Anda di halaman 1dari 22

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi nasional beberapa tahun terakhir antara tahun

2002 hingga tahun 2014 yang terlihat dari data Produk Domestik Bruto

(PDB) Indonesia menurut lapangan usaha telah mengalami peningkatan. Data

menunjukan bahwa sektor pertanian yang didalamnya terdiri dari sub sektor

pertanian (tanaman pangan dan perkebunan), peternakan, kehutanan dan

perikanan merupakan salah satu sektor dengan angka pertumbuhan yang

selalu meningkat dan berkembang. Memberikan kontribusi/sumbangan relatif

besar terhadap nilai total PDB yaitu sebesar 13%, namun masih berada

dibawah sektor Industri pengolahan sebesar 26%, dan sektor perdagangan,

hotel dan restoran sebesar 17%.

Tabel 1.1
Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun
2002 - 2014 Siklus Enam Tahunan (dalam milyar rupiah).
No. Lapangan Usaha 2002 2008 2014 Rata-rata Kontribusi
Pertanian, Peternakan,
1 Kehutanan dan 231.613,5 284.619,1 350.722,2 288.984,9 13%
Perikanan
Pertambangan dan
2 169.932,0 172.496,3 195.425,0 179.284,4 8%
Penggalian
3 Industri Pengolahan 419.387,8 557.764,4 741.835,7 572.996,0 26%
Listrik, Gas, dan Air
4 9.868,2 14.994,4 22.423,5 15.762,0 1%
Bersih
5 Bangunan 84.469,8 131.009,6 194.093,4 136.524,3 6%
Perdagangan, Hotel
6 243.266,6 363.818,2 524.309,5 377.131,4 17%
dan Restoran
Pengangkutan dan
7 76.173,1 165.905,5 318.527,9 186.868,8 9%
Komunikasi
Keuangan, Persewaan
8 131.523,0 198.799,6 288.351,0 206.224,5 10%
dan Jasa Perusahaan
9 Jasa - Jasa 138.982,4 193.049,0 273.493,3 201.841,6 9%
Produk Domestik Bruto 1.505.216,4 2.082.456,1 2.909.181,5 2.165.618,0 100%
commit
Sumber: Badan Pusat Statistik, to user2016.
data diolah

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

Secara umum kontribusi terbesar diantara sembilan sektor dikuasai

oleh tiga sektor usaha tersebut diatas. Kontribusi terbesar PDB Indonesia

selama tahun 2002 hingga 2014 yaitu dikuasai oleh sektor industri

pengolahan yang tersebar di tiap-tiap wilayah/daerah seluruh Indonesia.

Sektor industri pengolahan tersebut didominasi pada bagian industri tanpa

migas sebesar 91% sedangkan sisanya pada bagian industri migas yanga

hanya sebesar 9%.

Walaupun sektor pertanian bukanlah urutan yang pertama, namun

sektor pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Nilai

dan peranannya tetap bermakna, nilai tambah sektor pertanian dari waktu ke

waktu tetap selalu meningkat. Peranan sektor ini dalam menyerap tenaga

kerja tetap yang terpenting (Dumairy, 1997:204). Indonesia merupakan salah

satu negara terkaya di dunia dengan keunggulan sumber daya alam yang

dimiliki, bentang alam berupa dataran dan kelautan yang begitu luas serta

keanekaragaman hayati yang dimiliki menjadi objek ladang penghasilan bagi

terlaksananya pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Umumnya penduduk di negara sedang berkembang yang bekerja di

sektoral produksi primer seperti pada sektor pertanian (tanaman pangan dan

perekebunan, perternakan, kehutanan, dan perikanan), dan sektor

pertambangan dan penggalian berjumlah lebih dari 60%, di sektoral produksi

sekunder (sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih dan

sektor bangunan) kurang dari 20%, dan di sektoral produksi tersier (sektor

commit
perdagangan, hotel dan restoran, to user
sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa) kurang lebih

sejumlah 20%. Konsentrasi pada produksi primer ini disebabkan oleh faktor-

faktor produksi tanah dan tenaga kerja yang relatif banyak di negara-negara

berkembang seperti Indonesia. Sesuai pada prinsip “manfaat komparatif”

(comparative adventage) dan “biaya komparatif” (comparative cost), maka

negara-negara sedang berkembang menghasilkan barang-barang yang

menggunakan lebih banyak tenaga kerja dan pemanfaatan tanah/sumber daya

alam (Irawan & Suparmoko, 2012:16).

