PENGENDALIAN BANJIR
SKRIPSI
OLEH:
ZULKARNAIN
15.301010.023
i
2021STUDI NORMALISASI SUNGAI LAPRI UNTUK
PENGENDALIAN BANJIR
SKRIPSI
OLEH:
ZULKARNAIN
15.301010.023
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Pada
Universitas Borneo Tarakan
v
vi
STUDI NORMALISASI SUNGAI LAPRI
UNTUK PENGENDALIAN BAJIR
Abstrak
Dosen Pembimbing,
vii
LAPRI RIVER NOR A STUDY OF LAPRI RIVER NORMALIZATION FOR
CONTROLLING OF FLOOD
Abstract
Lapri Village was located in North Sebatik Nunukan district. The flood often occurred there
because Lapri river Village was unable to accommodate the amount of water discharge
during the rainy season. The flood in the Lapri River Basin area was caused by
sedimentation, landslides, and drainager blockage along Lapri River flow. This study
aimed to determine the existing flood discharge and dimensions of existing Lapri River
channel capable of draining the flood discharger. The result of analysis showed that planned
flood discharger using the Nakayasu method with a return period of 100 years (Q100) was
86,947 m3/second. Thus, the existing flood discharger of Lapri River for each STA were
found as follows : STA 10 was 87,742 m3/second, STA 9 was 87,953 m3/second, STA 8
was 88,192 m3/second, STA 7 was 88,481 m3/second, STA 6 was 87,912 m3/second, STA
5 was 88,028 m3/second, STA 4 was 87,532 m3/second, STA 3 was 87,730 m3/second,
STA 2 was 88,233 m3/second, STA 1 was 87,874 m3/second and STA 0 was 88,624
m3/second. Based on the discharger results, Lapri River channel’s cross-sectional
dimensions were capabe of draining flood discharger with 5,37 m building height, 1,64 m
guard height, and 6,20 m channel of bottom width.
Abstract
the obtained debit flood exsisting River Lapri, for each STA as follows, STA 10 =
87 742 m / sec, STA 9 = 87 953 m / sec, STA 8 = 88 192 m / sec, STA 7 = 88 481
3 3 3
m / sec, STA 6 = 87 912 m / sec, STA 5 = 88 028 m / sec, STA 4 = 87 532 m / sec,
3 3 3 3
STA 3 = 87 730 m / sec, STA 2 = 88 233 m / second, STA 1 = 87 874 m / sec and
3 3 3
STA 0 = 88 624 m / sec. From the results of the discharge, it is obtained that the
3
cross-sectional dimensions of the Lapri River channel are able to flow the planned
flood discharge, with building height (h) = 15.37 m, with guard height (W) = 1.64
m, and channel botto
ZULKARNAIN
NPM 15.301010.023
ix
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang perlu di perhatikan dalam perencanaan
Normalisasi Sungai Lapri :
1. Berapa debit banjir eksisting Sungai Lapri?
2. Berapa dimensi saluran eksisting Sungai Lapri yang dapat mengalirkan
debit banjir?
2
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Dalam rangka konservasi sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian
daya rusak air sungai sebagaimana yang dimaksud dalam “Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2004” tentang sumber daya air, maka Pemerintah perlu menetapkan
peraturan tentang sungai.
Untuk menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 maka
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2011 tentang sungai,
yang dimana mengatur tentang :
1. Ruang sungai adalah bagian-bagian sungai yang terdiri atas palung sungai dan
sempadan sebagai mana dimaksud dalam (BAB II pasal 5).
2. Pengelolaan sungai haruslah pengelolaan yang dilakukan secara menyeluruh,
terpadu, dan berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk mewujudkan
kemanfaatan fungsi sungai yang berkelanjutan Sebagai mana dimaksud dalam
(BAB I pasal 1).
3. Perizinan adalah setiap orang yang akan melakukan kegiatan pada ruang sungai
wajib memperoleh izin Sebagai mana dimaksud dalam (BAB IV pasal 57).
4. Sistem informasi sungai haruslah bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap
orang Sebagai mana dimaksud dalam (BAB V pasal 61).
5. Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan:
a. Sosialisasi;
b. Konsultasi publik; dan
c. Partisipasi masyarakat.
3
sempadan. Suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air
yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Perpaduan antara alur sungai dan aliran
air didalamnya disebut sebagai sungai. Proses terbentuknya sungai itu sendiri
berasal dari mata air yang berasal dari gunung/pegunungan yang mengalir di atas
permukaan bumi. Dalam proses selanjutnya aliran air ini akan bertambah seiring
dengan terjadinya hujan, karena limpasan air hujan yang tidak dapat diserap bumi
akan ikut mengalir ke dalam sungai, mengakibatkan terjadinya banjir.
Dalam perjalanannya dari hulu menuju hilir, aliran sungai secara berangsur-
angsur berpadu dengan banyak sungai lainnya. Perpaduan ini membuat tubuh
sungai menjadi semakin besar. Apabila suatu sungai mempunyai lebih dari dua
cabang, maka sungai yang daerah pengaliran, panjang dan volume airnya paling
besar disebut sebagai sungai utama (main river). Sedangkan cabang yang lain
disebut anak sungai (tributary). Suatu sungai kadang-kadang sebelum aliran airnya
mencapai laut, sungai tersebut membentuk beberapa cabang yang disebut cabang
sungai (enfluent) (Sosrodarsono, 1984).
4
Gambar 2.1 Meandering Reaches
Sumber : Google Image
Dengan :
SI < 1,05 sungai lurus
SI > 1,5 sungai berkelok ((meandering)
1,05 > SI < 1,5 sungai sinous
5
2.4 Hidrolika Sungai
Martopo, 1988 (dalam Kusuma, 2005) menyebutkan bahwa gejala air sungai
adalah berupa diam dan mengalir. Air sungai yang mengalir dapat memiliki sifat-
sifat laminer, turbuler, pusaran, loncatan dan sebagainya. Air mengalir diakibatkan
adanya perbedaan tinggi suatu wilayah. Semakin besar volume air dan perbedaan
tingginya, maka tekanan airnya semakin besar. Oleh karena itu pengaliran air di
sungai dapat menyeret partikel dasar sungai, tergantung dari jenis tanah dan
batuannya.
Pengaliran itu berupa tenaga angkut dan tenaga angkat sedimen. Angkutan
sedimen itu dapat berupa muatan dasar dan muatan layang. Faktor sedimen meliputi
jenis material, diameter butiran dan volume persatuan waktu. Angkutan sedimen
yang ikut mengalir mengakibatkan gaya seret menjadi lebih besar. Hal ini dapat
menyebabkan degradasi atau penurunan dasar alur atau palung sungai.
Aliran sungai yang lambat menyebabkan butiran yang berat diendapkan
terlebih dahulu. Pengendapan sedimen lazim disebut agradasi. Agradasi berarti
kenaikan dasar alur sungai atau dasar palung sungai. Parameternya adalah panjang
lebar dan tinggi. Aliran sungai bersifat sembarang bergantung pada kondisi alam.
Aliran sembarang ini mengakibatkan berbagai macam tenaga yaitu:
1. Pengerusan lokal pengaliran terhadap struktur dasar sungai
2. Penggerowongan tebing sungai akibat aliran helikoidal, aliran spiral atau
pusaran air.
3. Angkutan material lain berupa biotis, abiotis dan bahan-bahan kimia.
4. Penghanyutan material oleh rembesan-rembesan pada tebing sungai.
5. Karakter sungai dapat membentuk sungai menjadi meander atau berjalin.
2.5 Gerusan
Gerusan adalah fenomena alam yang terjadi karena erosi terhadap aliran
air pada dasar dan tebing saluran alluvial atau proses menurunya atau semakin
dalamnya dasar sungai di bawah elevasi permukaan alami (datum) karena interaksi
antara aliran dengan material dasar sungai (Hoffmans and Verheij 1997).
Gerusan dapat dibagi menjadi :
6
1. Gerusan umum (general scour), gerusan yang terjadi akibat dari proses
alam dan tidak berkaitan sama sekali dengan ada tidaknya bangunan
sungai.
2. Gerusan di lokalisir (constriction scour), gerusan yang diakibatkan
penyempitan alur sungai sehingga aliran menjadi terpusat.
3. Gerusan lokal (local scour) merupakan akibat langsung dari struktur pada alur
sungai.
2.6 Banjir
Dalam Suadnya dkk (2017:143) menyebutkan bahwa banjir merupakan
bencana alam yang seringkali terjadi di musim penghujan yang merebak di berbagai
Daerah Aliran Sungai (DAS) di sebagian besar wilayah Indonesia. Banjir adalah
suatu kondisi dimana terjadi peningkatan debit air sungai sehingga meluap dan
menggenangi daerah sekitarnya. Adapun jumlah kejadian banjir dalam musim
hujan selama beberapa tahun terakhir ini terus meningkat, dan menyebabkan
berbagai kerugian bagi masyarakat yang terkena bencana ini.
Menurut Bakornas dalam Jaswadi dkk (2012:123) banjir memiliki dua
pengertian yaitu;
1. Banjir adalah aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal
sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada
lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin
meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati
aliran air.
2. Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi
dengan kenaikan muka air di muara akibat badai.
