap. Seperti yang diungkapkan sejarah itu sendiri.
oleh Lucy dan Mark O`hara (2001), “… “…as Dengan mamahami manfaat belajar
the study of everething
thing that has happened, sejarah, maka pelajaran sejarah diberikan
which given the incomplete record secara formal sejak pendidikan rendah,
available, would inevitable be less than full hingga pendidikan tinggi sejak k .Indonesia

96
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

merdeka sampai sekarang. Sejarah C. PENDEKATAN


merupakan mata pelajaran wajib diberikan KONSTRUKTIVISME
kepada generasi muda, dari jenjang SD Proses pembelajaran paradigma baru
hingga perguruan tinggi. menuntut guru untuk menempatkan siswa
Di abad 21, pendidikan sejarah perlu sebagaii subjek dan bukan sebagai objek
diperbaharui untuk menyiapkan generasi pembelajaran. Menurut Haris (2006),
muda yang dapat mengantisipasi dan Penempatan siswa sebagai subjek
beradaptasi dengan masa depan, oleh karena pendidikan merupakan pandangan baru,
itu pembelajaran yang menekankan pada yang berbeda dengan pandangan paradigma
hafalan fakta sudah tidak sesuai lagi, jadi tradisional. Dikemukakannya juga bahwa
sudah harus menekankan pada aktivitas dalam pendidikan tradisional, pendidikan
pendidika
siswa dengan keterampilan proses. dianggap sebagai proses tranmisi
Kenyataan yang terjadi di lapangan, pengetahuan, fakta, atau kenyataan yang
pelajaran IPS, khususnya
ususnya sejarah sering ditemukan di masa-masamasa sebelumnya, dari
dianggap sebagai pelajaran hafalan yang guru kepada siswa. Model pembelajaran
membosankan. Pembelajaran ini dianggap semacam itu sering disebut sebagai teacher-
tidak lebih dari rangkaian angka tahun dan model karena proses
centered learning model,
urutan peristiwa yang harus diingat pembelajaran berpusat pada guru,
kemudian diungkap kembali saat menjawab sedangkan siswa bersikap pasif dan
soal-soal
soal ujian. Kenyataan ini tida
tidak dapat menerima apa yang diajarka oleh guru.
dipungkiri, karena masih terjadi sampai Sejalan dengan pendapat tersebut,
sekarang. Pembelajaran sejarah yang selama Ahmad Sanusi (1998) menyatakan bahwa
ini terjadi di sekolah
sekolah-sekolah dirasakan belajar bukan hanya untuk memperoleh
membosankan. Menurut Anggara (2007) pengetahuan, informasi tentang
berdasarkan cara pandang Pedagogy Kritis, fakta/konsep, tetapi lebih ditujukan
dituj untuk
pembelajaran sejarah seperti ini dianggap memperdalam dan membangun pengertian
lebihh banyak memenuhi hasrat dominan atau mengembangkan wawasan makna.
group seperti rezim yang berkuasa, Bahkan Gerlach dan Ely (1980) menyatakan
kelompok elit, pengembang kurikulum dan bahwa belajar melibatkan keseluruhan diri
lain-lain,
lain, sehingga mengabaikan peran manusia, yang dibagi dalam tiga bagian
siswa sebagai pelaku sejarah pada yaitu cognitive learning, psychomotor
jamannya. learning dan affective
ffective learning. Cognitive
Tidak dipungkiri bahwa pendidikan learning adalah upaya mengingat,
sejarah mempunyai fungsi sangat penting mengenal, mengetahui pengetahuan
dalam membentuk kepribadian bangsa, danpengembangan kemampuan dan
kualitas manusia dan masyarakat Indonesia keterampilan intelektual. Sedangkan
pada umumnya. Tetapi sampai saat ini psychomotor learning, adalah berhubungan
masih terus dipertanyakan keberhasilannya, dengan area keterampilan motorik, dan
mengingat fenomena kehidupan berbangsa affective learning
ng terkait dengan
dan bernegara Indonesia khususnya generasi pengembangan minat, sikap, dan nilai-nilai
nilai
muda makin in diragukan eksistensinya. serta pengembangan rasa apresiasi.
Dengan kenyataan tersebut artinya ada Menurut Haris (2006), selain model
sesuatu yang harus dibenahi dalam pembelajaran tradisional, berkembang
pelaksanaan pembelajaran sejarah (Alfian, model-model
model pembelajaran progesif yang
2007). bercirikan keaktifan siswa. Model
pembelajaran progresif identik dengan
Active learning atau pembelajaran aktif,