Kondisi perekonomian yang terkonsentrasi pada sektor produksi

primer termasuk dialami Indonesia yaitu sebagian besar penduduk Indonesia

bekerja pada sektoral produksi primer seperti dalam sektor pertanian,

perternakan, kehutanan, dan perikanan dengan hasil bahan makanan terbatas

hanya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan cenderung masih dalam

kondisi kekurangan. Tidak jarang Indonesia meng-impor produk-produk

pertanian dari luar negeri dalam rangka memenuhi kebutuhan

pangan/konsumsi nasional. Tercatat bahwa Indonesia telah besar-besaran

melakukan impor barang konsumsi/bahan makanan berupa makanan dan

minuman untuk rumah tangga maupun industri pengolahan seperti beras,

gandum, garam, kedelai, susu dan barang konsumsi lainnya serta impor

binatang hidup seperti hewan ternak maupun hewan hias/peliharaan dengan

jumlah yang relatif besar.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

Tabel 1.2
Volume Net Export Menurut Golongan Standard International Trade
Classification (SITC), dengan Berat Bersih dalam Ribuan Ton, 2010 - 2013.
Selisis Ekspor - Impor (Net Export)
SITC Golongan Barang
2010 2011 2012 2013
Bahan makanan dan
0 -8.860,60 -13.970,90 -11.846,00 -12.224,00
binatang hidup
1 Minuman dan tembakau 39,00 58,20 -41,00 -21,70
Bahan-bahan mentah,
2 50.675,40 92.921,10 89.860,50 147.199,50
tidak untuk dimakan
Bahan bakar pelikan,
bahan penyemir dan
3 314.483,40 368.905,60 388.558,30 418.890,50
bahan-bahan yang
berkenaan dengan itu
Lemak serta minyak
4 18.543,70 18.720,10 23.117,60 25.777,00
hewan dan nabati
5 Bahan-bahan kimia -5.596,40 -7.468,50 -10.891,50 -7.370,30
Barang-barang buatan
6 pabrik dirinci menurut 820,00 -2.016,30 -10.410,20 -10.341,00
bahan
Mesin dan alat
7 -3.143,80 -4.104,20 -5.289,70 -3.794,70
pengangkutan
Berbagai jenis barang
8 1.190,70 953,30 795,00 781,10
buatan pabrik
Barang-barang transaksi
9 -5,60 -0,20 0,00 -1,00
tidak dirinci
Jumlah/Total 368.145,80 453.998,20 463.853,00 558.895,40
Sumber: Badan Pusat Statistik melalui dokumen kebabeanan Ditjen Bea dan
Cukai, data diolah 2016.

Angka pada tabel 1.2 menunjukan nilai selisih dari ekspor dikurangi

impor yang bisa diartikan sebagai nilai ekspor neto (net export). Nilai net

export (ekspor bersih) merupakan nilai bersih kegiatan ekspor yang terjadi

dari suatu negara. Ketika nilainya menunjukan angka positif, artinya suatu

negara tersebut lebih besar melakukan penjualan, namun jika nilai net-export

menunjukan angka negatif artinya menunjukan bahwa suatu negara lebih

besar melakukan pembelian, maka dapat dikatakan sebesar nilai negatif itulah

suatu negara telah melakukan pembelian yang melebihi penjualannya sendiri.

Kegiatan perdagangan global dalam bentuk ekspor-impor merupakan

salah satu sistem hubungan luar negeri yang harus terus terjalin dalam usaha
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

pemenuhan kebutuhan antar negara. Namun, alangkah lebih baik jika

Indonesia menjadi sebagai negara dominasi dalam ranah perdagangan dunia

sebagai penghasil produk, bukan hanya sebagai pihak pembeli atau pelaku

konsumsi. Jumlah produk hasil pertanian nasional yang melimpah ternyata

masih tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan total penduduk Indonesia,

sehingga sangat kecil kemungkinan terjadinya kemajuan ekonomi nasional.

Pada dasarnya kemajuan dan kesejahteraan suatu negara dapat dicapai jika

faktor-faktor kebutuhan dasar seperti dalam sektoral primer mampu terpenuhi

dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan kuantitas/jumlah yang

melimpah. Kondisi perekonomian dasar yang berkecukupan memberikan

kesejahteraan dan rasa aman tanpa ada ketergantungan dari negara lain.

Kebijakan pembangunan nasional dimasa sekarang mengacu pada

pembangunan semua sektor dengan arah pembangunan wilayah secara

komprehensif di seluruh pelosok nusantara. Melalui dua nilai (nilai unitaris

dan nilai dasar desentralisasi teritorial) yang dikembangkan dalam UUD 1945

berkenaan tentang desentralisasi dan otonomi daerah, telah memberikan

sepenuhnya kekuasaan (hak, wewenang, dan kewajiban) kepada pemerintah

daerah dalam upaya peningkatan kualitas pembangunan tiap wilayah/daerah

otonom (UU Nomor 9 Tahun 2015). Pemerintah pusat memberikan tanggung

jawab kepada pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, seperti mengelola keuangan daerah dalam penerimaan

pendapatan dan pengeluaran berupa pembelanjaan yang sesuai dengan

commit
ketentuan yang berlaku dengan to user
harapan pembelanjaan keuangan daerah dapat
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

secara langsung memecahkan berbagai permasalahan yang dialami daerah

tersebut. Sehingga hambatan-hambatan pembangunan dapat teratasi dan inti

pembangunan dapat segera terlaksana.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

daerah dan masyarakat di daerah tersebut mengelola sumber daya yang ada

dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor

swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut (Arsyad: 1999).

