ANALISIS PENELITIAN
Dalam bab ini akan disampaikan mengenai Kondisi Ekonomi dan Aspek Ruang
Kawasan Perkotaan dan Ibukota Propinsi, Hasil Analisis Regresi, Hasil Tabulasi
Jawaban Kuisoner, Analisa Kaitan Hasil Penelitian dengan kebijakan pengenaan
tarif PNBP serta Aplikasi Perencanaan Target PNBP Dengan Menggunakan
Model Regresi dan Time Series. Adapun kondisi ekonomi, aspek pertanahan dan
ruang dapat dijelaskan secara ringkas dalam penelitian ini antara lain:
a) Realisasi PNBP kawasan perkotaan dan ibukota propinsi terhadap
Nasional periode 2012-2014 menunjukkan prosentase sebesar 52,98-
56,95%.
b) Kawasan perkotaan dan Ibukota Propinsi menunjukkan rata-rata angka
inflasi selama 2010, 2011, 2013 dan 2014 yaitu sebesar 6,88; 3,70; 8,00
dan 8,0 yang lebih rendah daripada angka inflasi nasional.
c) Prosentase PDRB kawasan perkotaan dan ibukota propinsi terhadap PDB
nasional selama 2010-2014 terus mengalami peningkatan berkisar
47,70%-49,60%.
d) Tingkat LPE di kawasan perkotaan dan ibukota propinsi tahun 2011-2014
sebesar 6,92; 6,78; 6,68 dan 6,34 lebih tinggi dibanding tingkat LPE
Nasional.
e) Pada periode 2010-2014, pada kawasan perkotaan dan Ibukota Propinsi
memiliki prosentasi nilai pinjaman kredit properti komersial yang tinggi
terhadap pinjaman kredit nasional yaitu berkisar antara 76,49%-81,16%.
f) Menggambarkan Kondisi Pertumbuhan Penyedian dan Harga Properti
antar wilayah.
g) Realisasi PNBP 2012-2014 dan akumulasi PDRB 2010-2014 tertinggi
berada di kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur.
65
66
53
Untuk wilayah DKI Jakarta tidak termasuk realisasi penerimaan pada Kantor Pusat Badan
Pertanahan Nasional RI karena layanan di Kantor Pusat merupakan wewenang berdasarkan
luasan dari permohonan di seluruh Indonesia, sehingga diasumsikan kondisi ekonomi regional
tidak memberikan dampak signifikan pada layanan di Kantor Pusat. Meskipun belanja PNBP
Kantor Pusat tersebut dibelanjakan di regional DKI Jakarta.
67
PNBP Nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi di daerah tersebut
sangat mempengaruhi realisasi PNBP Nasional. Berikut adalah gambar
perbandingan realisasi PNBP di kawasan perkotaan dan ibukota propinsi terhadap
realisasi PNBP nasional:
2,500,000,000,000
2,000,000,000,000
1,500,000,000,000
1,000,000,000,000
500,000,000,000
-
2012 2013 2014
Kawasan Perkotaan
799,995,851, 1,032,379,48 1,145,021,81
dan Ibukota Propinsi
Nasional 1,509,934,07 1,830,456,79 2,010,667,54
Prosentase 52.98% 56.40% 56.95%
Gambar IV.1
Realisasi PNBP Kawasan Perkotaan dan Ibukota Propinsi Terhadap Realisasi
Nasional Tahun 2012-2014
Sumber : Hasil Analisis dari data Biro Keuangan & Pelaksanaan Anggaran BPN RI
Tabel IV.1
Realisasi PNBP Kawasan Perkotaan dan Ibukota Propinsi Terhadap Realisasi
Nasional Per Jenis Layanan Tahun 2012-2014
Kawasan Perkotaan dan Prosentase terhadap
No Jenis Layanan Tahun Nasional
Ibukota Propinsi Nasional
1 Survei, Pengukuran, 2012 118,224,075,997 374,030,959,358 31.61%
dan Pemetaan (1901) 2013 146,520,807,753 448,569,894,972 32.66%
2014 145,456,310,616 503,298,835,890 28.90%
2 Pemeriksaan Tanah 2012 47,147,994,154 156,698,254,601 30.09%
(1902) 2013 49,237,228,989 151,247,746,449 32.55%
2014 51,133,672,437 155,931,302,905 32.79%
3 Konsolidasi Tanah 2012 19,676,200 2,738,065,144 0.72%
Swadaya (1903) 2013 581,423,144 2,749,827,270 21.14%
2014 276,649,800 1,158,014,652 23.89%
4 Pertimbangan Teknis 2012 14,777,733,968 52,631,439,357 28.08%
(1904) 2013 35,998,458,305 78,436,097,931 45.90%
2014 13,975,518,580 44,071,689,150 31.71%
5 Pendaftaran Tanah 2012 540,079,783,269 774,711,030,856 69.71%
(1905) 2013 721,128,045,620 980,935,429,905 73.51%
2014 850,168,766,322 1,131,468,626,150 75.14%
6 Informasi (1906) 2012 69,674,717,806 137,249,354,145 50.77%
2013 78,683,458,136 160,108,651,655 49.14%
2014 82,064,464,208 172,300,197,954 47.63%
7 Lisensi (1907) 2012 10,071,869,875 10,685,861,281 94.25%
2013 158,810,863 5,250,149,263 3.02%
2014 648,055,070 910,871,370 71.15%
8 P3MB(1908 2012 - - -
2013 - 62,924,700 -
2014 1,154,377,921 1,154,377,921 100.00%
9 Kerjasama (1909) 2012 - 1,189,108,802 -
2013 71,254,557 3,096,076,669 2.30%
2014 144,000,000 373,633,649 38.54%
2012 799,995,851,269 1,509,934,073,544 52.98%
Total 2013 1,032,379,487,367 1,830,456,798,814 56.40%
2014 1,145,021,814,954 2,010,667,549,641 56.95%
Sumber : Hasil Analisis dari Data Biro Keuangan & Pelaksanaan Anggaran BPN RI
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
-
2010 2011 2012 2013 2014
Kawasan Perkotaan
dan Ibukota Propinsi 6.88 3.70 4.40 8.00 8.09
PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) menunjukan jumlah total output
produksi barang dan jasa yang dihasilkan suatu wilayah, dianggap lebih tepat
dengan mengeluarkan aspek kenaikan harga, dan dihitung dengan menggunakan
angka dasar tahun 2010. Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga
Kostan (ADHK) mengalami peningkatan sekitar 5-6% dimana di tahun 2010
sebesar Rp.6.864.133 Milyar menjadi Rp.8.568.116 Milyar. Sedangkan prosentase
PDRB kawasan perkotaan dan ibukota propinsi terhadap PDB nasional terus
mengalami peningkatan berkisar 47,70%-49,60%. Hal ini menunjukkan bahwa
kawasan perkotaan dan ibukota propinsi ini yang hanya terdiri dari 74 Kabupaten
Kota mampu memberikan kontribusi hampir separuh PDB Nasional. Hal ini juga
dapat diartikan bahwa kondisi ekonomi kawasan perkotaan sangat berpengaruh
terhadap perekonomian nasional. Pertumbuhannya yang signifikan menunjukkan
54
Data Inflasi perkotaan tidak semua diperoleh dari data BPS di Kabupaten/Kota karena
sebagian Kantor BPS Kabupaten/Kota tidak menghitung angka inflasi di wilayah kerjanya
sendiri namun menjadikan “benchmarking” angka inflasi dari kota di dekatnya. Keterangan
ini dapat dilihat di Buku Statistik Daerah dan website BPS Kabupaten/Kota ataupun dari
pernyataan media massa. Apabila tidak ditemui di dalam dokumen itu, penelitian ini
menggunakan asumsi tersebut dengan “benchmarking” kota yang paling berdekatan.