97
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

yang termasuk dalam kelompok ini adalah eksistensialisme, dengan paradigm


antara lain Active learning, Integrated pembelajaran konstruktivistik. Sementara
learning, Problem-based-learning,
learning, itu pengajaran yang mendasarkan pada
Insependent Learning atau belajar bebas, konstruktivisme menampilkan ketrampilan
ketrampila
Selfmotivated Learning atau Belajar berfikir kritis dan menciptakan suasana
Mandiri, Progressive Learning dengan siswa aktif dan penuh motivasi (Gray,
pendekatan keterampilan proses, 1997).
Pembelajaran PAMONG, dan Qua Quantum Adapun perbandingan antara
Learning. Model-model
model baru ini pada pendekatan pembelajaran tradisional dengan
umumnya bersumber pada filsafat pendekatan pembelajaran konstruktivisme
pendidikan eksperimentalisme dan dapat dilihat pada table 1sebagai berikut.

Tabel 1. Perbandingan antara Pendekatan Pembelajaran Tradisional dengan Pendekatan


Pembelajaran Konstruktivisme
Traditional Pedagogy Contructivist Approach
(Pengajaran Tradisional) (Pendekatan Kontruktivisme)
Curriculum is presented part to whole, with Curriculum is presented whole to part with
empahasis on basic skills (Kurikulum emphasis on big concept and questions
disajikan dari bagian keseluruhan dengan (Kurikulum disajikan
n dari keseluruhan ke
menekankan pada ketrampilan dasar bagian, dengan menempatkan pada konsep-
konsep
konsep besar dan pertanyaan-pertanyaan
pertanyaan
atau masalah-masalah)
Strict adherence to fixed curriculum is Pursuits of students`question is highly
hig
highly valued (Kaku, menjalankan valued (Pertanyaan siswa sangat dinilai)
kurikulum yang berlaku)
Curricular activities rely heavily on Curricular activities rely heavily on primary
textbooks and workbooks (kegiatan sources of data and manipulated materials
kurikuler bertumpu pada buku teks dan (kegiatan kurikuler bertumpu pada sumber
buku kerja) data primer dan bahan-bahan bahan yang
disiapkan)

Students are viewed as “blank states” onto Students are viewed as thinkers with
which the teacher etches information emerging theories about the world ( siswa
(siswa dinilai sebagai kertas kosong) dinilai sebagai pemikir)
Teacher generally behaves in a didactic Teacher generally behaves inan interactive
manner, disseminating authoritative and mediating the environment (guru
information to students (umumnya guru umumnya berperan sebagai fasilitator,
berperan sebagai pemilik otoritas mediator dalam kegiatan belajar)
penyampaian informasi)

Teacher seek the correct answer to validate Teacher seek students points of view and
student learning (Guru mencari jawaban understandings in order to develop
benar dari hasil belajar siswa) subsequent lessons and questions (guru
mencari pandangan dan pemahaman siswa
dalam kaitannya dengan kegiatan belajar)

98
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

Traditional Pedagogy Contructivist Approach


(Pengajaran Tradisional) (Pendekatan Kontruktivisme)
Assessment of student learnin
learning is separate
Assessment is interwoven with and
from teaching and occurs almost entirely
reinforces teaching: it occurs through
t direct
through “objective testing” ( penilaian
observations and multiple, varied
belajar siswa terpisah dengan pengajaran
assignments, oral and written (penilaian
dan terjadi hampir keseluruhan melalui tes
berkaitan dengan penguatan dan pengajaran,
objektif)) melalui observasi, berbagai cara penilaian,
lisan dan tulisan)
Students primarily work alone (siswa Students often work and interact in various
bekerja sendiri) groups (siswa sering bekerja dan
berinteraksi dalam berbagai kelompok)