Kualitas tiap daerah yang dapat diandalkan dalam mengalokasikan sumber

daya alam maupun sumber daya manusianya diharapkan mampu bersaing

dengan daerah lain dan terciptanya kesetaraan ekonomi dengan minimnya

ketimpangan antar daerah, sehingga berpeluang besar untuk Indonesia secara

umum menjadi negara yang berkualitas. Upaya pembangunan ekonomi

seperti ini tidak bisa dilakukan secara instan, namun perlu adanya kerja keras

yang terus berkesinambungan.

Pemerintah daerah telah mengupayakan berbagai cara agar terciptanya

perekonomian yang lebih kondusif, menjanjikan bagi kesejahteraan

masyarakatnya baik dari sisi pertanian atau bisnis yang berorientasi pada

peningkatan kuantitas dan kualitas produk. Pemerintah daerah selalu

mendukung terlaksananya program peningkatan dan pemanfaatan sektor

pertanian maupun sektor-sektor lainnya, agar mampu meningkatkan jumlah

dan mutu produk pertanian itu sendiri sehingga mampu menunjang

peningkatan pendapatan masyarakat.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

Perlu adanya perhatian khusus terhadap sektoral produksi primer

seperti pada sektor pertanian, khususnya pada sub-sektor peternakan yang

lebih unggul dan berkualitas. Upaya peningkatan pertanian seperti dengan

cara peternakan sapi perah sebagai penghasil susu merupakan salah satu

solusi alternatif mengisi kekosongan yang ada agar tercipta suatu produk susu

segar yang memiliki nilai ekonomi tinggi, bermanfaat langsung bagi

konsumen, memberikan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat

didalamnya, meningkatkan pendapatan wilayah, pemanfaatan tenaga kerja

lokal, serta peningkatan aktivitas ekonomi wilayah, dan tercapainya

pemenuhan produk susu secara nasional yang bisa diartikan sebagai

„swasembada susu‟.

Menurut Direktur Budidaya Ternak-Drektorat Jenderal Peternakan

dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Fauzi Tuthan

(bisnis.liputan6.com, 2014), tingkat konsumsi susu dalam negeri yang terus

meningkat ternyata tidak diimbangi dengan tingkat produksi yang dihasilkan,

karena faktanya sebesar 80% stok susu Indonesia masih berasal dari luar

negeri (impor) dan hanya kisaran 20% yang berasal dari peternak lokal dalam

negeri. Angka tingkat konsumsi susu nasional sebesar 7% pertahun lebih

besar dibandingkan dengan angka produksi susu dalam negeri yang hanya

sebesar 3,29%. Konsumsi susu penduduk Indonesia saat ini berada pada

kisaran angka 11 liter per kapita per tahun atau mencapai sekitar 3 juta ton

per tahun yang diantaranya sekitar 1,8 juta hingga 2 juta ton lebih berasal dari

impor, sedangkan sisanya sekitar < 1 juta ton berasal dari peternak dalam

commit
negeri, padahal konsumsi susu to userIndonesia masih terbilang rendah
penduduk
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

jika dibandingkan dengan sejumlah negara ASEAN yaitu sekitar > 20 liter

per kapita. Lebih jelasnya tentang jumlah ternak, jumlah produksi susu segar

dalam negeri dan besaran angka permintaan susu yang tidak bisa dipenuhi

dari dalam negeri dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3
Banyaknya Ternak Sapi Perah, Produksi Susu, Jumlah Penduduk Indonesia,
Permintaan Susu Nasional dan Permintaan Susu yang Tidak Bisa Dipenuhi
dari Dalam Negeri Pada Tahun 2000 – 2015.
Permintaan
Permintaan
Susu
Ternak Produksi Jumlah Susu yang
Nasional
Sapi Susu Penduduk Tidak Bisa
Tahun (dalam ton
Perah Segar Indonesia Dipenuhi
dengan
(ekor) (ton) (orang) dari Dalam
asumsi 11
Negeri (ton)*
liter/kapita)*
2000 354.253 495.647 205.100.000 2.256.100 1.760.453
2001 346.998 479.947 216.400.000 2.380.400 1.900.453
2002 358.386 493.375 210.700.000 2.317.700 1.824.325
2003 373.753 553.442 213.600.000 2.349.600 1.796.158
2004 364.062 549.945 216.400.000 2.380.400 1.830.455
2005 no data 535.960 219.800.000 2.417.800 1.881.840
2006 369.008 616.548 222.700.000 2.449.700 1.833.152
2007 374.067 567.682 225.600.000 2.481.600 1.913.918
2008 457.577 646.953 231.600.000 2.547.600 1.900.647
2009 474.701 827.249 235.000.000 2.585.000 1.757.751
2010 488.448 909.533 238.500.000 2.623.500 1.713.967
2011 597.213 974.694 242.000.000 2.662.000 1.687.306
2012 611.940 959.731 245.400.000 2.699.400 1.739.669
2013 444.266 786.849 248.800.000 2.736.800 1.949.951
2014 502.516 800.749 252.200.000 2.774.200 1.973.451
2015 525.171 805.363 255.461.700 2.810.079 2.004.716
Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah 2016.
* Data sementara.