70
9,000,000
8,000,000
7,000,000
Milyar Rupiah
6,000,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
-
2010 2011 2012 2013 2014
PDRB Kawasan Perkotaan dan
3,282,52 3,512,75 3,757,30 4,002,24 4,250,13
Ibukota Propinsi
PDB Nasional 6,864,13 7,287,63 7,727,08 8,158,19 8,568,11
Prosentase 47.82% 48.20% 48.63% 49.06% 49.60%
Gambar IV.3
Proporsi PDRB kawasan Perkotaan dan Ibukota Propinsi Terhadap PDB Nasional
Tahun 2012-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data BPS
55
Angka inflasi semakin tinggi yang ditunjukkan pada grafik 2
56
Buku Pendapatan Nasional Indonesia 2010-2014
71
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
-
2011 2012 2013 2014
LPE Kawasan Perkotaan dan
Ibukota Propinsi 6.92 6.78 6.68 6.34
57
Data 2010, tidak termasuk kota Pangkal Pinang dan Kota Manado karena data tidak diperoleh
dari pusat riset Bank Indonesia
72
Gambar IV.5
Proporsi Nilai Kredit Properti kawasan Perkotaan dan Ibukota Propinsi Terhadap
Nilai Kredit Properti Nasional Tahun 2010-2014 (dalam milyar rupiah)
Sumber : Hasil Analisis dari Data Bank Indonesia buku SEKDA dan SEKI
Berdasarkan hasil analisa penelitian ini dari Data Survey Perkembangan Properti
Komersial Bank Indonesia periode 2009-2014. Perkembangan Properti Komersial
di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi & Karawang tahun 2009-2014 menunjukan
pertumbuhan penyediaan properti untuk perkantoran mengalami pertumbuhan
tinggi dari semula di tahun 2009 sebesar 731.162 m2 menjadi di tahun 2014
sebesar 1.523.921m2. Stock properti untuk perkantoran ini berdasarkan Data
Survey Bank Indonesia hanya ada di wilayah Jabodebeka. Hal ini menunjukan
bahwa pertumbuhan pusat perdagangan dan jasa khususnya area perkantoran
didominasi di wilayah Jabodebeka. Sementara penyediaan properti untuk
73
Gambar IV.6
Perkembangan Properti Komersial di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi & Karawang
Tahun 2009-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial Bank Indonesia
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Ritel (M2) 524,670 524,670 585,670 585,670 585,670 595,170
Apartemen (unit) - - - 3,940 5,988 9,574
Lahan Industri (Ha) 5,388 5,388 5,418 5,418 5,418 5,541
Gambar IV.7
Perkembangan Properti Komersial di Tangerang, Serang dan Cilegon
Tahun 2009-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial Bank Indonesia
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Ritel (M2) 47,400 - - - 190,000 213,278
Apartemen (unit) 558 4,178 - - 21,955 23,155
Gambar IV.8
Perkembangan Properti Komersial di Bandung
Tahun 2009-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial Bank Indonesia
2,000,000
1,800,000
1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jakarta, Bogor, Depok, Bekas
1,721,582 1,721,582 1,721,582 1,742,795 1,756,795 1,756,795
i & Karawang
Tangerang, Cilegon & Serang 524,670 524,670 585,670 585,670 585,670 595,170
Ba ndung 47,400 - - - 190,000 213,278
Gambar IV.9
Perkembangan Properti Komersial Ritel Antar Wilayah Perkotaan
Tahun 2009-2014 (dalam meter persegi)
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
120,000
100,000
80,000
60,000
40,000
20,000
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Ja ka rta , Bogor, Depok, Bek
68,743 71,505 78,656 87,030 96,262 101,055
a si & Ka ra wa ng
Ta ngera ng, Cilegon &
- - - 3,940 5,988 9,574
Sera ng
Ba ndung 558 4,178 - - 21,955 23,155
Ma ka sar - - - - - 2,532
Gambar IV.10
Perkembangan Properti Komersial Apartemen Antar Wilayah Perkotaan
Tahun 2009-2014 (dalam meter persegi)
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
77
8,000
7,000
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi
5,997 6,197 6,504 6,771 6,771 6,771
& Karawang
Tangerang, Cilegon & Serang 5,388 5,388 5,418 5,418 5,418 5,541
Makasar - - - - - 360
Gambar IV.11
Perkembangan Properti Komersial Lahan Industri Antar Wilayah Perkotaan
Tahun 2009-2014 (dalam hektar)
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
32,361,939
30,640,303
24,015,419
16,850,853
15,060,352 15,221,742
Gambar IV.12
Perkembangan Harga Properti Komersial Perkantoran di Jakarta, Bogor, Depok,
Bekasi dan Karawang Tahun 2009-2014 (Rupiah per meter persegi)
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
70,000,000
60,000,000
50,000,000
40,000,000
30,000,000
20,000,000
10,000,000
