Anda di halaman 1dari 12

TUGAS 6 HIDROLOGI LINGKUNGAN

Dosen : Andi Renata Ade Yudono, ST., M.Sc.


HALAMAN SAMPUL

REVIEW JURNAL TENTANG EVAPOTRANSPIRASI DAN PRESIPITASI

Disusun Oleh:
Nama : Meysa Andini Putri
NIM : 114200024
Kelas : Hidrologi Lingkungan A

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2023
REVIEW JURNAL I
Analisis Evapotranspirasi Potensial Pada Berbagai Model Empiris Dan Jaringan Syaraf
Tiruan Dengan Data Cuaca Terbatas
Judul Analisis Evapotranspirasi Potensial Pada Berbagai Model Empiris
Dan Jaringan Syaraf Tiruan Dengan Data Cuaca Terbatas
Jurnal Jurnal Irigasi
Volume dan Halaman Vol 15, Hal : 71-84
Tahun 2020
Sinta 2
Penulis Chusul Arif*, Budi Indra Setiawan2, Hanhan Ahmad Sofiyuddin3
Reviewer Meysa Andini Putri (114200024)
Tanggal 26 September 2023

Pendahuluan Program modernisasi irigasi memiliki 5 pilar, salah satunya


adalah adanya sistem pengelolaan irigasi yang ditujukan untuk
pengoperasian yang lebih praktis, efektif dan efisien. Dengan kata lain,
modernisasi irigasi dipadukan dalam suatu sistem pengelolaan
partisipatif dengan upaya untuk meningkatkan pelayanan yang lebih
efektif dan efisien serta berkelanjutan guna mewujudkan ketahanan
pangan dan air
Evapotranspirasi potential (ETp) merupakan parameter iklim
yang berguna untuk memperkirakan kebutuhan air tanaman sesuai
kondisi cuaca setempat. ETp menggambarkan laju penguapan air dari
permukaan tanah bervegetasi kombinasi proses evaporasi dan
transpirasi. Variabel iklim yang dapat diukur di lapangan sering kali
terbatas. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, perlu dikaji dan
ditemukan model yang lebih akurat yang membutuhkan data iklim
lebih sedikit dan mudah diukur, suhu udara atau pun radiasi matahari
saja
Tujuan Penelitian bertujuan untuk menghasilkan model JST yang
membutuhkan variabel input yang minimum untuk menduga ETp,
mengetahui akurasi berbagai model ETp termasuk model JST ini
diperbandingkan dengan model PM, mendapatkan kebutuhan air
tanaman berdasarkan berbagai model ETp dan mendapatkan variabel
yang signifikan untuk menghasilkan ETp yang lebih mewakili kondisi
iklim Indonesia, khususnya Jawa Barat.
Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan yang terletak pada
6o35’35.36” LS dan 106o46’17.95” BT di Bogor, Jawa Barat.
Penelitian pada tahun 2017 dilaksanakan pada bulan April sampai
dengan Agustus 2017, sedangkan pada tahun 2018 dilaksanakan pada
bulan Januari sampai dengan Mei 2018.
Metode Penelitian Metode yang digunakan Kharuffa, Remanenko, Hargreaves,
Turc, Jensen-Haise, Penman, dan Penman-Monteith. Data cuaca yang
diukur terdiri dari 4 parameter utama, yaitu suhu udara, radiasi
matahari, kelembaban relatif dan kecepatan angin. Suhu udara diukur
dengan sensor suhu, kelembaban relatif diukur dengan sensor
kelembaban udara, radiasi matahari diukur dengan pyranometer, dan
kecepatan angina
Pengambilan data dilakukan secara otomatis setiap 30 menit,
dimana data tersebut tersimpan dalam sebuah console yang dilengkapi
dengan datalogger. Analisis data dilakukan harian sesuai dengan
model ETp yang digunakan

Gambar Skema Pengukuran Data Cuaca Menggunakan AWS


Hasil Penelitian Kondisi Cuaca pada Waktu Pengamatan
Kondisi cuaca selama percobaan di tahun 2017 dan 2018
sangat berfluktuasi (Gambar 3-4). Pada tahun 2017, percobaan dimulai
pada bulan April 2017 dimana suhu udara maksimum mencapai 36,4oC
yang juga merupakan suhu maksimum selama percobaan pada tahun
ini. Sedangkan suhu rata-rata dan minimum pada bulan ini adalah
26,8oC dan 22oC. Percobaan satu musim tanam selesai pada bulan Juli,
dimana suhu udara rata-rata pada bulan ini adalah 26,4oC, sedikit lebih
rendah dari bulan April. Sedangkan akhir percobaan terjadi pada bulan
Mei dengan terjadinya peningkayan suhu udara maksimum dan rata-
rata menjadi 34,6oC dan 27,8oC.

Hubungan Evapotranspirasi dengan Perubahan Faktor


Iklim Proses penanganan dilakukan dengan pemisahan sampah medis
menurut kategori atau jenis sampah, pengangkutan, petugas
menimbang limbah, Petugas telah melaporkan saldo pengelolaan
limbah

Gambar Fluktuasi suhu udara dan kelembaban udara tahun 2017 dan 2018

Hubungan Cuaca dan Evapotranspirasi Standard FAO

Suhu udara merupakan parameter yang memiliki korelasi


linear terkuat setelah radiasi matahari. Hal ini disebabkan peningkatan
suhu udara akan menyebabkan kenaikan tekanan uap permukaan
sehingga jumlah uap air dalam udara meningkat secara exponensia.
Kecepatan angin merupakan parameter cuaca yang memiliki hubungan
linear terlemah terhadap ETp. Hal ini disebabkan nilai pengukuran di
lokasi percobaan cukup kecil (< 1 m/det) sehingga perubahannya
terhadap ETp tidak terlalu signifikan.

Perfomansi Model JST


Berdasarkan hasil pemodelan, terlihat bahwa model JST-1
dengan hanya satu parameter input suhu udara menghasilkan
performansi yang paling rendah dengan nilai R2 terendah (< 0,7) dan
RMSE terbesar (> 0,4 mm/hari) untuk dua tahun percobaan.
Rendahnya performansi model JST-1 disebabkan terjadinya
underestimation untuk nilai ETp yang lebih dari 3.5 mm dan
overestimation untuk nilai ETp kurang dari 1.5 mm. Hal ini
menunjukkan kesalahan dalam pendugaan model JST (Nassif et al.,
2015). Hal ini terjadi kemungkinan sebaran dan trend data suhu udara
dengan ETp berbeda dengan hubungan linear yang kurang kuat (R2 <
0.7, lihat Gambar 4). Overestimation maupun underestimation
memang sering terjadi dalam pendugaan ETp dengan menggunakan
model JST, seperti yang dilaporkan penelitian sebelumnya

Perbandingan Antar Model


Hasil perbandingan, semakin banyak parameter input belum
tentu menunjukkan performa yang lebih baik. Dari hasil ini
menunjukkan bahwa parameter radiasi matahari dan suhu udara harus
diukur untuk menghasilkan model yang mendekati model standard
FAO yang membutuhkan parameter input lebih banyak performa
masing-masing model terhadap model standard FAO cukup beragam
sebagaimana disajikan di Tabel berikut.
Tabel Perbandingan Performansi Model ETp dengan ETp Standard FAO

Berdasakan penelitian ini memperlihatkan bahwa


Perbandingan model empiris dan model JST pada evapotranspirasi
potensial dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Evapotranspirasi potensial
pada model acuan berturut-turut untuk musim tanam 2017 dan 2018
adalah 321,8 mm dan 298,4 mm. Beberapa model menunjukkan nilai
evapotranspirasi potensial dibawah nilai standard (acuan), yaitu:
Penman, JST-1 dan JST-3 untuk tahun 2017 dan Model Penman, JST-
3 untuk tahun 2018.
Kesimpulan Berdasarkan analisis evapotranspirasi potensial, model Turc
dan Model JST-2 merupakan model terbaik dengan nilai ETp total
yang mendekati ETp acuan. Model ETp Turc dengan varibel input
suhu udara dan radiasi matahari merupakan model terbaik dengan nilai
R2 tertinggi dan RMSE terendah. Model Jaringan Syaraf Tiruan-2
(JST-2) dengan variabel input radiasi matahari merupakan model JST
terbaik dengan nilai R2 tertinggi, RMSE terendah dan nilai ETp total
yang mendekati model acuan FAO.
Kelebihan dan Kelebihan : menggunakan metode yang dijelaskan dengan sangat rinci,
Kekurangan parameter yang digunakan banyak sehingga hasil menjadi semakin
akurat.
Kekurangan : Terdapat istilah yang mungkin tidak bisa dipahami orang
awam
REVIEW JURNAL 2
Pengaruh Perubahan Lahan Dan Iklim Terhadap Ketersediaan Airtanah Pada Subdas
Cibeureum (Kawasan Bandung Utara)
Judul Analisis Besar atau Laju Evapotranspirasi pada Daerah Terbuka
Jurnal Jurnal Dinamika Rekayasa
Volume dan Halaman Vol 2, Hal : 127-135
Tahun 2021
Sinta 3
Penulis Bombom Rachmat Suganda1, Fauziyah Han2 , M. Nursiyam
Barkah3 dan Yudhi Listiawan4
Reviewer Meysa Andini Putri (114200024)
Tanggal 26 September 2023

Latar belakang Perubahan kondisi lahan dari lahan tertutup menjadi lahan
terbuka dapat mengakibatkan berkurangnya resapan air sehingga
dapat mengurangi ketersediaan air, sedangkan di sisi lain,
kebutuhan air terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk. Selain perubahan lahan, perubahan iklim juga sangat
berpengaruh terhadap ketersediaan air.
Kecamatan Cisarua, Parongpong, Ngamprah dan Sukasari
mempunyai tingkat keterancaman tinggi karena memiliki luas lahan
terbangun yang tinggi atau sedang, serta memiliki luas lahan izin
lokasi yang belum selesai tahap pembangunannya yang tinggi atau
rendah namun memiliki kepadatan penduduk yang tinggi.
Kecamatan Cidadap, Cikalong Wetan, Lembang, Cimahi Utara, dan
Padalarang memiliki tingkat keterancaman rendah karena luas
terbangun dan luas lahan izin lokasi yang belum selesai tahap
pembangunannya termasuk ke dalam kategori rendah Tinjauan ini
menunjukkan bahwa tingginya luas lahan yang terbangun disertai
dengan kepadatan penduduk yang tinggi berpengaruh terhadap
tingkat keterancaman kelestarian kawasan resapan air.
Tujuan Penelitian bertujuan untuk mengetahui proses terjadinya,
faktor yang berpengaruh terhadap evapotranspirasi serta
mengetahui pendekatan dari model-model perhitungan
evapotrasnporasi.
Objek Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan pada SubDAS Cibeureum
Kawasan Bandung Utara dan sebagian wilayah Kabupaten
Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung
Barat secara geografis terletak antara 107° 27'-107° BT, 6° 44'-6°
56' LS.
Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah dengan menghitung potensi
ketersediaan air dengan metode neraca air tahun 2009, 2012, dan
2017. Data yang digunakan yaitu data curah hujan dan suhu dari
stasiun BMKG Bandung tahun 2007-2017, data penutupan lahan
Jawa Barat tahun 2009, 2012 dan 2017 dari Departemen Kehutanan
dan data penduduk tahun 2009, 2012, dan 2017 dari BPS.
Hasil Penelitian Presipitasi
Data curah hujan diperoleh dari Stasiun Geofisika Bandung.
Gambar-3 menunjukan Rata-rata curah hujan periode 2007-2009
lebih kecil dari pada periode 2010-2012. Rata-rata curah hujan
periode 2007-2009 sebesar 2.084,7 mm/tahun, periode 2010-2012
sebesar 2.664,3 mm/tahun, sedangkan periode 2013- 2017 sebesar
2.583,0 mm/tahun.

Gambar Grafik curah hujan rata-rata periode 2007- 2009 dan 2010-2012

Evapotranspirasi
Evapotranspirasi dihitung menggunakan metode
Thornthwaite [10], data yang digunakan adalah data suhu yang
diperoleh dari Stasiun Geofisika Bandung. Berikut ini merupakan
data suhu rata-rata periode 2007-2009, 2010-2012, dan 2013-2017.

Tabel Data Evapotranspirasi Periode 2007-2009


Data suhu rata-rata cenderung meningkat di setiap tahunnya,
sehingga nilai evapotranspirasi pun semakin meningkat setiap
tahunnya. Rata-rata evapotranspitrasi periode 2007-2009 sebesar
1.188,94 mm/tahun
Presipitasi Efektif
Presipitasi efektif merupakan jumlah dari selisih presipitasi
dikurangi evapotranspirasi setiap bulan dalam setahun dengan
catatan jika bernilai negatif (P<PET) maka dianggap nol. Debit
presipitasi periode 2007-2009 sebesar 35.473.499,63 m3/tahun.
Sedangkan periode 2013-2017 sebesar 44.009.510,05 m3/tahun.

Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan


bahwa perubahan lahan dan iklim saling berkaitan erat dalam
perhitungan neraca air. Dari hasil perhitungan didapat bahwa dari
tahun 2007- 2017, kawasan ini mengalami perubahan lahan yang
mengakibatkan kenaikan koefisien run off. Perubahan iklim juga
berpengaruh terhadap evapotranspirasi dan debit presipitasi efektif.
Suhu yang meningkat akibat pemanasan global mengakibatkan
kenaikan evapotranspirasi. Selain itu pertumbuhan penduduk yang
meningkat mengakibatkan konsumsi air meningkat
Kelebihan dan Kelebihan : menggunakan kata-kata yang mudah untuk dibaca dan
Kekurangan dipahami dan istilah yang sering digunakan
Kekurangan : metode yang digunakan tidak dijelaskan secara detail
sehingga kurang dapat dipahami
REVIEW JURNAL 3
Analisis Besar atau Laju Evapotranspirasi pada Daerah Terbuka

Judul Analisis Besar atau Laju Evapotranspirasi pada Daerah Terbuka


Jurnal Jurnal Agroteknologi dan Ilmu Pertanian
Volume dan Halaman Vol 2, Hal : 130-137
Tahun 2018
Sinta 4
Penulis Rahmi Fibriana*, Suheryanto2 , Novrikasari3
Reviewer Meysa Andini Putri (114200024)
Tanggal 27 September 2023

Latar belakang Evapotranspirasi sangat tergantung pada besarnya hujan yang


terjadi, dan Evapotranspirasi yang terjadi pada saat itu disebut
Evapotranspirasi aktual. Evapotranspirasi sangat penting untuk
kajian-kajian hidrometeorologi. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya Evapotranspirasi adalah radiasi panas matahari,
suhu, tekanan udara, kapasitas air dalam tanah dan udara,
sertakecepatan angin. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh
dalam transpirasi dari suatu vegetasi adalah radiasi panas matahari,
suhu, kecepatan angin, gradient tekanan udara. Selain dari faktor-
faktor tersebut juga sifat fisik dari tumbuhan itu sendiri, misalnya
jumlah stomata dan adanya lampiran kedap dan permukaan tubuh
tumbuhan.
Tujuan Penelitian bertujuan untuk mengetahui proses terjadinya,
faktor yang berpengaruh terhadap evapotranspirasi serta
mengetahui pendekatan dari model-model perhitungan
evapotrasnporasi
Objek Penelitian Penelitian dilaksanakan menggunakan data 5 stasiun
klimatologi yang ada di Provinsi Jawa Barat, yaitu yaitu stasiun
Ciledug, Cimanggu, Citeko dan Margahayu
Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode Penman-Monteith
menggunakan data klimatologi stasiun Dramaga. Data dibutuhkan
sebagai input model dalam perhitunan meliputi data suhu udara
maksium dan minimum harian, radiasi surya, kelembapan nisbi, dan
kecepatan angina.
Hasil Penelitian Konsep Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah proses gerakan air dari sistem tanah
ke tanaman kemudian ke atmosfir (transpirasi) dan gerakan air dari
sistem tanah ke permukaan tanah kemudian ke atmosfir (evaporasi).
Peubah-peubah dari sistem atmosfir digunakan untuk menduga
Evapotranspirasi potensial.
Hubungan Evapotranspirasi dengan Perubahan Faktor Iklim
Proses penanganan dilakukan dengan pemisahan sampah
medis menurut kategori atau jenis sampah, pengangkutan, petugas
menimbang limbah, Petugas telah melaporkan saldo pengelolaan
limbah

Berdasakan penelitian ini memperlihatkan bahwa perubahan


suhu mempunyai pengaruh terhadap ETp. Besarnya ETp akan
meningkat ketika suhu, radiasi panas matahari, kelembaban, dan
kecepatan angin bertambah besar. Jumlah uap air yang dapat
dikandung udara (atmosfer) meningkat secara eksponensial dengan
naiknya suhu udara. Sehingga peningkatan suhu menyebabkan
naiknya tekanan uap permukaan yang berevaporasi, mengakibatkan
bertambahnya defisit tekanan uap antara permukaan dengan udara
sekitar.
Suhu mempengaruhi Evapotranspirasi melalui empat cara yaitu :
1. Jumlah uap air yang dapat dikandung udara (atmosfer)
meningkat secara eksponensial dengan naiknya suhu udara
2. Udara yang panas dan kering dapat mensuplai energi ke
permukaan. Laju penguapan bergantung pada jumlah energi
bahang yang dipindahkan, karena itu semakin panas udara
semakin besar gradient suhu dan semakin tinggi laju
penguapan
3. Pengaruh lainnya suhu udara terhadap penguapan muncul
dari kenyataan bahwa akan dibutuhkan lebih sedikit energi
untuk menguapkan air yang lebih hangat.
Kesimpulan Evapotranspirasi dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim yaitu
Radiasi matahari, Temperatur udara, Kelembaban udara,
Temperatur udara dan kecepatan angin. ETp berdasarkan analisis
data iklim 2012 stasiun klimatologi Dramamaga dengan metode
penman-monteith diperoleh bahwa rata-rata laju ETp bulanan
terbesar terjadi pada bulan bulan agustus dan September sedangkan
ETp terendah terjadi pada bulan januari.
Kelebihan dan Kelebihan : menggunakan kata-kata yang mudah untuk dibaca dan
Kekurangan dipahami dan istilah yang sering digunakan
Kekurangan : metode yang digunakan tidak dijelaskan secara detail
sehingga kurang dapat dipahami

Anda mungkin juga menyukai