Tingginya permintaan susu ternyata belum bisa diimbangi dengan

kemampuan peternak sapi perah nasional untuk menyediakan produk susu

yang melimpah dan berkecukupan. Semakin meningkatnya pertumbuhan

populasi penduduk Indonesia seharusnya senantiasa diimbangi dengan


commit to user
peningkatan kuantitas (jumlah) produksi pangan dalam negeri, khususnya
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

peningkatan persediaan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) agar tercipta

pemenuhan konsumsi susu dalam negeri tanpa harus bergantung dari negara

lain, serta mengupayakan target pemerintah dalam melaksanakan program

swasembada susu nasional.

Pembangunan pertanian dengan cara perternakan seperti budidaya

sapi perah disuatu wilayah/daerah dapat mempengaruhi kondisi sosial

ekonomi wilayah tersebut, seperti menciptakan hubungan sosial yang

harmonis, tercipta lapangan kerja serta pemanfaatan/penyerapan tenaga kerja

masyarakat, menambah pendapatan atau penghasilan keluarga, meningkatkan

taraf hidup dan kesejahteraan. Pembangunan ekonomi perternakan khususnya

sapi perah ini kedepannya berpotensi besar dalam mendorong pembangunan

wilayah/daerah tersebut maupun secara luas bagi nasional.

Penting sekali persebaran peternakaan secara merata diseluruh

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar tercipta

pemerataan pendapatan serta kemudahan pendistribusian dan kegiatan

konsumsi susu segar secara langsung kepada konsumen di tiap-tiap wilayah

tersebut. Persebaran peternakan dalam negeri khususnya peternakan sapi

perah penghasil susu segar hanya berpusat di beberapa wilayah, tidak mampu

memenuhi permintaaan 255 juta penduduk Indonesia yang tersebar hingga di

pelosok nusantara. Persebaran perternakan sapi perah lebih didominasi pada

Pulau Jawa, yaitu pada Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat data persebaran populasi sapi perah pada

tabel 1.4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Tabel 1.4
Populasi Sapi Perah Menurut Provinsi Pada Tahun 2011 - 2015.
Populasi Sapi Perah Menurut Provinsi (ekor)
No. Provinsi
Rata-
2011 2012 2013 2014 2015 Kontribusi
rata
1 Aceh 31 28 25 90 113 57 0,011%
Sumatera
2 894 1057 1901 1088 1147 1217 0,227%
Utara
Sumatera
3 484 646 1101 674 722 725 0,135%
Barat
4 Riau 172 228 266 143 149 192 0,036%
5 Jambi 81 66 64 64 72 69 0,013%
Sumatera
6 154 130 324 95 130 167 0,031%
Selatan
7 Bengkulu 247 277 183 190 216 223 0,042%
8 Lampung 201 346 268 285 280 276 0,051%
Kep. Bangka
9 119 126 408 147 155 191 0,036%
Belitung
10 Kep. Riau - - 5 6 7 6 0,001%
11 DKI. Jakarta 2728 2775 2686 2638 2820 2729 0,509%
1399 1360 1038 1231 1353 1276
12 Jawa Barat 23,809%
70 54 32 40 45 68
1499 1543 1037 1225 1233 1308
13 Jawa Tengah 24,395%
31 98 94 66 65 11
DI.
14 3522 3934 4326 3990 4504 4055 0,756%
Yogyakarta
2963 3088 2229 2452 2538 2654
15 Jawa Timur 49,501%
50 41 10 46 30 35
16 Banten 19 44 31 36 37 33 0,006%
17 Bali 139 133 142 97 107 124 0,023%
Nusa
18 Tenggara 18 18 18 - - 18 0,003%
Barat
Nusa
19 Tenggara 32 34 39 45 46 39 0,007%
Timur
Kalimantan
20 227 290 169 49 51 157 0,029%
Barat
Kalimantan
21 - - - - - - -
Tengah
Kalimantan
22 110 209 156 232 220 185 0,035%
Selatan
Kalimantan
23 32 42 28 77 81 52 0,010%
Timur
Kalimantan
24 - - - 2 2 2 0,000%
Utara
Sulawesi
25 22 216 106 88 99 106 0,020%
Utara
Sulawesi
26 8 8 10 10 10 9 0,002%
Tengah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Lanjutan Tabel 1.4


Populasi Sapi Perah Menurut Provinsi Pada Tahun 2011 - 2015.
Populasi Sapi Perah Menurut Provinsi (ekor)
No. Provinsi Rata-
2011 2012 2013 2014 2015 Kontribusi
rata
Sulawesi
27 1690 1961 1410 1464 1624 1630 0,304%
Selatan
Sulawesi
28 - - - 9 12 11 0,002%
Tenggara
29 Gorontalo 8 16 14 13 13 13 0,002%
30 Sulawesi Barat 13 48 44 32 14 30 0,006%
31 Maluku - - 1 - - 1 0,000%
32 Maluku Utara - - - - - - -
33 Papua Barat - - - - - - -
34 Papua 11 15 5 - - 10 0,002%
5972 6119 4442 5025 5251 5362
INDONESIA 100,000%
13 40 66 16 71 21
Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah 2016.

