Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Artefak Vol.7 No.

2 September 2020

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/artefak/article/view/3518

PERKEMBANGAN DAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN ZAMAN KOLONIAL


BELANDA DI INDONESIA ABAD 19-20

Zofrano Ibrahimsyah Magribi Sultani1, Yasinta Putri Kristanti2


Universitas Negeri Malang, Indonesia1
E-mail: zofranosejarah22@gmail.com, yasintakristanti@gmail.com
Sejarah Artikel: Diterima Juli 2020, Disetujui Agustus 2020, Dipublikasikan September 2020

Abstrak
Artikel ini memiliki tujuan agar dapat memahami berbagai macam pelaksanaan
pendidikan zaman kolonial Belanda di Indonesia setelah Politik Etis diberlakukan. Pendidikan
pada zaman kolonial Belanda memiliki banyak sekali sistem pengajaran dan pembelajaran yang
dibangun Belanda berdasarkan kelompok sosial seperti sekolah untuk pribumi, Belanda/Eropa,
dan Timur Asing. Politik yang dijalankan oleh Belanda yaitu Politik Etis merupakan ujung
tombak terciptanya pendidikan-pendidikan modern di Indonesia. Metode penelitian yang
digunakan metode penelitian kepustakaan. Hasil dari pendidikan zaman kolonial Belanda yaitu
munculnya pembelajaran dengan pendidikan modern yang menumbuhkembangkan nasionalisme
dan pengajaran berbasis soft skill dalam memenuhi kebutuhan tenaga terampil. Dengan demikian,
perkembangan dan pelaksanaan pendidikan di zaman kolonial Belanda di Indonesia memiliki
tujuan meningkatkan martabat bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kata Kunci: pendidikan, zaman kolonial Belanda, dan sekolah.

Abstract
This article has the aim of understanding various types of education in the Dutch colonial
era in Indonesia after the Ethical Policy was put in place. Education in the Dutch colonial era had
many teaching and learning systems built by the Netherlands based on social groups such as
schools for pribumi (natives peoples), Dutch/European, and Foreign East. The politics that is run
by the Dutch, namely Ethical Politics is the spearhead of the creation of modern education in
Indonesia. The research method used is library research methods. The result of Dutch colonial
education is the emergence of learning with modern education that fosters nationalism and soft
skill-based teaching in meeting the needs of skilled workers. Thus, the development and
implementation of education in the Dutch colonial era in Indonesia had the aim of enhancing the
nation's dignity and educating the nation's life.

Keyword: education, Dutch colonial era, and school.

PENDAHULUAN Lahirnya suatu sistem pendidikan bukanlah


suatu hasil perencanaan menyeluruh
Pendidikan adalah hak setiap manusia melainkan langkah demi langkah melalui
untuk meningkatkan harkat dan martabatnya eksperimentasi dan di dorong oleh kebutuhan
sehari-hari. Dalam menyelenggarakan pendi- praktis perkembangan zaman. Sejarah suatu
dikan itu sendiri banyak faktor yang bangsa dapat dilihat dari pedidikan yang
memengaruhinmya baik faktor internal mau- ditempuh oleh rakyatnya, bagaimana sejarah
pun eksternal pada sistem pendidikan. pendidikan di masa lampau dapat melahirkan

Halaman | 91
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

cendekiawan yang menggagas dasar reformasi politik, mengambil peran utama


kebangsaan dan nasionalisme Indonesia. dalam agitasi radikal, baik di kota maupun di
Begitu pula dengan masa itu, Indonesia yang desa. Program Politik Etis yang beru-paya
mengalami perkembangan dari masa klasik mengembangkan pendidikan Barat untuk
hingga sekarang melalui proses bumiputera/pribumi, tetapi dalam Kenyataan-
perkembangan dalam pendidikannya (Rifa’i, nya program tersebut telah menanamkan
2011). Sebab, pemerintah kolonial antara 1875 kesadaran nasionalisme, untuk mengambil
dan 1900 dua ratus lima puluh juta gulden alih sistem yang akan dikembangkan sesuai
telah dihabiskan untuk pembangunan rel dengan sistem yang telah lama ada di
kereta api, pelabuhan, dan irigasi (Furnivall, berpengaruh dalam sistem pendidikan adat. Di
1944: 211; Penders, 1968: 32). sisi lain, kenyataan ini telah membangkitkan
Seperti yang kita lihat dari para tokoh- keinginan untuk meningkatkan martabat
tokoh besar juga merupakan lulusan lembaga bangsa yang dicari oleh organisasi modern
pendidikan dengan sistem pendidikan Barat. masa itu (Sumarno, Aji, & Hermawan, 2019:
Pendidikan merupakan salah satu faktor 372).
penting dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia. Pendidikan adalah kebutuhan yang
mendasar dari suatu bangsa untuk METODE PENELITIAN
meningkatkan harkat dan martabat bangsa itu
Metode penelitian yang digunakan pada
sendiri. Pendidikan pada abad ke-20
artikel ilmiah ini menggunakan metode
merupakan kelanjutan dari abad sebelum-nya
penelitian kepustakaan. Metode ini meng-
dengan perkembangannya yang sangat pesat
gunakan studi pustaka sebagai obyek
mengalami kemajuan terutama memenuhi
penelitian dengan mengumpulkan bahan-
kebutuhan tenaga ahli dan terampil.
bahan koleksi perpustaka-an tanpa
Pendidikan pada masa itu didasarkan pada
memerlukan riset lapangan dan sumber primer
golongan penduduk menurut keturunan atau
(Zed, 2014). Adapun bahan-bahan kepus-
lapisan kelas sosial dan golongan kebangsaan
takaan yang dikumpulkan berasal dari
yang berlaku waktu itu. Ada banyak
Perpustakaan Universitas Negeri Malang
perbedaan pelayanan anak-anak bumiputera/
(UM) dan Perpustakaan Umum dan Arsip
pribumi dengan anak-anak Belanda/Eropa
Daerah Kota Malang. Tahap dari metode
yang berkaitan dengan status mereka.
penelitian kepustakaan adalah membaca
Terjadinya perubahan kebijakan pendidikan di
terlebih dahulu mengenai pendidikan pada
Indonesia perubahan kebijakan politik
masa kolonial Belanda di Indonesia dengan
menjalankan watak kolonialisme di Indonesia.
mencari referensi yang mendukung pokok
Pendidikan pertama kalinya dikaitkan dengan
permasalahan di perpustakaan yang mudah di
bagaimana mengukuhkan kekuasaannya.
jangkau. Selanjutnya membuat artikel di
Banyak sekolah yang mulai berdiri di abad ke-
microsoft word dengan membuat subbahasan
20 munculnya sekolah-sekolah swasta dan
mengikuti Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
para kaum cendekiawan sehingga
Universitas Negeri Malang 2017 (PPKI 2017).
memunculkan orga-nisasi modern di masa
pergerakan nasional (1908-1942).
Dengan demikian pendidikan gaya
Barat telah mampu melemahkan pamor
priyayi tradisional, tetapi telah memunculkan
kelas baru orang Indonesia yang memiliki
kesadaran politik yang telah menggunakan
bentuk baru yang dipersiapkan untuk

