Anda di halaman 1dari 35

Konsepsi Manajemen Air Tanah

(Groundwater Management Concept)

Moh Sholichin
Kegiatan pengelolaan air tanah meliputi kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi,
konservasi, pengendalian daya rusak dan
pendayagunaan
Telaah manajemen air tanah dilakukan berdasarkan
pada kebijakan dan peraturan yang sudah ada, sehingga
menghasilkan suatu konsep manajemen air tanah yang
menjamin ketersediaannya dan pendayagunaannya
secara berkelanjutan
1. Pengelolaan SDA berdasarkan GWP (2001)
2. Pengelolaan SDA berdasarkan UU No.7 Tahun 2004
3. Pengelolaan Air Tanah berdasarkan PP Air Tanah No. 43 Tahun
2008
1. Pengelolaan SDA berdasarkan Global Water Partner,
http://www.gwp.org

Menurut Grigg (1996), pengelolaan sumber daya air


didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural dan Non-
struktural untuk mengendalikan sistem sumber daya air alam
dan buatan manusia untuk kepentingan/manfaat manusia
dan tujuan-tujuan lingkungan.
Secara lebih spesifik pengelolaan sumber daya air terpadu
didefinisikan sebagai suatu proses yang mempromosikan
koordinasi pengembangan dan pengelolaan air, tanah dan
sumber daya terkait dalam rangka tujuan untuk
mengoptimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial
dalam sikap yang cocok/tepat tanpa mengganggu kestabilan
dari ekosistem-ekosistem penting (GWP, 2001).
http://www.gwp.org
Konsep pengelolaan sumber daya air terpadu menurut
Global Water Partnership (GWP, 2001) melibatkan
berbagai elemen yang kemudian dikelompokkan
dalam 3 elemen utama Manajemen Sumber Daya Air
Terpadu yaitu:
1. The enabling environment adalah kerangka umum
dari kebijakan nasional, legislasi, regulasi dan
informasi untuk pengelolaan SDA oleh stakeholders.
Fungsinya merangkai dan membuat peraturan serta
kebijakan. Sehingga dapat disebut sebagai rules of
the games.
2. Peran-Peran Institusi (institutional roles) merupakan
fungsi dari berbagai tingkatan administrasi dan
stakeholders. Perannya mendefinisikan para pelaku.
3. Alat-alat manajemen (management instruments)
merupakan instrumen operasional untuk regulasi
yang efektif, monitoring dan penegakkan hukum yang
memungkinkan pengambil keputusan untuk
membuat pilihan yang informatif diantara aksi-aksi
alternatif
Ketiga komponen tersebut sangat tergantung adanya
kesadaran populis dan kemauan dari semua pihak
untuk bertindak dengan sikap yang tepat. Oleh karena
itu diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air
terpadu, menyeluruh dan berwawasan lingkungan
dengan segitiga keseimbangan dan skenario
manajemen sumber daya air terpadu (Kodoatie dan
Sjarief, 2005).
Skenario segitiga keseimbangan tersebut dijelaskan
dalam Gambar berikut
Segitiga keseimbangan sosial, ekoNo.mi dan
ekosistem untuk PSDA Terpadu dan Berkelanjutan
(GWP, 2001 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2004)
2. Manajemen Sumber Daya Air Berdasarkan UU
SDA No.7 Tahun 2004
Menurut UU SDA No.7 Tahun 2004, pengelolaan sumber
daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya
air, dan pengendalian daya rusak air.
Dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,
telah disebutkan bahwa komponen utama sumber daya
air yaitu air permukaan (surface water) dan air tanah
(groundwater). Untuk pengelolaan air permukaan,
wilayah sungai merupakan konsep dasarnya, sedangkan
untuk pengelolaan air tanah, goundwater basin atau
suatu cekungan air tanah sebagai acuannya
Usulan pengelolaan lainya
Untuk pengelolaan air permukaan, daerah aliran
sungai (DAS) merupakan konsep dasarnya atau
sebagai batas hidrologisnya bukan wilayah sungai. 
Untuk pengelolaan air tanah, goundwater basin atau
suatu cekungan air tanah (CAT) sebagai dasarnya atau
sebagai batas hidrogeologisnya.
