Anda di halaman 1dari 91

Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

IDENTITAS PEMILIK

BUKU INI MILIK

NAMA :

NIM :

PLUG/KELOMPOK :

NO HP :

BARANG SIAPA MENEMUKAN BUKU INI, HARAP DIKEMBALIKAN KEPADA


MAHASISWA DENGAN IDENTITAS DI ATAS

i
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penyusun panjatkan kepada kehadirat Allah SWT atas


limpahan rahmat dan hidayah-Nya dapat menyelesaikan Buku Panduan
Praktikum Biologi Lingkungan untuk mahasiswa Program Studi Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta.
Penyusunan buku panduan ini dimaksudkan untuk memberikan petunjuk dan
tuntunan kepada mahasiswa dalam melaksanakan praktikum Biologi
Lingkungan.
Materi buku panduan praktikum Biologi Lingkungan berdasarkan pada
materi kuliah Biologi Lingkungan. Beberapa kesalahan dan kekurangan dari buku
panduan tahun sebelumnya telah diperbaiki. Namun demikian, Kritik dan saran
tetap kami harapkan demi kesempurnaan penyusunan buku panduan ini.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua.

Yogyakarta, Januari 2021

Penyusun

ii
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

DAFTAR ISI
hal
IDENTITAS PEMILIK ................................................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM ....................................................................... iv
TATA CARA PENULISAN LAPORAN DAN PENILAIAN .............................. v

ACARA 1. Sampling dan Analisis Vegetasi dengan Metode Kuadrat


dan Pengukuran Faktor Lingkungan ................................... 1
ACARA 2. Estimasi Populasi Hewan dengan Metode CMRR secara
Simulasi dengan Kancing ..................................................... 20
ACARA 3. Estimasi Besarnya Populasi Anggota Komunitas Gastropoda
dengan Metode Kuadrat dan Pengukuran Faktor Lingkungan di
Ekosistem Sungai ................................................................ 24
ACARA 4. Perhitungan Nilai Indeks Pencemaran Algae dari Berbagai
Sampel Air ........................................................................... 31
ACARA 5. Penentuan Kualitas Lingkungan Suatu Perairan Berdasarkan
Status Nutrisi (berat dan panjang) Ikan dan Pengukuran
Faktor Lingkungan ............................................................... 37
ACARA 6. Sampling dan Analisis Plankton sebagai Bioindikator
Pencemaran Lingkungan Perairan ...................................... 42
ACARA 7. Penentuan Kualitas Udara Berdasarkan Pengamatan
Mikroskopis Struktur Sel dan Jaringan Tumbuhan
Herbaceous................................ ......................................... 56
ACARA 8. Sampling dan Analisis Mangrove dengan Metode Quadrat-Line
Transect dan Pengukuran Faktor Lingkungan ..................... 67

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 83

iii
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

TATA TERTIB PRAKTIKUM

Semua praktikan wajib mentaati peraturan-peraturan berikut:


1. Praktikan hadir 5 menit sebelum acara praktikum dimulai dan wajib
mengikuti pretest tiap acara;
2. Praktikan menggunakan jas praktikum, name tag dan sepatu tertutup pada
saat acara praktikum dilaksanakan di dalam ruang laboratorium;
3. Praktikan bertanggungjawab terhadap peralatan praktikum yang
dilaksanakan di dalam ruang laboratorium. Jika merusak atau menghilangkan
wajib mengganti;
4. Praktikan bertanggungjawab terhadap peralatan praktikum yang dipinjam
dan mengembalikan dalam keadaan bersih dan utuh seperti semula;
5. Praktikan harus menjaga ketertiban, keamanan, dan kebersihan lingkungan
praktikum;
6. Praktikan dilarang membawa alat-alat lain selain untuk kepentingan
praktikum;
7. Praktikan dilarang makan, minum, dan merokok di dalam ruangan praktikum;
8. Praktikan dilarang meningggalkan ruang praktikum tanpa seijin asisten
praktikum;
9. Praktikan menyerahkan laporan praktikum pada saat yang telah ditentukan;
10. Pada dasarnya tidak ada inhal pada praktikum ini keculi pada kondisi yang
luar biasa (misal: sakit, orangtua meninggal dunia). Jika inhal karena alasan
luar biasa dan bisa menunjukkan bukti, maka akan didiskusikan kemudian.
Jika inhal dikarenakan alasan lainnya (misal terlambat lebih dari 15 menit,
melanggar tata tertib, tidak mengumpul laporan pada saat yang ditentukan,
dsb) maka praktikan harus dapat menerima nilai apa adanya.

iv
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

TATA CARA PENULISAN LAPORAN DAN PENILAIAN

A. TATA CARA PENULISAN LAPORAN


Berikut beberapa ketentuan dalam penulisan laporan acara praktikum.
1. Laporan tiap acara ada 2 macam yakni laporan sementara dan laporan resmi.
2. Laporan sementara maupun laporan resmi ditulis tangan pada kertas HVS
kwarto tidak bolak balik dan diberi batas tepi kiri 2,5 cm; tepi kanan, atas,
dan bawah masing-masing 1,5 cm menggunakan pensil.
3. Laporan sementara berisi data mentah dan hasil pengamatan yang dilakukan
pada tiap acara praktikum.
4. Laporan sementara wajib mendapat acc asisten di tiap akhir acara praktikum
dan dilampirkan pada laporan resmi.
5. Laporan resmi terdiri atas 8 bagian utama yakni: halaman judul,
pendahuluan, dasar teori, metode, isi, penutup, daftar pustaka, dan
lampiran.
6. Halaman judul berisi nama praktikum, hari dan tanggal praktikum, nama
acara, judul praktikum, nama praktikan, nim praktikan, plug/kelompok, nama
asisten, nama laboratorium, nama prodi dan universitas, tahun pembuatan.
7. Pendahuluan berisi latar belakang ilmiah, permasalahan, tujuan, cakupan,
dan hipotesis (jika ada).
8. Dasar teori berisi cuplikan-cuplikan referensi yang terkait dengan praktikum.
Dalam mencuplik tulisan, wajib mencantumkan sumbernya sesuai kaidah
penulisan ilmiah.
9. Metode berisikan alat dan bahan, cara kerja, lokasi, dan desain sampling
penelitian (jika ada).
10.Isi berisikan hasil dan pembahasan. Hasil sebisa mungkin disajikan dalam
bentuk tabel, grafik, maupun gambar. Jika hasil disajikan dalam bentuk
grafik, maka grafik dibuat di atas kertas milimeter blok kemudian ditempel di
atas kertas folio. Hasil dalam bentuk tabel, grafik, maupun gambar wajib
diberi judul sesuai dengan ketentuan. Hasil yang disajikan diberi penjelasan.
Pembahasan berisi analisis hasil praktikum, ditambah jawaban-jawaban
pertanyaan yang diajukan pada diskusi tiap acara.

v
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

11.Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.


12. Daftar pustaka berisikan referensi-referensi yang digunakan.
13.Lampiran berisikan laporan sementara (data mentah) dan hasil perhitungan.
Lampiran diberi nomer. Tabel-tabel dan gambar dalam lampiran wajib diberi
judul.

B. PENILAIAN
Komponen dan bobot penilaian sebagai berikut:
Nilai pre-test : 20 %
Nilai keaktifan : 10 %
Nilai laporan praktikum : 30 %
Nilai responsi : 40 %
Setiap komponen penilaian mempunyai rentang 0 – 100.
Nilai dalam bentuk angka = { (2 x rata-rata nilai pretest) + (1 x rata-rata nilai
keaktifan) + (3 x rata-rata nilai laporan) + ( 4 x nilai responsi) } : 10.
Penilaian hasil praktikum dengan nilai akhir berbentuk huruf dengan ketentuan:
> 75 :A
> 70 – 75 : B+
> 65 – 70 : B
> 60 – 65 : C+
> 55 – 60 : C
> 50 – 55 : D
< 50 :E
Tidak mengikuti responsi : E*

vi
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

0
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

ACARA 1
Sampling dan Analisis Vegetasi dengan Metode Kuadrat
dan Pengukuran Faktor Lingkungan

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan analisis terhadap komunitas
tumbuhan di suatu habitat yang berada dalam ekosistem tertentu
dengan menggunakan Metode Kuadrat.

B. ALAT DAN BAHAN


1. GPS
2. Soil tester
3. pH meter/pH indikator
4. Alat ukur (meteran)
5. Patok
6. Rafia/penanda transek
7. Tabel data (disiapkan sendiri oleh praktikan)
8. Buku kunci identifikasi tumbuhan
9. Alat tulis

C. DASAR TEORI

1. Pengantar
Analisis vegetasi dilakukan agar dapat mendeskripsikan dan
menggali informasi secara tepat mengenai komunitas tumbuhan yang
dikaji, misalnya bagaimana pengaruh interaksi dengan faktor
lingkungan terhadap perkembangan komunitas tumbuhan dan
bagaimana proses suksesi suatu komunitas . Tujuan analisis vegetasi
umumnya berkaitan dengan informasi mengenai struktur floristik (yaitu
komposisi spesies) atau struktur tegakan/stand.

1
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Untuk dapat mendeskripsi suatu kornunitas tumbuhan,


seringkali diperlukan data masing-masing individu spesies yang hidup
dalam komunitas tersebut. Pengukuran atau perhitungan langsung
(sensus) tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, mengingat dalam
penelitian selalu ada keterbatasan waktu dan sumberdaya (misalnya,
tenaga kerja, peralatan, dan biaya).
Oleh karena itu seorang peneliti biasanya hanya meneliti
kurang lebih 1 persen saja dari keseluruhan komunitas yang dikaji.
Inilah yang disebut dengan sampling. Sampling dalam istilah statistik
didefinisikan sebagai pernilihan unit-unit observasi dengan tujuan
untuk memperoleh pengetahuan tentang populasi yang diteliti. Sampel
yang dipilih dengan baik akan mampu mencerminkan karakter populasi
yang diteliti (representatif), sehingga data parameter sampel tersebut
dapat digunakan untuk mengestimasi parameter populasinya dengan
akurat (ekstrapolasi data).
Secara umum, metode sampling dikelompokkan menjadi dua,
yaitu metode dengan plot dan metode tanpa plot (plotless). Dalam
metode dengan plot, vegetasi dicuplik dengan menggunakan suatu
luasan tertentu yang disebut plot. Plot dapat berbentuk bujur sangkar,
persegi panjang, atau lingkaran. Contoh metode ini adalah metode
kuadrat dan metode releve. Sebaliknya, metode tanpa plot tidak
menggunakan plot dalam pencuplikan. Termasuk dalam metode ini
adalah metode titik terpegat dan metode jarak.
Agar dapat memilih metode pengambilan sampel secara tepat,
sehingga dapat memenuhi asumsi kebenaran statistik, maka dilakukan
desain sampling. Desain sampling yaitu cara penempatan dan jumlah
sampel yang harus diambil. Desain sampling ditentukan berdasar:

2
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

a. Ukuran Sampel (Sample Size) atau Jumlah Plot


Setelah menentukan cara sampling, selanjutnya peneliti
menentukan ukuran sampel yang akan diambil. Yang dimaksud ukuran
sampel atau sample size adalah banyaknya unit sampling yang akan
diambil dari populasi statistik yang dikaji.b. Cara Pengambilan Sampel
Asumsi dasar statistik adalah sampel harus diambil secara
random (acak), yaitu semua bagian populasi harus mempunyai
kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Agar sampling
menghasilkan data yang akurat, tahapan berikut ini harus diikut
sebelum mengambil sampel.

1) Penentuan Populasi Stastistik


Sebelum memulai sampling, terlebih dahulu menentukan
dengan populasi statistik penelitiannya. Salah satu definisi populasi
statistik adalah "keseluruhan elemen-elemen atau kumpulan individu
atau obyek yang akan diambil kesimpulan statistiknya".

2) Penentuan Unit Sampling atau Unit Eksperimen


Dari suatu populasi statistik nantinya akan diambil unit-unit
sampling. Dalam analisis vegetasi, unit sampling ini biasanya berupa
plot. Berikut ini adalah sejumlah cara sampling yang sering diterapkan :
a) Simple random sampling (sampling acak sederhana)
b) Stratified random sampling (sampling acak berstrata)
c) Systematic sampling (sampling sistematik)
d) Block random sampling (sampling acak blok)
e) Two-stage sampling (sampling dua-tingkat)
f) Two-phase sampling (sampling dua-fase)
Pemilihan desain sampling pada akhirnya bergantung pada
tujuan penelitian, kondisi aktual area penelitian, serta keterbatasan
anggaran dan waktu.

3
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

2. Metode dan Teknik Sampling untuk Analisis Vegetasi


Pengambilan contoh untuk analisis komunitas tumbuhan dapat
dilakukan dengan menggunakan metode petak (plot), metode jalur,
ataupun metode kuadran.
a. Metode Petak (Plot)
Metode petak merupakan prosedur yang paling umum
digunakan untuk pengambilan contoh berbagai tipe organisme
termasuk komunitas tumbuhan. Petak yang digunakan dapat
berbentuk segi empat, persegi, atau lingkaran. Di Samping itu, untuk
kepentingan analisis komunitas tumbuhan dapat digunakan petak
tunggal atau petak ganda.

1). Petak Tunggal


Di dalam metode petak tunggal hanya dibuat satu petak contoh
dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan atau suatu
komunitas tumbuhan. Ukuran minimum petak contoh dapat
ditentukan menggunakan kurva spesies area. luas minimum petak
contoh itu ditetapkan dengan dasar bahwa penambahan luas petak
tidak menyebabkan kenaikan jumlah spesies lebih dari 5% (Soegianto,
1994; Kusmana, 1997 dalam Indriyanto, 2005). Pada metode itu tidak
perlu dihitung frekuensi dan frekuensi relatif karena hanya ada satu
petak contoh dalam analisis vegetasinya, sehingga INP diperoleh dari
penjumlahan kerapatan relatif dan penutupan relatif.
Misalnya, kita telah mencoba membuat petak contoh persegi
dengan berbagai ukuran, sehingga diperoleh data seperti yang disajikan
pada Tabel 1.1.

4
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Tabel 1.1. Data Jumlah Spesies Tumbuhan yang Terdapat pada


Setiap Petak
No. Petak Ukuran Petak Jumlah Spesies Penambahan Jumlah Spesies
Contoh Contoh (m 2) (Kumulatif Spesies) Penambahan Persentase (%)
1 1 7
2 2 12 5 71,4
3 4 16 4 33,3
4 8 20 4 25,0
5 16 24 4 20,0
6 32 27 3 12,5
7 64 30 3 11,1
8 128 32 2 6,7
9 256 33 1 3,1
10 512 34 1 3,0
11 1.024 35 1
12 2.048 36 1

Berdasarkan data pada contoh tabel tersebut diatas dapat


diambil kesimpulan bahwa luas petak contoh minimum yang
seharusnya digunakan untuk mengambil sampel vegetasi adalah 256
m2, karena pada luas petak contoh itu penambahan banyaknya spesies
hanya 3,1% (tidak lebih dari 5%).