Halaman | 92
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

HASIL PENELITIAN DAN untuk anak-anak pribumi di Pasuruan,


PEMBAHASAN Karawang, dan Cianjur (Penders, 1968: 9).
Awal abad ke-19 sistem ini telah diubah oleh
Substansi (Isi) Sistem Pendidikan Masa
sistem pendidikan Barat yang modern.
Kolonial Belanda di Indonesia
Semasa zaman kolonial, menurut Sebelum pemerintah Belanda mendirikan
catatan sejarah di Indonesia ini telah terdapat sekolah di Jawa telah ada sekolah teologi yang
beragam sistem pendidikan, ada beberapa khusus yang beragama Kristen.
pendidikan pesantren tradisional yang Tetapi keadaannya tidak terpelihara.
mengajarkan pendi-dikan agama Islam, juga Sekolah-sekolah di Jawa yang didirikan
sistem persekolahan yang dibawa Belanda ke sesudah 1850 agak teratur. Maksud
Indonesia. Budaya dan tradisi, serta pemerintah Belanda mendirikan sekolah tidak
pendidikan agama tradisional, terus memiliki untuk memenuhi kebutuhan rakyat tetapi
pengaruhnya. Seorang anak yang menghadiri untuk melatih beberapa orang bagi dinas
sekolah bahasa Belanda di pagi hari untuk pemerintahan Belanda. Jadi, kesimpulannya
pengajaran sekuler sering dikirim ke sekolah bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran pada
Islam pada sore hari untuk pengajaran agama. waktu itu hanya diarahkan kepada pendidikan
Sekolah pagi mengajarkan keterampilan anak pegawai bukan membentuk sis-tem
yang memungkinkannya mencari nafkah pendidikan nasional. Oleh karena itu,
sementara sekolah sore mengajarinya cara kebijakan pendidikan aktif juga dianggap
hidup. Furnivall (dalam Zainu'ddin, 1970: 19), tidak bijaksana secara politis karena akan
dalam membuat perbedaan ini, menunjuk pada cenderung mengganggu produktivitas pribumi
pembelahan yang tumbuh di antara kedua sehingga berdampak buruk pada produksi dan
aspek ini. Instruksi Barat diimpor, dipisahkan perdagangan pada tahun 1830-1870 (Penders,
dari tradisi budaya yang menjadikannya lebih 1968: 11). Juga, upaya oleh beberapa pejabat
dari sekadar instruksi atau sekedar pelatihan kolonial yang lebih progresif untuk
formal pikiran di negara asalnya. Itu tidak mendirikan sekolah bagi penduduk asli tidak
terkait dengan tradisi budaya masyarakat di berhasil karena tidak ada dukungan keuangan
mana orang Eropa dirikan sekolah-sekolah yang datang dari pemerintah kolonial
dan kursus. (Brugmans, 1938: 89-92).
Sampai awal abad ke-20 sistem perse- Ini diikuti oleh pembukaan sekolah
kolahan belum banyak diminati di kalangan pelatihan guru pertama untuk pribumu di
penduduk pribumi. Pemerintah kolonial Surakarta (1852) dan Fort de Kock
Belanda berusaha menata masyarakat (Bukittinggi) pada tahun 1856 yang
penduduk pribumi untuk masuk dalam sistem (Brugmans,1938:183). Pada abad ke-19
pendidikan Barat (Salim dkk, 2007: 201). didirikan sekolah kelas II (ongko loro)
Pada abad ke-18 pendi-dikan dan pengajaran pengajaran di dalamnya lebih sederhana dari
diberikan secara perse-orangan, padahal pada kelas I (ongko siji) yang mengem-
Capellen pernah mengajukan rencana program bangkan skill basic antara lain: membaca,
pendidikan pribumi kepada Gubernur menulis, berhitung, dan bahasa daerah atau
Jenderal. Rencana yang menjanjikan ini untuk bahasa Indonesia (Sutimin & Suparman, 2012:
menyediakan bagi penduduk pribumi fasilitas 22; Penders, 1968: 28). Juga tidak mudah
pendidikan modern tidak diperbolehkan untuk membenarkan upaya untuk mengurangi
terwujud karena pemerintah kolonial tidak fasilitas pendidikan, terutama karena iklim
dapat menemukan keuangan yang diperlukan. pendapat internasional lebih menyukai
Namun, rencana Capellen hanya berhasil penyebaran ide dan pendidikan dengan alasan
melalui pendirian tiga sekolah pemerintah moral dan sosial dan kekuatan kolonial mulai
menilai satu sama lain dengan jumlah

Halaman | 93
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

pendidikan yang mereka berikan untuk Tidak hanya edukasi, penyebaran irigasi
rakyatnya. Pemerintah Hindia, juga prihatin membantu meningkatkan produksi gula dan
untuk menyediakan tenaga kerja yang patuh tanaman ekspor yang dilakukan oleh pemukim
dengan setidaknya sejumlah pelatihan, dan Belanda/Eropa di tanah desa. Emigrasi
khu-susnya, pekerja klerikal murah untuk penduduk desa Jawa mungkin kurang
pangkat yang lebih rendah dari pegawai negeri signifikan untuk bantuan yang diberikannya
sipil yang luas, memperluas dan semakin kom- ke Jawa daripada untuk menyediakan tenaga
pleks, dan perkebunannya sendiri, dan per- kerja murah yang mengurangi kekurangan
kebunan dan tambang dengan teknologi yang tenaga kerja di perkebunan Belanda di
semakin modern (Rifa’i, 2011; Geschiere, kepulauan lain luar Jawa seperti Sumatera,
1973; Suratminto, 2013). Kalimantan, dan Sulawesi. Perpanjangan
Pendirian sekolah merupakan prinsip pendidikan, jika dijaga dalam batas yang
dasar dari implementasi Politik Etis, sebab masuk akal, membantu menyediakan pegawai
Politik Etis tampaknya menjadi kebijakan dan petugas medis (medical orderlies) untuk
yang menarik ketika didengar, yang membuat kalangan bawah pemerintah dan perusahaan
simpati penduduk pribumi terhadap bisnis.
pemerintah kolonial dari konteks sosial- Dalam konsepsi ini, yang menekankan
politik. Padahal kebijakan etis sebenarnya pentingnya aspek budaya dan politik
merupakan upaya yang dirumuskan oleh para pendidikan, hampir tidak ada perhatian
sarjana Belanda dalam konteks kelanjutan diberikan untuk fungsi sekolah dalam struktur
eksploitasi kekayaan Indonesia, dengan ekonomi koloni juga hubungan antara
demikian kebijakan etis ini tidak dapat pendidikan dan situasi ketenagakerjaan saat
dipisahkan dari kepentingan kolonial, yang itu. Fakta bahwa pekerja terlatih mungkin
notabene merupakan intensifikasi dan tidak dapat menemukan pekerjaan yang cocok
eksploitasi koloni. Munculnya itu bukan tidak dirasakan sebagai kesulitan, karena
kebetulan, tetapi seiring dengan puncak pekerja ini, yang lebih terbuka terhadap ide-
imperialisme Barat sebagai manifestasi dari ide revolusioner jika dihadapkan dengan
politik kapitalisme modern abad ke-19 oleh pengangguran, akan memainkan peran aktif
bangsa Eropa (Sumarno, Aji, & Hermawan, dalam membangun masyarakat baru yang
2019: 370). akan memiliki permintaan yang lebih besar
Pentingnya kelas berpendidikan yang untuk angkatan kerja asli yang terlatih.
dibutuhkan terkait dengan bangkitnya kon- Pendidikan Barat dari pribumi pasti
jungtur internasional, perluasan dunia tidak akan mengarah pada kemajuan populasi ini,
hanya di bidang ekonomi, tetapi juga di bahkan jika untuk beberapa proses mungkin
pemerintahan, dibutuhkan bidang pengajaran tampak lambat tak tertahankan hingga
untuk membawa pekerja ke tingkat yang lebih menjelang tahun 1942. Dan tentu saja tidak
luas di tingkat lokal. Selain itu, upaya untuk semua orang Belanda di Hindia Belanda
memberikan pendidikan bagi penduduk menganggap ini sebagai tujuan utama mereka.
pribumi sebagai upaya untuk melawan Beberapa menganggap perkem-bangan seperti
pendidikan dengan model Barat, untuk itu sama sekali tidak diinginkan, yang lain
memerangi Pan-Islam yang dianggap menginginkannya tidak terlalu penting
berbahaya bagi pemerintah kolonial pasca dibandingkan dengan tujuan lain, seperti
Perang Diponegoro. Strategi ini merupakan pelestarian perdamaian dan ketertiban demi
bagian dari humanitarian untuk pekebun dan pembangunan ekonomi Hindia Belanda dan
investor asing yang memerlukan efektivitas banyak orang memperingatkan agar tidak
kegiatan produksi. tergesa-gesa memberikan pendidikan kepada
mereka (Geschiere, 1973: 154).

