Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan pembangunan suatu negara diukur dari pertumbuhan

ekonomi dan kemiskinannegara tersebut. Setiap negara selalu berusaha untuk

mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal dan akan menurunkan angka

kemiskinan.Pada dasarnya setiap negara di dunia syaratutama terciptanya

penurunan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, kondisi

dinegara-negara berkembang termasuk Indonesia pertumbuhan ekonomi yang

dicapai ternyata jugadiiringi dengan munculnya permasalahan dengan

meningkatnya jumlah penduduk yang hidupdibawah garis kemiskinan dan

pengangguran. Kemiskinan sudah sejak lama menjadi permasalahanbangsa

yang hingga sekarang masih belum teratasi secara optimal. Menurut BPS

(2011) Jumlahpenduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan

tahun 2011 tercatat masih cukup besaryakni, sekitar 32,5 juta jiwa atau lebih

kurang 14,2 persen.

Kondisi masyarakat yang hidup dalamkemiskinan pada umumnya

yaitu keterbatasan penyediaan lapangan pekerjaan yang berdampakpada

tingkat pengangguran yang semakin tinggi. Indonesia sudah lama mengalami

masalahketenagakerjaan, yang disebabkan oleh tidak terserapnya sebagian

besar angkatan kerja yangtumbuh cepat dan besar jumlahnya.Bahkan dalam

1
masa pertumbuhan ekonomi yang pesat,ketenagakerjaan terlihat tidak begitu

2
membaik. Sebaliknya kondisinya menjadi lebih buruk karenakrisis ekonomi

yang meluas ke penurunan kualitas pendidikan, kesehatan dan tingkat

kehidupan pada umumnya.

Sektor yang diharapkan dapat menjadi leading sector salah satunya

adalah sektor industry manufaktur. Dengan adanya pembangunan industri

maka diharapkan dapat mengangkat sektorsektorlainnya seperti sektor

pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,persewaan

dan jasa dan sektor lainnya sehingga dapat memberikan peluang kesempatan

peluangkerja untuk menekan tingkat pengangguran dan diharapkan untuk

meningkatkan pertumbuhanekonomi, juga meningkatkan penyerapan tenaga

kerja di Indonesia. Maju mundurnyaperekonomian suatu bangsa biasanya

diukur dengan keberhasilannya dalam melaksanakan proses industrialisasi.

Industri sangat penting bagi perekonomian nasional, dimana kita bisa

melihatnegara yang maju secara ekonomi biasanya industrinya juga maju.

Industrialisasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

kemajuan perekonomian. Prosesini dapat terlaksana dengan memperhatikan

berbagai aspek.Termasuk memperhatikan efekketerkaitan kedepan (forward

lingkage effect) dan efek keterkaitan belakang (backward lingkageeffect)

yang menunjukkan pemerataan akibat dorongan suatu sektor terhadap sektor-

sektor lainnyadalam perekonomian.

Salah satu pemegang peranan yang sangat berpengaruh terhadap PDB

Indonesia yaitu ProvinsiJawa Timur yang merupakan nilai PDB Provinsi

Jawa Timur ialah salah satu PDB yang terbaikdari provinsi-provinsi yang

terdapat di Indonesia dan menduduki peringkat kedua setelah ProvinsiDKI

3
Jakarta. Hal ini di faktorkan karena letak Provinsi Jawa Timur yang strategis

antara ProvinsiBali, Provinsi DI Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Tengah

sehingga memudahkan mobilisasi barangyang menjadikan terjadinya

industrialisasi.Provinsi Jawa Timur juga menjadi kawasan yangsangat

berpengaruh penting dalam kawasan pertumbuhan industri dan perdagangan

mengingatProvinsi Jawa Timur memiliki pelabuhan Tanjung Perak yang

merupakan salah satu pelabuhanyang padat di Indonesia.

Tabel 1.1 Tiga Sektor Penyumbang PDRB Terbesar Di Jawa Timur 2010

- 2014

SEKTOR 2010 2011 2012 2013 2014

Industri manufacturing 29,55 29,15 29,28 28,79 28,90

Perdagangan besar dan eceran 17,64 17,97 17,67 17,70 17,24

Pertanian,kehutanan,perikan 13,48 13,28 13,47 13,46 13,73

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (2014)

Letak Provinsi Jawa Timur yang strategis ini menjadikan

pertumbuhan pada sektor industri manufaktur mengalami peningkatan dan

memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB. Pada tahun 2010 industri

manufaktur Provinsi Jawa Timur memberikan pangsa PDRB sebesar 29,55

persen dan pada tahun 2011 hingga 2012 terjadi penurunan dikarenakan

adanya permasalah pada kondisi alam yang sangat berpengaruh terhadap

industri manufaktur sehingga menghambat mobilitas industrialisasi.

Permasalahan yang terjadi memunculkan dampak krisis keuangan industri

manufaktur yang mengalami kerugian sehingga menghambat proses distribusi

4
yang pada akhirnya juga berdampak pada faktor produksi perusahaan terkait.

Akan tetapi, dengan adanya penurunan kontribusi terhadap PDRB tersebut,

sektor industri manufaktur ini menjadi penyumbang pertama terbesar di

Provinsi Jawa Timur.

Sektor industri semakin menunjukkan bahwa sektor ini mampu

menjadi penggerak utama bagi kegiatan-kegiatan pembangunan dimasa yang

akan datang sebagaimana kita ketahui bahwa sektor industri ini memiliki

peranan yang sangat besar bagi perekonomian. Sektor industri juga menjadi

lapangan pekerjaan utama bagi penduduk perkotaan karena mampu menyerap

tenaga kerja paling banyak. Hal ini semakin menunjukkan bahwa peranan

sektor industri, khususnya industri manufaktur semakin penting. Akan tetapi

perlu dipahami bahwa semakin besar peranan suatu sektor, maka tantangan

yang muncul juga akan semakin besar mulai dari aspek keterbatasan sumber

daya terutama ketersediaannya tenaga ahli yang terampil, sarana dan

prasarana, investasi yang perlu di tingkatkan, kondisi keamanan dalam negeri,

serta pemerataan dalam perkembangan industri yang menjadi tantangan

dalam negeri. Kendala luar negri juga merupakan menjadi permasalahan yang

serius yaitu dengan adanya persaingan global, seperti produk-produk negara

berkembang yang harus ekstra bersaing dengan produk-produk negara maju.

5
Tabel 1.2 Distribusi Presentase PDRB Provinsi Jawa Timur 2010 – 2014 (persen)
Lapangan usaha/industry 2010 2011 2012 2013 2014

Pertanian, kehutanan, dan

A Perikanan 13,48 13,28 13,47 13,46 13,73

B Pertambangan dan penggalian 5,45 5,86 5,30 5,34 5,19

Industri

C pengolahan/Manufakturing 29,55 29,15 29,28 28,79 28,90

D Pengadaan listrik dan gas 0,45 0,50 0,48 0,37 0,36

Pengadaan air, pengolaan

E sampah, limbah dan daur ulang 0,11 0,11 0,10 0,10 0,09

F Konstruksi 9,05 9,04 9,18 9,22 9,47

G Perdagangan besar dan eceran 17,64 17,97 17,67 17,70 17,24

H Transportasi dan pergudangan 2,73 2,79 2,88 3,07 3,20

Penyediaan akomodasi dan

I makan 4,75 4,78 4,82 4,91 5,19

J Informasi dan komunikasi 4,80 4,65 4,73 4,78 4,54

K Jasa keuangan dan asuransi 2,23 2,28 2,44 2,64 2,69

L Real estat 1,65 1,64 1,61 1,63 1,57

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur,


2014

Tabel
pemegang 1.2menunjukkan
peranan bahwapada
yang sangat penting industri manufaktur
distribusi PDRB Provinsi Jawa

Timur. Peran inilah yang sangat menarik untuk dijadikan penelitian. Sektor

industri manufaktur selalu mendapatkan peringkat pertama dalam

penyumbang PDRB terbesar yang memiliki kontribusi sebesar 29,55 persen

6
pada tahun 2010 setelah sektor perdagangan yang memiliki kontribusi 17,04

persen pada tahun 2010.

Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2014 sebesar 5,86

persen, melambat dibanding tahun 2013 mencapai 6,08 persen. Pertumbuhan

ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Akomodasi dan Makanan

Minuman sebesar 8,88 persen. Disusul lapangan usaha Jasa Perusahaan

sebesar 8,52 persen dan lapangan usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Lainnya sebesar 8,17 persen.

Adapun lapangan usaha lainnya yang mengalami pertumbuhan di atas

5 persen ialah lapangan usaha Industri Pengolahan sebesar 7,66 persen;

Kontruksi sebesar 5,44 persen; Transportasi dan Pergudangan sebesar 6,40

persen; Informasi dan Komunikasi sebesar 6,34 persen; Jasa Keuangan dan

Asuransi sebesar 6,95 persen; Real Estate sebesar 6,97 persen; Jasa

Pendidikan sebesar 6,48 persen; dan Jasa lainnya sebesar 5,46 persen.

Sedangkan lapang usaha yang mengalami pertumbuhan paling rendah adalah

kategori Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbag dan Daur Ulang yang

hanya tumbuh 0, 25 persen, melambat dibanding tahun sebelumnya yang

tumbuh 4,15 persen.

Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur tahun 2014 digambarkan

BPS dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja maupun jumlah penduduk

yang bekerja yang berimbas menurunkan tingkat pengangguran terbuka

selama setahun terakhir. Jumlah angkatan kerja berkurang sekitar 282,45 ribu

orang dalam kurun waktu setahun. Sementara jumlah pengangguran juga

turun sebanyak 35,05 ribu orang jika disbanding keadaan setahun

7
sebelumnya. Dari penduduk usia 15 tahun ke atas yang termasuk sebagai

angkatan kerja di Jawa Timur tahun 2014 berjumlah 20.149.990 orang.

Diantaranya 19,306.510 orang diantaranya bekerja dan 843.490 orang masih

menganggur. Penduduk yang bekerja tersebut berkurang sebanyak 247 ribu

orang dibanding keadaan tahun 2013 yang jumlahnya sebanyak 19,55 juta

orang.

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur penduduk yang

bekerja usia 15 tahun keatas menurut lapangan pekerjaan utama yaitu lebih

didominasi oleh sector pertanian sedangankan sector industry manufaktur

masih menduduki peringkat ketiga setelah sector perdagangan.Dengan

adanya data tersebut jelas bahwa industri manufaktur seharusnya dapat lebih

banyak menyerap tenaga kerja mengingat bahwa dengan adanya industri

maka tentu saja akan mendorong sektor-sektor lain dan juga mengingat

bahwa sektor industri manufaktur merupakan penyumbang PDRB kedua

terbesar setalah sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Dari hasil yang telah di jelaskan bahwa pengangguran di Provinsi

Jawa Timur dari tahun 2010 hingga 2014 semakin menurun. Namun, jika

dilihat pada kontribusinya industri manufaktur menjadi penyumbang PDRB

terbesar kedua setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran akan tetapi jika

dilihat dari penduduk yang bekerja sektor industri manufaktur menduduki

peringkat ketiga. Dalam hal ini sektor industri manufaktur seharusnya

memiliki potensi untuk menyerap tenaga kerja lebih tinggi dan menjadi sektor

yang paling berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja.

8
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diketetahui rumusan

masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah

1. Seberapa besar pengaruh tingkat upah (UMR), investasi, dan PDRB

terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri manufaktur

besar/sedang di koridor tengah Provinsi Jawa Timur.

2. Variabel manakah dari tingkat upah (UMR), investasi, dan PDRB yang

pengaruhnya paling dominan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor

industri manufaktur besar/sedang di koridor tengah Provinsi Jawa Timur.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas maka didapatkan tujuan

pada penelitian ini adalahsebagai berikut:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat upah (UMR),

investasi, dan PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor industri

manufaktur besar/sedang di koridor tengah Provinsi Jawa Timur.

2. Untuk mengetahui variabel manakah dari tingkat upah (UMR), investasi,

dan PDRB yang pengaruhnya paling dominan terhadap penyerapan

tenaga kerja di sektor industri manufaktur besar/sedang di koridor tengah

Provinsi Jawa Timur.

9
D. Batasan Masalah

Agar penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam dan terfokus,

maka tidak semua masalah akan diteliti, untuk itu maka peneliti memberikan

batasan, variabel yang akan diteliti serta bagaimana pengaruh variabel

tersebut dengan variabel yang lain, maka peneliti membatasi permasalahan

yang diangkat hanya pada variabel jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor

industri manufaktur besar atau sedang di koridor tengah Provinsi Jawa Timur.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini

adalah dengan mengetahui adanya pengaruh, jumlah indutri, tingkat upah,

modal, biaya input terhadap penyerapan tenaga kerja pada industry

manufaktur di jawa timur diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

pemerintah setempat dalam membuat dan menentukan kebijakan-kebijakan

yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan permintaan tenaga kerja, dan

fungsi produksi dan penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai perbandingan hasil

penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang sedang dilakukan

oleh peneliti, berikut beberapa penelitian terdahulu yang mendukung judul

penelitian ini :

1. Analisis yang dilakukan oleh Luh Diah Citraresmi Cahyadi yang berjudul

“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Industri Kreatif Kota Denpasar” dengan hasil modal, investasi, dan

teknologi berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi tapi tidak

berpengaruh tidak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja pada

industry pakaian jadi di kota denpasar. Sedangkan tingkat upah

berpengaruh tidak signifikan terhadap jumlah produksi pada industry

pakaian jadi di kota denpasar.

