SEJARAH PENDIDIKAN
DOSEN PENGAMPUH:
NIP. 199106122022032011
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan bahan ajar mata
kuliah sejarah pendidikan dengan sangat baik. Penyusunan bahan ajar ini
merupakan salah satu bentuk pelaksanaan tugas dosen dalam rangka
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran serta untuk mempermudah
mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah sejarah pendidikan. Bahan ajar mata
kuliah sejarah pendidikan ini memuat meteri tentang konsep dasar sejarah
pendidikan, pendidikan pada masa prasejarah, pendidikan pada masa Hindu-
Budha, pendidikan pada masa perkembangan Islam, penetrasi barat dalam
pendidikan zaman Portugis, pendidikan pada masa pendudukan Belanda,
pendidikan pada masa pendudukan militer Jepang, pendidikan setelah proklamasi
kemerdekaan (orde lama), pendidikan zaman orde baru, pendidikan zaman
reformasi dan secara khusus akan mengkaji sejarah perkembangan pendidikan di
daerah Papua.
Perlu diketahui juga bahwa dalam pembuatan bahan ajar ini ada pihak-
pihak yang telah berkontribusi memberikan sumbangan pikiran dan juga sumber-
sumber sebagai referensi dalam menulis bahan ajar ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam mewujjudkan bahan ajar seajrah pendidikan ini. Semoga
bahan ajar ini dapat bermanfaat bagi adik-adik mahasiswa sebagai sumber belajar
sekaligus mengatasi kesulitan dalam mencari literature-literatur yang
berhubungan dengan sejarah pendidikan. Jika terdapat kekurangan penyajian
dalam bahan ajar ini, penulis menerima kritik dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaannya.
ML
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB VI Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda (abad IX dan XX)
Deskripsi Singkat:
Bab ini akan membahas mengenai pengertian sejarah pendidikan, ruang lingkup
sejarah pendidikan dan manfaat mempelajari sejarah pendidikan. Bagian ini
merupakan dasar bagi bab-bab selanjutnya yang akan dibahas pada modul ini.
Capaian Pembelajaran:
Menurut Roeslan Abdul Gani (1963: 174) sejarah adalah cabang ilmu
yang menyelidiki secara terstruktur perkembangan social serta kemanusiaan di
masa lampau, beserta segala peristiwa-peristiwanya dengan maksud untuk
melakukan tinjauan kritis seluruh hasil penyelidikan itu untuk dijjadikan
perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang dan
masa depan. Sementara Sartono Kartodidjo (dalam Simanjuntak, 2005),
berpendapat bahwa ada dua pengertian sejarah yaitu sejarah dalam arti obyektif,
dan sejarah dalam arti subjektif. Sejarah dalam arti obyektif menunjuk kepada
kejadian atau peristiwa itu sendiri ialah proses sejarah dalam aktualisasinya.
Maksudnya bahwa kejadian itu hanya terjadi sekali dan tidak dapat di ulang
kembali.uruhan proses itu berlangsung terlepas dari subjek manapun. Jadi
obyektif berarti tidak mengandung unsur-unsur subyek pengamat atau pencerita.
Sejarah dalam arti subjektif adalah sebuah konstruksi, ialah bangunan yang di
susun penulis sebagai suatu uraian cerita. Sejarawan Indonesia, Kuntowijoyo
mengartikan sejarah sebagai rekonstruksi masa lalu. Bahwasannya peristiwa masa
lampau manusia direkonstruksi (“re” artinya kembali, konstruksi artinya
bangunan). Jadi yang dimaksud oleh Kuntowijoyo adalah bagaimana masa
lampau manusia dibangun kembali melalui penulisan cerita atau kisah sejarah.
Pendapat lain dikemukakan oleh Madjid dan Wahyuni (2014) yang menyatakan
bahwa sejarah adalah penelitian terhadap semua aspek kehidupan manusia pada
masa lalu, seperti politik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, hukum, seni,
budaya, peradaban, pemikiran, dan lain sebagainya.