2). Petak Ganda


Pengambilan contoh vegetasi pada metode petak ganda
dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya
tersebar merata pada areal yang dipelajari, dan peletakan petak contoh
sebaiknya secara sistematik. Ukuran tiap petak contoh disesuaikan
dengan tingkat pertumbuhan dan bentuk tumbuhannya. Ukuran petak
contoh untuk pohon dewasa adalah 20 m x 20 m, fase tiang adalah 10
m x 10 m, fase pancang adalah 5 m x 5 m, dan untuk fase semai serta

5
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

tumbuhan bawah menggunakan petak contoh berukuran 1 m x 1 m


atau 2 m x 2 m.

Gambar 1.1. Desain petak-petak contoh dilapangan dengan metode


petak ganda (Soegianto, 1994 dalam Indriyanto 2005)

Pada metode petak ganda semua parameter kuantitatif dapat


dihitung menggunakan rumus-rumus yang akan diuraikan kemudian.

b. Metode Jalur
Metode jalur merupakan metode yang paling efektif untuk
mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah,
topografi, dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garis kontur
(garis tinggi/garis topografi) dan sejajar satu dengan yang lainnya.
Pendekatan, cara itu untuk aplikasi di lapangan misalnya jalur-jalur
contoh dibuat tegak lurus garis pantai, memotong sungai, atau naik/
turun lereng gunung. Jumlah jalur contoh disesuaikan dengan
intensitas samplingnya. Jalur contoh yang berukuran lebar 20 m dapat
dibuat dengan intensitas sampling 2%-10% (Soerianegara dan
Indrawan, 1982 dalam Indriyanto, 2005).

6
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Bentuk dan ukuran petak-petak pengamatan serta


peletakannya pada setiap garis rintis dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Desain petak-petak contoh di lapangan dengan metode


jalur (Soerianegara dan Indrawan, dalam Indriyanto, 2005)

Keterangan:
Jalur A = lebar 20 m dengan petak-petak berukuran 20m x 20m untuk
pengamatan pohon
Jalur B = lebar 10 m dengan petak-petak berukuran 10 m x 10 m untuk
pengamatan tiang dan pancang
Jalur C = lebar 2 m dengan petak-petak berukuran 2 m x 2 m atau 2 m x 5 m
untuk pengamatan semai/seedling dan tumbuhan bawah/penutup
tanah

c. Metode Garis Berpetak


Metode ini dianggap sebagai modifikasi dari metode petak
ganda atau metode jalur, yaitu dengan cara melompati satu atau lebih
petak-petak dalam jalur, sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-
petak pada jarak tertentu yang sama. Semua parameter kuantitatif
dapat dihitung menggunakan rumus-rumus seperti yang telah
diuraikan di atas, dan cara penghitungan semua parameter kuantitatif
sama dengan cara pada petak ganda maupun pada cara jalur.
Bentuk dan ukuran petak-petak pengamatan serta
peletakannya pada setiap garis rintis dapat dilihat pada Gambar 1.3.
berikut.

7
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Gambar 1.3. Desain petak-petak contoh di lapangan dengan metode


garis berpetak (Kusmana, 1997 dalam Indriyanto, 2005)
Keterangan:
Petak A = petak berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon
Petak B = petak berukuran 10 m x 10 m untuk pengamatan tiang
Petak C = petak berukuran 5 m x 5 m untuk pengamatan pancang
Petak D = petak berukuran 2 m x 2 m untuk pengamatan
semai/seedling dan tumbuhan bawah/penutup tanah

d. Metode Kombinasi
Metode kombinasi yang dimaksudkan adalah kombinasi antara
metode jalur dan garis berpetak. Di dalam metode tersebut, risalah
pohon dilakukan dengan metode jalur, yaitu pada jalur-jalur yang
lebarnya 20 m, sedangkan untuk fase pemudaan (fase poles, sapling,
dan seedling), serta tumbuhan bawah digunakan metode garis
berpetak. Untuk lebih jelasnya, bentuk dan ukuran petak-petak
pengamatan, serta peletakannya pada setiap garis rintis dapat dilihat
pada Gambar berikut.

Gambar 1.4. Desain petak contoh di lapangan dengan metode


kombinasi (Kusmana, 1997 dalam Indriyanto, 2005)

8
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

3. Analisis Vegetasi dengan Metode Kuadrat


Metode kuadrat atau dikenal juga sebagai metode plot hitung
merupakan salah satu contoh metode analisis vegetasi yang
menggunakan plot sebagai unit sampling. Plot sendiri adalah suatu
area sampel dua dimensi yang ukurannya bervariasi. Kuadrat plot
yang digunakan dapat berbentuk lingkaran, persegi panjang
(rektanguler), bujursangkar, atau transek (suatu plot persegi yang
sangat panjang), tergantung dari pertimbangan peneliti. Demikian pula
ukuran dan jumlah kuadrat yang digunakan. Yang perlu menjadi
pertimbangan juga adalah faktor presisi dari masing-masing bentuk
kuadrat plot.
Hasil penelitian membuktikan bahwa plot persegi panjang akan
menghasilkan presisi yang lebih tinggi dibandingkan bentuk lingkaran
atau bujursangkar. Hal ini disebabkan plot persegi panjang yang sempit
memanjang akan lebih mampu mencakup heterogenitas komunitas jika
diletakkan paralel terhadap gradien lingkungan. Akan tetapi dalam hal
efek tepi (edge effect) 1, plot lingkaran akan lebih menguntungkan,
karena menghasilkan efek tepi yang lebih kecil. Rasio panjang
perimeter lingkaran dengan luasnya lebih kecil dibandingkan
bujursangkar dan persegi panjang.
Berbeda dengan metode releve yang meletakkan plot secara
subyektif, dalam metode kuadrat ini plot diletakkan menggunakan
desain sampling statistik (yaitu secara acak, acak berstrata, atau
sistematik). Meskipun metode ini pada dasarnya dikembangkan untuk
penelitian densitas pohon, dalam perkembangannya metode ini dapat
diterapkan untuk berbagai macam growthform tumbuhan, termasuk
vegetasi tumbuhan bawah (herba, rumput, dan semak).

1
Efei atau edge effect adalah efek yang terjadi aldbat individu organisme yang disampel berada
tegat di penmeter plot. Dalam kondisi demikian, seorang peneliti harus memutuskan apakah individu
tersebut masuk ke dalam sampel atau tidak. Efek tepi akan memperbesar bias dalam hasil
pengukuran data.

9
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Ide dasar metode kuadrat sangat sederhana, yaitu mengambil


data vegetasi yang berada dalam plot-plot sebagai unit samplingnya.
Data yang diambil dari plot-plot tersebut adalah data individual
spesies, yang nantinya akan digunakan untuk menghitung parameter
vegetasinya. Hasil perhitungan parameter vegetasi inilah yang berguna
sebagai informasi untuk mendeksripsi komunitas yang dikaji.

4. Perhitungan Parameter Vegetasi


Dalam sampling vegetasi terdapat empat parameter kuantitatif
utama yang dapat dihitung berdasarkan pengukuran data tumbuhan di
lapangan. Parameter tersebut adalah: densitas (kerapatan individu),
frekuensi (kekerapan hadir spesies), dominansi atau cover (penutupan
tumbuhan), dan Indeks Nilai Penting (INP).
a. Densitas
Densitas adalah cacah individu suatu spesies per satuan luas.
Rumus perhitungan densitas adalah sebagai berikut:

Densitas =

Area sampling adalah total luas plot yang disampling. Satuan


luas area dapat berupa m2, km2, atau hektar (ha).

Contoh:
Dilakukan sampling dengan 10 plot yang berukuran 10 x 10 m.
sebanyak 212 individu spesies C ditemukan dalam semua plot, maka
densitas spesies C adalah:
Densitas spesies C =

= 0,212 individu per m2

10
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

b. Frekuensi
Frekuensi menunjukkan seringnya suatu spesies hadir dalam
plot-plot sampel. Frekuensi dapat dinyatakan baik dalam pecahan
maupun persen. Rumus perhitungan frekuensi adalah sebagai berikut:

Frekuensi =

Contoh:
Pada sampling dengan 10 plot, spesies b dijumpai pada 6 plot.
Maka, frekuensi spesies b adalah:
Frekuensi spesies B = x 100%

= 60 %

c. Dominasi
Dominasi suatu spesies dapat dipelajari melalui pengukuran
basal area (yaitu luas penampang lintang batang pohon) setinggi 135
cm dari permukaan tanah (dbh = diameter at breast height). Dominasi
juga dapat diukur berdasarkan cover atau penutupan tajuk pohon atau
herba. Rumus yang digunakan adalah:

Dominasi =

Contoh:
Dalam 10 plot sampling berukuran 10 x 10m, spesies A
ditemukan berjumlah 6 individu dengan rerata luas basal area 20 cm2.
Dengan demikian dominasi spesies A adalah:
Dominasi spesies A =
= 0,120 cm2/m2

11
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

d. Nilai penting
Nilai penting merupakan suatu parameter terhitung yang
merupakan kombinasi dari nilai relative setidaknya dua dari tiga
parameter terukur diatas. Jadi nilai penting suatu spesies adalah:

Nilai penting = Densitas relatif + Frekuensi relatif + Dominasi relatif


(INP) = (Kr) + (Fr) + (Dr)

Sementara nilai parameter relatif adalah perbandingan antara


nilai parameter suatu spesies dengan nilai total parameter tersebut
untuk seluruh spesies yang ditemukan.
Contohnya:
Densitas relatif spesies A = x 100 %
Besarnya nilai penting total tergantung pada banyaknya
parameter yang dikombinasikan. Jika terdiri dari tiga nilai relatif, maka
nilai totalnya adalah 300. Jika dua maka nilai totalnya adalah 200.

Tabel 1.2. Contoh tabel data hasil perhitungan


No. Spesies Densitas Kr Frekuensi Fr Dominansi Dr INP H’
(/ha) (%) (cm2/ha)
1
2
3
4
5

D. CARA KERJA
Dalam praktikum ini, praktikan akan menerapkan metode
kuadrat untuk mempelajari komunitas tumbuhan bawah pada suatu
area kajian. Tahapan kerjanya adalah sebagai berikut

12
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

5. Tahap Koleksi Data Lapangan


a. Penentuan Area Kajian
Area kajian untuk praktikum nantinya akan ditentukan oleh
asisten praktikum. Pertama-tama area tersebut diukur luasnya,
kemudian ditulis deskripsi lokasinya (misalnya: topografi, spesies
dominan secara visual, growthform yang ada, kondisi cuaca, dan
sebagainya). Jika perlu dapat juga dibuat gambaran kasar area
tersebut.

b. Penentuan Ukuran dan Bentuk Plot serta Ukuran Sampel.


Dalam praktikum ini nantinya akan digunakan plot berbentuk
bujursangkar. Ukuran plot akan ditentukan mengikuti ukuran yang
biasa dipakai oleh para peneliti vegetasi, yaitu 1 m2 untuk lapisan herba
dan rumput/penutup tanah dan 100 m2 untuk tingkat pohon, tiang dan
pancang. Ukuran sampel (yaitu jumlah plot yang akan disampel)
nantinya akan ditentukan oleh asisten secara subyektif, menyesuaikan
dengan kondisi area kajian dan jumlah praktikan. Namun dalam
penelitian yang sesungguhnya, ukuran plot sampel ini harus dihitung
secara proporsional.

c. Peletakan Plot.
Setelah ukuran sampel ditentukan, plot-plot kemudian akan
diletakkan di area kajian secara acak atau sistematis. Penentuan lokasi
peletakan secara acak dilakukan dengan menggunakan tabel random,
algoritma random dalam kalkulator, atau dengan lotere.
Jika peletakan plot dilakukan tidak secara random, melainkan
secara sistematis, maka yang harus dilakukan adalah membagi area
kajian menjadi grid (bujursangkar) yang berukuran sama, kemudian
meletakkan satu plot sampel pada setiap bujursangkar tersebut. Letak
plot bisa di tengah bujursangkar, atau di sudut, atau di sisi lain, sesuai
dengan kesepakatan.

13
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

d. Pengambilan Data Vegetasi.


Setelah semua plot diletakkan di lokasinya masing-masing,
mahasiswa mengambil data yang nantinya akan digunakan untuk
menghitung parameter vegetasi. Data tersebut adalah: macam
spesies yang tumbuh dalam masing-masing plot, cacah/jumlah
individu, dan keliling batang tiap individu yang tergolong pohon,
tiang, dan pancang. Tabel data yang perlu disiapkan seperti contoh
pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3. Spesies-spesies yang hadir dalam plot ……
dan cacah individunya.

Tanggal : _____________ Nama Praktikan : ______________


Lokasi : ________ Plug : ______________
No. Plot : _____________ Asisten : ______________
Ukuran Plot : (__X__) m2 Acc Asisten : ______________

Deskripsi Plot :
____________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________

No. Nama Spesies Jumlah Keliling Kategori


(cm)
1
2
3
4
5
dst

14
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

e. Pengukuran Parameter Lingkungan.


Selanjutnya pada setiap plot dilakukan pengukuran
parameter lingkungan. Parameter lingkungan yang diukur meliputi:
suhu, kelembaban, dan pH tanah; Pengukuran setiap parameter
lingkungan dilakukan satu kali untuk setiap plot. Data yang diperoleh
ditabulasi sebagaimana contoh Tabel 1.4.

Tabel 1.4. Parameter lingkungan plot ………

Tanggal : _____________ Nama Praktikan : ______________


Stand/Lokasi : ________ Plug : ______________
No. Plot : _____________ Asisten : ______________
Ukuran Plot : ( ___X___ ) m2 Acc Asisten : ______________

Deskripsi Plot :
____________________________________________________
________________________________________________________
________________________________________________________

No. Parameter Nilai Keterangan


Lingkungan Pengukuran
1 Suhu udara (oC)
2 Suhu tanah (oC)
3 Kelembapan tanah
4
5
dst

15
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

f. Penyusunan Data Kolektif


Setelah data semua plot selesai dikoleksi, tahap selanjutnya
yang dikerjakan adalah menyusun data lapangan (atau biasa disebut
raw data, data mentah) ke dalam tabel kelas atau tabel kolektif (tabel
1.5 dan 1.6). Tabel data kolektif inilah yang akan menjadi sumber data
bagi setiap praktikan untuk menyusun laporannya. Tabel data kolektif
masih harus disusun lagi menjadi suhu tabel/grafik yang informatif
disertakan dalam laporan praktikum.

Tabel 1.5. Tabulasi Data Vegetasi .......


(Tk Semai/Pancang/Tiang/Pohon) dan cacah individunya.

Tanggal : _____________ Asisten : ______________


Lokasi : ________
Jumah Plot : __________ Acc Asisten : ______________

No Nama Cacah Cacah Rerata Keliling Ket


Spesies Indv. Pd Indv. (per (cm)
plot no. Total m)2

1 2 dst
1
2
3
4
5
dst

16
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Tabel 1.6. Tabulasi Parameter Lingkungan

Tanggal : _____________ Asisten : ______________


Lokasi : ________
Jumah Plot : __________ Acc Asisten : ______________

No Parameter 1 2 3 4 dst Rerata (x)


Lingkungan
1
2
3
4
5
dst

g. Tahap Analisis Data


1) Perhitungan Parameter Vegetasi dan Parameter Lingkungan
Tabel data koleksi selanjutnya digunakan untuk menghitung
parameter vegetasi tiap spesies. Parameter vegetasi yang dihitung
adalah densitas, densitas relatif, frekuensi, frekuensi relatif,
dominansi dan dominansi relatif dan nilai penting. Hasil perhitungan
disusun dalam tabel terpisah yang hanya menampilkan nilai akhir
perhitungan parameter-parameternya (seperti contoh tabel 1.2).

