Anda di halaman 1dari 4

Mikroseismik adalah metode geofisika yang dapat menggambarkan kondisi geologi dekat

permukaan area penelitian dengan pemanfaatan getaran alami beramplitudo rendah yang timbul

karena peristiwa alam (angin, gelombang laut) ataupun karena aktivitas manusia (kendaraan atau

orang berjalan). Ambient noise biasa terdapat di rekaman gerak tanah yang menunjukkan tanah

tidak pernah benar-benar diam. Hal ini disebabkan oleh semua sumber energi penghasil

gelombang seismik seperti lautan dan bahaya cuaca yang konstan, menunjukkan latar belakang

adanya noise setiap saat (Febriani, Daruwati, & Hatika, 2013). Mikroseismik memiliki frekuensi

lebih tinggi dibandingkan frekuensi gempa bumi, dengan periodenya kurang dari 0,1 detik yang

secara umum antara 0,05-2 detik dan untuk mikroseismik periode panjang bisa 5 detik,

sedangkan amplitudonya berkisar 0,1-2,0 mikron (Haerudin, Fikri, & Rustadi, 2019).

Metode mikroseismik merupakan metode pasif dan berbeda dengan seismik yang

termasuk kategori metode aktif sehingga memerlukan sumber getaran untuk memperoleh suatu

data. Keunggulan dari mikroseismik adalah relatif murah dan ramah lingkungan karena

memanfaatkan getaran lemah dari dalam bumi dan berlangsung secara terus menerus diakibatkan

dari adanya sumber getaran (Adib, Afzal, & Heydarzadeh, 2014; Claprood, Asten, & Kristek,

2011). Metode mikroseismik sangat cocok untuk menentukan nilai frekuensi alami lapisan tanah

dan kerentanan suatu daerah terhadap gempa (Warnana, Soemitro, & Utama, 2011). Semakin

rendah nilai frekuensi natural suatu wilayah, maka dapat dinyatakan tingkat kerentanan gempa

daerah tersebut semakin tinggi.

Pada eksplorasi panas bumi dilakukan berbagai tahap sampai dilakukannya produksi

panas bumi yaitu: survei awal, eksplorasi, pengeboran, quality control, eksploitasi, dan

pemanfaatannya. Hampir di semua tahap seismik alam mampu digunakan untuk memaksimalkan
hasil yang diperoleh. Mulai dari identifikasi seismik alam sampai perkiraan cadangan yang

tersedia di daerah yang memiliki potensi panas bumi.

Data mikrosesimik dapat berfungsi untuk pemantauan sumur tua berupa injeksi fluida (air

atau uap) yang mengakibatkan bertambahnya tekanan pada sumur yang melawan formasi batuan

menciptakan hydraulic fracturing sehingga menyebabkan timbulnya gempa kecil

(microearthquake) yang melepaskan gelombang seismik (Phillips et al, 2001). Tidak hanya

hydraulic fracturing, patahan alami yang aktif karena adanya hydraulic fracturing juga

memainkan peran penting di dalam pengembangan dan produksi pada panas bumi. Dari data

gelombang seismik yang dihasilkan karena hal tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan

orientasi, tinggi, lebar, kompleksitas, dan Mikroseismik, Mikrotremor dan Microearthquake

dalam Ilmu Kebumian 139 pertumbuhan temporal dari patahan yang diinduksi. Pada saat injeksi,

aktivitas perekaman event data mikroseismik juga dapat digunakan sebagai pengukuran langsung

patahan secara dimensi dan juga secara geometri. Animasi waktu pada data mikroseismik dapat

pula dimanfaatkan sebagai informasi untuk menjelaskan mengenai pertumbuhan patahan dari

waktu ke waktu. Data mikroseismik yang diperoleh atau dihasilkan oleh hydraulic frature, dapat

pula dikalibrasikan dengan data patahan alami untuk menyediakan basis peningkatan desain

patahan, tes analisis sumur, dan perkiraan produksi.

