Anda di halaman 1dari 11

SOAL A

Dalam pengadaan pekerjaan konstruksi dengan nilai kontrak Rp. 6.523.750.000,00 (enam
milyard limaratus dua puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Hal tersebut
dituangkan dalam kontrak lumpsum tahun tunggal yaitu mulai sejak surat pertintah kerja
diterima pada tanggal 1 Juni 2021 sampai dengan 16 Oktober 2021 dan pembayaran dilakukan
sesuai termin yaitu termin pertama 25% hasil pekerjaan, termin kedua 50% hasil pekerjaan,
termin ketiga 75% hasil pekerjaan, dan termen keempat 100% hasil pekerjaan. Pada tanggal 16
Oktober 2021 penyedia baru dapat menyelesaikan 85% pekerjaan kontruksi. Untuk itu penyedia
mengajukan permohonan untuk diberikan perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan. Setelah
diberi perpanjangan untuk masa 50 hari ternyata penyedia tidak dapat menyelesaikan pekerjaan,
dan pekerjaan tersebut berhasil dikerjakan 98,5% dari keseluruhan pekerjaan sebagaimana
dalam kontrak. Mengingat setelah perpanjangan waktu pelaklsanaan pekerjaan tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan 100%, maka Pejabat Pembuat Komitmen melakukan pemutusan
kontrak dan penyedia dikenakan sanksi daftar hitam.
Pertanyaan.
a. Jelaskan prosedur pengenaan daftar hitam dalam pengadaan barang/jasa
Pada Peraturan LKPP Nomor 17 Tahun 2018 Pasal 8 menjelaskan bahwa tata cara
penetapan sanksi daftar hitam dapat dilakukan melalui tahapan : pengusulan,
pemberitahuan, keberatan, permintaan rekomendasi, pemeriksaan usulan, dan
penetapan.

Pengusulan

Pasal 9

(1) Dalam hal PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/ Agen


Pengadaan mengetahui/menemukan adanya perbuatan
Peserta pemilihan /Penyedia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 maka PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat
Pengadaan/Agen Pengadaan
melakukan pemeriksaan dengan cara:
a. penelitian dokumen; dan

b. klarifikasi dengan mengundang pihak terkait, antara lain:


1) peserta pemilihan/Penyedia; dan/atau

2) pihak lain yang dianggap perlu.

(2) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat
Pengadaan/Agen Pengadaan, peserta pemilihan
/Penyedia dan/atau pihak lain yang dianggap perlu sebagai
saksi.
(3) Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) paling sedikit memuat:
a. hari/tanggal;

b. identitas para pihak;

c. keterangan para pihak;

d. kesimpulan pemeriksaan; dan

e. tanda tangan para pihak.

(4) Dalam hal peserta pemilihan/Penyedia/pihak lain pada


pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak hadir atau hadir tetapi tidak bersedia menandatangani
Berita Acara Pemeriksaan, Berita Acara Pemeriksaan cukup
ditandatangani oleh PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat
Pengadaan/Agen Pengadaan.
(5) Dalam hal PA/KPA merangkap sebagai PPK, pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh PA/KPA.

Pasal 10

(1) PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen


Pengadaan menyampaikan usulan penetapan Sanksi Daftar
Hitam kepada PA/KPA paling lambat 3 (tiga) hari setelah
Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (3) ditandatangani.
(2) Pokja Pemilihan menyampaikan usulan penetapan sanksi
daftar hitam dalam proses katalog kepada Kementerian/
Lembaga/Pemerintah Daerah paling lambat 3 (tiga) hari
setelah Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3) ditandatangani.
(3) Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dapat diganti dengan dokumen/ bukti lain yang
dianggap cukup untuk menjadi dasar usulan.
(4) Usulan PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen
Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) paling sedikit memuat:

a. identitas Peserta pemilihan /Penyedia;

b. data paket pekerjaan;

c. perbuatan/tindakan yang dilakukan peserta


pemilihan/Penyedia;
d. Berita Acara Pemeriksaan atau dokumen/bukti lain; dan
e. bukti pendukung (surat pemutusan kontrak, foto,
rekaman, dan lain- lain).
(5) Format surat usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Lembaga ini.

