Kel 11 Filsafat Sejarah
Kel 11 Filsafat Sejarah
Dosen Pengampu :
Dr. Huddy Husin M.Pd.
Disusun oleh :
Alhamdulillah puji serta syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia nya makalah ini dapat kami selesaikan. Terimakasih juga kepada doa orang tua kami
yang selalu mendoakan kami, serta semua orang yang kami sayangi yang selalu mensuport
kami dalam Menyusun makalah ini.
Kedua kami ucapkan terima kasih kepada Dosen kami yaitu Dr. Huddu Husin M.Pd. yang
memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami dalam memberikan headline untuk
makalah kami.
Makalah Filsafat Sejarah ini membahas tentang Kebenaran Sejarah : Convering Law Model,
oleh karena itu kami memohon maaf apabila didalam karya kami masih terdapat ketidak
sempurnaan serta kesalahan dari segala aspek, mohon dibuka pintu maaf seluas-luasnya.
Kami berharap semoga karya yang kami susun bisa bermanfaat serta menambah ilmu para
pembaca sekalian.
Demikian makalah ini kami susun, tiada gading yang tak retak begitupun dalam penyusunan
makalah ini. Kesempurnaan hanyamilik Allah SWT, kekurangan hanya milik manusia. Saran
dan kritik sangat kami harapkan untuk evaluasi agar dapat lebih berkembang.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Model hukum dalam filsafat sejarah mencakup pemahaman terhadap peranan hukum
dalam membentuk dan memengaruhi perkembangan masyarakat sepanjang waktu. Ini
melibatkan analisis terhadap peraturan, norma, dan institusi hukum yang memainkan peran
penting dalam dinamika sejarah. Pemikiran filosofis dalam konteks ini mungkin
mengeksplorasi konsep keadilan, kebebasan, dan hubungan antara hukum dengan struktur
kekuasaan. Penerapan model hukum dalam filsafat sejarah dapat membuka diskusi tentang
bagaimana hukum mencerminkan nilai-nilai masyarakat serta dampaknya terhadap perubahan
sosial dan politik.
PEMBAHASAN
CLM adalah model yang dikembangkan oleh Hempel (1959: 344-356) untuk
memberikan penjelasan sejarah. Model ini berawal dari pikiran Hume (1712-1776) seorang
filosuf berasal dari Skotlandia. David Hume, seorang filsuf dari Skotlandia (1712-1776)
merumuskan modul pertama mengenai clm. Pada abad ke -18 banyak orang terkesan oleh
prestasi-prestasi yang telah di capai oleh ilmu alam. Maka masuk akal kalau ada ide untuk
menerapkan metode-metode dan penelitian ilmu alam terhadap masyarakat manusia. Ada
pertimbangan-pertimbangan lain yang ikut memainkan peranan. Seperti alam raya tetap
sama, tetap setia trhadap kodratnya, demikian pula kodrat manusia tidak dapat berubah.
Seperti alam diatur oleh hukum-hukum tertentu, demikian pula perbuatan-perbuatan manusia
tunduk kepada prinsip-prinsip tertentu yang “konstan dan universal”, demikian tulis Hume.
Hume menganjurkan agar metode-metode yang di gunakan dalam ilmu alam juga diterapkan
terhadap perbuatan manusia.Auguste Comte eorang filsuf dari abad ke- 19 (1798-1857)
berpendapat bahwa cara kerja seorang peneliti sejarah harus sama dengan metode kerja
seorang peneliti alam raya. Itulah yang di rumuskan Comte dengan istilah “Positivisme”. Bila
di rumuskan secara umum maka menurut positivisme hanya terdapat satu jalan dalam
memeperoleh pengetahuan yang benar dan dapat di percaya, entah apa objek penelitian kita
(alam hidup, alam mati, sejarah dan sebagainya), yakni menerapkan metode-metode ilmu
eksata.
