1. PENDAHULAUAN
Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki kekayaan dan potensi
pertanian untuk berkembang lebih cepat dan sekaligus memberikan tantangan baru
Sektor pertanian hingga kini tetap memiliki peranan yang strategis dalam
lain ditujukan oleh sektor pertanian sebagai kontributor penting dalam Pembentukan
produk Domestik Bruto, Penyedian dan peningkatan Devisa Negara melalui ekspor
Berdasarkan data-data yang ada pada Badan Pusat Statistik Indonesia, untuk
keseluruhan tahun 2012, sektor pertanian tumbuh sebesar 3,97%, lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2011 yang sebesar 3,37%. Kinerja sektor
kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 315.036,8
miliar rupiah pada tahun 2011 dan 327.549,7 miliar rupiah pada tahun 2012 atau
terhadap PDB Indonesia tahun 2012 turun dari 12,7 persen menjadi 12,5 persen.
Peran sektor pertanian terhadap PDB berada pada peringkat ke dua setelah sektor
industri pengelolaan yaitu sebesar 25,5 persen. (Badan Pusat Statistik Indonesia,
2013).
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk provinsi Riau dari hasil
pertanian, kehutanan, dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar
17,5 Triliun pada tahun 2011 dan 17,9 Triliun pada tahun 2012 atau mengalami
peningkatan sebesar 2,28 persen. Sedangkan peran sektor pertanian terhadap PDRB
Riau tahun 2012 menurun dari 16,96 persen menjadi 16,78 persen namun tetap
3
Dalam Angka, 2013). Untuk melihat PDRB Provinsi Riau atas dasar harga konstan
2000 menurut lapangan usaha termasuk minyak bumi dan gas tahun 2008-2012 dapat
Tabel 1. PDRB Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan
Usaha Termasuk Minyak Bumi dan Gas Tahun 2008-2012 (Juta Rupiah)
2. Pertambangan dan
46.897.464,66 46.887.752,15 47.597.626,32 48.797.771,93 48.353.175,74
penggalian
3. Indutri pengelolaan
9.910.769,31 10.408.040,64 11.104.279,60 11.873.821,60 12.246.562,66
4. Listrik, gas dan air
197.745,09 204.021,91 215.418,61 230.184,80 238.552,70
bersih
6. Perdagangan, hotel
7.504.882,30 8.170.775,01 9.003.031,20 9.909.550,43 11.497.269,11
dan restoran
7. Pengangkatan dan
2.575.353,68 2.788.135,53 3.050.959,99 3.343.837,63 3.746.042,76
komunikasi
8. Keuangan,
1.149.980,23 1.266.639,45 1.391.821,99 1.524.585,3 1.741.223,39
persewaan dan jasa
perusahaan
9. Jasa - jasa
4.382.013,88 4.756.033,97 5.160.106,38 5.603.338,47 6.114.324,91
Provinsi Riau yang ikut memberikan kotribusi yang cukup signifikan terhadap
4
perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi terutama pada sektor pertanian. Hal ini
dapat dilihat pada PDRB Kabupaten Kuantan Singingi atas dasar harga konstan 2000
menurut Lapangan Usaha termasuk Minyak Bumi dan Gas tahun 2008-2012 (Tabel
2).