Diadaptasi dari John Samsel dan Gale (1995), “from a didactic perspective, a
Darryl Wimberley, 1997. Writing for teacher is a presenter of knowledge. From a
Interactive media : The Comlete Guide Guide. discovery perspective, he or she is simply a
Dalam Mark E Gabehart. 1997. “Teaching, provider of experiences. In a contructivitist
Learning and reform in Twenty
Twenty-First 2000- approach, both these function are
2003. USA: Education Service Center. combined”.
Konstruktivisme dalam pendidikan Kemudian hasil penelitian maypole
dikembangkan oleh Jean Piaget (1896) yang dan Davies (2001) yang berjudul,
berjudul Students`
disebut konstruktivisme kognitif (personal Perceptions of constructivism Learning in a
constructivism), serta vygotsky (1896) yang Community College American
Ame History II
disebut konstruktivisme social (Suparno, Survey Course”, menemukan bahwa, (1)
1997). Selanjutnya menurut Haris (2006), siswa merasa lebih percaya diri dengan
dalam paradigm konstruktivisme, belajar pengetahuan dan kemampuan yang
adalah proses mengintrnalisasi, membentuk dimilikinya untuk membangun intepretasi
kembali, atau membentuk baru sejarah berdasarkan pengetahuan yang telah
pengetahuan. Pembentukan pengetahuan ada dan informasi yang baru didapatnya, (2)
baru ini dengan menggunakan pengetahuan siswa mendapatkan kesempatan mengkaji
yang sudah dimiliki. Pengetahuan dan bukti-bukti
bukti sejarah dalam berbagai
pengalaman yang lama digunakan untuk multiperspektif untuk membangun
menginterpretasikan informasi dan fakta gambaran beasr, dari kompleksitas peristiwa
baru dari luar, sehingg tercipta pengetahuan sejarah, (3) siswa merasa lebih
baru. Jadi pengalaman dan pengetahuan menyenangkan dan mudah memahami
menjadi semacam kacamata untuk melihat dengan diberikan otonomi, kebebasan
sesuatu fakta baru. dalam memecahkan hkan masalah, (4) siswa
Dalam proses pembelajaran dengan merasa mendapatkan hasil belajar lebih,
pendekatan konstruktivisme, tugas guru karena penggunaan primary sources yang
bergeser dari menyampaikan ilmu konsisten dengan hakekat constructivisme.
pengetahuan kepada siswa ke merangsang Para siswa terdorong untuk berfikir kritis,
siswa untuk menggunakan apa yang telah analisis, sintesis dan evaluasi terhadap
dimiliki, baik pengetahuan maupun sumber-sumber
sumber tersebut dan membangun
pengalamannya,
lamannya, agar dapat memahami dan pengetahuannya sendiri, (5) kemampuan
menginterpretasi pengetahuan dan berfikir kritis siswa menjadi berkembang,
pengalaman belajar yang baru. Hal ini (6) siswa merasa senang dan termotivasi
sebagaimana diungkapkan oleh Steffe dan dalam melakukan tugas sejarah lisan, (7)
99
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