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi &
42,860,534 43,043,103 43,449,352 46,187,240 56,599,281 64,116,587
Karawang
Tangerang, Cilegon & Serang 34,878,565 35,734,913 37,482,328 41,604,582 50,746,792 53,121,898
Bandung 24,340,333 - - - 45,866,386 51,172,325
Gambar IV.13
Perkembangan Harga Properti Komersial Ritel Antar Wilayah Perkotaan Tahun
2009-2014 (Rupiah per meter persegi)
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
79
25,000,000
20,000,000
15,000,000
10,000,000
5,000,000
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi &
Karawang 10,911,460 11,383,878 12,035,087 17,495,804 23,231,127 23,781,199
Gambar IV.14
Perkembangan Harga Properti Komersial Apartemen Antar Wilayah Perkotaan
Tahun 2009-2014 (Rupiah per meter persegi)
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi &
732,086 730,315 1,283,668 2,164,952 2,741,840 3,072,518
Karawang
Tangerang, Cilegon & Serang 610,834 620,340 847,979 1,095,692 1,577,388 1,638,589
Makassar - - - - - 1,362,500
Gambar IV.15
Perkembangan Harga Properti Komersial Lahan Industri Antar Wilayah
Perkotaan Tahun 2009-2014(Rupiah per meter persegi)
80
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
Tingkat penjualan properti komersial di keempat wilayah perkotaan,
menunjukkan bahwa tingkat penjualan properti perkantoran di Jabodebeka tahun
2014 mencapai tingkat 98,78%, yang berarti bahwa hampir semua stock properti
perkantoran yang dibangun telah terjual dan hal ini menunjukkan adanya potensi
yang sangat tinggi di properti perkantoran dengan melihat permintaan pasar yang
terus meningkat. Tingkat penjualan properti ritel tertinggi di Jabodebeka pada
tahun 2014 sebesar 93,95%. Namun justru tingkat penjualan tertinggi untuk
apartemen dan lahan industri di wilayah Tangerang, Cilegon dan Serang yaitu
masing-masing sebesar 97,56% dan 87,91%. Hal ini menguatkan argumen bahwa
perkembangan perkotaan Tangerang, Cilegon dan Serang lebih pada penyediaan
pemukiman dan lahan yang tersedia lebih diminati oleh pasar industri. Adapun
gambar perkembangan tingkat penjualan properti komersial tersebut dapat dilihat
di gambar IV.16 s.d IV.19 sebagai berikut:
98.70% 98.78%
96.84%
96.08%
95.26%
94.94%
Gambar IV.16
Perkembangan Tingkat Penjualan Properti Komersial Perkantoran di Jakarta,
Bogor, Depok, Bekasi dan Karawang Tahun 2009-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
81
100.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi
76.58% 73.50% 81.41% 85.22% 92.63% 93.95%
& Karawang
Tangerang, Cilegon & Serang 78.88% 61.44% 78.42% 83.01% 87.36% 89.05%
Bandung 67.93% - - - 89.25% 91.44%
Gambar IV.17
Perkembangan Tingkat Penjualan Properti Komersial Ritel
Antar Wilayah PerkotaanTahun 2009-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi
92.63% 93.82% 95.94% 94.71% 96.90% 93.10%
& Karawang
Tangerang, Cilegon & Serang - - - 100.00% 95.33% 97.56%
Bandung 76.51% 82.02% - - 85.92% 93.74%
Makassar - - - - - 89.63%
Gambar IV.18
Perkembangan Tingkat Penjualan Properti Komersial Apartemen
Antar Wilayah Perkotaan Tahun 2009-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
82
100.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Ja ka rta , Bogor, Depok, Be
73.20% 71.97% 73.24% 77.50% 82.75% 84.09%
ka si & Ka ra wa ng
Ta ngera ng, Cilegon &
70.06% 70.15% 72.13% 75.67% 83.86% 87.91%
Sera ng
Ma ka ssa r - - - - - 85.00%
Gambar IV.19
Perkembangan Tingkat Penjualan Properti Komersial Lahan Industri Antar
Wilayah Perkotaan Tahun 2009-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data Survey Perkembangan Properti Komersial, Bank Indonesia
sampai terendah ini ternyata berbeda dengan pola urutan realisasi PNBP. Adapun
nilai PDRB antar kawasan perkotaan dapat dilihat di gambar IV.21.
58
Hal ini dapat diindikasikan meskipun pertumbuhan barang dan jasa selalu bertambah, maka
tidak akan memperkecil inflasi. Jumlah barang dan jasa tidak seimbang dengan jumlah
nominal uang. Nilai nominal uang semakin tinggi tidak dapat diimbangi dengan pertumbuhan
barang dan jasa. Ini dapat terjadi akibat praktek pem-bunga-an uang (interest rate) di lembaga
keuangan (finansial). Sebagai gambaran misal 1 triliyun yang disimpan Bank dengan suku
bunga 6% setahun maka tambahan nilai nominal uang akan sebesar Rp.60 Milyar yang harus
disubtitusi dengan barang dan jasa.