Tabel 2. PDRB Kabupaten Kuantan Singingi Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Termasuk Minyak Bumi dan Gas Tahun
2008-2012 (Juta Rupiah)
3. Indutri pengelolaan
220,097.60 235,748.82 254,357.93 274,584.47 276,584.47
4. Listrik, gas dan air bersih 4,742.46 5,011.31 5,338,67 5,707.32 6,095.32
7. Pengangktan dan
komunikasi 63,418.04 68,632.81 74,372.28 80,714.74 84,120.74
8. Keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan 36,209.83 41,499.62 47,962.56 53,729.65 55,976.65
Regional Broto (PDRB) untuk Kabupaten Kuantan Singingi dari sektor pertanian
adalah sebesar 52,49 persen pada tahun 2011 dan 54,40 persen pada tahun 2012 atau
mengalami peningkatan sebesar 1,91 persen. Dengan demikian terlihat bahwa sektor
5
Domestik Regional Bruto (PDRB) Kuantan Singingi pada tahun 2012 yaitu sebesar
1.950.684,80 juta rupiah dari total PDRB sebesar 3.585.562,61 juta rupiah atau
konstan 2000 menurut Lapangan Usaha termasuk Minyak Bumi dan Gas tahun
Tabel 3. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Kuantan Singingi Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Termasuk Minyak Bumi dan Gas
Tahun 2010-2012 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2010 2011*) 2012**)
1. Pertanian 52,74 52,49 54,40
2. Pertambangn dan penggalian 11,13 10,87 10,21
3. Indutri pengelolaan 8,18 8,22 7,71
4. Listrik, gas dan air bersih 0,17 0,17 0,17
5. Bangunan 6,00 6,11 6,22
6. Perdagangan, hotel dan restoran 7,81 7,86 7,65
7. Pengangktan dan komunikasi 2,39 2,42 2,35
8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 1,54 1,61 1,56
9. Jasa – jasa 10,03 10,24 9,73
Besarnya kontribusi sektor pertanian ini tidak lepas dari subsektor perkebunan
yang ditunjang dengan luas areal dan produksi perkebunan yang ada baik seacara
nasional maunpun regional di tingkat provinsi dan kabupaten. Untuk tingkat regional
Provinsi Riau tidak berbeda jauh dengan skala nasional, dimana pada tahun 2012
tanaman kelapa sawit memiliki areal yang paling besar yaitu seluas 2.372.402 hektar
6
disusul tanaman kelapa seluas 521.792 hektar dan tanaman karet pada urutan ketiga
seluas 500.851 Ha. Untuk luasan jenis tanaman lainnya diikuti oleh tanaman sagu,
kopi, pinang, gambir, kakao dan tanaman lainnya (BPS Provinsi Riau, 2013)
Singingi pada tahun 2012 luas areal tanaman perkebunan yang terbesar ditempati oleh
tanaman karet dengan luas 146.216,21 Ha. Sedangkan tanaman kelapa sawit berada
pada urutan kedua dengan luas 126.803,28 Ha dan tanaman kakao berada pada urutan
ketiga dengan luas 2.203,17. Untuk melihat perkembangan luas tiga jenis tanaman
Tabel 4. Luas Lahan Tiga Jenis Tanaman Perkebunan Unggulan dengan Jumlah
Produksi dan Jumlah Petani di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun
2007-2012
Luas Lahan (Ha) Produksi (ton) Jumlah Petani (KK)
Tahun Kaka
Karet Sawit Kakao Karet Sawit Karet Sawit Kakao
o
2007 159.873 114.904 3.231 69.638 1.731.797 4.464 93.884 33.161 6.906
2008 158.891 115.527 3.25 79.036 2.738.994 4.389 92.875 28.036 7.129
2009 151.909 119.149 3.952 101.216 1.834.607 2.42 66.252 34.821 751
2010 152.392 119.808 3.208 49.997 310.045 2.749 66.713 35.745 3.322
2011 152.466 120.579 2.194 55.617 325.38 1.816 64.949 38.773 3.333
2012 146.216 126.803 2.203 56.299 328.539 1.823 62.751 44.117 3.339
Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Kuantan Singingi 2013
Dari Tabel 4 diatas terlihat bahwa, pada tanaman karet terjadi penurunan luas
areal pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 dari luasan 159.873 Ha menjadi
151.909 Ha. Namun tidak demikian halnya dengan produksi tanaman karet, dimana
pada tahun 2007 sampai dengan 2009 produksi karet justru mengalami peningkatan
7
dari 69.638 ton menjadi 101.216 ton. Sedangkan pada tahun 2009 sampai tahun 2011
terjadi kecendrungan peningkatan luas areal kebun karet menjadi 152.466 dan terjadi
penurunan produksi karet menjadi 55.617 ton. Sedangkan pada tahun 2012 terjadi
penurunan luas areal menjadi 146.216 Ha dan terjadi peningkatan produksi karet
bahwa total untuk produksi perkebunan karet di Kabupaten Kuatan Singingi adalah
sebanyak 56.299 ton atau sebesar 14,1 persen dari total produksi sektor perkebunan
Kabupaten Kuatan Singingi. Untuk melihat data jumlah petani karet, luas tanaman
dan produksi karet pada 15 kecamatan di Kabupaten Kuantan Singngi tahun 2012 di
Kuatan Singingi pada tahun 2011 telah memprogramkan peremajaan tanaman karet
rakyat. Melalui APBD Kabupaten Kuatan Singingi, luas tanaman karet rakyat yang
diremajakan melalui Dinas Perkebunan pada tahun 2011 seluas 800 ha. Peremajaan
kebun karet ini diharapkan dapat menggantikan karet-karet tua masyarakat dan sesuai
subsektor perkebunan.