Menurut UNDP dalam Jaswadi dkk (2012:123) jenis banjir dibagi ke dalam
tiga tipe yaitu:
a. Banjir bandang (flash flood),
b. Banjir luapan sungai (river floods),
c. Banjir pantai (coastal floods).
7
Faktor penyebab terjadinya banjir dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor
alam dan faktor non alam. Faktor alam misalnya curah hujan, pengaruh fisiografi,
erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase yang tidak memadai dan
pengaruh air pasang dan non alam misalnya perubahan kondisi Daerah Pengaliran
Sungai (DPS), kawasan kumuh, sampah, drainase lahan, kerusakan bangunan
pengendali banjir dan pengendalian sistem pengendalian banjir tidak tepat
(Kodoatie dan Sugiyanto) dalam Jaswadi dkk (2012:123).
Banjir menjadi bencana bila menimbulkan kerugian materi (seperti kerusakan
pada sarana dan prasarana, dll) dan kerugian non materi (seperti korban jiwa dan
kekacauan perekonomian). Menurut Bakornas dalam Jaswadi dkk (2012:123-124),
dalam mengkaji masalah banjir yang telah terjadi diperlukan data historis dan
empiris yang dapat dipergunakan untuk menentukan tingkat kerawanan dan upaya
antisipasi banjir suatu daerah, yang mencakup:
1. Rekaman atau catatan kejadian bencana yang telah terjadi memberikan
indikasi awal akan datangnya banjir dimasa yang akan datang atau dikenal
dengan dengan banjir periodik (tahunan, lima tahunan, sepuluh tahunan, lima
puluh tahunan atau seratus tahunan).
2. Data curah hujan sangat diperlukan untuk menghitung kemungkinan
kelebihan beban atau terlampauinya kapasitas penyaluran sistem pengaliran
air baik sistem sungai maupun sistem drainase.
Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat disebut sebagai genangan air
yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh:
1. Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS).
2. Pembuangan sampah.
3. Erosi dan sedimentasi.
4. Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase.
5. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.
6. Curah hujan yang tinggi.
7. Pengaruh fisiografi/geofisik sungai.
8. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai.
9. Pengaruh air pasang.
10. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut).
8
11. Drainase lahan.
12. Bendung dan bangunan air.
13. Kerusakan bangunan pengendali banjir.
9
2.9 Perhitungan Curah Hujan Rencana
Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramalkan besarnya
hujan dengan periode ulang tertentu (Soewarno) dalam Alexander dan Harahab
(2009:10). Berdasarkan curah hujan rencana dapat dicari besarnya intesitas hujan
(analisis frekuensi) yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana. Analisis
frekuensi ini dilakukan dengan menggunakan sebaran kemungkinan teori
probability distribution dan yang biasa digunakan adalah sebaran Normal dan
sebaran Log Normal. Secara sistematis metode analisis frekuensi perhitungan hujan
rencana ini dilakukan sebagai berikut:
Secara sistematis metode analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini
dilakukan secara berurutan sebagai berikut :
a. Parameter statistik
b. Pemilihan jenis sebaran
c. Uji kecocokan sebaran
d. Perhitungan hujan rencana
a. Parameter Statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi
parameter nilai rata-rata ( X ), standar deviasi (𝑆𝑑 ), koefisien variasi (𝐶𝑣),
koefisien kemiringan (𝐶𝑠) dan koefisien kurtosis (𝐶𝑘). Perhitungan parameter
tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian rata-rata maksimum 20
tahun terakhir.
Nilai rata-rata
∑ 𝑋𝑖
X = …………………………………...………………....… (2.01)
𝑛
Dimana :
X = nilai rata-rata curah hujan
𝑋𝑖 = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i
𝑛 = jumlah data curah hujan
Standar deviasi
Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi standar. Apabila
penyebaran sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan besar, akan
tetapi apabila penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd
10
akan kecil. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagi berikut (Sumber
: Soewarno, 1995) :
∑𝑛
𝑖=1{𝑋𝑖 − X }
2
𝑆𝑑 = √ ……………………………..……………. (2.02)
𝑛−1
Dimana :
𝑆𝑑 = standar deviasi curah hujan
X = nilai rata-rata curah hujan
𝑋𝑖 = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-𝑖
𝑛 = jumlah data curah hujan
Koefisien variasi
Koefisien variasi (coefficient of variation) adalah nilai perbandingan antara standar
deviasi dengan nilai rata-rata dari suatu sebaran. Koefisien variasi dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut (Sumber : Soewarno, 1995) :
𝑆𝑑
Cv = …………………………………………..…………….. (2.3)
X
Dimana :
Cv = koefisien variasi curah hujan
𝑆𝑑 = standar deviasi curah hujan
X = nilai rata-rata curah hujan
Koefisien kemencengan
Koefisien kemencengan (coefficient of skewness) adalah suatu nilai yang
menunjukkan derajat ketidak simetrisan (assymetry) dari suatu bentuk distribusi.
Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagi berikut (Soewarno, 1995) :
𝛼
Untuk populasi : 𝐶𝑠 = ..………………….……….…… (2.04)
𝜎3
𝑎
Untuk sampel : 𝐶𝑠 = ..………………………..……… (2.05)
𝑆 𝑑3
1
𝛼= ∑𝑛𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝜇)3 ………………………….....… (2.06)
𝑛
𝑛 3
𝑎= ∑𝑛 (𝑋𝑖 − X) .………………………..…….. (2.07)
(𝑛−1)(𝑛−2) 𝑖=1
11
Dimana :
𝐶𝑆 = koefisien kemencengan curah hujan
𝜎 = standar deviasi dari populasi curah hujan
𝑆𝑑 = standar deviasi dari sampel curah hujan
𝜇 = nilai rata-rata dari data populasi curah hujan
X = nilai rata-rata dari data sampel curah hujan
𝑋𝑖 = curah hujan ke-𝑖
𝑛 = jumlah data curah hujan
𝑎, 𝛼 = parameter kemencengan
Koefisien kurtosisKoefisien kurtosis adalah suatu nilai yang menunjukkan
keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan
dengan distribusi normal yang mempunyai 𝐶𝑘 < 3 yang dinamakan
mesokurtik, 𝐶𝑘 < 3 berpuncak tajam yang dinamakan leptokurtik, sedangkan
𝐶𝑘 < 3 berpuncak datar dinamakan platikurtik.
Dimana :
𝐶𝑘 = koefisien kurtosis
𝑀𝐴(4) = momen ke-4 terhadap nilai rata-rata
𝑆𝑑 = standar deviasi
12
Untuk data yang belum dikelompokkan, maka :
4
1 𝑛
∑ (𝑋 − X)
𝑛 𝑖=1 𝑖
𝐶𝑘 = ………………………………………….. (2.09)
𝑆𝑑 4
dan untuk data yang sudah dikelompokkan
4
1 𝑛
∑ (𝑋 − X ) 𝑓𝑖
𝑛 𝑖=1 𝑖
𝐶𝑘 = ……………………………………….. (2.10)
𝑆𝑑 4
Dimana :
𝐶𝑘 = koefisien kurtosis curah hujan
𝑛 = jumlah data curah hujan
𝑋𝑖 = curah hujan ke-𝑖
X = nilai rata-rata dari data sampel
𝑓𝑖 = nilai frekuensi variat ke-𝑖
𝑆𝑑 = standar deviasi
b. Pemilihan Jenis Sebaran
Masing-masing sebaran memiliki sifat-sifat khas sehingga harus diuji
kesesuaiannya dengan sifat statistik masing-masing sebaran tersebut. Pemilihan
sebaran yang tidak benar dapat mengundang kesalahan perkiraan yang cukup besar.
Pengambilan sebaran secara sembarang tanpa pengujian data hidrologi sangat tidak
dianjurkan. Penentuan jenis sebaran yang akan digunakan untuk analisis frekuensi
dapat dipakai beberapa cara sebagai berikut.
Tabel 2.1 Pedoman Pemilihan Sebaran
Jenis Sebaran Syarat
Cs ≈ 0
Normal
Ck ≈ 3
Cs ≤ 1,1396
Gumbel Tipe I
Ck ≤ 5,4002
Log Pearson Tipe Cs ≠ 0
III Ck ≈1,5Cs2+3
Cs ≈ 3Cv + Cv
Log normal
Cv ≈ 0
Sumber : Soewarno, 1995
13
2.9.1 Distribusi Normal
Distribusi normal biyasa digunakan dalam analisis hidrologi, misal dalam analisis
frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi rata-rata curah hujan tahunan,
debit rata-rata tahunan dan sebagainya. Sebaran normal atau kurva normal disebut
pula sebaran Gauss Probability Density Function dari sebaran normal, adapun
persamaan umum yang biyasa digunakan adalah sebagai berikut (Soewarno, 1995).
̅ + k. S ………....………..…………...…………………… (2.11)
X=X
Dimana :
X = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan besar peluang tertentu
atau pada periode ulang tertentu.
̅
X = Nilai rata-rata hitung variat.
k = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari pada peluang atau periode
ulang dan tipe model matematika dari distribusi peluang yang digunakan
untuk analisis peluang pada tabel 2.2.