B. Pengertian Pendidikan
Sistematis
Ruang lingkup kajian sejarah pendidikan terdiri dari: 1). Konsep dasar
sejarah pendidikan yang membahas tentang pengertian, ruang lingkup, dan
manfaat sejarah pendidikan, 2) pendidikan pada masyarakat xaman purba, 3)
perkembangan pendidikan pada masa pengaruh Hindu-Budha, 4) perkembangan
pendidikan masa Islam, 5) perkembangan pendidikan pada masa Portugis dan
Spanyol, 6) pendidikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda abad XIX dan
XX, 7) pendidikan pada masa pendudukan Jepang, 8).pendidikan masa
kemerdekaan, 9) perkembangan pendidikan di Papua.
F. Latihan
Deskripsi Singkat:
Pada bab ini akan membahas mengenai pendidikan pada zaman purba, dimana
kehidupan pendidikan pada zaman ini masih sangat sederhana. Bab ini merupakan
dasar bagi bab-bab selanjutnya dalam modul ini.
Capaian Pembelajaran:
Di antara manusia pada waktu itu, ada dua golongen yang mempunyai
kecakapan istimewa yakni pandai besi dan dukun. Mereka itu bergelar Empu.
Pandai besi adalah seorang ahli dalam pengetahuan duniawi, sedangkan dukun
adalah ahli dalam pengetahuan maknawiah. Para Empu itu dapat pula disebut guru
karena merekalah yang menjadi guru. Umumnya yang berguru padanya sangat
terbatas, terutama anak-anaknya sendiri.
C. Latihan
1. Bagaimanakah penerapan pendidikan pada masa purba? Siapakah yang
bertindak sebagai guru?
2. Apa sajakah pelajaran yang dibelajarkan kepada peserta didik?
BAB III
PENDIDIKAN PADA ZAMAN HINDU-BUDHA
Deskripsi Singkat:
Pada bab ini akan dibahas mengenai perkembangan pendidikan pada zaman
Hindu-Budha. Bagian ini merupakan bagian dari bab-bab sebelumnya dan
menjadi acuan bagi bab-bab selanjutnya.
Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan Latar Belakang Sejarah Masuknya Hindu-Budha.
2. Menjelaskan perkembangan pendidikan zaman Hindu/Budha.
C. Latihan
1. Bagaimana sistem pendidikan yang diimplementasikan pada masa
perkembangan agama Hindu-Budha? Siapakah yang menjadi guru
pada masa itu?
2. Pelajaran apa sajakah yang diberikan kepada peserta didik?
BAB IV
PENDIDIKAN MASA PERKEMBANGAN ISLAM
Deskripsi singkat
Pada bab ini akan dibahas mengenai perkembangan pendidikan masa pengaruh
Islam. Bagian ini merupakan bagian dari bab-bab sebelumnya dan menjadi acuan
untuk mempelajari bab-bab selanjutnya seperti perkembangan pendidikan pada
masa Portugis dan Spanyol.
Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi pada bab ini diharapkan mahasiswa dapat
menjelaskan perkembangan pendidikan pada masa pengaruh Islam
C. Latihan
D. Latihan
Deskripsi Singkat
Bab ini akan membahas mengenai perkembangan pendidikan pada masa Hindia
Belanda. Bagian ini merupakan kelanjutan dari bab-bab sebelumnya dan menjadi
acuan bagi bab-bab selanjutnya yang akan dibahas pada modul ini.
Capaian Pembelajaran
Capaian pembelajaran yang dibebankan pada bab ini adalah: mahasiswa mampu
menganalisis perkembangan pendidikan pada masa Hindia Belanda.
ETISCHE POLITIEK
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan selama periode kolonial tidak pernah dinyatakan
secara tegas. Tujuan pendidikan antara lain adalah untuk memenuhi keperluan
tenaga buruh untuk kepentingan kaum modal Belanda. Dengan demikian
penduduk setempat dididik untuk menjadi buruh-buruh tingkat rendahan
(buruh kasar). Ada juga sebagian yang dilatih dan dididik untuk menjadi
tenaga adninistrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian, dan lain-lain yang
diangkat sebagai pekerja-pekerja kelas dua dan tiga.