2) Perhitungan Indeks Keanekaragaman


a) Indeks Shannon atau shannon index of general diversity(H)
H= -∑ {(n.i/N) log (n.i/N)}
Keterangan:
H = indeks Shannon = indeks keanekaragaman Shannon

17
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

n.i = nilai penting dari tiap spesies


N = total nilai penting

b) Indeks Margalef (d)


(s - 1)
d=
log N
Keterangan:
d = indeks Margalef = indeks keanekaragaman Margalef
s = jumlah spesies
N = jumlah individu

c) Indeks Simpson atau Simpson of diversity (D)


S
D=1-  (P - i)
i =1
2

Keterangan :
D = indeks Simpson = indeks keanekaragaman Simpson
P-i = Proporsi spesies ke-I dalam komunitas
S = jumlah spesies

3) Analisis Hasil
Setelah perhitungan sudah lengkap, hasilnya dianalisis. Dalam
laporan pratikum, hasil harus ditampilkan dalam bentuk yang
seinformatif mungkin. Oleh karena itu, hasil perhitungan sebaiknya
ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar (histrogram atau grafik)
yang jelas. Selanjutnya, hasil dianalisis dengan memperhatikan
sejumlah aspek berikut ini :
- Spesies yang dominan dan pengaruh atau perannya terhadap
komunitas;
- Asumsi pengaruh faktor lingkungan terhadap dominasi spesies pada
khususnya dan komunitas lokasi kajian pada umumnya.

18
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

E. DISKUSI
1. Spesies apa yang paling mendominasi pada lokasi kajian?
2. Spesies apa yang paling sering ditemukan di tiap titik sampling?
3. Bagaimana struktur, kemelimpahan, nilai penting, dan distribusi
di dalam ekosistem yang dikaji?
4. Bagaimana hubungan keberadaan tumbuhan dengan faktor
lingkungan fisik dan biotik lainnya?

19
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

ACARA 2
Estimasi Populasi Hewan dengan Metode CMRR
Secara Simulasi dengan Kancing

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengestimasi populasi hewan dengan
Mark-Recapture Methods secara simulasi dengan kancing.

B. ALAT DAN BAHAN


1. Kancing Gelap
2. Kancing Terang
3. Stoples
4. Sendok
5. Tabel data
6. Alat tulis
7. Daftar nama spesies dari Kingdom Animalia

C. DASAR TEORI
Mark-recapture Methods juga disebut sebagai Capture, Mark,
Release and Recapture (CMRR) Methods. Metode ini terdiri dari
beberapa cara, yaitu: single mark-recapture (Metode Petersen),
repeated mark-recapture (Metode Schnabel), multiple mark-recapture
(Metode Jolly-Seber), dan triple-catch method.
Single mark-recapture method merupakan metode CMRR yang
paling sederhana. Caranya sebagai berikut: dilakukan penangkapan
sejumlah hewan sejenis. Individu-individu yang tertangkap tersebut
ditandai (marking) kemudian dilepas kembali ke dalam populasinya.
Beberapa waktu kemudian dilakukan penangkapan kembali dan

20
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

dihitung jumlah individu yang bertanda maupun yang tidak bertanda.


Untuk perhitungannya digunakan simbol (notasi) sebagai berikut:

N : Besarnya populasi yang diestimasi


M : Jumlah individu yang bertanda di dalam populasi (jumlah
individu yang diberi tanda).
C : Jumlah individu yang tertangkap pada penangkapan kedua.
R : Jumlah individu yang bertanda pada C (penangkapan kedua)

Bilamana sampling dilakukan secara acak dan tanda yang


diberikan tidak mengganggu binatang yang ditandai, maka proporsi
individu bertanda di dalam populasi akan sama dengan proporsi
individu bertanda pada hasil tangkapan kedua (C). Oleh karena itu
besarnya populasi dapat diestimasi sebagai berikut:
MC
N=
R
Estimasi populasi dengan single mark-recapture ini
memerlukan asumsi sebagai berikut:
1. Tanda yang diberikan tidak mempengaruhi/menganggu binatang
tersebut. Tidak ada yang menjadi trapped-shy (menjadi takut
terperangkap) dan maupun trapped-happy (menjadi senang
terperangkap).
2. Tanda yang diberikan dapat bertahan lama dan mudah dikenali
kembali.
3. Individu bertanda harus mempunyai laju kematian dan laju emigrasi
yang sama dengan individu tidak bertanda. Bila individu bertanda
lebih tinggi lajunya, maka hasil estimasi akan sangat tinggi.
4. Harus tidak ada rekruitmen (akibat imigrasi maupun kelahiran)
selama waktu antara penangkapan pertama dengan kedua. Kalau
ada, maka hasil estimasi akan sangat tinggi.

21
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

5. Individu bertanda harus tidak mati atau keluar dari populasi selama
waktu antara pelepasan dan penangkapan kedua.
6. Populasi dicuplik secara random/semua

Estimasi populasi ini dapat digunakan untuk mengestimasi


populasi saat pelepasan kembali, atau pada saat penangkapan kedua.
Syarat 1 dan 2 berlaku untuk kedua-duanya. Bila estimasi untuk saat
pelepasan kembali, maka syarat 1, 2, 3, dan 4 berlaku. Bila estimasi
pada saat penangkapan kedua, maka kelima syarat tersebut di atas
berlaku.
Dalam praktikum metode ini dilakukan secara simulasi, yaitu
tidak menggunakan populasi hewan sesungguhnya, tetapi
menggunakan manik-manik sebagai model hewannya dan stoples
sebagai model habitatnya. Mahasiswa diharapkan memnghitung suatu
populasi manik-manik dengan single mark-recapture method.

D. CARA KERJA
1. Isikan, sejumlah kancing terang kedalam suatu stoples. Kemudian
ambil sesendok kancing tersebut. Hitung jumlah kancing terang hasil
ambilan tersebut.
2. Ambil kancing gelap (warna lain) dalam jumlah yang sama dengan
hasil ambilan sesendok kancing terang tadi (ini adalah M).
3. Masukkan kancing gelap tadi kedalam stoples kancing terang, dan
gojoklah stoples tadi hingga kedua kancing tadi tercampur dengan
baik.
4. Ambil lagi sesendok kancing dalam stoples (yang sudah campur )
dan hitung jumlahnya (ini adalah C).
5. Dari ambilan kedua, hitung kancing yang gelap (ini adalah R).
6. Estimasi banyaknya kancing terang dalam
stoples,

22
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

7. Hitung jumlah kancing terang dalam stoples tadi. Bandingkan


dengan hasil etimasi dan bahas !
8. Dengan cara yang sama hitunglah populasi kancing gelap. Ulangi
percobaan pada tiap kancing masing-masing 10 kali.

Untuk perhitungan estimasi digunakan rumus sebagai berikut


(Tanner 1978):
Sample besar:
MC [M 2 C(C - R)]
N= Variansi =
R R3
Sample kecil:
[M(C + 1)] [M 2 (C + 1)(C - R)]
N= Variansi =
(R - 1) (R + 1) 2 (C + 2)

E. DISKUSI
1. Bagaimana hasil perbandingan hasil estimasi populasi dengan
populasi sebenarnya?
2. Apa saja kendala yang dihadapi apabila praktikum ini dilakukan
bukan dengan simulasi kancing?
3. Bagaimana pengaruh faktor lingkungan terhadap populasi
hewan di berbagai habitat?
Catatan:
Untuk tiap-tiap plug, sebelum praktikum berlangsung, siapkan
nama spesies hewan (nama latin dan nama lokal) sejumlah 2 kali
jumlah peserta praktikum di plug masing-masing. Misal jumlah
praktikan di plug 1 = 20 orang, maka siapkan 40 nama spesies hewan
yang berbeda-beda .

23
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

ACARA 3
Estimasi Besarnya Populasi Anggota Komunitas Gastropoda
dengan Metode Kuadrat dan Pengukuran
Faktor Lingkungan di Ekosistem Sungai

A. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui besarnya populasi anggota
komunitas gastropoda di ekosistem sungai dengan metode
kuadrat
2. Mahasiswa memiliki keterampilan sampling air di ekosistem
sungai dan pengukuran faktor lingkungan

B. ALAT DAN BAHAN


1. Patok/pasak
2. Meteran gulung
3. Tali rafia bertanda
4. Botol gelap 250 ml
5. Label
6. Spidol marker
7. DO kit/ DO meter digital
8. pH meter strip
9. Termometer
10.Bola pimpong
11.Stopwatch
12.Kantong plastik
13.Kertas koran
14.Aluminium foil
15.Timbangan digital
16.Tabel data
17.Alat tulis

24
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

C. DASAR TEORI
Sungai merupakan badan air mengalir. Sepanjang kanan kiri
sungai, dari hulu menuju hilir, biasanya terdapat vegetasi, area
pemukiman, pertanian dan industri. Sungai secara fisik dicirikan oleh
arus, jenis/tipe substrat, suhu, dan kemiringan (slope). Sedangkan
faktor kimiawi antara lain adanya gas dan komponen terlarut, sistem
buffer bikarbonat, alkalinitas, dan hardness. Sungai juga tersusun atas
komponen biotik, yaitu jamur, makrofita, makroinvertebrata bentik,
dan ikan. Ketiga faktor tersebut dan kondisi lingkungan di kanan kiri
sungai, terintegrasi dan berinteraksi membentuk ekosistem sungai.
Dalam ekosistem tersebut dapat dicirikan adanya rantai – jaring
makanan (trophic relationships), aliran energi, dan siklus hara.
Input Energi. Ekosistem sungai merupakan ekosistem yang
bersifat terbuka. Ekosistem tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan di sekitar sungai. Masukan energi ke dalam ekosistem
sungai, baik berupa allochhthonous (input dari luar ekosistem) maupun
autochthonous (input dari dalam ekosistem) maupun tersebut. Pada
daerah hulu sungai, daerah resapan air umumnya masih berupa
vegetasi, sehingga memungkinkan hasil dekomposisi (hara) masuk ke
dalam badan sungai melalui aliran permukaan (surface run off). Hara
tersebut selanjutnya aka tersuspensi dalam air atau terendapkan di
dasar sungai dan dapat menjadi sumber energi bagi organisme sungai.
Selain itu, hara juga dapat berasal dari proses dekomposisi yang terjadi
dalam ekosistem sungai.
Habitat. Secara umum , habitat sungai dibedakan menjadi
daerah rapid/riffle dan pool. Daerah rappid/rifle umumnya dangkal,
substrat berupa batuan dari kecil-sedang, dan dengan turbulensi arus
yang kuat (rapid) dan lemah (riffle). Sedangkan pool relative lebih
dalam, substrat berupa lumpur, dan aliran air lambat.
Arus. Arus dan substrat merupakan faktor pembatas utama
kemelimpahan hewan akuatik. Pada ekosistem sungai, kondisi
topografi daerah hulu sungai yang umumnya berupa daerah
25
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

pegunungan atau perbukitan dan daerah pertengahan-hilir sungai yang


berupa dataran, menyebabkan penurunan kemelimpahan hewan
akuatik, tetapi hewan akuatik umumnya mempunyai adaptasi perilaku
dan morfologi, sehingga dapat bertahan dalm kondisi arus kuat.
Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi komposisi dan distribusi
substrat. Daerah hulu sungai yang terletak di lereng pegunungan
umumnya mempunyai komposisi substrat yang didominasi batuan
sedang-besar, sehingga relatif tahan terhadap arus kuat. Namun, arus
yang kuat menyebabkan substrat yang berukuran kecil (≤ 5mm) dapat
terbawa arus menuju daerah hilir. Kecepatan arus yang menurun
menuju hilir, menyebabkan terjadinya sedimentasi substrat tersebut,
hal ini akan mempengaruhi komposisi substrat di daerah hilir.
Substrat. Substrat sungai dapat berupa sedimen, serasah,
batang kayu, makrofita akuatik atau filamentous algae. Bagi hewan
akuatik, substrat menjadi sumber makanan, tempat tinggal, dan
tempat untuk berlindung dari predator atau kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan. Komposisi substrat akan menentukan
stabilitas substrat, terutama terhadap arus kuat di daerah hulu.
Stabilitas substrat selanjutnya akan mempengaruhi struktur komunitas
hewan akuatik. Bagian sungai dengan komposisi substrat yang
didominasi sedimen berukuran besar, merupakan tempat yang
stabilitas tinggi terhadap arus kuat, sehingga kemelimpahan hewan
akuatik lebih tinggi dibandingkan bagian sungai dengan komposisi
utama kerikil atau pasir.
Gastropoda. Gastropoda merupakan salah satu hewan
invertebrata akuatik yang bersifat benthik dan melekat pada substrat.
Dalam ekosistem sungai, gastropoda merupakan salah satu komponen
penyusun rantai makanan dan berperan dalam proses dekomposisi
senyawa organik. Besarnya kemelimpahan gastropoda dalam
ekosistem sungai dapat menunjukkan terjadinya interaksi antara
gastropoda dengan faktor biotik dan abiotik sungai serta kondisi kanan
26
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

kiri sungai. Selain itu, besarnya kemelimpahan hewan tersebut juga


dapat memberikan gambaran proses aliran energi dan siklus hara
dalam ekosistem sungai.

D. CARA KERJA
1. Di laboratorium (sebelum ke sungai)
a. Penyiapan alat dan bahan praktikum
b. Buatlah daftar alat dan bahan praktikum yang akan digunakan
dalam praktikum. Konsultasikan hal tersebut dengan asisten
piket dan laboran.
c. Penyiapan botol gelap (botol sampel air)
d. Siapkan botol sampel. Berilah label pada botol gelap tersebut
dengan kertas label dan spidol marker.
e. Pembuatan dan penimbangan kantong detritus
f. Siapkan aluminium foil Buatlah kantong detritus dari kertas
alumunium foil, lalu timbang, catat hasil penimbangan dan
berilah label pada kantong tersebut.