S = Deviasi standar nilai variat.
14
Lanjutan Tabel 2.2
Periode Ulang
Peluang K
T (Tahun)
4.000 0.200 0.67
5.000 0.200 0.84
10.000 0.100 1.28
20.000 0.050 1.64
50.000 0.200 2.05
100.000 0.010 2.33
200.000 0.005 2.58
500.000 0.002 2.88
1000.000 0.001 3.09
Sumber: Soewarno, 1995
Dimana :
LogX = Nilai variat X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode
ulang tertentu.
̅̅̅̅̅̅
log X =Rata-rata nilai X hasil pengamatan
k = Karakteristiki dari distribusi log normal. Nilai k dapat diperoleh
dari tabel 2.2, yang merupakan fungsi peluang kumulatif dan periode ulang,
lihat
Slog = Deviasi standar logaritmik nilai X hasil pengamatan.
2.9.3 Distribusi Gumbel Type-I
Distribusi Gumbel Type-I digunakan untuk analisis data maksimum, misal
untuk analisis frekuensi banjir. Untuk menghitung curah hujan rencana dengan
15
metode sebaran Gumbel Type-I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris
sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :
̅ + S. k ………….………………………..………..….…... (2.13)
XT = X
Dimana :
XT = Nilai hujan rencana dengan data ukur T tahun.
̅
X = Nilai rata-rata hujan.
S = Standar deviasi.
k = Faktor frekuensi Gumbel.
Yt −Yn
k= …………………………………..………….....…..….. (2.14)
Sn
Dimana :
Yt = Nilai reduksi variat (reduced variate) dari variabel yang diharapkan
terjadi pada periode ulang T (tahun) yang dapat dilihat pada tabel 2.3.
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi variat (reduce mean) nilainya tergantung
dari jumlah data (n), yang dapat dilihat pada tabel 2.4.
Sn = Deviasi standar dari reduksi variat (reduced standart deviation)
nilainya tergantung dari jumlah data (n), yang dapat dilihat pada tabel 2.5.
16
Lanjutan Tabel 2.3
Periode Ulang
Reduced Variate
T (Tahun)
1000 6.9190
5000 8.5390
10000 9.9210
Sumber : CD.Soemarto,1999
17
2.9.4 Distribusi Log Pearson Type-III
Distribusi Log Pearson Type-I digunakan dalam analisis hidrologi, terutama
dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum) dengan nilai
ekstrim. Bentuk sebaran Log-Pearson Type-III merupakan hasil transformasi dari
sebaran Pearson Type-III dengan menggantikan variat menjadi nilai logaritmik.
Metode Log-Pearson Type-III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik
akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model
matematik dengan persamaan sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) :
Log XT = LogX + (K T . S LogX) ……..……….……..………...….. (2.15)
Dimana :
LogXT = Nilai logaritma hujan rencana dengan periode ulang T
LogX = Nilai rata-rata dari Log X
KT = Variabel standar, besarnya tergantung koefisien kepencengan (Cs
atau G pada table 2.6 frekuensi KT untuk distribusi Log Perason Type-III)
SLogX = Deviasi standar dari Log X = 0.5
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Mengubah data curah hujan sebanyak 𝑛 buah X1, X2, X3,... Xn menjadi
log(X1), log(X2), log(X3),...., log(Xn )
Dimana :
Log X = Harga rata-rata logaritmik
n = Jumlah data
Xi = Nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maks)
3. Menghitung harga standar deviasinya dengan rumus berikut :
2
𝑛
√∑𝑖=1{log(𝑋𝑖)− log(X ) }
S Log X = 𝑛−1
……………...…..…………. (2.17)
Dimana :
S Log X = Standar deviasi
18
4. Menghitung koefisien skewness (Cs) dengan rumus :
3
∑𝑛
𝑖=1{log(𝑋𝑖)− log(X ) }
Cs = ......................................................... (2.18)
(𝑛−1)(𝑛−2)𝑆𝑑3
Dimana :
Cs = Koefisien skewness
5. Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan
rumus :
Log XT = LogX + K T . S LogX …………...……………….....… (2.19)
Dimana :
XT = Curah hujan rencana periode ulang T tahun
K T = Harga yang diperoleh berdasarkan nilai Cs
6. Menghitung koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus :
4
n2 ∑ni=1{log(Xi)− log(X ) }
Ck = ………...…………..……...…….. (2.20)
(n−1)(n−2)(n−3)Sd4
Dimana :
Ck = Koefisien kurtosis
7. Menghitung koefisien variasi (Cv) dengan rumus :
𝑆𝑑
𝐶𝑣 = …………………..……………...……………… (2.21)
log(X )
Dimana :
Cv = Koefisien variasi
𝑆𝑑 = Standar devias
19
Lanjutan Tabel 2.6
Periode Ulang Tahun
Koefisien
2 5 10 25 50 100 200 1000
Kemencengan
Peluang (%)
(Cs)
50 20 10 4 2 1 0.5 0.1
2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910
1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.660
1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.390
1.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.110
1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.820
1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 4.540
0.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.395
0.8 -0.132 0.780 1.336 2.998 2.453 2.891 3.312 4.250
0.7 -0.116 0.790 1.333 2.967 2.407 2.824 3.223 4.105
0.6 -0.099 0.800 1.328 2.939 2.359 2.755 3.132 3.960
0.5 -0.083 0.808 1.323 2.910 2.311 2.686 3.041 3.815
0.4 -0.066 0.816 1.317 2.880 2.261 2.615 2.949 3.670
0.3 -0.050 0.824 1.309 2.849 2.211 2.544 2.856 3.525
0.2 -0.033 0.830 1.301 2.818 2.159 2.472 2.763 3.380
0.1 -0.017 0.836 1.292 2.785 2.107 2.400 2.670 3.235
0.0 0.000 0.842 1.282 2.751 2.054 2.326 2.576 3.090
-0.1 0.017 0.836 1.270 2.761 2.000 2.252 2.482 3.950
-0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810
-0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675
-0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 2.540
-0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.108 2.400
-0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275
-0.7 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150
-0.8 0.132 0.856 1.166 1.488 1.606 1.733 1.837 2.035
Sumber : CD. Soemarto,1999
20
2.10 Uji Kecocokan Distribusi
Uji kecocokan distribusi/sebaran dilakukan dengan maksud, untuk
menentukan apakah persamaan sebaran peluang yang telah dipilih dapat
menggambarkan atau mewakili dari sebaran statistik sampel data yang dianalisis
tersebut (Soemarto,1999).
Ada dua jenis uji kecocokan (Goodness of fit test) yaitu uji kecocokan Chi-
Square dan Smirnov-Kolmogorof. Umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara
mengambarkan data pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut
merupakan garis lurus, atau dengan membandingkan kurva frekuensi dari data
pengamatan terhadap kurva frekuensi teoritisnya (Soewarno,1995).
2.10.1 Uji Kecocokan Chi-Square
Uji kecocokan Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah
persamaan sebaran peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi
statistik sampel data yang dianalisis didasarkan pada jumlah pengamatan yang
diharapkan pada pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data pengamatan
yang terbaca di dalam kelas tersebut atau dengan membandingkan nilai Chi-Square
(𝑥 2 )dengan nilai Chi-Square kritis (𝑥 2 cr). Uji kecocokan Chi-Square
menggunakan persamaan rumus (Soewarno,1995) :
(𝑂𝑖−𝐸𝑖)2
𝑥ℎ2 = ∑𝐺𝑖=1 ………………….…..…………………………… (2.22)
𝐸𝑖
Dimana :
𝑥ℎ2 = Harga Chi-Square terhitung
Oi = Jumlah data yang teramati terdapat pada sub kelompok ke-i
𝐸𝑖 = Jumlah data yang secara teoritis terdapat pada sub kelompok ke-I
G = Jumlah sub kelompok
K = 1 + 3.33 ln(N) ………………...…...…………………………… (2.23)
Dimana :
K = Jumlah kelas distribusi
N = Jumlah data
Parameter 𝑥ℎ2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai 𝑥ℎ2 sama atau
lebih besar dari pada nilai Chi-Square yang sebenarnya(𝑥 2 ). Suatu distrisbusi
dikatakan selaras jika nilai 𝑥 2 hitung < 𝑥 2 kritis. Nilai 𝑥 2 kritis dapat dilihat di
tabel 2.6. Dari hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangannya dengan Chi-
21
Square kritis paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang
sering diambil adalah 5%.
Prosedur uji kecocokan Chi-Square adalah :
a. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).
b. Kelompokkan data menjadi G sub-group, tiap-tiap sub-group minimal
terdapat lima buah data pengamatan.
c. Hitung jumlah pengamatan yang teramati di dalam tiap-tiap sub-group (Oi).
d. Hitung jumlah atau banyaknya data yang secara teoritis ada di tiap-tiap sub-
group (Ei).
(𝑂𝑖 −𝐸𝑖 )2
e. Tiap-tiap sub-group hitung nilai : (𝑂𝑖 − 𝐸𝑖 ) dan 𝐸𝑖
(𝑂𝑖 −𝐸𝑖 )2
f. Jumlah seluruh G sub-group nilai ∑ untuk menentukan nilai Chi-
𝐸𝑖
Square hitung.
g. Tentukan derajat kebebasan dk = G − R − 1 (nilai R = 2, untuk distribusi
normal dan binomial, dan nilai R = 1, untuk distribusi Poisson).