Peternakan sapi perah sebagai produsen utama penghasil susu segar

dibeberapa wilayah diluar Pulau Jawa, rata-rata hanya memberikan kontribusi

dibawah satu persen. Produsen utama susu sapi seperti pada provinsi Jawa

Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan kontribusi cukup besar

(ketiganya 97,7%) ternyata juga masih belum cukup memenuhi besarnya

permintaan susu segar sebagai bahan baku industri maupun langsung pada

tingkat konsumsi masyarakat Indonesia. Kondisi demikian memaksa

pemerintah/swasta untuk melakukan kegiatan perdagangan luar negeri dengan

meng-impor produk susu dalam bentuk skim milk powder, anhyrdrous milk

fat, dan butter milk powder dari berbagai negara seperti Australia, New

Zealand, Amerika Serikat dan Uni Eropa (Kompas.com, Kementerian

Perindustrian).

Pembangunan ekonomi salah satunya seperti yang terjadi di Jawa

Tengah telah mengalami banyak sekali perubahan terhadap pertumbuhan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

ekonomi maupun non-ekonomi. Nampak jelas terlihat dari sisi infrastruktur

dan superstrukutur berupa pengembangan jalan raya, telekomunikasi,

investasi dan fasilitas publik lainnya yang terus menjadi perhatian dalam

upaya tercapainya kemudahan transportasi masyarakat berpindah tempat dan

transportasi bagi pendistribusian produk-produk yang telah dihasilkan tiap-

tiap daerah yang berada di kawasan Jawa Tengah ataupun diluar Jawa Tengah

serta peningkatan investasi sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan

daerah. Pembangunan ekonomi di Jawa Tengah tersebut termasuk berdampak

pada eksistensi keberlangsungan usaha peternakan sapi perah.

Jumlah populasi sapi perah di Provinsi Jawa Tengah memang

bukanlah yang terbesar diantara provinsi yang lain karena masih berada

dibawah Jawa Timur, namun patut ditelusuri lebih dalam dan lebih dalam

karena juga potensial dalam pengembangan usaha peternakan sapi perah

dengan nilai kontribusinya sebesar 24% terhadap Indonesia. Populasi ternak

sapi perah di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 yaitu berjumlah 134.670

ekor. Data lengkap persebarannya dapat dilihat pada tabel 1.5.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Tabel 1.5
Populasi Ternak Sapi Perah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah pada Tahun 2015 (ekor).
Kabupaten/ Sapi Kabupaten/ Sapi
No. Kontribusi No. Kontribusi
Kota Perah Kota Perah
Kab.
1 11 0,01% 19 Kab. Kudus 261 0,19%
Cilacap
Kab.
2 2.570 1,91% 20 Kab. Jepara 19 0,01%
Banyumas
Kab.
3 116 0,09% 21 Kab. Demak 13 0,01%
Purbalingga
Kab.
Kab.
4 Banjarnegar 2.543 1,89% 22 25.780 19,14%
Semarang
a
Kab. Kab.
5 30 0,02% 23 270 0,20%
Kebumen Temanggung
Kab.
6 44 0,03% 24 Kab. Kendal 458 0,34%
Purworejo
Kab.
7 990 0,74% 25 Kab. Batang 167 0,12%
Wonosobo
Kab. Kab.
8 2.528 1,88% 26 166 0,12%
Magelang Pekalongan
Kab. Kab.
9 86.363 64,13% 27 7 0,01%
Boyolali Pemalang
10 Kab. Klaten 5.486 4,07% 28 Kab. Tegal 233 0,17%
Kab.
11 13 0,01% 29 Kab. Brebes 47 0,03%
Sukoharjo
Kab. Kota
12 37 0,03% 30 36 0,03%
Wonogiri Magelang
Kab. Kota
13 365 0,27% 31 15 0,01%
Karanganyar Surakarta
Kota
14 Kab. Sragen 17 0,01% 32 3.475 2,58%
Salatiga
Kab. Kota
15 362 0,27% 33 1.703 1,26%
Grobogan Semarang
Kota
16 Kab. Blora 32 0,02% 34 293 0,22%
Pekalongan
Kab.
17 5 0,00% 35 Kota Tegal - -
Rembang
18 Kab. Pati 215 0,16% Jumlah/Total 134.670 100,00%

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, data diolah 2016.