Dalam program ini, para petani selain mendapatkan bantuan bibit karet
okulasi dalam polybag secara gratis juga akan diberikan pupuk secra cuma-cuma
serta bantuan biaya cincang rumput dan pemagaran. Kegiatan peremajaan karet ini
Benai, Pangean, Kuantan Hilir, Inuman, Logas Tanah Darat, Singingi), dimana saat
1.2.Perumusan Masalah
karet rakyat berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Kuantan Singingi
hanya sebesar 0,78 ton/ ha/tahun, hal itu sebabkan oleh faktor-faktor antara lain : (1)
mayoritas petani belum menggunakan bahan tanam klon karet unggul (okulasi) dan
9
belum menerapkan standar budidaya serta pemeliharaan kebun karet dan juga
teknologi pasca panen yang direkomendasikan, (2) terdapat areal kebun karet tua
yang cukup luas yang perlu segera diremajakan. Faktor-faktor tersebut saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Faktor ini menjadi penentu sekaligus menjadi
khususnya petani karet yang mengalami masalah dalam usahanya untuk menigkatkan
produksinya.
adalah dengan membatasi setiap tindakan yang dianggap mengurangi nilai tambah
dan meningkatkan hal-hal yang dianggap dapat menaikan nilai tambah terhadap
produksi. Faktor yang mempengaruhi hasil produksi merupakan tolak ukur dalam
Penggunaan faktor-faktor produksi haruslah secara tepat dan dalam kombinasi yang
didalam penelitian ini faktor-faktor yang akan dianalisa yang mempengaruhi produksi
tanaman karet diantaranya jumlah produksi karet, luas area tanaman (jumlah tanaman
yang menghasilkan), jumlah tenaga kerja, penggunaan pupuk (Urea, SP-36, KCL),
Kuantan Singingi?
Kuantan Singingi
digunakan sebagai salah satu wadah bagi peneliti untuk mengimplikasikan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan dan sebagai referensi sumber
faktor-faktor produksi karet. penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan
bagi petani karet dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas produksinya.
12
sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani dari
Seperti yang diketahui sektor pertanian di Indonesia dianggap penting. Hal ini
terlihat dari peranan sektor pertanian terhadap penyediaan lapangan kerja, penyedian
pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan sebagainya. Oleh karena itu
wajar kalau biaya pembangunan untuk sektor pertanian ini selalu tiga besar di antara
tentang syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian. Syarat
pokok pembangunan pertanian meliputi: (1) adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani,
(2) teknologi yang senantiasa berkembang, (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat
13
produksi secara lokal, (4) adanya perangsang produksi bagi petani, (5) tersedianya
pertanian meliputi: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produksi, (3) kegiatan
gotong royong petani, (4) perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan (5)
sektor pertanian telah terbukti dari keberhasilan sektor ini pada saat krisis ekonomi
yang lalu dalam menyediakan kebutuhan pangan pokok dalam jumlah yang memadai,
dan tingkat pertumbuhannya yang positif dalam menjaga laju pertumbuhan nasional.
sektor pertanian tumbuh sekitar 3,73 persen rata-rata pertahun pada periode
1968-2001, suatu angka pertumbuhan yang tidak terlalu rendah. Peran subsektor
pangan dan tanaman perkebunan cukup dominan dalam struktur pertumbuhan sektor
pertanian tersebut sepanjang lebih dari tiga dasawarsa tersebut. Kebijakan yang
merupakan refleksi dari prioritas dan strategi yang dipilih, walupun sering melalaikan
basis penting sektor pertanian dalam setting kebijakan ekonomi makro umumnya.
Beberapa kebijakn strategis dari berbagai sektor yang perlu ditekankan dalam
yang kondusif, yaitu inflasi yang rendah, nilai tukar yang stabil dan suku bunga riil
14
yang berkaitan dengan rehabilitasi jaringan irigasi dan sarana pertanian lainnya, (3)
kebijkan pembiayaan, (4) kebijkan yang sesuai dengan karakteristik usaha pertanian,
menekankan pada agroindustri skala kecil dipedesaan, dan (5) dukungan pemerintah
daerah pada pembangunan pertanian melalui alokasi APBD yang memadai dan
dari pendekatan komoditas ke sumber daya, dimana para perencana dan pelaksana
pembangunan pertanian sekarang tidak boleh lagi berpikir parsial, tetapi harus
pertanian tertentu harus dicapai (misalnya pendekatan produksi), tetapi harus pula
komoditas lain. Oleh karena itu pendekatan sumberdaya ini pada sasarannya
pertanian dapat berhasil bersamaan dengan pembangunan sektor ekonomi yang lain.