siswa merasakan pembelajaran dengan keterampilan berfikir tersebut menurut La


bentuk cooperative atau collaborative Costa (1985) semuanya bermuara pada
learning (salah
salah satu komponen kemampuan berfikir tingkat tinggi, yang
constructivisme) sangat menyenangkan dan meliputi aktivitas seperti analisa, sintesa dan
memberikan kesempatan mengembangkan evaluation. Adapun beberapa bentuk
kemampuan komunikasi/presentasi, (8) keterampilan berfikir yang berkaitan dengan
meningkatkan rasa ingin tahu siswa atas penggunaan informasi, adalah classify,
suatu topic/peristiwa sejarah, (9) interpret, analyze, summarize, synthesize,
ketercapaian siswa atas materi tidak jatuh, evaluate, information.. Tahapan tersebut
atauu rendah disbanding metode tradisional, perlu diberikan kepada siswa agar siswa
(10) kelas yang menggunakan mempunyai kesempatan
esempatan mengembangkan
konstructivisme menuntut keterlibatan ketrampilan berfikirnya.
siswa yang tinggi dan berfikir kritis. Salah satu jenis ketrampilan berfikir
adalah berfikir kritis, menurut Mayer (1986)
D. KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS menyimpulkan bahwa berfikir kritis selalu
Menurut Raths (1986) berfikir dimulai dengan masalah dan berakhir
adalah salah satu cara menemukan fakta fakta- dengan solusi/jawaban. Sedangkan Moore
fakta untuk suatu atu tujuan. Kemampuan dan Parker
rker (2000) berpendapat bahawa
berfikir kritis menduduki tempat yang berfikir kritis adalah “ketetapan yang hati-
hati
penting dalam menjalani kehidupan sebagai hati dan tidak tergesa-gesa
gesa untuk apakah
individu, anggota masyarakat dan kita sebaiknya menerima, menolak atau
warganegara.Dalam hal ini, Lawson (1980) menagguhkan penilaian terhadap suatu
menyatakan bahwa “effective citizenship” pernyataan, dan tingkat kepercayaan untuk
tidak mungkin bisa diwujudkan tanpa diterima atau ditolak. Sejalan dengan
kemampuan
ampuan berfikir. Dikatakannya pula pendapat tersebut Robert H Ennis (2000)
bahwa seorang warganegara yang baik mengungkapkan bahwa berfikir kritis
adalah seseorang yang memberikan adalah berfikir secara reflektif dan masuk
konstribusi secara efektif dan akal yang diarahkan pada suatu keputusan
bertanggungjawab terhadap berbagai isu apa yang akan dipercaya atau dilakukan.
dalam masyarakat terbuka dan mampu Sementara itu, menurut Perkin
mengambil peran di dalamnya. Oleh karena (1992), berfikir kritis memiliki empat
itu, diperlukan
iperlukan keterampilan berfikir, karena karakter, yaitu (1) bertujuan untuk mencapai
tanpa kemampuan berfikir seorang individu penilaian yang kritis terhadap apa yang akan
tidak dapat memberikan kontribusi terhadap kita terima atau apa yang akan kita lakukan
permasalahan masyarakat dan bangsanya. dengan alasan logis, (2) memakai standar
Hal ini sejalan dengan yang digagas oleh penilaian sebagai
bagai hasil dari berfikir kritis
Gagne (1975) bahwa keterampilan berfikir dan membuat keputusan, (3) menerapkan
merupakan proses untuk menemukan berbagai startegi yang tersusun dan
kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat memberikan alas an untuk menentukan dan
diterapkan dalam upaya mengatasi situasi menerapkan standar, (4) mencari dan
baru. menghimpun informasi yang dapat
Terdapat empat keterampilan dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yangyan
berfikir, yaitu pemecahan masalah ((problem dapat mendukung suatu penilaian.
solving), membuat keputusan (decision Selanjutya, kemapuan berfikir kritis juga
making), berfikir kritis (critical thinking
thinking), diartikan sebagai (1) menentukan
dan berfikir kreatif (creative
creative thinking
thinking) kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan
(Woolever dan Scooth, 1988). Dari keempat antara yang relevan dengan yang tidak

100
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

relevan, (3) membedakan fakta dari Pembelajaran sejarah dari mulai Sekolah
penilaian, (4) mengidentifikasi dan Dasar sampai dengan Sekolah Menengah
mengevaluasi asumsi yang tidak cenderung hanya memanfaatkan fakta
terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang sejarah sebagai materi utama. Sehingga
ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, tidak aneh jika pendidikan sejarah terasa
t
dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan kering, tidak menarik dan tidak member
untuk mendukung pengakuan (Beyer, kesempatan kepada anak didik untuk belajar
1985). menggali amkana dari sebuah peristiwa
Adapun ciri-ciri
ciri berfikir kritis sejarah.
dikemukakan oleh Fe Ferrett, S. (1977), Di samping itu pengalaman-
pengalaman
diantaranya suka bertanya, menerima pengalaman yang telah dimiliki siswa
pernyataan dan argumentasi, memiliki rasa sebelumnya atau lingkungan sosialnya tidak
ingin tahu, tertarik untuk mendapatkan dijadikan bahan pelajaran di kelas, sehingga
solusi baru, berkeinginan untuk menguji menempatkan siswa sebagai peserta
dan menganalisa fakta yang ada, mampu pembelajaran sejarah yang pasif (Martanto,
menyimak dengan hati
hati-hati dan dkk, 2009). Hal ini juga membuktikan
memberikan umpan pan balik, mencari bukti
bukti- bahwa pendekatan konstruktivisme tidak
bukti, mampu menolak informasi yang digunakan.
dianggap tidak relevan dan tidak benar. Berdasarkan permasalah
pembelajaran sejarah tersebut, maka sudah
sud
E. KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS saatnya pembelajaran paradigm lama yang
DALAM PELAJARAN SEJARAH menempatkan siswa sebagai objek dan
Permasalahan pembelajaran sejarah siswa bersifat pasif mulai ditingglkan dan
yang terjadi di Indonesia merupakan beralih kepada pembelajaran paradigm baru
permasalahan yang mengundang perha perhatian yang berlandaskan pada pendekatan
banyak pakar pendidikan sejarah maupun konstruktivisme. Pembelajaran yang
sejarawan, mereka berusaha memberikan menerapkan konstruktivis
konstrukti menampilkan
pendapat dan solusinya dalam memecahkan siswa dengan kesempatan-kesempatan
kesempatan
masalah tersebut. Adapun identifikasi membangun pengetahuan dan pemahaman
permasalahan pembelajaran sejarah adalah baru dari pengalaman otentik. Dimana siswa
antara lain, masalah model pembelajaran diajak untuk menghadapi masalah dengan
sejarah, kurikulum
lum sejarah, masalah materi penuh makna disebabkan oleh konteks
buku ajar atau buku teks, masalah media kehidupan nyata mereka. Dalam
pembelajaran sejarah, sampai dengan memecahkan masalah, siswa s didorong
masalah profesionalisme guru sejarah. untuk menggali kemungkinan-
kemungkinan
Model pembelajaran yang kemungkinan, menginventaris alternative
digunakan oleh para guru sejarah sampai solusi, kolaborasi dengan siswa atau nara
saat ini sebagian besar masih menggunakan sumber lain, mencoba ide dan hipotesis,
model pembelajaran
embelajaran dengan pendekatan memperbaiki pikiran mereka, dan pada
tradisional, seperti misalnya menggunakan akhirnya menampilkan solusi terbaik.
ceramah dalam memberikan informasi Kondisi dunia yang semakin
materi. Seperti dikemukakan oleh Hamid berkembang pesat menuntut adanya respon
Hasan dalam Alfian (2007), bahwa pemikiran kritis di kalangan guru. Untuk itu
kenyataan yang ada sekarang, pembelajaran pembelajaran sejarah dengan penerapan
sejarah jauh dari harapan untuk keterampilan berfikir kritis di kelas
memungkinkan
ungkinkan anak melihat relevansinya merupakan salah satu cara yang tepat untuk
dengan masa kini dan masa depan. memperbaiki masalah pribadi dan social