Derajat kebebasan yang digunakan pada perhitungan ini adalah dengan rumus
sebagai berikut :
dk = G – R − 1 ………….………..……………….…..………… (2.24)
Dimana :
dk = Derajat kebebasan
G = Banyaknya group
Adapun kriteria penilaian hasilnya adalah sebagai berikut :
- Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang
digunakan dapat diterima.
- Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan distribusi teoritis
yang digunakan tidak dapat diterima.
- Apabila peluang lebih kecil dari 1% - 5%, maka tidak mungkin mengambil
keputusan, misal perlu penambahan data.
22
Tabel 2.7 Nilai 𝒙𝟐 Kritis Untuk Uji Kecocokan Chi-Square
α Derajat Kepercayaan
Dk
0.995 0.99 0.975 0.95 0.05 0.025 0.01 0.005
0.0009 0.0031
1 0.00004 0.00016 3.841 5.024 6.635 6.635
8 0
2 0.0100 0.0201 0.0506 0.103 5.991 7.378 9.210 10.597
3 0.0717 0.115 0.216 0.352 7.815 9.348 11.345 12.838
4 0.207 0.297 0.484 0.711 9.488 11.143 13.277 14.860
5 0.412 0.554 0.831 1.145 11.070 12.832 15.086 16.750
6 0.676 0.872 1.237 1.635 12.592 14.449 16.812 18.548
7 0.989 1.239 1.690 2.167 14.067 16.013 18.475 20.278
8 1.344 1.646 2.180 2.733 15.507 17.535 20.090 21.955
9 1.735 2.088 2.700 3.325 16.919 19.023 21.666 23.589
10 2.156 2.558 3.247 3.940 18.307 20.483 23.209 25.188
11 2.603 3.053 3.816 4.575 19.675 21.920 24.725 26.757
12 3.074 3.571 4.404 5.226 21.026 23.337 26.217 28.300
13 3.565 4.107 5.009 5.892 22.362 24.736 27.688 29.819
14 4.075 4.660 5.629 6.571 23.685 26.119 29.141 31.319
15 4.601 5.229 6.262 7.261 24.996 27.488 30.578 32.801
16 5.142 5.812 6.908 7.962 26.296 28.845 32.000 34.267
17 5.697 6.408 7.564 8.672 27.587 30.191 33.409 35.718
18 6.265 7.015 8.231 9.390 28.869 31.526 34.805 37.156
19 6.844 7.633 8.907 10.117 30.144 32.852 36.191 38.582
20 7.434 8.260 9.591 10.851 31.410 34.170 37.566 39.997
21 8.034 8.897 10.283 11.591 32.671 35.479 38.932 41.401
22 8.643 9.542 10.982 12.338 33.924 36.781 40.289 42.796
23 9.260 10.196 11.689 13.091 36.172 38.076 41.683 44.181
24 9.886 10.856 12.401 13.848 36.415 39.364 42.980 45.558
25 10.520 11.524 13.120 14.611 37.652 40.646 44.314 46.928
26 11.160 12.198 13.844 15.379 38.885 41.923 45.642 48.290
27 11.808 12.879 14.573 16.151 40.113 43.194 46.963 49.645
28 12.461 13.565 15.308 16.928 41.337 44.461 48.278 50.993
29 13.121 14.256 16.047 17.708 42.557 45.722 49.588 52.336
Sumber: Soewarno,1995
23
Lanjutan Tabel 2.7
α Derajat Kepercayaan
Dk
0.995 0.99 0.975 0.95 0.05 0.025 0.01 0.005
30 13.787 14.953 16.791 18.493 43.773 46.979 50.892 53.672
Sumber: Soewarno,1995
2.10.2 Uji Kecocokan Smirnov-Kolmogorof
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof dilakukan dengan membandingkan
probabilitas untuk tiap-tiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis didapat
perbedaan (∆). Perbedaan maksimum yang dihitung (∆ maks) dibandingkan
dengan perbedaan kritis (∆cr) untuk suatu derajat nyata dan banyaknya variat
tertentu, maka sebaran sesuai jika (∆maks) < (∆cr).
Rumus yang dipakai (Soewarno, 1995).
𝑃max 𝑃(𝑥𝑖)
𝛼= − ………………...….……………………………….…… (2.25)
𝑃(𝑥) ∆𝐶𝑟
24
Tabel 2.8 Nilai 𝐃𝟎 Kritis Uji Kecocokan Smirnov-Kolmogorof
Jumlah Data α (Derajat Kepercayaan)
N 0.20 0.10 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
n ˃ 50 1.07/n 1.22/n 1.36/n 1.63/n
Sumber: Soewarno,1995
Dimana :
𝑅𝑂 = Hujan harian rerata (mm)
𝑅24 = Curah hujan netto dalam 24 jam (mm)
25
𝑅𝑡 = Rerata hujan dari awal sampai T (mm)
𝑇 = Waktu mulai hujan hingga ke-t (jam)
𝑡 = Waktu konsentrasi (jam)
Adapun persamaan yang akan digunakan untuk menentukan jam ke-t, adalah
sebagai berikut :
R′t = tRt − (t − 1)R (t−1) ……………………….…………………. (2.29)
Dimana :
R′t = Tinggi hujan pada jam ke-T (mm)
T = Waktu konsentrasi (jam)
Rt = Rata-rata hujan sampai T (mm)
R(t−1) = Rata-rata hujan dari awal sampai ke-T jam (jam)
b. Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran tergantung pada faktor-faktor untuk menentukan
koefisien pengaliran rata-rata (C) dengan berbagai kondisi permukaan dapat
ditentukan melalui tabel 2.8 atau ditentukan dengan mengunakan persamaan
berikut ini Soewarno dalam (Manahan dan Haekal, 2015).
∑n
i=1 Ai Ci
C= ∑n
………………………………………………………… (2.30)
i=1 Ai
Dimana :
C = Koefesien pengaliran rata-rata
A = Luas masing-masing tata guna lahan (km2)
Ci = Koefesien pengaliran sesuai dengan jenis permukaan
n = Banyak jenis tata guna lahan dalam satu daerah
26
Lanjutan Tabel 2.9
Kondisi DAS
No Angka Pengaliran
(Daerah Aliran Sungai)
5. Tanah dasar yang ditanam 0.45 – 0.6
6. Sawah waktu diairi 0.7 – 0.8
7. Sungai bergunung 0.75 – 0.85
8. Sungai dataran 0.45 – 0.75
Sumber : Soewarno dalam (Manahan dan Haekal, 2015)
c. Koefisien Aliran
Koefisien aliran dapat diartikan sebagai hubungan antara aliran dan curah
hujan pada selang waktu tertentu dan pada kondisi fisik DAS (daerah aliran sungai)
tertentu. Untuk mengukur besarnya koefisien aliran dapat ditentukan dengan cara
debit aliran tahunan, maupun debit aliran sesaat dan laju aliran serta dapat pula
ditentukan dengan melihat tabel 2.9, seperti pada tabel berikut ini Suyono dalam
(Manahan dan Haekal, 2015).
Tabel 2.10 Koefisien Aliran
No Daerah Koefisien Aliran
1. Perumahan tidak begitu rapat 0.25 – 0.4
2. Perumahan kerapatan sedang 0.4 – 0.7
3. Perumahan rapat 0.7 – 0.8
4. Taman dan daerah rekreasi 0.2 – 0.3
5. Daerah industry 0.8 – 0.9
6. Daerah perniagaan 0.9 – 0.95
Sumber : Wesli dalam (Manahan dan Haekal, 2015)
d. Hujan Efektif
Hujan efektif adalah jumlah hujan yang jatuh selama periode tertentu. Jumlah
curah hujan efektif pada areal, tergantung pada intensitas hujan, topografi areal,
sistem pengolahan tanah serta tingkat pertumbuhan tanaman. Perhitungan curah
hujan efektif dapat dilakukan dengan persamaan 2.21, dimana curah hujan
rancangan menggunakan hasil analisis curah hujan rencana. Hujan efektif Rn dapat
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut (Manahan dan Haekal, 2015).