Secara singkat tujuan pendidikan ialah untuk memperoleh tenaga-
tenaga kerja murah. Suatu fakta menurut hasil komisi pendidikan Indonesia
Belanda (Hollandsch Onderwijs Commissie) yang dibentuk oleh pemerintah
pada tahun 1928-1929 menunjukan bahwa, 2% dari orang Indonesia yang
mendapat pendidikan Barat berdiri sendiri dan lebih dari 83% menjadi
pekerja-pekerja dan selebihnya menganggur.
Deskripsi Singkat:
Capaian Pembelajaran:
Capaian pembelajaran yang dibebankan pada bab ini adalah: Mahasiswa mampu
menganalisis perkembangan pendidikan pada masa pendudukan Jepang
A. Landasan Idiil
Deskripsi Singkat:
Capaian Pembelajaran:
Capaian pembelajaran yang dibebankan pada bab ini adalah: Mahasiswa mampu
menganalisis perkembangan pendidikan pada masa pendudukan kemerdekaan.
A. Latar Belakang
a. Pendidikan Rendah
b. Pendidikan Guru
Pada periode diantara tahun 1945-1950 dikenal tiga jenis pendidikan guru
yaitu: Sekolah Guru B (SGB), masa pendidikan 4 tahun serta tujuan pendidikan
guru adalah untuk sekolah rakyat. Dan murid yang diterima adalah tamatan
sekolah rakyat yang lulus dalam ujian akan masuk kesekolah lanjutan. Pelajaran
yang diberikan kepada murid bersifat umum dimulai dari kelas I,II,III sedangkan
pendidikan keguruan baru diberikan di kelas IV. Sekolah Guru C (SGC),
dikarenakan kebutuhan guru disekolah rakyat sangat mendesak maka perlu
melakukan pembukaan sekolah guru yang dalam waktu singkat. Dan didirikan
sekolah guru selama dua tahun setelah sekolah rakyat dan lebih dikenal dengan
sebutan SGC tetapi dirasa kurang bermanfaat kemudian ditutup kembali dan
diantaranya dijadikan SGB. Sekolah guru A (SGA), karena ada yang beranggapan
bahwa pendidikan guru 4 selama tahun belum menjamin pengetahuan yang cukup
untuk tingkat pendidikan guru, maka dari itu dibukalah SGA yang memberi
pendidikan tiga tahun sesudah SMP. Mata pelajaran yang didapat di SGA sama
dengan mata pelajaran yang didapat di SGB hanya penjabarannya lebih luas dan
mendalam.
c. Pendidikan Umum
Terdapat dua jenis pendidikan Umum yaitu Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan sekolah Menengah Tinggi (SMT). 573 Pendidikan Indonesia di Era
Awal Kemerdekaan Sampai Orde Lama Sekolah Menengah Pertama (SMP),
sama seperti di zaman jepang, juga SMP menggunakan sistem pelajaran yang
sama, tapi setelah dikeluarnya surat keputusan oleh menteri PPK, maka dibuatlah
pembagian A dan B dimulai dari kelas II sehingga di dapat kelas IIA,IIB, IIIA dan
IIIB. Pada bagian A diberikan setidaknya sedikit ilmu alam dan ilmu pasti. Tetapi
lebih banyak diberikan pelajaran bahasa dan praktek administrasi dan B
sebaliknya. Sekolah Menengah Tinggi (SMT), SMT merupakan pendidikan
dengan masa tiga tahun setelah SMP dan sesudah lulus dapat melanjutkan ke
perguruan tinggi. Berikut merupakan rencana pembelajaran yang berlaku yaitu:
(1) isinya memenuhi kebutuhan nasional, (2) bahasa indonesia adalah bahasa
pengantar,(3) mutu yang tingkatannya sama dengan SMT menjelang
kemerdekaan.