faktor-faktor produksi, yaitu alat dan sarana untuk melakukan proses produksi. Proses
15
produksi juga melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor-faktor produksi
yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Dalam pertanian proses produksi
antara input dan output. Sedangkan menurut Putong (2003), fungsi produksi adalah
hubungan teknis bahwa produksi hanya bisa dilakukan dengan menggunakan faktor
produksi. Bila faktor produksi tidak ada, maka produksi juga tidak ada.
Menurut Soekartowi (2003), produksi adalah hasil gabungan atau hasil akhir
suatu proses produksi dari berbagai faktor-faktor produksi dalam suatu proses
hubungan yang saling berkaitan satu sama lainnya dengan melihat hubungan kausal,
Menurut Beattie dan Taylor (1994), produksi yaitu proses kombinasi dan
jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau produk).
Kata input dan output hanya memiliki pengertian dalam hubungannya dengan proses
produksi tertentu. Misalnya bahwa suatu output dari satu proses produksi bisa
mempunyai prilaku tertentu, dimana pada waktu faktor produksi nol, kuntitas
produksi juga nol. Semakin banyak kuantitas faktor variabel yang digunakan semakin
besar kuantitas produksi. Penambahan kuantitas faktor variabel ini berjalan terus
16
faktor produksi lain yang justru menurunkan kuantitas produksi (Sudarsono, 1984).
beberapa faktor produksi sekaligus. Masalah ekonomi yang kita hadapi kini adalah
tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya baik secara fisik maupun secara ekonomis
(Mubyarto, 1994).
Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Produk atau
produksi dalam bidang pertanian atau lainnya dapat bervariasi, antara lain disebabkan
karena perbedaan kualitas. Hal ini dimengerti karena kualitas yang baik dihasilkan
oleh proses produksi yang dilaksanakan dengan baik dan begitu juga sebaliknya
kualitas produksi menjadi kurang baik bila usahatani tersebut dilaksanakan dengan
Faktor produksi dalam usahatani mencakup tanah, modal, dan tenaga kerja.
Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya mustahil
usahatani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi faktor yang
mengenai tanah, usaha pertanian dapat dilakukan dengan baik (Daniel, 2002). Dalam
ilmu ekonomi mikro dikenal dengan apa yang disebut fungsi produksi yaitu suatu
fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik atau output dengan
Dalam melakukan proses produksi faktor produksi merupakan hal yang harus
ada dan tetep tersedia karena sarana produksi merupakan input yang sangat berperan
aktif dalam menjamin kelancaran kegiaan produksi. Faktor produksi meliputi lahan,
modal (baik dalam bentuk barang seperti benih, pupuk, obat-obatan, maupun uang
Faktor produksi adalah semua pengorbanan yang diberikan pada tanaman agar
mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi yang sangat
mempengaruhi besar kecilnya hasil yang diperoleh adalah lahan, bibit, pupuk,
pestisida, tenaga kerja dan aspek manajemen (Suratiyah. K, 2006). Faktor produksi
II.3.1. Lahan/Tanah
Tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman. Faktor tanah tidak terlepas dari
pengaruh alam sekitarnya seperti sinar matahari, curah hujan dan sebagainya. Tanah
bukan merupakan barang produksi, tidak dapat diperbanyak dan tidak dapat
dipindah-pindahkan. Oleh karena itu, tanah dalam usahatani mempunyai nilai besar
(Suratiyah. K, 2006).
tempat dimana produksi berjalan dan dari mana hasil-hasil produksi keluar. Faktor
produksi tanah mempunyai kedudukan yang penting. Hal ini terbukti dari besarnya
balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan faktor-faktor produksi yang lain.