Estimasi volume reseirvoir melalui suatu lokasi sinyal mikroseismik sangat berguna

untuk melakukan perkiraan efektivitas dari hydraulic fracturing dan performa potensial dari

sumur. Data mikroseismik yang telah diperoleh, kemudian akan diolah lebih lanjut dalam bentuk

pemetaan dan pengawasan mengenai suatu sistem panas bumi. Hydraulic fracturing adalah salah

satu faktor yang bisa menyebabkan biaya pengeluaran dari pengembangan suatu industri panas

bumi menjadi sangat besar dan dapat mencapai dua kali biaya produksi dari pengeboran. Pada
penelitian yang dilakukan di Horn River Basin, dengan meneliti karaterisasi mengenai perilaku

dari hydraulic fracture menggunakan data mikroseismik karena injeksi hydraulic berasosiasi

pada mekanisme sumber non shear. Data dari hasil pengawasan ini, dimanfaatkan untuk

mengetahui suatu hubungan antara hydraulic fracture yang berisi informasi penting compensated

linear vector dipole (CLVD) dan nilai b-value yang bernilai 2. (Haeruddin et all)

Metode mikroseismik dapat digunakan untuk survei pendahuluan pada zona-zona yang

berpotensi panas bumi selain dengan metode gravity, metode magnetik, dan IP. Metode ini dapat

dimanfaatkan sebagai pemetaan mikrozonasi gempa untuk mengetahui seberapa sering daerah

tersebut mengalami gempabumi dan untuk mengetahui percepatan getaran tanah yang

disebabkan oleh gempa bumi yang beramplifikasi dengan seismik alam disekitarnya. Manfaat ini

bisa digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan ekploitasi di lapangan potensi panas

bumi dan bisa dijadikan tolak ukur untuk pemasangan pipa dan casing pada sumur tersebut,

sehingga bisa menjadi standar keamanan operasional. Pada segi biaya survei dan operasional,

metode ini lebih murah dibandingkan dengan metode well seismik (berkisar 2-4 juta dolar),

karena metode ini menggunakan sumber yang sudah tersedia di alam dan bersifat kontinu,

berbeda dengan seismik aktif yang bersifat diskontinu sehingga bisa dipantau terus menerus.

Tetapi Metode ini masih perlu penelitian lebih lanjut pada penelitian untuk kasuskasus tertentu

dan perlu dibuktikan dengan teknologi yang dapat mendukung demi meningkatkan kepastian

hasil yang diperoleh dari metode ini. Bukan tidak mungkin mikroseismik/seismik pasif ini bisa

menjadi alasan tergantikan metode seismik aktif yang sudah menjadi standar di dalam dunia

eksplorasi minyak dan gas bumi (Haeruddin et all).


DAFTAR PUSTAKA

Haerudin, N., Alami, F., & Rustadi. (2019). Mikroseismik, Mikrotremor dan Microearthquake

Dalam Ilmu Kebumian. Bandar Lampung: Pustaka Media

Adib, A., Afzal, P., & Heydarzadeh, K. (2014). Site eff ect classifi cation based on microtremor

data analysis Site eff ect classifi cation based on microtremor data analysis using

concentration-area fractal model. Nonlinear Processes in Geophysics, 1(2), 1133-1161.

https://doi.org/10.5194/npgd-1-1133-2014

Warnana, D. D., Soemitro, R. A. A., & Utama, W. (2011). Application of microtremor HVSR

method for assessing site eff ect in residual soil slope. International Journal of Basic &

Applied Sciences IJBAS-IJENS, 11(4), 73-78.

Febriani, Y., Daruwati, I., & Hatika, R. G. (2013). Analisis nilai peak ground acceleration dan

indeks kerentanan seismik berdasarkan data mikroseismik pada daerah rawan gempabumi

di Kota Bengkulu. Jurnal Ilmiah Edu Research, 2(2), 85-90.

Anda mungkin juga menyukai