d. Pedidikan Kejuruan
e. Pendidikan Teknik
f. Pendidikan Tinggi
3. Kurikulum 1964
Pada era transisi yang begitu singkat dari RIS menjadi RI membuat
pemerintah melakukan pendidikan dan pengajaran menyeluruh yang berlaku
untuk seluruh Indonesia. Pemerintah RI telah mulai dilaksanakan sistem
pendidikan yang direncang dan berlaku secara nasional dengan semua kualitas
yang berbatas. Pada piagam ini ada hubungan khusus dengan pengurus
pendidikan. Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI
mengeluarkan “Pengumuman Bersama yaitu di tanggal 30 Juni 1950 dengan
tujuan untuk sementara tahun ajaran 1950/1951 sistem belajar mengajar yang
berlaku di seluruh Indonesia hingga teknik itu diperiksa kembali. Berikut isi
pengumuman sementaranya yaitu:
i. Perubahan Sekolah-Sekolah
Setelah RIS kemabli menjadi kesatuan RI, pada tanggal 25 Agustus 1950
tepatnya di Yogyakarta kementerian PP dan K mengeluarkan keputusan tentang
perubahan sekolah yang dilakukan di daerah-daerah RI. sejak tahun ajaran
1949/1950. Sekolah dibagi menjadi enam kelompok: model-model sekoah yang
berasal pada era sebelum kembali kenegara kesatuan di bekas daerah-daerah
kependudukan Belanda diubah dan disesuaikan dengan model pendidikan dan
pengajaran nasional. Beberapa ketentuannya adalah sebagai berikut:
Pertama, semua Sekolah Rakyat Negeri harus jadi sekolah yang luar biasa
dengan bahasa pengantarnya adalah bahasa indonesia. Kedua, kelas pemulihan
dibuka untuk murid-murid Sekolah Rakyat yang awalnya meenggunakan bahasa
Belanda sebagai bahasa pengantar. Ketiga, kelas pemulihan boleh menggunakan
bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dengan syarat bahwa secepat mungkin
harus diperbaiki ke bahasa Indonesia lagi. Dan keempat, Pada kota-kota besar
kelas-kelas pemulihan menjadi sekolah yang berdiri sendiri.
3. Pendidikan Islam
A. Latar Belakang
Menurut Tilaar, (dalam Mukodi 2016: 144) bahwa orde baru menandakan
lahirnya suatu orde pembangunan yang ingin membawa bangsa dan masyarakat
Indonesia menuju suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila
dan UUD 1945 secara konsekwen.Target minimal pembangunan pendidikan
zaman orde baru adalah terbentuknya pengetahuan dan kemampuan dasar seperti
membaca, menulis, berhitung dan penggunaan bahasa Indonesia (Mohammad Ali
dalam Sugiyono et al, 2017: 110). Akan tetapi, peran strategis pendidikan cukup
disadari oleh pemerintah orde baru (Soeharto) sehingga pendidikan tidak
sepenuhnya dijalankan dengan tujuan murni untuk mencerdaskan bangsa.
Penyelenggaraan pendidikan yang digalakkan lebih berorientasi untuk
mendukung sektor ekonomi yang menjadi fokus utama pembangunan kala itu
(Sugiyono et al, 2017: 110). Sejak saat itu pendidikan digunakan sebagai
kendaraan politik bagi pemerintah Soeharto untuk melakukan indoktrinasi
terhadap rakyat Indonesia dalam melanggengkan kekuasaannya (Tati, 2015:90).
Hal senada di jelaskan pula oleh Sardiman dan Yuliandri (2016:10), bahwa
pendidikan selalu berpaut pada politik kepemimpinan (leadership) yang berkuasa.
Dengan demikian, peletakkan dasar-dasar pendidikan oleh suatu rezim
pemerintahan pada hakikatnya berpangkal pada perpolitikan suatu bangsa.
Demikian juga arah dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia selalu dinamis
dan adaptif sesuai dengan kepentingan penguasa.