Sedangkan menurut Djaenudin (2000), lahan merupakan bagian dari bentang alam
18
dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetaria) yang semuanya secara
II.3.2. Modal
Menurut Mubyarto (1999) modal adalah barang atau uang yang bersama-sama
faktor produksi lain seperti tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang
berupa hasil pertanian. Modal adalah benda yang diciptakan manusia dan digunakan
untuk memproduksi karet yang dibutuhkan oleh petani. Agar dapat mencapai
produktivitas yang tinggi maka kegiatan produksi harus dilakukan secara efektif dan
efisien. Efisiensi produksi adalah banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh
Setiap akhir panen, petani akan menghitung berapa kali produksinya dan
berapa produksi yang dihasilkan (pendapatan kotor). Setelah semua biaya dikurangi
dari pendapatan kotor barulah petani mendapatkan pendapatan bersih. Biaya produksi
efisien terlihat dari rasio pendapatan kotor dengan biaya produksi lebih dari satu.
Cost Ratio (RCR). Menurut (Soekartawi, 2002) suatu usahatani dikatakan efisien jika
Return Cost Ratio besar dari satu, dengan kata lain usahatani tersebut dapat
dilanjutkan.
19
dalam kegiatan produktif pada produksi barang dan jasa. Adapun defenisi tenaga
kerja menurut Mubyarto (1999) adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara
yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka
dan jika mereka mau berpartispasi dalam aktivitas tersebut. Sukirno (2004)
menyatakan bahwa usia produktif untuk bekerja berada pada usia 15-55 tahun. Umur
digunakan tenaga kerja pria dewasa. Sedangkan tenaga kerja wanita dan anak-anak
dikonversikan kedalam tenaga kerja pria dewasa. Untuk satuan hari kerja pria (HKP)
setara dengan 1 HKP dan untuk tenaga kerja wanita sama dengan 0,8 HKW,
sedangkan tenaga kerja anak-anak 0,5 HKP. Perhitungan ini berdasarkan atas lama
II.3.4. Manajemen
penting jika dikaitkan dengan kata efisien, artinya walaupun faktor produksi tanah,
pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan modal dirasa cukup, akan tetapi jika tidak
dikelolah dengan baik, maka produksi yang tinggi yang diharapkan juga tidak akan
dalamnya. Pada umumnya ada 4 fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat
penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi pemanfaatan input (efisiensi
Kabupaten Cilacap. Variabel independen yang di gunakan adalah luas lahan, tenaga
kerja, pupuk dan mangkuk karet. Penelitian ini menggunakan alat bantuan Software
Frontier Version 4.1c. Untuk menganalisis nilai efisiensi teknis menggunakan model
SPF yang telah mengalami pengembangan lebih lanjut, yaitu model Stochastic
secara harga dan ekonomi. Nilai return to scale sebesar 1,13385. Hal ini
menunjukkan bahwa usahatani karet tersebut berada pada Increasing return to scale,
yaitu apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih
21
banyak dari pada unit input sebelumnya. Untuk perhitungan R/C ratio hasil sebesar
0,96415 hal ini mempunyai arti bahwa usahatani karet belum menguntungkan pada 5
tahun pertama karena awal masa produksi karet pada usahatani karet di Kecamatan
Dayeuhluhur terjadi pada 5 tahun setelah penanaman karet sedangkan biaya yang
dikeluarkan selama 5 tahum belum diimbangi oleh hasil produksinya yang baru
Hasil Poduksi Karet di Gunung Para PTPN III”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
di Gunung Para PT. Perkebunan Nusantara III. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder runtun per triwulan untuk tahun 2009 hingga 2012 yang
diperoleh di PT Perkebunan Nusantara III. Dalam penelitian ini, metode analisis yang
digunakan adalah Metode Backward. Alat bantu yang digunakan dalam mengelola
mempengaruhi jumlah hasil produksi karet di PTPN III adalah Luas lahan, Jumlah
92,6 % yang berarti adanya hubungan linier sempurna langsung antara X dan Y,
pestisida,Jumlah tenaga kerja maka semakin meningkat juga jumlah produksi karet di
Karet Rakyat di Desa Ranah Sungkai Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten
Pemupukan ), Luas Lahan, Modal, Pendidikan dan Pengalaman Kerja Petani Karet di
Desa Ranah Sungkai Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah tenik dokumenter dan teknik komunikasi
secara tidak langsung dengan alat pengumpul data adalah angket, kemudian dianalisis
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tidak semua proses yang
dilakukan petani dalam hal penerapan faktor-faktor produksi karet sesuai bagi
tanaman.(2) Luas lahan yang dimiliki petani di desa Ranah Sungkai masih tergolong
sempit, ini terlihat dari sebahagian besar 20 petani (66,67%) memiliki lahan yang
sempit (1-2 hektar). (3)Modal yang digunakan petani tergolong kecil karena