Rn = C × R …………………………………………………………. (2.31)
Dimana :
27
Rn = Hujan efektif
C = Koefisien pengaliran
R = Intensitas curah hujan
e. Metode Nakayasu
Hidrograf satuan sintetis Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa
sungai di Jepang. Penggunaan metode ini memerlukan beberapa karakteristik
parameter di daerah alirannya, seperti (Soemarto, 1987) :
1. Tenggang waktu dari permukaan hujan sampai puncak hidrograf (time of
peak)
2. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time
lag)
3. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)
4. Luas daerah aliran sungai
5. Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel)
Bentuk persamaan HSS Nakayasu adalah :
𝐶𝐴.𝑅𝑜
𝑄𝑝 = 3,6(0,3𝑇𝑝+𝑇 ……………........……………..………….…...... (2.32)
0,3 )
Dengan :
Qp = Debit puncak banjir (m3/detik)
Ro = Hujan satuan (mm)
Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir
(jam)
T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak
sampai 30% dari debit puncak (jam)
CA = Luas daerah pengaliran sampai outlet (Km2)
Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai
berikut :
𝑇𝑝 = 𝑡𝑔 + 0,8 𝑡𝑟 …...…….………….………………...……..… (2.33)
𝑇0,3 = 𝛼 𝑡𝑔 ………………….…………………………...…..….. (2.34)
𝑇𝑟 = 0,5 𝑡𝑔 sampai 𝑡𝑔 ……...………….…...……………..…... (2.35)
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir
(jam). tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
28
Sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg = 0,4 + 0,058 L
Sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7
Perhitungan T0,3 menggunakan ketentuan:
α = 2 pada daerah pengaliran biasa
α = 1,5 pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat
α = 3 pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat
Pada waku naik : 0 < t < Tp
𝑄𝑎 = (𝑡/𝑇𝑝)2,4 …….……..………………………………...…… (2.36)
dimana 𝑄𝑎 adalah limpasan sebelum mencapai debit puncak (m 3/detik)
Pada kurva turun (decreasing limb) :
a. Selang nilai : 0 ≤ 𝑡 ≤ (𝑇𝑝 + 𝑇0,3 ) ……………..……..……... (2.37)
𝑡−𝑇𝑝
( )
𝑄𝑑1 = 𝑄𝑝 . 0,3 𝑇0,3
………………..………..………….. (2.38)
b. Selang nilai : (𝑇𝑝 + 𝑇0,3) ≤ 𝑡 ≤ (𝑇𝑝 + 𝑇0,3 + 1,5 𝑇0,3) …..… (2.39)
𝑡−𝑇𝑝+0,5𝑇0,3
( )
𝑄𝑑2 = 𝑄𝑝 . 0,3 1,5𝑇0,3
………………………….……. (2.40)
c. Sedang nilai : 𝑡 > (𝑇𝑝 + 𝑇0,3 + 1,5 𝑇0,3 ) …….………………... (2.41)
𝑡−𝑇𝑝+1,5𝑇0,3
( )
𝑄𝑑3 = 𝑄𝑝 . 0,3 2𝑇0,3
…………...……..……..……. (2.42)
29
Persamaan untuk menentukan kecepatan aliran V (m/detik), berikut ini :
1 2⁄ 1⁄
V=n R 3 S 2 ………………………………………. (2.44)
Atau
h
R=2 ……………………………………………………… (2.49)
Dimana :
A = Luas penampang (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
Persamaan untuk menentukan keliling basah saluran P (m), berikut ini :
P = b + 2h2 (m2 + 1)0.5 …………………………...... (2.50)
Dimana :
P = Keliling basah saluran (m)
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi muka air (m)
m = Kemiringan dinding saluran (m)
30
Persamaan untuk menentukan kemiringan saluran S (m), berikut ini :
T1−T2
S= …………………………………………….. (2.51)
L
Dimana :
S = Kemiringan saluran (m)
T1 = Tinggi saluran hulu (m)
T2 = Tinggi saluran hilir (m)
L = Panjang Saluran (m)
Untuk menentukan nilai dari koefisien manning n dapat ditentukan dengan
melihat tabel 2.11, berikut ini.
Tabel 2.11 Nilai n Kekasaran Manning
Harga n
No Tipe saluran & jenis bahan Maksim
Minimum Normal
um
1. Beton
Gorong-gorong lurus dan 0,010 0,011 0,013
bebas dari kotoran
Gorong-gorong dengan 0,011 0,013 0,014
lengkungan dan sedikit
kotoran/gangguan
Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
Saluran pembuang dengan bak 0,013 0,015 0,017
kontrol
2. Tanah, lurus dan seragam
Bersih baru 0,016 0,018 0,020
Bersih telah melapuk 0,018 0,022 0,025
Berkerikil 0,022 0,025 0,030
Berumput pendek, sedikit 0,022 0,027 0,033
tanaman pengganggu
3. Saluran alam
Bersih lurus 0,025 0,030 0,033
Bersih, berkelok-kelok 0,033 0,040 0,045
Banyak tanaman pengganggu 0,050 0,070 0,08
Dataran banjir berumput 0,025 0,030 0,035
pendek – tinggi
Saluran di belukar 0,035 0,050 0,07
Sumber: Chow, Ven Te
31
W = Tinggi jagaan (m)
h = Tinggi muka air (m)
32
jagaan/freeboar (W) = 1 m, dan lebar bawah (B) dengan asumsi = 10 m, maka
bentuk bagunan pelimpah (Spillway) dapat digambarkan seperti gambar berikut ini.
Dari hasil analisis, dapat diperoleh bentuk saluran pengarah pelimpah
(Controle Structures) dengan mengunakan debit banjir rencana periode ulang 100
tahun. Maka diperoleh bentuk saluran pengarah pelimpah (Controle Structures)
dengan tinggi bagunan (h) = 0.542 m, tinggi jagaan/freeboar (W) = 1 m, dan lebar
bawah (B) dengan asumsi = 4 m, maka bentuk saluran pengarah pelimpah
(Spillway) dapat digambarkan seperti berikut ini.
33
Intensitas curah hujan yang cukup tinggi dalam waktu yang lama juga
berpengaruh terhadap peluapan aliran. Jadi, saat hujan deras dalam durasi waktu
yang lama dan berkurangnya sudah daya tampung volume air di sungai tersebut
akibat sedimentasi, sehingga sistem drainase tersebut tidak berfungsi secara
maksimal.
34
rencana, contoh pada profil 159 untuk steady flow kala ulang 100 tahun di dapat Qs
= 370,688 m3/s ≥ Q100 = 307,012 m3/s atau debit yang diperlukan lebih besar dari
debit rencana (Qperlu ≥ Qrencana).
35
BAB 3
METODE PENELITIAN
Sungai Lapri merupakan sungai yang terbentuk secara alami dan berfungsi
sebagai sumber pengairan untuk kebutuhan air irigasi untuk persawahan di Desa
Lapri itu sendiri, selain berfunsi sebagai sumber air irigasi untuk persawahan juga
berfunsi sebagai tempat mengalirkan air hujan ketika hujan turun. Namun
belakagan ini kondisi eksisting penampang Sungai Lapri tidak mampu lagi
mengalirkan debit air ketika terjadi hujan yang intensitas curah hujannya cukup
tinggi, hal ini terlihat saat hujan turun Sungai Lapri seringkali mengalami banjir,
sehingga mengakibatkan beberapa rumah warga yang berada di sekitar bantaran
sungai tergenang air akibat debit air Sungai Lapri yang meluap.
36
3.2 Time Schedule Penelitian
Jadwal pelaksanaan (time schedule) merupakan suatu alat pengendali
kegiatan dalam pelaksanaan penelitian secara menyeluruh, agar pelaksanaan
penelitian tersebut dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah
dijadwalkan.
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tahun
No Tahapan 2020 2021
Jan Feb Mar Jul Okt Des Jan Feb Mar Apr Mar
Tahapan Persiapan
a. Pengumpulan Refrensi √
b. Pengajuan Judul √
1.
c. Penyusunan Proposal √ √
d. Pengajuan Proposal √
e.Seminar Proposal √
Tahapan Pelaksanaan Penelitian
a. Pengumpulan Data √ √
b. Pengolahan Data √ √ √
c. Penyusunan Hasil
√
Penelitian
d. Pengajuan Seminar
√
2. Hasil
e. Seminar Hasil √
f. Revisi Seminar Hasil √
g. Pengajuan Seminar
√
Pendadaran
h. Ujian √
Skripsi/Pendadaran
Sumber : Dok Pribadi
37
3.4 Bagan Alir Penelitian
Berikut adalah kerangka penelitian yang dilakukan dan dapat dilihat pada
Gambar 3.2
Mulai
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
3 Data Sekunder
Data Primer
Data Curah Hujan Maksimum
Data tinggi muka air, kondisi 15 Harian
eksisting penampang, kecepatan Panjang Sungai Lapri (L)
aliran dan debit aliran. Luas Daerah Aliran Sungai
Dokumentasi Lapangan Lapri (DAS)
Pengolahan Data :
Selesai
39
Dalam proses analisi data sangat bergantung pada jenis data yang di peroleh
serta metode yang digunakan dalam analisi data. Maka dari itu dalam proses
pengolahan data pada penelitian ini meliputi :
3.7.1 Pemilihan Jenis Distribusi
Pemilihan jenis distribusi dapat dilakukan dengan menggunakan tabel 2.1,
dengan membandingkan nilai Cs, Ck dan Cv yang telah ditentukan sebelumnya.
3.7.2 Analisis Curah Hujan Rencana
Pada analisis curah hujan rencana dihitung dengan menggunakan beberapa
metode yaitu metode Distribusi Normal dan Distribusi Log Normal, serta data yang
diperlukan dalam perhitungan adalah data curah hujan harian maksimum :
Distribusi Normal (Menggunakan Persamaan 2.11).
Distribusi Log Normal (Menggunakan Persamaan 2.12).