B. Kebijakan Pendidikan
1. Relevansi pendidikan
2. Pemerataan pendidikan
C. Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan masa orde baru lebih mengedepankan dua jalur dalam
pelaksanaan sistem pendidikan nasional yaitu pendidikan umum dan pendidikan
khusus. Jalur pendidikan umum adalah jalur pendidikan formal yang terdiri dari
pendidikan dasar (SD atau yang sederajat), pendidikan menengah (SMP hingga
SMA atau yang sederajat) dan pendidikan tinggi (Universitas). Sedangkan
pendidikan khusus adalah pendidikan kejuruan yang dibentuk untuk menyiapkan
peserta didik sebelum memasuki lapangan kerja. Pendidikan kejuruan
dilaksanakan pada tingkat menengah pertama, tingkat menengah atas hingga
tingkat tinggi dengan berbagai variasi dan orientasi. Orientasi pendidikan
kejuruan ini diarahkan antara lain kepada bidang teknologi, industri, perdagangan,
pertanian, kerumahtanggaan, pelayanan jasa dan lain-lain.
Penerapan sistem pendidikan masa orde baru sangat lekat dengan nuansa
militerisme. Pada jenjang pendidikan dasar, menengah maupun tingkat atas
diberlakukan kebiasaan-kebiasaan yang berbau militerisme seperti kewajiban
baris-berbaris hingga pemberian saksi yang bersifat fisik bagi peserta didik yang
melakukan pelanggaran. Di tingkat perguruan tinggi, dibentuknya resimen
mahasiswa (menwa) yang merupakan manifestasi militerisme dalam sistem
pendidikan nasional. Hegemoni militerisme dalam dunia pendidikan inilah yang
pernah di gugat oleh Y.B Mangunwijaya. Menurutnya, pendidikan sejati telah
kehilangan maknanya pada masa orde baru seperti yang di tulisnya berikut ini:
“sudah selama 30 tahun lebih, 30 juta anak-anak kita di aniaya setiap hari oleh
suatu sistem pengajaran dan pendidikan yang tidak menghargai anak sebagai
anak. Mengapa? Bukankah sistem pengajaran dan pendidikan kita berpancasila?”
(Sugiyono, 2017:118). Ia pun menilai bahwa apa yang terjadi dalam dunia
pendidikan pada masa orde baru sudah menyimang dari tujuan yang semula di
harapkan, sebagaimana yang di tulisnya: kurikulum terselubung dari sistem
sekolah saat itu dari TK samai perguruan tinggi adalah sistem militer, sistem
komando, sistem taat, sistem hafalan, dan sistem memeberi instruksi.
Peserta didik dalam pendidikan orde baru bukanlah dididik untuk mampu
menjadi seorang pemikir, kreator atau orang yang pada nantinya mampu
menciptakan inovasi yang akan berguna bagi bangsa dan negaranya kelak. Tetapi
nuansa militerisme yang kental dalam sistem pendidikan orde baru membuat
peserta didik menjadi manusia-manusia yang lemah mental, tidak berdaya kritis
dan selalu memetuhi perintah atasan. Guru selalu menjadi pusat kebenaran,
sedangkan siswa hanya diposisikan sebagai obyek yang harus selalu mematuhi
dan mengiyakan kebenaran yang di katakan oleh guru.
1. Kurikulum 1968
2. Kurikulum 1975
3. Kurikulum 1984
4. Kurikulum 1994
A. Pendidikan Tradisional
Proses pendidikan yang terjadi pada masyarakat tradisional di Papua pada
umumnya memiliki kemiripan dengan proses pendidikan pada masyarakat
tradisioanl yang terjadi di daerah lain di Indonesia. Seorang nelayan harus
mengajari anaknya untuk menangkap ikan, seorang petani mengajarkan anaknya
bercocok tanam. Demikian seterusnya setiap orang dalam lingkungan hidup
tertentu akan tahu dan terus membekali kecakapan dan keterampilan tertentu
kepada anak-anaknya. Apa yang dilakukan oleh ayah akan diikuti oleh anak
laki-laki dan sebaliknya apa yang dilakukan ibu akan diikuti oleh anak
perempuan. Orang tua akan mengajarkan kepada anak-anaknya tentang hal-hal
yang dipelajari dari orang tuanya dahulu dengan jalan bercerita. Segala yang
dipelajari anggota-anggota masyarakat pada waktu silam diwariskan kepada
generasi berikutnya secara lisan. Demikianlah potret perkembangan pendidikan
pada masa tradisional di Papua sebelum adanya kebudayaan barat. Pengaruh
Hindu/Budha dan Islam tidak seberapa nampak dalam proses pendidikan yang
berlangsung di Papua. Berikut adalah gambaran pendidikan tradisional dalam
beberapa suku di Papua.