pendidikan petani yang paling banyak adalah tamat SD. Kemudian pengetahuan
mereka tentang karet sebahagian besar 23 petani atau (76,67%) di peroleh secara
turun-temurun atau secara tradisional dari orang tua. (5) Petani sudah cukup
karet di desa Ranah Sungkai sudah tergolong berpengalaman sedang (6-15 tahun )
23
Eka, Zainal dan Ibnu (2013) dalam jurnal “Analisis Produksi Lateks Pada
PTPN VII Way Berulu”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa
saja yang paling mempengaruhi produksi lateks pada PT. Perkebunan Nusantara VII
(Persero) Unit Usaha Way Berulu. Metode pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan metode tabulasi dan komputasi. Analisis data dan pengujian hipotesis
Usaha Way Berulu dipengaruhi oleh luas panen, penggunaan pupuk urea, penggunaan
pupuk TSP, curah hujan, dan pemberian SEM. Luas panen dan pupuk TSP tidak
lateks di kebun Unit Usaha Way Berulu belum efisien. Proses produksi lateks Unit
Usaha Way Berulu berada pada daerah Decreasing return to scale. Model fungsi
produksi hasil penelitian memiliki jumlah koefisien regresi sebesar 0,746. Daerah
Decreasing return to scale merupakan daerah dimana penambahan satu satuan input
akan menurunkan output dari produksi lateks. Agar produksi lateks perusahaan
optimal maka penggunaan pupuk urea harus dikurangi sebesar 21.040 kg dan
Kabupaten Bengkalis”. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis penggunaan
variabel independen yang digunakan meliputi pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl,
pupuk NPK, pupuk MOP, pupuk CRP, pupuk Kiserit, pupuk Solit, pupuk Za, pupuk
Dolomit, pupuk Borat, Round Up, Gramaxone, Herbatop dan HOK. Metode analisis
berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit yaitu pupuk Urea 0,03 atau 97%
mempengaruhi produksi dan HOK 0,00 atau 100% mempengaruhi produksi dengan
menunjukkan bahwa perlu penambahan pupuk Urea dan HOK. Nilai NPM/Px untuk
pupuk Urea dan HOK adalah lebih dari satu (1) yang artinya perlu dilakukan
penambahan pupuk Urea dan HOK agar tercapai produksi yang efisien.
Kabupaten Pelalawan”. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis
pengaruh faktor produksi terhadap produktivitas kelapa sawit, (2) melihat kondisi
independen meliputi tenaga kerja, Herbisida, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk TSP,
Kiserit dan Dolomit. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis regresi berganda
Dari penelitiannya menyatakan bahwa untuk pupuk TSP dan Urea masih
dapat dilakukan penambahan jumlah untuk pupuk tersebut, sedangkan untuk tenaga
25
ekonomi agar keuntungan yang di dapat petani optimal maka untuk herbisida, tenaga
kerja, pupuk TSP, dan pupuk KCl perlu dilakukan penambahan dalam
penggunaannya.
26
Riau yang ikut memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap perekonomian
Kabupaten Kuantan Singingi terutama pada sektor pertanian yaitu sebesar 54,40
persen pada tahun 2012. Besarnya kontribusi sektor pertanian ini tidak lepas dari
subsektor perkebunan yang ditunjang dengan luas areal dan produksi perkebunan
yang ada baik seacara nasional maupun regional di tingkat provinsi dan kabupaten.
karet rakyat. Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Kuantan Singingi
ton/ ha/tahun. Produksi dan produktivitas tanaman karet tidak selalu mengalami
faktor. Dalam penelitian ini akan dibahas analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor
dengan metode OLS (Ordinary Least Squares) dengan tujuan untuk mengetahui
Singingi.
27
merupakan daerah yang memiliki perkebunan karet yang cukup luas di Kabupaten
Kuantan Singingi. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 sampai dengan
bulan November 2014 yang meliputi penyusunan proposal, pengumpulan data dan
yang mengambil sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai
alat pengumpulan data. Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani
Multy Stage Purposive Sampling. Sampel diambil pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan
Kuantan Tengah, Singingi dan Singingi Hilir, yang mana ke-3 kecamatan tersebut
memiliki luas perkebunan dan produksi karet yang cukup banyak. Untuk
masing-masing kecamatan dipilih 1 desa, yaitu Desa Jaya Kopah dengan jumlah
petani karet adalah 1457 kepala keluarga, Desa Muara Lembu sebanyak 907 kepala
keluarga dan Desa Petai. Untuk menentukan jumlah sampel di masing-masing desa
maka digunakan rumus Slovin, yaitu sebagai berikut (Sevilla dalam Wicaksono,
2012):
𝑁
n= 2
1+𝑁𝑒
dimana:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
29
Data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
digunakan (luas lahan, penggunaan pupuk, jumlah tenaga kerja, Herbisida), dan
biaya-biaya yang dikeluarkan selama produksi, serta jumlah produksi karet yang di
hasilkan.
