Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENGANTAR DAN URGENSI PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

Oleh

Mabrour Alief Normala


Naufal Abidzar
Usamah al Faruq

Dosen Pengampu:

Arif Prasetyo Wibowo, S.Pd., M.Pd., M.I.Pol

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
2022/2023
ABSTRAK

Makalah yang berjudul “Pengantar dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan”


bertujuan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan kepada mahasiswa mengenai
ideologi bangsa Indonesia. Selain itu, mahasiswa diharapkan mampu memberikan
kontribusi yang konstruktif dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dengan
mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah metode studi pustaka, metode deskriptif dalam menganalisis data, dan metode
informal (naratif) dalam penyajian hasil analisis.
Hasil makalah ini menyatakan bahwa dalam konteks pendidikan nasional,
Pendidikan Kewarganegaraan dapat dijadikan instrumen untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional, yaitu “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab1.
Sesuai undang-undang tersebut, pendidikan kewarganegaraan seharusnya
berfungsi sebagai intrumen pembentukan watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat. Pendidikan Kewarganegaraan juga menunjang ketercapaian tujuan
pendidikan nasional, yakni menjadikan warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.

Kata kunci : urgensi, pendidikan, kewarganegaraan

1
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II
tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Pasal 3.
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah yang
berjudal “Pengantar dan Urgensi Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan” salah satu
dalam rangka pengembangan perguruan tinggi, yaitu bidang penelitian.
Kami menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Hal
ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan kami terima dengan senang hati demi
perbaikan makalah penelitian lebih lanjut.
Tulisan ini dapat kami selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, terutama dosen pengampu mata
kuliah Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, Bapak Arif Prasetyo Wibowo, S.Pd.,
M.Pd., M.I.Pol yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan kelengkapan
tulisan ini. Akhimya, semoga tulisan yang jauh dari sempuma ini ada manfaatnya.

Malang, September 2022

Kelompok 1

ii
BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Berada pada peradaban dunia yang disebut sebagai era globalisasi yang diikuti dengan
kemajuan bidang ilmu dan teknologi, khususnya teknologi informasi, komunikasi serta
transportasi melaju amat cepat. Dunia pun menjadi transparan, seolah satu negara dan
negara lainnya tak terbatas. Kondisi ini bagaimanapun juga akan memengaruhi pola pikir,
sikap dan perilaku generasi penggerak bangsa ini.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu jalan untuk menyambut fajar
kebangkitan nasionalisme bagi generasi penggerak bangsa terutama dalam pengukuhan
kesadaran bela negara. Upaya substitusi matakuliah Pendidikan Kewiraan di era Orde
Baru menjadi Pendidikan Kewarganegaraan di era Reformasi tidak lepas dari konteks
upaya untuk menemukan format baru Civic Education di Indonesia yang relevan dengan
nilai-nilai asli yang hidup dalam masyarakat Indonesia sendiri.
Penulisan makalah ini merupakan edisi revisi dari buku sebelumnya, di mana dalam
kesempatan ini ada beberapa penyempurnaan terhadap beberapa bab, yakni tentang
identitas nasional, konsepsi bangsa dan negara. Indonesia, konstitusi dan konstitusi
Indonesia, demokrasi dan demokrasi Indonesia, dan terhadap pembahasan mengenai
wawasan nusantara. Selain itu revisi dalam penyempurnaan, buku ini juga dilengkapi
dengan gambar-gambar peta mengenai wilayah politik Indonesia, wilayah perairan
Indonesia dan wilayah udara Indonesia. Kemudian pada lampirannya telah pula
dilengkapi dengan adanya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (Amandemen Pertama, Kedua, Ketiga, dan Keempat).