84
2.500.000
2.000.000
1.500.000
Juta Rupiah
1.000.000
500.000
-
Ibukota
Mebindang Jabodetab Bandung Kedungsep Gerbangke Kartamant Mamminas
Sarbagita Propinsi Nasional
ro ekapunjur Raya ur rtosusilo ul ata
Lainnya
2012 38.267 374.791 53.231 49.533 83.407 18.225 43.871 22.672 115.998 1.509.934
2013 42.073 493.940 65.612 56.577 101.439 25.530 81.417 29.010 136.780 1.830.457
2014 38.890 591.523 67.121 62.073 114.202 27.579 88.091 26.942 128.600 2.010.668
Gambar IV.20
Realisasi PNBP Antar Kawasan Perkotaan Tahun 2012-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data Biro Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran
9.000.000
8.000.000
7.000.000
6.000.000
Milyar Rupiah
5.000.000
4.000.000
3.000.000
2.000.000
1.000.000
-
Ibukota
Mebindang Jabodetabe Bandung Kedungsep Gerbangker Kartamantu Mamminas
Sarbagita Propinsi Nasional
ro kapunjur Raya ur tosusilo l ata
Lainnya
2010 136.392 1.680.243 198.167 151.454 440.873 50.798 61.386 76.326 486.882 6.864.133
2011 149.034 1.793.104 211.613 160.779 471.000 53.581 65.664 83.998 523.980 7.287.635
2012 168.488 1.910.002 227.365 169.905 503.687 56.553 70.434 91.994 558.877 7.727.083
2013 179.343 2.029.982 242.822 180.599 538.373 59.746 75.231 99.736 596.411 8.158.194
2014 190.925 2.150.375 259.182 189.951 574.138 61.848 80.411 106.927 636.379 8.568.116
Gambar IV.21
PDRB Antar Kawasan Perkotaan Tahun 2010-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data BPS, Bank Indonesia dan sumber lainnya
85
10,00
9,00
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
-
Ibukota
Jabodetabek Bandung Gerbangkert Mamminasat
Mebindangro Kedungsepur Kartamantul Sarbagita Propinsi Nasional
apunjur Raya osusilo a
Lainnya
2011 6,06 6,58 5,94 5,76 6,63 5,65 6,87 9,16 7,62 6,17
2012 5,95 6,54 6,73 5,38 6,96 5,51 7,09 8,88 7,12 6,03
2013 6,39 6,28 5,97 5,92 6,58 5,61 6,76 8,27 7,16 5,58
2014 6,18 5,99 5,95 4,92 6,51 5,29 6,83 7,14 6,88 5,02
Gambar IV.22
Laju Pertumbuhan Ekonomi Antar Kawasan Perkotaan Tahun 2011-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data BPS, Bank Indonesia dan sumber lainnya
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
-
Ibukota
Mebindang Jabodetab Bandung Kedungsep Gerbangke Kartamant Mamminas
Sarbagita Propinsi Nasional
ro ekapunjur Raya ur rtosusilo ul ata
Lainnya
2010 7,60 6,57 4,53 6,84 7,23 7,11 7,54 6,82 7,18 6,96
2011 3,52 3,67 2,75 3,25 4,62 3,83 3,40 2,87 3,95 3,79
2012 3,79 4,09 4,02 4,42 4,34 4,25 4,43 4,57 4,72 4,30
2013 10,09 8,45 7,97 7,56 7,55 7,50 7,43 6,24 8,10 8,38
2014 8,24 8,19 7,76 8,46 7,87 6,52 7,85 8,51 8,21 8,36
Gambar IV.23
Inflasi Antar Kawasan Perkotaan Tahun 2011-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data BPS, Bank Indonesia dan sumber lainnya
86
400.000.000
350.000.000
300.000.000
250.000.000
Juta rupiah
200.000.000
150.000.000
100.000.000
50.000.000
-
Ibukota
Jabodetabek Bandung Gerbangkert Mamminasat
Mebindangro Kedungsepur Kartamantul Sarbagita Propinsi Nasional
apunjur Raya osusilo a
Lainnya
2010 4.963.339 62.945.874 6.785.061 3.659.917 9.829.721 1.667.806 4.343.763 4.298.047 15.116.024 148.534.000
2011 7.141.105 81.935.079 8.023.908 4.911.788 12.697.639 2.041.695 5.697.198 5.891.014 22.771.277 197.304.000
2012 8.757.185 105.951.412 11.585.142 5.969.589 16.973.549 2.585.308 7.249.948 7.306.637 28.798.176 241.575.000
2013 10.751.511 130.665.572 15.792.466 6.813.856 21.412.794 3.341.093 9.034.698 8.974.059 33.727.445 305.497.000
2014 11.523.641 146.131.038 18.314.812 7.779.901 24.838.315 2.897.576 10.101.902 9.887.688 36.528.806 342.084.000
Gambar IV.24
Akumulasi Nilai Kredit Properti Antar Kawasan Perkotaan Tahun 2011-2014
Sumber : Hasil Analisis dari Data BPS, Bank Indonesia dan sumber lainnya
Kawasan perkotaan dan ibukota propinsi memiliki luas sekitar 67.01559 km2, atau
hanya sebesar 3,52% dari luas wilayah Indonesia60 yaitu sebesar 1.904.569km2,
namun memiliki jumlah PDRB sebesar 4.259.136 Milyar Rupiah atau mencapai
49,60% dari jumlah PDB Nasional. Begitu pula Laju Pertumbuhan Ekonomi
(LPE) di Kawasan perkotaan, lebih tinggi daripada LPE nasional. Hal ini
menunjukkan bahwa kawasan perkotaan yang luasnya jauh lebih kecil daripada
wilayah nasional ternyata menunjukkan aktivitas perekonomian yang tinggi dan
menghabiskan sumber daya ekonomi yang tinggi. Adapun gambar luas kawasan
perkotaan dan ibukota propinsi dapat dilihat sebagai berikut:
59
Sumber data yang diolah dari:
http://www.kemendagri.go.id/media/filemanager/2013/05/28/b/u/buku_induk_kode_data_dan
_wilayah_2013.pdf dan http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jambi/jambi.pdf
60
http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia
87
2,000,000
1,800,000
1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
-
Luas
Luas
Luas Kawasan
Kawasan
Kawasan Perkotaan &
Luas Daratan Perkotaan &
Perkotaan Ibukota
Indonesia Ibukota
dan Ibukota Propinsi
Propinsi yang
Propinsi Yang
Terpetakan
Bersertipikat
Luas km2 1,904,569 67,015 18,360 10,169
Gambar IV.25
Luas Wilayah, Luas Bersertipikat dan Luas Terpetakan
di Kawasan Perkotaan dan Ibukota Propinsi Tahun 2015
Sumber : Hasil Analisis dari Data Kemendagri, Pusat Data dan Informasi BPN RI dan sumber
lainnya
Luas kawasan perkotaan dan ibukota propinsi pada tahun 2015, ternyata yang
telah bersertipikat baru mencapai 18.360 km2 dan yang terpetakan baru mencapai
10.708 km2. Hal ini diakibatkan akumulasi dari beberapa kawasan perkotaan dan
masih berstatus kabupaten, yang luasan besar namun baru sedikit yang
bersertipikat dan dipetakan. Terdapat juga kawasan hutan seperti di kabupaten
Bogor yang tidak dikeluarkan sertipikat. Adapun secara wilayah kawasan
perkotaan yang belum bersertipikat lebih rinci pada gambar berikut:
88
3,000,000
2,500,000
2,000,000
da la m Ha
1,500,000
1,000,000
500,000
-
Ibukota
Jabodetabeka Bandung Gerbangkerto Mamminasat
Mebindangro Kedungsepur Kartamantul Sarbagita Propinsi
punjur Raya susilo a
Lainnya
2010 242,708 791,051 370,290 372,092 376,744 50,219 130,070 290,430 2,391,550
2011 240,931 779,223 368,490 369,352 372,849 48,724 127,051 288,237 2,428,749
2012 239,508 742,225 367,250 366,141 369,320 46,565 123,714 287,508 2,385,017
2013 237,282 730,432 365,719 362,987 365,398 36,701 121,212 285,961 2,408,030
2014 235,296 720,161 364,286 361,841 363,894 35,354 120,173 284,083 2,400,518
Gambar IV.26
Luas Belum Bersertipikat di Kawasan Perkotaan dan Ibukota Propinsi Tahun
2010-2014 (hektar)
Sumber : Hasil Analisis dari Data Pusat Data dan Informasi BPN RI.