Halaman | 94
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

Kebijakan di bidang pendidikan, pada dilematis sekali. Tentu ini, kaum konservatif
akhirnya, membawa dampak kontraproduktif Jawa dan Eropa mendukung adaptasi atas
terhadap pemerintah kolonial Belanda karena nama kemajuan dan yang lainnya mendukung
dengan munculnya kelompok-kelompok adaptasi dari sudut pandang yang lebih
terdidik di Indonesia ternyata menjadi faktor konservatif mengenai betapa pentingnya
pendorong tumbuhnya nasionalisme pendidikan bagi penduduk di Hindia Belanda.
Indonesia. Munculnya kelompok-kelompok Bahkan mereka yang siap menerima
terdidik melahirkan kelompok-kelompok gagasan bahwa beberapa perluasan
orang yang mampu memisahkan apa yang pendidikan diperlukan atas dasar ekonomi dan
baik dan apa yang tidak baik, yang melahirkan politik masih khawatir bahwa hal itu
gerakan nasional Indonesia yang dipimpin berpotensi berbahaya dalam menumbuhkan
oleh orang-orang terpelajar. Menurut ketidakpuasan. Penguasa Eropa secara khusus
Sumarno, R.N. Bayu Aji, dan Eko Satriya curiga terhadap perluasan fasilitas pendidikan
Hermawan (2019: 371) adanya sekolah- tinggi kepada penduduk pribumi, meskipun
sekolah yang mengadopsi sistem pendidikan beberapa siap untuk memberikan beberapa
Barat menggugah rasa empati dengan melihat konsesi kepada anggota aristokrasi
penderitaan para rakyat kecil dan (Zainu’ddin, 1970: 24). Sikap seperti itu dapat
meningkatnya kesadaran politik orang-orang diparalelkan di Eropa pada waktu yang hampir
terpelajar akhirnya membangkitkan harapan bersamaan berkembang ideologi sosialisme
bahwa seorang elite Indonesia akan muncul dan komunisme sehubungan dengan perluasan
untuk memimpin gerakan ini. Meskipun fasilitas pendidikan ke kelas pekerja atau
pendidikan pada awalnya diberikan sebagai penyediaan pendidikan tinggi untuk wanita.
asosiasi politik Belanda yang terintegrasi, Ada orang-orang yang lebih suka
untuk melawan pasukan anti Belanda itu menutup mata, sejauh mungkin, pada
dikha-watirkan kelak menjadi penguasa tujuan kenyataan yang tidak menyenangkan bahwa
politik di koloni tersebut. kekuasaan mereka datang dari penguasa
Tentu saja ada beberapa permintaan kolonial Belanda daripada dari hak mereka
untuk pribumi tertentu dengan pendidikan sendiri sebagai penguasa tradisional Jawa.
Barat karena pribumi kalangan bawah tidak Namun, yang lain bersedia berdamai dengan
mungkin bisa mengakses hal ini tanpa network Belanda dan menerima fasilitas untuk studi
dengan penguasa. Tetapi pasokan pekerja pembelajaran Barat. Efek dari pendidikan
berpendidikan tidak boleh melebihi seperti itu pada individu dapat menunjukkan
permintaan ini, dijelaskan P.L. Geschiere perjuangan yang telah dihadapi banyak orang
(1973: 154) karena ini akan menyebabkan Indonesia yang dipaksa untuk mengatasi
pengangguran dan ketidakpuasan di antara pembelajaran Barat dan mereka adalah budaya
mereka, sedangkan sekolah itu sendiri tradisional (Zainu’ddin, 1970: 29).
mungkin akan tumbuh menjadi lapisan panas
agitasi nasionalistik dan anarkistik subversif. Sekolah-sekolah Anak Belanda dan
Secara karakteristik, kaum konservatif di Pribumi Masa Kolonial Belanda
kalangan bangsawan Jawa dan non Jawa Sekolah pertama bagi anak Belanda
memberi tekanan paling kuat pada hubungan dibuka di Jakarta pada tahun 1817 yang segera
antara pendidikan dan situasi pekerjaan dalam diikuti oleh pembukaan sekolah di kota-kota
koloni saat itu. Minat mereka terpusat pada lain di Jawa. Jumlahnya meningkat dari 7
pengem-balian ekonomi yang dapat diberikan (tahun 1820), 19 (tahun 1835), 25 (tahun
pendidikan dan ketakutan akan orang Eropa 1845), dan 57 (tahun 1857). Prinsip yang
terhadap pendi-dikan penduduk dapat dijadikan pegangan tercantum di Statuta 1818
menyebabkan kelebihan produksi, sisi yang bahwa sekolah-sekolah harus dibuka “di tiap

Halaman | 95
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

tempat bila diperlukan oleh penduduk Belanda peserta didik Europese Lagere School (ELS).
dan diizinkan oleh keadaan” atau secara lebih Peserta didik di tingkat Hogere Burger School
khusus, bila jumlah murid mencapai 20 di (HBS) dimaksud bagi murid-murid Belanda
Jawa atau 15 di luar Jawa. Seorang inspektur dan golongan atas yang sanggup
pendidikan diangkat dan pada tahun 1830 menyekolahkan anaknya ke ELS kelas satu,
telah terdapat sekolah di ke-banyakan kota yang mengajarkan bahasa Perancis sebagai
(Penders, 1968: 1-29). syarat masuk HBS di samping ujian masuk
Pendirian sekolah dikarenakan seba- (Nasution, 2008: 134). Peserta didik menurut
gian besar beban ditanggung oleh pribumi jenis kelamin pada mulanya HBS tidak
yang pada akhir abad ke-19 membayar sekitar menerima peserta didik wanita, dikarenakan
80% dari total jumlah pajak yang dipungut banyak tentangan mengenai koedukasi bagi
selama masa cultuurstelsel maupun wanita/perempuan. Selain itu masih terdapat
Agrarische Wet 1870 (Furnivall, 1944: 343). anggapan bahwa penerimaan peserta didik
Selain itu, ada jenis ketimpangan regional wanita akan menimbulkan persoalan, sehingga
yang khas. Tingkat melek huruf lebih tinggi di menuai pro dan kontra. Namun pada tahun
daerah luar Jawa daripada di daerah pusat 1891 akhinya terdapat perubahan, yaitu gadis-
(Jawa dan Batavia). Pada tahun 1930, gadis diperboleh-kan dan diterima untuk
penduduk pribumi laki-laki dan perempuan di menjadi peserta didik di HBS (Nasution, 2008:
kepulauan luar Indonesia kolonial berada pada 134). Europese Lagere School (ELS) pertama
13,4% dan 4,0% masing-masing terha-dap didirikan pada tahun 1817 di Batavia (Jakarta).
9,7% dan 1,4% di Jawa. Menariknya, untuk Sekolah serupa ini boleh didirikan di tiap
tingkat minoritas Cina adalah sebaliknya, tempat asal jumlah muridnya mencapai 20 di
dengan 33,2% dan 7,7 % di kepulauan luar dan jawa dan 15 di luar jawa. Pada tahun 1920
47,5% dan 16% di Jawa (Frankema, 2014: 4- jumlah ELS telah meningkat menjadi 196
5; Furnivall, 1943: 76). buah (Penders, 1968: 26-27).
Pada akhir abad ke-19 hampir tercapai Sejak pertengahan abad ke-19
taraf pendidikan universal bagi anak-anak kebanyakan orang Belanda telah
Belanda di seluruh Indonesia. Anak-anak yang menyekolahkan anaknya dan tak lama
tak mampu dapat dibebaskan dari pembayaran kemudian telah tercapai pendidikan universal
uang sekolah (Nasution, 2008: 9). Suatu bagi penduduk berkebangsaan Belanda/Eropa.
sekolah menengah didirikan pada tahun 1860 Ini hanya mungkin dengan usaha dan
yang membuka kesempatan bagi anak-anak dukungan penuh dari pemerintah, dengan
Belanda untuk melanjutkan pelajarannya ke membuat ijazah ELS syarat untuk jabatan
universitas di negeri Belanda, atau untuk pemerintah, dan mendatangkan guru
menduduki tempat yang tinggi dalam secukupnya dari negeri Belanda. Sekolah ini
pemerintahan. Suatu ciri yang khas dari yang semula di-maksud untuk anak-anak
pemerintah kolonial, yaitu fasilitas pendidikan miskin mula-mula bermutu rendah karena
yang bermutu tinggi senantiasa dipertahankan guru yang kurang berwenang dan latar
selama masa kolonial yang menjaga agar belakang murid yang kurang baik.
anak-anak Belanda/Eropa selalu mendapat Orang tua yang mapan dan kaya, yang
pendidikan yang lebih baik daripada anak tidak menginginkan anaknya bercampur
Indonesia. denagn anak-anak golongan rendah. Mereka
Peserta didik Europese Lagere School lebih suka mengirim anaknya ke negeri
(ELS) menerapkan sistem pendidikan bahwa Belanda atau sekolah swasta yang memiliki
semua anak orang Eropa dan mereka yang kualitas pendi-dikan yang lebih baik daripada
secara legal dipersamakan dengan orang sekolah-sekolah yang diselenggarakan
Eropa berhak untuk memasuki dan menjadi pemerintah Hindia Belanda. Maka dirasakan