1
BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat dan Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan


Soekarno telah memfilosofikan bahwa, "Kemerdekaan, tak lain dan tak bukan ialah
suatu jembatan, satu jembatan emas, di mana di seberangnya jembatan itu kita
sempurnakan kita punya masyarakat."
Salah satu penyempurnaannya yakni dengan membangun nasionalismenya. Setiap negara
senantiasa berupaya untuk membangun nasionalisme rakyatnya. Salah satu upaya negara
membangun nasionalisme rakyatnya yakni melalui sarana pendidikan, dalam hal ini
dengan memprogramkan Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) di lembaga-
lembaga pendidikan. Mengapa urusan nasionalisme menjadi begitu sangat penting bagi
suatu negara? Hal ini tidak terlepas oleh karena nasionalisme itu merupakan penyangga
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Banyak istilah yang beredar di tingkat global atas penyebutan untuk pendidikan yang satu
ini. Di Amerika Serikat disebut Civics/Civic Education, di Inggris dikenal dengan
sebutan Citizenship Education, di Australia disebut dengan Civics Social Studies, di
Timur Tengah disebut sebagai Ta'limatul Muwwatanah/Tarbiyatul Watoniyah, sementara
di Rusia dikenal dengan sebutan Obscesvovedinie, dan kalau di Indonesia disebut sebagai
Pendidikan Kewarganegaraan. Pada hakikatnya semua penyebutan itu menunjuk kepada
makna yang sama, yakni sebagai suatu bentuk pendidikan kebangsaan dan
kewarganegaraan suatu negara.
Secara historis, perkembangan Civic Education untuk tingkat perguruan tinggi di
Indonesia dimulai sejak adanya matakuliah Civics (1957), MANIPOL dan USDEK
Pancasila dan UUD 1945 (1960-an), Filsafat Pancasila (1970-an) Pendidikan Kewiraan
(1973-1999), dan Pendidikan Kewarganegaraan (2000-sekarang).
Hal yang patut disayangkan dalam rentang sejarah tersebut adalah adanya beberapa masa
distorsi hakikat pendidikan kebangsaan dan kewarganegaraan yang diintervensi
kepentingan penguasa terutama pada masa Orde Baru, di mana pendidikan kebangsaan
dan kewarganegaraan pada masa lalu seringkali dimanfaatkan penguasa untuk
melanggengkan kekuasaannya dan menciptakan status quo.
Hendry Randall Waite dalam majalah The Citizen dan Civics, pada tahun 1886,
merumuskan pengertian Civics dengan “The science of citizenship, the relation of man
the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state”.
Dari definisi tersebut, Civics dapat diterjemahkan sebagai ilmu kewarganegaraan yang
membicarakan hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan
yang terorganisasi.2
Sementara Edmonson di tahun 1958 merumuskan, "Civics is the elements of political
science or that branch of political science dealing with the rights and duties of citizen"
(Civics adalah sebagai cabang ilmu politik yang membahas hak dan kewajiban warga dari
2
Muhammad Numan Somantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2001, hlm. 281.