2. Analisis yang dilakukan oleh Siti Zulfiyah yang berjudul “Analisis

Kontribusi Sektor Industri Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor

Industri Di Indonesia” dengan hasil variable upah minimum berpengaruh

signifikan dan bertanda negative terhadap penyerapan tenaga kerja di

sector industry, artinya dengan adanya kenaikan upah minimum maka

terjadi penurunan terhadap penyerapan tenaga kerja.

3. Analisis yang dilakukan oleh Rezal Wicaksono yang berjudul “Pngaruh

PDB Sktor Riil, Suku Bunga Riil, Jumlah Unit Usaha Terhadap Tingkat

Penyerapan Tenaga Kerja Pda Industri Manufaktur Sedang Dan Besar Di

11
Indonesia Tahun 1990-2008” Penlitian ini mengguanakan metode

analisis regresi dengan data yang akan diolah merupakan data time

series.

4. Analisis yang dilakukan oleh Bobby Anggriawan yang berjudul “Analisis

Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Manufaktur (Besar &

Sedang) Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011” Penelitian ini

menggunakan metode analisis regresi dengan data yang akan diolah

merupakan data panel.

B. Tinjauan Teori

1. Teori Tenaga Kerja

Simanjuntak (1985) menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah

penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan

dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah atau mengurus rumah tangga

dengan batasan umur 15 tahun.

Teori permintaan menurut Simanjuntal (1985) menerangkan

tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dengan harga. Sehubungan

dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat

upah dengan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki untuk diperkerjakan.

Permintaan pengusaha atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan

masyarakat terhadap barang dan jasa. Masyarakat membeli barang dan jasa

karena barang tersebut memberikan kepuasan kepadanya. Sementara

pengusaha memperkerjakan seseorang karena orang tersebut membantu

memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Dengan kata
12
lain, pertambahan permintaan terhadap tenaga kerja bergantung pertambahan

permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi. Permintaan

tenaga kerja seperti itu dinamakan derived demand.

Pengusaha memperkerjakan seseorang karena membantu

memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Oleh karena

itu, kenaikan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari

permintaan masyarakat akan barang yang akan diproduksi. Simanjuntak

(1985) mendefinisikan yang dimaksud dengan permintaan adalah keseluruhan

hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah permintaan. Sedangkan

jumlah yang diminta berarti banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga

tertentu.

2. Permintaan Tenaga Kerja

Bellante dan Jackson (1990) menjelaskan seberapa banyak suatu

lapangan usaha akan mempekerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat

upah pada suatu periode tertentu. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja

berlainan dengan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.

Masyarakat membeli barang karena barang tersebut memberikan keunaan

kepada konsumen. Akan tetapi bagi pengusaha memperkerjakan seseorang

bertujuan untuk membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada

masyarakat. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap

tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap

barang yang diproduksinya. Oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja

merupakan permintaan turunan.

13
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori

ekonomi neoklasik, dimanadalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa

pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga pasar (pricetaker). Dalam hal

memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah

tenagakerja yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan tenaga kerja

didasarkan pada :

a. Tambahanhasil marjinal

Yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan

seorang pekerjaatau istilah lainnya disebut Marjinal Physical

Product dari tenaga kerja (MPPL).

b. Penerimaanmarjinal

Yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan

hasil marjinaltersebut atau istilah lainnya disebut Marginal Revenue

(MR). Penerimaan marjinal di sinimerupakan besarnya tambahan

hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR

=VMPPL = MPPL. P, dan

c. Biaya marjinal

Yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusahadengan

mempekerjakan tambahan seorang pekerja, dengan kata lain upah

karyawan tersebut.Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih

besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakanorang tersebut akan

menambah keuntungan pemberi kerja, sehingga ia akan terus

menambahjumlah pekerja selama MR lebih besar dari tingkat upah.

14
3. Penawaran Tenaga Kerja

Anonim (1990) berpendapat penawaran adalah suatu hubungan

antara suatu subyek dengan harga yang dikenakan terhadab obyek tersebut.

Yang merupakan syarat utama dari penawaran adalah adanya obyek yang

ditawarkan dan kesepakatan harga dari obyek yang ditawarkan tersebut.

Penawaran tenaga kerja adalah suatu hubungan antara tenaga kerja sebagai

obyek (yang ditawarkan) dengan besarnya upah yang sesuai dengan

keinginan tenaga kerja sebagai harga dari tenaga kerja tersebut.

Seperti halnya dengan penawaran yang lain, penawaran tenaga

kerja juga mempunyai hubungan positif dengan upah. Hubungan positif disini

mempunyai pengertian bahwa jika upah yang diberikan semakin tinggi, maka

semakin tinggi pula tenaga kerja yang ditawarkan. Anonim (1990)

menyimpulkan bahwa penawaran adalah hubungan antara harga dan

kuantitas.Dalam hal tenaga kerja, penawaran adalah hubungan antara tingkat

upah dan jumlah tenaga kerja yang siap disediakan oleh pemilik tenaga kerja.

Tenaga kerja memiliki dua pilihan dalam mengalokasi waktu

mereka, yaitu untuk bekerja dalam tujuan mendapatkan imbalan upah yang

tinggi dan untuk waktu luang. Upah sebagai harga dari tenaga kerja dalam

pengertian tersebut menjadi acuan utama bagi tenaga utama mau melakukan

suatu pekerjaan. Dari sini dapat dikatakan bahwa upah merupakan tujuan

utama dari sebuah penawaran tenaga kerja. Semakin tinggi upah yang

dikenakan terhadap tenaga kerja maka akan semakin tinggi pula penawaran

yang di lakukan. Seperti sifat setiap individu dalam memenuhi kebutuhan,

15
seorang tenaga kerja juga selalu berusaha untuk memaksimalkan

kepuasannya, yaitu berusaha untuk mencari upah yang tinggi.

Model klasik mengasumsikan setiap penawaran jasa tenaga kerja

anak selalu berusaha memaksimalkan tingkat kepuasan mereka, yaitu

mendapatkan upah yang tinggi. Sementara itu tingkat kepuasan itu sendiri

dipengaruhi oleh pendapatan riil dan waktu luang. Ada trade off antara

pendapatan riil dan waktu luang, yaitu semakin banyak waktu yang

digunakan untuk bekerjadalam rangka mendapatkan pendapatan tinggi maka

waktu luang menjadi sedikit.

4. Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja

Elastisitas permintaan tenaga kerja adalah persentase perubahan

permintaan akan tenaga kerja dan tingkat pendapatan yang berlaku adalah

berbanding terbalik sehingga jika tingkat pendapatan naik akan menyebabkan

jumlah orang yang dipekerjakan akan menurun. Maka persamaan elastisitas

permintaan tenaga kerja secara umum adalah ;

𝚫𝐍 𝑾
𝒆= 𝐗
𝚫𝐖 𝑵

Dimana :

e : elastisitas permintaan tenaga kerja

ΔN : perubahan jumlah tenaga kerja

ΔW : perubahan tingkat upah

𝑊 : tingkat upah berlaku

16
N : jumlah pekerja awal

Elastisitas permintaan tenaga kerja menurut simanjuntak (1985)

dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain :

a. Kemungkinan subtitusi tenaga kerja dengan factor produksi yang lain,

seperti modal, semakin kecil kemungkinan modal untuk menggantikan

factor tenaga kerja maka semakin kecil pula elastisitas permintaan

akan tenaga kerja. Tapi hal ini juga dipengaruhi oleh teknologi dan

skill atau kemampuan tenaga kerja.

b. Elastisitas terhadap barang atau jasa yang dihasilkan. Misalnya terjadi

peningkatan terhadap permintaan barang atau jasa suatu perusahaan

dalam masyarakat maka elastisitas permintaan akan tenaga kerja akan

meningkat.

c. Proporsi biaya karyawan (upah) terhadap seluruh biaya produksi.

Biaya terhadap tenaga kerja merupakan biaya terbesar dari total biaya

produksi, dan hal ini pasti menjadi pertimbangan bagi manajemen

suatu usaha. Yang pada akhirnya akan mempengaruhi elastisitas

permintaan tenaga kerja.

d. Elastisitas persediaan dari factor pelengkap lainnya. Misalnya listrik,

bahan baku, peralatan dan lain-lain. Makin banyak factor

pelengkaptersebut biasanya pasti diperlukan tenaga kerja yang lebih

banyak untuk menanganinya, sehingga elastisitas permintaan akan

tenaga kerja juga akan semakin besar.

17
5. Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja

Menurut Sumarsono (2003) dalam Subekti (2007), permintaan

tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh

suatu lapangan usaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga

kerja adalah tingkat upah, nilai produksi dan investasi. Perubahan pada

faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang diserap

suatu lapangan usaha. Tingkat upah akan mempengaruhi tingkat biaya

produksi.

Nicholson (1999) dalam teori Pasar Tenaga Kerja dan Dampak

Upah Minimum menjelaskan bahwa tenaga kerja dalam perekonomian

ditentukan oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja. Keseimbangan

mekanisme pasar kerja ini akan menghasilkan tingkat upah dan tenaga kerja

keseimbangan. Kenaikan dalam penawaran tenaga kerja yang didorong oleh

bertambahnya Angkatan kerja akan menyebabkan penurunan dalam tingkat

upah dan kenaikan dalam penyerapan tenaga kerja. Pergeseran keseimbangan

pasar kerja ini didasarkan pada asumsi, jika sektor riil memiliki rencana untuk

melakukan ekspansi produksi.

Menurut Sudarsono (1988) dalam Subekti (2007) nilai produksi

adalah tingkat produksi ataukeseluruhan jumlah barang yang merupakan hasil

akhir proses produksi pada suatu unit usaha yang selanjutnya akan dijual atau

sampai ke tangan konsumen. Apabila permintaan hasil produksi perusahaan

atau industri meningkat, produsen cenderung untuk menambah kapasitas

produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan menambah penggunaan

tenaga kerjanya. Perubahan yang mempengaruhi permintaan hasil produksi,

18
antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari

perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi,

dan harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan

dalam proses produksi.

Dalam Subekti (2007) Nilai output suatu daerah diperkirakan akan

mengalami peningkatan hasil produksi dengan bertambahnya jumlah

perusahaan yang memproduksi barang yang sama. Para pengusaha akan

membutuhkan sejumlah uang yang akan diperoleh dengan tambahan

perusahaan tersebut, demikian juga dengan tenaga kerja. Perusahaan yang

jumlahnya lebih besar akan menghasilkan output yang besar pula, sehingga

semakin banyak jumlah perusahaan/unit yang berdiri maka akan semakin

banyak kemungkinan untuk terjadi penambahan output produksi.

Menurut Sudarsono (1988) Dalam Subekti (2007), perubahan

faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain

adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan

yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga

barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses

produksi. Lain halnya dengan Simanjuntak (1985) yang menyatakan bahwa

pengusaha memperkerjakan seseorang karena itu membantu memproduksi

barang/jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan

permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan

permintaan masyarakat akan barang yang diproduksi.

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan

penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang

19
modal, mesin-mesin dan perlengkapanperlengkapan produksi yang yang akan

dioperasikan oleh tenaga manusia untuk menambah kemampuan

memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian

(Sukirno, 1997 dalam Subekti 2007). Sedangkan menurut Dumairy (1996)

investasi adalah penambahan barang modal secara neto positif. Seseorang

yang membeli barang modal tetapi ditujukan untuk mengganti barang modal

yang telah mengalami kerusakan dalam proses produksibukanlah merupakan

investasi, tetapi disebut dengan pembelian barang modal untuk mengganti

(replacement). Pembelian barang modal ini merupakan investasi pada waktu

yang akan datang.

6. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri

Menurut Boediono (2000) penyerapan tenaga kerja merupakan

jumlah tertentu dari tenaga kerja yangdigunakan dalam suatu unit usaha

tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga

kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha. Dalam penyerapantenaga kerja ini

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor

eksternal tersebut antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,

pengangguran dan tingkat bunga. Dalam dunia usaha tidaklah memungkinkan

mempengaruhi kondisi tersebut, maka hanyalah pemerintah yang dapat

menangani dan mempengaruhi factor eksternal. Dengan melihat keadaan

tersebut maka dalam mengembangkan sektor industri kecil dapat dilakukan

dengan menggunakan faktor internal dari industri yang meliputi tingkat

upah,produktivitas tenaga kerja, modal, serta pengeluaran tenaga kerja non

upah. Adapun factor tersebut diuraikan sebagai berikut:

20
a. Tingkat Upah

Upah merupakan penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja

kepada penerima kerja untuk pekerjaan atau jasa yang telah atau akan

dilakukan. Berfungsi sebagai kelangsungan kehidupan yang layak bagi

kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk yang

ditetapkan sesuai persetujuan, Undang-undang dan peraturan, dan

dibayar atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan

penerima kerja. Menurut Boediono (2000) tenaga kerja merupakan salah

satu faktor produksi yang digunakan dalam melaksanakan proses

produksi. Dalam proses produksi tenaga kerja memperoleh pendapatan

sebagai balas jasa dari usaha yang telah dilakukannya yakni upah. Maka

pengertian permintaan tenaga kerja adalah tenaga kerja yang diminta oleh

pengusaha pada berbagai tingkat upah.