3.7.3 Uji Kecocokan
Uji distribusi probabilitas dilakukan untuk mengetahui dari dua metode yang
digunakan untuk menghitung curah hujan rencana, yang manakah yang paling
sesuai untuk digunakan menghitung debit banjir rencana. Maka dari itu untuk
mengetahuinya dapat digunakan beberapa metode, seperti metode :
d. Uji Kecocokan Chi-Square (Menggunakan Persamaan 2.22).
e. Uji Kecocokan Smirnov-Kolmogorof (Menggunakan Persamaan 2.26).
3.7.4 Analisis Debit Banjir Rencana
Untuk memperkirakan debit banjir yang akan terjadi dapat dilakukan analisis
hidrologi dengan menggunakan Metode Nakayasu. Analisis debit banjir dilakukan
pada periode ulang 2 th, 5 th, 10, 50 th, dan 100 th. Adapun metodenya sebagai
berikut:
Metode Nakayasu (Menggunakan Persamaan 2.32).
3.7.5 Menganalisis Potensi Banjir dan Ridesain Sungai Lapri
Untuk menentukan apakah pada Sungai Lapri terdapat potensi banjir dapat
dilakukang dengan membandingkan debit aliran pada saat kondisi normal yang di
ditambah dengan debit banjir rencana hasil analisis metode Nakayasu yang di
bandingkan dengan kapasitas tampung Sungai Lapri.
40
Adapun untuk menetukan desain Sungai Lapri yang dapat mengalirkan
debit banjir rencana ditambah dengan debit aliran pada kondisi normal, dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan manning pada persamaan 2.43.
41
BAB IV
42
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Curah Hujan Maksimum Harian
Untuk menentukan metode apa yang akan digunakan dalam analisis curah hujan
rencana, yakni dengan menentukan beberapa nilai parameter dari nilai Cs, Ck, dan Cv,
kemudian dibandingkan nilai dari masing-masing parameter tersebut. Adapun pedoman
43
yang digunakan dalam membandingkan parameter tersebut terdapat pada table 2.1
pedoman pemilihan sebaran.
Curah
n Tahun Hujan 𝐗𝐢 ̅
𝐗 ̅)
(𝐗𝐢 − 𝐗 ̅ )𝟐
(𝐗𝐢 − 𝐗 ̅ )𝟑
(𝐗𝐢 − 𝐗
(mm)
1. 2010 182.5 120.0 62.5 3903.750 243906.325
2. 2017 157.2 120.0 37.2 1382.352 51395.862
3. 2014 133.5 120.0 13.5 181.710 2449.456
4. 2016 132.9 120.0 12.9 165.894 2136.720
5. 2019 132.0 120.0 12.0 143.520 1719.374
6. 2007 131.2 120.0 11.2 124.992 1397.415
7. 2020 130.4 120.0 10.4 107.744 1118.387
8. 2018 115.8 120.0 -4.2 17.808 -75.151
9. 2009 112.8 120.0 -7.2 52.128 -376.367
10. 2015 111.8 120.0 -8.2 67.568 -555.412
11. 2006 111.2 120.0 -8.8 77.792 -686.129
12. 2011 98.5 120.0 -21.5 463.110 -9966.136
13. 2008 97.3 120.0 -22.7 516.198 -11728.028
14. 2013 85.8 120.0 -34.2 1171.008 -40071.907
15. 2012 67.4 120.0 -52.6 2768.864 -145697.645
Jumlah 1800.3 0.0 11144.444 94966.764
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
Nilai rata-rata X :
Xi
̅
X = n
44
1800.3
= 15
= 120.020
11144.444
= √
14
= 28.214
28.214
= 120.020
= 0.235
15 x 94966.764
= 14 x 13 x 22459.266
1424501.464
= 4087586.384
= 0.348
225 x 11144.444
=
2184 x 633666.490
45
2507499.900
= 1383927614.485
= 0.002
Hasil
No Distribusi Pernyataan Keterangan
Hitungan
Cs = 0 0.348
1 Normal Tidak
Ck ≈ 3 0.002
Cs = 3 Cv +
0.940
2 Log Normal Cv Tidak
Cv = 0 0.235
Cs ≤ 1.1396 0.348
3 Gumbel Type-I Ya
Ck ≤ 5.4002 0.002
Log Pearson Cs ≠ 0 0.348
4 Ya
Type-III Ck ≈ 1,5Cs2+3 3.182
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
Berdasarkan table 4.3, maka diperolehlah metode yang dapat digunakan untuk
analisis curah hujan rencana dengan curah hujan pada table 4.2 adalah Metode Gembel
Type-I dan Log Pearson Type-III.
46
4.4.1 Distribusi Gumbel Type-I
Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode sebaran Gumbel Type-I
digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut :
XT = ̅
X + S. k
Dimana :
S = Standar deviasi.
Yt −Yn
k= Sn
Dimana :
Perhitungan Distribusi Probabilitas Gumbel Type-I dapat di lihat pada tabel 4.4 berikut ini
:
Curah Hujan
n Tahun 𝐗𝐢 ̅
𝐗 ̅)
(𝐗𝐢 − 𝐗 ̅ )𝟐
(𝐗𝐢 − 𝐗
(mm)
1. 2006 111.2 120.020 -8.820 77.792
2. 2007 131.2 120.020 11.180 124.992
47
3. 2008 97.3 120.020 -22.720 516.198
4. 2009 112.8 120.020 -7.220 52.128
5. 2010 182.5 120.020 62.480 3903.750
6. 2011 98.5 120.020 -21.520 463.110
7. 2012 67.4 120.020 -52.620 2768.864
8. 2013 85.8 120.020 -34.220 1171.008
9. 2014 133.5 120.020 13.480 181.710
10. 2015 111.8 120.020 -8.220 67.568
11. 2016 132.9 120.020 12.880 165.894
12. 2017 157.2 120.020 37.180 1382.352
13. 2018 115.8 120.020 -4.220 17.808
14. 2019 132 120.020 11.980 143.520
15. 2020 130.4 120.020 10.380 107.744
Jumlah 1800.3 11144.444
̅)
Rata-rata ( 𝐗 120.020
Standar Deviasi (S) 28.214
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.4 di atas, maka nilai rata-rata ( ̅
X ) debit
hujan harian maksimum tahunan di Kabupaten Nunukan, nilainya ( ̅
X ) = 120.020 dan
untuk standar deviasi (S) nilainya = 28.214. Hitungan debit dengan menggunakan data
curah hujan maksimum harian 15 tahun terakhir, dengan menggunakan metode distribusi
probabilitas Gumbel Type-I. Adapun untuk langkah-langkah perhitungan distribusi
probabilitas Gumbel Type-I, adalah sebagai berikut :
∑ Xi
Menghitung nilai rata-rata ( ̅
X) =
n
1800.3
=
15
= 120.020 mm
(Xi−X)2
Menghitung nilai standar deviasi (S) = √
n−1
11144,444
=√
15−1
= 28.214 mm
Menentukan nilai factor frekuensi ( k ) dan hujan rencana ( Xt ) dengan jumlah
data ( n ) = 15 maka didapat nilai Sn = 1.0566 dari tabel 2.5 dan Yn = 0.5220
yang diperoleh dari table 2.4.