101
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

siswaa sehingga siswa tidak lagi bersikap people (untuk mendapatkan pemahaman
pem
individualistis, egoistis, acuh tak acuh,malas atau penghargaan terhadap kejadian- kejadian
berfikir, kurangnya rasa tanggung jawab, kejadian, orang pada masa lampau). Dalam
malas berkomunikasi dan berinteraksi. konteks ini, ungkapan “belajar sejarah akan
Sejalan dengan hal tersebut, membuat orang menjadi bijaksana”. Tetapi
Soedjatmoko (1976) mengingatkan para tidak mudah untuk memahami peristiwa
guru sejarah agar membuang cara cara-cara yang telah lampau tersebut, jika tidak
mengajar sejarah yang mengutamakan fakta ditumbuhkan ketrampilan berimajinasi,
sejarah saja. Hal ini dikuatirkan tidak berempati terhadap peristiwa tersebut.
membawa siswa kepada pengembangan Adapun model pembelajaran yang dapat
berpikirnya. Sementara itu dengan digunakan adalah seperti dikemukakan oleh
pengembangan kemampuan berfikir yang Garvey dan Krug (1977) yaitu picture study,
terus meningkat, siswa akan mampu melihat document study, simulation and drama.
hal-hal di lingkungan
ungan kehidupannya dengan Model pembelajaran yang diperlukan
rlukan adalah
kritis. model yang dapat memberikan bekal
Proses pembelajaran sejarah yang kepada siswa untuk mampu melihat masa
menekankan pada aktivitas siswa menurut lampau secara keseluruhan dengan
Garvey dan Krug (1977) adalah pertama
pertama: “ berimajinasi dan empati, sehingga siswa
to acquie knowledge of historical facts” mendapatkan rangkaian peristiwa dari masa
(untuk mendapatkan pengetahuan tentang lampau, ke masa sekarang dan yang akan
fakta-fakta kesejarahan) dalam am belajar datang.
sejarah, pengetahuan tentang fakta fakta-fakta Ketiga, to acquire the ability to
sejarah adalah hal yang mutlak. Di dalam evaluate and criticize historical writing
pembelajaran sejarah, peran bukti, fakta fakta- (untuk memiliki kemampuan mengevaluasi
fakta sangat penting, karena kegunaan bukti dan mengkritisi penulisan sejarah). Model
dan fakta akan menjadikan penelusuran, yang ditawarkan oleh Garvey dan Krug
investigasi masa lampau lebih (1977) adalah text book study, dengan
memungkinkan.kan. Mengajar siswa dengan menggunakan buku teks maka diharapkan
diha
menggunakan bukti sejarah dapat mengajak siswa akan memiliki; reference skills,
siswa melihat bagaimana jalannya masa comprehension skill,analytical and critical
lampau dan kemudian mengajak siswa skill, imaginative skills and note making
untuk lebih peduli dn mampu memecahkan skill.
masalah yang dihadapinya, disekitarnya saat Keempat,, to learn the techniques of
ini dan kemungkinan masa depan ((Lee, historical research (untuk belajar teknik-
teknik
1984). Dalam hal ini tentu saja keutuhan teknik penelitian sejarah). Dalam hal ini i
pemahaman sejarah tidak akan bisa Gravey dan Krug (1977) menyarankan
dibangun tanpa mengenal terlebih dahulu model pembelajaran dengan menggunakan
saja fakta sejarah yang ada. Kemudian sumber-sumber
sumber primer atau juga field- field
diperluas hingga membantu siswa project dapata membelajarkan siswa tentang
menangkap konsep sejarah bahkan sampai teknik-teknik
teknik penelitian sejarah. Siswa
ke generalisasi. Dalam proses es ini guru dapat diarahkan menjadi sejarawan kecil
sejarah diminta untuk menyiapkan kondisi dengan discovery method, hod, pembelajaran
belajar yang memenuhi tujuan belajar, di inquiry terhadap sejarah di lingkungannya.
samping itu guru juga kaya dengan Misalnya sejarah desa atau kotanya, atau
pemahaman sejarah. mesjid besar, tua di kotanya.
Kedua, to again an understanding Kelima,, to learn how to write
or appreciation of past events or periods or history (untuk belajar bagaimana menulis