Paragraf 2
Pemberitahuan

Pasal 11

(1) PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen


Pengadaan menyampaikan tembusan/salinan surat usulan
penetapan Sanksi Daftar Hitam kepada peserta
pemilihan/Penyedia pada hari yang sama dengan waktu
penyampaian usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Penyampaian tembusan/salinan surat usulan penetapan Sanksi
Daftar Hitam kepada peserta pemilihan /Penyedia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui :
a. surat elektronik (e-mail);

b. faksimile;

c. jasa pengiriman; dan/atau

d. diantar langsung.
Pasal 12

(1) Dalam hal PA/KPA merangkap sebagai PPK, PA/KPA


menyampaikan surat pemberitahuan usulan penetapan Sanksi
Daftar Hitam kepada peserta pemilihan /Penyedia paling
lambat 3 (tiga) hari setelah Berita Acara Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(3) ditandatangani atau dokumen/bukti lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) diperoleh.
(2) Format surat pemberitahuan usulan penetapan Sanksi Daftar
Hitam tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Lembaga ini.

Paragraf 3
Keberatan

Pasal 13

(1) Peserta pemilihan/Penyedia yang merasa keberatan atas usulan


penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) dapat
mengajukan surat keberatan kepada PA/KPA atau
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dengan
menyampaikan tembusan ke APIP.
(2) Penyampaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai bukti pendukung paling lambat diajukan
5 (lima) hari sejak tembusan surat usulan penetapan Sanksi
Daftar Hitam diterima oleh peserta pemilihan
/Penyedia.

(3) Dalam hal surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) diterima setelah APIP menerbitkan surat rekomendasi,
keberatan peserta pemilihan/Penyedia dianggap tidak berlaku.
Paragraf 4
Permintaan Rekomendasi

Pasal 14

(1) PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah


menyampaikan surat permintaan rekomendasi kepada APIP
yang bersangkutan berdasarkan usulan penetapan Sanksi
Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
dan ayat (2) dan/atau keberatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) dengan disertai bukti pendukungnya paling
lambat 5 (lima) hari sejak usulan diterima dan/atau surat
keberatan diterima.
(2) Dalam hal surat keberatan diterima PA/KPA atau
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah setelah surat
permintaan rekomendasi disampaikan kepada APIP,
PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah
dapat menyampaikan kembali surat keberatan tersebut kepada
APIP.

Paragraf 5 Pemeriksaan
Usulan

Pasal 15

(1) APIP menindaklanjuti permintaan rekomendasi dan


keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1) dan Pasal 14 ayat (1) dengan cara melakukan
pemeriksaan dan/atau klarifikasi kepada PPK/Pokja
Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan, peserta
pemilihan/Penyedia dan/atau pihak lain yang dianggap perlu.
(2) APIP memastikan peserta pemilihan/Penyedia telah
menerima tembusan/salinan surat usulan penetapan Sanksi
Daftar Hitam sebelum melakukan pemeriksaan dan/atau
klarifikasi.
(3) Rekomendasi hasil pemeriksaan dan/atau klarifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada
PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah
paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak surat permintaan
rekomendasi dan/atau surat keberatan diterima.
(4) Dalam hal hasil pemeriksaan dan/atau klarifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa peserta
pemilihan/Penyedia melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, APIP menyampaikan surat
rekomendasi kepada PA/KPA atau
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah agar peserta
pemilihan/Penyedia dikenakan Sanksi Daftar Hitam.
(5) Dalam hal hasil pemeriksaan dan/atau klarifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa peserta
pemilihan/Penyedia tidak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, APIP menyampaikan surat
rekomendasi kepada PA/KPA atau
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah agar peserta
pemilihan/Penyedia tidak dikenakan Sanksi Daftar Hitam.
(6) Dalam hal APIP tidak menindaklanjuti permintaan
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), APIP
dianggap setuju dengan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam
PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

Paragraf 6
Penetapan

Pasal 16

(1) PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah


menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam
berdasarkan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2)
dan rekomendasi APIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (3) paling lambat 5 (lima)
hari sejak rekomendasi diterima oleh PA/KPA atau
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
(2) Dalam hal terdapat hasil temuan BPK/APIP yang
merekomendasikan peserta pemilihan/Penyedia
dikenakan Sanksi Daftar Hitam, PA/KPA atau
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menerbitkan Surat
Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam berdasarkan
rekomendasi dari hasil temuan BPK/APIP.
(3) PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah
menyampaikan Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) atau ayat (2) kepada peserta pemilihan
/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam dan/atau
PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen
Pengadaan pada hari yang sama dengan waktu Surat
Keputusan ditetapkan.
(4) Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas Penyedia Barang/Jasa, antara lain:

b. data paket pekerjaan;

c. perbuatan/tindakan yang dilakukan Peserta


pemilihan / Penyedia;
d. ringkasan rekomendasi APIP;

e. masa berlaku sanksi daftar hitam; dan

f. nama PA/KPA.