1. Suku Biak-Numfor
3. Suku Muyu
Pada umumnya anak yang baru lahi atau yang masih bayi selalu
dekat pada ibunya. Dalam masyarakat Muyu, anak-anak yang masih kecil
juga menjadi asuhan dan tanggung jawab ibunya. Ayah hampir-hampir
tidak berperan pada masa ini. Apabila seorang ibu berhalangan atau sibuk
dengan pekerjaan lain maka anak-anaknya yang masih kecil itu dititipkan
kepada nenek, bibi, atau kakak perempuannya. Ayah mulai berperan
mendidik anak laki-lakinya semenjak anak itu memperoleh gigi susu
pertama. Pada saat itu pula anak itu dipisahkan dari ibunya, kecuali bila
anak itu perempuan tetap masih dalam didikan dan tanggung jawab
ibunya.
Pada usia enam tahun dan sebelum menginjak usia remaja, anak-
anak orang Muyu dilepaskan dari ikatan adat yang ketat oleh orang tuanya
dan diberi kebebasan untuk menginap di rumah neneknya atau di rumah
kaum kerabatnya. Setelah menginjak usia remaja, anak-anak mulai diberi
tugas-tugas yang lebih berat untuk turut memenuhi kebutuhan hidup
tradisional, misalnya berkebun, mencari kayu bakar dan berburu babi.
4. Suku Dani.
Orang-orang Dani termasuk salah satu suku-suku asli Irian Jaya yang
mendiami daerah kabupaten Jayawijaya, terutama daerah lembah Balim, suatu
dataran yang cukup luas dan terapit gunung-gunung yang menjulang tinggi.
Orang-orang Dani tinggal di perkampungan yang disebut Usilimo. Usilimo
merupakan satu kesatuan tempat tinggal yang terdiri dari honai (rumah pria),
ebeai (rumah wanita), hunu (dapur), kandang babi dan kebun pisang. Dilihat dari
segi kekerabatan, yang berkaitan dengan usilimo, maka honai abeai, hunu dan
kandang babi merupakan satu kesatuan tempat beberapa keluarga batih (ayah,
ibu dan anak-anak) bertempat tinggal.
Honai adalah rumah yang hanya ditempati oleh kaum pria. Setiap honai
dapat dihuni 5 sampai 14 orang. Ebeai adalah rumah yang hanya ditempati oleh
kaum wanita dan anak-anak yang masih kecil. Beberapa usilimo yang tergabung
dalam satu kesatuan dapat dipimpin oleh seorang kepala suku dengan dibantu
oleh seorang kepala perang, sedangkan setiap usilimo dapat dipimpin oleh
seorang kepala karet atau kepala suku yang lebih rendah derajatnya.
1. Latar Belakang
Meskipun New Guinea Barat (West New Guinea= Irian Barat= Papua
sekarang) secara resmi telah dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Hindia
Belanda (Netherlands Indie) sejak 24 Agustus 1828, namun kenyataannya baru 8
Oktober 1898 pemerintah colonial Belanda benar-benar mulai menanamkan
kekuasaannya atas daerah itu dengan mendirikan pos pemerintahannya yang
pertama di Manokwari dan Fak-Fak. Kemudian yang kedua di Merauke pada 14
februai 1902, setelah konvensi di Den Haag 16 Mei 1855 di capai persetujuan
antara kerajaan Belanda dan Kearjaan Inggris mengenai perbatasan pembagian
jajahan mereka atas pulau New Guinea itu, yakni dari pantai selatan pulau itu di
tengah-tengah muara sungai Bensbach, 14101’47,9” BT , terus mengarah ke utara
dengan mengikuti meridian ini hingga mencapai sungai Fly yang lalu diikuti
alirannya sebagai batas alam sampai di pantai utara pulau itu pada 141o BT. Jadi
selama 70 tahun paktis penduduk asli bagian barat pulau itu yang kemudian
disebut Nethelands Nieuw Guinea (Papua Sekarang) dibiarkan begitu saja tanpa
diurus sama sekali karena secara ekonomis Nieuw Guinea Belanda dianggap
kurang dapat memberikan keuntungan bagi pemerintah colonial Belanda.