Ehrenberg ( 1998) menyatakan apabila terdapat kenaikan tingkat

upah rata-rata, maka akan diikuti oleh turunnya jumlah tenaga kerja yang

diminta, berarti akan terjadi pengangguran. Atau kalau dibalik, dengan

turunnya tingkat upah rata-rata akan diikuti oleh meningkatnya

kesempatan kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa kesempatan kerja

mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat upah. Pendapat serupa

juga dikemukakan oleh Haryo Kuncoro (2001), di mana kuantitas tenaga

kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikan upah.

Apabila tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, berarti harga

tenaga kerja relatif lebih mahal dari input lain. Situasi ini mendorong

pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja yang relatif mahal

21
dengan input-input lain yang harga relatifnya lebih murah guna

mempertahankan keuntungan yang maksimum.

Fungsi upah secara umum, terdiri dari :

1) Untuk mengalokasikan secara efisien kerja manusia,

menggunakan sumber daya tenaga manusia secara efisien,

untuk mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

2) Untuk mengalokasikan secara efisien sumber daya manusia

Sistem pengupahan (kompensasi) adalah menarik dan

menggerakkan tenaga kerja ke arah produktif, mendorong

tenaga kerja pekerjaan produktif ke pekerjaan yang lebih

produktif.

3) Untuk menggunakan sumber tenaga manusia secara efisien

Pembayaran upah (kompensasi) yang relative tinggi adalah

mendorong manajemen memanfaatkan tenaga kerja secara

ekonomis dan efisien. Dengan cara demikian pengusaha dapat

memperoleh keuntungan dari pemakaian tenaga kerja. Tenaga

kerja mendapat upah (kompensasi) sesuai dengan keperluan

hidupnya.

4) Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Akibat alokasi

pemakaian tenaga kerja secara efisien, sistem perupahan

(kompensasi) diharapkan dapat merangsang, mempertahankan

stabilitas, dan pertumbuhan ekonomi.

22
b. Modal

Modal dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting

dan kedua duanya dapat bersifat saling mengganti. Hal ini diperkuat

teori Henderson dan Qiuandt (1986 ) yang dibentuk dalam persamaan

Q = (L,K,N)

dimana :

Q = Output

L = Labour

K =

Kapital

N = Sumber Daya

Modal adalah dana yang digunakan dalam proses produksi saja,

tidak termasuk nilai tanah dan bangunan yang ditempati atau biasa

disebut dengan modal kerja. Masalah modal sering kali disoroti sebagai

salah satu factor utama penghambat produksi dan dengan demikian juga

penggunaan tenaga kerja.Pernyataan "Working Capital Employee

Labour" berarti bahwa tersedianya modal kerja yang cukup mempunyai

efek yang besar terhadap penggunaan tenaga kerja.

Modal juga dapat digunakan untuk membeli mesin-mesin atau

peralatan untuk melakukan peningkatan proses produksi. Dengan

penambahan mesin-mesin atau peralatan produksi akan berpengaruh

terhadap penyerapan tenaga kerja hal ini dikarenakan mesin-mesin atau

peralatan produksi dapat menggantikan tenaga kerja. Jadi semakin

23
banyak modal yang digunakan untuk membeli mesin-mesin atau

peraralatan maka menurunkan penyerapan tenaga kerja.

Pengertian Modal Kerja

Gambaran yang lebih jelas mengenai modal kerja ada

beberapa pendapat menurut para ahli mengenai pengertian modal

kerja diantaranya :

1) Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001:266) yang

menyatakan bahwa: “ Modal kerja adalah aktiva lancar

dikurangi hutang lancar”.Menurut Agnes Sawir

(2005:129) yang menyatakan bahwa modal kerja

adalah: “ Keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki

perusahaan atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana

yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi

perusahaan sehari-hari”.

2) Menurut Sutrisno (2007:39) menyatakan bahwa

:“Modal kerja adalah dana yang diperlukan oleh

perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional

perusahaan sehari-hari, seperti pembelian bahan baku,

pembayaran upah buruh, membayar hutang dan

pembayaran lainnya”.

3) Menurut Bambang Riyanto (2001:57) mengemukakan

tiga konsep pengertian modal kerja, yaitu:

a. Konsep Kuantitatif

24
Konsep ini didasarkan atas kualitas dana yang ditanam

dalam unsur-unsur aktiva lancar, yaitu aktiva yang

dipakai sekali dan akan kembali menjadi bentuk

semula, atau aktiva dengan dana yang tertanam didalam

yang akan bebas lagi dalam waktu singkat. Konsep ini

sering disebut Gross Working Capital.

b. Konsep Kualitatif

Konsep ini didasarkan pada aspek kualitatif, yaitu

kelebihan aktiva lancar dari hutang lancarnya. Modal

kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva

lancar yang benar-benar digunakan untuk membiayai

operasi perusahaan yang bersifat rutin tanpa

menggangu likuditasnya. Konsep ini sering disebut Net

Working Capital.

c. Konsep Fungsional

Konsep ini didasarkan pada fungsi dana dalam

menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang digunakan

dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan

pendapatan, dengan kalkulasi sebagian dana digunakan

untuk menghasilkan pendapatan pada periode tersebut

(current income) dan sebagian lagi digunakan untuk

menghasilkan pendapatan pada periode-periode

berikutnya (future income).

25
Menurut definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas,

pengertiaan modal tidaklah sama, hal tersebut dikarenakan perbedaan cara

pandang para ahli tersebut tentang modal itu sendiri. Pada awal mulanya

para ahli melihat bahwa modal itu hanya ditinjau dari wujudnya (konkrit)

saja namun seiring dengan perkembangannya, maka pengertiaan modal itu

tidak hanya dilihat dari wujudnya saja tetapi modal juga dapat ditinjau dari

bentuk tidak wujudnya (abstrak) yakni ditekankan pada kekuasaan memakai

atau menggunakan barang-barang modal.

Jenis-Jenis Modal Kerja

Menurut Bambang Riyanto (2001:61) menyatakan jenis-jenis

modal kerja adalah sebagai berikut :

1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)

merupakan modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan

agar dapat menjalankan fungsinya. Dengan kata lain modal kerja

yang terus menerus diperlukan bagi kelancaran usaha. Model

kerja permanen dapat dibedakan menjadi :

a) Modal Kerja Primer (Primary Working Capital)

Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum

yang harus tersedia pada perusahaan untuk menjamin

kontinuitas usaha atau operasinya.

b) Modal Kerja Normal (Normal Working Capital)

26
Modal kerja normal merupakan jumlah modal kerja yang

diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang

normal.

2. Modal Kerja Variabel (Variabel Working Capital) merupakan

modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena keadaan

darurat yang tidak diketahui sebelumnya. Modal kerja variabel

dapat dibedakan menjadi :

a) Modal Kerja Musiman (Seasonal working Capital)

Modal kerja musiman merupakan modal kerja yang

jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi

musim.

b) Modal Kerja Siklus (Cyclical Working Capital)

Modal kerja siklus merupakan modal kerja yang jumlahnya

berubah-ubah yang disebabkan fluktuasi konyungtur.

c) Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital)

Modal kerja darurat merupakan modal kerja yang besarnya

berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak

diketahui sebelumnya.

a. Faktor-Faktor Modal Kerja

Menurut Munawir (2001:117) modal kerja dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantanya adalah:

27
1. Sifat atau tipe perusahaan

Modal kerja suatu perusahaan dagang relative lebih rendah bila

dibandingkan dengan modal kerja perusahaan industri, karena

tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang

maupun persediaan kebutuhan uang tunai pada perusahaan

dagang. Untuk membelanjai operasi dapat dipenuhi dari

penghasilan atau penerimaan saat itu juga.

2. Usaha yang dubutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh

barang yang akan dijual serta harga per satuan barang tersebut.

Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung

dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang

akan dijual maupun bahan baku yang akan diproduksi sampai

barang itu dijual. Semakin panjang waktu yang dibutuhkan

untuk memproduksi atau memperoleh barang tersebut semakin

besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Disamping itu pula

harga pokok per satuan barang itu juga mempengaruhi besar

kecilnya modal kerja yang dibutuhkan. Semakin besar harga

pokok per satuan barang yang akan dijual semakin besar pula

kebutuhan modal kerja.

3. Syarat pembelian bahan baku

Syarat pembelian bahan baku yang akan digunakan untuk

memproduksi barang atau barang dagang sangat mempengaruhi

28
jumlah modal kerja yang dibutuhkan untuk perusahan yang

bersangkutan. Jika syarat yang diterima pada waktu pembelian

menguntungkan, makin sedikit dana yang diinvestasikan dalam

persedian bahan baku atau barang dagangan, sebaliknya bila

pembayaran atas bahan atau barang yang akan dibeli tersebut

harus dilakukan dalam jangka waktu pendek maka uang kas

diperlukan untuk membiayai semakin besar pula.

4. Syarat penjualan

Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada

para pembeli akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah

modal kerja yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang.

Untuk memperendah jumlah modal kerja yang harus

diinvestasikan yang harus di sektorkan dalam bentuk piutang

dan untuk memperkecil resiko adanya piutang yang akan

tartagih sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai

kepada para pembeli, karena dengan demikian pembeli akan

tertarik untuk segera membayar utangnya dalam periode diskon

tersebut.

5. Tingkat pertukaran persedian (inventory turnover)

Menunjukan berapa kali persediaan tersebut diganti, semakin

tinggi tingkat pertukaran persediaan maka jumlah modal kerja

yang diinvestasikan dalam persediaan semakin rendah. Untuk

dapat mencari tingkat perputaran persediaan yang tinggi maka

harus diadakan perencanaan dan pengendalian persediaan secara

29
teratur dan efisien. Semakin cepat atau semakin tinggi tingkat

perputaran persediaan akan memperkecil resiko terhadap

kerugian yang disebabkan penurunan mutu atau karena

perubahan selera konsumen, disamping menghemat ongkos

menyimpan dan pemeliharaan terhadap persediaan barang

tersebut.

b. Manfaat Modal Kerja

Modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup agar

memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan

tidak mengalami kesulitan keuangan. Adapun manfaat dari

tersedianya modal kerja yang cukup menurut Jumingan (2001:67)

adalah sebagai berikut :

1. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai

aktiva lancar, seperti adanya kerugian karena debitur tidak

membayar, turunnya nilai persediaan karena harganya merosot.

2. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-

kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya.

3. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan

tunai sehingga mendapatkan keuntungan berupa potongan harga.

4. Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat

mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga seperti kebakaran,

pencurian dan sebagainya.

5. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang

cukup guna melayani permintaan konsumennya.

30
6. Memungkinkan perusahaan dapat memberikan syarat kredit

yang menguntungkan kepada pelanggan.

7. Memungkinkan perusahaan dapat beroperasi dengan lebih

efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan

baku, jasa, dan suplai yang dibutuhkan.

8. Memungkinkan perusahaan mampu bertahan dalam periode

resesi atau depresi.

7. Teori Produksi

Menurut Mankiw (2003) produksi dapat diartikan sebagai kegiatan

optimalisasi dari factor-faktor produksi seperti, tenaga kerja, modal, dan lain

lainnya oleh perusahaan untuk menghasilkan produk berupa barang-barang

dan jasa-jasa. Secara teknis, kegiatan produksi dilakukan dengan

mengombinasikan beberapa input untuk menghasilkan sejumlah output.

Dalam pengertian ekonomi, produksi didefinisikan sebagai usaha manusia

untuk menambah atau menciptakan daya atau nilai suatu barang atau benda

untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Contoh produksi adalah menanam padi, menggiling padi,

mengangkut beras, memperdagangkan beras, dan menjual nasi dan makanan.

Contoh yang lebih modern adalah produksi pembuatan benang, produksi

pembuatan kain, produksi pembuatan kendaraan bermotor, dan produksi

pembuatan computer dan sebagainya.

31
8. Tori Kurva Philips

Terdapat suatu trade-off antara tingkat inflasi dan tingkat


pengangguran, yaitu bila tingkat pengangguran tinggi, laju inflasi rendah;
sedangkan bila tingkat pengangguran rendah, laju inflasi tinggi. Keadaan ini
pertama kali dikemukakan oleh A.W. Phillips pada tahun 1958 yang mulanya
melukiskan hubungan antara tingkat perubahan upah dengan tingkat
perubahan kesempatan kerja.

Kurva Phillips ini memiliki tiga ciri yaitu :

1. mempunyai lereng yang negatif , sehingga kurva ini turun dari


kiri atas ke kanan bawah.

2. Kurva Phillips mempunyai intersep pada sumbu horizontal pada


tingkat pengangguran natural, di mana pada saat itu tingkat
inflasi sama degan nol.

3. Kurva ini menunjukkan tanggapan tingkat pengangguran


terhadap perubahan tingkat inflasi. Ini ditunjukkan oleh besar
kecilnya lereng kurva Phillips tersebut.