2. Di lapangan (sungai)
a. Penentuan lokasi dan habitat sampling
Pilihlah bagian sungai yang lurus dengan panjang 100 m.
Apabila bagian sungai tersebut tidak mencapai 100 m, dapat memilih
beberapa bagian sungai yang lurus, sehingga mencapai 100 m. Setelah
itu, carilah dan tentukan habitat (rapid/ riffle dan pool) yang akan
disampling, tandai habitat tersebut dengan pasak.

b. Pengambilan sampel air


Pengambilan sampel air antar habitat yang akan disampling,
harus dilakukan pada waktu yang sama. Selama pengambilan sampel
tersebut, mahasiswa menghadap ke arah hulu. Pada tiap habitat yang
akan disampling, ambillah sampel air dengan menggunakan botol gelap
yang telah disiapkan di laboratorium.
27
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Cara pengambilan sampel air :


Cuci botol gelap tersebut dengan air sungai yang akan diambil,
sebanyak 3 kali. Kemudian dalam keadaan tertutup, masukkan botol
gelap ke dalam air sampai ke permukaan substrat. Buka tutup botol,
arahkan mulut botol ke arah hilir. Setelah terisi penuh, tegakkan botol,
tunggu sesaat (untuk menghilangkan gelembung udara dalam botol),
lalu tutuplah botol gelap tersebut. Setelah itu, angkat botol tersebut
dari dalam air. Tempatkan botol tersebut pada tempat yang aman.
Dalam praktikum ini, parameter lingkungan yang diukur adalah:
kecepatan arus, biomassa detritus, suhu, pH, kandungan oksigen
terlarut dalam air (DO = dissolved oxygen), dan kondisi fisik air (warna,
bau, kekeruhan).

c. Pengukuran kadar DO dan pH


Pengukuran kadar DO dilakukan menggunakan DO meter
digital. Caranya, masukkan sampel air sebanyak 40 ml dari botol
sampel (botol gelap), ke dalam beker glass bersih 50 ml secara
perlahan-lahan. Kemudian celupkan ujung alat DO meter, dan baca
nilai DO. pH meter diukur menggunakan pH meter strip yang
dicelupkan pada sampel air, cocokkan warna pada pH strip untuk
menentukan pH.

d. Pengukuran suhu dan kecepatan arus serta pengambilan detritus


Pada tiap habitat yang disampling, lakukan pengukuran suhu
dengan menggunakan thermometer. Masukkan thermometer ke dalam
air, lakukan pembacaan skala thermometer, saat thermometer masih
dalam air.Untuk kecepatan arus, tentukan bagian habitat sepanjang 1
m, ukur kecepatan arus dengan menggunakan bola pingpong, catat
waktu tempuh bola pingpong tersebut pada jarak 1 m. Catat data suhu
dan kecepatan arus tersebut pada Tabel data. Lakukan pengambilan
detritus pada habitat yang disampling, dengan menggunakan plot
28
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

ukuran 1 m x 1 m. Masukkan detritus yang diperoleh ke dalam plastik


yang telah disediakan sebelumnya dan berlabel.

e. Sampling estimasi besarnya populasi dengan metode kuadrat


(plot)
Pada habitat yang akan disampling, letakkan plot ukuran 1 m X
1 m, lalu hitunglah cacah individu yang ditemukan dalam plot tersebut.
Catat data tersebut pada Tabel data. Buatlah tabel tersebut sebelum ke
sungai!

f. Pembuatan desain sampling


Buatlah desain sampling vertikal dan horizontal. Pada desain
sampling vertikal, gambarlah kondisi setiap habitat yang disampling
(misalnya jenis substrat, jeluk (kedalaman), ada/ tidaknya naungan/
kanopi, lebar sungai, vegetasi sekitar sungai (vegetasi riparian).
Sedangkan untuk desain sampling horizontal, gambarlah area kajian
(sepanjang 100 m) dan letak tiap habitat yang disampling serta kondisi
sekitar sungai. Catatlah topografi dan flora/ fauna dominan yang ada di
sekitar sungai.

g. Penentuan biomassa detritus


Keringkan detritus dengan lap dan masukkan kedalam kantong
detritus, lalu masukkan sampel tersebut kedalam oven dengan suhu
100 0C.Untuk memperoleh data biomassa detritus, lakukan
penimbangan sampai berat sampel tersebut konstan. Biomassa
detritus adalah berat sampel total (berat detritus dan berat kantong
detritus) dikurangi berat kantong detritus. Catatlah data tersebut pada
Tabel data.

3. Analisis Data
a. Untuk metode kuadrat, data cacah individu gastropoda yang
diperoleh dalam plot (1 m2) merupakan densitas gastropoda per m2.
29
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

b. Kumpulkan semua data cacah individu gastropoda dan parameter


lingkungan yang diperoleh (data dari setiap plot), selanjutnya
tabulasikan data tersebut menjadi data untuk satu lokasi/sungai.
c. Uji signifikansi antara densitas gastropoda dan faktor lingkungan
tiap habitat.
Contoh Tabel data
No pH Suhu DO Kec. Arus Gastropoda Berat Detritus
Plot (⁰C) (ppm) (m/s) (indvidu/m2) (gram)

E. DISKUSI
1. Apa pengaruh pH, suhu, DO, kecepatan arus, habitat
(pool,rapid/riffle) dan biomassa detritus terhadap distribusi dan
kemelimpahan gastropda di ekosistem sungai?
2. Bagaimana gambaran ekosistem sungai tempat anda melakukan
praktikum?

30
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

ACARA 4
Perhitungan Nilai Indeks Pencemaran Algae dari Berbagai
Sampel Air

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan perhitungan Nilai Indeks
Pencemaran Algae berdasarkan pengamatan keberadaan klorofil pada
algae dari berbagai sampel air.

B. ALAT DAN BAHAN


1. Mikroskop
2. Botol sampel
3. Gelas preparat
4. Pipet
5. Alat tulis
6. Alat gambar (pensil warna)
C. DASAR TEORI

1. Alga Hijau-Biru (Cyanobacteria)


Cyanobacteria termasuk dalam kelompok Eubacteria (bakteri).
Anggota Cyanobacteria tersebar di berbagai tempat, yaitu di perairan,
tanah, batu-batuan, serta bongkahan batu. Secara umum, organisme
ini melimpah di perairan dengan pH netral atau perairan yang bersifat
sedikit basa, jarang sekali dijumpai di perairan dengan pH kurang dari
4–5. Selain itu, ada pula Cyanobacteria yang bersimbiosis dengan
organisme lain, misalnya Gloeocapsa dan Nostoc bersimbiosis dengan
alga membentuk lumut kerak (lichen); Anabaena bersimbiosis dengan
lumut hati, paku air, dan palem-paleman untuk memfiksasi nitrogen.
Cyanobacteria mengandung sejenis klorofil a. Selain
mempunyai klorofil dan berbagai karotenoid, organisme ini juga

31
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

memiliki fikosianin dan kadang-kadang fikoeritrin. Adanya fikosianin


menyebabkan Cyanobacteria mempunyai sifat yang khas, yaitu
berwarna hijau kebiru-biruan. Akan tetapi, tidak semua Cyanobacteria
berwarna hijau biru. Ada Cyanobacteria yang hitam, cokelat, kuning,
merah, hijau rumput, dan warna campuran. Sebagai contoh, laut yang
berwarna merah disebabkan oleh blooming Cyanobacteria yang
mengandung sejumlah besar fikoeritrin. Kebanyakan Cyanobacteria
mampu mengikat nitrogen dari atmosfer. Proses fiksasi nitrogen terjadi
di heterosista. Akar tanaman yang bersimbiosis dengan Cyanobacteria
menyediakan bahan berenergi tinggi yang dipakai oleh Cyanobacteria
sebagai energi untuk mengubah N2 menjadi amonia dan memasok
bahan kimia yang dapat mengikat oksigen. Jenis Cyanobacteria lainnya
dapat memfermentasi selulosa sebagai sumber energi.
Cyanobacteria berperan sebagai tumbuhan perintis, yaitu
dengan cara membentuk lapisan pada permukaan tanah gundul dan
berperan penting dalam menambah materi organik ke dalam tanah.

2. Ciri-ciri Cyanobacteria
a. Inti tidak diselubungi oleh membran.
b. Dinding sel terletak di antara plasmalema dan selubung lendir.
c. Beberapa Cyanobacteria yang berkoloni dengan bentuk filamen
memiliki heterosista dan spora istirahat (resting spore). Heterosista
adalah sel yang lebih tebal dan tidak memiliki inti. Spora istirahat
merupakan spora yang dindingnya sangat tebal dan di dalamnya
berisi sel.
d. Bentuk organisme ini bisa uniseluler (misal: Chroococcus,
Anacystis); koloni (misal: Merismopedia, Nostoc, Microcystis); atau
filamen (misal: Oscillatoria, Microcoleus, Anabaena). Sel yang
membentuk koloni adalah serupa; sedangkan bentuk filamen
tersusun dari kumpulan sel yang membentuk rantai trikoma (seperti
tabung), atau selubung.
32
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

e. Dapat bergerak dengan gerakan meluncur.


f. Tidak berflagel.

3. Reproduksi Cyanobacteria
Reproduksi Cyanobacteria dilakukan dengan pembelahan sel,
fragmentasi, dan pembentukan spora.
a. Pembelahan Sel
Melalui cara ini sel dapat langsung terpisah atau tetap
bergabung membentuk koloni, misalnya Gloeocapsa.
b. Fragmentasi
Fragmentasi terjadi terutama pada alga yang berbentuk
filamen, misalnya Oscillatoria. Pada filamen yang panjang, bila salah
satu selnya mati, maka sel mati itu membagi filamen menjadi dua atau
lebih. Masing-masing potongan disebut hormogonium. Jika
hormogonium terlepas dari filamen induk, maka akan menjadi individu
baru; misalnya pada Plectonema boryanum.
c. Spora
Pada keadaan kurang menguntungkan akan terbentuk spora
yang sebenarnya merupakan sel vegetatif. Spora ini membesar dan
menebal karena penimbunan zat makanan.

4. Peranan Cyanobacteria dalam Kehidupan Manusia


Beberapa Cyanobacteria dapat dimanfaatkan sebagai sumber
makanan alternatif, misalnya Spirulina. Beberapa jenis Cyanobacteria
bersimbiosis dengan tumbuhan untuk menambat/fiksasi nitrogen
bebas, sehingga menambah kesuburan tanah, misalnya Anabaena
azzolae.

5. Perhitungan Indeks Pencemaran Algae


Menurut Wilhm (1975) pencemaran air dapat dilihat melalui
indikator biologi yang sering disebut sebagai bioindikator. Bioindikator
pencemaran pencemaran air meliputi:
33
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

a. Bakteri
b. Algae
c. Protozoa
d. Makroavertebrata
e. Ikan
Kehidupan bakteri coli dalam sampel air identik dengan adanya
bakteri pathogen. Kelompok bakteri coli terbagi menjadi 2 sub
kelompok, yaitu :
a. Coli tinja/fekal
1).Escherichia
b. Coli non-fekal
1). Aerobacter 2). Klebsiella

Gambar 4.1. Escherichia coli

Pengamatan kualitas air dapat dilakukan berdasarkan


keberadaan bakteri coli dalam air dengan menggunakan kriteria
sebagai berikut:
Tabel 4.1. Kriteria kualitas air berdasarkan keberadaan bakteri coli
Kualitas Air Jumlah Bakteri Coli per 100 ml
Sangat memuaskan <1(=0)
Memuaskan 1–2
Diragukan 3 – 10
Jelek > 10

34
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Selain menggunakan bioindikator bakteri coli, algae juga dapat


digunakan sebagai bioindikator kualitas air. Penentuan kualitas air
menggunakan bioindikator algae didasarkan pada rasio kehadiran
mikrobia berklorofil (mikroalgae) dan tanpa klorofil (bakteri dan
jamur). Rasio tersebut menghasilkan Nilai Indeks Pencemar Biologik
(IPB) / Biological Indices of Pollution (BIP). Penghitungan nilai IPB
adalah sebagai berikut:

Keterangan:
B = Mikroba tanpa klorofil
A = Mikroba berklorofil
Dari nilai IPB yang dihasilkan, kualitas air ditentukan
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
Tabel 4.2. Kriteria kualitas air berdasarkan Nilai Indeks
Pencemar Biologik (IPB)
Nilai IPB Kualitas Air
0–8 Bersih, jernih
9 – 20 Tercemar ringan
21 – 60 Tercemar sedang
60 – 100 Tercemar berat

Mikroba berklorofil Mikroba tak berklorofil

Gambar 4.2. Euglena Gambar 4.5. Astasia

35
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Gambar 4.3. Gonium Gambar 4.6. Polytoma

Gambar 4.4. Cryptomonas Gambar 4.7. Chilomonas

D. CARA KERJA
1. Siapkan mikroskop beserta perlengkapan pengamatan !
2. Ambillah air (dari sungai, kolam, sawah) dengan botol !
3. Amati masing-masing sampel air di bawah mikroskop !
4. Identifikasi keberadaan klorofil!
5. Gambar hasil pengamatan dengan warna yang sesuai dengan hasil
pengamatan!
6. Hitung Nilai Indeks Pencemar Biologik (IPB) berdasarkan hasil
pengamatan !

E. DISKUSI
1. Bagaimana kualitas air sampel berdasarkan perhitungan Nilai Indeks
Pencemar Biologik (IPB)?
2. Apa saja kendala dalam pengamatan algae melalui mikroskop?
3. Bagaimana gambaran kenampakan sampel algae pada mikroskop?

36
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

ACARA 5
Penentuan Kualitas Lingkungan Suatu Perairan Berdasarkan
Status Nutrisi (berat dan panjang) Ikan dan Pengukuran
Faktor Lingkungan

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui kualitas lingkungan suatu
perairan berdasarkan status nutrisi ikan dan pengukuran faktor
lingkungan

B. ALAT DAN BAHAN


1. Kolam-kolam pemeliharaan ikan
2. Pancing atau jaring
3. Ember
4. Timbangan
5. Meteran/penggaris
6. Tabel data
7. Alat tulis
8. Botol gelap 250 ml
9. Label
10. Spidol marker
11. DO kit/ DO meter digital
12. DHL meter digital
13. Alkalinitas kit
14. CO2 kit
15. pH meter strip
16. Termometer

37
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

C. DASAR TEORI
1. Bioindikator
Bioindikator adalah organisme yang memberi petunjuk tentang
lokasi, status, dan kualitas lingkungan. Jadi dapat dibedakan tiga
macam bioindikator, yaitu :
a. Bioindikator lokasi, memberi petunjuk tentang lokasi geografis
sesuatu tempat, misalnya pohon kelapa, maple, dan kaktus
tertentu. Ketiga tumbuhan tersebut memberi petunjuk lokasi
tempatnya tumbuh, yaitu di wilayah tropis, Kanada, dan padang
pasir subtropis.
b. Bioindikator status, memberi petunjuk keadaan suatu saat. Di
wilayah gunung berapi, bila gunung tersebut akan meletus, sebagai
indikator ialah bermacam hewan yang gelisah atau mengadakan
migrasi menjauhi gunung. Garengpong yang mulai "bernyanyi"
setelah lama tidak terdengar suaranya, dan pohon flamboyan yang
mulai berbunga banyak adalah bioindikator untuk perubahan
musim.
c. Bioindikator kualitas lingkungan; untuk hewan, misalnya ikan yang
hidup di suatu perairan dengan morfologi yang tidak biasa, dan ikan
yang status nutrisinya jelek. Pada tumbuhan, misainya daun yang
menguning padahal biasanya selalu hijau, atau bergelombang
pinggirnya, dapat dijadikan sebagai bioindikator.

2. Ikan sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan


Ikan dapat digunakan untuk bioindikator. Bila bentuk tubuh
ideal manusia ditentukan oleh perbandingan berat dan tinggi badan
tertentu, maka ikan yang ideal ditentukan oleh perbandingan berat dan
panjang ikan. Lucky (1981) menyatakan status nutrisi ikan atau
Nutrition Value Coefficient, NVC, adalah berat ikan dalam gram
dikalikan 100, dibagi panjang ikan dalam cm pangkat 3.