Untuk rata-rata nilai tanah terendah dan tertinggi pada masing-masing kawasan
perkotaan, maka dapat ditunjukkan bahwa rata-rata harga (nilai) tanah tertinggi
berada di kawasan Jabodetabekajur sebesar Rp.28.115.302 per m2. Dan rata-rata
harga tanah terendah di kawasan Kartamantul sebesar Rp.13.167 per m2.
Informasi (terlampir) dapat disampaikan bahwa di Kota Jakarta Pusat memiliki
harga tanah tertinggi mencapai Rp.77.790.000 per m2, dan Kota Mamuju terendah
sebesar Rp. 400 per m2. Adapun harga tanah pada masing-masing kawasan
perkotaan sebagai berikut:
89
30,000,000
25,000,000
20,000,000
15,000,000
10,000,000
5,000,000
-
Mebindangr Jabodetabe Bandung Kedungsep Gerbangker Kartamantu Mamminas
Sarbagita
o kapunjur Raya ur tosusilo l ata
Harga Terendah 2014 651,297 1,119,871 267,200 13,167 111,073 180,000 384,355 12,772
Harga Tertinggi 2014 14,220,962 28,115,302 21,480,000 7,404,500 6,007,429 9,644,667 11,456,825 14,766,667
Gambar IV.27
Rata-Rata Nilai Tanah Terendah Dan Tertinggi Pada Masing-Masing Kawasan
Perkotaan Tahun 2014
Sumber : Hasil Analisis Data dari Direktorat Penilaian Tanah BPN RI.
61
Dengan metode Stepwise, maka variabel prediktor yang tidak signifikan akan otomatis
dikeluarkan.
90
satuannya berbeda yaitu ada per meter, per unit dan per hektar. Sedangkan X7=
Rata-Rata Nilai tanah62 tidak dapat dilakukan pengujian63 karena data terbatas
pada Kota/Kabupaten tertentu dan terbatas di tahun 2014.
Dari hasil regresi64 (tabel 5) menunjukkan bahwa hanya variabel Nilai Kredit
Properti signifikan berpengaruh terhadap realisasi PNBP Kantor Pertanahan di
Kawasan Perkotaan dan Ibukota Propinsi pada Kementerian Agraria dan Tata
Ruang. Pengaruh Nilai Kredit Properti mempengaruhi realisasi PNBP secara
simultan (bersama-sama) dalam model regresi ini ditunjukkan oleh Adjusted R
Square 0,869 dengan nilai signifikansi F sebesar 0,000. Realisasi PNBP dapat
dijelaskan sebesar 86,9% oleh nilai kredit properti. Sisanya dijelaskan oleh faktor
lain yang dapat digali dari hasil tabulasi pengisian kuisoner. Sedangkan secara
parsial, nilai koefisien T sebesar 37.829 dengan signifikansi 0,000 atau diartikan
bahwa nilai kredit secara parsial juga signifikan mempengaruhi realisasi PNBP.
Model regresi ini sudah sangat baik menunjukkan bahwa aspek ekonomi yang
berpengaruh bukanlah PDRB dan Inflasi namun nilai kredit properti. Dapat juga
diartikan bahwa pembelian properti dengan cara kredit sangat diminati
masyarakat untuk tujuan investasi, karena tidak dipengaruhi oleh inflasi. Inflasi
yang menunjukkan kenaikan harga dan kemampuan daya beli, tidak
mempengaruhi pembelian properti karena konsumen properti adalah masyarakat
kelas atas atau perusahaan. Terlebih lagi berdasarkan gambar tingkat penjualan
(gambar IV.17, IV.18 dan IV.19) mencapai 97%. Harga properti (gambar IV.12,
IV.13, IV.14 dan IV.15) yang mencapai Rp.64 Juta per meter persegi
menunjukkan bahwa harga yang semakin mahal tidak menyurutkan minat pembeli
pada properti atau diartikan untuk keperluan investasi.
62
Data dari buku atlas Zona Nilai Tanah di Indonesia, Direktorat Penilaian Tanah, Dirjen
Pengadaan Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
63
Informasi dari SPSS yaitu “cannot be calculated”
64
Hasil regresi lebih lengkap, terlampir.
91
Variabel Nilai Tanah yang semula diduga berpengaruh pada realisasi PNBP,
ternyata berdasarkan hasil regresi menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan.