Kurva Phillips ini tidak selalu tetap letaknya, tetapi seperti pendapat
Friedman dan Phelps, bahwa kurva Phillips tidak menunjukkan suatu
hubungan jangka panjang yang stabil. Kurva Phillips itu akan bergeser ke luar
bila pengambil keputusan mencoba mempertahankan tingkat pengangguran di
bawah tingkat pengangguran natural, dan sebaliknya bila tingkat
pengangguran dibiarkan berada di atas tingkat pengangguran natural, maka
kurva Phillips akan bergeser ke bawah. Selanjutnya Friedman dan Phelps
seperti halnya dengan Phillips sendiri menyatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pengangguran semakin cepat kenaikan tingkat upah dan harga; dan
semakin tinggi inflasi akan semakin cepat pada kenaikan tingkat upah.

32
9. Industri Manufaktur

Manufacturing atau Manufaktur berasal dari bahasa

Latin,manus(tangan) dan factus (membuat) sehingga dapat diartikan membuat

dengan tangan atau manual. Modern manufaktur dapat di artikan sebagai

pengerjaan secara automatis dan mesinnya di kontrol komputer dengan

pengawasan manual.

Manufaktur merupakan suatu cabang industri yang

mengaplikasikan peralatan dan suatu medium proses untuk transformasi

bahan mentah menjadi barang jadi untuk dijual. Upaya ini melibatkan semua

proses antara yang dibutuhkan untuk produksi dan integrasi komponen-

komponen suatu produk.

Manufaktur dapat di definisikan dari dua sisi yaitu Teknologi dan Ekonomi.

a. Darisisi Teknologi

Manufaktur merupakan aplikasi dari proses fisika dan kimia untuk

mengubah geometri, property dan / atau tampilan material awal

menjadi part atau produk, manufaktur termasuk juga perakitan

beberapapart menjadi produk. Proses manufakur melibatkan kombinasi

dari machinery, tools, power dan tenaga kerja

b. Dari sisi Ekonomi

Manufaktur merupakan transformasi material menjadi item yang

mempunyai penambahan nilai (value) melalui suatu proses dan / atau

perakitan. Misalkan pasir di ubah menjadi kaca (glass).

33
Menurut Heizer, dkk (2005), manufaktur berasal dari kata

manufacture yang berarti membuat dengan tangan (manual) atau dengan

mesin sehingga menghasilkan sesuatu barang.Manufaktur juga dapat

diartikan sebagai kegiatan-kegiatan memproses pengolahan input menjadi

output.Kegiatan manufaktur dapat dilakukan oleh perorangan (manufacturer)

maupun oleh perusahaan (manufacturing company). Sedangkan industri

manufaktur adalah kelompok perusahaan sejenis yang mengolah bahan-bahan

menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang bernilai tambah lebih

besar. Contoh industri manufaktur, misalnya:

1. Pakaian dan Tekstil

2. Minyak, Kimia dan Plastik

3. Elektronika, Komputer dan Transportasi

4. Makanan

5. Logam

6. Kayu, Kulit dan Kertas

Berdasarkan jenis proses produksi atau berdasarkan sifat

manufakturnya, perusahaan manufaktur dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yakni

a. Perusahaan dengan jenis proses produksi terus-

menerus (continuous process atau continuous

manufacturing).

b. Perusahaan dengan proses produksi yang

terputus-putus (intermitten process atau

intermitten manufacturing).

34
Strategi respons terhadap permintaan konsumen mendefinisikan

bagaimana suatu perusahaan industri manufaktur akan memberikan

tanggapan atau respons terhadap permintaan konsumen. Pada dasarnya

strategi respons terhadap permintaan konsumen dapat diklasifikasikan dalam

kategori: Design-to-Order, Make-to-Order, Assemble-to-Order, Make-to-

Stock.

10. Teori Industri

Arsyad (1992) mengungkapkan sektor industri disebut sebagai

leading sector atau sector pemimpin. Hal ini dikarenakan dengan adanya

pembangunan industri, maka akan memacu dan mengangkat pembangunan

sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian dan sektor jasa. Pertumbuhan

industri yang pesat akan merangsang sektor pertanian untuk menyediakan

bahan baku bagi industri. Sektor jasa juga turut berkembang dengan berdirinya

lembaga keuangan, lembaga pemasaran, dan sebagainya, yang semuanya akan

mendukung lajunya pertumbuhan industri.

Klasifikasi Industri

1. Jenis industri berdasarkan pengelompokan tenaga kerja

Pengelompokan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja

dibedakan menjadi empat kriteria, antara lain (BPS, 2003):

a) Industri Besar

Industri yang menggunakan tenaga kerja 100 orang

ataulebih

b) Industri menegah

35
Industri yang menggunakan tenaga kerja antara 20-99 orang

c) Industri kecil

Industri yang mengunakan tenaga kerja antara 5-19 orang

d) Industri mikro/rumah tang

Industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 5

orang.

2. Jenis industri berdasarkan nilai asset netto yang diatur dalam

undang undang No.9 Tahun 1995, dimana:

a) Industri Besar

Usaha yang memiliki asset netto (tanpa gedung dan tanah)

sebesar Rp 10.000.000.000 keatas.

b) Industri menegah

Usaha yang memiliki asset netto (tanpa gedung dan tanah)

antaraRp 200.000.000–Rp 10.000.000.000

c) Industri kecil dan Mikro

Usaha yang memiliki asset neto (tanpa gedung dan tanah )

tidak lebih dari Rp 200.000.000

3. Jenis industry berdasarkan klasifikasi

Berdasarkan Internasional standart of industrial Clasification

(ISIC), dengan berdasarkan pendekatan kelompok komoditas

industry manufaktur terbagi atas beberapa kelompok

komoditas.

36
11. Teori upah

Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

pengertian upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha

kepada buruh atau pekerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau

dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut

suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas

dasar perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh atau pekerja.Menurut

Simanjuntak (1985) pada dasarnya teori yang mendasari sistem pengupahan

adalah:

a. Upah Menurut Kebutuhan

Ajaran Karl Marx pada dasarnya berpusat pada 3 hal, yaitu :

1) Teori Nilai

Karl Marx berpendapat bahwa hanya buruh yang merupakan

sumber nilai ekonomi. Jadi nilai suatu barang adalah nilai dari

jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang digunakan untuk

memproduksi barang tersebut. akibat dari teori ini adalah harga

barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan

untuk seluruh proses produksi tersebut.

2) Teori Pertentangan Kelas

Dalam hal ini Karl Marx berpendapat bahwa kapitalis selalu

berusaha untuk menciptakan barang-barang modal untuk

mengurangi penggunaan buruh. Dengan demikian akan

menimbulkan pengangguran besar besaran. Dengan adanya

pengangguran ini pengusaha dapat menekan upah. Akibat dari

37
sistem ini adalah bahwa tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk

bersatu merebut kapital dari pengusaha menjadi milik bersama.

3) Terbentuknya Masyarakat Komunis

Sebagai konsekuensi dari kedua ajaran Karl Marx tentang teori

nilai dan pertentangan kelas adalah terbentuknya masyarakat

komunis. Dalam masyarakat ini seseorang tidak menjualkan

tenaga kerjanya kepada orang lain, tetapi masyarakat itu melalui

partai buruh akan mengatur apa dan berapa jumlah produksi.

Dalam masyarakat impian Marx tersebut, “tiap orang harus

bekerja menurut kemampuannya, dan tiap orang memperoleh

menurut kebutuhannya.”

b. Upah Sebagai Imbalan

Teori Neo Klasik mengemukakan bahwa dalam rangka

memaksimumkan keuntungan tiap tiap pengusaha menggunakan

faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap factor produksi

yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan sebesar nilai

pertambahan hasil marjinal dari faktor produksi tersebut. Ini berarti

bahwa pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian

rupa sehingga nilai pertambahan hasil marjinal seseorang sama

dengan upah yang diterima orang tersebut. Dengan kata lain tingkat

upah yang dibayarkan oleh pengusaha adalah:

38
W = VMPPL = MPPL × P

Dimana :

W = tingkat upah yang dibayarkan pengusaha kepada karyawan

P = harga jual barang dalam rupiah per unit barang

MPPL = marginal physical product of labor atau penambahan

hasil marjinalpekerja, diukur dalam unit barang per unit waktu

VMPPL= value of marginal physical product of labor atau nilai

pertambahan hasil marjinal pekerja atau karyawan

Nilai pertambahan hasil VMPPL, merupakan nilai jasa yang

diberikan oleh karyawan kepada pengusaha. Sebaliknya upah, W,

dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawan sebagai imbalan

terhadap jasa karyawan yang diberikan kepada pengusaha. Dalam

rangka memaksimalkan keuntungan, pengusaha memberikan

imbalan kepada setiap faktor produksi sebesar nilai tambahan hasil

marjinal masing-masing faktor produksi tersebut. Imbalan terhadap

modal disebut rendemen. Tingkat renedemen mencerminkan harga

satu unit modal. Seperti halnya tingkat upah dalam persamaan

(2.12), maka tingkat rendemen sama dengan nilai tambahan hasil

marjinal dari satu unit modal, sehingga:

r = VMPPL = MPPL × P

Dimana :

r = tingkat rendemen modal

VMPPL = nilai pertambahan hasil marjinal modal atau value of

marginal physical product of capital

39
P = harga jual barang produksi

Dengan asumsi bahwa terdapat mobilitas sempurna atas

tenaga kerja dan modal, maka tingkat upah di berbagai perusahaan

seharusnya sama, dan tingkat rendemen di berbagai alternative

investasi juga sama.

40
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian tentang analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor

industri manufaktur (besar dan sedang) di jawa timur ini dilakukan di provinsi

jawa timur pada tahun 2011-2015.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan pendekatan metode kuantiatif yang dirubah menjadi pendekatan

metode kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara

variable penentu pendapatan perkapita dengan dengan menggunakan

beberapa variable.

C. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian. Jumlah

variabel dan jenis penelitian sangat tergantung pada rumusan masalah dan

kajian teorinya. Dalam penelitian ini variabel tingkat upah (UMR) (X1),

modal / investasi (X2), PDRB (X3) sebagai variabel dependen, Sedangkan

variabel Yatau variabel independen adalah penyerapan tenaga kerja pada

sektor manufaktur (besar dan sedang) di provinsi jawa timur tahun 2011-

2015. Sedangkan definisi operasional yang perlu penulis cantumkan adalah,

sebagai berikut:

1. Tingkat upah (UMR) (X1) yaitu suatu penerimaan bulanan sebagai

imbalan dari pengusaha yang diberikan kepada karyawan untuk

suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan dan dinyatakan

41
atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu

persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan

atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan

karyawan termasuk tunjangan, baik karyawan itu sendiri maupun

untuk keluarganya. Pendapatan yang digunakan pada variable ini

adalah pendapatan yang dikeluarkan menurut masing-masing

industry terhitung tahun 2011 – 2015

2. Modal (X2), yaitu dana yang digunakan dalam proses produksi

saja, tidak termasuk nilai tanah dan bangunan yang ditempati atau

biasa disebut dengan modal kerja. Dalam hal ini memfokuskan

pada industri manufaktur pada provinsi Jawa Timur terhitung dari

tahun 2011-2015.

3. PDRB (X3), yaitu jumlah nilai barang tambah dan jasa yang

dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian di seluruh daerah

dalam tahun tertentu atau periode tertentu dan biasanya satu tahun.

Penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu harga

berlaku dan harga konstan. PDRB harga atas harga berlaku

merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihutung

menggunakan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan

sementara atas harga konstan dihitung dngan menggunakan harga

pada tahun tertentu sebagai tahun dasar.

42
D. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, serta

mengingat pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif maka data

kuantitatif merupakan data atau atau informasi yang berkaitan dengan

kuantitas. Data kuantitaif ini diperlukan dalam penelitian ini sebagai

fenomena akhir penelitian, misal data tentang tingkat upah, modal, PDRB ini

diperlukan untuk mendukung dalam melakukan analisis terhadap penyerapan

tenaga kerja pada sektor industri manufaktur (besar dan sedang) di provinsi

jawa timur tahun 2011-2015.

2. Sumber Data

Berdasarkan sumbernya ada dua macam data yaitu sumber data primer

dan data skunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian

lapangan yang menggunakan metode pengumpulan data original seperti

kuesioner. Sedangkan data skunder adalah data yang telah ada dan telah

dipublikasikan kepada masyarakat, yang bisa diperoleh secara tidak langsung

dapat melalui artikel, buku, jurnal dan lain sebagainya (Kuncoro, 2004).

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini dikumpulkan data primer dan data skunder. Data

primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung dari objek

penelitian.. Data skunder adalah data atau informasi yang diperoleh tidak

langsung dari objek penelitian.Hal ini senada yang diungkapkan oleh

Kusumayadi dan Sugiarto (2000:80) bahwa data primer adalah data yang

dikumpulkan oleh peneliti langsung dari objek penelitian. Sedangkan data

43
skunder adalah data nyang merupakan hasil pengumpulan orang atau instansi

dalam bentuk publikasi, laporan dan sebagainya.

