Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUKUM DALAM PANDANGAN SOSIOLOGI


Ditunjukkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“SOSIOLOGI HUKUM”
Dosen Pengampu : Ladin, S.H.I., M.H.

Disusun Oleh Kelompok 5 :


1. Herman Setiawan (12101193097)
2. Ida Rohmawati (12101193102)
3. Sindi Elpina (12101193113)
HES 2-C

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM
ISTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Semesta Alam ALLAH SWT
yang telah telah melimpahkan nikmat yang begitu agung sehingga kita masih
diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tak lupa
shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW yang mana senantiasa kita nantikan syafaatnya nanti di yaumil
akhir.
Ucapan terima kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah
memberikan kesempatan kepada kita untuk menimba ilmu di IAIN
Tulungagung
2. Bapak Dr. H.Ahmad Muhtadi Anshor,M.Ag. selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Ilmu Hukum
3. Bapak Dr. Zulfatun Ni’mah, M.Hum selaku ketua jurusan Hukum
Ekonomi Syariah
4. Bapak Ladin, S.H.I., M.H. selaku dosen pembimbing yang mana telah
memberikan pembelajaran serta pengarahan selama di kelas.
5. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan dan
penyempurnaan makalah ini.
Kami menyadari bahwasannya dalam pembuatan makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.Untuk itu kami mohon kritik dan
saran untuk kedepannya semoga proses belajar ini mampu menuju kearah yang
lebih baik lagi.
Dan semoga apa yang kami tulis dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membaca.

Tulungagung, 119 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar........................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................iii
BAB 1: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan Penulisan.........................................................................2
BAB 2: PEMBAHASAN
A. Pandangan Karl Marx...............................................................3
B. Pandangan Emil Durkheim.......................................................5
C. Pandangan Max Weber.............................................................8
BAB 3: PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................11
B. Saran..........................................................................................11
Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pandangan sosiologi hukum disetiap orang berbeda-beda. Ada yang
menganggap bahwa sosiologi hukum sama dengan undang-undang, ada yang
gejala social, dan lain sebagainya. Mempelajari sosiologi hukum sangat penting
karena dengan mempelajari sosiologi hukum kita dapat mengetahui cara pandang
seseorang terhadap hukum baik mengenai lingkungan disekitar maupun gejala
sosial yang timbul karena adanya hukum baik hukum tertulis maupun yang tidak
tertulis. Cara pandang itulah yang dipelajari dalam ilmu sosiologi hukum.
Hukum dalam pandangan sosiologi sama dengan meneliti gejala sosial yang
timbul karena hukum itu sendiri. Ada banyak tokoh yang mengemukakan teori
tentang hukum dalam pandangan sosiologi baik pada masa klasik maupun pada
masa modern. Dan setiap pandangan itu mengemukakan teori yang berbeda-beda.
Karena setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda-beda terhadap suatu
gejala sosial. Pandangan disetiap tokoh ada yang saling berhubungan ada yang
tidak. Mengenai penjelasan atau teori-teori beberapa tokoh antara satu dengan
yang lain ada perbedaan mengenai pandangan sosiologi. Akan tetapi dengan
perbedaan itulah menjadi kunci untuk memahami sosiolog hukum. Pemaparan ini
dapat dipahami oleh setiap pembaca dan pelajar dalam mempelajari sosiologi
hukum.
Baik itu pandangan tokoh klasik maupun tokoh modern. Walapun saling
berhubungan akan tetapi mempunyai makna yang berbeda. Disamping itu
memudahkan setiap orang untuk memahami arti atau makna tentang sosiologi
hukum. Pada kesempatan ini kelompok kami akan membahas tentang hukum
dalam pandangan sosiologi menurut pandangan tokoh Karl Marx, Emile
Durkheim, dan Max Weber.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai pandangan ketiga tokoh tersebut
yang kami jelaskan di makalah yang sudah kami diskusikan oleh kelompok kami.
Berikut ini mengenai penjelasan hukum dalam pandangan sosiologi menurut
pandangan tokoh Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber. Yang sudah kami

1
ringkas sehingga mudah untuk dipahami oleh pembaca. Max Weber teori tentang
hubungan social.Karl Marx tentang materialism sejarah. Dan Emile Durkheim
tentang fakta social.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan hukum dalam pandangan sosiologi menurut Karl Marx ?