Persebaran populasi ternak sapi perah di Provinsi Jawa Tengah (lihat

tabel 1.5) juga tidak merata seperti halnya yang terjadi pada tabel 1.4 di

halaman sebelumnya. Pusat/sentra peternakan sapi perah di Provinsi Jawa

Tengah yang memberikan kontribusi atau tingkat pengaruh paling besar yaitu

berada di Kabupaten Boyolali. Proporsi ternak sebesar 64% berada di

Kabupaten Boyolali yaitu berjumlah 86.363 ekor yang tersebar luas di

commit Bagian
beberapa kecamatan dan desa-desa. to user kedua yaitu berada di Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Semarang sebesar 19% dengan populasi berjumlah 25.780 ekor sapi perah,

kemudian sisanya (22.527 ekor) terbagi kedalam 32 kabupaten/kota se-

Provinsi Jawa Tengah (kecuali Kota Tegal) yang rata-rata hanya memberikan

kontribusi/sumbangan < 1%. Dari jumlah populasi tersebut, total produksi

susu segar di Kabupaten Boyolali pada tahun 2015 telah menghasilkan susu

sebanyak 45.544.919 liter (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Boyolali).

Tidak hanya dalam bentuk susu segar, di Kabupaten Boyolali pada

beberapa lokasi tertentu juga terdapat sentra pengembangan produk atau

industri kecil berupa produksi olahan yang dibuat dari bahan baku susu segar

yaitu seperti tahu susu, dodol susu, yogurt dan juga keju. Produk turunan

tersebut bertujuan agar susu sapi sepenuhnya bisa dipakai secara maksimal

dengan peningkatan kualitas produk yang mampu bertahan lebih lama. Hal

itu tentunya akan meningkatkan pendapatan para peternak karena hasil

turunan olahan susunya bisa dimanfaatkan lebih luas dan tetap bernilai

ekonomis.

Proses pemanfaatan sektor pertanian dengan basis peternakan sapi

perah seperti yang terjadi di Kabupaten Boyolali sebenarnya sudah ada sejak

lama dan juga memerlukan waktu yang cukup lama hingga menjadi daerah

sentra penghasil susu segar terbesar di Jawa Tengah. Produk susu sapi segar

dari peternakan sapi perah umumnya dihasilkan oleh peternak-peternak

secara perorangan atau biasa disebut juga sebagai peternakan rakyat. Ciri-ciri

peternakan rakyat di Indonesia pada umumnya yaitu seperti skala usaha kecil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

dan modal usaha terbatas, teknologi dan teknik pengolahan yang sederhana

dan tradisional, bersifat padat karya dan berbasis keluarga/rumahan, tingkat

produktifitas dan mutu produk yang dihasilkan relatif rendah dan cenderung

tidak baku (Dumairy, 1997:220).

Kabupaten Boyolali adalah salah satu kabupaten yang berada di

Provinsi Jawa Tengah yang unggul dalam mengembangkan sektor pertanian

melaui sub-sektor peternakan dengan cara berternak sapi perah. Peternakan

sapi perah umumnya berada di daerah selatan dan dataran tinggi yang

berudara dingin karena sapi perah yang dikembangkan saat ini berasal dari

wilayah sub-stropis, seperti Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

Peternakan di Kabupaten Boyolali tersebut sebagian besar dimiliki oleh

peternak lokal dengan jumlah ternak yang bervariatif, antara 1 ekor hingga

30-an ekor tiap rumah tangga keluarga.

Persebaran peternakan sapi perah di Kabupaten Boyolali pada tahun

2015 yaitu terletak di 8 (delapan) lokasi, diantaranya populasi paling besar

berada di Kecamatan Cepogo yang berjumlah 18.173 ekor dengan nilai

kontribusi sebesar 21% terhadap Kabupaten Boyolali (86.363 ekor),

walaupun angka tersebut masih berada di bawah Kecamatan Musuk, namun

lebih ungggul daripada Kecamatan Mojosongo, Ampel, Boyolali, Selo, Teras,

dan Simo (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali). Sebagian

besar masyarakat Cepogo bekerja sebagai petani dan peternak. Dari sisi

peternakan, jumlah populasi ternak yang terdapat di Cepogo seperti pada

peternakan sapi perah berjumlah 18.994 ekor, sapi potong 2.993 ekor, kuda
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

15 ekor, kambing 12.611 ekor, domba 2.699 ekor, babi 79 ekor, dan kelinci

607 ekor, serta terdapat pula peternakan unggas seperti ayam petelur, ayam

pedaging, ayam buras, itik, dan burung puyuh (Kecamatan Cepogo Dalam

Angka 2016).