Halaman | 96
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

perlunya sekolah khusus untuk anak-anak dari siswa masuk ke universitas dan untuk jabatan
golonagn tinggi dan pada tahun 1833 didi- yang tidak memperlukan diploma universiter.
rikan Eerste Europese Lagere School (ELS Pada tahun 1867 didirikan HBS pertama
Pertama) yang memungut uang sekolah cukup di Jakarta, 1875 di Surabaya, 1877 di
tinggi yakni f. 6 sebulan (Penders, 1968: 27). Semarang. HBS Surabaya dan Semarang yang
Mereka yang tidak sanggup harus sedianya lamanya 3 tahun menjadi 5 tahun
memasuki ELS bukan pertama, ELS pertama, pada tahun 1879. Pada tahun 1882 didirikan
yang menyajikan pendidikan yang lebih tinggi HBS dengan jenjang tempuh studi 3 tahun
mutunya, tidak menerima anak-anak pribumi untuk anak wanita di Batavia. Kurikulum HBS
sekalipun anak ningrat tinggi dari bangsawan di Hindia Belanda tak sedikit pun berbeda
Jawa maupun bangsawan non Jawa. ELS dengan yang di negeri Belanda. Kurikulum ini
menetukan pola sekolah rendah 7 tahun, yang dirasa mantap tanpa banyak mengalami
kemudian diikuti HCS dan HIS, sehingga perubahan selama eksis-tensinya mengajarkan
sekolah-sekolah khusus untuk pribumi seperti pengetahuan Barat dan pembelajaran teacher
Volksschool dan Vervolgschool senantiasa sentris dan dapat bertahan terhadap berbagai
dalam kedaan tidak lengkap dan dengan kritik dari berbagai pihak. Meer Uitgebreid
demikian tidak memperoleh kesempatan Lager Onderwijs (MULO) tahun 1903 adalah
untuk kelanjutan pelajaran ke sekolah tahun pendirian kursus MULO yang disambut
menengah berbahasa Indonesia dan Melayu baik oleh kaum Indo-Eropa dan mereka yang
(Suratmino, 2013: 80). Bagi anak pribumi, tidak sanggup menyekolahkan anaknya ke
sekolah yang bercorak Barat tak mungkin HBS yang dianggap mahal. MULO juga
menjadi sekolah umum bagi seluruh rakyat, dianggap dapat memungkinkan lulusannya
karena akan menjauhkan anak dari bekerja di kantor pemerintahan (Sukardjo &
kebudayaannya. Lagi pula mempelajari Komarudin, 2009: 127) .
bahasa Belanda sukar dan menelan waktu Pada tahun 1914, kursus MULO diubah
banyak (Penders, 1968; Frankema, 2014). menjadi sekolah MULO. Sekolah ini
Kesadaran tidak menguasai bahasa merupakan sekolah pertama yang tidak
Belanda dengan baik sepenuhnya senantiasa mengikuti pola pendidikan yang berorientasi
mencekam orang Indonesia dengan rasa ke Barat dan tidak mencari penyesuaian
inferiornitas Timur dalam menghadapi orang dengan Hindia Barat. Kalangan tertentu
Belanda yang pada umumnya menuntut menginginkan MULO dikhususkan bagi anak-
pembelajaran yang sederajat. Kurikulum ELS anak Belanda, akan tetapi diputuskan agar
yang sebagian besar ditetapkan di Belanda tak MULO menjadi lembaga pendidikan untuk
mungkin relevan dengan pemenuhan semua kalangan. Sekolah Pertukangan
kebutuhan bangsa Indonesia menge-nai tenaga (Ambachtschool) merupakan sekolah
terampil. Namun ELS tetap diperta-hankan kejuruan/sekolah vokasi pertama di Hindia
pemerintah Hindia Belanda demi kepen- Belanda. Sekolah ini diusahakan oleh swasta
tingan segelintir anak yang mungkin kembali yang sejak tahun 1870 telah menanamkan
ke tanah airnya. Hogere Burger School (HBS) investasi saat UU Agraria 1870, dan dibuka di
perlunya sekolah menengah di Hindia Belanda Batavia. Sekolah Teologi Kristen yang lebih
sehingga anak-anak pribumi tidak perlu lagi bercorak sekolah dasar dengan ciri-ciri
pergi ke Belanda (Suratminto, 2013: 79). Pada pertukangan ini bertujuan untuk membantu
tahun 1848 tokoh-tokoh di Indonesia golongan peranakan Indo-Eropa agar dapat
mengadakan rapat di Batavia untuk mencari penghidupan yang layak. Sekolah
mengajukan permohonan ke-pada raja pertukangan pertama yang diusahakan oleh
Belanda agar didirikan sekolah mene-ngah. pemerintah dibuka pada tahun 1860 di
Tujuan sekolah ini untuk mempersiapkan Surabaya. Sekolah ini diperuntukkan bagi

Halaman | 97
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

golongan Eropa (Sukardjo & Komarudin, Agraria 1870 yang memungkinkan pihak
2009: 128). swasta menyewa tanah selama 75 tahun
Berkembangnya ide feminisme di kepada pemerintah Hindia Belanda
Eropa, mendesak diadakan pendidikan bagi (Kartodirdjo, 2014b). Tahun 1852, Sekolah
kalangan wanita di Hindia Belanda. Ide-ide Pendidikan Guru dibuka pertama kali dan
liberal yang diterapkan bagi anak-anak didirikan pula Departemen Pendidikan,
Belanda dengan menyediakan fasilitas Agama, dan Industri yang mengurusi ke-
pendidikan secukupnya, tidak dilakukan bagi giatan pendidikan nasional kolonial di Hindia
anak-anak pribumi. Karena pemerintah hanya Belanda (Zainu’ddin, 1970: 23; Suratminto,
bertanggung jawab membuat peraturan tanpa 2013: 78). Setelah 1870, ekonomi memburuk,
kewajiban menyediakan sekolah. Pendidikan membuat Belanda memotong gaji guru dan
bagi anak Indonesia tidak diabaikan sepe- timbul kecenderungan untuk menyerahkan
nuhnya. Daendels dan Van Der Capellen pendidikan ke swasta untuk meringankan
menganjurkan pendidikan rakyat. Tetapi tidak beban finansial. Mensubsidi sekolah diang-
berhasil untuk mengembangkan pendidikan, gap lebih murah daripada memelihara sekolah
hanya 3 sekolah awal yang didirikan sebagai pemerintah. Krisis gula tahun 1885
respon pemerintah kolonial. Awal abad 18, menimbulkan kerugian. Pengeluaran dibatasi,
pemerintah tak menyediakan satu sekolahpun biaya pendidikan dikurangi, sejumlah sekolah
bagi anak pribumi. Agar menghormati guru harus ditutup dan perluasan sekolah
pribumi serta lembaga-lembaga adat mereka rendah segera dihentikan. Groenevelt
dan alasan finansial akibat Perang Diponegoro menganjurkan 2 jenis sekolah, yaitu sebagai
1830 yang turut menghambat pendirian berikut. 1). Sekolah Kelas Satu untuk anak
sekolah-sekolah ke seluruh daerah di Hindia golongan atas yang akan menjadi pegawai, 2).
Belanda. Kesulitan keuangan ini Sekolah Kelas Dua untuk penduduk pribumi
menyebabkan raja Belanda menggunakan dari golongan menengah dan bawah,
kerja paksa rodi untuk memperoleh keun- selebihnya kurikulum sekolah ditentukan
tungan maksimal selama masa cultuurstelsel pemerintah pusat. Berdasarkan keputusan raja
(Penders, 1968: 14). tanggal 28 September 1892, termuat dalam
Sistem ini membuka kesempatan Lembaran Negara (Staatblad) nomor 125
berbagai penyalahgunaan yang melampaui tahun 1893, terjadi reorganisasi pada
batas kemanusiaan. Tetapi kekejaman ini kebijakan pendidikan dasar sebagai berikut.
menimbulkan keuntungan besar yaitu Sekolah dasar bumiputera dibedakan menjadi:
memperkerjakan orang bumiputera untuk a. Sekolah Dasar Kelas Satu (De Eerstse
menjaga perkebunan, peme-rintah sedapatnya School) adalah sekolah yang
harus memberi pendidikan. Tahun 1848, diperuntukkan bagi anak-anak para
pertama kalinya diberikan sejumlah ƒ. 25.000 pemuka, tokoh terkemuka, dan orang-
untuk pendirian sekolah bagi anak orang terhormat bumiputera.
bumiputera/ pribumi (Zainu’ddin, 1970: 22; b. Sekolah Dasar Kelas Dua (De Tweede
Suratminto, 2013: 78). Saat itu, pemerintahan Klasse School) adalah sekolah bagi anak-
dipegang oleh kaum liberal yang mempunyai anak bumiputera/pribumi pada umumnya,
pendidikan yang lebih luas. Walter Robert diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
Baron van Hoevell yang datang ke Hindia pendidikan bagi masyarakat biasa pada
Belanda, berbuat banyak untuk menarik umumnya (Gunawan, 1985: 13; Jusuf,
perhatian rakyat Belanda pada keadaan yang 2012: 20). Sekolah Dasar Kelas Satu itu
menyedihkan di Hindia Belanda. kemudian menjadi ELS, untuk anak-anak
Tahun 1870, sistem tanam paksa orang Belanda di Indonesia dan anak
dihapus-kan dan digantikan Undang-Undang bangsawan; HIS (Hollandsch Inlandsche