2. Jelaskan hukum dalam pandangan sosiologi menurut Emile Durkheim?
3. Jelaskan hukum dalam pandangan sosiologi menurut Max Weber ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui hukum dalam pandangan sosiologi menurut Karl


Marx
2. Untuk mengetahui hukum dalam pandangan sosiologi menurut Emile
Durkheim
3. Untuk mengetahui hukum dalam pandangan sosiologi menurut Max
Weber

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pandangan Karl Marx

Nama panjangnya adalah Karl Heinrich Marx (lahir di Trier, Prusia. 5 Mei
1818. Meninggal di London, Inggris. 14 Maret 1883 pada umur 64 tahun)
adalahseorang filsuf, tokoh sosiologi, pakar ekonomi politik dan teori
1
kemasyarakatan dari Prusia. Pemikiran Marx sedikit radikal karena ingin
mendobrak kondisi struktur sosial saat itu. Marx identik dengan masyarakat
kalangan bawah dan melakukan suatu bentuk perlawanan dalam kaum borjuis.
Konsep dan pemikiran Marx dijadikan sebagai panduan untuk para partai
komunis. Marx lebih condong kepada pemikiran sosialis. Karena menurut banyak
orang komunis dianggap sebagai suatu tindakan yang menggunakan berbagai cara
untuk mewujudkan cita-cita sosialisnya. Marx mengatakan bahwa dunia ini harus
adil, kelas-kelas harus dibuang agar keadilan tercapai.

Hukum itu adalah kehendak yang dilakukan oleh penguasa untuk


melanggengkan kekuasaannya.2 Hukum harus dicurigai karena dibuat oleh orang-
orang berkuasa. Marx sangat menentang opositivisme. Karena penindasan
dilakukan menggunakan hukum. Oleh karena itu Marx melihat siapa yang
diuntungkan oleh aturan hukum tersebut. Jika masyarakat banyak diuntungkan
berarti hukum tersebut adil.

Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan


citranya mengenai sifat dasar manusia. Marx yakin bahwa pada dasarnya manusia
produktif, artinya untuk bertahan hidup manusia perlu bekerja di dalam dan
dengan alam. Produktifitas mereka bersifat alamiah, materialisme, yang
memungkinkan mereka mewujudkan dorongan kreatif mendasar yang mereka
miliki. Melalui proses sejarah, proses alamiah ini dihancurkan, mula-mula oleh
kondisi peralatan masyarakat primitif dan kemudian oleh berbagai jenis tatanan
struktural yang diciptakan masyarakat selama perjalanan sejarah. Tatanan
1
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta : PT RAJA GRAFINDON
PERSADA, 2007 ), hlm 47
2
Ibid, hlm 48

3
struktural ini mengganggu proses produktif alamiah, tetapi penghancuran ini
terjadi paling parah di dalam struktur masyarakat kapitalis, dimana individu
melakukan proses produksi tidak untuk dirinya sendiri (pemenuhan kebutuhan
fisik materialnya). Pentahapan terbentuknya masyarakat menurut Marx3:
1. Tribalisme (kesukuan)

2. Komunalisme (cara hidup komunal)

3. Evolusi kapitalisme: yaitu sebuah sistem yang menjadikan sumber-sumber


produksi dimonopoli oleh para pemilik modal. Dalam hal ini, kapitalis
tidak berarti statis, melalui masalah-masalah over produksi dan
meningkatnya alienasi, kelompok pekerja menjadi terorganisasi dan
melakukan perlawanan terhadap sistem yang ada.

4. Sosialisme: kapitalisme mengalami proses desolusinya, dan menggerakkan


masyarakat pada tujuan utamanya yaitu impian negara sosialis. Sistem ini
di bawah kendali revolusioner kaum proletar yang terorganisir.