48
Nilai Yt diperoleh dari tabel 2.3, yang terdapat pada tabel 4.5 berikut ini :
Periode Ulang
Yt
T (Tahun)
5 1.4999
10 2.2502
20 2.9606
50 3.9019
100 4.6001
Sumber : CD.Soemarto,1999
1.4999−0.5220
= 1.0566
= 0.926
2.2502−0.5220
= 1.0566
= 1.636
49
2.9606−0.5220
= 1.0566
= 2.308
3.9019−0.5220
= 1.0566
= 3.199
4.6001−0.5220
= 1.0566
= 3.860
51
SLogX = Deviasi standar dari Log X = 0.5
Perhitungan Distribusi Probabilitas Log Perason Type-III dapat di lihat pada tabel 4.7
berikut ini
Curah
Hujan 𝐗𝐢 (𝐋𝐨𝐠 𝐗𝐢 (𝐋𝐨𝐠 𝐗𝐢
n Tahun 𝐋𝐨𝐠 𝐗𝐢 ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐋𝐨𝐠 𝐗
(mm) − ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐋𝐨𝐠 𝑿)𝟐 − ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐋𝐨𝐠 𝐗)𝟑
1. 2006 111.2 2.046 2.068 0.0005 -0.000010
2. 2007 131.2 2.118 2.068 0.0025 0.000127
3. 2008 97.3 1.988 2.068 0.0063 -0.000503
4. 2009 112.8 2.052 2.068 0.0002 -0.000004
5. 2010 182.5 2.261 2.068 0.0375 0.007258
6. 2011 98.5 1.993 2.068 0.0055 -0.000409
7. 2012 67.4 1.829 2.068 0.0571 -0.013650
8. 2013 85.8 1.933 2.068 0.0180 -0.002415
9. 2014 133.5 2.125 2.068 0.0033 0.000193
10. 2015 111.8 2.048 2.068 0.0004 -0.000007
11. 2016 132.9 2.124 2.068 0.0031 0.000174
12. 2017 157.2 2.196 2.068 0.0166 0.002137
13. 2018 115.8 2.064 2.068 0.0000 0.000000
14. 2019 132 2.121 2.068 0.0028 0.000148
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
Curah
Hujan 𝐗𝐢 (𝐋𝐨𝐠 𝐗𝐢 (𝐋𝐨𝐠 𝐗𝐢
n Tahun 𝐋𝐨𝐠 𝐗𝐢 ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐋𝐨𝐠 𝐗
(mm) − ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐋𝐨𝐠 𝑿)𝟐 − ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐋𝐨𝐠 𝐗)𝟑
15 2020 130.4 2.115 2.068 0.0023 0.000108
Jumlah 1800.3 31.015 0.1562 -0.00685
Rata-rata
120.020 2.068 0.0104 -4.57E-04
( ̅̅̅̅̅̅̅
𝐥𝐨𝐠 𝐗 )
Standar Deviasi
0.106
(𝐒𝐥𝐨𝐠 𝐗)
52
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
̅̅̅̅̅̅̅
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.7 di atas, maka nilai rata-rata (Log X)
̅̅̅̅̅̅̅
debit hujan harian maksimum tahunan di Kabupaten Nunukan, nilainya (Log X) = 2.068
dan untuk standar deviasi (S log X) nilainya = 0.106. Hitungan debit dengan menggunakan
data curah hujan maksimum harian 15 tahun terakhir, dengan menggunakan metode
distribusi probabilitas Log Pearson Type-III. Adapun untuk langkah-langkah perhitungan
distribusi probabilitas log Pearson Type-III , adalah sebagai berikut :
∑ Log Xi
̅̅̅̅̅̅̅) =
Menghitung nilai rata-rata (LogX
n
31.015
=
15
= 2.068 mm
(Log Xi− ̅̅̅̅̅̅̅̅
Log X)2
Menghitung nilai standar deviasi (S Log X) = √
n−1
0.1562
=√
15−1
= 0.106 mm
n x ∑(LogXi−LogX)3
Menghitung nilai (Cs ) =
(n−1)(n−2)(SLogX)3
15 x 8.77E−05
=
14 x 13 x 0.00034
= 0.0 mm
Periode Faktor
No Ulang Log X Frekuensi 𝐒𝐋𝐨𝐠 𝐗 Log Xt’ Log Xt
(Tahun) (Kt)
1. 5 2.068 0.842 0.106 2.157 143.411
2. 10 2.068 1.282 0.106 2.203 159.608
3. 20 2.068 1.861 0.106 2.264 183.742
4. 50 2.068 2.054 0.106 2.285 192.571
5. 100 2.068 2.326 0.106 2.313 205.741
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
54
analisis curah hujan rencana, berdasarakan dua metode yang digunakan dengan periode
ulang yang berbeda. Adapun hasil analisnya dapat di lihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Dua Metode
(*) Catatan : Metode yang dipilih untuk menghitung analisis debit banjir rencana,
berdasarkan hasil uji kecocokan masing-masing metode.
(𝑂𝑖−𝐸𝑖 )2
𝑥ℎ2 ∑𝐺𝑖=1 (
𝐸𝑖
Dimana :
K= 1 + 3.33In (N)
Dimana :
N = Jumlah data
Untuk uji kecocokan, dengan menggunakan metode Chi-Kuadrat, terhadap empat metode
yang akan diuji, yakni metode Gumbel Type-I dan Log Perason Type-III, berikut ini
langkah-langkah pengujiannya :
Batas 1
100
Tr = 80 = 1.25
80
𝑇𝑟
Yt = (𝐼𝑛 )
( 𝑇𝑟−1 )
𝑇𝑟
= -In (𝐼𝑛 )
( 𝑇𝑟−1 )
1.25
= -In (𝐼𝑛 )
( 1.25−1 )
= -In ( In 5 )
= -0.476
57
𝑌𝑡−𝑌𝑛
K =
𝑆𝑛
−0.476−0.5220
=
1.0566
= -0.944
Xt = ̅
X+KxS
= 120.020 + -0.944 x 28.214
= 93.374
Batas 2
100
Tr = 60 = 1.67
60
𝑇𝑟
Yt = (𝐼𝑛 )
( 𝑇𝑟−1 )
𝑇𝑟
= -In (𝐼𝑛 )
( 𝑇𝑟−1 )
1.67
= -In (𝐼𝑛 )
( 1.67−1 )
= -In ( In 2.5 )
= 0.487
𝑌𝑡−𝑌𝑛
K =
𝑆𝑛
0.087 −0.5220
=
1.0566
= -0.411
Xt = ̅
X+KxS
= 108.416
Batas 3
100
Tr = 80 = 2.50
40
𝑇𝑟
Yt = (𝐼𝑛 )
( 𝑇𝑟−1 )
58
𝑇𝑟
= -In (𝐼𝑛 )
( 𝑇𝑟−1 )
1.25
= -In (𝐼𝑛 )
( 2.50−1 )
= -In ( In 1.667 )
= 0.672
𝑌𝑡−𝑌𝑛
K =
𝑆𝑛
0.672−0.5220
=
1.0566
= 0.142
Xt = ̅+KxS
X
= 124.018
Batas 4
100
Tr = 80 = 5.00
20
𝑇𝑟
Yt = (𝐼𝑛 )
( 𝑇𝑟−1 )
𝑇𝑟
= -In (𝐼𝑛 )
( 𝑇𝑟−1 )
5.00
= -In (𝐼𝑛 )
( 5.00−1 )
= -In ( In 1.250 )
= 1.500
𝑌𝑡−𝑌𝑛
K =
𝑆𝑛
1.500−0.5220
=
1.0566
= 0.926
Xt = ̅+KxS
X
59
= 146.134
Keterangan :
Dk = G – R – 1
=5–2–1
=2
Berdasarkan tabel Chi-Square di peroleh, nilai X2cr = 5.991 (tabel 2.7 Nilai X2 Kritis Untuk
Uji Kecocokan Chi-Square) untuk dk = 2 dan α = 5% kemudian X2Hitungan = 4.667, karena
X2Hitungan < Xcr(Nilai Kritis Untuk Chi-Square).
Untuk pengujian Chi-Kuadrat metode distribusi Log Perason Type-III dapat di lihat pada
tabel 4.12, berikut ini :
60
Log CH Peringkat Peluang
No Tahun CH Max
Max (m) (p)
1. 2010 182.5 2.26 1 0.063
2. 2017 157.2 2.20 2 0.125
3. 2014 133.5 2.13 3 0.188
4. 2016 132.9 2.12 4 0.250
5. 2019 132.0 2.12 5 0.313
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
Lanjutan 4.12
40
- Nilai 𝐾𝑇 untuk kelas 3 = = 0.4 → 0.25 (Nilai k dari tabel 2.2)
100
20
- Nilai 𝐾𝑇 untuk kelas 4 = = 0.2 → 0.84 (Nilai k dari tabel 2.2)
100
Keterangan :
Dk = G – R – 1
=5–2–1
=2
Berdasarkan tabel Chi-Square di peroleh, nilai X2cr = 5.991 (tabel 2.7 Nilai X2 Kritis Untuk
Uji Kecocokan Chi-Square) untuk dk = 2 dan α = 5% kemudian X2Hitungan = 2.667, karena
X2Hitungan < Xcr(Nilai Kritis Untuk Chi-Square).