38
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

berat (gr) x 100


Koef. nilai nutrisi / status nutrisi :
(panjang(cm ))3
Bila NVC = 1,7 maka status nutrisi ikan baik, karena ikan
mampu mendapatkan makanan yang memadai. Bila hasil ≤ 1,7, maka
ikan tidak sehat, air tempat hidup tercemar, ikan terserang penyakit.
Pakan ikan antara lain plankton. Bila air tercemar maka plankton akan
berkurang populasinya atau punah sama sckali. Andaipun pakan cukup
bahkan melimpah, bila perairan kotor atau tercemar ikan tak mau
memakan pakan tersebut.
Ikan merupakan biota akuatik yang bersifat mobil atau nekton
yang hidup di perairan baik sungai, danau, ataupun di lautan. Hewan ini
sudah lama menjadi salah satu sumber daya pangan yang
dimanfaatkan oleh manusia karena mempunyai nilai ekonomis yang
besar. Dengan sifatnya yang mobil, dalam batas tertentu ikan dapat
memilih bagian perairan yang layak bagi kehidupannya. Ikan-ikan
tertentu akan menghindarkan diri dari kondisi perairan yang
mengalami perubahan lingkungan yang mengganggu kehidupannya,
misalnya telah terjadi pencemaran asam atau sulfida, tetapi tidak
menghindar pada perairan yang mengandung amonia dan tembaga.
Akan tetapi, ikan mempunyai kemampuan yang terbatas untuk memilih
daerah yang aman bagi kehidupannya, karena hal tersebut tergantung
dari sifat dan kadar pencemar atau ketoksikan suatu perairan.

3. Status Nutrisi Ikan Atau Nutrition Value Coefficient (NVC)


Angka NVC dapat menentukan tingkat pencemaran perairan
seperti pada Tabel 6.1. Pedoman tersebut berlaku untuk semua ikan
yang bentuk tubuhnya seperti torpedo (Gambar 6.1.), tidak berlaku
untuk belut, sidat dan ikan pari.

39
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Tabel 5.1. Kategori tingkat pencemaran berdasar angka NVC


No NVC Tingkat pencemaran
1 ≥ 1,70 Tidak ada, air bersih
2 1,30 - 1,69 Terkontaminasi
3 0,90 - 1,29 Tercemar ringan
4 0,50 - 0,89 Tercemar sedang
5 ≤ 0,49 Tercemar berat

panjang cm

Gambar 6.1. Morfometri ikan sebagai parameter kualitas lingkungan

D . CARA KERJA
1. Status nutrisi dan kualitas lingkungan:
a. Tangkap masing- masing 10 ikan jenis yang sama pada plot
(tempat-tempat) yang telah ditentukan oleh asisten
b. Gunakan alat tangkap yang ada (pancing atau jaring)
c. Ukur panjang dan berat tiap ikan
d. Masukkan data yang didapat pada tabel
e. Hitung NVC rata-rata tiap plot
f. Tetapkan kualitas lingkungan berdasar angka NVC yang didapat
g. Bandingkan dengan NVC pada plot lainnya

40
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

2. Kualitas air:
a. Amati kondisi fisik perairan dan sekitarnya: bau, warna
(kekeruhan, dasar perairan, kondisi lingkungan)
b. Ambil sampel air, ukur pH, suhu, DO, DHL, alkalinitas, dan CO2
c. Catat semua data kondisi lingkungan
d. Hubungkan data kondisi lingkungan dengan status nutrisi

E. DISKUSI

1. Bagaimana status nutrisi ikan pada tempat sampling?


2. Bagaimana kualitas perairan sampling berdasar status nutrisi
ikan?
3. Bagaimana hubungan kondisi fisik dan kimia perairan dengan
status nutrisi dan kualitas lingkungan perairan?

41
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

ACARA 6
Sampling dan Analisis Plankton sebagai Bioindikator
Pencemaran Lingkungan Perairan

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat menentukan status kualitas lingkungan
perairan dengan menggunakan sampel plankton berdasarkan
perhitungan beberapa nilai indeks biologi. Nilai Indeks Biologi dalam
penentuan status kualitas lingkungan dengan menggunakan sampel
plankton, meliputi: Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman,
Indeks Dominansi serta Indeks Saprobitas.

B. ALAT DAN BAHAN


1. Plankton net
2. Botol sampel
3. Formalin 4% yang telah dinetralkan dengan boraks
4. Sedgwick-Rafter Cell
5. Mikroskop
6. Gelas preparat
7. Pipet

C. DASAR TEORI
1. Plankton
Plankton adalah organisme mengapung yang pergerakannya
seringkali tergantung pada arus. Ukurannya sangat kecil sehingga
hanya bisa dilihat dengan bantuan mikroskop. Lenz (1972) dalam Kreb
(1998) mendefinisikan plankton sebagai kumpulan semua organisme
yang terapung dalam air tidak dapat melakukan pergerakannya sendiri.
Menurut Boney (1975) dalam Campbell (2001), plankton adalah biota
yang terdapat di perairan laut dan tawar, yang hidup bebas melayang
dan hanya bergerak secara pasif. Namun demikian, plankton mampu
42
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

hidup di perairan manapun atau mampu menyesuaikan dengan kondisi


lingkungan perairan sebagai habitatnya.
Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton.
Fitoplankton memiliki pigmen yang berfungsi dalam proses
fotosintesis, seperti pigmen pada tumbuhan tinggi, sedangkan
zooplankton adalah plankton yang dapat bergerak aktif seperti hewan.
Baik fitoplankton maupun zooplankton hidup terapung atau terhanyut
di daerah pelagik. Istilah plankton berasal dari Yunani yang berarti
pengembara.

2. Fitoplankton
Fitoplankton merupakan nama umum untuk plankton
tumbuhan atau plankton nabati. Fitoplankton merupakan sumber
kehidupan bagi ekosistem laut, karena fitoplankton berperan sebagai
produsen primer dan awal pembentukan rantai makanan di perairan.
Fitoplankton penting bagi rantai makanan di laut karena merupakan
produsen utama yang memberikan sumbangan terbesar pada produksi
primer total, menentukan kesuburan dan sebagai sumberdaya hayati
perairan. Fitoplankton yang berklorofil mampu mengikat energi
matahari ke dalam bentuk substansi organik yang dapat digunakan
sebagai makanan organisme heterotrof. Selain itu, fitoplankton dapat
berperan sebagai indikator tingkat kesuburan perairan.
Komunitas fitoplankton meliputi kelas diatom
(Bacillariophyceae), Chlorophyceae, Chrysophyceae, Chrypto-phyceae,
Cyanophyceae, dan Dinophyceae. Fitoplankton tersebut merupakan
makanan langsung bagi zooplankton dan beberapa jenis ikan. Di
perairan danau dan waduk, fitoplankton yang dominan adalah
Cyanophyceae, Chlorophyceae, dan Bacillariophyceae (Sachlan, 1982).
Fitoplankton merupakan salah satu indikator biologis yang
terdapat di ekosistem perairan. Fitoplankton digunakan sebagai
indikator biologis karena siklus hidup mereka yang pendek, respon
yang sangat cepat terhadap perubahan lingkungan dan komposisi jenis
43
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

serta keberadaan mereka dapat digunakan untuk mengindikasi kualitas


air (American Public Health Association, 1995).

Fitoplankton yang hidup di air bersih Fitoplankton yang hidup di air tercemar

3. Kelimpahan Fitoplankton
Perkembangan kelimpahan komunitas fitoplankton di setiap
perairan bersifat dinamis sehingga suatu spesies dapat lebih dominan
dibandingkan spesies lainnya dalam interval waktu yang lebih pendek.
Spesies yang dominan pada suatu periode menjadi spesies lain yang
langka pada periode berikutnya dan digantikan oleh spesies lain yang
dominan.
Kelimpahan fitoplankton didefinisikan sebagai jumlah individu
fitoplankton per satuan volume air, yang umumnya dinyatakan dalam
individu per meter kubik (ind/m3) atau sel per meter kubik (sel/m3).
Raymont (1963 dalam Prescott, 1980) mengemukakan bahwa jumlah
sel fitoplankton di daerah tropis lebih rendah dibandingkan dengan
daerah sedang. Pada kondisi tertentu seperti perpindahan massa air
44
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

dari bawah ke atas (upwelling), produksi di daerah tropis lebih besar


daripada daerah lintang sedang.
Penentuan kelimpahan fitoplankton dilakukan berdasarkan
metode sapuan di atas gelas objek Sedgwick Rafter Counting Cell
dengan satuan sel per meter kubik (sel/m3).

4. Faktor Lingkungan Fitoplankton


Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton adalah sebagai berikut:

a. Suhu
Setiap jenis fitoplankton memiliki suhu optimal sendiri dan
sangat tergantung pada media dan faktor-faktor lain seperti intensitas
cahaya, sehingga dapat diduga bahwa suhu dapat berperan dalam
perubahan komposisi jenis meskipun bukan faktor satu-satunya. Pada
umumnya suhu optimal pada perkembangan fitoplankton adalah
antara 29°C – 30°C tetapi pada umumnya jenis fitoplankton dapat
berkembang dengan baik pada suhu 25°C atau lebih.
Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses
penyebaran dan kehidupan organisme di laut. Kegiatan metabolisme
dan perkembangbiakan organisme di laut dipengaruhi oleh suhu. Suhu
secara tidak langsung mempengaruhi laju fotosintesis, dimana
pengaruh langsung pada enzimatik dalam fotosintesis ditentukan oleh
suhu, sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu suhu mempengaruhi
hidrologis bagi kehidupan di laut. Semakin dalam perairan, suhu
semakin rendah dan salinitas semakin tinggi, sehingga mengurangi laju
penenggelaman fitoplankton. Perairan yang mempunyai stratifikasi
yang kuat, dengan lapisan pekat (discontinuity) yang tajam, akan sukar
ditembus oleh fitoplankton (Prescott, 1980).

45
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

b. Kecerahan
Cahaya matahari mutlak diperlukan bagi semua kehidupan
jasad perairan. Radiasi matahari akan menentukan intensitas dan
kecerahan pada kedalaman tertentu dan akan mempengaruhi suhu
perairan. Gejala radiasi beserta akibatnya, baik secara langsung
ataupun tidak langsung akan mempengaruhi hampir semua fase
kejadian biologis dan non biologis. Intensitas cahaya merupakan faktor
lingkungan pertama yang mempengaruhi fotosintesis. Laju fotosintesis
akan tinggi bila tingkat intensitas cahaya tinggi dan menurun bila
intensitas cahaya menurun.
Pada umumnya tumbuhan air hidup di tempat terbuka tanpa
adanya naungan sehingga dapat memanfaatkan cahaya matahari
secara penuh. Begitu pula untuk fitoplankton, produksinya berlangsung
pada lapisan air teratas, karena memperoleh intensitas cahaya
matahari cukup bagi berlangsungnya proses fotosintesis. Oleh karena
itu fitoplankton lebih banyak ditemukan pada lapisan permukaan
dengan nilai kecerahan tinggi. Intensitas cahaya di laut ditentukan oleh
kondisi cahaya di atas permukaan laut, juga penyerapan dan
pembauran atau dispersi cahaya di dalam laut. Penyerapan tergantung
pada panjang gelombang cahaya (cahaya merah penyerapannya lebih
cepat daripada cahaya biru). Faktor pembauran cahaya di laut
dipengaruhi oleh jumlah dan jenis unsur atau bahan yang terlarut
dalam laut, baik yang berbentuk mineral (tanah liat, lumpur) maupun
yang berbentuk senyawa organik seperti plankton dan detritus.

c. Salinitas
Salinitas adalah jumlah garam-garam terlarut dalam satu
kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan per seribu. Selanjutnya,
dinyatakan bahwa dalam air laut terlarut bermacam-macam garam
terutama natrium khlorida, selain itu terdapat pula garam-garam
magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya.
46
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Meskipun salinitas mempengaruhi produktivitas individu


fitoplankton, namun umumnya peranannya tidak besar. Di perairan
pantai, peranan salinitas mungkin lebih menentukan terjadinya suksesi
jenis daripada produktivitas secara keseluruhan (Chua, 1970 dalam
Odum, 1994). Kehidupan berbagai jenis fitoplankton dapat dipengaruhi
oleh salinitas perairan, yaitu pada perubahan berat jenis air laut serta
perubahan dalam tekanan osmosis.

d. Derajat Keasaman (pH)


Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu
perairan. Hubungan pH dengan sebaran fitoplankton di perairan
alamiah ternyata sangat menarik, berkaitan dengan masalah
pencemaran yang dihubungkan dengan hujan asam dan proses
pengasaman perairan secara alami.

e. Oksigen Terlarut (DO)


Distribusi oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) di perairan
sungai umumnya lebih merata dibandingkan dengan perairan
tergenang. Oksigen terlarut dalam air pada umumnya berasal dari
difusi oksigen udara melalui permukaan air, aliran air, air hujan, dan
hasil fotosintesis tumbuhan air pada siang hari. Oksigen merupakan
salah satu unsur yang penting di perairan yaitu sebagai pengatur
proses-proses metabolisme komunitas, selain itu, kandungan
produktivitas primer di suatu perairan dari hasil fotosintesis.

f. Unsur Hara
Di dalam suatu perairan, sumber nutrien dapat berupa unsur
hara makro (C, O, H, N, P, S, Mg, Ca, Na, dan Cl) dan unsur hara mikro
(Fe, Mn, Cu, Zn, B, Co). Di antara unsur hara tersebut, yang dianggap
sangat esensial untuk produksi yaitu nitrogen (N) dan fosfor (P) karena
dapat dibentuk melalui proses fotosintesis. Selain itu, N dan P
merupakan faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton di perairan

47
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

alami. Namun demikian, N dan P dapat menjadi pemicu blooming alga


apabila jumlahnya berlebihan.
Fitoplankton yang tumbuh dengan baik pada suatu perairan
dapat menggambarkan tingkat kesuburan perairan. Kategori kesuburan
perairan berdasarkan kandungan N dan P dapat dilihat pada Tabel 6.1
dan Tabel 6.2.

Tabel 6.1. Kategori Kesuburan Perairan Berdasarkan


Kandungan Fosfat
Kandungan P
Kesuburan Perairan
(mg/L)
0,000 – 0,020 Rendah
0,021 – 0,050 Cukup
0,051 – 0,100 Baik
0,101 – 0,200 Baik sekali
> 0,201 Sangat baik sekali

Senyawa nitrogen dalam air laut terdapat dalam tiga bentuk


utama yang berada dalam keseimbangan yaitu amoniak, nitrit, dan
nitrat. Adanya keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh kandungan
oksigen bebas dalam air. Pada saat kadar oksigen rendah, maka
keseimbangan akan bergerak menuju amoniak, sedangkan pada saat
kadar oksigen tinggi, keseimbangan akan bergerak menuju nitrat.
Konsentrasi nitrat yang layak bagi pertumbuhan fitoplankton adalah
0,3 – 13 mg/l.
Tabel 6.2. Kategori Kesuburan Perairan Berdasarkan
Kandungan Nitrat
Kandungan N
Kesuburan Perairan
(mg/L)
< 0,226 Kurang subur
0,227 – 1,129 Kesuburan sedang
1,130 – 11,290 Kesuburan tinggi

48
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

5. Cara Identifikasi Fitoplankton


Identifikasi dan perhitungan kelimpahan fitoplankton dilakukan
dengan metode direct count (penghitungan langsung) yang mengacu
pada Standart Methods (1995). Perhitungan tersebut dilakukan dengan
cara mengambil 1 ml sampel plankton yang tersaring. Sampel air
diletakkan pada Sedgwick-Rafter Cell yang berukuran panjang 5 cm,
lebar 2 cm, dan tinggi 1 mm. Sampel plankton tersebut diamati di
bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10, kemudian
kelimpahannya dihitung sekaligus dengan cara menyisir seluruh bagian
permukaan Sedgwick. Identifikasi dilakukan hanya sampai genus
fitoplankton saja.