Marx meyakini bahwa perubahan struktur sosial diawali oleh


ketegangan hubungan produksi: bahwa pada dasarnya kapitalisme adalah
sebuah struktur (atau lebih tepatnya serangkaian struktur). Kapitalisme
berkembang menjadi sistem dua kelas dimana sejumlah kecil kapitalis menguasai
proses produksi, produk dan jam kerja dari orang yang bekerja untuk mereka.
Kaum industrialis dan borjuis adalah pemilik dan pengelola sistem kapitalis,
sedang para pekerja atau proletar, demi kelangsungan hidup mereka, tergantung
pada sistem itu. Pemikiran Marx sangat terpusat pada dampak penindasan
terhadap buruh, dimana buruh mengalami alienasi atau keterasingan dari proses
produksi alamiahnya.

Kapitalisme menurut Marx:

3
Ibid, hlm 50

4
Kapitalisme sebagai4 sebuah struktur, telah membuat batas pemisah antara
individu dengan proses produksi, sehingga individu mengalami alienasi. Hal ini
menghancurkan keterkaitan alamiah antar manusia individual serta antara manusia
individual dengan apa-apa yang mereka hasilkan. Perhatian Marx pada struktur
kapitalis lebih tertuju pada dampak penindasan terhadap buruh. Secara politis
perhatiannya tertuju pada upaya untuk membebaskan manusia dari struktur
kapitalis.
Marx memandang masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang
antagonis. Dalam pandangannya, watak dasar seperti ini ditentukan oleh
hubungan konflik antar kelas-kelas sosial, yang kepentingan-kepentingannya
saling bertentangan dan tak dapat didamaikan karena perbedaan kedudukan
mereka dan tatanan ekonomi. Henry S Maine, menghasilkan pemikiran bahwa
pada asumsinya masyarakat bukan suatu tipe ideal yang permanen, melainkan
sebagai suatu sistem variable yang tak pernah bisa terbebas dari berlakunya
dinamika proses. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa mayarakat bukanlah
yang serba laten.

2. Pandangan Emile Durkheim


Emile Durkheim, mempunyai5 nama panjang yaitu David Émile Durkheim
(lahir 15 April 1858 – meninggal 15 November 1917 pada umur 59 tahun) dikenal
sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi
pertama di sebuah universitas Eropa pada 1895 dan menerbitkan salah satu jurnal
pertama yang diabdikan kepada ilmu sosial, L’Annee Sociologique pada 1896.

Emile Durkheim hanya memfokuskan dan lebih mencari sesuatu


permasalahan masyarakat dalam permasalahan yang konteksnya real yang disebut
Fakta Sosial. Pendekatan Dukheim dalam individu dan perilakukanya ini didasari
oleh asumsi umum yang paling fundamental, yakni bahwa fakta-fakta sosial itu
riil dan mempengaruhi kesadaran individu dan juga perilakunya.

4
Ibid, hlm 50
5
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, ( Jakarta : Yayasan Penerbit U.I, 1978 , hlm 15

5
Didalam fakta sosial terdapat Solidaritas, yaitu6 Solidaritas Mekanik dan
Organik. Menurutnya solidaritas adalah suatu bentuk hubungan sosial antara
individu dan kelompok berdasarkan sentimen moral dan kepercayaan bersama
karena adanya kesamaan nasib dan sepenanggungan, persamaan karakter dan
lainnya inilah penyebab terjadinya ikatan solidaritas. Dimana manusia saling
terhubung karena ada solidaritas. Dalam solidaritas, ada norma-norma yang
disepakati secara bersama.

Sosiologi Hukum menurut Durkheim tidak bisa lepas dari yang namanya
solidaritas , karena di dalam solidaritas ada norma-norma yang disepakati secara
bersama. 7 Masyarakat yang ada didalam solidaritas itu memiliki aturan-aturan
hukum yang berbeda-beda inilah mengapa Durkheim mengatakan bahwa
Sosiologi Hukum tidak bisa lepas dari Solidaritas. Solidaritas dibagi menjadi dua
bentuk yaitu Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik.