2. Semua pola hukum yang muncul dalam premis pertama, harus di konfirmasikan
(diperkuat,diakui) oleh semua fakta yang kita kenal dan yang relevan atau sekurang-
kurangnya tidak berlawanan dengan fakta itu. Andaikata kita mengetahui dari sejarah
bahwa terdapat sejumlh bangsa yang tidak menyerah kalah, sekalipun dilawan oleh musuh
yang unggul secara militer, maka pola hukum yang menerangkan mengapa pihak Belanda
demikian cepat menyerah kalah terhadap tentara jepang, tidak boleh kita pergunakan.
Dalam keudua kaitan inikedua pola hukum “semu” perlu di tolak. Misalkan akan pola
hukum segala sesuatu yang terjadi adalah takdir Tuhan. Keberatan terhadap pola hukum ini
bukan karena bertentangn dengan fakta-fakta yang kita ketahui melainkan justru karena
hukum ini tak pernah dapat bertentangan dengan fakta-fakta. Baik terjadi peristiwanya P
maupun tidak terjadinya P dapat diterangkan dengan pola hukum bahwa segala sesuatu
terjadi menurut takdir Tuhan. Dengan pola hukum ini apa saja dapat diterangkan. Akan
tetapi pola hukum serupa itu tidak bisa membantu kita, bila kita ingin memperdalam
pengetahuan kita mengenai masa silam, kita menanyakan sebab musabab mengapa ini
terjadi dan bukan itu. Pola hukum ini membuktikan terlalu banyak dan sesuai dengan
sebuah pepatah Perancis barang siapa ingi membuktika terlau banyak tidak membuktikan
apapun. Selain itu, bukan pola hukum atau kebenaran melainkan kegunaan pola hukum itu
dalam penelitian sejarah yang kita permasalahkan. Mungkin juga pola hukum itu benar atau
sah, tetapi itu merupakan masalah bagi para teolog dan metafisisi. Yang menentukan ialah
dalam praktek pengkajian sejarahpola hukum semu iti tidak dapat di pergunakan.
3. Pola pola hukum selalu mengungkapkan bahwa suatu peristiwa (sebab) di susul oleh
suatu jenis peristiwa lain (akibat). Dua macam peristiwa selalu kita amati bersama-sama.
Seketika itunkita menyadari hal itu maka kita mengerti bahwa dalam menentukan dan
merumuskan pola-pola hukum kita mudah sekali tergelincir. Misalnya sebagai berikut :
selalu, bila terjadi kecelakaan lalu lintas, terjadi dua akibat. Kita dengar suara terbenturnya
dua buah besi, kemudian kita lihat kedua buah mobil itu reyot-reyot. Berhubung kedua
akibat itu selalu terjadi bersama-sama, maka kita tergoda untuk mengadakan hubungan
kausal antara dua akibat itu. Suara menyebabkan kereyotan atau sebaliknya. Bila kita
menyusun pola-pola hukum kita harus menghindari ketololan serupa itu. Tidak semudah
seperti kecelakaan lalu lintas tadi. Kadang-kadang sukar sekali menentukan dalam praktek
apakah kita berhadapan langsung dengan hubungan sebab akibat atau dua akibat yang di
timbulkan oleh satu sebab.
4. CLM membuka jalan untuk menerangkan peristiwa-peristiwa sejauh peristiwa itu termasuk
satu jenis peristiwa tertentu. Ini berarti bahwa dengan modul CLM sebuah peristiwa tidak
pernah di terangkan dalam segala kompleksitasnya dan segala keunikannya tetapi hanya
sejauh peristiwa itu mempunyai sifat-sifat tertentu sehingga termasuk dalam suatu kategori
atau jenis peristiwa yang selalu mempunyai sifat-sifat itu bersama-sama. Ini terlihat ketika
kita merumuskan kembali CLM. Dalam perumusan kembali itu kita peristiwa unik atau hal-
hal individual. Dengan kata lain CLM hanya menerangkan peristiwa-peristiwa sejauh itu
berkenaan dengan aspek-aspek dalam dalam peristiwa itu yang secara eksplinsit disebut
dalam pola hukum. Misalnya mengenai kapitulasi belanda pada bulan Maret 1942. (4)
CLM membuka jalan untuk menerangkan peristiwa-peristiwa sejauh peristiwa itu termasuk
satu jenis peristiwa tertentu. Ini berarti bahwa dengan modul CLM sebuah peristiwa tidak
pernah di terangkan dalam segala kompleksitasnya dan segala keunikannya tetapi hanya
sejauh peristiwa itu mempunyai sifat-sifat tertentu sehingga termasuk dalam suatu kategori
atau jenis peristiwa yang selalu mempunyai sifat-sifat itu bersama-sama. Ini terlihat ketika
kita merumuskan kembali CLM. Dalam perumusan kembali itu kita peristiwa unik atau hal-
hal individual. Dengan kata lain CLM hanya menerangkan peristiwa-peristiwa sejauh itu
berkenaan dengan aspek-aspek dalam dalam peristiwa itu yang secara eksplinsit disebut
dalam pola hukum. Misalnya mengenai kapitulasi belanda pada bulan Maret 1942.