Dengan masuknya sekolah untuk generasi muda, mau tak mau ikatan
tradisi makin terlonggarkan bahkan terputus dan melahirkan pergaulan hidup baru
yang berlainan dengan pergaulan tradisional.
Apabila jumlah sekolah pada akhir tahun 1933 mencapai 155 buah,
diantaranya 105 buah bersubsidi, yang terdiri dari Raja Ampat 10 buah 8 buah
bersubsidi 2 buah tidak bersubsidi, Teluk Doreh 3 buah, bersubsidi 2 tidak
bersubsidi 1. Numfor 7 buah bersubsidi semua, Nimboran 15 bersubsidi 9 sisanya
6 tidak bersubsidi, Hollandia-Sentani 17 buah, bersubsidi 5 sisanya 12 tidak
bersubsidi. Biak Utara 12 buah, bersubsidi 9 sisanya 3 buah tidak bersubsidi, Biak
Selatan 17 buah, bersubsidi 6 sisanya 11 tidak bersubsidi, Berau 11 buah
bersubsidi 9 sisanya 2 tidak bersubsidi dan Bintuni 15 buah bersubsidi 10 sisanya
5 tidak bersubsidi (L. N van Asperen, 1936:41). Ini adalah suatu jumlah maksimal
sekolah yang masih ada. Hal ini disebabkan karena terjadinya depresi ekonomi
yang melanda dunia pada tahun 1929-1933 atau yang dikenal dengan sebutan
”zaman Malaise” termasuk Indonesia (Nederlands Indie) pada waktu itu. Hal itu
membuat subsidi pemerintah colonial kepada sekolah-sekolah di Irian Jaya
(Nederlands Nieuw Guinea) sukar dipenuhi sebagaimana mestinya. Sehingga
antara tahun 1920 sampai akhir tahun 1933 sudah banyak sekolah yang
diselenggarakan oleh zending ditutup (L. N van Asperen, 1936:43).
1. Latar Belakang
1. Latar Belakang
Pegawai-pegawai orang Indonesia yang berasal dari luar Irian Jaya banyak
yang kembali ke daerah asalnya. Selain itu banyak guru yang beralih tugas
menjadi pegawai pamong Praja semasa pemerintahan NICA (I. S. Kijne dalam W.
C. Klein, III, 1954:305). Karena CVO (Cursus tot Opleiding voor
Volksonderwijzers) atau sekolah guru di Miei sebagai satu-satunya lembaga
pendidikan guru yang mendidik guru-guru untuk Sekolah Dasar tidak berfungsi
lagi, maka kekurangan tenaga guru di daerah Irian Jaya sangat terasa.
2. Perkembangan Sekolah
Pada tahun 1951 di Nieuw Guinea Belanda (Irian Jaya) hanya terdapat
satu buah Taman kanak-kanak yang berkedudukan di Sorong dan
diselenggarakan oleh Orde Fransiskan dengan jumlah muridnya 50 orang. TK
ini tidak mendapat subsidi. Pelajaran berlangsung selama satu tahun. Dalam
kenyataannya TK ini merupakan sekolah persiapan (voor school=pra sekolah)
bagi anak-anak yang akan memasuki sekolah rendah umum (Algemene Lagere
School).
e. Pendidikan Sekolah Guru Rakyat (Opleidingschool voor
Volksonderwijzer= OVVO)
Untuk memenuhi sebagian kebutuhan guru-guru sekolah desa,
zending maupun misi menyelenggarakan pendidikan untuk guru-guru
sekolah rakyat. Pada tahun 1948 zending membuka OVVO di Yoka yang
dalam perkembangan berikutnya dipindahkan ke Serui pada tahun 1951.
Pada tahun 1951 misi Hati Kudus membuka juga OVVO di Merauke dan
Gereja Protestan Maluku membuka OVVO di Fak-Fak. Pada tahun 1952
jumlah OVVO menjadi empat buah yaitu dengan dibukanya lagi oleh Orde
Fransiskan di Fak-Fak. Pendidikan OVVO ini sangat sederhana dan
berlangsung selama dua tahun setelah tamat dari sekolah sambungan.