102
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

sejarah). Jika siswa sudah memiliki dikenal ada tiga dimensi waktu, yaitu
ya waktu
pemahaman tentang teknik
teknik-teknik penelitian lampau, kini dan yang akan datang. Dalam
sejarah, maka tentu kemampuan dalam mendisain materi pokok pembelajaran
menulis sejarah ikut serta di dalamnya. sejarah dapat dikaitkan dengan persoalan
Dalam hal ini, Meyer (1998) masa kini dan masa depan. Seperti
mngungkapkan dari hasil penelitiannya, kecakapan hidup, kesetaraan gender, hak
bahwa perlunya penggunaan dokumen asasi manusia maupun kebudayaan yang
dalam pembelajaran sejarah tidak diragukan beragam. (5) Dalam m sejarah dikenal prinsip
lagi, karena
ena dapat mewujudkan belajar dan sebab akibat. Dalam merancang
berfikir kesejarahan. Penggunaan dokumen pembelajaran sejarah perlu diingat bahwa
di dalam pembelajaran sejarah memberikan dalam menjelaskan peristiwa sejarah selalu
keterampilan kepada siswa dalam ada prinsip sebab akibat, baik antara fakta
mengajukan pertanyaan kepada data data-data yang satu dengan yang lain maupun antara
yang ada tersebut. Seorang siswa tidak peristiwa yang satu dengan yang
yan lain. (6)
dapat membangun pengetahuan bar baru tanpa Sejarah pada hakekatnya suatu peristiwa
membuat suatu penilaian yang beralasan, sejarah dan perkembangan masyarakat yang
dan penilaian ini tidak bisa dibuat tanpa menyangkut berbagai aspek kehidupan
mengajukan pertanyaan yang baik. seperti ekonomi, politik, social, agama,
Seperti halnya mata pelajaran lain, keyakinan, budaya. Oleh karena itu dalam
mata pelajaran sejarah juga memiliki mendesain pembelajaran sejarah perlu
karakteristik, yaitu : (1) sejarah terkait menggunakan
kan pendekatan yang bersifat
dengan masa lampau. au. Masa lampau berisi multidimensional, sehingga dalam
peristiwa, dan setiap peristiwa sejarah hanya mengembangkan materi pokok dan uraian
terjadi satu kali. Oleh karena itu materi poko untuk setiap kompetensi dasar
pembelajaran sejarah adalah pembelajaran digunakan pendekatan multidimensional.
peristiwa sejarah dan perkembangan
masyarakat yang telah terjadi. Kemudian, F. KESIMPULAN
karena materi pokok pembelajaran se sejarah Berdasarkan uraian pada bagian- bagian
merupakan bahan materi masa kini bagian sebelumnya seperti ketrampilan
ketram
berdasarkan sumber-sumber
sumber sejarah yang berfikir, pendekatan konstruktivisme,
ada, maka pembelajaran sejarah harus lebih masalah pembelajaran sejarah, tentang
cermat, kritis, berdasarkan sumber
sumber-sumber model pembelajaran sejarah dan
dan tidak memihak pihak manapun. (2) karakteristik pembelajaran sejarah, maka di
sejarah bersifat kronologis, maka dalam dalam proses pembelajaran sejarah perlu
mengorganisasikann materi pokok adanya perubahan dari model atau
pembelajaran sejarah harus didasarkan pada pendekatan pembelajaran yang ya bersifat
urutan kronologis peristiwa sejarah. (3) tradisional ke model pembelajaran dengan
Sejarah mengandung tiga unsure penting, pendekatan konstruktivisme dalam rangka
yaitu manusia, ruang dan waktu. Oleh melatih keterampilan berfikir kritis siswa
karena itu dalam mengembangkan dalam pembelajaran sejarah. Karena di
pembelajaran sejarah harus selalu diingat dalam pendekatan konstruktivisme, siswa
siapa pelaku
elaku peristiwa sejarah, dimana dan dalam pembelajaran sejarah diberi
kapan. (4) Perspektif waktu merupakan kesempatanan untuk membangun
dimensi penting dlam sejarah. Walaupun pengetahuannya sendiri berdasarkan
sejarah selalu terkait dengan masa lampau, pengetahuan yang dimilikinya. Untuk dapat
tetapi masa lampau it uterus membangun pengetahuannya siswa dituntut
berkesinambungan. Maka dalam sejarah untuk berfikir kritis yaitu diantaranya suka

