Anda di halaman 1dari 13

LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN

Tugas Kelompok Mata Kuliah Landasan Kependidikan


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Suyahmo, M.Si.

Disusun Oleh:
1. Aulia Dwi Nugrahaeni (0301519007)
2. Ari Irawan (0301519008)
3. Faristin Firdausiyah (0301519011)

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
I. PENDAHULUAN
Historis berasal dari kata history dari bahasa Inggris yang berarti sejarah, akan
tetapi sebenarnya kata history itu sendiri asal mulanya merupaka bahasa Yunani yaitu
dari kata istoria yang artinya orang yang pandai sejarah. Perlunya mempelajari sejarah
karena melalui sejarah kita dapat memperoleh informasi dan manfaat dari sejarah
tersebut. Informasi-informasi tersebut mengandung kejadian, model, konsep, moral,
teori, praktik, cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007). Melalui sejarah bangsa
Indonesia belajar tentang arti pentingnya pendidikan.
Pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan yang berlangsung di dalam dan di luar sekolah sepanjang hayat,
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan berbagai
lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3,11).
Hal ini sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pendidikan nasional merupakan pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD
1945, yang berakar pada nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan Nasional merupakan
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional. UU RI pasal 3 menyebutkan bahwa fungsi pendidikan
nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan
pendidikan di Indonesia adalah untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
Pancasilais yang dimotori oleh pengembangan afeksi, seperti sikap suka belajar, tahu
cara belajar, rasa percaya diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos kerja, kreatif dan
produktif, serta puas akan sukses yang akan dicapai (Pidarta, 2007: viii).
Dalam proses pertumbuhan menjadi negara maju, Indonesia telah mengalami
berbagai perubahan, termasuk bidang pendidikannya. Perubahan tersebut dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor salah satunya karena tuntutan zaman. Setelah kemerdekaan
dan menerapkan sistem pendidikan kontinental karena pada saat itu kita masih menjalin
kontak dengan negara-negara Eropa seperti Belanda, namun seiring berjalan waktu
semakin disadari bahwa sistem pendidikan tersebut tidaklah cocok lagi dengan
perkembangan zaman, sehingga akhirnya mendorong bangsa Indonesia untuk
melakukan berbagai penyesuaian.
II. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, terdapat permasalahan yang akan dibahas yaitu :
“Bagaimana Perjalanan Sejarah di Indonesia?”

III. PEMBAHASAN
A. Landasan Historis Pendidikan di Indonesia
Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah
bangsa Indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses
sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit
sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia.
Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk
menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki
suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa.
Pada akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di dalamnya
tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Para
pendiri negara kita merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang sederhana
namun mendalam, yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama
Pancasila.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila
tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya, Pancasila
berkedudukan sebagai dasar filsafat negara serta ideologi bangsa dan negara, bukan
sebagai suatu ideologi yang menguasai bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-
sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri. Tinjauan
landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan
pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan
studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang
terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau. Seperti yang dinyatakan oleh
Pidarta dalam bukunya.
Setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya
dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau
(Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah
pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu
bangsa. Sejarah telah memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi manusia dan
diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini
dan masa yang akan datang.

B. Sejarah Pendidikan di Indonesia


Perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia sangat panjang bahkan semenjak
jauh sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945 sampai akhirnya sekarang setelah
74 Indonesia merdeka yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti
sekarang. Dengan demikian setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia
untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut
pada masa lampau (Pidarta, 2007). Begitu juga dengan bidang pendidikan, sejarah
pendidikan dapat dijadikan sebagai bahan pembanding untuk memajukan
pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidikan di Indonesia berawal dari zaman
kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh Hindu dan Budha, zaman
pengaruh Islam, zaman penjajahan, sampai saat ini. Berikut ini adalah uraian dan
rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5.
Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di
Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan
mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha
Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika,
secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2008: 215).
Bila mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang
dapat digunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa itu
dengan masa sekarang. Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad 9,
yang berukuran 123 x 123 meter serta terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa.
Borobudur setelah dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4
abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah
terbesar bagi Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia
menjadi negara number one. Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan
muncul asumsi tentang jumlah tenaga yang digunakan (berhubungan dengan
manajemen) dan arsitekturnya. Padahal pada masa itu sumber belajarnya hanya
berupa orang, tidak seperti sekarang yang sumber belajarnya tidak hanya berupa
orang, tetapi ada buku, TV, radio, HP, Tablet, komputer (laptop), dan internet.