Setiap OVVO dilengkapi dengan asrama bagi siswa laki-laki dan
perempuan. Asrama OVVO di Serui sebagai kelanjutan dari asrama
OVVO Yoka, yang dalam kehidupan sehari-harinya lebih menekankan
pada pembentukan watak dan kehidupan para penghuninya. Mereka
diorganisasikan sebagai suatu masyarakat desa beseta kepala desa dan
dewan desanya (I. S. Kijne dalam W. C Klein, III, 1954:316).
Dengan mulai berlakunya Peraturan Subsidi Pengajaran Rendah
tanggal 1 Januari 1956, maka OVVO diubah menjadi Opleidingschool
voor Dorpsonderwijzers (ODO). Jumlah sekolahnya tetap, tetapi jumlah
muridnya dari tahun ke tahun meningkat. Jika OVVO lama belajarnya dua
tahun, maka berdasarkan Lager Onderwijs- en Subsidie- ordonnantie
(LOSO) lama belajar di ODO menjadi tiga tahun. Pendidikan tiga tahun
ini dianggap penting karena dipandang dari sudut kualitas pengajaran di
Sekolah Desa sangatlah tergantung kualitas guru-gurunya. Program
pengajaran ODO diarahkan kepada pandangan yang lebih modern, yaitu
dengan meletakkan titik berat pada latihan mengajar. Masyarakat
memandang guru sekolah desa tidak hanya bertugas menyampaikan
pelajaran melainkan juga memegang peranan penting dalam
perkembangan penting dalam masyarakat di desanya. Di samping itu,
setiap ODO selalu berusaha untuk membangun hubungan dengan para
lulusannya yang sudah ditempatkan pada Sekolah Dasar.
f. Kursus Normalis (Normalisten Cursus)
Pada tahun 1953 Misi katholik Roma membuka HBS 3 tahun di Hollandia.
Jumlah siswanya 80 orang dan sebagian besar adalah anak-anak bangsa
Belanda. Tenaga pengajar berjumlah 10 orang guru. HBS ini memperoleh
subsidi dari pemerintah Belanda sama seperti subsidi untuk MULO. Pada
tahun 1957 HBS tersebut dikembangkan menjadi HBS 4 tahun dan pada tahun
1960 menjadi HBS 5 tahun.
4. Pendidikan Masyarakat
Pelajaran untuk orang-orang dewasa dalam rangka pemberantasan buta huruf
belum dirasakan perlunya. Hal ini disebabkan sikap orang-orang dewasa
masyarakat bumiputera terhadap pendidikan belum berkembang sebagaimana
layaknya. Namun, bagi sebagian masyarakat kota, kebutuhan akan pendidikan
sudah mulai berkembang. Karena itu pada tahun 1951 di kota Hollandia dan
Merauke dibuka kursus Bahasa Belanda yang diadakan pada sore dan malam hari,
atas prakarsa pemuka-pemuka masyarakat bumiputera. Selain itu, di Manokwari
diselenggarakan kursus mengetik (Ministerie van Bujtenlandse Zaken, 1951: 112).
Pada tahun-tahun berikutnya kursus-kursus semacam itu mendapat bantuan dari
pemerintah Belanda berupa alat-alat pelajaran. Pada tahun 1954 atas prakarsa
Kepala sekolah rendah umum di Merauke dibuka kursus pemberantasan buta
huruf. Di samping kursus membaca dan menulis, diberikan juga pelajaran bahasa
Belanda dan pengetahuan yang berkenaan dengan pengembangan masyarakat.
1. Latar Belakang
Masa peralihan UNTEA berakhir pada tanggal 01 Mei 1963, pada saat
penguasa UNTEA menyerahkan kekuasaan pemerintahan wilayah Irian Jaya
sepenuhnya kepada pemerintah RI.
2. Perkembangan Pendidikan
Djumhur dan Dana Saotra H., 1976. Sejarah Pendidikan, Bandung: CV. Ilmu.