6. Penentuan Kualitas Perairan


Kelayakan habitat suatu komunitas dapat diukur secara
matematis dengan analisis spesies diversitas. Hal ini didasarkan bahwa
baik populasi maupun komunitas dari waktu ke waktu dan antar
habitat yang satu dengan yang lainnya akan mempunyai pola (struktur)
komunitas yang spesifik sesuai dengan faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Metode ini dikembangkan berdasarkan terjadinya
perubahan struktur habitat sebagai akibat perubahan yang terjadi
dalam kualitas lingkungan karena pencemaran.
Perubahan tersebut pada dasarnya dicirikan oleh berubahnya
komposisi spesies dan kelimpahan individu penyusun populasi
bersangkutan. Indeks yang sering digunakan adalah Indeks
Keanekaragaman (Diversity Index) oleh Shannon-Wiener kemudian
dikembangkan lebih lanjut untuk mencari indeks keseragaman
(Evenness Index).

a. Indeks Keanekaragaman (Diversity Index)


Analisa ini digunakan untuk mengetahui keragaman jenis biota
perairan. Jika keragamannya tinggi, berarti komunitas fitoplankton di
perairan makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau dua jenis

49
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

individu fitoplankton. Persamaan yang digunakan menghitung indeks


ini adalah persamaan yang digunakan menghitung indeks ini adalah
persamaan Shannon-Wiener, dengan rumus :

Keterangan :
H’ = Indeks diversitas
ni = Jumlah individu jenis ke- i
N = Jumlah total individu
s = Jumlah genera
Hasil perhitungan dapat digunakan untuk menentukan kualitas
air berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 6.3:

Tabel 6.3. Beberapa Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Indeks


Keanekaragaman Shannon-Wiener
No. Indeks Kualitas Perairan
>3 Air bersih
I 1–3 Setengah Tercemar
<1 Tercemar berat
3,0 – 4,0 Tercemar sangat ringan
II 2,0 – 3,0 Tercemar ringan
1,0 – 2,0 Setengah tercemar
2,0 Tidak tercemar
2,0 – 1,0 Tercemar ringan
III
1,5 – 1,0 Tercemar sedang
< 1,0 Tercemar berat

50
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Indeks keanekaragaman tersebut juga dapat menggambarkan


sifat komunitas biota di dalamnya. Berkaitan dengan itu beberapa ahli
biologi juga membagi kualitas perairan secara ringkas sebagai berikut :
• H’ < 1 : Komunitas biota tidak stabil (keanekaragaman rendah)
• 1 < H’ < 3 : Stabilitas komunitas biota bersifat moderat
(keanekargaman sedang)
• H’ < 3 : Stabilitas komunitas biota berada pada kondisi prima
(keanekargaman tinggi)

b. Indeks Keseragaman
Indeks keseragaman ini bertujuan untuk mengetahui apakah
penyebaran jenis tersebut merata atau tidak. Jika nilai indeks
keseragaman tinggi maka kandungan dalam setiap jenis seragam atau
tidak terlalu berbeda.
Nilai keseragaman diketahui cara membandingkan indeks
keseragaman dengan nilai maksimumnya, yang dihitung dengan rumus:

E = Indeks keseragaman
H = Indeks keanekaragaman
H’maks = Ln S
S = Jumlah genus
Menurut Au doris et al (1989), nilai indeks keseragaman (E)
berkisar antara 0 – 1, sebagai berikut :
a. Jika indeks keseragaman (E) mendekati 0, maka keseragaman
antara spesies rendah, hal ini mencerminkan bahwa kekayaan
individu masing-masing spesies sangat jauh berbeda.
b. Jika indeks keseragaman (E) mendekati nilai 1, maka
keseragaman antara spesies relatif merata dan perbedaannya
tidak begitu menyolok.

51
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

c. Indeks Dominansi
Nilai indeks dominasi (C) bertujuan untuk mengetahui ada atau
tidak jenis yang mendominasi dalam suatu perairan. Untuk mengetahui
nilai indeks dominasi digunakan rumus sebagai berikut :

C = Indeks dominasi
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
n = Jumlah genera (jenis)

Nilai indeks dominasi (C) berkisar antara 0 – 1, sebagai berikut :


a) Jika indeks dominasi (C) mendekati 0, maka hamper tidak ada
spesies yang mendominasi suatu perairan. Hal ini menandakan
kondisi dalam komunitas yang relatif stabil.
b) Jika indeks dominasi (C) mendekati nilai 1, maka ada salah satu
jenis yang mendominasi jenis lain. Hal ini disebabkan oleh
komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan ekologis
(stress).

d. Indeks Saprobitas
Sistem saprobitas ini hanya untuk melihat kelompok organisme
yang dominan saja dan banyak digunakan untuk menentukan tingkat
pencemaran. Koefesien Saprobik (X) menurut Dresscher dan Van der
Mark adalah sebagai berikut:

X = Koefisisen saprobik (-3 sampai dengan 3)


A = Kelompok organisme Cyanophyta
B = Kelompok organisme Dinophyta
52
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

C = Kelompok organisme Chlorophyta


D = Kelompok organisme Chrysophyta
A, B, C, D = Jumlah organisme yang berbeda dalam masing-masing
kelompok
Berdasarkan nilai koefisisen saprobik, pencemaran perairan
diklasifikasikan dalam 5 tingkatan, seperti di sajikan pada Tabel 6.4.

Tabel 6.4. Hubungan Antara Koefisien Saprobik (X) dengan


Tingkat Pencemaran Perairan
Bahan Tingkat Koefisien
Fase Saprobik
Pencemar Pencemar Saprobik
Polisaprobik (-3) – (-2)
Sangat Berat
Poli / -mesosaprobik (-2) – (-1,5)
Bahan Organik
-meso/polisaprobik (-1,5) – (-1)
Cukup Berat
-mesosaprobik (-1) – (0,5)
/ -mesosaprobik (-0,5) – (0)
Sedang
Bahan Organik / -mesosaprobik (0) – (0,5)
dan Anorganik -mesosaprobik (0,5) – (1,0)
Ringan
-meso/oligosaprobik (1,0) – (1,5)
Bahan Organik Oligo /-mesosaprobik (1,5) – (2)
Sangat Ringan
dan Anorganik Oligosaprobik (2,0) – (3,0)

D. CARA KERJA
1. Lapangan (di Kolam)
a. Siapkan Jaring Plankton (Plankton Net).
b. Siapkan bahan pengawet sampel (formalin 4%) yang telah
dinetralkan dengan boraks. Cara mempersiapkan formalin adalah
sebagai berikut:
1). Tambahkan larutan penyangga berupa boraks ke dalam formalin,
sebelum formalin diencerkan, dengan perbandingan 2 gr boraks
dan 98 ml formalin 40 % (formalin komersial).
2). Cairkan larutan formalin 40 % yang telah disangga menjadi 4 %
dengan cara menambahkan 90 ml air ke dalam 10 ml formalin.

53
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

c. Ikatkan meteran-alir (flowmeter) di tengah mulut jarring untuk


mencatat volume air masuk.
d. Tarik jaring satu arah, dengan lama penarikan 2 menit atau 5 menit
dengan arah yang mewakili luasan satu kolam.
e. Hitung volume air tersaring dengan menggunakan rumus:

Keterangan:
V = Volume air tersaring (m3)
R = jumlah putaran meteran-alir
a = luas mulut jaring (m2)
p = panjang kolom air (m) yang ditempuh untuk satu putaran
f. Masukkan sampel air kedalam wadah yang telah diisi dengan bahan
pengawet formalin 4 % dan hitung volume total sampel
tersebut.

2. Laboratorium (Setelah ambil sampel)


a. Siapkan mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 beserta
perlengkapan pengamatan.
b. Ambil sampel air yang telah diawetkan pada wadah sampel dengan
menggunakan pipet otomatik 0,05ml.
c. Teteskan sampel air pada pipet ke Sedgwick Rafter Counting Cell.
d. Identifikasi dan hitung jumlah masing-masing genus phytoplankton
yang dapat diamati.
e. Hitung kelimpahan fitoplankton dengan memasukkan hasil
pengamatan ke rumus berikut ini:

N = Kelimpahan fitoplankton (sel/m3)


n = Jumlah sel yang dihitung dalam m tetes

54
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

m = Jumlah tetes contoh yang diperiksa


s = Volume contoh dengan pengawetnya (ml)
a = Volume tiap tetes sampel (menggunakan pipet otomatik 0,05ml)
v = Volume air tersaring (m3)

E. DISKUSI
1. Bagaimana kualitas air sampel berdasarkan perhitungan Nilai Indeks
Keanekaragaman Phytoplankton?
2. Bagaimana pula kondisi komunitas phytoplankton apabila dilihat
dari Nilai Indeks Keanekaragaman?
3. Apakah penyebaran genus phytoplankton di lokasi pengambilan
sampel merata?
4. Apakah terjadi dominansi spesies phytoplankton?
5. Bagaimana tingkat pencemaran perairan tempat pengambilan
sampel, apabila dilihat dari Koefisien Saprobik sampel
phytoplankton?
6. Apa kesulitan yang dihadapi, baik dalam pengambilan sampel
dilapangan, pengawetan sampel maupun pengamatan sampel di
laboratorium?

55
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

ACARA 7
Penentuan Kualitas Udara Berdasarkan Pengamatan
Mikroskopis Struktur Sel dan Jaringan Tumbuhan
Herbaceous

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui dan membandingkan kualitas
lingkungan udara berdasarkan pengamatan struktur dan jaringan
tumbuhan herbaceous secara mikroskopis

B. ALAT DAN BAHAN


1. Mikroskop
2. Gelas objek
3. Gelas penutup
4. Aquades
5. Beker glas 50 ml
6. Pipet
7. Cutter
8. Tumbuhan herbaceous
9. Alat tulis
10. Pensil warna

C. DASAR TEORI
1. Tumbuhan Herbaceous
Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai
bioindikator adalah tumbuhan herbaceous yang tergolong tumbuhan
tingkat tinggi yang tidak berkayu tetapi tubuhnya telah terdiferensiasi
dengan sempurna menjadi bunga, akar, batang dan daun. Kerusakan

56
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

yang dialami oleh tumbuhan tergantung dari berapa banyak


konsentrasi gas-gas polutan dan lamanya tumbuhan tersebut hidup
pada lingkungan yang terpapar polutan.
Respon tumbuhan terhadap perubahan kondisi lingkungan
udara juga tergantung pada kondisi genetik tumbuhan tersebut, daya
tahan, tingkat pertumbuhan, aktifitas seecara fisik, usia tumbuhan,
kelengkapan nutria yang dibutuhkan oleh organ-organ tumbuhan serta
faktor-faktor ekologi seperti jenis tanah tempat tumbuhan tersebut
tumbuh dan ketersediaan air dan mineral lainnya.
Kerusakan yang dialami tumbuhan herbaceous dapat bersifat
akut ataupun kronis. Untuk kerusakan akut, dampaknya diperlihatkan
dalam waktu yang singkat karena tingginya konsentrasi gas-gas
polutan, sedangkan kerusakan yang kronis disebabkan oleh gas-gas
polutan dengan konsentrasi rending yang akan tampak dalam waktu
yang panjang.
Bioindikator tumbuhan dapat digunakan sebagai penanda
kualitas relatif udara dengan menyediakan informasi yang unik
mengenai kualitas ambient udara di suatu wilayah.
Usia daun pada tumbuhan sangat penting dipelajari. Daun
muda dari genus Petunia merupakan indikator yang sangat efektif
terhadap polusi SO2. Gladiolus gandavensis adalah indikator yang
sangat baik untuk mengetahui polusi yang disebabkan oleh senyawa-
senyawa flour.
Tumbuhan yang berumur lebih muda akan lebih sensitif
dibandingkan dengan yang lebih tua. Metode yang paling umum
digunakan dalam bioindikasi adalah melihat secara visual adanya
cedera pada tumbuhan.

57
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

2. Respon Tumbuhan Herbaceous terhadap polutan


Gejala kerusakan akut pada tumbuhan yang disebabkan oleh
SO2 lebih dari 1 ppm dapat dilihat pada letak nekrosis yang terjadi
diatas dan dibawah permukaan daun, di tepi daun dan diantara vena
pada permukaan paling atas. Selain itu, jaringan-jaringan di sekeliling
stomata akan tampak membusuk. Dalam kasus kerusakan kronis yang
disebabkan oleh SO2lebih dari 0,5 ppm, gejala kerusakan ditunjukan
oleh berubahnya warna daun keputih-putihan. Baik kerusakan akut
maupun kerusakan kronis menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
daun dan berkurangnya produktifitas tumbuhan.

3. Respon sel dan jaringan daun terhadap pencemaran udara


Meskipun tumbuhan tersusun oleh banyak sel, namun banyak
penelitian mengenai respon sel terhadap pencemaran udara
dititikberatkan hanya pada sel daun saja. Hal ini dilakukan mengingat
daun merupakan organ tumbuhan yang peka terhadap pencemar
karena paling sering dan mudah terpapar oleh sumber pencemar
udara. Pencemar dapat melekat pada permukaan daun atau akan
tersimpan di dalamnya, dalam bentuk cairan setelah senyawa kimia
tersebut berubah akibat keadaan lembab atau cairan tersebut merusak
jaringan daun. Selain itu, terdapat 2 proses penting yang berlangsung di
daun, yaitu proses fotosintesis dan transpirasi. Berikut ini akan
dipaparkan mengenai respon sel daun terhadap berbagai pencemar
udara.
Kerusakan jaringan daun dapat terjadi akibat meningkatnya
jumlah berbagai pencemar di udara atau akibat kekurangan
nutrient.Kerusakan jaringan daun akibat pencemaran udara disebut
kerusakan langsung, sedangkan kerusakan akibat devisiensi nutrient
disebut kerusakan tidak langsung. Pencemaran udara dapat

58
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

mengakibatkan terjadinya gangguan proses fotosintesis, sehingga


menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menyerap nutrisi.
Daun tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator
pencemaran udara karena :
a) Bahan pencemar yang melekat di permukaan daun atau
terserap ke dalam jaringan daun relatif mudah dideterminasi
secara kimiawi.
b) Bahan pencemar tersebut tidak mudah dirusak atau diubah
oleh tumbuhan.
c) Bahan pencemar tersebut tidak mudah dipindahkan pada
bagian lain tumbuhan atau tercuci oleh ar hujan.
Beberapa pencemar tersebut secara alami seringkali sudah
terdapat pada tumbuhan hanya dalam jumlah sedikit dan bukan
merupakan komponen esensial.