F. Analisis Data dan Uji Hipotesis

1. Analisis Data

Agar suatu data yang telah terkumpul dapat bermanfaat, Maka perlu

dilakukan analisis data. Analisis data merupakan proses pengolahan data yang

telah terkumpul, dan penginterpretasian hasil pengolahan data yang telah

terkumpul tersebut berikut kesimpulannya (Priyatno, 2008). Kemudian

Mas’ud (2004) menerangkan bahwa analisis data dilakukan setelah data dari

lapangan terkumpul. Dengan demikian disimpulkan bahwa analisis data perlu

dilakukan, sebagai langkah kongkrit selanjutnya setelah data dari lapangan

terkumpul, serta bertujuan mengolah , dan menginterpretasikan hasil

pengolahan data berikut kesimpulannya.

Untuk mempermudah kegiatan analisis data maka diperlukan cara

atau metode analisis data. Dalam Widiyanto ( 2008) dikemukakan bahwa

dalam penganalisisan data terdapat dua metode analisis data yaitu metode

analisis kuantitatif , dan analisis kualitatif, Dalam penelitian ini, analisis

kuantitatif ialah metode analisis dengan angka-angka yang dapat dihitung

maupun diukur, dan dalam prosesnya menggunakan alat bantu statistik.

Dalam penelitian ini digunakan analisis regresi untuk melakukan

prediksi, bagaimana perubahan nilai variabel dependen bila nilai variabel

independen dinaikan atau diturunkan nilainya. Penelitian ini menggunakan

regresi ganda. Analisis Regresi ganda menurut sugiyono (2004:250)

digunakan oleh peneliti bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana

44
keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel

independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi.

Dalam anailis regresi ganda ini variabel yang diramalkan

(dependen) yaitu (Y) penyerapan tenaga kerja sektor industri manufaktur

(besar dan sedang) di provinsi jawa timur tahun 2010-2014 dan (independen)

yang mempengaruhinya yaitu jumlah industri (X1), tingkat upah (X2),

modal (X3), biaya input (X4), persamaan regresi adalah:

Y = a + 𝑏1𝑋1+ 𝑏2𝑋2 + 𝑏3𝑋3 + 𝑏4𝑋4

Sugiyono

(2007:275)

Keterangan :

Y = penyerapan tenaga

kerja X1 = jumlah industri

X2 = tingkat

upah X3 =

modal

X4 = biaya input

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk memperoleh kebenaran atas

apa yang telah di hipotesiskan di bab tinjauan pustaka. Hipotesis

empiris kebenarannya,
merupakan jawaban dengan melakukan
sementara pembuktian
terhadap masalahstatistik.
yang diteliti,

Dalam penelitian, uji persial dengan T-test ini bertujuan untuk

mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel dependen. Nilai

dari uji T-test ini dapat dilihat dari pvalue pada masing-masing variabel

45
independen jika p-value < level of significant (α) yang ditentukan

(α=10%). Sedangkan uji F-test digunakan untuk mengetahui tingkat

signifikansi pengaruh variabel-variabel independen (jumlah industri,

tingkat upah, modal, biaya input), secara bersama-sama (simultan)

terhadap variabel dependen (penyerapan tenaga kerja).

a. Membandingkan hasil besarnya peluang melakukan kesalahan (tingkat

signifikan) yang muncul, dengan tingkat munculnya kejadian

(propabilitas) yang ditentukan sebesar 5% atau 0,05 pada output, guna

mengambil keputusan menolak atau menerima hipotesis nol (Ho):

1) Apabila signifikai > 0,05 maka keputusannya adalah menerima

Ho dan menerima Ha

2) Apabila signifikasi < 0,05 maka keputusannya adalah menolak

Ho dan menerima Ha

b. Membandingkan nilai statistik F hitung dengan nilai statistik F tabel:

3) Apabila nilai statistik F hitung < nilai statistik F tabel, maka Ho

diterima

4) Apabila nilai statistik F hitung > nilai statistik F tabel, maka Ho

ditolak Rumus uji F adalah (Priyanto, 2008)

𝑹𝟐/𝑲
F = (𝟏−𝑹𝟐)/(𝒏−𝟏−𝑲
)

46
Di mana;

R2 = koefisien korelasi berganda dikuadratkan

n = jumlah sampel

k = jumlah variabel bebas

47
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Variabel Penelitian

1. Penyerapan Tenaga kerja di enam kota besar Provinsi Jawa Timur

Angkatan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi suatu daerah untuk menjadi da
kerja paling banyak.

Tabel 4.1 Penyerapan Tenaga kerja

PenyerapanTenagaKerja
No Kota 2011 2012 2013 2014 2015

1 Surabaya 1,334,419 1,437,448 1,483,343 1,465,502 1,447,661

2 Sidoarjo 1,048,577 1,012,290 1,039,833 1,069,708 1,065,336


3 Pasuruan 819,448 819,011 831,812 843,685 849,867
4 Gresik 569,098 571,038 619,688 592,569 617,864
5 Mojokerto 524,426 557,832 545,669 553,405 564,026
6 Probolinggo 613,512 636,680 618,642 601,353 603,918

ga kerja Kota Surabaya yaitu sebesar 1.334.419 jiwa pada tahun 2011 dan mengalami kenaikan hingga
2015 sebesar 1,447,661 dengan memiliki jumlah penyerapan tertinggi di

Surabaya, serta pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 1,447,661,

sedangkan Sidoarjo memiliki tenaga kerja sebesar 1.048.577jiwa pada tahun

2011 hingga mengalami naik turun pada tahun 2012, 2013,dan 2015 akan

tetapi penyerapan tenga kerja sidoarjo pada tahun 2014 memiliki jumlah

48
tertinggi sebesar 1.069.708, penyerapan tenaga kerja Pasuruan setiap

tahunnya mengalami peningkatan dengan jumlah paling sedikit tenaga kerja

dtahun 2011 sebesar 819.448 dan jumlah terbanyak sebesar 849.867 tenaga

kerja ditahun 2015.Tenaga kerja Gresik juga mengalami naik turun dengan

jumlah terendah pada tahun 2011 sebesar 569.098 dan paling tinggi jumlah

tenaga kerja pada tahun 2013 sebesar 619.688 dibandingkan denga 2014 dan

2015, Sedangkan di Mojokerto juga megalami naik turun dalam penyerapan

tenaga kerja dengan jumlah paling sedikit 524.426 tahun 2011 dan paling

tinggi pada tahun 2016 sebesar 564.026 jiwa, dan Probolinggo pada tahun

2011-2013 terus mengalami kenaikan kecuali 2014-2015 penyerapan tenaga

kerja menurun sehingga jumlah tertinggi tenaga kerja di Probolinggo tertinggi

berada di tahun 2013 sebesar 618.642 dan jumlah terendag pada tahun 2014

sebesar 601.353.Ardito Bhinadi (2003) menjelaskan bahwa setiap

pertumbuhan tenaga kerja 1 persen, justru akan menurunkan pertumbuhan

perkapita sebesar 0,07 persen. Angka negatif dari koefisien regresi

pertumbuhan tenaga kerja menunjukkan bahwa marginal productivity of

labor mengalami penurunan. Akibatnya setiap pertambahan tenaga kerja

didalam setiap produksi, justru akan menurunkan produksi.

49
400.000,00 2014
200.000,00 2015
-

Sumber : BPS Provinsi Jatim, 2017 (diolah)


Gambar 4.1. Tenaga Kerja Kab/Kota di Provinsi Jawa Timur

khusus daerah seperti Probolinggo Dan Mojokerto penyerapan tenaga kerja masih tergolong ren
sampai tahun 2015 Kota Surabaya merupakan kota yang memiliki tenaga

kerja paling banyak, dengan jumlah tenaga kerja 1.400.000 pada tahun 2013

sedangkan jumlah terendah sebesar 1.200.000 tahun 2011, Sidoarjo memiliki

tenga kerja tertinggi pada tahun 2014 dan 2014 sebesar 1.000.000 jiwa

sedangkan jumlah terendah sebesar 800.000 pada tahun 2012, Pasuruan

50
memiliki tenaga kerja tertinggi sebesar 800.000 pada tahun 2013 dan 2015,

Gresik memiliki tenga kerja tertinggi pada tahun 2013 dan 2015 sebesar

600.000 dan nilai terendah pada tahun 2011 dan 2012. Mojokerto tenaga kerja

tertinggi pada tahun 2015 450.000 dan terendah pada tahun 2011 dan

Probolinggo nilai tenga kerja tertinggi pada tahun 2012 sebesar 800.000 dan

terendah pada tahun 2014 dan 2015 sebesar 600.000 jiwa

2. Upah Minimum Regional di enam Kota/Kab Provinsi Jawa Timur

Upah minimum regional yang rendah berarti penduduk di suatu wilayah tersebut memiliki stan
konsumsi yang tinggi.

Tabel 4.2 Tingkat Upah (UMR)

N Tingkat Upah (UMR)


o Kota 2011 2012 2013 2014 2015
1 Surabaya 1,115,000 1,257,000 1,740,000 2,200,000 2,710,000
2 Sidoarjo 1,107,000 1,252,000 1,720,000 2,190,000 2,705,000
3 Pasuruan 1,107,000 1,252,000 1,720,000 2,190,000 2,700,000
4 Gresik 1,133,000 1,257,000 1,740,000 2,195,000 2,707,500
5 Mojokerto 1,105,000 1,234,000 1,700,000 2,050,000 2,695,000
Probolingg
6 814,000 885,000 1,198,600 1,353,750 1,437,500
o

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa Keenam Kota/Kab

Seperti tabel diatas menggambarkan bahwa Kota Surabaya memilki UMR

tertinggi yaitu sebesar Rp. 2.710.000 pada tahun 2015 dan UMR terendah

pada tahun 2011 sebesar 1.115.000, Sidoarjo UMR tertinggi sebesar

51
2.705.000 pada tahun 2015 dan terendah pada thaun 2011 sebesar 1.107.000,

Pasuruan memilki UMR tertinggi yaitu sebesar 2.700.000 dan terendah pada

tahun 2011 1.107.000, Gresik memilki UMR tertinggi yaitu sebesar

2.707.500 dan UMR terendah pada tahun 2011 sebesar 1.133.000, Mojokerto

memilki UMR tertinggi yaitu sebesar 2.695.000 dan UMR terendah pada

tahun1.105.000,ProbolinggomemilkiUMRtertinggiyaitusebesar

1.437.500 dan UMR terendah pada tahun 2014 sebesa5 814.000.

Tingkat Upah (UMR)


3.000.000,00
2.500.000,00
2.000.000,00 2011
1.500.000,00
1.000.000,00 2012
2013
2014
500.000,00
2015
-

Sumber : BPS Provinsi Jatim, 2017 (diolah)


Gambar 4.2
Upah Minimum Regional Kab/Kota Provinsi Jawa TimurTahun 2011-2015

Berdasarkangambar4.2diatas,dapatdilihatbahwakeenam

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 sampai tahun


2015 memiliki tingkat upah minimum regional berkisar dalam ribu rupiah

Rp. 1000.000,00 sampai Rp. 2.700.000,00. Upah minimum regional

tertinggi berada di Kota Surabaya yaitu pada tahun 2015 berjumlah Rp

1.000.000,00 dan mengalami kenaikan pada tahun 2015 yaitu Rp.

52
2.500.000,00. Sidoarjo UMR tertinggi pada tahun 2015 2.500.000,00 dan

UMR terendah pada tahun 2011 1.000.00,00. Pasuruan UMR tertinggi

tahun 2015 sebesar 2.500.000,00 dan UMR terendah tahun 2011 sebesar

500.000. Gresik UMR tertinggi sebesar 2.500.000,00 pada tahun 2015 dan

UMR terendah 1.000.000,00, Mojokerta UMR tertinggi sebesar

2.500.000,00 tahun 2015 dan UMR terendah 1.000.000,00 pada tahum

2011, sedangkan Probolinggi UMR tertinggi 1.500.000,00 tahun 2015 dan

UMR terendah 500.000,00 pada tahun 2011.Peningkatan upah minimum

regional pada tiap Kabupaten/Kota tiap tahunnya dimaksudkan ntuk

meningkatkan taraf hidup kesejahteraan kaum buruh, namun disisi lain

sebagian justru berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja.

3. Modal

Modal merupakan produk atau kekayaan yang digunakan untuk

memeproduksi hasil selanjutnya. Modal kerja pada dasarnya jumlah yang

terus menerus untuk menompang usaha yang menjembatani antara saat

pengeluaran untuk memperoleh bahan atau jasa. Dikawasan Jawa Timur

mengenai permodalan di kawasan industry manufaktur didapatkan jumlah

permodalam dalam setiap kota berbeda. Jumal permodalan yang

didapatkan pada daerah industry manufaktur di Jawa Timur seperti tabel

berikut:

53
N Modal
o Kota

2011 2012 2013 2014 2015

1 Surabaya
748,125,178, 695,081,576, 582,155,130, 639,625,900, 828,416,500,
209 624 519 000 000
2 Sidoarjo
650,868,905, 590,819,340, 518,118,066, 511,700,720, 704,154,025,
042 130 162 000 000
3 Pasuruan
592,290,703, 502,196,439, 481,849,801, 440,062,619, 612,614,001,
588 111 531 200 750
4 Gresik
663,365,588, 577,525,904, 534,853,279, 510,472,638, 698,379,961,
019 977 699 272 995
5 Mojokert
o 603,662,685, 490,897,019, 497,413,550, 439,006,468, 600,606,767,
097 231 120 914 316
6 Proboling
go 404,453,999, 333,809,973, 333,267,078, 302,914,463, 408,412,601,
015 077 580 551 775
Tabel 4. 3. Hasil Modal di Industri Manufaktur Daerah Jawa Timur Tahun

2011-2015:

Sumber: Data diolah tahun 2017

Berdasarkan tabel diatas untuk data modal yang ada di industry manufaktur kawasan Jawa T
permodalan di Surabaya mengalami peningkatan yang cukup tinggi

sebesar Rp. 828,416,500,000. Nilai permodalan yang tinggi di Kota

Surabaya karena Surabaya merupakan Kota Industri cukup banyak Industri

yang ada dan memiliki tata letak yang berada di tengah-tengah kota yang

lain.