Nilai tanah dipakai pada rumus tarif pada sub-layanan Keputusan Pembaruan
Hak Atas Tanah untuk Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, atau Hak
Pakai Berjangka Waktu; serta sub-layanan Pemindahan Peralihan Hak Atas
Tanah untuk Perorangan dan Badan Hukum. Kedua sub-layanan ini tidak cukup
signifikan mempengaruhi besaran total layanan Pendaftaran Tanah. Sub-layanan
Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat mendominasi realisasi PNBP dalam
layanan Pendaftaran Tanah. Hal ini diperkuat hubungan realitas bahwa adanya
kredit properti yang diberikan oleh Bank pada nasabah selalu dijamin dengan
sertipikat properti yang ditanggungkan di Kantor Pertanahan dengan sub-layanan
Akta Pemberian Hak Tanggunan tersebut.
Berdasarkan hasil uji korelasi, terdapat hubungan positif yang cukup kuat antara
PDRB dengan Nilai Kredit Properti sebesar 0,799. Hal ini mengindikasikan
bahwa ada pengaruh antara kondisi ekonomi yang ditunjukkan PDRB dengan
Nilai Kredit Properti. Perlu diuji apakah PDRB berpengaruh secara signifikan
terhadap nilai kredit properti atau sebaliknya. Selama ini, keputusan penetapan
suku bunga KPR oleh Bank Indonesia selalu dilandasi alasan untuk menggerak
ekonomi sebagai akibat kondisi perekonomian yang sedang buruk.
Untuk variabel Luas Tanah Belum bersertipikat dan Luas Tanah Belum
terpetakan, terdapat korelasi posistif yang sangat tinggi sebesar 0,996
(multikolinearitas). Hal ini dapat dimaklumi bahwa proses sertipikasi memang
melalui tahap pemetaan bidang dan kemudian disertipikatkan. Tidak semua
bidang tanah yang telah diukur yang diterbitkan Surat Ukur, selalu kemudian
disertipikatkan. Kedua variabel aspek spasial tersebut ternyata tidak berpengaruh
terhadap realisasi PNBP. Namun, lokasi berhubungan dengan tingkat
pertumbuhan properti dan harga properti seperti ditunjukkan gambar IV.9, IV.10,
IV.11, IV.13, IV.14, IV.15 dan IV.23 yang memberikan kesimpulan bahwa
92
R 0,933
R Square 0,870
Adjusted R Suare 0,869
F 1431,003
Sig. F 0,000
T 37,829
Sig. t 0,000
Durbin-Watson 1,814
VIF 1,000
Coefficients
B Std. Error
Constant 2700,314 511,838
Kredit_Properti 0,003 0,000
Sumber : Hasil Analisis
4.2.2 Hasil Analisis Regresi dari Tiap Jenis Realisasi Layanan PNBP
Penelitian ini melakukan uji regresi dengan variabel dependent pada realisasi 9
jenis layanan PNBP. Hasil analisis regresi dari tiap jenis realisasi layanan PNBP
sebagai berikut:
93
Tabel IV.3
Model Summary Per Jenis Layanan
Hasil Regresi dengan software SPSS 18 (metode Stepwise)
No Jenis Layanan N Varibel R Square & Sig.F &T DW
(Variabel Independent Adjusted R
Dependent) Square
1. Survei, 216 1.Kredit_Properti 0.400 & 0.397 0.00 &0.000 1.763
Pengukuran dan 2.PDRB 0.442 & 0.437 0.00 &0.000
Pemetaan
2. Pemeriksaan 216 1.Kredit_Properti 0.333 & 0.330 0.00 &0.000 2.009
Tanah 2.PDRB 0.377 & 0.371 0.00 &0.000
3.L_Blm_Terpetakan 0.400 & 0.392 0.04 &0.000
4.L_Blm_Sertipikat 0.493 & 0.483 0.00 &0.000
3. Konsolidasi 9 Tidak ada variabel yang signifikan
Tanah Swadaya
4. Pertimbangan 204 Kredit_Properti 0.103 & 0.099 0.00 &0.000 1.733
Teknis
5. Pendaftaran 216 1.Kredit_Properti 0.833 & 0.832 0.00 &0.000 1.848
Tanah 2.PDRB 0.840 & 0.839 0.01 &0.001
6. Informasi 216 1.Kredit_Properti 0.568 & 0.566 0.00 &0.000 1.782
2.PDRB 0.612 & 0.609 0.00 &0.000
7. Lisensi 8 Tidak ada variabel yang signifikan
8. P3MB 1 Tidak dapat dilakukan uji karena sampel layanan ini hanya satu
9. Kerjasama 4 Tidak ada variabel yang signifikan
Sumber : Hasil Analisis
Dari hasil tersebut terlihat bahwa hasil uji regresi untuk layanan Survei,
Pengukuran dan Pemetaan, Pemeriksaan Tanah, Pertimbangan Teknis,
Pendaftaran Tanah, dan Informasi menunjukkan bahwa variabel Kredit Properti,
pengaruh signifikan terhadap kelima layanan tersebut. PDRB berepengaruh pada
keempat layanan, dan Luas Tanah Belum Bersertipikat serta Luas Tanah Belum
Terpetakan hanya berpengaruh dengan pemeriksaan tanah. Jika dibandingkan
dengan hasil uji regresi dari total jumlah semua jenis layanan PNBP, terdapat
perbedaan variabel bebas yang signifikan berpengaruh hanya kredit properti. Hal
ini diartikan pada nilai yang lebih besar, utuh dan menyeluruh dari realisasi PNBP
di Kantor Pertanahan kawasan perkotaan dan ibukota propinsi, dipengaruhi oleh
kredit properti saja. Pengaruh akumulasi realisasi layanan survey, pengukuran &
pemetaan; pemeriksaan tanah; dan pertimbangan teknis tidak dominan