4. Sel Tumbuhan
Sel tumbuhan memiliki organel yang khas dibandingkan
dengan sel hewan maupun sel-sel lainnya. Organel tersebut adalah
kloroplas, vakuola sentral yang membesar di bagian tengah sel, dan
dinding sel yang mengandung selulosa.
4 13

1. Dinding sel
2
2. Membran sel
1
3. Sitoplasma
3 4. Mitokondria
16 17
5. Retikulum Endiplasma (RE)
6. Ribosom
15
7. Badan Golgi
11
8. Nukleus
8 9. Nukleolus
9 10. Kromatin
10
11. Lisosom
5 7 12. Kloroplas (plastida)
13. Vakuola besar
6
12 14. Kantong sekresi
15. Mikrotubulus
16. Mikrofilamen
17. Amiloplas
14

Sel Tumbuhan

59
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Terdapat berbagai jenis sel tumbuhan. Misalnya sel parenkim, sel


kolenkim, dan sel sklerenkim. Sel-sel tumbuhan dewasa tidak tersusun
secara acak, melainkan menyesuaikan diri melalui berbagai cara dan
membentuk sekelompok sel yang mudah dikenali yang disebut jaringan
tumbuhan.

5. Jaringan Tumbuhan
Jaringan merupakan sekelompok sel dengan ciri yang serupa
dalam hal bentuk, fungsi, maupun sifat-sifatnya. Berdasarkan
kemampuannya membelah, jaringan tumbuhan dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu jaringan meristem dan jaringan permanen.

Gambar Jaringan Daun

a. Jaringan Meristem (Aktif Membelah)


Jaringan meristem atau jaringan muda merupakan jaringan
yang terdiri dari sekelompok sel tumbuhan yang aktif membelah. Ciri-
ciri sel meristem, yaitu ukuran selnya kecil, berdinding tipis, memiliki

60
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

nudeus yang relative besar, vakuola berukuran kecil dan kaya akan
sitoplasma, serta selnya berbentuk kuboid atau prismatic.
Berdasarkan sel pembentukannya, jaringan meristem dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu promestem, meristem
primer, dan meristem sekunder.

b. Jaringan Permanen
Jaringan Permanen adalah jaringan yang bersifat non-
meristematik, yaitu tidak tumbuh dan tidak berkembang lagi. Jaringan
ini dibentuk dari proses diferensiasi sel-sel meristem, baik meristem
primer maupun meristem sekunder. Jaringan permanen meliputi
jaringan epidermis, jaringan parenkim, jaringan penyokong (yang
terdiri dari jaringan kolenkim dan sklerenkim), Jaringan pengangkut
yang terdiri dari xylem dan floem), serta jaringan gabus.
Menurut fungsinya, jaringan permanen dapat digolongkan
menjadi beberapa bagian, yaitu jaringan epidermis, jaringan parenkim,
jaringan penyokong, jaringan pengangkut, dan jaringan gabus.

1) Jaringan Epidermis
Jaringan epidermis merupakan jaringan yang terletak paling
luar pada setiap organ tumbuhan, yaitu pada akar, batang, dan daun.
Jaringan epidermis berfungsi sebagai pelindung bagian dalam organ
tumbuhan. Fungsi khusus jaringan epidermis adalah sebagai pelindung
terhadap hilangnya air karena adanya penguapan, kerusakan mekanik,
pegubahan suhu dan hilangnya zat-zat makanan.
Ciri-ciri jaringan epidermis pada tumbuhan umumnya:
• Terdiri dari sel-sel hidup;
• Berbentuk persegi panjang;
• Sel-selnya rapat dan tidak memiliki ruang antar-sel;
• Tidak memiliki klorofil;

61
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

• Dinding sel jaringan epidermis bagian luar yang berbatasan


dengan udara mengalami penebalan, namun dinding sel jaringan
epidermis bagian dalam yang berbatasan dengan jaringan lain
tetap tipis;
• Mampu mementuk derivate jaringan epidermis.
Jaringan epidermis berfungsi sebagai pelindung. Jaringan
epidermis dapat mengalami modifikasi menjadi stomata, trikomata,
spina, velamen, sel kipas, dan sel kersik.

(a) Stomata (mulut daun)


Stomata (jamak; stoma = tunggal) atau mulut daun, merupakan
suatu celah pada jaringan epidermis yang dibatasi dua sel penjaga. Sel
penjaga berisi kloroplas dan meiliki bentuk yang berlainan dengan sel
epidermis sebagai sel asalnya. Stomata berfungsi sebagai:
• Jalan masuk CO2 daru udara dan keluarnya O2 pada waktu
fotosintesis di siang hari;
• Jalan penguapan (transpirasi);
• Jalan pernapasan (respirasi), yaitu masuknya O2 dan keluarnya CO2

Gambar Stomata

(b)Trikomata (rambut-rambut)
Trikomata (jamak; trikoma = tunggal) atau rambut-rambut
merupakan modifikasi jaringan epidermis berupa rambut-rambut.

62
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Trikomata hampir terdapat pada seluruh permukaan organ tumbuhan,


misalnya pada akar, batang, daun, bunga, dan biji.

(c) Spina (duri)


Spina (tunggal; spinata = jamak) atau duri merupakan alat
tambahan pada epidermis sel tumbuhan di bagian batang tumbuhan.
Spina dibedakan menjadi spina palsu (emergensia) dan spina asli. pusat
merupakan jaringan yang terletak di bawah korteks, yang berada di
bagian terdalam batang; akan dibahas kemudian). Spina ash misalnya
spina pada tumbuhan bunga kertas (Bougainvillea). Lihat Gambar 2.7b.

(d) Velamen
Velamen merupakan lapisan sel mati di bagian dalam jaringan
epidermis pada akar gantung (akar udara) tumbuhan anggrek. Velamen
berfungsi sebagai alat penyimpan air.

(e) Sel kipas


Sel kipas disebut juga sebagai motor cell atau bulliform cell. Sel
kipas merupakan alat tambahan pada epidermis bagian atas daun,
terutama pada tumbuhan famili Gramineae, misalnya bambu
(Bambusa vulgaris) dan Cyperaceae, misalnya rumput teki (Cyperus
rotundus). Sel kipas berfungsi sebagai penyimpan air.

(f) Sel kersik


Sel kersik disebut juga sel silika. Sel-sel kersik terutama
terdapat pada Gramineae. Pada batang tumbuhan Gramineae misalnya
tebu, adanya selsel kersik menyebabkan permukaan batang tebu
menjadi keras.

63
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

2. Jaringan Parenkim
Jaringan parenkim merupakan jaringan dasar yang ditemukan
pada hampir semua bagian (organ) tumbuhan. Jaringan parenkim
disebut sebagai jaringan dasar karena:
• Menyusun sebagian besar jaringan pada akar, batang, daun, dan
buah;
• Terdapat di antara jaringan lain, misalnya di antara xilem dan
floem;
• Dapat dijumpai sebagai selubung berkas pengangkut.

Jaringan parenkim dapat dibedakan dengan jaringan lain


karena memiliki ciri-ciri:
• Sel-selnya merupakan sel hidup yang berukuran besar dan tipis,
Berta umurnnya berbentuk segi enam;
• Memiliki banyak vakuola;
• Letak inti sel mendekati dasar sel;
• Mampu bersifat embrional atau meristematis karena dapat
membelah diri; .
• Memiliki ruang antar-sel yang banyak sehingga letaknya tidak
rapat

3. Jaringan Penyokong
Jaringan penyokong atau jaringan mekanik merupakan
jaringan yang berperan untuk menunjang bentuk tumbuhan agar dapat
berdiri dengan kokoh. Jaringan ini juga disebut sebagai jaringan
penguat karena memiliki dinding sel yang tebal dan kuat, juga karena
sel-selnya telah mengalami spesialisasi. Fungsi jaringan penyokong
antara lain:

64
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

• menguatkan tegaknya batang dan daun (termasuk penguat


terhadap gangguan mekanik);
• melindungi biji atau embrio;
• memperkuat jaringan parenkim yang menyimpan udara;
• serta melindungi berkas pengangkut (vaskuler).
Jaringan penyokong dibedakan menjadi jaringan kolenkim dan
jaringan sklerenkim.

4. Jaringan pengangkut
Jaringan pengangkut atau berkas vaskuler (berkas
pengangkut) merupakan jaringan yang mengangkut air dan unsur hara,
serta mengedarkan zat makanan hasil fotosintesis dari satu bagian
tumbuhan ke bagian lain tumbuhan. Berdasarkan fungsinya, jaringan
pengangkut pada tumbuhan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu xilem
(pembuluh kayu) dan floem (pembuluh tapis).
Xilem merupakan jaringan pengangkut yang berfungsi
menyalurkan air dan unsur hara dan akar ke daun. Sedangkan floem
berfungsi menyalurkan zat-zat makanan hasil fotosintesis dari daun ke
seluruh bagian tumbuhan.

D. CARA KERJA
1. Ambil daun dari tumbuhan herbaceous (misal Rhoe discolor)
yang tumbuh di dua tempat berbeda, yang terkena polusi dan
tidak;
2. Sayat tipis bagian bawah daun, letakkkan di atas gelas obyek,
tetesi dengan sedikit aquades. Lalu tutup dengan gelas
penutup;
3. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40;
4. Gambar dengan detil yang teramati di bawah mikroskop,
gunakan pensil warna agar lebih jelas;

65
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

5. Bandingkan hasil amatan antara sayatan daun yang tumbuh di


tempat terkena polusi dan tidak;
6. Beri keterangan gambar berdasarkan referensi yang ada;
7. Hitung jumlah stomata yang terbuka dan tertutup dari masing-
masing sayatan yang diamati.
8. Hitung persentase penutupan stomata dari tiap sayatan.
9. Lakukan analisis secara deskriptif tentang perbandingan 2
preparat di atas yang dapat menjelaskan respon tumbuhan
terhadap pencemaran udara.

E. DISKUSI

1. Bagaimana kondisi mikroskopis sayatan daun yang tumbuh di


tempat terpapar polusi (ditinjau dari jumlah stomata yang
tertutup dan terbuka)?
2. Bagaimana kondisi mikroskopis sayatan daun yang tumbuh di
tempat terbebas polusi (ditinjau dari jumlah stomata yang
tertutup dan terbuka)?
3. Jelaskan faktor-faktor lingkungan yang dapat mengakibatkan
perubahan fisik maupun fisiologi pada tumbuhan secara umum
dan tumbuhan herbaceous pada khususnya!

66
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

ACARA 8
Sampling dan Analisis Mangrove dengan Metode Quadrat-Line
Transect dan Pengukuran Faktor Lingkungan

A. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan analisis vegetasi ekosistem
mangrove dengan menggunakan Metode Quadrat-Line Transect dan
melakukan pengukuran faktor lingkungan pada ekosistem mangrove.

B. ALAT DAN BAHAN


1. GPS
2. Refraktometer/ alak ukur salinitas
3. Soil tester
4. pH meter
5. Alat ukur (meteran)
6. Patok
7. Rafia/penanda transek
8. Tabel data (disiapkan sendiri oleh praktikan)
9. Buku kunci identifikasi mangrove
10. Termometer
11. Alat tulis

C. DASAR TEORI
1. Definisi
Hutan Mangrove merupakan vegetasi khas daerah tropis dan
sub-tropis yang dijumpai di tepi sungai, muara sungai dan tepi pantai
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove termasuk
vegetasi halofita (halophytic vegetation) yaitu vegetasi yang hanya
terdapat pada tempat-tempat yang tanahnya berkadar garam tinggi
(Atmoko, 2007). Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis antara lain :
pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat

67
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan


pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground)
bagi aneka biota perairan.

2. Zonasi dan Vegetasi


Ekosistem mangrove secara umum tersusun atas zonasi-zonasi
vegetasi mulai dari pantai menuju ke arah daratan. Pola zonasi erat
kaitannya dengan kondisi ekologi, kemampuan hidup jenis tumbuhan
penyusunnya terhadap berbagai tingkat salinitas, suhu, sedimentasi,
terjangan ombak, lamanya periode pasang surut air laut dan pasokan
air tawar dari darat. Zonasi mangrove terbagi menjadi 4, yaitu:
1. Mangrove terbuka: berhadapan langsung dengan laut, pada tanah
berpasir dan agak keras didominasi oleh Sonneratia alba,
sedangkan pada tanah berlumpur cenderung didominasi oleh
Avicenia marina dan Rhizophora mucronata (Steenis dalam Ding
Hou, 1958).
2. Mangrove tengah: berada di belakang mangrove terbuka dan
terhindar dari hempasan gelombang. Di sini Rhizophora masih
mendominasi tempat-tempat yang berlumpur dengan perakaran
terendam saat air laut pasang (Arief, 2003). Zona ini didominasi
oleh Bruguiera. Sp yang dapat berkembang dengan baik pada
salinitas kurang dari 25o/oo (Supriharyono, 2002).
3. Mangrove payau: sepanjang tepi sungai yang berair payau sampai
hampir tawar. Didominasi oleh nipah (Nypa fruticans) dan jenis-
jenis Sonneratia sp.
4. Mangrove daratan: terletak di perairan payau. Zona ini memiliki
keanekaragaman yang lebih tinggi dari zona yang lain karena
berbatasan langsung dengan ekosistem darat. Jenis-jenis pohon
yang umum dijumpai antara lain adalah Lumnitzera racemosa,
Intsia bijuga, Ficus microcarpus, Heritiera littoralis, Nypa fruticans,

68
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Acanthus ilicifolius dan Pandanus spp. (Noor et al. 1999 dalam


Atmoko, 2007)

3. Adaptasi
Ciri morfologi dan anatomi pohon mangrove mencerminkan
kondisi pada posisi mempertahankan diri terhadap lingkungan yang
bersalinitas tinggi (Arief, 2003). Kondisi tanah di hutan mangrove yang
sering atau selalu tergenang menyebabkan tanahnya menjadi anaerob.
Untuk memenuhi kebutuhan akar akan oksigen, jenis-jenis mangrove
mengambilnya dari atmosfir melalui akar nafas. Akar nafas
(pneumatophore) adalah salah satu adaptasi mangrove terhadap
kondisi tanah berlumpur atau tergenang, yaitu bagian akar yang
muncul ke permukaan tanah atau air. Selain berfungsi untuk
mengambil oksigen, bentuk perakaran mangrove juga berperan untuk
menopang batang agar pohon tetap tegak berdiri walaupun dihempas
gelombang dan badai. Secara umum sistem perakaran jenis-jenis
tumbuhan pada hutan mangrove adalah:
1. Akar tunjang (Stilt-Roots): akar yang mencuat dari batang
(seringkali bercabang) ke bawah dan masuk ke lumpur. Akar
tersebut mempunyai banyak pori (lenticels) yang berfungsi untuk
menyerap oksigen pada saat air surut dan membawanya turun ke
akar (Supriharyono, 2002). Akar ini terdapat pada Rhizophora
apiculata, Rhizophora mucronata dan Rhizophora stylosa
2. Akar pasak/ Akar Napas (Pneumatophores): akar ini merupakan
akar udara yang berbentuk seperti pensil atau kerucut yang
menonjol ke atas, terbentuk dari perluasan akar yang tumbuh
secara horisontal. Akar napas ini terdapat pada Avicennia alba,
Xylocarpus moluccensis dan Sonneratia alba.
3. Akar lutut: akar ini merupakan akar horisontal yang berbentuk
seperti lutut, terlipat di atas permukaan tanah, meliuk ke atas dan
bawah dengan ujung yang membulat di atas permukaan tanah.