5. Dalam CLM tidak dikatakan apapun mengenai kedudukan si juru penerang, dalam
arus waktu terhadap peristiwa yang di terangkannya. CLM tidak mengatakan apakah
peristiwa yang diterangkannya terjadi pada masa silam, masa kini, atau pada masa depan.
Maka dari itu dapat di bayangkan bahwa CLM di gunakan untuk mengadakan ramalan-
ramalan tertentu mengenai masa depan. Bila kita mempergunakan modul CLM maka
keterangan-keterangan mengenai peristiwa-peristiwa pada masa silam dan ramalan-ramalan
mengenai masa depan mempunyai struktur yang sama. Bila di pandang dari sudut itu maka
sebuah keterangan dapat di namakan suatu ramalan sudah terjadi peristiwa (factum). Kata
ramalan disebut “preiksi” maka sebuah keterangan historis juga dapat di namakan suatu
retodiksi (retro=belakangan, kembali). Berbicara mengenai ramalan-ramalan perlu di catat
suatu kesukaran. CLM hanya menerangkan beberapa aspek dalam peristiwa-peristiwa.
Akibatnya bahwa dengan CLM juga hanya dapat meramalkan beberapa aspek mengenai
masa depan. Mengenai krisis-krisis internasional yang diramalkan tidak dapat dikatakan
apapun mengenai sifat dan keseriusannya. Tetapi berdasarkan CLM kita hanya dapat
mengatakan sesuatu yang sangat umum mengenai masa depan. Ramalan mengenai masa
depan tidak berkaitan dengan peristiwa-peristiwa unik dan individual seperti halnya dengan
keterangan mengenai peristiwa pada masa silam.
Perbaikan – perbaikan dalam CLM barang siapa tanpa prauga memandang tulisan-tuklisan
sejarah tidak akan menjumpai dengan banyak tulisan yang memenuhi syarat-syarat CLM.
Adapun tugas filsafat sejarah memberikan kesan bagaimana serang peneliti sejarah bertindak
bukan untuk mengguruinya. Sebagai akibat adanya jarak antara praktek pengkajian sejarah
dan CLM yang murni maka di usulkan dalam perbaikan dalam modul CLM itu. Usul-usul
terpenting akan di bahas di bawah ini:
3.1 Kesimpulan
Convering Law Model (CLM) dalam penerapan model hukum dalam filsafat sejarah
memberikan kerangka kerja analitis untuk memahami peran hukum dalam pembentukan
perjalanan masyarakat. Ini memungkinkan eksplorasi konsep-konsep seperti keadilan,
kebebasan, dan struktur kekuasaan dalam konteks sejarah. Dengan memanfaatkan perspektif
filosofis, kita dapat menggali makna mendalam di balik norma, peraturan, dan institusi
hukum, serta bagaimana mereka membentuk evolusi manusia dan masyarakat
sepanjang waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Sidik, H., & Sulistyana, I. P. (2021). Hermeneutika Sebuah Metode Interpretasi Dalam
Kajian Filsafat Sejarah. Agastya: Jurnal Sejarah Dan Pembelajarannya, 11(1), 19-34.