103
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

bertanya, memiliki rasa ingin tahu, tertarik sejarah dalam mempersiapkan perangkat
peran
untuk mendapatkan solusi baru, pembelajarannya.
berkeinginan untuk menguji dan Di samping itu guru sejarah perlu
menganalisa fakta yang ada, mampu juga mengingat bahwa tujuan dan misi
menyimak dengan hati-hati
hati dan pembelajaran sejarah adalah: (1) untuk
memberikan umpan balik, mencari bukti bukti- pendidikan intelektual, (2) pendidikan nilai,
bukti, dan mampu menolak informasi yang pendidikan kemanusiaan, pendidikan
dianggap tidak relevan dan tidak benar pembinaan moralitas, jatidiri, nasionalisme
nasionalism
(Ferrett, S, 1977). Jika cirri-ciri
ciri berfiki
berfikir dan identitas bangsa. Kemudian sebagai
kritis tersebut dimiliki oleh siswa, maka alternatif penggunaan model pembelajaran
dalam proses pembelajaran sejarah, siswa sejarah dalam proses pembelajaran sejarah
tidak akan merasa bosan karena proses adalah dengan model pembelajaran
pembelajarannya menjadi hidup, aktif, dan kooperatif, dalam model pembelajaran
menyenangkan. kooperatif ini peran guru sebagai fasilitator,
Akan tetapi untuk mencapai proses director-motivator
tor dan evaluator bagi siswa
pembelajaran yang demikian, guru perlu dalam upaya membantu siswa
memahami
hami tentang pemilihan dan mengembangkan keterampilan social dan
penggunaan model-modelmodel pembelajaran kemampuan berfikir kritis, agar mampu
yang akan digunakan dalam menyampaikan memenuhi kebutuhan hidupnya, mampu
materi pembelajaran sejarah, karena sifat bekerjasama dengan orang lain, dan mampu
atau karakter mata pelajaran sejarah yang berinteraksi social dengan masyarakat.
beragam perlu diperhatikan oleh guru

.
DAFTAR PUSTAKA

Anggara, Boyi. 2007. Pembelajaran Sejarah yang Berorientasi pada Masalah


Masalah--masalah
Sosial Kontemporer.. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Ikatan
Himpunan Mahasiswa Sejarah Se Indonesia (IKAHIMSI). Universitas Negeri
Semarang. Semarang, 16 April 2007.

Alfian, Magdalia. 2007.. Pendidikan Sejarah dan Permasalahan yang di hadapi


hadapi.. Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Se
Indonesia (IKAHIMSI). Universitas Negeri semara
semarang.
ng. Semarang, 16 April 2007.

Ahmad Sanusi. 1999. Kapita Selekta Pembahasan Masalah


Masalah-masalah
masalah Sosial dan
pendidikan. Bandung: FPS IKIP Bandung.

Banks, JA. 1985. Strategies for the Social Studies


Studies. New York: Longman, Inc.