Halaman | 98
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

School), untuk anak-anak tokoh memberikan bantuan keuangan. Sekolah


bumiputera, anak-anak pegawai negeri desa ternyata dapat berkembang menurut
(ambtenaar) yang bergaji sekurang- ukuran yang tak kun-jung tercapai oleh tipe
kurangnya f. 75 sebulan atau bertitle Raden sekolah lain selama penjajahan Belanda di
(Gunawan, 1985:16; Suratminto, 2013: Indonesia. Sekolah desa menjadi usaha
80). Se-kolah Kelas Satu, sebagaimana pedidikan terbesar yang pernah dijalankan
peraturan dalam 1893 terdiri atas oleh Belanda untuk mem-beri kesempatan
matapelajaran membaca dan menulis kepada masyarakat banyak untuk belajar
dalam bahasa daerah dalam huruf daerah membaca, menulis, dan ber-hitung.
dan Latin, membaca dan menulis dalam Kurikulum ditentukan dan dikuasai oleh
bahasa Melayu, berhitung, geografi, ilmu pemerintah yang menginginkan kuri-
alam, sejarah pulau tempat tinggal, kulum yang sesederhana mungkin berbasis
menggambar, dan mengukur tanah sosioekonomi perdesaan sehingga
(Suratminto, 2013: 79). Sekolah kelas satu lulusannya tak mampu melakukan
tidak popular di kalangan priyayi karena pekerjaan administrasi di kantor dan karena
tidak memberikan bahasa Belanda dan itu tidak akan mening-galkan desanya
tidak membuka kesempatan memperoleh untuk bekerja di kota.
pendi-dikan lanjutan. ELS masih satu- Maka tujuan utama sekolah ini adalah
satunya lem-baga bagi mereka yang memberantas buta huruf. Tujuan ini pun
menginginkan se-kolah lanjutan, setelah tidak tercapai karena jumlah kelahiran
diperlunak, bertambah banyaklah peminat. senantiasa melebihi jumlah kelulusan
Untuk me-ringankan beban ELS, bahasa tenaga terampil dan ahli. Agar dapat
Belanda dima-sukkan di Sekolah Kelas mengimbangi pertambahan penduduk
Satu. Namun tidak seperti yang diharapkan maka tiap tahun di perlukan penambahan
karena masih adanya diskriminasi terhadap sekolah sebanyak 500-900 buah.
anak-anak bumiputera/pribumi kalangan Kurikulum sekolah ini ternyata tidak
bawah dan menengah. memadai bagi kebanyakan anak yang
Sekolah Kelas Dua. Sekolah Kelas Dua makin lama makin banyak memasuki
tidak berkembang menjadi sekolah umum sekolah kelas dua untuk menyambung
bagi seluruh rakyat. Karena diperluasnya pelajaran, sehingga akhirnya Sekolah Desa
program dan sekolah ini menjadi sama menjadi substruktur bagi Sekolah
dengan sekolah kelas satu, pemerintah Sambungan (Sekolah Standar) yang sama
tidak dapat memikul akibat finansial dan dengan kedua kelas terakhir Sekolah Kelas
bila terbentuk sejumlah manusia yang Dua. Sekolah desa sering di kecam karena
menjauhkan diri dari kehidupan desa dan kurikulumnya yang sederhana dan mutu
kasar dengan menginginkan pekerjaan guru dan pendidikannya yang buruk.
kantor. Tahun 1907, Gubernur Jendral Van Namun sekolah ini juga mengandung
Heutz “menemukan kembali” Sekolah keuntungan dalam dan menulis menjadi
Desa, yang memberikan pendidikan besar- sesuatu yang langka.
besaran dengan biaya sekecil-kecilnya. Maka tahun 1915 diciptakan sebuah
c. Sekolah Desa. Sekolah Desa adalah "sekolah sambungan" bagi sekolah desa
perwujudan hasrat pemerintah untuk untuk dapat sekolah yang lebih tinggi, yaitu
menyebarkan pendidikan seluas mungkin Vervolgschool, yang mempunyai masa
dengan biaya serendah mungkin di pendidikan 2 tahun: kelas 4 dan kelas 5
kalangan penduduk untuk meningkatkan (Moehadi dkk, 1997: 53). Sekolah desa
kesejahteraan mereka. Untuk menjamin membawa pendidikan formal sampai ke
keberhasilannya pemerintah harus tiap desa kecil dan terpencil dan menjadi

Halaman | 99
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

badan penyebar buah pikiran dan d. Hollands Inlandsche School (HIS). Alasan
pengetahuan Barat, mendorong rayat agar prinsip bagi pendirian HIS adalah
menjadi lebih sadar akan pendidikan keinginan yang kian menguat di kalangan
sekolah dan meletakkan dasar untuk orang pribumi untuk memperoleh
pendidikan universal. Menurut I.J. pendidikan, khususnya pendidikan Barat.
Brugmans (1938) berfungsi sebagai Keinginan itu adalah konsekuensi yang
alternatif murah dan dasar untuk wajar dari perubahan sosial politik di
menjangkau penduduk pribumi Timur Jauh. Kurikulum HIS seperti
mengenyam pendidikan Barat. Untuk tercantum dalam Statuta 1914 No. 764
melan-jutkan pendidikan menengah dari meliputi semua mata pelajaran ELS,
Sekolah Desa yaitu Vervolgsschool, yang bahkan lebih kaya dengan adanya
masih merupakan bagian dari Sekolah matapelajaran menulis bahsa Melayu dan
Desa dengan jenjang pendidikan menengah Arab, secara fleksibel. Kurikulum HIS
bagi masya-rakat perdesaan seperti halnya ELS tidak banyak
(Suratminto,2013:80). mengalami perubahan. Kurikulum ini tidak
Ailsa Zainu’ddin (1970:26) menganalisis disesuaikan dengan kebutuhan anak dan
sekolah-sekolah desa memainkan sedikit masyarakat Hindia Belanda akan tetapi
atau tidak sama sekali peran dalam berorientasi pada Netherlands sentris.
transmisi budaya dan dalam sosialisasi e. Algemene Middelbare School (AMS).
politik anak-anak desa. Nilai-nilai Pendirian MULO sebagai lanjutan segala
tradisional desa ditransmisikan baik macam sekolah rendah yang berorientasi
melalui keluarga, melalui kegiatan sehari- Barat, khususnya HIS merupakan langkah
hari di desa, atau melalui sa-rana yang sangat penting dalam perkem-bangan
tradisional seperti pementasan wayang. suatu sistem pendidikan yang lengkap di
Namun sudah jelas bahwa, bahkan untuk Indonesia. Langkah berikutnya dibukanya
program tiga tahun minimal di desa-desa, AMS. Sekolah menengah ini merupakan
pengeluaran yang jauh lebih besar akan superstruktur MULO yang terbagi atas
diperlukan. Rencana untuk bagain A yang mengutamakan sastra dan
menghubungkan sekolah-sekolah bahasa sejarah dan bagian B yang mengutamakan
daerah dengan instruksi teknis ditolak matematika dan fisika. Bagian A dibagi
karena terlalu mahal. Salah satu tujuan dari lagi menjadi A1 untuk Studi Klasik Timur
pendidikan yang di-perluas adalah untuk dan bagian A2 untuk Studi Klasik Barat.
mendorong keman-dirian, dan seberapa f. Sekolah Raja (Hoofdenschool). Sejalan
baik hal ini dapat dicapai daripada dengan dengan kebutuhan pemerintah kolonial
membuat penduduk desa menyediakan untuk memperoleh tenaga terdidik dari
gedung sekolah sendiri dan golongan bangsawan pribumi yang akan
membiayainya? Ailsa (1970:25) dilibatkan dalam pekerjaan administrasi
menjelaskan dari tahun 1907, pendidikan pemerintahan-nya, maka didirikan Sekolah
bahasa daerah ditempatkan di lingkungan Raja di Tondano pada tahun 1865 dan
desa, untuk di-biayai secara lokal dan 1875. Sekolah itu kemudian didirikan juga
komunal. Penduduk desa menunjukkan di Bandung, Magelang, dan Probolinggo
keengganan yang cukup besar dalam pada tahun 1875. Bahasa pengantarnya
menyediakan dana untuk bangunan asli dan adalah bahasa Melayu dan Belanda.
murid untuk sekolah karena keterbatasan Setelah mengalami percobaan dan
biaya dan tempat untuk menyediakan perubahan pada tahun 1900, Sekolah Raja
bangunan sebagai sekolah desa. diberi nama OSVIA (Opleiding School
voor Indische Ambtenaren atau Sekolah