54
Sedangkan untuk penyumbang modal terdendah yaitu Probolinggo

pada tahun 2011 terdapat jumlah modal sebesar Rp. 404,453,999,015

untuk jumlah modal di probolinggo terus mengalami penurunan dalam

setiap tahuannya namun pada tahun 2015 mengalami kenaikan menjadi

Rp. 408,412,601,775. Hal ini disebabkan karena Probolinggo bukan

merupakan kota industry dan tata letak kota yang berada di pesisir pantai. Hasil kenaikan
terdapat seperti grafik berikut:

Investasi
900.000.000.000
800.000.000.000
700.000.000.000
600.000.000.000 2011
500.000.000.000 2012
400.000.000.000 2013
300.000.000.000 2014
200.000.000.000 2015
100.000.000.000
-

Gambar 4.3. Modal kerja Industri Manufaktur di Kawasan Jawa Timur

Tahun 2011-2015.

Berdasarkan grafik diatas bahwa Kota Surabaya mempunyai modal

paling tinggi dari tahun 2011-2015, hal ini disebkan karena Surabay

merupakan kota Industri dan berada di tengah-tengah kota lain, selain itu

Kota Surabay juga merupakan pusta Pemerintahan Provinsi Jawa Timur.

Jumlah modal yang didapatkan dari masing-masing Kota pada tahun 2015

55
di Surabaya didapatkan Rp. 828,416,500,000, di Sidoarjo Rp.

704,154,025,000, di Pasuran Rp. 612,614,001,750, di Gresik Rp.

698,379,961,995, di Mojokerto Rp. 600,606,767,316 dan di Probolinggo

sebesar Rp. 408,412,601,775. Adanya perbedaan jumlah modal yang tidak

jauh ini dikarena dari masing-masing kota/kabupaten merupakan kawasan

industry dan banyak perusahaan yang berdiri sehingga untuk modal di

Jawa Timur terdapat jumlah yang hampir sama di masing-masing

Kota/Kabupaten.

4. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita (PDRB Perkapita)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita merupakan

suatu indikator kesejakteraan uatu daerah, misalnya Kabupaten/Kota.

Semakin tinggi PDRB perkapita suatu daerah mengidikasikan semakin

meningkat pula kesejahteraan daerah tersebut atau kesejahteraan

pendudukanya. PDRB yang tinggi belum menajmin bahwa daerah tersebut

memiliki pendapatan riil yang tinggi pula. Hal ini sangat mungkin terjadi

PDRB yang tinggi di suatu daerah dinikmati oleh penduduk di luar daerah

tersebut. Hasil jumlah PDRB yang didapatkan pada Provinsi Jawa Timur

seperti tabel berikut:

56
PDRB

No Kota 2011 2012 2013 2014 2015

1 Surabaya 88,810,600 94,767,900 101,367,100 107,962,000 113,820,100

2 Sidoarjo 43,974,000 46,378,300 48,801,000 51,038,500 52,903,500

3 Pasuruan 42,653,200 45,453,200 48,206,700 51,038,500 53,364,500

4 Gresik 52,568,200 55,500,200 58,116,000 61,481,900 64,761,100

5 Mojokerto 35,029,200 37,192,000 39,334,600 41,375,700 31,751,100

6 Probolinggo 23,688,600 24,976,500 26,403,700 27,612,800 28,947,800


Tabel 4.4. Hasil Nilai PDRB perkapita di Jawa Timur Tahun 2011-2015

Di kawasan Jawa Timur yang merupakan penyumbang PDRB tertinggi yaitu Kota Surabay
grafik dibawah ini:

57
- 2014
2015

Gambar 4.4. Jumlah PDRB Perkapita di Kawasan Jawa Timur Tahun

2011-2015.

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa Kota Surabaya merupakan Kota yang penyumb
53,364,500.00, Gresik Rp. 64,761,100.00, Mojokerto Rp. 31,751,100.00

dan Probolinggo Rp. 28,947,800.00.

Adanya perbedaan jumlah PDRB yang jauh ini dikarenakan

kota/kabupaten pendukung kurang menapat perhatian dari pemerintah

pusat seperti kurangnya pembangunan infrastruktur yang memadai,

58
sumberdaya manusia yang kurang kompeten, tingkat pendidikan yang

rendah. Agar pembangunan apat berjalan dengan seimbang maka

pemerintah harus memperhatikan semua daerah tanpa adanya perlakuan

khusu bagi masing-masing.

G. Analisis Regresi

1. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dilakukan karena dalam model regresi perlu

memperhatikan adanya penyimpangan-penyimpangan atas asumsi klasik.

Pada hakekatnya jika asumsi klasik tidak dipenuhi maka variabel-variabel

yang menjelaskan akan menjadi tidak efisien. Syarat untuk dapat

menggunakan persamaan regresi berganda adalah terpenuhinya uji asumsi

klasik. Persyaratan uji asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah:

a. Berdistriusi normal. Distribusi normal merupakan distribusi teoritis

variabel random yang kontinyu.

b. Non multikolinieritas, dimana diantara variabel independen satu dengan

variabel yang lainnya dalam model regresi tidak saling berhubungan

secara sempurna atau mendekati sempurna.

c. Homoskedastisitas, dimana varian variabel independen adalah sama

untuk setiap nilai tertentu variabel independen.

d. Non autokorelasi, dimana kesalahan atau gangguan yang masuk

kedalam fungsi regresi populasi adalah random atau tidak berkorelasi.

2. Uji Normalitas

59
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas

diketahui dengan histogram dan Uji Jarque-Bera.

Tabel Uji Normalitas


9

8
Series: Standardized Residuals
Sample 2011 2015
Observations 30
7

Jarque-Bera 0.946507
6
Probability 0.622972
5

1 -300000-200000-100000 1 100001200001300001

Gambar 4.5

3. Uji Normalitas Dengan Histogram dan Jarque-Bera

Dari hasil output dengan program Eviews diketahui bahwa nilai J-B sebesar 0.946507 dengan probab
normal. Pengujian dengan probability diketahui probabilitasnya sebesar

0,622972 dan lebih dari 5% maka dapat disimpulkan data berdistribusi

normal. Selain menggunakan grafik pengujian normalitas juga dilakukan

dengan menggunakan statistic. Uji normalitas jugadapat dilihat dengan

menggunakan uji one sample kolmogorov-smirnov seperti Tabel 4.5

60
Tabel Uji Normalitas Dengan Histogram dan Jarque-Bera

Penyerapan_Tena
UMR_X1 Investasi_X2 PDRB_X3 ga_Kerja_Y
N 30 30 30 30
Kolmogorov-
1.046 .472 1.091 1.332
Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-
.224 .979 .185 .058
tailed)
a. Test distribution
is Normal.

(Sumber: Hasil Pengolahan Data)

Dari Tabel 4.5, besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov Z variabel

UMR_X1adalah 1.046 dan nilai signifikansi sebesar 0.224>Asymp. Sig. (2-

tailed) sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 diterima dan

H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

distribusi residual dengan distribusi normal, sehingga variabel UMR

memiliki data normal.

Dari Tabel 4.5, besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov Z variabel

Investasi_X2adalah 0.472dan nilai signifikansi sebesar 0.979>Asymp. Sig.

(2-tailed) sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 diterima dan

H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

distribusi residual dengan distribusi normal, sehingga variabel Investasi_X2

memiliki data normal.

Dari Tabel 4.5, besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov Z variabel

PDRB_X3adalah 1.091dan nilai signifikansi sebesar 0.185>Asymp. Sig. (2-

tailed) sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan H0 diterima dan

61
H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

distribusi residual dengan distribusi normal, sehingga variabel

PDRB_X3memiliki data normal.

Dari Tabel 4.5, besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov Z variabel

Penyerapan Tenaga Kerjaadalah 1.332dan nilai signifikansi sebesar

0.058>Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,05. Dengan demikian dapat

disimpulkan H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak ada perbedaan distribusi residual dengan distribusi normal, sehingga

variabel Penyerapan Tenaga Kerjamemiliki data normal.

4. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat

interkorelasi yang sempurna diantara beberapa variabel bebas yang

digunakan dalam persamaan regresi. Dalam penelitian ini untuk menguji ada

tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai VIF dan nilai tolerance

yang diperoleh. Jika nilai nilai toleransi lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF

lebih kecil dari 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas.

Tabel Uji Multikolinieritas

Collinearity Statistics
Tolerance VIF
UMR_X1 0.852 1.174
Investasi_X2 0.486 2.057
PDRB_X3 0.489 2.046

Dari hasil pengujian diketahui bahwa seluruh variabel memiliki nilai

VIF lebih kecil dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,10 sehingga

62
disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas. Nilai VIF dan tolerance

untuk masing-masing variabel antara bebas UMR_X1 yaitu 1.174,

Investasi_X2 2.057, PDRB_X3 2.046 sehingga dapat dinyatakan lebih kecil

dari 10 dan tidak terjadi multikolinieritas.

5. Hasil Pengujian Autokolerasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah didalam model regresi

terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan pengganggu pada periode t-1. Autokorelasi dalam penelitian ini

dideteksi dengan menggunakan uji Durbin Watson yaitu dengan

membandingkan nilai Durbin Watson hitung (d) dengan nilai Durbin Watson

tabel yaitu batas lebih tinggi (upper bond atau du) dan batas lebih rendah

(lower bond atau d1). Karena jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak

30 data dan tidak terdapat tabel durbin watson dengan jumlah sampel 112

maka penulis menguji dengan pendekatan lain. Santoso (2000) menyatakan

bahwa Angka Durbin Watson mendekati dari ±2 menunjukan tidak terjadinya

autokorelasi. Berdasarkan hasil penelitian model fixed effect diperoleh nilai

Durbin Watson 2.112006. Dari uji Durbin Watson diketahui nilai dan dengan

jumlah variabel bebas 3 dan n 30 adalah dl(1.214), du(1.650), 4-du(2.786), 4-

dl (2.350).

63
Gambar Uji Autokorelasi

Ada Autokorel asi positif Tidak ada Autokorel


Tidak ada keputusan asi ada
Tidak dan keputusan
Ada Autokorel asi positif
dan tidak dan menolak
menolak menolak H0

H0 H0

2.112006

dl(1.214) du(1.650) 4-du(2.786) 4-dl (2.350)

Hasil uji autokorelasi dengan menggunakan uji Durbin Watson

menunjukan nilai DW hitung sebesar 2.112006. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa dalam model regresi tidak terjadi autokorelasi.

6. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang

homokedastisitas atau tidak heteroskedastisitas. Uji heterokesdaksitas dalam

penelitian ini diuji denganscaterplots. Hasil uji heteroskedastisitas persamaan

regresi disajikan pada gambar berikut ini :

64
-400,000
-200,000
200,000
400,000

0
_Surabaya - 11
Gambar 4.5

_Surabaya - 12
_Surabaya - 13
_Surabaya - 14
_Surabaya - 15
_Sidoarjo - 11

heteroskedastisitas.
_Sidoarjo - 12
_Sidoarjo - 13
_Sidoarjo - 14
_Sidoarjo - 15
_Pasuruan - 11

(Sumber: Hasil Pengolahan Data)


_Pasuruan - 12

Residual
_Pasuruan - 13
_Pasuruan - 14
_Pasuruan - 15
_Gresik - 11
_Gresik - 12
Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot

Actual
_Gresik - 13
_Gresik - 14
_Gresik - 15
_Mojokerto - 11
_Mojokerto - 12
_Mojokerto - 13
_Mojokerto - 14
_Mojokerto - 15
_Probolinggo -
11
_Probolinggo -
12
_Probolinggo -
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000

65
Hasil uji heteroskedastisitas menunjukan bahwa garis tersebar di atas dan dibawah angka no
1. Uji Regresi Berganda

Analisis regresi berganda ditujukan untuk mengetahui pengaruh lebih

dari satu variable bebas yakni UMR (X1) Investasi (X2) dan PDRB (X3)

terhadap variabel terikat (Y) berupa penyerapan tenaga kerja, maka untuk

memperoleh hasil yang lebih akurat, penulis menggunakan bantuan program

software SPSS versi 17.00. Hasil analsis regresi berganda dapat dilihat dari

Tabel coefficient maka dihasilkan output pada tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6
Analisis Regresi Linier Berganda
Variable Coefficient
C 379582.9
UMR -0.066774
Investasi -1.700008
PDRB 0.010947
R-squared 0.669631
Adjusted R-squared 0.631512
Log likelihood -405.1222
F-statistic 17.56666
Prob(F-statistic) 0.000002

(Sumber: Hasil Pengolahan Data)


Berdasarkan hasil pegolahan data seperti terlihat pada Tabel 6 kolom Unstandardized Coefficien
Y= a + bx1 + bx2 + bx3