Barr, RD. Barth, JL. Dan Shernis. 1988. The nature of Studies.. California: ETC Publication.
Beyer, BK. 1985. Critical Thinking: What is It? Social Education
Education, 45 (4).

Costa, LA. 1985.. “Teacher Behaviors that Enable Students Thinking


Thinking”” dalam Developing
Minds:: A resource Book for Teaching Thinking
Thinking. Alexandria: ASDC.

104
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

Ennis, Robert H. 2000. Critical Thinking


Thinking.. Upper Saddle River. New York: Preatice Hall.

Fitzgerald, James. 2000. “Toward a Theory of History Teaching”. Dalam A New Look at
History Teaching. Australia: The History Teachers` Association of New South
Wales.

Garvey, B. dan KKrug, M. 1977


1977.. Models of History Teaching in The Secondary School.
School
United States: Oxford University Press.

Gray, Andrey. 1997. Constructivitist Teaching and Learning. Dalam SSTA Research
Centre Report # 97
97-07 [Online]. http://www.ssta-sk.com/research/instrution/97
sk.com/research/instrution/97-07
htm.

http://education.. Yahoo.com/reference/dictionary/entry?id Diakses 16


16-4
4-2013.

Hetzberg, Hezel Whitman. 1981. Social Studies Reform 1880-1980


1980. Colorado: Social
Science Education Consorcium, Inc.

Lawson.AE. 1990. Science Education Information Report


Report.. California: Wads Worth
Publishing Co.

Lee, P.J. 1984. “Historical Imagination” Dalam Learnining History.. London: Heinemann
Heine
Educational Books.

Mantanto, SD, dkk. 2009. Pembelajaran Berbasis Realitas Sosial Kontemporer Untuk
Siswa. PKM-GT. Semarang. Tidak dipublikasikan.
meningkatkan Minat Belajar Siswa

Mc. Neil. 2000. Understanding The Past. [Online] http://intogetable. Net/book/guide.


Net/book

Moore, Brooke Noel. Dan Parker, Richard. 1986. Critical Thinking: Evaluating Claims and
Life.. California: Mayfield Publising Co.
Arguments in Every Day Life

Murni. 2000. Profil dan Kemampuan Guru IPS SMP di Kota Palembang.
Palembang Laporan
Penelitian pada Unit lembaga Penelitian FKIP UNSRI

Mark E. Gabehatr. 1997. “Teaching, Learning and Reform in Twenty-First


Twenty 2000-2003.”
USA: Education Service Centre.

Mudjiman, Haris. 2006. Belajar mandiri, self-motivated learning.. Surakarta: UNS Press.

Maypole, joanne. Dan Darvies, Timothy, Gray. 2001. “Students` Perceptions of


Constructivist Learning in A Community College American History II Survey
Course. Dalam Community College Riview, Fall.. [Online]. Http://articles.
Fidararticles.com/p/articles/mi_mO
dararticles.com/p/articles/mi_mO HCZ/15_2_29/ai_80344771[15-04-2013]
HCZ/15_2_29/ai_80344771[15

105
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret

Meyer, John. 1998.. “The Trouble With History. History and Social Science Teacher”. 15
(2) 68-70

O`hara, Lucy dan O`hara Mark. 2001. Teaching History. London: Continuur.

Parkin, D.N & Weber, r, R.J. 1992. Invinitive Mind: Creative in Technology.. New York:
University Press.

Raths, Louis E. et al. 1986. Teaching for Thinking: Theory, Strategies, and Activities for the
Classroom. New York: teachers College, Columbia University.

Suparno. P. 1999. Filsafat Construktivisme dalam Pendidikan


Pendidikan.. Yogyakarta: Kanisius.

Steffe dan Gale. 1995. Constructivism in Education. New Yersey: Lawrence Erlbaum
Association.

Syamsudin, Helius. 1999. Sejarah dan pendidikan Sejarah


Sejarah.. Mimbar pendidikan. 2 (8) 12-
12
17.

Stearns, Peter N. 2000.. Knowing. Teaching & Learning History


History.. New York: NY Uni 7
American Historical Association.

Undang-Undang
Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.

Woolever, Roberta dan Scoot, Katryn. 1988


1988. Active learning in Social Studies.. London:
Scoot Foresman and Company.
mpany.

Zainudin dan Suwoko. 1997. Sumber dan Media Pembelajaran IPS


IPS.. Malang: Depdikbud.

106

Anda mungkin juga menyukai