Halaman | 100
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

untuk Pendidikan Pribumi) (lihat gambar


1). Sekolah ini kemudian ditingkatkan
statusnya menjadi sekolah menengah yang
disebut MOSVIA (Middelbaar Opleiding
School voor Indische Ambtenaren).
Sekolah ini berfungsi untuk mendidik para
kandidat pejabat pemerintah dan studi
membutuhkan waktu 5 tahun untuk
diselesaikan (Suratminto, 2013: 79).
Gagasan kesejahteraan, reformasi moral,
Sumber: Collectie Tropenmuseum
dan kemandirian yang dicapai melalui
pendidikan terkandung dalam kerangka Gambar 1. Opleiding School voor
paternalistik, tetapi mereka mengarah pada Indische Ambtenaren (OSVIA)
gerakan untuk memperluas fasilitas
pendidikan di luar lingkaran aristokrasi, g. Sekolah Pendidikan Guru (Kweekschool).
dan pada tahun 1892 sekolah-sekolah Sekolah Pendidikan Guru di Hindia
untuk orang Jawa dibagi menjadi lima. Belanda mula-mula diselenggarakan oleh
Sekolah kelas satu untuk anak-anak zending di Ambon pada tahun 1834.
aristokrasi, didirikan di tingkat kabupaten Sekolah ini berlangsung sampai 30 tahun
dengan bahasa Melayu sebagai bahasa (1864) dan dapat memenuhi kebutuhan
pengantar, dan sekolah kelas dua tiga tahun guru pribumi bagi sekolah-sekolah yang
untuk seluruh penduduk, didirikan di ada waktu itu. Sekolah seperti itu
tingkat desa dengan pengajaran dalam diselenggarakan oleh zending di Minahasa
bahasa setempat. pada tahun 1852 dan 1855 di buka satu lagi
Dalam pendidikan pascasarjana, setara di Tanahwangko (Minahasa). Bahasa
dengan ujian akhir "hoofden scholen" pengantar yang digu-nakan sekolah di
bagian A dan B serta mereka yang belajar Ambon dan Minahasa adalah bahasa
di sekolah-sekolah Belanda sampai kelas Melayu. Peraturan-peraturan ini
dua sudah diklasifikasikan sebagai priyayi. menekankan bahwa, pertama-tama,
Sementara di bidang pendudukan tingkat perhatian harus diberikan untuk melatih
ulama di kantor pejabat Eropa dan Jawa guru-guru Indonesia yang berkualitas.
dan di pemerintahan domestik serta Selanjutnya antara 1873 dan 1879 enam
panitera (clerks) di berbagai lembaga sekolah pelatihan guru baru didirikan.
hingga tingkat kecamatan dan mandor kuli Durasi kursus pelatihan adalah empat tahun
pribumi, sipir dan "opas" di kantor kontrol (Penders, 1968: 23).
juga termasuk dalam kelompok priyayi Ketidakseimbangan antara persediaan
(Sumarno, Aji, & Hermawan, 2019: 371). tempat belajar dengan permintaan atau
Kemudian pada tahun 1878 sekolah empat kebutuhan masuk sekolah dapat diatasi dengan
tahun dirancang khusus, untuk putra pendirian sekolah-sekolah swasta antara lain
priyayi-hoofdenscholen didirikan di yaang dibuka oleh zending, Muhammadiyah,
Bandung (Jawa Barat), Magelang (Jawa Taman Siswa, dan lain-lain terhadap sekolah-
Tengah), Probolinggo (Jawa Timur), dan sekolah tersebut diadakan pengawasan ketat
Tondano (Sulawesi) (Penders, 1968: 22). serta diadakan peng-golongan berdasarkan
persyaratan tertentu. Ada sekolah subsidi yang
memperoleh bantuan, sekolah dipersamakan
(gelijkgesteld) dan sekolah liar (wilde school).
Sekolah-sekolah tersebut memiliki

Halaman | 101
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

keleluasaan dalam menerima murid yaitu tidak Sekolah-sekolah Orang Cina Perantauan
terlalu ketat dalam menerapkan kriteria yang dan Sistem Penilaian dalam Pembelajaran
terbuka untuk mobilitas vertikal golongan di Sekolah-sekolah di Masa Kolonial
Belanda
pribumi. Sekolah-sekolah liar dikenakan wilde
Menjelang akhir abad ke-19, sejumlah
scholen ordonantie (Kartodirdjo, 2014b).
orang Cina peranakan yang berpendidikan
Memperhatikan pertumbuhan sekolah-
Belanda membenci diskriminasi sosial
sekolah pribumi yang oleh pemerintah Hindia
pemerintah kolonial melalui pasal 131 dan 163
Belanda sebut wilde scholen atau wild school,
Indiesche Staatsregeling (IS) terhadap anak-
pemerintah khawatir ketika mereka menyadari
anak keturunan Cina. Maka, pada tanggal 17
bahwa jika seluruh rakyat jelata dalam jumlah
Maret 1900, orang Cina peranakan yang di
besar memiliki dan menempuh pendidikan
pimpin Khoe Siauw Eng mendirikan
tinggi, mereka tidak akan berkeinginan
perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan (THHK)
menjadi pekerja kasar (Suratminto, 2013:82).
guna memajukan pendidikan dan kebudayaan
Sekolah-sekolah liar tahun 1930-1942
masyarakat Cina peranakan di Hindia Belanda
maupun yang sudah ada menjadi pelopor
(Jusuf, 2012: 26). Menurut Iskandar Jusuf
semangat nasionalisme tumbuh lebih
(2012: 84), pendirian THHK ini bertujuan
bersemangat di Hindia Belanda. Itu adalah
selain memberikan pengajaran ajaran
titik awal pertumbuhan pahlawan nasional
Konfusius juga mengubah kebiasaan (habit)
yang kemudian berbagi kontribusi besar dalam
pemborosan uang untuk pesta perkawinan dan
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
kematian. Pada saat yang sama, orang Cina
untuk mengusir kolonialisme Belanda.
peranakan yang berpendidikan Barat dan
Ordonansi sekolah liar tahun 1932
membenci kebijakan Belanda, sama-sama
menetapkan bahwa semua guru yang bekerja
kritis terhadap kebiasaan yang berlaku di
di sekolah yang tidak dikenal harus men-
masyarakat mereka sendiri, terutama praktik
daftarkan diri mereka ke pihak berwenang
pernikahan dan pemakaman yang mereka rasa
setempat dan menjalani pemeriksaan kualitas
takhayul dan sangat mahal (Suryadinata,
oleh perwakilan resmi negara (Frankema,
1972: 53).
2014:14). Protes menentang peraturan itu
Pada tanggal 25 April 1905, Dewan
sangat sengit, dan pemerintah harus mencabut
Hindia menunjukkan kekhawatirannya dengan
undang-undang itu hanya beberapa bulan
memberi nasehat kepada pemerintah untuk
kemudian. Petrus Johannes Idenburg dalam
mendirikan juga sekolah bagi orang Cina
fungsinya sebagai Direktur Pendidikan
dengan sistem pendidikan Barat. Namun,
mengusulkan perubahan drastis dalam sistem
usulan tersebut ditolak. Barulah tanggal 28
pendidikan sekolah, termasuk penghapusan
Juni 1907, Dewan Hindia mengusulkan
prinsip kesesuaian dan langkah-langkah untuk
pendirian sekolah-sekolah Belanda untuk
mengurangi kesenjangan antara pendidikan
anak-anak keturunan Cina di Hindia Belanda
elit dan nasional. Namun, mustahil untuk
(Jusuf, 2012: 87). Usulan tersebut disetujui
menilai apakah ini benar-benar awal dari
guna mencegah bangkitnya nasio-nalisme
kebijakan pendidikan yang sepenuhnya baru
orang-orang Cina di Hindia Belanda dan
sejak pemerintahan Belanda di Hindia segera
memiliki hubungan politik dengan orang Cina
setelah itu berakhir (Geschiere, 1973: 171).
totok di dataran Cina. Adapun bahasa Cina
diberikan di kelas malam dengan guru khusus
akan bertanggung jawab atas kelas-kelas ini
yang akan mencakup kursus tentang budaya,
sastra, dan bahasa Cina (Suryadinata, 1972:
58).