2. Zaman Pengaruh Islam


Agama Islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke
Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu
dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling
mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik
rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama Islam
menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat
dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa.
Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar, Pesantren, dan
Madrasah. Bentuk itulah sebenarnya awal terbentuknya pembelajaran klasikal
maupun individual di Indonesia.
1) Langgar
Merupakan tempat pendidikan agama Islam permulaan. Yang dipentingkan
ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran berlangsung secara
Individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak.
2) Pendidikan di Pesantren
Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih mendalam ada
di pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama, ilmu
pengetahuan, keterampilan.
3) Pendidikan Madrasah
Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan jasa dalam
bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada
pemberian ilmu pengetahuan umum disamping pelajaran agama.
Pendidikan Madrasah diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan
menengah seperti sekarang ini. Jenjang ini adalah :
Tingkat TK : Bustanul
Tingkat SD : Ibtidaiyah
Tingkat SMP : Tsanawiyah
Tingkat SMA : Aliyah
3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan
perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia
Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi
mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242). Di samping
mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke
Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka
anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di
bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun
kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia
dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4).
Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris
Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam
menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini
didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala
sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008:
243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan
pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam:
sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan
sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama, Nasution dalam Rohmawati
(2008).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang
pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan
untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara
mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut
VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia
Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya
Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-
sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang
dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana
Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial.
Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama
Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
4. Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan
Portugis. Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengajarkan
agama saja, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah
banyak didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Bahasa
pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu
mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini
didirikan di Ambon dan Jakarta.
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia digambarkan sebagai berikut:
a. Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa
Belanda untuk anak Belanda, Indonesia dan Cina. Sekolah dengan
pengantar bahasa daerah, dan sekolah peralihan.
b. Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum dan pendidikan
kejuruan.
Menurut Nasution (1993) ada enam prinsip politik pendidikan kolonial
Belanda di Indonesia, yaitu: Pertama, dualisme dalam pendidikan dengan
adanya sekolah anak belanda dan untuk anak pribumi, untuk anak yang berada
dan anak yang tidak berada. Kedua, gradualisme yang ekstrim dengan
mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana mungkin bagi anak
Indonesia. Ketiga, prinsip konkordansi yang memaksa semua sekolah
berorientasi barat mengikuti model sekolah di Netherland dan menghalangi
penyesuaian dengan keadaan di Indonesia. Keempat, kontrol sentral yang ketat.
Kelima, tidak adanya perencanaan pendidikan sistematis. Keenam, pedidikan
pegawai sebagai tujuan utama sekolah.
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara formal,
sekolah-sekolah itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-
orang dari kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar
dari sekolah ini adalah setelah kita mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan
akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar penduduk di Indonesia
bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama
penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah.
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat
dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang
berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan
saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai
pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru (Rohmawati,
2008). Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan
melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah
menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan
semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 (Rohmawati,
2008). Setelah itu tokoh-tokoh pendidik mulai muncul tokoh yang berjuang di
bidang pendidikan, antara lain :
a. Mohammad Syafei dengan mendirikan INS (Indonesisch Nederlandse
School) di Sumatera Barat pada tahun 1926. Sekolah ini bertujuan
membina anak-anak ke arah hidup yang merdeka melalui pendidikan
hidup mandiri. Model sekolahnya sendiri berupa asrama.
b. Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri Taman Siswa pada 3 Juli
1922. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah Ing
Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani
yang artinya kurang lebih adalah yang di depan memberi contoh, yang
ditengah membangun keinginan dan bekerja sama dan yang dibelakang
memberikan daya semangat dan dorongan.
c. Kyai Haji Ahmad Dahlan yaitu pendiri organisasi Islam bernama
Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912. Pendidikan
Muhammadiyah oleh KHA Dahlan mempunyai tujuan yaitu lahirnya
manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-ulama
intelek” yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu
yang luas serta sehat jasmani dan rohani.

5. Zaman Kolonial Jepang


Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut
sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras
habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang
menyerah dan terus mengobarkan semangat di hati mereka (Rohmawati, 2008).
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di
Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan
dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi
semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan
oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor,
dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk
merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa
Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan
kepada dunia (rohmawati, 2008).
Sistem pendidikan pada masa penjajahan Jepang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Pendidikan/ Sekolah Rakyat, lama studi 6 tahun termasuk SR adalah
Sekolah Pertama yang merupakan konversi dari Sekolah Dasar 3 atau 5
tahun bagi pribumi pada masa Belanda.
b. Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun
c. Sekolah guru, ada tiga macam sekolah guru :
- Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
- Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
- Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko

6. Zaman Kemerdekaan (Awal)


Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti
sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali
menguasai Indonesia datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada
saat itu bukanlah prioritas utama. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi bangsa
Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih
dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang
mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan
oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya
belum tercapai sesuai dengan yang diharapkan bahkan banyak pendidikan di
daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para
pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang
mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
7. Zaman Orde Lama
Saat gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi
kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di
berbagai bidang, baik spiritual maupun material (Rohmawati: 2008). Setelah
diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas:
Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan
pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang
bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka
untuk tiap-tiap penduduk negara (Rahmawati; 2008).
Pendidikan Nasional zaman Orde Lama adalah pendidikan yang
diharapkan dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat
menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar, pendidikan yang
secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD
1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan
merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan
Manipol yaitu :
- Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari
Sabang sampai Merauke.
- Menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan
makmur lahir-batin, melenyapkan kolonialisme.
- Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan
penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan
abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).

8. Zaman Orde Baru


Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30SPKI pada tahun 1965 dan
ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan
pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi. Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di
bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi
operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar
(Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk
mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah
sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki
beberapa kesenjangan. Beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan
okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik
(pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan
pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan
ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara
wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini). Namun demikian
keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran
beragama dan kebangsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan
bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat
(Pidarta, 2008: 141).

9. Zaman Reformasi
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa
melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan
pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat
kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak
ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan
untuk berbicara dan menyampaikan pendapatnya (ibid.: 143). Begitu Orde Baru
jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas. Reformasi ini pada awalnya
lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran
bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi
semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang
pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang
Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi
desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan
meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga
diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Keterampilan Hidup), TQM
(Total Quality Management), KTSP (Kurikulum Satuan Pendidikan).
Sekarang sudah ada Undang-undang yang mengatur tentang sistem
pendidikan di Indonesia yaitu UU RI No.20 Tahun 2003, Bab VI. Secara
undang-undang pemerintah telah berusaha menyelenggarakan pendidikan
dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan setiap ada pergantian pimpinan selalu
berupaya untuk menyempurnakan kurikulum, pola dan strategi pembelajaran,
penyempurnaan terarah pada pembinaan pola dan strategi pembelajaran dan
peningkatan mutu pendidikan.

C. Fungsi Sejarah Pendidikan dalam Implementasi Pendidikan


1. Tujuan Pendidikan
Sesuai dengan sejarahnya tujuan pendidikan adalah mengembangkan
potensi kepribadian peserta didik secara harmoni baik aspek kognitif, afektif
dan psikomotor maupun kemampuan reflektif. Pendidikan juga harus diarahkan
kepada pengembangan aspek-aspek keagamaan, kemanusiaan, nasionalisme
Indonesia, serta kemandirian peserta didik. Pendidikan juga harus diarahkan
kepada keperluan-keperluan praktis serta memiliki nilai guna dan nilai tambah
serta dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia terutama
dalam dunia kerja nyata.
2. Proses Pendidikan
Sesuai dengan sejarahnya, aktivitas pembelajaran disesuaikan tingkat
perkembanagan peserta, pemberian keterampilan yang dibutuhkan secara global
seperti kemampuan berbahasa, mengembangkan kemampuan life skill,
pembentukan akhlak dan karakter, pembelajaran lintas disiplin ilmu,
penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, demokratisasi dalam
pendidikan serta pengembangan IPTEK.
3. Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus dapat mewariskan nilai-nilai luhur budaya nasional
Indonesia yang merupakan puncak-puncak dari kebudayaan daerah melalui
proses enkulturasi dan internalisasi. Pendidikan juga harus mampu
mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional melalui kreativitas
budaya manusia Indonesia agar mampu menembus pentas internasional.
Identitas budaya nasional yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal maupun
global harus dipertahankan sebagai identitas nasional agar tidak tergerus oleh
arus globalisasi.

D. PENUTUP
Pendidikan di Indonesia berlandaskan nilai-nilai Pancasila yang berasal dari
peristiwa-peristiwa sejarah bangsa Indonesia sendiri. Dimulai dari munculnya kerajaan-
kerajaan seperti: Kutai, Sriwijaya dan Agama Hindu-Budha, Islam, Nasrani (Katolik
dan Protestan), dilanjutkan dengan kedatangan bangsa Belanda, Jepang dan sampai
akhirnya Indonesia merdeka. Indonesia menyusun dan mengatur pendidikannya sendiri
setelah mendapatkan kemerdekaan, dari masa orde lama, orde baru dan reformasi.

E. DAFTAR PUSTAKA
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-
Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Nasution, S. 2008. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dyahrochmawati08.wordpress.com. 30/11/2008, diakses pada tanggal 14 September
2019 pukul 06:57 WIB

Anda mungkin juga menyukai