membentuk total realisasi PNBP, yang dapat dilihat pada gambar berikut ini:
94
120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
Survei,
Penguk
Pemerik Konsoli Pertimb Penda ft
ura n Informa Kerja sa
sa a n da si a nga n a ra n Lisensi P3MB Tota l
da n si ma
ta na h ta na h Teknis Ta na h
Pemeta
an
2012 14.78% 5.89% 0.00% 1.85% 67.51% 8.71% 1.26% 0.00% 0.00% 100.00
2013 14.19% 4.77% 0.06% 3.49% 69.85% 7.62% 0.02% 0.00% 0.01% 100.00
2014 12.70% 4.47% 0.02% 1.22% 74.25% 7.17% 0.06% 0.10% 0.01% 100.00
Gambar IV.28
Prosentase Tiap Jenis layanan Terhadap Total Realisasi PNBP
Kawasan Perkotaan dan Ibukota Propinsi 2012-2014
Sumber: Hasil analisis dari data Biro Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran
Dari hasil regresi tiap jenis layanan tersebut dapat diintrepretasikan sebagai
berikut:
1. Pelayanan Survei, Pengukuran dan Pemetaan, dipengaruhi secara signifikan
oleh Kredit Properti dan PDRB. Terjadi korelasi antar kedua variabel itu
(pearson Correlation 0,799), namun tidak menunjukkan multikolinearitas
(VIF= 2.762, tidak lebih dari 5 atau 10). Model ini hanya mampu
menjelaskan pengaruh kredit properti dan PDRB secara bersama-sama
terhadap layanan Survei, Pengukuran dan Pemetaan sebesar 39,7% dan
43.7%. Dapat diinterpretasikan bahwa daerah perkotaan yang penggunaan
lahan lebih secara intensif, telah banyak terjadi pemecahan, pemisahan dan
penggabungan sertipikat. Atau diartikan banyak developer yang membeli
bidang tanah kemudian dilakukan pemecahan, pemisahan dan penggabungan
sehingga diperlukan layanan pengukuran ulang. Tanah yang sudah digabung
menjadi Sertipikat Hak Guna Bangunan dan dipecah selanjutnya dapat
diagunkan developer ke bank. Ini sejalan dengan pertumbuhan properti dan
95
informasi titik koordinat, CORS, Peta Pertanahan, informasi nilai tanah atau
kawasan, peta analisis penatagunaan tanah yang dapat membantu developer
dalam proses perencanaan pembangunan properti. Sementara itu PDRB yang
menunjukkan tingkat pendapatn dimungkinkan mempengaruhi masyarakat
untuk melakukan layanan informasi seperti pengecekan sertipikat dan
penerbitan surat keterangan pendaftaran tanah. Realisasi pada layanan
informasi ini, proporsinya kecil dibanding total realisasi PNBP yaitu sebesar
7.17%-8.71% sehingga tidak berpengaruh signifikan.
65
Sejak 1 Januari 2011, BPHTB merupakan pendapatan daerah.
99
Realisasi PNBP Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI yang tinggi tidak
dibarengi dengan realisasi belanja PNBP yang optimal. Adapun alasan yang
sebagaai hasil survei pada Kantor Pertanahan adalah sebagai berikut:
100
66
Jika ingin membeli barang modal baru, kondisi barang lama harus rusak untuk kemudian
dihapuskan. Jumlah barang laptop/komputer dan lainnya dipastikan tidak lebih besar dari
pegawai pengguna alat tersebut.
101
tahun 2015 menyebutkan bahwa bagi pihak tertentu dapat diberikan tarif
sampai nol rupiah untuk pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah;
pemeriksaan tanah panitia A dan petugas Kontatasi; dan layanan Pendaftaran
Pertama Kali. Penjelasan lebih lanjut ditetapkan dalam peraturan Menteri,
yang sedang diproses.
67
http://www.bi.go.id/id - klik menu “Statistik” - klik “SEKDA (Statistik Ekonomi dan
Keuangan Daerah)” - pilih propinsi – klik “download SEKDA terkini” – klik “kategori:
kegiatan perbankan” – pilih file excel no.15.
Atau contoh link
http://www.bi.go.id/id/statistik/sekda/StatistikRegionalDetail.aspx?idprov=11, kemudian
download no.15 (Posisi Pinjaman Yang Diberikan Rupiah Dan Valuta Asing Bank Umum
Dan Bpr Per Dati Ii Menurut Sektor Ekonomi Berdasarkan Lokasi Proyek Di Propinsi)
103
Pada model berikut, hasil forecasting nilai kredit properti selama 2010-2015
kawasan perkotaan dan ibukota propinsi untuk tahun 2016 adalah sebesar
Rp.352.959.292 (juta) sehingga hasil forecasting Realisasi PNBP sebesar
Rp.1.061.697 (juta). Dan jika ditetapkan berdasarkan data historis bahwa kawasan
perkotaan dan ibukota propinsi ini berkontribusi pada 56% pada target nasional
maka realisasi PNBP nasional diperkirakan sebesar Rp.1.895.887 (juta).
Perencanaan target penerimaan PNBP dalam DIPA yang baik adalah mendekati
prediksi realisasi, sehingga belanja PNBP dapat direncanakan dan hal ini dapat
menjadi alasan akademis ketika rapat penetapan target PNBP Kementerian ATR
dengan Komisi II DPR.