2
sebuah negara).3
Indonesia pun telah menggariskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan ini sebagai
matakuliah pengembangan kepribadian yang wajib diberikan pada setiap fakultas,
jurusan, ataupun program studi di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Sebagaimana
setiap negara-negara di dunia senantiasa menambatkan pendidikan kewarganegaraannya
pada filsafat bangsanya masing-masing. Begitupun Indonesia, yang telah merumuskan
pendidikan kewarganegaraannya yang berbasis pada filsafat bangsa Indonesia, yakni
Pancasila.
Menurut Mansoer4, pada hakikatnya Pendidikan Kewarganegaraan itu merupakan hasil
dari sintesis antara civic education, democracy education, serta citizenship yang
berlandaskan pada Filsafat Pancasila serta mengandung identitas nasional Indonesia serta
materi muatan tentang bela negara. Dengan hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Indonesia yang berbasis Pancasila tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia merupakan pendidikan kebangsaan dan kewarganegaraan
yang berhadapan dengan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, demokrasi,
HAM, dan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat madani Indonesia dengan
menggunakan Filsafat Pancasila sebagai pisau analisisnya.
B. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan
1. Landasan Filosofis
Hakikat manusia sebagai warga negara senantiasa diukur dari kemanfaatannya, yakni dari
apa yang bisa ia berikan kepada bangsa dan negaranya. Memang, peradaban bangsa dan
negara memerlukan ilmu dan teknologi, namun itu tidak cukup. Negara juga memerlukan
integritas dan nasionalisme, agar negara tidak terjual seperti pindahnya pasir dari
Kepulauan Riau ke Singapura.
Untuk mengalirkan integritas dan nasionalisme itu diperlukan nilai-nilai dan etika
kebangsaan sebagaimana yang dirumuskan di dalam ranah Pendidikan Kewarganegaraan
ini sebagai cabang ilmu politik yang mengajarkan tentang nilai-nilai, asas, dan norma-
norma kebangsaan dan kewarganegaraan yang berhubungan dengan negara, demokrasi,
HAM, masyarakat madani, yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan
cara-cara yang demokratis dan humanis.
Indonesia sebagai suatu bangsa yang memiliki persatuan untuk kesatuannya, dengan
meniadakan perbedaan suku, agama, ras, antargolongan (SARA), semuanya melebur
dalam berbagai aspek. Pancasila adalah ideologinya, yakni sebagai manusia yang
berketuhanan, manusia yang berkemanusiaan, manusia yang mempersatukan manusia
akan cita-cita kemanusiaannya, manusia yang bercakap-dengar dengan manusia lainnya,
yang adalah cerminan dirinya, dan manusia yang berkeadilan akan sesamanya, dan
manusia dengan adil sebagai dasar cita akan keadilan.
2. Landasan Sosiologis
Sebagai landasan sosiologis diperlukannya Pendidikan Kewarganegaraan dilatar
belakangi oleh karena memperhatikan situasi cara hidup sehari-hari orang Indonesia saat
ini yang telah begitu pudar identitas aslinya, tergerus oleh faham globalisasi dengan
3
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani, Prenada Media, Jakarta, 2003, hlm. 5.
4
Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta, 2007, hlm. 1-2.
3
instrumennya yang berupa kapitalisme.
Bangsa Indonesia yang dulunya dikenal sebagai bangsa yang religius, toleransi, ramah,
gotong royong, nasionalis, dan memiliki solidaritas sosial, saat ini lebih dekat kepada
bentuk-bentuk kekerasan dan individualistik. Begitupun di kalangan anak mudanya yang
sudah banyak tingkah lakunya tak kenal sopan santun, yang dekat dengan hura-hura,
kekerasan, pergaulan bebas ataupun penggunaan narkoba. Karena kebebasan dan
keterbukaan telah membuat mereka lupa akan tanggung jawab mereka sebagai anak
bangsa. Kondisi seperti ini jelas akan membuat mereka jauh dengan nasionalisme,
terlebih jika hendak mengangkat derajat bangsa di mata dunia.
Kehadiran Pendidikan Kewarganegaraan ini diharapkan dapat membangkitkan dan
mengingatkan kembali rasa kebangsaan dan nasionalisme orang-orang Indonesia,
sehingga dapat memulihkan kondisi identitas nasional yang sesuai dengan nilai-nilai yang
hidup di masyarakat Indonesia sendiri.
3. Landasan Yuridis
Untuk landasan konstitusional bagi keberadaan Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia senantiasa berpijak pada UUD 1945, mulai dari Pembukaannya sebagaimana
telah diamanatkan oleh Alinea Kedua dan Keempat yang memuat tentang aspirasi tujuan,
dan cita-cita bangsa Indonesia. Lalu kalau menatap ke Batang Tubuh UUD 1945 setelah
perubahan, maka di sana kita akan menemui Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa,
"Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Pasal 27 ayat (3) Amandemen Kedua UUD 1945 yang menyatakan bahwa, "Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara," dan Pasal
30 ayat (1) Amandemen Kedua UUD 1945 yang mengatur bahwa, "Tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara,"
serta Pasal 31 ayat (1) Amandemen Keempat UUD 1945, yang merumuskan bahwa,
"Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan."
Kemudian yang menjadi landasan hukum bagi keberadaan Pendidikan Kewarganegaraan
pada konstitusi Indonesia (UUD 1945) tersebut diteruskan ke peraturan yang lebih
konkret, dalam hal ini terkandung pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (jo. UU
No. 1 Tahun 1988) tepatnya berada pada Pasal 18 (a) yang mengamanatkan bahwa, "Hak
dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela
negara diselenggarakan melalui pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional."
Selain itu yang berperan sebagai landasan hukum dalam bentuk undang-undang tentang
Pendidikan Kewarganegaraan ini, tentunya juga diperankan oleh Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berdasarkan Keputusan Menteri,
Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa dan Nomor 45/U/2002 tentang
Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi telah ditetapkan bahwa Pendidikan Agama,
Pendidikan Bahasa, dan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kelompok Matakuliah
Pengembangan Kepribadian, yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program
studi/kelompok program studi.