Kecamatan Cepogo telah menjadi salah satu pusat sentra peternakan

sapi perah di Kabupaten Boyolali dengan jumlah populasi ternak yang cukup

tinggi, namun tidak sebanding dengan produksinya pada tahun 2015 yaitu

hanya menghasilkan susu sebesar 4.229.640 liter per tahun atau rata-rata

11.749 liter per hari. Angka produksi susu yang dihasilkan tersebut sangat

rendah dibandingkan dengan Kecamatan Musuk, Mojosongo, Ampel, dan

Boyolali. Populasi ternak sapi perah di Kecamatan Cepogo yang termasuk

paling tinggi pada urutan kedua tersebut ternyata hanya didominasi oleh sapi

perah jantan. Sapi pejantan lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan

sapi perah betina. Jumlah populasi sapi perah jantan pada tahun 2015 yaitu

berjumlah 11.854 ekor sedangkan sapi betina hanya 6.319 ekor, itu pun masih

terbagi dalam kategori sapi betina anakan, muda, dan dewasa. Sapi betina

dewasa yaitu berjumlah 3.160 ekor, yang mampu berproduksi atau

menghasilkan susu hanya berjumlah 1.745 ekor (Dinas Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Boyolali).

Populasi ternak sapi perah yang begitu besar juga menyebabkan

kebutuhan pakan yang tinggi pula karena tidak ada perbedaan perlakuan

antara sapi perah jantan dan sapi perah betina, jumlah pakannya cenderung

sama. Fluktuasi pakan baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

salah satu perhatian utama yang dihadapi oleh peternak di Kecamatan

Cepogo. Keadaan iklim/musim dan keterbatasan kepemilikan lahan sebagai

media tanam pakan hijauan menyebabkan peternak sapi perah tidak dapat

menjaga kontinuitas pemberian pakan pada ternaknya. Saat musim

penghujan, peternak dapat memenuhi kebutuhan hijauan dengan rerumputan

yang tumbuh subur di lahan miliknya sendiri atau rumput liar yang tumbuh di

tempat lain/tegalan. Namun, pada musim kemarau, peternak cenderung

kekurangan pasokan pakan yang mengharuskan membeli hijauan (rumput

gajah dan tebon/daun pohon jagung) dari daerah lain, yang menyebabkan

tingginya biaya produksi. Dalam rangka untuk menekan biaya produksi

disamping pemberian makanan pengganti rumput atau tambahan makanan

rutin seperti bekatol, limbah pabrik, singkong dan konsentrat (brend/polar),

pakan diberikan dalam jumlah terbatas dan tidak memenuhi kebutuhan

ternak. Sebagai akibatnya kondisi kesehatan hewan ternak terganggu, seperti

penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berat badan, penurunan

kualitas susu, dan penurunan produksi susu yang dihasilkan.

Selain itu, dalam melakukan kegiatannya, eksistensi para

peternak/pengusaha juga dipengaruhi oleh faktor sosial seperti modal sosial

dan interaksi sosial yang terjadi secara langsung kepada pihak-pihak dan

lembaga-lembaga terkait, seperti antar para peternak, karyawan, lembaga

koperasi, dan pengepul/konsumen. Modal sosial dan interaksi sosial tersebut

muncul secara alamiah sebagai perwujudan usaha rakyat yang cenderung

bersifat kekeluargaan. Hal itu memberikan pengaruh besar terhadap

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

keberlangsungan usaha peternakan sapi perah dalam proses operasional dan

transaksional seperti dalam proses produksi dan pemasaran susunya.

Usaha peternakan sapi perah yang dalam pelaksanaannya terkendala

berbagai persoalan, namun tetap bisa berkembang sampai sekarang karena

adanya peluang. Selain tingginya permintaan dari perusahaan susu terhadap

bahan baku susu segar, juga kesadaran masyarakat luas terhadap kebutuhan

gizi yang cukup seperti kegiatan mengkonsumsi susu telah menjadi suatu

kebutuhan utama. Di kota-kota besar seperti Yogyakarta, Semarang,

Surakarta dan Kabupaten Boyolali sendiri banyak sekali dijumpai penjual

susu segar dengan berbagai varian rasa maupun susu murni yang menjajakan

dagangannya secara kaki lima ataupun dengan membuka kios (outlet) secara

permanen. Kondisi demikian telah memberikan pengaruh yang sangat besar

terhadap keberlanjutan usaha peternakan sapi perah itu sendiri, karena kunci

dari keberhasilan usaha tersebut adalah keberhasilan produksi susu yang

tinggi dan berkualitas baik, distribusi, dan penjualan kepada perusahaan

rekanan atau langsung kepada konsumen. Ketika permintaan susu meningkat

dan harga jualnya tinggi, maka peluang usaha tersebut cenderung akan

semakin terbuka lebar.

Penjelasan tersebut merupakan bukti nyata bahwa peternakan sapi

perah merupakan usaha yang potensial. Oleh sebab itu, peternakan sapi perah

perlu dikembangkan lagi baik dari sisi jumlah ternak, jumlah output/produksi

susu, maupun pengembangan produk turunan yang lebih bernilai tinggi di

dalam wilayah tersebut ataupun sebagai pembelajaran bagi wilayah lain yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

berpotensi dilakukannya usaha peternakan sapi perah demi terciptanya

swasembada susu nasional. Perlunya identifikasi analisis keberlanjutan usaha

peternakan yang ada saat ini untuk mengetahui eksistensi usaha susu sapi

perah di Kecamatan Cepogo dalam menunjang terlaksananya program

swasembada susu nasional. Analisis tersebut diharapkan dapat menjadi

pembelajaran kedepan dan solusi alternatif dalam upaya mempertahankan

keberlanjutan usaha peternakan sapi perah di lokasi penelitian.