Berikut ini dalam tabel IV.3 akan disampaikan forecasting beberapa satuan kerja
Kantor Pertanahan dalam 74 objek penelitian yang telah memberikan data time
series dan feedback (jawaban) atas kuiosoner yang telah dikirim. Tidak semua
Kantor Pertanahan objek penelitian memberikan respon jawaban diakibatkan
kesibukan masing-masing di awal tahun. Namun dalam penelitian ini dianggap
cukup mewakili atas data tabulasi. Dalam tabel terlihat bahwa target DIPA yang
mendekati perhitungan forecasting regresi adalah Kota Serang, Kab. Tangerang&
Kota Tangerang Selatan, Jakarta Utara, Kota Bogor, Kota Yogyakarta,
Palangkaraya dan Makassar. Dapat terjadi disparitas yang tinggi sebab hasil
koefisien regresi cenderung mewakili kawasan Perkotaan & Ibukota Propinsi
secara utuh, bukan per tiap-tiap kota. Hal ini dapat diuji oleh perencana di
masing-masing Kantor Pertanahan. Hasil perhitungan forecasting dapat disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel IV.4 Perhitungan Forecasting dengan Regresi dan Time Series
Forecasting Realisasi PNBP Menggunakan Model Regresi (Nilai Kredit Properti Signifikan Mempengaruhi Target PNBP pada Selisih Antara Forecasting dan
Realisasi PNBP) DIPA DIPA
Data Nilai Kredit Forecasting Analisis Trend Time Series Dari Data
Forecasting Target PNBP pada
No. Propinsi Properti Realisasi PNBP (dalam juta) Menggunakan Model Realisasi PNBP
Objek Penelitian
Analisis Trend (Forecasting) Nilai Kredit Properti Regresi, dengan Variabel X : Analisis Trend Nilai Kredit Regresi Time Series
Properti
2015 2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2016 2016
1 Nasional 1.862.418 2.071.992 2.281.566 2.300.000 1.862.418
2 Kawasan Perkotaan dan - 352.959.292 392.778.396 432.597.501 1.061.578 1.181.036 1.300.493 Tidak dapat dihitung karena data historis realisasi PNBP 1.061.578
Ibukota Propinsi tidak mencapai 5 periode
3 Kota Pekanbaru Riau 4.740.010 5.361.260 5.739.777 6.118.294 18.784 19.920 21.055 12.251 12.048 11.845 12.642 18.784 12.251
4 Kota Jambi Jambi 2.246.813 2.629.367 2.869.344 3.109.321 10.588 11.308 12.028 7.758 8.237 8.716 8.275 10.588 7.758
5 Kota Palembang Sumatera Selatan 5.720.364 6.771.873 7.405.172 8.038.470 23.016 24.916 26.816 23.539 26.440 29.644 16.885 23.016 23.539
6 Kota Bengkulu Bengkulu 1.212.571 1.384.452 1.561.775 1.739.099 6.854 7.386 7.918 2.695 2.964 3.233 3.010 6.854 2.695
7 Kota Pangkal Pinang Kep. Bangka 727.850 998.037 1.147.449 1.296.860 5.694 6.143 6.591 2.438 2.742 3.047 2.042 5.694 2.438
Belitung
8 Kota Serang Banten 2.672.229 3.008.152 3.486.625 3.965.098 11.725 13.160 14.596 24.199 27.124 30.050 17.042 11.725 24.199
9 Kab.Tangerang & Kota Banten 26.017.413 30.739.607 33.975.094 37.210.582 94.919 104.626 114.332 Tidak dapat dihitung karena data historis realisasi PNBP 101.037 94.919
Tangerang Selatan tidak mencapai 5 periode
10 Kota Jakarta Utara DKI Jakarta 11.556.684 14.536.974 15.944.536 17.352.098 46.311 50.534 54.757 44.300 48.498 52.697 55.326 46.311 44.300
11 Kota Jakarta Selatan DKI Jakarta 20.416.392 23.756.853 25.860.423 27.963.993 73.971 80.282 86.592 87.176 99.947 112.718 102.580 73.971 87.176
12 Kota Depok Jawa Barat 9.526.373 11.000.805 12.394.217 13.787.629 35.703 39.883 44.063 33.616 40.872 48.128 28.826 35.703 33.616
13 Kab. Karawang Jawa Barat 4.664.067 8.311.703 9.703.084 11.094.464 27.635 31.810 35.984 22.681 25.789 28.897 19.390 27.635 22.681
14 Kab. Cianjur Jawa Barat 585.365 623.019 679.374 735.729 4.569 4.738 4.908 4.904 5.314 5.725 6.437 4.569 4.904
15 Kota Bogor Jawa Barat 2.716.142 2.780.944 3.023.872 3.266.799 11.043 11.772 12.501 6.854 7.305 7.756 10.047 11.043 6.854
16 Kab. Kendal Jawa Tengah 444.381 467.907 528.775 589.643 4.104 4.287 4.469 5.658 6.281 6.904 6.507 4.104 5.658
17 Kota Yogyakarta D.I Yogyakarta 1.082.568 888.551 952.116 1.015.680 5.366 5.557 5.747 6.588 7.280 7.971 5.602 5.366 6.588
18 Kab. Sleman D.I Yogyakarta 1.874.693 2.130.781 2.341.667 2.552.552 9.093 9.725 10.358 13.047 14.607 16.167 17.758 9.093 13.047
19 Kab. Mojokerto Jawa Timur 411.286 450.035 502.345 554.654 4.050 4.207 4.364 7.177 7.995 8.812 8.012 4.050 7.177
20 Kab. Lamongan Jawa Timur 272.629 317.430 356.720 396.010 3.653 3.770 3.888 6.023 6.690 7.356 6.290 3.653 6.023
21 Kota Denpasar Bali 6.287.518 7.572.608 8.397.813 9.223.017 25.418 27.894 30.369 19.840 22.476 25.112 20.932 25.418 19.840
22 Kab. Badung Bali 2.852.057 3.318.218 3.696.853 4.075.488 12.655 13.791 14.927 36.890 42.453 48.015 40.270 12.655 36.890
23 Kab. Gianyar Bali 563.657 639.906 679.245 718.584 4.620 4.738 4.856 11.613 13.256 14.899 12.088 4.620 11.613
24 Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah 1.253.059 1.451.578 1.634.303 1.817.028 7.055 7.603 8.151 4.816 5.502 6.187 6.512 7.055 4.816
25 Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan 2.653.835 3.161.592 3.465.756 3.769.921 12.185 13.098 14.010 3.944 4.301 4.658 5.927 12.185 3.944
26 Kota Ujung Pandang Sulawesi Selatan 8.364.703 10.029.005 11.011.945 11.994.885 32.787 35.736 38.685 13.412 14.463 15.515 26.551 32.787 13.412
(Makassar)
27 Kota Kendari Sulawesi Tenggara 1.592.553 1.911.122 2.142.433 2.373.745 8.434 9.128 9.822 4.089 4.590 5.091 2.983 8.434 4.089
28 Kota Gorontalo Gorontalo 465.355 554.007 630.114 706.220 4.362 4.591 4.819 Tidak dapat dihitung karena data historis tidak realisasi 1.357 4.362
PNBP mencapai 5 periode
29 Kota Mamuju Sulawesi Barat 232.165 280.677 322.226 363.774 3.542 3.667 3.792 1.475 1.573 1.689 1.924 3.542 1.475
104