Y= 379582.9 - 0.066774X1 - 1.700008 X2+ 0.010947 X3

Berdasarkan persamaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Konstanta (a)= 379582.9 Ini mempunyai arti bahwa apabila variabel X

yaitu UMR, Investasi, dan PDRB adalah adalah nol maka penyerapan

tenaga kerja (Y) memiliki nilaisebesar 379582.9. Artinya jika variabel

66
Y penyerapan tenaga kerja jika tidak dipengaruhi variabel X1, X2,

maupun variable X3 maka nilai konstantanya adalah 379582.9.

b. Koefisien (b1) UMR = - 0.066774. Pengaruh variabel UMR (X1)

terhadap penyerapan tenaga kerja (Y) didapatkan koefisien regresi

sebesar - 0.066774 mempunyai arti bahwa setiap terjadi peningkatan

variabel UMR (X1) sebesar 1 satuan, maka penyerapan tenaga kerja

akan menurun sebesar - 0.066774. Dari angka tersebut dapat diketahui

bahwa terdapat pengaruh negatif UMR (X1) terhadap penyerapan

tenaga kerja (Y) yang berarti dengan adanya kenaikan UMR akan

diikuti oleh penurunan penyerapan tenaga kerja.

c. Koefisien (b2) Investasi = - 1.700008. Pengaruh variabel Investasi (X 2)

terhadap penyerapan tenaga kerja (Y) didapatkan koefisien regresi

sebesar - 1.700008 mempunyai arti bahwa setiap terjadi peningkatan

variabel Investasi (X2) sebesar 1 satuan, maka penyerapan tenaga kerja

akan menurun sebesar (- 1.700008). Dari angka tersebut dapat diketahui

bahwa terdapat pengaruh negatif dana Investasi (X2) terhadap

penyerapan tenaga kerja (Y) yang berarti dengan adanya kenaikan

Investasi akan diikuti oleh penurunan penyerapan tenaga kerja.

d. Koefisien (b3) PDRB = 0.010947. Pengaruh variabel PDRB (X3)

terhadap penyerapan tenaga kerja (Y) didapatkan koefisien regresi

sebesar 0.010947 mempunyai arti bahwa setiap terjadi peningkatan

variabel PDRB (X3) sebesar 1 satuan, maka penyerapan tenaga kerja

akan meningkat sebesar (0.010947). Dari angka tersebut dapat diketahui

bahwa terdapat pengaruh positif dana PDRB (X3) terhadap penyerapan

67
tenaga kerja (Y) yang berarti dengan adanya kenaikan PDRB akan

diikuti oleh kenaikan penyerapan tenaga kerja.

9. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien

determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi

variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-

variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan

untuk memprediksi variasi variabel dependen. Dari hasil regresi pengaruh

UMR, investasi dan PDRB wilayah Jawa Timur Regional Tengah tahun

2011-2015, seperti pada tabel 4.6 diatas diperoleh nilai R2 dengan

pendekatan fixed effect model sebesar 0.669631. Hal ini berarti 66,9%

variasi Penyerapan tenaga kerja wilayah Jawa Timur Regional Tengah yang

dijelaskan oleh variabel independen yaitu UMR, investasi dan PDRB.

Sisanya 33,1% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model.

10. Uji Signifikansi Bersama-sama (Uji statistik F)

Uji F bertujuan untuk menguji ada tidaknya pengaruh bersama-sama

yaitu UMR, Investasi dan PDRB terhadap Penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan hasil regresi pengaruh UMR, investasi dan PDRB terhadap

Penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota wilayah Jawa Timur Regional

Tengah tahun 2011-2015 yang ditunjukkan dalam tabel 4.6 model fixed

effect di peroleh sebesar 17.56666 dengan probabilitas 0,000002. Hasil dan

df numerator 4 dan denumerator 26 (n-k = 30-4) diperoleh 1,697. Fhitung >

68
Ftabel dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel independen

UMR, investasi dan PDRB secara bersama-sama berpengaruh terhadap

variabel dependen Penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota wilayah Jawa

Timur Regional Tengah .

11. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel inde
Timur Regional Tengah tahun 2011-2015.

Tabel 4.7 Uji T

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


C 379582.9 171745.1 2.210153 0.0361
UMR -0.066774 0.062911 -1.061408 0.2983
Investasi -1.700008 4.00E-07 -0.042606 0.9663
PDRB 0.010947 0.002053 5.331998 0.0000
Ket : * Signifikan pada α = 5%
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa t hitung untuk variabel UMR sebesar -1.061408 dengan prob

probabilitas > α=5% (0,05), dengan demikian pengambilan keputusan adalah

UMR bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap Penyerapan

tenaga kerja kabupaten/kota wilayah Jawa Timur Regional Tengah,

kemudian untuk t hitung variabel Investasi diketahui -0.042606 dan

69
probabilitas 0.9663, t hitung < t tabel dan probabilitas < α = 5% (0,05),

dengan demikian variabel Investasi bukan merupakan penjelas yang

signifikan terhadap Penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota wilayah Jawa

Timur Regional Tengah , kemudian untuk t hitung variabel PDRB diketahui

5.331998 dan probabilitas 0,0000, t hitung < t tabel dan probabilitas > α =

5% (0,05), dengan demikian variabel PDRB merupakan penjelas yang

signifikan terhadap Penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota wilayah Jawa

Timur Regional Tengah .

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh Upah Minimum regional Terhadap Penyerapan Tenaga

Kerja

Upah minimum regional berpengaruh negative dan tidak sifnifikan

terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut diasumsikan karena penetapan

upah minimum akan mengurangi permintaan tenaga kerja di sektor formal.

Kelebihan penawaran tenaga kerja ini akan diserap oleh sektor informal yang

tingkat upahnya tidak diatur oleh regulasi, yang pada gilirannya akan

mengurangi tingkat upah. Jika pangsa kerja di sektor informal lebih rendah,

maka dampak distribusi pendapatannya akan justru memburuk.Faktanya pun,

nilai IPM Indonesia masih terbilang lebih rendah dibandingkan dengan nilai

IPM negara-negara ASEAN lainnya kecuali Laos, Kamboja, dan Myanmar

(Sulistiawati, 2012). Padahal, peningkatan upah minimum regional

dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup kesejahteraan kaum buruh.

Meningkatnya jumlah upah minimum regional akan menyebabkan

pembengkakkan pengeluaran industri yang akan menurunkan besaran laba

70
optimum industri tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut tidak

jarang suatu industri harus menempuh dengan cara pengurangan penyerapan

tenaga. Hal ini dilakukan sematamata untuk menghemat pengeluaran dan demi

tercapainya laba optimum sektor industri tersebut. Secara umum kenyataannya

naiknya tingkat upah cenderung diikuti dengan turunnya jumlah tenaga kerja

sektor industri besar sedang.

Menurut Suparmoko (1998), penetapan upah minimum regional menjadi

masalah antara pengusaha dan pekerja. Disatu sisi penetapan upah minimum

yang terlalu tinggi, tentunya akan memberatkan pengusaha. Selain itu

pengusaha akan berhati-hati dalam memilih tenaga kerja yang digunakan.

Tenaga kerja dipilih yang benar-benar produktif dan efisien. Sebagai

akibatnya upah minimum regional akan mengakibatkan pengangguran dan

hanya melindungi mereka yang sudah bekerja.

Kurva upah tenaga kerja mempunyai slope negatife, karena terdapat

hubungan negative antara perubahan upah tenaga kerja dengan jumlah tenaga

kerja yang digunakan perusahaan. Artinya, jika terjadi kenaikan upah tenaga

kerja maka optimum penggunaan tenaga kerja oleh perusahaan akan

berkurang dari jumlah sebelumnya, sebaliknya jika terjadi penurunan upah

pekerja maka perusahaan akan menaikkan jumlah penggunaan tenaga kerjanya

agar mencapai kondisi optimum (Jaunita, 2016).

Akan tetapi, Todaro (2000;327) mengemukakan bahwa tingkat upah dalam

bentuk sejumlah uang dalam kenyataannya tidak pernah fleksibel dan

cenderung terus-menerus turun karena lebih sering dan lebih banyak

dipengaruhi oleh berbagai macam kekuatan institusional seperti tekanan

71
serikat dagang atau serikat buruh. Kemerosotan ekonomi selama dekade 1980-

an yang melanda Negara-negara Afrika-Amerika Latin mengakibatkan

merosotnya upah dan gaji riil di segenap instansi pemerintah, namun ternyata

masih banyak calon pekerja yang memburu posisi kerja di sektor formal

meskipun mereka tahu gajinya semakin lama semakin tidak memadai untuk

membiayai kehidupan mereka sehari-hari. Tingkat pengangguran (terutama

pengangguran terselubung) sangat parah dan bertambah buruk.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Sitompul dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Sumatera Utara. Penurunan

penyerapan tenaga kerja sektor industri di Sumatera Utara terjadi karena

perubahan peningkatan UMR. Artinya, setiap kenaikan UMR sebesar 1

persen, maka akan menurunkan besaran penyerapan tenaga kerja sektor

industri di Sumatera Utara sebesar 0.116016 persen. Hasil penelitian ini

menegaskan bahwa upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja industri di Sumatera Utara. Kenaikan upah setiap

tahunnya berbanding terbalik dengan penyerapan tenaga kerja secara nyata

pada setiap tahunnya.

Penelitian tersebut juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Juanita, 2016 dengan judul Analisis Data Panel Pengaruh Umr, Nilai

Output, Jumlah Unit Usaha, Dan Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Pada Sektor Industri Besar Dan Sedang Di Jawa Tengah Tahun 2011-2013.

Berdasarkan uji validitas pengaruh atau uji t, UMR dan investasi tidak

berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, sedangkan nilai

72
output dan jumlah unit usaha berpengaruh positif signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja. Berdasrkan uji F, nilai output dan jumlah unit usaha

secara silmutan atau bersama-sama berpengaruh terhadap penyerapan tenaga

kerja.

2. Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Berdasarkan hasil uji t diperoleh keterangan bahwa variable investasi

berpengaruh negative tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, hal

ini berarti semakin tinggi atau semakin rendah investasi tidak berdampak pada

peningkatan tenaga kerja.

Hasil yang sama juga ditemukan olehAhmad Yani (2011),

dalamanalisisnya mengenai PengaruhInvestasi terhadap PenyerapanTenaga

Kerja di Sulawesi SelatanPeriode 2000-2009 denganmenggunakan model

regresiberganda. Berdasarkan hasil regresi,investasi berpengaruh negatif.

Initerjadi karena kebanyakan industry merupakan industri padat

modalbukannya padat karya, selain ituinvestasi dalam negeri

khususnyabersumber dari pemerintah lebihterorientasi pada

pembangunansektor-sektor yang kurang menyeraptenaga kerja.

Hasil penelitian yangtelah dilakukan ini juga didukung temuan dari Nila

Fridhowati (2011) yangmenemukan bahwa Penanaman Modal Asing (PMA)

dan Penanaman ModalDalam Negeri (PMDN) tidak signifikan dengan

hubungan yangmenunjukkan nilai negatif terhadap penyerapan tenaga kerja

sektor industry di Pulau Jawa. Hasil penelitian ini menunjukkan

ketidaksesuaian denganhipotesis penelitian yang menyatakan bahwa investasi

berpengaruh terhadappenyerapan tenaga kerja, dan hasil tersebut

73
menunjukkan ketidaksesuaiandengan teori yang selama ini berlaku, dimana

seharusnya investasiberpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Harrod Domar dalam

(Dimas,2009), bahwa kenaikkan tingkat output dan kesempatan kerja

dapatdilakukan dengan adanya akumulasi modal (investasi) dan tabungan,

namunteori tersebut tidak sesuai dengan kasus dalam penelitian ini. Tidak

adanyapengaruh investasi terhadap penyerapan tenaga kerja dimungkinkan

karenapara pemilik usaha dalam menggunakan investasinya lebih cenderung

untukmelakukan pembelian barang modal dalam bentuk mesin-mesin sebagai

pendukung perusahaan untuk meningkatkan produksi perusahaan yang

bertujuan untuk memperbaikikualitas produksi dan meningkatkan

produktivitas dari barang dan jasa yanglebih efektif dan efisien, akibat

penggunaan mesin tersebut makapenyerapan tenaga kerja menjadi rendah.

Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Todaro dalam Dimas (2009)

bahwa hubungan negatif antara investasi dan penyerapan tenaga kerjaterjadi

karena adanya akumulasi modal untuk pembelian mesin danperalatan canggih

yang tidak hanya memboroskan keuangan domestik sertadevisa tetapi juga

menghambat upaya-upaya dalam rangka menciptakanpertumbuhan penciptaan

lapangan kerja baru. Hambatan lainnya yaitu masihkurangnya syarat-syarat

struktural, institusional dan sikap-sikap yangdiperlukan (seperti adanya pasar-

pasar komoditi dan pasar uang yangterintegrasi dengan baik, tenaga kerja yang

terdidik dan terlatih dalam halkecakapan dan perencanaan manajemen yang

baik, motivasi untuk berhasildan birokrasi pemerintah yang efisien) untuk

74
mengubah modal baru secaraefektif dan efisien menjadi output yang lebih

besar dan penciptaan lapangankerja baru.

3. Pengaruh Positif Pendapatan Domestik Regional Bruto Terhadap


Penyerapan Tenaga Kerja.

Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa hubungan positif antara tingkat

PDRB riil dengan penyerapan tenaga kerja yang menunjukkan kesesuaian

teori yang selama ini berlaku. Menurut teori yang dikemukakan oleh Keynes

dalam Boediono (1998) bahwa pasar tenaga kerja hanyalah mengikuti apa

yang terjadi di pasar barang. Apabila output yang diproduksikan naik, maka

jumlah orang yang dipekerjakan juga naik (Hal ini dapat dikaitkan dengan

konsep fungsi produksi, yang menyatakan bahwa menaikkan output hanya

dapat tercapai apabila input (tenaga kerja) ditingkatkan penggunaannya.

Permintaan barang dan jasa dalam suatu perekonomian akan mempengaruhi

tingkat output yang harus diproduksi sehingga berdampak pada penggunaan

inputnya (tenaga kerja). Hal tersebut sesuai dengan teori produksi yang

menyatakan bahwa permintaan input merupakan derived demand dari

permintaan output, yang artinya permintaan akan input baru terjadi bila ada

permintaan akan output. Permintaan akan barang dan jasa inilah yang

melatarbelakangi perusahaan-perusahaan atau industri untuk berproduksi.

Sebab setiap perusahaan akan berusaha untuk mencari profit dengan melihat

peluang masuk ke dalam suatu pasar.

Hasil penelitian yang telah dilakukan mendukung temuan dari Gindling

dan Terrel (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat upah

memiliki pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, dimana setiap 10%

kenaikkan upah minimum terjadi penurunan pekerja di masing-masing sektor

75
sebesar 1,09%. Hasil ini juga menunjukkan kesesuaian dengan hipotesis

penelitian yang menyatakan bahwa upah minimum provinsi berpengaruh

terhadap penyerapan tenaga kerja. Secara teoritik kenaikkan upah akan

mengakibatkan penurunan kuantitas tenaga kerja yang diminta. Apabila

tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, maka harga tenaga kerja

relatif lebih mahal dari input lain. Hal tersebut mendorong pengusaha untuk

mengganti tenaga kerja yang relatif mahal dengan input-input lain yang

harganya lebih murah guna mempertahankan keuntungan. Kenaikan upah juga

mendorong perusahaan meningkatkan harga per unit produk sehingga

konsumen cenderung mengurangi konsumsi produk tersebut.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Variabel UMR memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun

memiliki pengaruh negatif namun dapat dipastikan pengaruh tersebut

hanya bersifat saat ini saja dan tidak dapat dijadikan prediksi untuk

mengukur pengaruh UMR terhadap penyerapan tenaga di masa akan

datang.

2. Variabel Investasi memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan

terhadap penyerapan tenaga kerja hal tersebut menunjukkan bahwa

walaupun memiliki pengaruh negatif namun dapat dipastikan pengaruh

tersebut hanya bersifat saat ini saja dan tidak dapat dijadikan prediksi

76
untuk mengukur pengaruh Investasi terhadap penyerapan tenaga di masa

akan datang.

3. Variabel PDRB memiliki pengaruh positif signifikan terhadap penyerapan

tenaga kerja hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi PDRB maka

dapat dipastikan akan meningkatkan penyerapan terhadap tenaga kerja dan

pengaruh tersebut signifikan yang berarti PDRB memberikan pengaruh

konsisten dimasa akan datang.

B. Saran

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB memiliki pengaruh positif

signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sehingga diharapkan bagi

pemerintah daerah untuk meningkatkan efektifitas penerimaan sektor

pendapatan asli (PAD) sehingga dapat melakukan belanja modal

khususnya galam menyediakan.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Investasi dan UMR

memberikan dampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Bagi

pemerintah daerah diharapkan lebih tepat dalam menalokasikan dana

investasi keaarah pembentukan usaha baru sehingga lebih menyerap

tenaga kerja.

77
DAFTAR PUSTAKA

Ahyari, A. 1994. “ManajemenProduksi, PerencanaanSistemProduksi”.


Yogyakarta: BPFE UGM. HAL 31

Alaniz, Enrique.,Gindling, T.H., &Terrel, Katherine. 2011. The Impact of Minimum Wages on Wa

Alaniz, Enrique.,Gindling, T.H., &Terrel, Katherine. 2011. The Impact of Minimum Wages on Wa

Anggriawan, Robby. 2015. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor


Industri Manufaktur (Besar dan Sedang ) di Provinsi Jawa Timur tahun
2007-2011. Jurnal Ilmiah. Malang Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Brawijaya Malang.

78
Anonim. 2000. Beberapa Terbitan. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.

Ariefianto, Moch. Doddy. 2012. Ekonometrika. Jakarta. Erlangga

Arsyad, Lincolin. 1991. EkonomiMenejerial. Yogyakarta : YKPN

Arsyad, Lincolin. 1992. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : YKPN

Arsyad, Lincolin. 1992. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : YKPN

Arsyad, Lincoln. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan


Percetakan STIM YKPN Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat , 2011. Pedoman Pendataan Survei Sosial
Ekonomi Nasional Tahun 2011. Jakarta Pusat : Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2014. Statistik Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Surabaya.

Badan Pusat Statistik: Jawa Tengah Dalam Angka 2010-2015. Semarang: Badan
Pusat Statistik Jawa Tengah.

Badrudin, Rudi. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM


YKPN.

Bambang, Riyanto, 2001. Dasar-DasarPembelanjaan Perusahaan,


EdisiKeempat, CetakanKetujuh, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.

Bellante, Don dan Mark Jackson. 2000. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta : FEUI

Bhinadi, Ardito. 2003.


DisparitasPertumbuhanEkonomiJawadanLuarJawa.[Jurnal].Ekonomi
Pembangunan Volume 8 No.1. Hal: 39-48.

Boediono. 1998. EkonomiMoneter. Yogyakarta: BPFE.

Boediono. 2000, Ekonomi Moneter, edisi 3, BPFE:

Yogyakarta.

79
Budiawan, Amin. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyerapan Tenaga
Kerja terhadap Industri Kecil Pengolahan Ikan di Kabupaten Demak.
Economics Development Analysis Journal : Vol. 2, No. 1

Dimas, 2009.PenyerapanTenagaKerja di DKI Jakarta.JurnalBisnisdanEkonomi


Vo. 16 NO.7. ISSN: 1412-3126

Divianto. 2014. Pengaruh Upah, Modal, Produktivitas dan Teknologi terhadap


Penyerapan Tenaga Kerja pada Usaha Kecil-Menengah di Kota
Palembang ( Studi Kasus Usaha Percetakan ). Jurnal Ekonomi dan
Informasi Akuntansi: Vol.4 , No. 1

Dumairy. 2006. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Ehrenberg, Ronald G., dan Smith, Robert S, 2003. Modern Labor Economics:
Theory and Public Policy, Eight Edition. Pearson Education, Inc.
New York City.

Eka, Rizky Putra. 2012. Pengaruh Nilai Investasi, Nilai Upah, dan Nilai Produksi
terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Mebel di Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang. Economics Development Analysis Journal
:Vol 1 No 2.

Fauziah.2015. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil dan


Menengah (IKM) di Kota Palu periode 2000-2013. e-Jurnal Katalogis
Vol.3 No.1, Januari 2015. ISSN : 2302-2019.

Ferdinandus, Sherly. 2013. Analisis Pengaruh Investasi dan Unit Usaha


terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil di Provinsi
Maluku. Jurnal Ekonomi: Vol. 2, No. 1

Feriyanto, Nur. 2014. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: UPP


STIM YKPN.

Fridhowati, Nila. 2011. Faktor-faktor yang


MemengaruhiPenyerapanTenagaKerjaSektorIndustri di PulauJawa.
Jurnal.InstitutPertanian Bogor. Bogor.

80
Gilarso.1994. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro.Yogyakarta: Kanisius.

Gujarati, Damodar N dan Dawn C. Porter. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika.


Jakarta: Salemba Empat.

Harahap, Sofyan Syafri. 2001. ”Analitis Kritiss Atas Laporan Keuangan”.


Cetakan Ketiga.PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Heizer,dkk. (2005). ManajemenOperasi.Buku-1.Edisi-7.SalembaEmpat, Jakarta.

Henderson, James M. and Richard E. Quandt. 2006. Microeconomic Theory a


Methematical Approach Singapore: Mc Graw Hill Book Co.

Juanda, Bambang dan Junaidi. 2012. EkonomiDeretWaktu. Bogor: PT Penerbit


IPB Press.

Juanita, 2016.Analisis Data Panel PengaruhUmr, Nilai Output, Jumlah Unit


Usaha, Dan
InvestasiTerhadapPenyerapanTenagaKerjaPadaSektorIndustriBesar Dan
Sedang Di Jawa Tengah Tahun 2011-2013.Skripsi.Ekonomi Pembangunan
FakultasEkonomi Dan BisnisUniversitasMuhammadiyah Surakarta.

Jumingan, 2001.AnalisisLaporanKeuangan, CetakanPertama, PT BumiAksara,


Jakarta.

Karib, Abdul. 2012. Analisis pengaruh Produksi, Investasi dan Unit Usaha
terhadap Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Industri Sumatera
Barat. Jurnal Manjemen dan Kewirausahan: Vol. 3, No.3

Kuncoro, Haryo. 2001. Sistem Bagi Hasil dan Stabilitas Penyerapan Tenaga
Kerja, Media Ekonomi, Volume 7, Nomor 2 hal 165-168

KusmayadidanSugiarto, Endar. 2000,


MetodePenelitiandalamBidangKepariwisataan,Jakarta: PT
GramediaPusatakaUtama.

Mankiw, N.Gregory. 2003. PengantarEkonomiMikro. Jakarta: SalembaEmpat

Mankiw, N.Gregory. 2012. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat

81
Mas.ud, Fuad. 2004. Survai Diagnosis OrganisasionalKonsep&Aplikasi.
BadanPenerbitUniversitasDiponegoro. Semarang.

Mudrajad Kuncoro. 2004. Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi untuk Bisnis
dan Ekonomi. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.

Mulyadi. 2012. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan.


Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Munawir, 2001.AkuntansiKeuangandanManajmen, EdisiPertama, BPFE,


Yogyakarta.

Nanga, Muana. 2005. Makro Ekonomi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada


Permai.

Nicholson, Walter, 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya Edisi ke-8.


Alih Bahasa: Mahendra, IGN Bayu, Aziz, Abdul dan Kristiaji, Wisnu
Chandra, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Pitono.2013. Analisis Elastisitas Kesempatan Kerja pada Industri Besar dan


Sedang di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Keuangan dan Bisnis.Vol.5,
No.2, Juli 2013

Priyatno, Dwi, 2008. MandiriBelajar SPSS untukAnalisis Data danUjiStatistik,


EdisiPertama, Mediakom, Jakarta.

Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat,


Cetakan Ketujuh, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.

Saleh, Samsubar. 2000. Metode Data Envelopment Analysis. Yogyakarta: PAU-


FE UGM.

Salvatore. Dominick. 2007. International Economic, EdisiKesembilan. Penerbit


Hoboken, New Jersey.

Santoso. 2000. Statistical Package Social Science (SPSS) versi 12.0.


SalembaEmpat. Jakarta.

Sawir, Agnes. (2005). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan


Perusahaan. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

Simanjuntak P J. 1998. PengantarEkonomiSumberdayaManusia. Jakarta: FE UI.

82
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.
Jakarta: LPFE UI.

Subekti, M. Agus. 2007. Pengaruh Upah, Nilai Produksi, Nilai Investasi Terhadap
Penyerapan tenaga Kerja Pada Industri Kecil genteng di Kabupaten
Banjarnegara. Skripsi FE UNNES

Sugiyono. 2004. MetodePenelitianBisnis. Bandung :Alfabeta, p.47.

Sulistiawati, Rini. 2012. PengaruhUpah Minimum


terhadapPenyerapanTenagaKerjadanKesejahteraanMasyarakat di Provinsi
di Indonesia.Jurnal EKSOS. Volume 8, Nomor 3, Oktober.hal 195 - 211

Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan


Ketenaga kerjaan. Jogyakarta : Graha Ilmu.

Suparmoko dan Irawan. 2008. Ekonomi Pembangunan. Yoyakarta : BPFE

Suparmoko. 1998. Ekonomika Pembangunan. Yogjakarta: BPFE

Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan


Kerja.Yogyakarta : GadjahMada University Press.

Sutrisno, 2007, Manajemen Keuangan, Ekonesia: Yogyakarta.

Thomas, Ngui Katua. 2014. The Role of SMEs in Employment Creation and
Economic Growth in Selected Countries.International Journal of
Education and Research. Vol.2 , No.12. Desember

Todaro, P Michael.1998. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Todaro, P.Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Di DuniaKetiga. Jakarta:


PenerbitErlangga.

Trenggonowati, Dr. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis edisi


pertama. BPFE: Yogyakarta.

Widiyanto, Ibnu., 2008. Pointers :MetodologiPenelitian. Semarang: BP Undip

Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan


Eviews. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

83
Yani, Ahmad. 2011. PengaruhInvestasiTerhadapPenyerapanTenagaKerja di
Sulawesi Selatan Periode 2000-2009. Skripsi, UniversitasHasanuddin.

84

Anda mungkin juga menyukai