Data sekunder yang diperlukan diperoleh dari instansi terkait yaitu dari Kantor
Desa, Dinas Perkebunan Provinsi dan Kabupaten Kuantan Singingi, Biro Pusat
Statistik (BPS), BPP Kuantan Singingi serta literatur-literatur lainnya yang terkait
dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen,
yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan
(Soekartawi, 1990):
dimana:
Y = Jumlah Produksi Karet (kg/hektar/tahun)
X1 = Luas Areal Tanaman Menghasilkan (hektar/tahun)
X2 = Jumlah Tenaga Kerja (HKP/Hektar/tahun)
X3 = Penggunaan Pupuk Urea (Kg/hektar/tahun)
X4 = Penggunaan Pupuk SP-36 (Kg/hektar/tahun)
X5 = Penggunaan Pupuk KCL (Kg/hektar/tahun)
X6 = Herbisida (liter/hekar/tahun)
D = Dummy Bibit, dimana:
D1 = 1 adalah bibit unggul
D2 = 0 adalah bibit tidak unggul
b0 = Intersep
b1...b7 = farameter faktor produksi yang akan diduga
e = logaritma natural, e=2,718
u = Variabel Pengganggu
Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 Ln X4 + b5 Ln X5 + b6 Ln X6 + b7
D + u ……………………………………………………………...…….(2)
Menurut Ghozali (2005) adanya perbedaan dalam satuan dan besaran variabel
bebas maka persamaan regresi tersebut harus dibuat dengan model logaritma natural.
heteroskesdasitas, dan autokorelasi dalam Gujarati (2003). Uji klasik ini dapat
memenuhi dasar linear klasik atau tidak. Dengan terpenuhinya asumsi-asumsi klasik
ini maka estimator OLS dari koefisien regresi adalah penaksir tak bias linear terbaik
BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) dalam Gujarati (2003), agar tahap estimasi
yang diperoleh benar dan efektif. Salah satu asumsi yang harus dipenuhi untuk
memenuhi sifat BLUE adalah homoskedastisitas, bila asumsi tersebut tidak terpenuhi
error tidak kosntan. Variansi error yang tidak kostan ini menyebabkan kesimpulan
dilanjutkan dengan uji hipotesis kemudian dilakukan uji efisiensi sehingga tujuan
penelitian yang ketiga dapat terjawab, yaitu untuk menganalisis efisiensi penggunaan
distribusi normal atau tidak. Metode yang digunakan untuk menyelidiki hal tersebut
32
salah satunya adalah uji Jarguae Bera atau JB test dengan membandingkan nilai J-B
hitung dan nilai X2 tabel. Adapun formula uji statistik JB adalah sebagai berikut
(Widarjono, 2009):
2
⎡ 𝑆 (𝐾− 3 ) ⎤
JB hitung = n ⎢ 6
+ 24 ⎥
⎣ ⎦
……………………………………...................(3)
dimana:
S = skewness statistik
K = kurtosis
Jika nilai JB hitung > nilai X2 tabel maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa
residual berdistribusi normal ditolak. Dan sebaliknya jika JB hitung < nilai X2 tabel
maka hipotesis nol yang menyakan bahwa residual berdistribusi normal diterima.
dalam model regresi hal itu berarti terdapat hubungan sempurna antara beberapa
Factor (VIF) dengan persamaan VIF = 1/ tolerance. Apabila nilai VIF < 10 maka
dapat dikatakan tidak terdapat multikolinearitas yang sempurna dalam model regresi
(Widarjono, 2009).