Solidaritas Mekanik adalah masyarakat ataupun kelompok sosial yang


didasarkan pada kesadaran bersama, dan hukum yang bersifat menekan. Merasa
memiliki tanggung jawab yang sama, sehingga ikatan nya sangat erat. Solidaritas
mekanik dibentuk oleh hukum represif. Dalam masyarakat solidaritas mekanik,
masyarakat hidup secara bersama dan tingkat individualitas yang rendah, ciri
masyarakat yang homogen, dan kebersamaan masyarakat yang masih sangat
tinggi. Dalam hal pekerjaan pun belum ada pembagian kerja atau spesialisasi
kerja. Solidaritas Organik adalah masyarakat yang berdasarkan pada
ketergantungan antara individu dengan yang lainnya dan juga terdapat spesialisasi
pekerjaan. Solidaritas organik juga dibentuk oleh hukum restitutif. Di dalam
solidaritas organik tingkat individualitas tinggi, adanya spesialisasi kerja membuat
masyarakat mementingkan dirinya sendiri.

Emile Durkheim pada masa peralihan yaitu mekanik ke organik. ia hidup


pada masa industrialisasi yang sedang berkembang inilah alasan mengapa ia
disebut hidup pada masa peralihan, sebab dalam masa tersebut masa
industrialisasi sedang berkembang dan ada beberapa yang masih mekanik. Tahun

6
Ibid, hlm 20
7
Soemardjan, Setangkai Bunga Sosiologi, ( Jakarta : Fakultas Ekonomi UI, 1964), hlm 33

6
ini jika diibaratkan dengan tahun yang ada di Indonesia sekitar tahun 80-90’an,
dalam masa peralihan ini Durkheim pun meneliti dan membandingan pada masing
masa yaitu mekanik dan organik. Faktor sosial berupa solidaritas yang dikatakan
sebagai bentuk hubungan sosial antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Di
masyarakat yang sederhana (mandiri) tidak bergantung pada orang lain, hingga
membuat tingkat ketergantungannya sangat kecil.

Dengan kemandirian inilah yang membuat masyarakat sudah sadar apa yang
baik dan apa yang buruk dan bisa memahami karena tidak banyak peraturan dan
norma-norma baru dalam masyarakat tradisional tersebut. Berbeda dengan
masyarakat tradisional , masyarakat modern tidak lagi menujukkan hukum kepada
masyarakat, jadi hukum hanya berlaku pada kedua belah pihak saja (bersifat
individualistis) dalam masyarakat modern hukum hanya ditujukan sebagai
individu seperti hukum kontrak dan hukum lain.

Dalam The Rule of Sociological Method (1895/1982) Durkheim


menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang ia sebut sebagai
fakta-fakta sosial.8 Ia membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan (force) dan
struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu. Studi tentang kekuatan
dan struktur berskala luas ini misalnya, hukum yang melembaga dan keyakinan
moral bersama dan pengaruhnya terhadap individu menjadi sasaran studi banyak
teoritisi sosiologi di kemudian hari (misalnya Parsons).
Durkheim membedakan antara dua tipe fakta sosial: material dan non
material. Meskipun ia membahas keduanya dalam karyanya, perhatian utamanya
lebih tertuju pada fakta sosial non material (misalnya kultur, institusi sosial)
ketimbang pada fakta sosial material (birokrasi, hukum).
Perhatiannya pada fakta sosial non material ini terlihat jelas dalam
karyanya paling awal The Division of Labor in Society (1893/1964)9. Dalam buku
ini perhatiannya tertuju pada upaya membuat analisis komparatif mengenai apa
yang membuat masyarakat bisa dikatakan berada dalam keadaan primitif atau
modern. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh
fakta sosial non material, khususnya oleh kuatnya ikatan moralitas bersama atau
8
Djojodigoeno, Teori Sosiologi, ( Yogyakarta : Universitas Gajah Mada, 1958) hlm, 2
9
Ibid, hlm 3