Halaman | 102
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

Jika memang harus disebutkan layanan Akhirnya, ada kesenjangan yang cukup
pendidikan khusus untuk orang-orang Cina besar dalam pendaftaran etnis dan tingkat
bisa dikatakan hanyalah satu sekolah, yakni melek huruf. Tentu saja, sebagian besar anak-
Hollandsch Chineesche School (HCS). HCS anak Belanda dan sebagian besar anak-anak
pertama kali berdiri di Batavia kemudian Indo-Eropa terdaftar di sekolah-sekolah
menyebar di Jawa dan Sumatera termasuk di Eropa, di mana mereka diajarkan kurikulum
Garut (lihat gambar 2). Jika ditelusuri lebih sekolah dasar Belanda standar. Tetapi ada juga
lanjut berdirinya HCS bukan karena inisiatif kesenjangan yang cukup besar antara Cina dan
pemerintah tetapi karena desakan dari pihak Indonesia. Kesenjangan ini terlihat jauh lebih
warga Cina yang menginginkan pendidikan jelas dalam tingkat melek huruf daripada
yang merata dan lebih baik. Pendirian HCS dalam tingkat pendaftaran sekolah yang
menunjukkan dengan jelas bagaimana sekolah tercatat secara resmi (Frankema, 2014: 5). Ini
digunakan sebagai alat politik untuk mungkin menunjuk pada peran penting untuk
mencegah orang Cina menjadi tak loyal pendidikan rumah di kalangan orang Cina,
terhadap pemerintah Belanda. Sikap acuh tak yang akan sesuai dengan kenyataan bahwa
acuh akan pendidikan anak-anak Cina tiba- orang Cina adalah yang pertama memberikan
tiba berubah menjadi minat yang besar akan tekanan pada otoritas kolonial untuk
pendidikan, mereka di paksa oleh perubahan mendukung perluasan sekolah-sekolah Cina
konstelasi politik di timur jauh. Rasa takut ke seluruh daerah seperti di Kota Malang,
akan kehilangan loyalitas orang Cina Yogyakarta, Singkawang, Makassar,
mendorong Belanda untuk menawarkan Pasuruan, dan lain-lain.
kesempatan belajar yang paling baik yang ada, Selain itu juga terdapat HCS bersubsidi,
yakni HCS yang membuka kesempatan untuk didirikan pada tahun 1924 dengan nama
memasuki MULO maupun HBS. HCS Christelijk Hollands Chineesche School di
mempunyai dasar yang sama dengan ELS. Niuwe Kerkstraat (sekarang Bubutan Koblen)
Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada sore di Kota Surabaya. Kapasitas sekolah tersebut
hari seperti halnya dengan bahasa Inggris, terdiri 119 murid dan 5 guru. Pada tahun 1926
yang sebenarnya tidak di berikan pada ELS, membuka sekolah khusus untuk anak wanita
namun diajarkan berhubung dengan kepen- Tionghoa dengan nama Hollandsch
tingan bagi perdagangan dan administrasi Chineesche Meisje School di Cannalaan
publik (Frankema, 2014: 6). (sekarang Jalan Kanal) Kota Surabaya
mempunyai 121 murid dan 5 guru. Kurikulum
yang diajarkan sama dengan kuri-kulum ELS
yaitu menulis, membaca, berhitung, Bahasa
Belanda, sejarah, dan ilmu bumi, namun
ditambah pelajaran kete-rampilan untuk
murid-murid perempuan yaitu Bijbel dan
sejarah Inggris (Prayudi & Salindri, 2015: 25).
Penilaian pada masa kolonial hampir
mirip seperti sekarang ini. Walaupun
instrumennya belum beragam seperti saat ini.
Angka yang digunakan untuk apresiasi hasil
Sumber: Archief Zusters Onder de Bogen, yang diperoleh adalah dari 0-10. Instrumen tes
Maastricht tetap merupakan alat evaluasi yang uta-ma.
Dapat dikatakan hanya pemberian tugas yang
Gambar 2. Hollandsch Chineesche School di merupakan alat evaluasi tambahan. Memang
Garut, Jawa Barat.
keadaan ini pun tidak berbeda dengan prinsipil

Halaman | 103
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

dengan alat evaluasi yang digunakan guru mengabdi kepada penjajah atau setelah pasca
sekarang. Walaupun demi-kian guru belum kemerdekaan adalah untuk kepentingan para
mengenal bentuk tes obyektif. Bentuk soal penguasa pada saat itu dalam menggaungkan
yang digunakan masih berupa uraian (esai). nasionalisme dan persatuan di dalam
Bentuk ini digunakan sampai pasca Indonesia menemukan jati diri pendidikan nasional.
merdeka dan terus digunakan tanpa ada Karena, pada saat penjajahan semua bentuk
perubahan dalam bentuk sampai nantinya pendidikan dipusatkan untuk mebantu dan
digunakan bentuk tes obyektif. mendukung kepentingan penjajah. Pendidikan
Pendidikan kolonial untuk golongan di zaman kolonial Belanda adalah pendidikan
bangsawan serta penguasa tidak diragukan yang menjadikan penduduk Indonesia
lagi mutunya. Para pemimpin nasional diberi bertekuk lutut di bawah ketiak ko-lonialis.
kesempatan memperoleh pendidikan di Bangsa ini tidak diberikan ruang yang
sekolah-sekolah kolonial bahkan beberapa lebar guna membaca dan mengamati banyak
mahasiswa yang dapat melanjutkan ke realitas pahit kemiskinan yang sedemikian
universitas terkenal di Eropa. Dalam sejarah membumi di bumi pertiwi. Dalam pendidikan
pendidikan Indonesia dapat dikatakan bahwa kolonialis, pendidikan bagi bangsa ini
intelegensi bangsa Indonesia tidak kalah bertujuan membutakan bangsa ini terhadap
dengan orang Eropa, Timur Asing, dan Indo- eksistensi dirinya sebagai bangsa yang
Eropa. Masalah yang dihadapi oleh bangsa seharusnya dan sejatinya wajib dimerdekakan.
Indonesia pada waktu itu adalah kekurangan Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah
kesempatan yang sama yang diberikan kepada pendidikan yang sedemikian mungkin mampu
semua anak bangsa. mencetak para pekerja yang dapat
Sistem pendidikan masa kolonial dipekerjakan oleh penjajah pula, bukan lagi
Belanda merumuskan bagaimana untuk memanusiakan manusia sebagaimana
mengintegrasikan pendidikan bagi pribumi ke dengan konsep pendidikan yang ideal itu
dalam sistem pendidikan Eropa yang ada, sendiri.
lebih maju, tetapi juga agak mahal yang telah Tujuan pendidikan kolonial tidak
dirancang untuk anak-anak elit Belanda, Cina, terarah pada pembentukan dan pendi-dikan
dan pribumi. Sampai akhir abad ke-19, anak muda untuk mengabdi pada bangsa dan
pendidikan populer (volksonderwijs) telah tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk
ditinggalkan hampir seluruhnya ke pasar menanamkan nilai-nilai dan norma-norma
swasta. Salah satu masalah utama adalah masyarakat penjajah agar dapat di transfer
apakah sekolah Islam pribumi dan sekolah oleh penduduk pribumi dan menggiring
misionaris Kristen harus diintegrasikan ke da- penduduk pribumi menjadi budak dari
lam sistem pendidikan umum yang humanis pemerintah kolonial (Kartono, 1997: 49-50).
(Frankema, 2014: 5). Karena, pemerintah Hin- Selain itu, agar penduduk pribumi menjadi
dia Belanda berupaya mengamankan ne- pengikut negara yang patuh pada penjajah,
tralitas dalam urusan agama, yaitu mengejar bodoh, dan mudah ditundukkan serta
prinsip laisisme (kebijakan tidak berdasar dieksploitasi, tidak memberontak, dan tidak
pada agama dan agama merupakan urusan menuntut kemerdekaan bangsanya.
masing-masing tiap individu) meskipun di-
izinkan berdiri sekolah berbasis agama.
Walaupun pendidikan sebelum kemer- KESIMPULAN
dekaan begitu banyak persoalan yang menerpa
dunia pendidikan di Indo-nesia. Pendidikan Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa
pada saat itu masih dipengaruhi oleh pendidikan zaman kolonial Belanda sangat
kolonialisme, alhasil bangsa ini dididik untuk mengutamakan pendidikan yang cukup tinggi