dalam pemakaian OLS, maka penaksiran OLS tidak efisien lagi dalam sampel besar
dan sampel kecil, serta uji t-test akan menyebabkan kesimpulan yang salah
(Widarjono, 2009)
tidak lagi BLUE. Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedasitas dapat
dilakukan dengan uji White. Secara manual, uji ini dilakukan dengan meregresi
^
residual kuadrat (𝑒i2) dengan variabel bebas. Dapatkan nilai R2, untuk menghitung X2,
dimana X2 = n*R2. Kriteria yang digunakan adalah apabila X2 tabel < nilai
regresi linier terdapat korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain
yang berlainan waktu. Model regresi dikatakan baik apabila tidak terjadi autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu
sama lainnya. Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dilakukan dengan
menggunakan uji Breusch-Godfrey atau uji Langrange Multiplier. Dalam hasil uji
Langrange Multiplier (LM) apabila nilai Obs*R-squared lebih besar X2 tabel tabel
34
Demikian sebaliknya, nilai Obs*R-squared lebih kecil dari nilai X2 tabel dengan
probabillity X2 > 5% hal tersebut berarti bahwa model terbebas dari masalah
yang sama terhadap variabel dependen. Pengujian yang dilakukan menggunakan uji
distribusi F. caranya, yakni dengan membandingkan antara nilai kritis F (Ftabel) dengan
nilai F ratio (Fhitung) yang terdapat pada tabel Analysis of Variance (ANOVA) dari hasil
perhitungan. Jika Fhitung > Ftabel, maka semua variabel independen (X) berpengaruh
terhadap nilai variabel dependen (Y) dan sebaliknya Jika Fhitung < Ftabel, maka semua
dependen dijelaskan oleh semua variabel independen akan dianalisis melalui nilai
(Widarjono,2009):
^ 2
∑(𝑌𝑖−𝑌)
R2 = ……………………………………………………………..…
^ 2
∑(𝑌𝑖−𝑌)
(5)
Nilai koefisien determinasi ini terletak antara nol dan satu. Apabila nilai
2009).
bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap
tambahan satu variabel independen, nilai R2 juga ikut meningkat tidak peduli apakah
mengevaluasi model regresi yang terbaik (goodness-of fit) dimana kedua model
36
mempunyai variabel dependen yang sama. Model yang di pilih adalah sebuah model
yang mempunyai nilai R2 atau R2 yang lebih tinggi dibandingkan model yang lain.
jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi
tidaknya koefisien regresi atau agar dapat diketahui variabel independen (X) yang
Kabupaten Kuantan Singingi dilakukan dengan uji t. Apabila ttabel > thitung, maka H0
ditolak dan H1 diterima sampai dengan toleransi level of Significance (α) 10%.
produksi karet.
7. Pengaruh penggunaan bibit unggul dan tidak unggul terhadap produksi karet.
efisiensi dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu efisiensi alokatif, efisiensi
teknis, dan efisiensi ekonomi. Suatu produksi dikatakan mencapai efisiensi alokatif
apabila Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan harga faktor produksi yang
diterima akibat pemakaian tambahan unit input. Secara matematis dapat dituliskan
𝑁𝑃𝑀𝑥
NPMx = Px atau 𝑃𝑥
= 1
…………………………………………..………(6)
faktor produksi. Marginal Physical Product (MPP) adalah perubahan atau satu unit
output yang diakibatkan oleh adanya perubahan satu uni input. MPP diperoleh dari
Power Function :
dimana:
MPPxi = Marjinal Physical Product dari Xi
X1, X2…… X4 = Jumlah faktor produksi
a0 = Konstanta
a1,a 2,……a4 = Koefisien elastisitas dari masing-masing faktor produksi
hubungan antara efisiensi teknik, efisiensi ekonomi dan efisiensi haraga adalah
EE = ET x EH …………………………………….………………………. (8)
dimana:
EE = Efisiensi Ekonomi
ET = Efisiensi Teknik
EH = Efisiensi Harga
40
Adapun besaran ET ≤ 1, EE ≤ 1, dan EH tidak selalu harus kurang atau sama dengan
satu.
memperoleh data dan untuk menghindari tafsiran yang berbeda tentang konsep yang
2. efisiensi alokatif adalah apabila Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan
4. Faktor produksi adalah keseluruhan input yang digunakan dalam proses produksi
tanaman karet
5. Nilai Produksi Marginal (NPM) adalah tambahan pendapatan yang diperoleh dari
6. Marjinal Physical Product (MPP) adalah tambahan pada produksi total yang
7. Produksi adalah hasil gabungan atau hasil akhir suatu proses produksi dari
8. Produksi optimum adalah tingkat produksi yang dicapai dari setiap unit
9. Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelas kan (Y) dari