7
oleh apa yang ia sebut sebagai kesadaran kolektif yang kuat. Tetapi karena
kompleksitas masyarakat modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun.
Ikatan utam dalam masyarakat modern adalah pembagian kerja yang ruwet, yang
mengikat orang yang satu dengan orang yang lainnya dalam hubungan yang
saling tergantung.
Dalam bukunya Suicide (1892/1951)10, Durkheim berpendapat bahwa ia
dapat menghubungkan perilaku individu seperti bunuh diri dengan sebab-sebab
sosial (fakta sosial). Tetapi, Durkheim tak sampai menguji mengapa individu A
dan B melakukan bunuh diri; ia lebih tertarik terhadap penyebab yang berbeda-
beda dalam rata-rata perilaku bunuh diri di kalangan kelompok, wilayah, negara
dan kalangan golongan individu yang berbeda. Argumen dasarnya adalah bahwa
sifat dan perubahan fakta sosiallah yang menyebabkan perbedaan rata-rata bunuh
diri. Dalam karyanya yang terakhir, The Elementary of Relegious Life
(1912/1965), Durkheim memusatkan perhatian pada bentuk fakta sosial non
material yakni agama.
Pada masyarakat primitif akan lebih mudah untuk menemukan akar agama
daripada pada masyarakat modern yang kompleks. Temuannya adalah bahwa
sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang menentukan
bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan yang lainnya bersifat profan. Dalam agama
primitif (totemisme) benda-benda seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan
didewakan. Selanjutnya totemisme dilihat sebagai tipe khusus fakta sosial non
material, sebagai bentuk kesadaran bersama. Akhirnya Durkheim menyimpulkan
bahwa masyarakat dan agama (kesatuan bersama) adalah satu dan sama. Agama
adalah cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial
non material. Tentang gejala bunuh diri dengan latar belakang agama (sekte) yang
berbeda-beda tidak terlepas dari adanya bentuk kesadaran kolektif, bahwa
perasaan mereka terhadap masyarakat memperlihatkan perasaan mereka terhadap
agamanya.

10
Ibid hlm 3

8
3. Pandangan Max Weber
Maximlian weber lahir11 di Erfurt, Jerman, 21 April 1864 meninggal di
Munchen, Jerman 14 Juni 1920 pada umur 56 tahun. Beliau seorang ahli politik,
ekonom, geograf, dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu
pendiri ilmu sosiologi dan admistrasi Negara modern. Karya utamanya
berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintah, meski
ia sering pula menulis dibidang ekonomi karyanya yang paling popular adalah
essay yang berjudul etika protestan dan semangat kapitalisme, yang mengawali
penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah
salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya barat dan
budaya timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya politik sebagai panggilan,
Weber mendefinisikan Negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli
dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi
penting dalam studi tentang ilmu politik barat modern.

Max Weber tentang Hubungan Sosial.


Terdapat tiga sifat hubungan sosial:
1. Legitimasi: pengaruh orientasi rasional dalam legitimasi tradisional yaitu
sikap beragama, hubungan solidaritas yang komunal.

2. Hubungan asosiasi: orientasi rasional didefinisikan sebagai nilai mutlak yang


dilegitimasi dalam hubungannya dengan nilai, hubungannya bersifat asosiatif.
Contoh: Asosiasi bersifat politik,ekonomi dan sebagainya.

3. kerjasama dan control yang erat dalam orientasi tradisional : tipe-tipe yang
berbeda dalam masyarakat di dasarkan pada pembedaan tipe nilai atau tinggkat
rasionalitas. Contoh : perluasan tingkah laku yang didefinisan oleh minat individu
atau kelompok pembagian wewenang menurut Weber

a. otoritas tradisional

b. otoritas karismatik

c. otoritas rasional-legal
11
Ibid, hlm 5

9
Sistem otoritas rasional legal hanya dapat berkembang dalam masyarakat
barat modern dan hanya dalam sistem otoritas rasional legal itulah birokrasi
modern dapat berkembang penuh sistem otoritas tradisional berasal dari system
kepercayaan di zaman kuno contohnya adalah seorang pemimpin yang berkuasa
karna garis keluarga atau sukunya selalu merupakan pemimpin kelompok.12

Pemimpin karismatik mendapatkan otoritasnya dari kemampuan atau ciri-


ciri luar biasa atau mungkin dari keyakinan pihak pengikut bahwa pemimpin itu
memang mempunyai cirri-ciri seperti itu. Meski kedua jenis otoritas itu
mempunyai arti penting di masa lalu, Weber yakin bahwa masyarakat barat dan
akhirnya masyarakat lainnya cenderung akan berkembang menuju system otoritas
rasional legal. Dalam system otoritas semacam ini otoritas berasal dari peraturan
yang dilakukan secara hukum dan rasional.