4
Landasan hukum operasional atau peraturan organik yang telah secara khusus
memberikan pengaturan terhadap ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan ini
didasarkan pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006, yang memuat rambu-rambu
pelaksanaan kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di perguruan tinggi.
C. Kompetensi yang Diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan
Kompetensi merupakan suatu standar atau tolok ukur terhadap kemampuan atau
kecakapan. Kompetensi yang diharapkan dengan adanya Pendidikan Kewarganegaraan
ini dapat dipilah atas tiga klasifikasi:
Pertama, paling tidak dapat memunculkan civics knowledge, yakni orang yang kenal
dengan Pendidikan Kewarganegaraan dapat memiliki pengetahuan tentang kebangsaan
dan kewarganegaraan.
Kedua, dalam tingkatan civics dispositions, di mana orang yang mengerti seluk beluk
tentang kebangsaan dan kewarganegaraan akan dapat menerapkan pengetahuan yang
diperoleh pada tingkatan civics knowledge untuk diterapkan dalam kehidupan sehari hari.
Ketiga, untuk tingkatan yang paling ber-action ada pada civics skills, di mana pihak yang
berada pada tingkatan ini telah mampu mengaplikasikannya dalam bentuk keterampilan
seperti orang-orang yang dapat berperan dalam pembuatan kebijakan publik yang dapat
berguna bagi orang banyak seperti orang-orang yang tergabung dalam legislatif ataupun
orang-orang yang dapat melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan seperti
aktivis-aktivis lembaga swadaya masyarakat.
Sementara untuk kompetensi yang diharapkan pada tataran perguruan tinggi, telah
dirumuskan pada Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi No. 43/
DIKTI/Kep/2006, di mana diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan ini dapat
menjadikan mahasiswa Indonesia sebagai ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis, berkeadaban. Selain itu kompetensi yang
diharapkan agar mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki daya saing berdisiplin,
berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai
Pancasila.
D. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Adanya Pendidikan Kewarganegaraan bagi bangsa Indonesia akan senantiasa diupayakan
untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya, sebagaimana yang diamanatkan
Pembukaan UUD 1945, yakni sebagai manusia Indonesia yang religius berkemanusiaan
dan berkeadaban, yang memiliki nasionalisme, yang cerdas, yang berkerakyatan dan yang
adil terhadap lingkungan sosialnya.
Sementara esensi Pendidikan Kewarganegaraan ini diarahkan sebagai pendidikan
demokrasi untuk membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung
jawab serta sekaligus dalam upaya untuk menjadikan warga yang baik dan demokratis.
Sedangkan tujuan diadakannya Pendidikan Kewarganegaraan untuk tataran mahasiswa
jika berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi No.
43/DIKTI/Kep/2006, tujuan diadakannya Pendidikan Kewarganegaraan telah dirumuskan
dalam visi dan misi sebagai berikut:
Visi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai
5
dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna
menghantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.
Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi, bahwa manusia adalah sebagai
generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religius, berkeadaban,
berkemanusiaan, dan cinta tanah air dan bangsanya.
Misi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu
mahasiswa memantapkan kepribadiaannya, agar secara konsisten mampu mewujudkan
nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai,
menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan rasa
tanggung jawab dan bermoral.
E. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Sebagai program pendidikan yang menyuarakan mengenai kebangsaan dan
kewarganegaraan Indonesia yang berbasis pada filosofi bangsa, yakni Pancasila,
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki daya jelajah dalam ruang lingkup pembahasan
tentang:
1. Filsafat Pancasila;
2. Identitas Nasional;
3. Bangsa dan Negara Indonesia;
4. Warga Negara Indonesia;
5. Demokrasi Indonesia;
6. Konstitusi Indonesia;
7. Negara Hukum;
8. Hak Asasi Manusia;
9. Geopolitik Indonesia; dan
10. Geostrategi Indonesia.

6
BAB III PENUTUP

1. Simpulan
Tidak jauh berbeda dengan tujuan pendidikan yang ditelah dipaparkan di
sebelumnya, tujuan pendidikan kewarganegaraan untuk membangun karakter (character
building) bangsa Indonesia yang antara lain:
(1) Membangun kecakapan partisipatif warga negara yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
(2) Menjadikan warga negara Indonesia yang cerdas, aktif, kritis, dan
demokratis, namun tetap memiliki komitmen menjaga persatuan dan
integritas bangsa, dan
(3) Mengembangkan kultur demokrasi yang berkeadilan, yaitu kebebasan,
persamaan, toleransi, dan tanggung jawab.5

2. Saran
Makalah ini hanyalah bersifat pendahuluan. Untuk itu perlu dilakukan
penyempurnaan oleh semua pihak yang berkecimpung dalam bidang akademik.
Demikian pula penyempurnaan dari segala aspek perlu dilakukan demi kesempurnaan
tulisan ini.

5
Ubaedillah dan Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan, 18.
7
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan dan Zubaidi Achmad. Pendidikan kewarganegaraan. Cet. I. Yogyakarta:


Paradigma. 2007.

Sumantri, M. Numan. Menggagas Pembaruan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja


Rosdakarya. 2001

Tim ICCE UIN Jakarta. Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:
Prenada Group. 2003

Ubaedillah, A. dan Abdul Rozak. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic


Education): Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Edisi
Revisi. Cet. IX. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2013.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai