Anda di halaman 1dari 16

TUGAS 1 DAN TUGAS 2

HIDROLOGI LINGKUNGAN
Dosen : Andi Renata Ade Yudono, ST., M.Sc.
HALAMAN SAMPUL

Rangkuman Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air


Dan Keuninkan Sistem Hidrologi Pada Kawasan Karst

Disusun Oleh:
Nama : Meysa Andini Putri
NIM : 114200024
Kelas : Hidrologi Lingkungan A

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2023

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2019 TENTANG SUMBER DAYA AIR .. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rangkuman UU No. 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air ............................... 2
BAB II KEUNIKAN SISTEM HIDROLOGI PADA KAWASAN KARST ...................... 5
2.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 5
2.2 Tinjauan Pustaka ......................................................................................................... 5
2.2.1 Kawasan Karst ..................................................................................................... 5
2.2.2 Karakteristik Kawasan Karst ............................................................................... 6
2.2.3 Hidrogeologi Kawasan Karst ............................................................................... 6
2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi ................................................................................ 8
2.2.5 Hidrologi karst ..................................................................................................... 9
2.3 Studi Kasus................................................................................................................ 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2019
TENTANG SUMBER DAYA AIR
1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air telah


menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046). Meskipun
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan sempat diberlakukan kembali
setelah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi, namun masih terdapat banyak kelemahan ataupun kekurangan dan
ketidakmampuan untuk mengatur secara komprehensif mengenai manajemen sumber daya
air sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat

Presiden Joko Widodo mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019


tentang Sumber Daya Air pada 15 Oktober 2019 di Jakarta. Undang-Undang ini mulai
berlaku setelah diundangkan oleh Pelaksana Tugas Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Tjahjo Kumolo, pada 16 Oktober 2019 di Jakarta. Dokumen Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dimuat dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 190. Penjelasan atas undang-undang ini juga disampaikan
dan dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6405

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air bertujuan untuk
mengatur pengelolaan air secara berkelanjutan, memastikan ketersediaan air bagi
kebutuhan semua pihak, serta melindungi lingkungan air untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan di Indonesia. Sebagai bagian dari sumber daya air, air memiliki peran
penting dalam produksi dan kesejahteraan masyarakat yang diatur oleh negara sesuai
dengan prinsip-prinsip Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

1
1.2 Rangkuman UU No. 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air terdiri dari 16
Bab, 79 Pasal. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 tentang
Sumber Daya Air adalah peraturan hukum yang mengatur pengelolaan, pemanfaatan,
perlindungan, dan pengendalian sumber daya air di Indonesia. Undang-undang ini
memiliki beberapa poin penting sebagai berikut :

a) Pendahuluan: Bagian ini menjelaskan tujuan undang-undang, yaitu mengatur


pengelolaan sumber daya air guna memastikan ketersediaan air yang cukup,
berkelanjutan, dan merata.
b) Definisi Sumber Daya Air: Undang-undang ini mendefinisikan sumber daya air
sebagai semua air di atas permukaan bumi (air permukaan), di bawah permukaan bumi
(air tanah), serta air di atmosfer.
c) Pengelolaan Sumber Daya Air: Mengatur prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya
air, termasuk kelestarian, pemanfaatan yang adil, partisipasi masyarakat, serta
keterpaduan dengan perencanaan tata ruang.
d) Prinsip Pengelolaan: Undang-undang ini didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan
yang berkelanjutan, efisien, adil, terpadu, serta melibatkan partisipasi masyarakat
dalam pengambilan keputusan.
e) Pengelolaan Sumber Daya Air: Mengatur prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya
air, termasuk kelestarian, pemanfaatan yang adil, partisipasi masyarakat, serta
keterpaduan dengan perencanaan tata ruang.
f) Pemanfaatan Sumber Daya Air: Menjelaskan tentang izin pemanfaatan sumber daya
air, baik untuk keperluan pertanian, industri, rumah tangga, dan lain-lain. Diatur juga
mengenai hak-hak dan kewajiban dalam pemanfaatan air.
g) Perlindungan Sumber Daya Air: Membahas tentang upaya perlindungan dan
pengawasan terhadap sumber daya air agar tidak tercemar, termasuk sanksi bagi yang
melakukan pencemaran.
h) Konservasi Air: Mengatur tindakan konservasi untuk menjaga ketersediaan air,
termasuk pengaturan penggunaan air hujan, pengelolaan daerah aliran sungai, dan
pengendalian erosi.
i) Pengendalian Banjir dan Kekeringan: Mengatur tentang pengendalian banjir dan
kekeringan melalui perencanaan, pembangunan infrastruktur, dan langkah-langkah
mitigasi.

2
j) Pendanaan dan Investasi: Membahas tentang pendanaan dan investasi dalam
pengelolaan sumber daya air, termasuk mekanisme pembiayaan dan insentif bagi
investasi di sektor air.
k) Pengawasan dan Penegakan Hukum: Menjelaskan mengenai pengawasan
pelaksanaan undang-undang serta sanksi-sanksi hukum bagi pelanggaran yang
dilakukan.
a) Hak dan Kewajiban Pengguna: Undang-undang ini menjamin hak akses masyarakat
terhadap air yang cukup dan berkualitas. Pengguna air diwajibkan untuk menjaga
kelestarian dan tidak merusak sumber daya air.
b) Izin Penggunaan Air: Undang-undang ini mengatur tentang pemberian izin
penggunaan air, termasuk tata cara perizinan, kriteria penggunaan, dan tanggung
jawab pemegang izin.
c) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS): Undang-undang ini mendorong
pengelolaan DAS secara terpadu, termasuk perencanaan, pengelolaan, dan pemulihan
fungsi DAS.
d) Kawasan Lindung dan Rehabilitasi: Pemerintah berwenang menetapkan kawasan
lindung dan rehabilitasi sumber daya air untuk menjaga kualitas dan fungsi ekosistem
air.
e) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan: Undang-undang ini menegaskan perlunya
pengendalian pencemaran dan kerusakan sumber daya air serta mengenai sanksi bagi
pelanggar.
f) Penegakan Hukum dan Sanksi: Undang-undang ini menetapkan mekanisme
penegakan hukum dan sanksi yang berlaku bagi pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini.
g) Peran Pemerintah: Pemerintah memiliki peran dalam mengatur, mengawasi, dan
memberikan dukungan teknis untuk pengelolaan sumber daya air.
h) Partisipasi Masyarakat: Undang-undang ini memberikan peran yang lebih besar
kepada masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. Partisipasi ini dapat
meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya menjaga kualitas dan
kuantitas air.
i) Kerjasama Antarstakeholder: Undang-undang ini mendorong kerjasama antara
pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam pengelolaan sumber daya air.
j) Tantangan Implementasi: Meskipun memiliki potensi besar, tantangan implementasi
undang-undang ini mungkin melibatkan harmonisasi antara sektor-sektor yang

3
berbeda, alokasi sumber daya, dan peningkatan kesadaran serta keterlibatan
masyarakat.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air adalah tonggak
penting dalam upaya mengatur dan mengelola sumber daya air di Indonesia. Undang-
undang ini menangkap kompleksitas tantangan dalam pengelolaan air yang menjadi
semakin penting di tengah perubahan lingkungan dan tuntutan pembangunan
berkelanjutan. Secara keseluruhan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang
Sumber Daya Air menandai langkah penting dalam mengelola aset berharga ini dengan
pendekatan yang seimbang antara pemanfaatan dan pelestarian. Implementasi yang efektif
dan kolaboratif akan menjadi kunci untuk mengatasi tantangan dan mencapai tujuan yang
diinginkan.
Undang-undang ini menerapkan pendekatan yang holistik dan komterhadap
pengelolaan sumber daya air, mengakui keterkaitan antara air permukaan dan air tanah
serta dampaknya terhadap ekosistem dan masyarakat. Pendekatan ini penting mengingat
saling ketergantungan antara komponen-komponen tersebut. Kemudian selain tu Undang-
undang ini mengadopsi pendekatan yang komprehensif, mengintegrasikan aspek-aspek
seperti perlindungan lingkungan, keseimbangan penggunaan, adaptasi perubahan iklim,
dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. Undang-undang ini
mengakui kompleksitas tantangan dalam mengelola air di tengah perubahan lingkungan,
meningkatnya tuntutan pembangunan, dan ancaman perubahan iklim. Dengan
implementasi yang tepat dan sinergi dari berbagai pihak, undang-undang ini dapat
berkontribusi pada keberlanjutan sumber daya air di Indonesia, yang merupakan aset
krusial bagi masa depan negara.

4
BAB II
KEUNIKAN SISTEM HIDROLOGI PADA KAWASAN KARST

2.1 Latar Belakang


Kawasan karst menarik untuk menjadi objek penelitian dan dibahas dalam
bidang geologi, hidrologi, dan lingkungan. Keunikan hidrologi kawasan karst
melibatkan kombinasi faktor geologis, hidrologis, dan biologis yang menghasilkan
karakteristik unik dalam sistem perairannya. Latar belakang ini memberikan wawasan
yang berharga tentang bagaimana proses alam bekerja dalam menghasilkan sistem
perairan yang berbeda dari lingkungan lainnya.

Salah satu aspek penting dalam hidrologi kawasan karst adalah sistem drainase
yang kompleks. Air hujan yang jatuh di atas permukaan karst akan meresap ke dalam
tanah melalui retakan dan celah-celah batuan kapur. Proses ini menyebabkan air
meresap ke dalam sistem bawah tanah yang rumit, membentuk jaringan sungai bawah
tanah yang luas dan kompleks. Akibatnya, aliran air dalam sistem karst dapat berpindah
dengan cepat antara permukaan dan bawah tanah, serta dapat mengalami fluktuasi yang
tajam sesuai dengan musim hujan dan kemarau.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Kawasan Karst

Kawasan karst adalah wilayah yang memiliki karakteristik hidrologis yang unik.
Wilayah ini terbentuk melalui proses pelarutan batuan yang mudah larut seperti batuan
karbonat dan garam (Ford dan William, 1992). Proses pelarutan ini menghasilkan
kondisi yang ekstrem, dengan kekeringan pada permukaan tetapi ketersediaan air yang
melimpah di bawah permukaan (Cahyadi, 2010). Inilah yang membuat kawasan karst,
terutama di Indonesia, lebih dikenal sebagai daerah yang sering mengalami kekeringan,
walaupun sebenarnya memiliki sumber daya air yang berlimpah di dalam lapisan bawah
permukaan.

Pengertian tentang kawasan karst yang mengartikan kawasan karst dilihat dari
jenis batuannya saja dapat dilihat misalnya dalam Keputusan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 1456 K/20/MEM/2000 tentang pengelolaan kawasan
karst yang saat ini sudah digantikan dengan PERMEN ESDM No. 17 Tahun 2012

5
Tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst. Tinjauan definisi kawasan karst
yang hanya didasarkan oleh litologi saja memiliki kelemahan ditinjau dari sudut
pandang hidrologi. Hal ini karena kawasan batuan karbonat yang belum berkembang
menjadi kawasan karst akan didominasi oleh kondisi hidrologi airtanah yang dikontrol
oleh ruang antar butir batuan, sedangkan pada kawasan yang telah berkembang sebagai
kawasan karst akan lebih didominasi ossleh lorong-lorong hasil proses pelarutan.

2.2.2 Karakteristik Kawasan Karst


Kawasan karst memiliki ciri khas berupa adanya sistem perguaan dan aliran
bawah tanah yang intensif sebagai akibat dari berkembangnya proses solusional pada
batuan mudah larut seperti limestone, marble dan gypsum (Ford dan Williams, 2007),
sehingga suatu kawasan dengan batuan yang mudah larut saja tidak cukup untuk
menjadikan suatu kawasan disebut sebagai kawasan karst.

Thornbury (1958) mengungkapkan bahwa suatu kawasan dapat berkembang


menjadi topografi karst apabila memiliki empat kondisi sebagai berikut:

a. Harus terdapat batuan yang mudah larut seperti limestone. Batuan seperti dolomit,
dan chalk juga dapat berkembang menjadi topografi karst namun
perkembangannya tidak secepat limestone.
b. Batuan yang mudah larut tersebut harus bervolume besar (tebal dan luas), banyak
rekahan dan memiliki penutup lahan yang rapat.
c. Batuan tersebut mengalami pengangkatan yang cukup tinggi sehingga membentuk
lembah mayor yang didasari oleh batuan mudah larut yang memiliki rekahan
batuan yang baik. Kondisi tersebut sangat penting untuk memudahkan airtanah
mengalir ke bawah (vertikal) melalui diaklas-diaklas pada batuan, proses pelarutan
dan membentuk aliran sungai bawah tanah.
d. Memiliki curah hujan yang tinggi, karena air hujan merupakan media utama dalam
proses pelarutan.

2.2.3 Hidrogeologi Kawasan Karst


Aliran airtanah pada kawasan karst sangat berbeda dengan kawasan non-karst.
Aliran airtanah pada kawasan non karst melewati ruang antar butir. Kondisi demikian
disebut dengan kondisi isotropis. Kondisi isotropis memungkinkan kemungkinan aliran
airtanah ke segala arah memiliki peluang yang sama (Gambar 1.1). Hal berbeda terjadi
pada aliran airtanah di kawasan karst, di mana aliran airtanah lebih banyak di kontrol

6
oleh lorong-lorong pelarutan. Kondisi demikian disebut sebagai kondisi anisotropis, di
mana kondisi ini memungkinkan aliran airtanah ke segala arah memiliki peluang tidak
sama.

Gambar 2.1 Kondisi Isotropis pada Kawasan Non-Karst (Kiri) dan


Anisotropis pada Kawasan Karst (Kanan)
(Sumber : Haryono dan Adji, 2004)

White (1988) mengatakan bahwa hidrologi kawasan karst memiliki


karakteristik khas berupa variasi tingkat infiltrasi, debit aliran airtanah dan debit
keluaran airtanah dari sistem karst (white, 1988). Karakteristik tersebut oleh Ford dan
Williams (2007) dijelaskan sebagai berikut:

a. Duality of The Recharge, atau dualitas dari aliran masukan, merujuk pada dua sifat
atau metode melalui mana air memasuki sistem akuifer. Ini bisa terjadi melalui
autogenik atau allogenik . Autogenik digunakan untuk merujuk pada masukan air
tanah yang berasal dari dalam kawasan karst itu sendiri. Dengan kata lain, air ini
berasal dari air hujan yang turun langsung di atas topografi karst, kemudian meresap
ke dalam tanah melalui celah-celah atau lorong-lorong pelarutan (White, 1990)
b. Duality of the infiltration process/ Duality of the groundwater flow merupakan
kondisi proses infiltrasi yang terjadi di kawasan karst dapat berupa diffuse, di mana
air meresap melalui lapisan tanah dan zona tak jenuh melalui ruang antar butir
batuan atau tanah serta dapat pula terinfiltrasi dengan cara conduit, di mana infiltrasi
terkonsentrasi melalui ponor atau sinking stream yang kemudian masuk ke sistem
airtanah. Duality of the groundwater flow prosses terbagi menjadi aliran lambat
melalui ruang antar butir batuan (diffuse), aliran sedang melalui rekahan rekahan
batuan (fissure/campuran) dan aliran cepat yang melalui jaringan loronglorong
pelarutan (conduit) (White, 1990)
c. Duality of the discharge process menunjukkan perbedaan debit mataair yang keluar
akibat dominasi sistem aliran. Tipe infiltrasi dan sistem aliran diffuse akan

7
mengahasilkan mataair dengan debit aliran yang relatif kecil. Sebaliknya, tipe
infiltrasi dan sistem aliran conduit akan menghasilkan mataair yang memiliki
mataair dengan debit yang besar. Sistem aliran diffuse menghasilkan mataair
dengan respon terhadap hujan yang lambat, sedangkan pada sistem aliran conduit
akan memiliki respon terhadap hujan yang cepat (White, 1990)

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi


Menurut Haryono dan Adji (2004) Karstifikasi dipengaruhi oleh dua kelompok
faktor, faktor pengontrol dan faktor pendorong.
1. Faktor pengontrol, faktor pengontrol menentukan dapat tidaknya proses karstifikasi
berlangsung
a. Batuan yang mengandung CaCO3 tinggi akan mudah larut. Semakin tinggi
kandungan CaCO3, semakin berkembang bentuklahan karst. Kekom-pakan batuan
menentukan kestabilan morfologi karst setelah mengalami pelarutan. Apabila
batuan lunak, maka setiap kenampakan karst yang terbentuk seperti karen dan bukit
akan cepat hilang karena proses pelarutan itu sendiri maupun proses erosi dan gerak
masa batuan, sehingga kenampakan karst tidak dapat berkembang baik. Ketebalan
menentukan terbentuknya sikulasi air secara vertikal lebih. Tanpa adanya lapisan
yang tebal, sirkulasi air secara vertikal yang merupakan syarat karstifikasi dapat
berlangsung.
b. Curah hujan merupakan media pelarut utama dalam proses karstifikasi. Semakin
besar curah hujan, semakin besar media pelarut, sehingga tingkat pelarutan yang
terjadi di batuan karbonat juga semakin besar. Ketinggian batugamping terekspos
di permukaan menentukan sirikulasi/drainase secara vertical
c. Batuan terekspos di ketinggian yang memungkinkan perkembangan sirkulasi
air/drainase secara vertika. Walupun batugamping mempunyai lapisan tebal tetapi
hanya terekspos beberapa meter di atas muka laut, karstifikasi tidak akan terjadi.
Drainase vertikal akan terjadi apabila julat/jarak antara permukaan batugamping
dengan muka air tanah atau batuan dasar dari batugamping semakin besar. Semakin
tinggi permukaan batugamping terekspose, semakin beser julat antara permuka-an
batugamping dengan muka air tanah dan semakin baik sirkulasi air secara vertikal,
serta semakin intensif proses karstifikasi.
2. Faktor pendorong

8
a. Temperatur mendorong proses karstifikasi terutma dalam kaitannya dengan
aktivitas organisme. Daerah dengan temperatur hangat seperti di daerah tropis
merupakan tempat yang ideal bagi perkembangan organisme yang selanjutnya
menghasilkan CO2 dalam tanah yang melimpah. Temperatur juga menentukan
evaporasi, semakin tinggi temperatur semakin besar evaporasi yang pada akhirnya
akan menyebabkan rekristalisasi larutan karbonat di permukaan dan dekat
permukaan tanah.
b. Kecepatan reaksi sebenarnya lebih besar di daerah temperatur rendah, karena
konsentrasi CO2 lebih besar pada temperatur rendah. Namun demikian tingkat
pelarutan di daerah tropis lebih tinggi karena ketersediaan air hujan yang melimpah
dan aktivitas organisme yang lebih besar.
c. Penutupan hutan juga merupakan faktor pendorong perkembangan karena hutan
yang lebat akan mempunyai kandungan CO2 dalam tanah yang melimpah akibat
dari hasil perombakan sisa-sisa organik (dahan, ranting, daun, bangkai binatang)
oleh mikro organisme. Semakin besar konsentrasi CO2 dalam air semakin tinggi
tingkat daya larut air terhadap

2.2.5 Hidrologi karst


Untuk memahami hidrologi karst harus dapat dibedakan beberapa tipe sumber
air karst, yaitu

a. Sumber air dengan akuifer bebas, terlihat sebagai kali yang keluar dari gua atau celah.
Harus dapat dibedakan apakah kali ini Resurgence atau Exsurgence.
b. Resurgence (exogenous spring), yaitu sungai hasil munculnya kembali aliran sungai
permukaan, yang dibagian hulu menghilang memasuki celah atau swallow hole atau
gua. Exsurgence bila airnya berasal dari tetesan air perkolasi dan kondensasi intern
karst itu sendiri, disebut juga endegenous (karst water spring).
c. Sumber Air Sewaktu Banjir, Variasi tipe 1 yang hanya mengalir keluar pada saat hujan
lebat. Lorong bawah tidak dapat menampung air surplus dan lorong atas yang biasanya
kering mengalirkan air vadose.
d. Sumber Air Artesis, muncul keluar dari reservoir air yang biasanya besar oleh tekanan
hidrostatis. Dicirikan lorong yang curam, berbentuk silindris, berdinding batu gamping,
dapat pula terlihat keluar melalui lapisan alluvium atau pasir yang menutupi lorong
bagian atasnya.

9
e. Sumber Air Periodik, ditimbulkan karena adanya lorong ireguler dan sifon-sifon dibalik
sumber air. Sumber air ini kadang hanya mengeluarkan air secara periodik bila debit
cukup deras, sewaktu hujan. Pada debit kecil air mengalir seperti biasa secara kontinu.
f. Sumber air di bawah laut, submarine spring, dapat dijumpai sepanjang pantai karstik
(Trombe 1952).

2.3 Studi Kasus

Kawasan karst merupakan wilayah yang unik. Kawasan ini terbentuk oleh
proses pelarutan batuan karbonat dan batuan garam (Aprilianti, 2022). Kondisi kering
pada bagian permukaan dan kaya air di bagian bawah permukaan terjadi karena proses
pelarutan. Penelitian yang dilakukan oleh Aprilianti (2022) membahas tentang
keunikan hidrologi pada wilayah karst di Kabupaten Gunung Kidul.

Karst merupakan medan dengan karakteristik hidrogeologi karst dan


bentuklahan yang disebabkan oleh kombinasi batuan yang larut dengan mudah dan
mempunyai pembentukan porositas sekunder yang berkembang. Beberapa factor yang
menyebabkan pembentukan karakteristik karst adanya lembah tertutup yang memiliki
bentuk ukuran berbeda, kelangkaan drainase permukaan, dan adanya gua dari system
aliran bawah tanah.

Adapun keunikan dari kawasan karst adalah keberadaan goa dan sungai bawah
tanah. Goa-goa tersebut pada umumnya bertingkat dengan ukuran kurang dari satu
meter hingga ratusan meter persegi dengan bentuk vertikal miring maupun horisontal.
Goa-goa karst hampir semuanya dihiasi dengan ornamen (speleothem) yang sangat
beragam dari mulai yang sangat kecil (helectite) hingga yang sangat besar (column)
dengan bentuk dan warna yang bervariasi.Berikut adalah contoh keunikan hidrologi
pada wilayah karst yang ada di kabupaten Gunung Kidul

a. Karst Gunung Sewu

Gambar 2.2 Karst Gunung Sewu


(Sumber : Aprilianti, 2022)

10
Kawasan Karst Gunung Sewu berkembang cukup baik. Sebuah wilayah
karst yang memiliki hasil batugamping yang cukup tebal dan luas. Serta mudah
larut membentuk lubang dan retakan yang berkembang menjadi topografi karst.
Curah hujan tinggi di wilayah tropis ini sangat mendukung sebagai media
pelarut yang paling efektif. Pada Kawasan ini memiliki akuifer sekunder yang
umumnya terdapat pada retakan-retakan batugamping, goa-goa atau sungai
bawah tanah.. Hal ini tergantung pada bentuk, ukuran, kemiringan, dan jaringan
bawah tanah yang terbentuk.
b. Luweng Blimbing

Gambar 2.3 Luweng Blimbing


(Sumber : Aprilianti, 2022)

Doline atau masyarakat sering menyebutnya luweng merupakan sebuah


cekungan tertutup yang terbentuk dari amblesan akibat proses pelarutan pada
wilayah karst. Pelaruran pada batugamping membentuk lubang dan retakan saat
air tergenang masuk kedalam retakan tersebut. Terdapat 2 fenomena siklus
hidrologi yang bisa ditemukan yaitu aliran sinking di mana sungai permukaan
masuk ke dalam goa mengalir melalui sungai bawah tanah. Zona ini merupakan
zona transisi antara kawasan Basin Wonosari dengan Perbukitan Karst Gunung
Sewu di sisi selatan. Fenomena kedua adalah adanya luweng, dimana saat curah
hujan sangat tinggi pada s luweng berdiameter 1 ha teraliri air dan membentuk
genangan serta memperluas area cekungan menjadi sekitar 1,45 ha.
c. Goa Gremeng

11
Gambar 2.3 Karst Gunung Sewu
(Sumber : Aprilianti, 2022)

Goa Gremeng merupakan suatu goa tempat keluarnya aliran sungai


bawah tanah yang muncul di permukaan atau disebut sebagai resurgent flow.
Siklus hidrologi aliran sungai bawah tanah mengalir melalui zona karst yang
diapit oleh Basin Wonosari dan 9 Basin Baturetno secara allogenik. Alirannya
keluar secara resurgent di zona peralihan antara Karst Gunung Sewu dengan
Basin Wonosari.
d. Goa Kalisuci

Gambar 2.2 Karst Gunung Sewu


(Sumber : Aprilianti, 2022)

Goa Kalisuci merupakan goa yang memiliki aliran dari sungai


permukaan yang masuk ke dalam goa. Aliran sungai tersebut kemudian nampak
lagi dari permukaan dan aan masuk kembali ke aliran bawah tanah. Goa ini
memiliki potensi wisata alam yang telah dikelola dengan baik.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Undang-undang No. 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air ini menerapkan
pendekatan yang holistik dan komterhadap pengelolaan sumber daya air, mengakui
keterkaitan antara air permukaan dan air tanah serta dampaknya terhadap ekosistem dan
masyarakat. Pendekatan ini penting mengingat saling ketergantungan antara
komponen-komponen tersebut. Undang-undang ini mengakui kompleksitas tantangan
dalam mengelola air di tengah perubahan lingkungan, meningkatnya tuntutan
pembangunan, dan ancaman perubahan iklim.
2. Kawasan Karst memiliki karakteristik hidrologi berupa kondisi isotropis dan
anisotropis. Serta 3 Sistem Hidrologi yaitu Duality of The Recharge, Duality of The
Infiltration Process dan Duality of The Discharge Process. Adapun potensi nya berupa
sumberdaya Mineral, Lahan, Hayati, Air dan Lanskap. Selain itu, terdapat contoh
keunikan hidrologi pada wilayah karst di Kabupaten Gunung Kidul seperti Karst
Gunung Lawu, Luweng Blimbing, Goa Gremeng dan Goa Kalisuci. Namun walaupun
begitu di Kawasan Karst Gunung Kidul tetap memiliki tantangan seperti kekeringan
dan pencemaran air.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aprilianti, Dwi Arum, (2022) Keunikan Hidrologi pada Wilayah Karst di Kabupaten Gunung
Kidul. ) Makalah Pendidikan Geografi UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Cahyadi, A. 2010. Pengelolaan Kawasan Karst dan Peranannya dalam Siklus Karbon di
Indonesia. Proseeding Seminar Nasional Perubahan Iklim di Indonesia. Sekolah Pasca
Sarjana UGM Yogyakarta.

Ford, D. dan Williams, P. 1992. Karst Geomorphology and Hydrology. London: Chapman and
Hall.

Haryono, E. dan Adji,T.N. 2004. Geomorfologi dan Hidrologi Karst. Yogyakarta : Fakultas
Geografi UGM

PERMEN ESDM No. 17 Tahun 2012 Tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst.

Thornbury, W. D. 1958. Principles of Geomorpholohy. New York: John Wilay and Sons, Inc.

White, W.B. 1988. Geomorphology and Hydrology of Karst Terrains. New York: Oxford
University Press.

14

Anda mungkin juga menyukai