(5) Format Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum
dalam Lampiran III dan Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Lembaga ini.
TSANIA AZIZIYAH
032124153028
PENGADAAN BARANG DAN JASA (D)

Pasal 17

Dalam hal rekomendasi APIP menyatakan bahwa peserta


pemilihan/Penyedia tidak dikenakan Sanksi Daftar Hitam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4), PA/KPA
atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah
menyampaikan pemberitahuan kepada PPK/Pokja
Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan mengenai
penolakan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam.

b. Karena penyediaan dianggap wanprestasi tidak dapat menyelesaikan pekerjaan,


maka termin terakhir sebesar 25% dari 100% pekerjaan tidak dibayarkan.
Apakah Tindakan Pejabat Pembuat Komitmen tersebut dapat dibenarkan,
jelaskan jawaban Saudara mengenai hal tersebut, sertai dasar hukumnya.
Benar. Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan pada Masa Pemeliharaan
karena kesalahan Penyedia, maka:
1. Pejabat Penandatangan Kontrak berhak untuk tidak mengembalikan retensi
atau terlebih dahulu mencairkan Jaminan Pemeliharaan sebelum pemutusan
kontrak untuk membiayai perbaikan/pemeliharaan; dan
2. Penyedia dikenakan sanksi pencairan jaminan pelaksanaan atau sanksi
pencairan jaminan pemeriharaan dan sanksi Daftar Hitam selama 1 tahun
(Pasal 78 Perpres Nomor 16 Tahun 2018)
3. Kemudian terkait pemutusan kontrak dalam Perpres 70 Tahun 2012 juga
diatur dalam pasal 93 ayat (2) :
a. Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
b. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau
Jaminan Uang Muka dicairkan;
c. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan
d. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam

8
TSANIA AZIZIYAH
032124153028
PENGADAAN BARANG DAN JASA (D)

c. Berkenaan dengan pengenaan daftar hitam dan tidak dibayarkannya sisa


pembayaran sebagaimana dimaksud dalam soal huruf, jelaskan upaya hukum
yang dapat dilakukan oleh penyedia, dan sertai dasar hukumjnya.
Menurut PERLEM LKPP Nomor 17 Tahun 2018 penyedia barang dan jasa yang
melakukan tindakan tidak sesuai dengan undang-undang. Penyedia barang/jasa
yang namanya ditetapkan dalam daftar hitam nasional, untuk kepentingannya
dapat melakukan tindakan/upaya hukum gugatan atas PA/KPA atau
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menayangkan Sanksi
Daftar Hitam pada Daftar Hitam Nasional dengan menyampaikan
identitas peserta pemilihan/Penyedia kepada Unit Kerja yang
melaksanakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik melalui
Portal Pengadaan Nasional. Kemudian jika sisa pembayaran tidak
dibayarkan dapat dilakukan upaya penundaan sanksi daftar hitam.

SOAL B

1. Berikan penjelasan hukum (legal explanation) tentang alasan-alasan hukum


pemutusan kontrak pengadaan barang/ jasa, dan implikasinya terhadap pelaksanaan
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa! Jelaskan disertai dengan argumentasi hukum yang
relevan!
Dalam Per LKPP 9/2018, Pejabat Penandatangan Kontrak melakukan pemutusan
Kontrak apabila: Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau
pemalsuan dalam proses pengadaan yang diputuskan oleh Instansi yang berwenang.
Pemutusan Kontrak oleh Penyedia
Penyedia melakukan pemutusan Kontrak apabila:

1. Setelah mendapatkan persetujuan Pejabat Penandatangan Kontrak, Pengawas


pekerjaan memerintahkan Penyedia untuk menunda pelaksanaan pekerjaan atau
kelanjutan pekerjaan, dan perintah tersebut tidak ditarik selama waktu yang
ditentukan dalam Kontrak.
2. Pejabat Penandatangan Kontrak tidak menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran
(SPP) untuk pembayaran tagihan angsuran sesuai dengan yang disepakati
sebagaimana tercantum dalam Syarat-syarat Kontrak.