Weber berpandangan bahwa manusia digairahkan dan digerakkan dari


dalam batinya, yaitu keyakinannya. Sosiologi hukum dimulai dari
mempertentangkan orde ekonomi dengan orde hukum. Tugas seorang sosiolog
bukan untuk menilai suatu sistem hukum, akan tetapi hanya memahaminya saja.
Weber beranggapan bahwa kekuasaan merupakan kesempatan bagi seorang atau
suatu pihak untuk memaksakan kehendaknya terhadap pihak lain walaupun hal itu
bertentangan dengan kehendaknya. Hukum dipahami sebagai suatu kompleks dari
kondisi-kondisi factual yang ditentukan oleh tindakan-tindakan manusia. Bentuk
perilaku social yang paling penting adalah perilaku social timbal balik atau
resiprokal.

Hukum merupakan suatu tata tertib yang memaksa yang mempunyai


dukungan potensial dari kekuatan Negara. Kepastian hukum dan kesebandingan
merupakan dua tugas pokok dari suatu hukum. Walaupun demikian, seringkali
kedua tugas tersebut tidak dapat ditetapkan sekaligus secara merata. Disebut
hukum apabila ada jaminan eksternal bahwa aturan itu dapat dipaksakan melalui
paksaan fisik atau psikologis. Perkembangan hukum dan maysarakat bergerak dari
irasional ke yang rasional dan kemudian transisi dari substantively rational law ke
formalli rational law.

12
Djojodigoeno, Teori Sosiologi, ( Yogyakarta : Universitas Gajah Mada, 1958) hlm, 7

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Marx identik dengan masyarakat kalangan bawah dan melakukan suatu bentuk
perlawanan dalam kaum borjuis. Konsep dan pemikiran Marx dijadikan
sebagai panduan untuk para partai komunis. Marx lebih condong kepada
pemikiran sosialis. Karena menurut banyak orang komunis dianggap sebagai
suatu tindakan yang menggunakan berbagai cara untuk mewujudkan cita-cita
sosialisnya

2. Sosiologi Hukum menurut Durkheim tidak bisa lepas dari yang namanya
solidaritas , karena di dalam solidaritas ada norma-norma yang disepakati
secara bersama. Masyarakat yang ada didalam solidaritas itu memiliki aturan-
aturan hukum yang berbeda-beda inilah mengapa Durkheim mengatakan
bahwa Sosiologi Hukum tidak bisa lepas dari Solidaritas.

3. Weber berpandangan bahwa manusia digairahkan dan digerakkan dari dalam


batinya, yaitu keyakinannya. Sosiologi hukum dimulai dari mempertentangkan
orde ekonomi dengan orde hukum. Hukum merupakan suatu tata tertib yang
memaksa yang mempunyai dukungan potensial dari kekuatan Negara.
Kepastian hukum dan kesebandingan merupakan dua tugas pokok dari suatu
hukum

B. SARAN

Sebagai warga Negara Indonesia yang baik, kita sepatutnya harus tahu tentang
peraturan yang berada di Negara kita, mentaati dan mematuhi peraturan yang
telah ditentukan oleh Negara. Menjadi warga Negara yang baik adalah tugas
yang harus kita lakukan, termasuk dalam hal menjustifikasi suatu kejadian.
Dalam ini kita harus melihat banyak sisi untuk bisa menilai mengapa suatu
kejadian itu bisa terjadi. Jangan membutakan perasaan, dengan sesuatu yang
kita anggap salah, padahal kita belum tahu inti permasalahannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Djojodigoeno. 1958. Teori Sosiologi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

Soemardjan. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta : Fakultas Ekonomi UI

Soerjono Soekanto. 2007. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta : PT RAJA


GRAFINDON PERSADA

Soerjono Soekanto. 1978. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Yayasan Penerbit


U.I, 1978

12

Anda mungkin juga menyukai