Halaman | 104
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

bagi anak-anak Belanda. Tidak semua rakyat Belanda. Memang saat zaman kolonial
Indonesia bisa mengenyam pendidikan yang Belanda, pendidikan hanya dipusatkan untuk
sama dengan anak-anak Belanda mungkin membantu dan semuannya untuk kepentingan
hanya ada beberapa diantaranya adalah penjajah terutama dalam pemenuhan
seorang bangsawan dan orang kaya saja kebutuhan tenaga ahli dan terampil. Namun,
karena sekolah yang diperuntukkan bagi anak- dalam sejarah pendidikan dapat dikatakan
anak Belanda adalah sekolah mahal dan bahwa intelegensi bangsa Indonesia tidak
banyak yang tidak mau jika anak-anak kalah dengan penjajah karena banyak
Belanda harus berbaur dengan anak pribumi bermunculan tokoh-tokoh bangsa yang
yang notabenenya miskin dan tidak ber- berpendidikan Barat membentuk organisasi
pengetahuan luas. sosiopolitik dan budaya modern dengan
Bahkan orang tua yang tidak ingin anak- strategi kooperatif maupun nonkooperatif.
anaknya berbaur dengan pribumi
mengirimkan anak-anak mereka ke negeri
Belanda. Namun, Pendidikan bagi anak Indo- DAFTAR PUSTAKA
nesia tidak diabaikan sepenuhnya. Daendels
Brugmans, I.J. 1938. Geschiedenis van het
dan Van Der Capellen menganjurkan onderwijs in Nederlandsch-Indië.
pendidikan rakyat Indonesia walaupun tidak Groningen: Wolters.
sepenuhnya berhasil hanya 3 sekolah Frankema, Ewout H.P. 2014. Why was the
didirikan. Karena mendirikan sekolah Dutch legacy so poor? Educational
merugikan Belanda lagipula saat itu Belanda Development in the Netherlands Indies,
kekurangan dalam finansial. Maka Belanda 1871-1942. CGEH Working Paper
Series No. 54. Utrecht, Netherlands:
menyerahkan sekolah untuk dikelola swasta.
Centre for Global Eco-nomic History
Karena kebutuhan Belanda akan tenaga Universiteit Utrecht.
terdidik semakin mendesak, maka Furnivall, John Sydenham. 1943. Educational
berkembanglah sekolah-sekolah lain seperti Progress in Southeast Asia. New York:
sekolah desa, HIS, dan sekolah raja, meskipun Institute of Pacific Relations.
tidak semua dari pribumi kalangan bawah dan Furnivall, John Sydenham. 1944. Netherlands
menengah bisa menikmati bangku sekolah. Indies: A Study of Plural Economy.
Cambridge: Cambridge University
Dari segi penilaian yang digunakan
Press.
pada zaman kolonial hampir sama dengan saat Gunawan, Ary H. 1985. Kebijakan-Kebijakan
ini meskipun dalam instrumennya belum Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bina
beragam, tapi penilaian menggunakan angka Aksara.
0-10 sama seperti saat ini. Setidaknya berkat Geschiere, P.L. 1973. The Education Issue in
adanya sekolah-sekolah tersebut banyak the Dutch East Indies in the Twen-tieth
Century Opinions on the Ques-tion of
bermunculan tokoh-tokoh pahlawan yang
“Western Education” versus “National
terdidik (cendekiawan), seperti Ki Hadjar Education” in W. Brulez, A.C.F. Koch,
Dewantara, Soekarno, M. Hatta, Sutan Sjahrir, E.H. Kossman, F.C. Spits, Joh. de
dr. Radjiman Wediodiningrat, dr. Cipto Vries, P. L. Geschiere, Alice. C. Carter,
Mangunkusumo, dan lain-lain. Pendidikan & J. Dhondt. 1973. Acta Historiae
kolonial untuk bangsawan pribumi juga tidak Neerlandicae/Studies on the History of
diragukan lagi bahkan banyak dian-tarannya the Netherlands VI (pp. 146-174). The
Hague, Nether-lands: Martinus Nijhoff.
yang melanjutkan ke universitas terkenal di
Jusuf, Iskandar. 2012. Dari Tiong Hoa Hwe
Eropa. Mereka tentu saja dipimpin oleh Koan 1900 sampai Sekolah Terpadu
prinsip-prinsip non-asimilasi, tetapi konsep- Pahoa 2008. Tangerang Selatan:
konsep mereka tidak banyak berpengaruh Sekolah Terpadu Pahoa.
langsung pada kebijakan pemerintah kolonial

Halaman | 105
Jurnal Artefak:
Vol.7 No.2 September 2020 [91-106]

Kartodirdjo, Sartono. 2014b. Pengantar Sutimin, Leo Agung & T. Suparman. 2012.
Sejarah Indonesia Baru 1900-1942: Sejarah Pendidikan. Yogyakarta:
Sejarah Pergerakan Nasional dari Ombak.
Kolonialisme sampai Nasionalisme. Zainu'ddin, Ailsa. 1970. Education in the
Jilid 2. Yogyakarta: Ombak. Netherlands East Indies and the
Kartono, Kartini. 1997. Tujuan Pendidikan Republic of Indonesia. Melbourne
Holistik Mengenai Tujuan Pendi-dikan Studies in Education, 12 (1) (January
Nasional. Jakarta: Pradnya Paramita. 1970): pp. 17-82.
Moehadi dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Zed, Mestika. 2014. Metode Penelitian
Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Proyek Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Indonesia.
Budaya Pusat Direktorat Sejarah dan
Nilai Tradisional Direktorat Jenderal
Kebudayaan
Nasution, S. 2008. Sejarah Pendidikan
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Prayudi, Gusti Muhammad & Dewi Salindri.
2015. Pendidikan pada Masa
Pemerintahan Kolonial Belanda dii
Surabaya Tahun 1901-1942. Publika
Budaya, 1 (3) (Maret 2015): 20-34.
Penders, Christiaan Lambert Maria. 1968.
Colonial Education Policy and Practice
in Indonesia: 1900-1942. Thesis Ph.D.
unpublished. Canberra: Department of
Pacific History, The Australian
National University.
Rifa’i, Muhammad. 2011. Sejarah Pen-
didikan Nasional Dari Masa Klasik
hingga Modern. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Salim, Agus dkk. 2007. Indonesia Belajarlah!.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sukardjo & Ukim Komarudin. 2009. Landa-
san Kependidikan Konsep dan Apli-
kasinya. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Sumarno, R.N. Bayu Aji, & Eko Satriya
Hermawan. 2019. Ethical Politics and
Educated Elites In Indonesian National
Movement. Advances in Social Science,
Education and Humanities Research,
Vol. 383: 369-373.
Suratminto, Lilie. 2013. Educational Policy in
The Colonial Era. Historia: Interna-
tional Journal of History Education,
Vol. XIV, No. 1 (June 2013): 77-84.
Suryadinata, Leo. 1972. Indonesian Chinese
Education: Past and Present. Indonesia,
Vol. 14 No. 10 (1972), pp. 49-71.
Ithaca, New York, USA: Cornell
University Press.

Halaman | 106

Anda mungkin juga menyukai