69
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Akar lutut seperti ini terdapat pada Bruguiera cylindrica, Bruguiera


gymnorrhiza dan Bruguiera parfivlora..

Menghadapi salinitas yang tinggi, jenis-jenis tumbuhan


mangrove memiliki banyak jaringan internal penyimpan air dan
konsentrasi garam yang tinggi. Pada beberapa jenis mampu
menyimpan kadar garam yang tinggi pada daun-daun tua, sehingga
konsentrasi garam pada daun muda akan berkurang. Kadar garam akan
dikeluarkan dari pohon bersamaan dengan gugurnya daun-daun tua.

4. Metode Sampling dan Analisis Vegetasi Mangrove

a. Analisis Vegetasi dengan Metode Quadrat-Line Transect


Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui
kondisi mangrove adalah dengan menggunakan Metode Transek Garis
(Line Transect) dan Petak Contoh (Quadrat Transect). Metode Transek
Garis dan Petak Contoh (Quadrat-Line Transect) adalah metode
pencuplikan contoh populasi suatu ekosistem dengan pendekatan
petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah
ekosistem tersebut. Metode pengukuran ini merupakan salah satu
metode pengukuran yang paling mudah dilakukan, namun memiliki
tingkat akurasi dan ketelitian yang akurat. Di dalam transek terdapat
masing-masing plot berukuran 10 x 10 meter untuk Pohon (diameter >
4 cm), 5 x 5 meter untuk Anakan (diameter < 4 cm dan tinggi > 100 cm)
dan untuk Semai (tinggi < 1 m).

70
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Gambar 8.1. Gambar Quadrat-Line Transect untuk Analisis Vegetasi


Mangrove

b. Perhitungan Variabel Vegetasi


Dalam sampling vegetasi terdapat empat variabel utama, yaitu:
densitas (kerapatan individu), frekuensi (kekerapan hadir spesies),
dominansi atau cover (tutupan vegetasi), dan Indeks Nilai Penting
(INP). Perhitungan kemudian dilanjutkan dengan indeks
keanekaragaman.

1. Total Basal Area (BA)


Penentuan basal area pohon dihitung dengan rumus:

BA = (cm2)

Basal Area (BA) = luas permukaan, DBH = diameter batang


setinggi dada (diukur pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah),
dan π = 3,142875 atau

2. Densitas
Densitas (Kerapatan Jenis) adalah jumlah individu suatu spesies
per satuan luas. Rumus perhitungan densitas adalah sebagai berikut:
71
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Densitas =

Densitas Relative = x 100%

3. Frekuensi
Frekuensi menunjukkan seringnya suatu spesies hadir dalam
plot-plot sampel. Frekuensi dapat dinyatakan baik dalam pecahan
maupun persen. Rumus perhitungan frekuensi adalah sebagai berikut:

Frekuensi =

Frekuensi Relatif = x 100%

4. Dominasi
Dominasi suatu spesies dapat dipelajari melalui pengukuran
basal area (yaitu luas penampang lintang batang pohon) setinggi 135
cm dari permukaan tanah (dbh = diameter at breast height). Dominasi
juga dapat diukur berdasarkan cover atau penutupan tajuk pohon atau
herba. Rumus yang digunakan adalah:
Dominansi =

Dominansi Relative = x 100%

Dominansi Relatif untuk Kategori Semai :


Dominasi Relative = x 100%

5. Nilai Penting
Nilai penting merupakan suatu parameter terhitung yang
merupakan kombinasi dari nilai relative setidaknya dua dari tiga
parameter terukur diatas. Jadi nilai penting suatu spesies adalah:

72
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Nilai penting = Densitas relatif + Frekuensi relatif + Dominasi relatif


(INP) = (Kr) + (Fr) + (Dr)
Sementara nilai parameter relatif adalah perbandingan antara
nilai parameter suatu spesies dengan nilai total parameter tersebut
untuk seluruh spesies yang ditemukan.
Tabel 8.2. Contoh tabel data hasil perhitungan
No. Spesies Densitas Kr Frekuensi Fr Dominansi Dr INP H’
(/ha) (%) (cm2/ha)
1
2
3
4
5

D. CARA KERJA
1. Tahap Koleksi Data Lapangan
a. Penentuan Area Kajian
Area kajian untuk praktikum nantinya akan ditentukan oleh
asisten praktikum. Area tersebut ditulis deskripsi lokasinya (misalnya:
kondisi substrat, pasang surut (ketinggian air), spesies dominan secara
visual, kondisi cuaca, dan sebagainya). Wilayah kajian yang
ditentukan untuk pengamatan vegetasi mangrove harus dapat
mengindikasikan atau mewakili setiap zone mangrove yang terdapat
di wilayah kajian (Gambar.8.2.);
b. Penentuan dan Peletakan Plot.
Dalam praktikum ini nantinya akan digunakan plot berbentuk
kuadrat (bujursangkar). Pada setiap stasiun pengamatan, tetapkan
transek-transek garis dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis
pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang terjadi) di daerah
intertidal.
Pada setiap zona mangrove yang berada disepanjang transek
garis, letakkan petak- petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar
dengan ukuran 10 m x 10 m sebanyak paling kurang 3 (tiga) petak

73
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

contoh (plot). Masing-masing plot 10 x 10 m, berisi plot 5 x 5 m dan 1 x


1 m (lihat Gambar 8.1)
c. Pengambilan Data Vegetasi.
Setelah semua plot diletakkan di lokasinya masing-masing,
mahasiswa mengambil data yang nantinya akan digunakan untuk
menghitung parameter vegetasi. Data tersebut adalah: jenis spesies
yang tumbuh dalam masing-masing plot serta data-data yang
diperlukan untuk menghitung variabel utama, yaitu: densitas
(kerapatan individu), frekuensi (kekerapan hadir spesies), dominansi
atau cover (tutupan vegetasi), dan Indeks Nilai Penting (INP). Data
diambil untuk tiap individu pada masing-masing kategori, yaitu pohon,
tiang, dan pancang. Buat penanda nama spesies untuk diikat pada
masing-masing vegetasi yang ada didalam plot. Penanda berfungsi
untuk memudahkan penghitungan individu masing-masing spesies
mangrove.

Gambar 8.2. Contoh Peletakan Garis Transek yang mewakili setiap


zona mangrove.

74
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Gambar 8.3. (A) Penentuan lingkar batang mangrove setinggi dada.


(B) Penentuan lingkar batang mangrove pada
berbagai jenis batang mangrove.

75
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

Tabel data yang perlu disiapkan seperti contoh pada Tabel 8.3.

Tabel 8.3. Spesies-spesies yang hadir dalam plot ……


dan cacah individunya.

Tanggal : _____________ Nama Praktikan : ______________


Lokasi: ________ Plug : ______________
No. Plot : _____________ Asisten : ______________
Ukuran Plot : (__X__) m2 Acc Asisten : ______________

Deskripsi Plot :
____________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________
__

Koordinat Koordinat Nama Keliling


No. GBH
X Y Spesies (cm)
1
2
3
4
5
dst
Jumlah Spesies
Pohon Semai

Pohon = D>4cm; Tiang = D> 4cm, H>1m; Semai = H<1m

76
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

e. Pengukuran Parameter Lingkungan.


Selanjutnya pada setiap plot dilakukan pengukuran parameter
lingkungan. Parameter lingkungan yang diukur meliputi: suhu air dan
tanah, salinitas, dan pH air dan tanah; Pengukuran setiap parameter
lingkungan dilakukan satu kali untuk setiap plot. Data yang diperoleh
ditabulasi sebagaimana contoh Tabel 8.4.

Tabel 8.4. Parameter lingkungan plot ………


Tanggal : _____________ Nama Praktikan : ______________
Lokasi: ________ Plug : ______________
No. Plot : _____________ Asisten : ______________
2
Ukuran Plot : (__X__) m Acc Asisten : ______________

Deskripsi Plot :
____________________________________________________
__________________________________________________________
______________________________________________________

No. Parameter Lingkungan Nilai Pengukuran Keterangan


1 Suhu air(oC)
2 Suhu tanah(oC)
3 Salinitas
4 pH air
5 pH tanah
dst

f. Penyusunan Data Kolektif


Setelah data semua plot selesai dikoleksi, tahap selanjutnya
yang dikerjakan adalah menyusun data lapangan (atau biasa disebut
raw data, data mentah) ke dalam tabel kelas atau tabel kolektif (tabel
8.5 dan 8.6). Tabel data kolektif inilah yang akan menjadi sumber data
bagi setiap praktikan untuk menyusun laporannya.Tabel data kolektif

77
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

masih harus disusun lagi menjadi suhu tabel/grafik yang informatif


disertakan dalam laporan praktikum.

Tabel 8.6. Tabulasi Parameter Lingkungan

Tanggal : _____________ Nama Praktikan : ______________


Lokasi : ________ Plug : ______________
Asisten : ______________ Acc Asisten : ______________

Parameter
No 1 2 3 4 dst Rerata (x)
Lingkungan
1
2
3
4
5
dst

g. Tahap Analisis Data


1) Perhitungan Parameter Vegetasi dan Parameter Lingkungan
Tabel data koleksi selanjutnya digunakan untuk menghitung
parameter vegetasi tiap spesies. Parameter vegetasi yang dihitung
adalah densitas, densitas relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dominansi
dan dominansi relatif dan nilai penting. Hasil perhitungan disusun
dalam tabel terpisah yang hanya menampilkan nilai akhir perhitungan
parameter-parameternya (seperti contoh tabel 8.2).

78
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

2) Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman atau indeks Shannon-Wienner (H’)
digunakan untuk menggambarkan populasi melalui jumlah individu
masing-masing jenis dalam suatu komunitas.

Ni: Jumlah Individu tiap spesies


N: Jumlah total individu

Tolok ukur nilai indeks keanekaragaman H’:


• H’ < 1,0 :
• Keanekaragaman rendah,
• Miskin (produktivitas sangat rendah) sebagai indikasi
adanya tekanan ekologis yang berat ,dan ekosistem tidak
stabil
• 1,0 < H’ < 3,322 :
• Keanekaragaman sedang,
• Produktivitas cukup,
• Kondisi ekosistem cukup seimbang,
• Tekanan ekologis sedang.
• H’ > 3,322 :
• Keanekaragaman tinggi,
• Stabilitas ekosistem mantap,
• Produktivitas tinggi

79
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

3) Perhitungan Indeks Keseragaman


Indeks Keseragaman menunjukkan derajat kemerataan
kelimpahan individu antara setiap spesies. Indeks ini digunakan sebagai
indikator gejala dominasi diantara setiap jenis dalam suatu komunitas.

a. Indeks Evenness (E)

E=

Dimana :
E = Indeks Evenness
H’ max = log S
H’ = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah Jenis yang Ditemukan

Tolok ukur indeks keseragaman (E):


• 0,75< E ≤ 1,0 :
• Keseragaman tinggi
• Ekosistem stabil
• 0,5 < E ≤ 0,75 :
• Keseragaman sedang
• Ekosistem labil
• 0 < E ≤ 0,5 :
• Keseragaman rendah
• Ekosistem tertekan

4) Perhitungan Indeks Dominansi


Indeks dominansi (C) digunakan untuk mengetahui sejauh
mana suatu kelompok biota mendominansi kelompok lain. Dominansi

80
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

yang cukup besar akan mengarah pada komunitas yang labil maupun
tertekan.

C=

Dimana :
C = indeks dominasi
n = jumlah individu jenis ke - i
N = jumlah seluruh individu

Tolok ukur indeks dominansi (C):


• 0 ≤ C < 0,5 :
• Dominasi rendah
• Ekosistem stabil
• 0,5 ≤ C ≤ 1,0 :
• Dominasi tinggi
• Ekosistem labil

81
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

5) Analisis Hasil
Setelah perhitungan sudah lengkap, hasilnya dianalisis. Dalam
laporan pratikum, hasil harus ditampilkan dalam bentuk yang
seinformatif mungkin. Oleh karena itu, hasil perhitungan sebaiknya
ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar (histrogram atau grafik)
yang jelas. Selanjutnya, hasil dianalisis dengan memperhatikan
sejumlah aspek berikut ini :
- Spesies yang dominan dan pengaruh atau perannya terhadap
komunitas;
- Asumsi pengaruh faktor lingkungan terhadap dominasi spesies pada
khususnya dan komunitas lokasi kajian pada umumnya.
E. DISKUSI
1. Bagaimana pola zonasi spesies mangrove?
2. Bagaimana pola adaptasi spesies mangrove?
3. Bagaimana kaitan antara pola adaptasi spesies mangrove dengan
zonasi spesies mangrove?
4. Spesies apa yang paling mendominasi pada lokasi kajian?
5. Spesies apa yang paling sering ditemukan di tiap titik sampling?
6. Bagaimana struktur, kemelimpahan, nilai penting, dan distribusi
di dalam ekosistem yang dikaji?
7. Bagaimana hubungan keberadaan tumbuhan dengan faktor
lingkungan fisik dan biotik lainnya?

82
Panduan Praktikum Biologi Lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2003. Hutan mangrove fungsi dan manfaatnya. Penerbit


Kanisius. Yogyakarta
Atmoko, Tri & Sidiyasa, K. 2007. Hutan Mangrove dan Pernannya
dalam Melindungi Ekosistem Pantai (Mangrove Forest and its
Role in Protection of Coastal Ecosystem). Prosiding Seminar
Pemanfaatan HHBK dan Konservasi Biodiversitas menuju Hutan
Lestari, Balikpapan 31 Januari 2007 : 92-94
Allan, J.D. 1995. Stream ecology : structure and function of running
waters. Chapman & Hall. Great Britain. 388pp
Barbour, M.G., Burk, and W.D. Pitts. 1987. Terrestial Plant Ecology. 2b
nd
ed. Benjamin/ Cumminmhs California
Ding Hou. 1958. Rhizophoraceae. Flora Melasiana I. Vol. 5 (4) : 429-
493.
Ferianita, M. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta
Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta
Krebs C. J. 2001. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution
and Abudance. Benjamin Cummings an imprint of Addison
Wesley Longman Inc. San francisco, California
MacKinnon, K., Hatta, G., Halim, H., Mangalik, A. 1996. The ecology of
Kalimantan. Ecology of Indonesia series. vol. III. Periplus
Edition (HK) Ltd., Jakarta, Singapore, The Netherlands
Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Penerbit Univesitas
Trisakti. Jakarta.
Nugroho, A. 2005. Bioindikator Kualitas Udara. Penerbit Univesitas
Trisakti. Jakarta.
Romimohtarto, K. dan Juwana, S. 2001. Biologi Laut: Ilmu
Pengetahuan tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta
Supriharyono. 2002. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam di
wilayah pesisir. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Seber, G.A.F. 1982. The Estimation of Animal and Related Parameters.
2nd. Charles Griffin & Co. Ltd., London & High Wycombe.

83

Anda mungkin juga menyukai