Apabila terjadi Pemutusan kontrak secara sepihak :

9
TSANIA AZIZIYAH
032124153028
PENGADAAN BARANG DAN JASA (D)

1. Pejabat Penandatangan Kontrak melakukan evaluasi atas hasil pekerjaan yang telah
dilakukan;
2. Pejabat Penandatangan Kontrak membayar pekerjaan yang telah dikerjakan
Penyedia dan dapat dimanfaatkan oleh PPK;
3. Pejabat Penandatangan Kontrak meminta Pokja Pemilihan untuk melakukan
penunjukan langsung terhadap pemenang cadangan (apabila ada) atau Pelaku
Usaha yang mampu;
4. Proses selanjutnya mengikuti mekanisme penunjukan langsung.

2. Kontrak pengadaan dengan skema lum sum pada saat ini tidak boleh diubah.
Benarkah pernyataan ini? Jelaskan dengan dasar hukum!
Salah. Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 51 avat 1 mengatakan bahwa kontrak
lumsum merupakan kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas penyelesaian seluruh
pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak Dalam
salah satu ketentuannya tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang.
Kemudian di dalam ketentuan PP nomor 29 tahun 2000 Pasal 21 berbunyi bahwa
kontrak kerja dengan bentuk imbalan (lumpsum) merupakan kontrak jasa atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu, tertentu denganjumlah harga yang
pasti dan tetap serta semua resiko yang mungkin teriadi dalam proses penyelesaian
pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung ole penvedia jasa sepanjang gambar dan
spesifikasi tidak berubah. Karena tingkat lumsum mengikat pada gambar dan
spesifikasi, sepanjang tidak melebihi anggaran dan melebihi 10% dari total awal
perubahannya, maka tidak diharamkan. Sesuai dalam Pasal 87 Perpres Nomor 54.

3. Jelaskan perbedaan penerapan wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum pada


proses tahapan pengadaan barang/ jasa! Jelaskan disertai dengan argumentasi hukum
yang relevan
Wanprestasi dalam pengadaan barang/ jasa ini terjadi ketika terdapat cidera janji
terhadap pengadaan Barang/jasa. Wanprestasi terjadi ketika ada salah satu pihak yang
tidak melakukan kewajibannya prestasti yang telah dijanjikan karena
kesengajaan/kelalaiannya sehingga menimbulkan kerugian bag pihak lainnya.
Wanprestasi in biasa dilakukan salah, satu pihak yang dapat mengakibatkan pemutusan
kontrak atay penyedia dapat dikenakan sanksi atau PPK secara langsung atau melalui
pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan perbaikan seta dapat dikenakan denda
keterlambatan untuk setiap keterlambatan ada cacat mutu yang terjadi.

10
TSANIA AZIZIYAH
032124153028
PENGADAAN BARANG DAN JASA (D)

Dalam Pasal 1320 BW menjelaskan babwa suatu perjanjian dikatkan sah apabila
terdapat kesepakatan antara kedua belah, pihak, cakap hukum, adanya pokok persoalan
tertentu, dan sebab yang dibolehkan. Apabila terdapat pelanggaran secara obyektif
maka perjanjian dapat dibatalkan. apabila teradapat pelanggaran secara obyektif, maka
kontrak tersebut dapat batal demi hukum.

SOAL C
Apakah dalam pengadaan barang/ jasa, PA/KPA dan PPK bertanggung jawab pidana jika
terjadi korupsi?
Pasal 2 UU TIPIKOR (UU 31/1999) menjelaskan bahwa. Setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 3 UU TIPIKOR harus terpenuhi dimana terkait pasal penyalahgunaan kewenangan
dimana frasa orang atau korporasi harus dimaknai sebagai pejabat yang memiliki kewenangan
yang didasarkan dari lahirnya kewenangan yaitu atribusi/delegasi/mandat, serta harus dimaknai
dengan konsep kesengajaan sebagai maksud lalu makna menguntungkan perlu diartikan lebih
luas daripada memperkaya, dimana menguntungkan tidak selalu berkaitan dengan hal-hal
materi, tetapi bisa berkaitan dengan relasi maupun kekuasaan.
Dalam pengadaan barang/ jasa, PA/KPA dan PPK melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun
2018 dapat dipertanggungjawabkan secara pidana apabila Perbuatan melawan hukum,
penyalahgunaan wewenang, suap dan gratifikasi.

11

Anda mungkin juga menyukai