Untuk pengelolaan air hujan, DAS, CAT, Non-CAT
dan ruang udara (batas hidrometeorologis) sebagai
dasarnya.
3. MANAJEMEN AIR TANAH BERDASARKAN PP AIR
TANAH Air Tanah No. 43 Tahun 2008
A. Pengawetan Air Tanah
Pengawetan air tanah dilakukan untuk menjaga
kesinambungan ketersediaan air tanah dalam
kuantitas dan kualitas yang memadai guna memenuhi
kebutuhan hidup, dilaksanakan dengan cara:
1. Mengendalikan pengambilan dan pemanfaatan air
tanah.
2. Menghemat pemanfaatan air tanah
3. Meningkatkan kapasitas resapan air
1. Mengendalikan pengambilan dan pemanfaatan air
tanah.
Pengendalian pengambilan dan pemanfaatan air tanah,
dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara ketersediaan
dan pemanfaatan air tanah sehingga tidak merusak kondisi dan
lingkungan air tanah, dapat dilakukan dengan cara:
a. penerapan perizinan air tanah;
b. pengaturan debit pengambilan air tanah;
c. pengaturan pelaksanaan dewatering;
d. pengaturan debit penurapan mata air;
e. pengaturan pemanfaatan air tanah;
f. penerapan tarif progresif yang ketat sesuai dengan kondisi air
tanah.
2. Menghemat pemanfaatan air tanah Upaya
penghematan pemanfaatan air tanah dilakukan untuk
efisiensi dan efektivitas pemanfaatan air tanah. Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan cara:
a. daur ulang;
b. pemanfaatan diprioritaskan untuk memenuhi
kebutuhan pokok air minum dan rumah
tangga;
c. pengambilan sesuai kebutuhan;
d. pemanfaatan air tanah sebagai alternatif
terakhir selama masih tersedia air yang lain;
e. gerakan hemat air
3. Meningkatkan kapasitas resapan air
a. Membuat imbuhan air tanah buatan, yaitu membuat
sumur-sumur imbuhan, pelestarian hutan, danau,
situ, bendungan, jaringan irigasi, pembuatan embung
di sepanjang sungai, penataan ladang/kebun dan
kavling perumahan yang dilengkapi sumur pantau.
b. Merehabilitasi daerah imbuhan air tanah, dengan
melakukan reboisasi hutan jika kepadatan pohon
kurang atau mengalami degradasi, penataan
ladang/kebun pada lahan yang bertopografi miring
( 6%) dengan metoda terrassering.
Konsep UU No. 26 Tahun 2007
UU No. 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan
Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan
sumber daya manusia
Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.
 Dalam UU No. 24 Tahun 1992. ini
mendefinisikan ruang-ruang: udara, darat dan
laut sebagai berikut:
Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah
permukaan daratan termasuk permukaan perairan darat dan
sisi darat dari garis laut terendah.
Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah
permukaan laut dimulai dari sisi laut garis laut terendah
termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya, di mana
Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi.
Ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang darat
dan/atau ruang laut sekitar wilayah negara dan melekat pada
bumi, di mana Republik Indonesia mempunyai hak yurisdiksi.
Pengertian ruang udara (air-space) tidak sama dengan
pengertian ruang angkasa (outer space).
PP No. 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah yang
merupakan turunan dari UU No. 7 Tahun 2004 lebih
menegaskan secara speifik pengelolaan air tanah yang
berkelanjutan sebagai bagian dari sumber daya di bawah
muka bumi
Ruang darat untuk air tanah di Indonesia dibagi menjadi
(KepPres No. 26 Tahun 2011; Kodoatie & Sjarief, 2010;
Schumm, 2005):
47 % Cekungan Air Tanah (CAT).
CAT terdiri atas akuifer bebas dan akuifer tertekan.
53 % Non-CAT.
Diangram Penataan ruang air tanah

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat,


ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Ruang air tanah adalah ruang darat di dalam bumi.
Permasalahan dalam Pengelolaan Air Tanah

Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan air tanah


adalah terbatasnya ketersediaan air tanah di alam dan
maraknya pengambilan sumber air ini karena tuntutan
kebutuhan akan air yang dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan.
Salah satu penyebab krisis air di dunia sebagaimana
terungkap pada 2nd World Water Forum di Den Haag
adalah kelemahan penyelenggaraan (governance)
pengelolaan air di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia.
Dalam pelaksanaan pengelolaannya masih ditemui berbagai
permasalahan, antara lain:
1. Kebijakan pengelolaan yang belum menjamin:
a) Hak setiap individu untuk mendapatkan air termasuk air tanah guna
memenuhi kebutuhan pokok hidup.
b) Hak dasar masyarakat memperoleh akses penyediaan air untuk
berbagai keperluan.
c) Pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan bagi kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.
d) Perlindungan air tanah agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan
kualitas yang memadai demi kesejahteraan umat manusia.
e) Wewenang dan tanggung jawab pelaksanaan pengelolaan air tanah.
f) Pelaksanaan koordinasi pengelolaan air tanah antar instansi
Pemerintah dan atau antar Pemerintah Daerah guna
mengoptimalkan pelaksanaan konservasi dan pendayagunaan air
tanah.
g) Keterpaduan antara air tanah dan air permukaan sebagai upaya
mengefektifkan pengelolaan sumber daya air.
h) Pelaksanaan penggunaan yang saling menunjang antara air tanah
dan air permukaan guna mengatasi kekurangan air.
2) Pengelolaan sumber daya air, yang terdiri dari air hujan, air
permukaan, air tanah, air laut di darat dan pendukungnya
tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh satu institusi, akan
tetapi dalam pelaksanaannya sulit terkoordinasi.
3) Sentralisasi pengelolaan yang terlalu kuat, berakibat
memperpanjang sistem pengambilan keputusan.
4) Desentralisasi pengelolaan sampai tingkat kabupaten/kota
cenderung mengabaikan prinsip pengelolaan cekungan air
tanah lintas batas.
5) Belum terbentuk jaringan data dan informasi air tanah yang
baik antar lembaga pengumpul atau pengelola data air
tanah.
6) Pemanfaatan air tanah yang parsial, kurang berkeadilan,
terutama bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan air
guna memenuhi kebutuhan dasarnya.
7) Pemanfaatan lebih menitikberatkan pada
eksploitasi untuk mendapatkan pendapatan
bagi daerah dari pada konservasinya.
8) data dan informasi air tanah yang kurang
memadai baik kuantitas maupun kualitasnya.
9) Degradasi kualitas, kuantitas, dan lingkungan
air tanah akibat pengambilan air tanah yang
berlebihan, pencemaran, serta perubahan
fungsi lahan, terutama di cekungan air tanah
di perkotaan.
10) Keterbatasan sumber daya (manusia,
peralatan, biaya) baik di pusat maupun
daerah, menyebabkan pengelolaan air tanah
kurang efektif dilaksanakan.
7) Pengawasan dan penegakan hukum yang
lemah atas setiap pelanggaran yang terjadi
terhadap peraturan pengelolaan air tanah yang
ada.
8) Konsep pengelolaan dan konservasi air tanah
tidak didasarkan pada konsep pengelolaan
cekungan air tanah, tetapi lebih mendasarkan
pada pengelolaan sumur (well management)
dan juga mendasarkan pada batas administrasi.
9) Masih terbatasnya pengetahuan masyarakat
terhadap pemahaman air tanah, sehingga
kurang peduli terhadap keberadaan dan fungsi
air tanah, baik kualitas, kuantitas dan
kontinuitasnya.
Tantangan dalam Pelaksanaan Pengelolaan Air Tanah
(Groundwater Management)
Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka
pelaksanaan pengelolaan air tanah menghadapi
beberapa tantangan, antara lain seperti berikut:
1) Pengelolaan secara terpadu antara air tanah dan air
permukaan, hal ini dengan menyadari, bahwa air
tanah adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem
dan berinteraksi dengan air permukaan.
2) Menerapkan konsep dasar pengelolaan air tanah
secara total yang memadukan konsep pengelolaan
Groundwater Basin dan River Basin.
3) Desentralisasi pengelolaan dengan cara
memberdayakan daerah untuk mengelola air tanah
dalam lingkup wilayahnya tanpa mengabaikan sifat
keterdapatan dan aliran air tanah serta prinsip-
prinsip pengelolaan akuifer lintas batas.
4) Pemenuhan hak dasar yang menjamin hak setiap
orang untuk mendapatkan air dari air tanah di
daerah yang kondisi air tanahnya memungkinkan,
bagi kebutuhan pokok sehari-hari guna memenuhi
kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif
5) Ketersediaan data, informasi, dan jaringan
informasi air tanah yang terpadu didasarkan pada
data keair-tanahan yang andal, tepat, akurat, dan
berkesinambungan, yang mencakup seluruh wilayah
Indonesia.
6) Keberlanjutan ketersediaan air tanah dengan
menjamin keseimbangan antara pemanfaatan dan
ketersediaan air tanah sebagai bagian dari
ekosistem.
7) Pemanfaatan air saling menunjang, yaitu
menciptakan keterpaduan pemanfaatan air tanah,
air permukaan, dan air hujan.
8) Ketersediaan sumber daya (keahlian, peralatan, dan
biaya) pengelolaan, yaitu dengan memberdayakan
sumber daya dari masyarakat, swasta, para pihak
berkepentingan, pemerintah daerah, dan
pemerintah pusat.
Konsepsi Manajemen Air Tanah (Groundwater
Management Concep)
Kegiatan pengelolaan air tanah meliputi kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi, konservasi, pengendalian daya rusak dan
pendayagunaan.
Telaah manajemen air tanah dilakukan
berdasarkan pada kebijakan dan peraturan yang
sudah ada, sehingga menghasilkan suatu konsep
manajemen air tanah yang menjamin
ketersediaannya dan pendayagunaannya secara
berkelanjutan:
3 Konsep
Pengelolaan SDA berdasarkan GWP (2001)
Pengelolaan SDA berdasarkan UU No.7 Tahun 2004
Pengelolaan Air Tanah berdasarkan PP Air Tanah No.
43 Tahun 2008
Pengelolaan Air Tanah Ideal yang merupakan
gabungan dari butir 1, 2 dan 3.
Manajemen Sumber Daya Air Berdasarkan
GWP
Manajemen Sumber Daya Air Terpadu yaitu:
1) The enabling environment adalah kerangka umum
dari kebijakan nasional, legislasi, regulasi dan
informasi untuk pengelolaan SDA oleh stakeholders.
Fungsinya merangkai dan membuat peraturan serta
kebijakan. Sehingga dapat disebut sebagai rules of
the games.
2) Peran-Peran Institusi (institutional roles) merupakan
fungsi dari berbagai tingkatan administrasi dan
stakeholders. Perannya mendefinisikan para pelaku.
3) Alat-alat manajemen (management instruments)
merupakan instrumen operasional untuk regulasi
yang efektif, monitoring dan penegakkan hukum
yang memungkinkan pengambil keputusan untuk
membuat pilihan yang informatif diantara aksi-aksi
alternatif.
Segitiga keseimbangan sosial, ekonomi dan ekosistem
untuk PSDA Terpadu dan Berkelanjutan (GWP, 2001 dalam
Kodoatie dan Sjarief, 2004)
Manajemen Sumber Daya Air
Berdasarkan UU SDA No.7 Tahun 2004

Ada empat wilayah/daerah teknis atau hidrologis


Pengelolaan Sumber Daya Air yaitu: Cekungan Air
Tanah (CAT), Non-CAT, Daerah Aliran Sungai (DAS)
dan Wilayah Sungai.
Oleh karena itu UU No. 7 Tahun 2004 perlu dilakukan
penyempurnaan seperti berikut:
Untuk pengelolaan air permukaan, daerah
aliran sungai (DAS) merupakan konsep
dasarnya atau sebagai batas hidrologisnya
bukan wilayah sungai.
Untuk pengelolaan air tanah, goundwater basin
atau suatu cekungan air tanah (CAT) sebagai
dasarnya atau sebagai batas hidrogeologisnya.
Untuk pengelolaan air hujan, DAS, CAT, Non-
CAT dan ruang udara (batas
hidrometeorologis) sebagai dasarnya.
Untuk pengelolaan air laut di darat maka DAS,
CAT dan Non-CAT sebagai dasarnya.
Untuk soil water maka DAS, CAT dan Non-CAT
sebagai dasarnya.

Anda mungkin juga menyukai