Penelitian ini lebih difokuskan dengan maksud mendeskripsikan

kondisi sosio ekonomi usaha peternakan sapi perah yang berada di

Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali dalam sudut pandang sebagai

produsen atau penghasil susu segar dengan menggunakan metode deskriptif

dari pendekatan kualitatif melalui analisis data model interaktif. Pendekatan

kualitatif lebih ditekankan dengan menggunakan strategi studi kasus, yaitu

mendalami suatu kasus tertentu yang dianggap unik, penting dan

mengandung nilai manfaat dengan melibatkan beraneka sumber informasi

serta melalui berbagai sisi/dimensi terkait dengan eksistensi usaha persusuan.

Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Analisis

Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cepogo,

Kabupaten Boyolali (Studi Kasus Terhadap Eksistensi Usaha Susu Sapi

Perah dalam Menunjang Program Swasembada Susu Nasional)”.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

B. Rumusan Masalah

Latar belakang diatas dan dihalaman sebelumnya merupakan

gambaran umum yang kemudian dapat ditarik beberapa poin penting yang

hendak diteliti. Permasalahan/rumusan masalah yang menjadi topik utama

untuk dapat dipecahkan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah perkembangan sentra peternakan sapi perah di

Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali?;

2. Bagaimana keberlanjutan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan

Cepogo dalam dimensi ekologi dan pembibitan, sosial budaya, ekonomi,

infrastruktur dan teknologi, hukum dan kelembagaan?.

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan secara rinci tentang

sejarah perkembangan dan keberlanjutan usaha peternakan sapi perah melalui

sudut pandang sosial ekonomi yang berada di Kecamatan Cepogo, Kabupaten

Boyolali. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut,

didapatkan tujuan dari penelitian ini secara khusus kepada beberapa hal

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan sentra peternakan sapi perah di

Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali;

2. Untuk mengetahui tingkat keberlanjutan usaha peternakan sapi perah di

Kecamatan Cepogo dalam dimensi ekologi dan pembibitan, sosial


commit to user
budaya, ekonomi, infrastruktur dan teknologi, hukum dan kelembagaan.
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik

secara pribadi bagi penulis sendiri maupun bagi semua pembaca, pemerintah

serta masyarakat umum. Manfaat tersebut sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah Kabupaten Boyolali, khususnya dalam bidang sosial

ekonomi, yaitu pentingnya menjaga hubungan baik antara peternak,

pegawai/karyawan, dan pemangku kepentingan pemerintah serta

kelembagaan yang ada seperti pengelola koperasi dalam menjaga modal

sosial tetap eksis dan terjalin baik, sehingga mampu menciptakan

peluang kemudahan dan keberhasilan usaha peternakan.

2. Bagi para peternak maupun masyarakat umum, memberikan informasi

gambaran-tentang masih terbukanya peluang usaha peternakan sapi perah

dalam bidang persusuan. Menunjukan berbagai kelebihan dan

kekurangan yang dihadapi oleh pelaku usaha peternakan sapi perah, serta

pemahaman bahwa sektor perternakan ini mampu meningkatkan

pendapatan masyarakat.

3. Pengembangan Keilmuan, yaitu memperkaya kajian maupun temuan-

temuan baru yang bermanfaat bagi pengembangan keilmuan di bidang

sosial ekonomi. Selain itu, khususnya untuk peneliti-peneliti selanjutnya

agar dapat digunakan sebagai referensi atau acuan untuk penelitian yang

berkaitan dengan keberlanjutan usaha peternakan sapi perah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

E. Sistematika Penelitian

Penelitian ini terdiri dari lima pokok pembahasan, berupa bab satu

sampai dengan bab lima yang diperluas menjadi beberapa sub-bab dalam

setiap bab/bagiannya. Rinciannya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan berisi mengenai latar belakang permasalahan,

rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan laporan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka ini berisi tentang landasan teori, penelitian-

penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian berisi mengenai pendekatan dan metode

penelitian yang digunakan, ruang lingkup dan objek penelitian, uji

validitas data, dan teknik analisis data.

BAB IV PEMBAHASAN

Pembahasan berisi mengenai gambaran umum Kecamatan Cepogo,

dilanjutkan dengan hasil temuan penelitian dan pembahasan.

BAB V PENUTUP

Penutup berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran yang

bisa disampaikan oleh penulis untuk menjadi perhatian bagi

commit
peternak, pemerintah, to userpembaca.
dan semua

Anda mungkin juga menyukai