Tabel
CH Pering F
No Tahun P(X) P(Xm) III-1 P’(X) P’(Xm) D
Max kat (t)
Normal
1. 2010 182.5 1 0.06 0.94 2.2 0.9878 0.012 0.988 0.050
2. 2017 157.2 2 0.13 0.88 1.3 0.9115 0.089 0.912 0.037
3. 2014 133.5 3 0.19 0.81 0.5 0.7088 0.291 0.709 -0.104
4. 2016 132.9 4 0.25 0.75 0.5 0.7088 0.291 0.709 -0.041
5. 2019 132.0 5 0.31 0.69 0.4 0.6736 0.326 0.674 -0.014
6. 2007 131.2 6 0.38 0.63 0.4 0.6736 0.326 0.674 0.049
7. 2020 130.4 7 0.44 0.56 0.4 0.6736 0.326 0.674 0.111
8. 2018 115.8 8 0.50 0.50 -0.1 0.4404 0.560 0.440 -0.060
9. 2009 112.8 9 0.56 0.44 -0.3 0.3632 0.637 0.363 -0.074
10. 2015 111.8 10 0.63 0.38 -0.3 0.3632 0.637 0.363 -0.012
63
11. 2006 111.2 11 0.69 0.31 -0.3 0.3632 0.637 0.636 0.051
12. 2011 98.5 12 0.75 0.25 -0.8 0.1977 0.802 0.198 -0.052
13. 2008 97.3 13 0.81 0.19 -0.8 0.1977 0.802 0.198 0.010
14. 2013 85.8 14 0.88 0.13 -1.2 0.1056 0.894 0.106 -0.019
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
CH Tabel
Perin F
No Tahun Ma P(X) P(Xm) III-1 P’(X) P’(Xm) D
gkat (t)
x Normal
15. 2012 67.4 15 0.94 0.06 - 0.0256 0.974 0.026 -0.037
1.9
D max 0.111
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
N = 15 Data
̅
X = 120.02 mm
S = 28.214 mm
Langkah-langkah perhitungan :
m
Menentukan nilai P (X) =
N+1
1
P (X) =
15+1
= 0.06
Menentukan nilai P (Xm) = 1 – P ( X )
= 1 – 0.06
= 0.94
X−X̅
Menentukan nilai f (t) =
S
182.5−120.020
f (t) =
28.2140
= 2.215
Menentukan nilai P’ ( X ) = 1 – Nilai Tabel III-1
= 1 – 0.9878
= 0.012
Menentukan nilai P’ (Xm) = 1 – P’(X)
64
= 1− 0.012
= 0.988
Menetukan nilai D = P’ (Xm) – P (Xm)
= 0.988 – 0.94
= 0.050
TabelI
Peri
CH F II-1 P’(X
No Tahun LogX ngka P(X) P(Xm) P’(X) D
Max (t) Norm m)
t
al
1. 2010 182.5 2.261 1 0.06 0.94 1.8 0.9678 0.032 0.968 0.030
2. 2017 157.2 2.196 2 0.13 0.88 1.2 0.8944 0.106 0.894 0.019
3. 2014 133.5 2.125 3 0.19 0.81 0.5 0.7088 0.291 0.709 -0.104
4. 2016 132.9 2.124 4 0.25 0.75 0.5 0.7088 0.291 0.709 -0.041
5. 2019 132.0 2.121 5 0.31 0.69 0.5 0.7088 0.291 0.709 0.021
6. 2007 131.2 2.118 6 0.38 0.63 0.5 0.7088 0.291 0.709 0.084
7. 2020 130.4 2.115 7 0.44 0.56 0.5 0.7088 0.291 0.709 0.146
8. 2018 115.8 2.064 8 0.50 0.50 0.0 0.5199 0.480 0.520 0.020
9. 2009 112.8 2.052 9 0.56 0.44 -0.1 0.4404 0.560 0.440 0.003
10. 2015 111.8 2.048 10 0.63 0.38 -0.2 0.4013 0.599 0.401 0.026
11. 2006 111.2 2.046 11 0.69 0.31 -0.2 0.4013 0.599 0.401 0.089
12. 2011 98.5 1.993 12 0.75 0.25 -0.7 0.2266 0.773 0.227 -0.023
13. 2008 97.30 1.988 13 0.81 0.19 -0.8 0.1977 0.802 0.198 0.010
14. 2013 85.8 1.933 14 0.88 0.13 -1.3 0.0885 0.912 0.089 -0.037
15. 2012 67.4 1.829 15 0.94 0.06 -2.3 0.0094 0.991 0.009 -0.053
65
D max 0.146
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
N = 15 Data
̅̅̅̅̅̅̅
LogX = 2.068 mm
SLogX = 0.106 mm
Langkah-langkah perhitungan :
m
Menentukan nilai P (X) =
N+1
1
P (X) =
15+1
= 0.06
Menentukan nilai P (Xm) = 1 – P ( X )
= 1 – 0.06
= 0.94
̅̅̅̅̅̅̅
LogX−LogX
Menentukan nilai f (t) =
SLogX
2.261−2.068
f (t) =
0.106
= 1.8
Menentukan nilai P’ ( X ) = 1 – Nilai Tabel III-1
= 1 – 0.9678
= 0.032
Menentukan nilai P’ (Xm) = 1 – P’(X)
= 1− 0.032
= 0.968
Menetukan nilai D = P’ (Xm) – P (Xm)
= 0.968 – 0.94
= 0.030
66
4.6 Pemilihan Distribusi
Untuk pemilihan distribusi probabilitas yang dapat dingunakan untuk analisis debit
banjir rencana, maka dapat dilakukan dengan membandingkan nilai hasil uji kecocokan
metode Chi-Kuadrat dengan nilai hasil uji kecocokan metode Simirnov-Kolmogorov yang
diperoleh dari masing-masing distribusi probabilitas yang telah di uji kecocokan. Adapun
hasil pengujian untuk masing-masing distribusi yang telah di uji mengunakan uji
kecocokan Chi-Kuadarat dan uji kecocokan Simirnov-Kolmogorov, dapat di lihat pada
tabel 4.16 berikut ini.
Perhitungan rata-rata hujan sampai jam ke T. Adapun persamaan rumus yang digunakan
untuk menentukan hujan rata-rata samapai jam ke T adalah sebagai berikut.
R24
RO =
t
2
t 3
Rt = RO ( )
T
Dimana :
2
𝑅24 5 3
t = 1 → 𝑅𝑡 = ( )
5 1
2
1 5 3
= ×( )
5 1
= 0.585 mm/jam
2
𝑅24 5 3
t = 2 → 𝑅𝑡 = ( )
5 2
2
1 5 3
= ×( )
5 2
= 0.368 mm/jam
2
𝑅24 5 3
t = 3 → 𝑅𝑡 = ( )
5 3
2
1 5 3
= ×( )
5 3
68
= 0.281 mm/jam
2
𝑅24 5 3
t = 4 → 𝑅𝑡 = ( )
5 4
2
1 5 3
= ×( )
5 4
= 0.232 mm/jam
2
𝑅24 5 3
t = 5 → 𝑅𝑡 = ( )
5 5
2
1 5 3
= ×( )
5 5
= 0.200 mm/jam
Persamaan rumus yang digunakan untuk menghitung curah hujan pada jam ke-t adalah
sebagai berikut.
Dimana :
= 0.585 R 24 – 0 × 0.585
= 0.585 R 24 – 0
= 0.585 mm/jam
= 58%
t = 2 jam → R t = 0.368 R 24 maka :
R′t = 2 × 0.368 R 24 − (2 − 1) × 0.585
69
= 0.736 R 24 – 1 × 0.585
= 0.736 R 24 – 0.585
= 0.152 mm/jam
= 15%
t = 3 jam → R t = 0.281 R 24 maka :
R′t = 3 × 0.281 R 24 − (3 − 1) × 0.368
= 0.843 R 24 – 2 × 0.368
= 0.843 R 24 – 0.737
= 0.107 mm/jam
= 11%
t = 4 jam → R t = 0.232 R 24 maka :
R′t = 4 × 0.232 R 24 − (4 − 1) × 0.281
= 0.928 R 24 – 3 × 0.281
= 0.928 R 24 – 0.843
= 0.085 mm/jam
= 8%
t = 5 jam → R t = 0.200 R 24 maka :
R′t = 5 × 0.200 R 24 − (5 − 1) × 0.232
= 1.000 R 24 – 4 × 0.232
= 1.000 R 24 – 0.928
= 0.072 mm/jam
= 7%
Distribusi hujan
No Jam ke-T 𝐑′𝐭
(%)
1. 1 0.585 58
2. 2 0.152 15
3. 3 0.107 11
4. 4 0.085 8
5. 5 0.072 7
RO 1 100
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
70
4.7.2 Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran tergantung pada faktor-faktor, untuk menentukan koefisien
pengaliran rata-rata (C) dengan berbagai kondisi permukaan dapat ditentukan atau dihitung
dengan mengunakan persamaan sebagai berikut.
∑n
i=1 Ai Ci
C= ∑n
i=1 Ai
Dimana :
1 × 19.8 × 0.75
=
1 × 19.8
= 0.75
Angka
Kondisi DAS (Daerah Aliran Sungai)
Pengaliran
Bergunung 0.75 – 0.9
Pegunungan Tersier 0.7 – 0.8
Sungai dengan tanah dan hutan di bagian 0.5 – 0.75
atas dan bawahnya
Tanah berelief berat dan berhutan 0.5 – 0.75
Tanah dasar yang ditanami 0.45 – 0.6
Sawah waktu diairi 0.7 – 0.8
Sungai bergunung 0.75 – 0.85
Sungai dataran 0.45 – 0.75
Sumber : Soewarno dalam (Manahan dan Haekal, 2015)
Rn = C × R
Dimana :
R n = Hujan efektif
C = Koefisien pengaliran
R = Intensitas curah hujan
72
4. 0.085 9.303 10.579 11.787 13.387 14574
5. 0.072 7.856 8.933 9.953 11.305 12.307
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
a. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf ( time to peak
magnitude)
b. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag)
c. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)
d. Luas Daerah Aliran Sungai (catchmen area)
C A RO
Qp =
3.6(0.3 Tp +T0.3)
Dimana :
T0.3 = Waktu yang diperlukan untuk penurunan debit, dari debit puncak sampai
menjadi 30% dari debit puncak
C = Koefisien pengaliran
1. Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf satuan (lihat gambar) mempunyai
persamaan :
2.4
t
Qa = Qp ( )
Tp
Dimana :
73
Q a = Limpasan sebelum mencapai (m3/detik)
t = Waktu (jam)
2. Bagian lengkung turun (decreasinglimb).
Qd > 0.3Q p
t−Tp
Qd = Q p . 0.3 T0.3
0.3 Q p > Qd > 0.32 Q p
t−Tp +0.5T0.3
Qd = Q p . 0.3 1.5T0.3
0.32 Q p = Q d
t−Tp +1.5T0.3
Qd = Q p . 0.3 2T0.3
T0.3 = α . tg (jam)
Dimana :
α = Koefisien perbandingan
𝛂 Kriteria
2 Daerah Aliran
Bagian naik landau,
1.5
Bagian turun tajam
Bagian naik tajam,
3
Bagian turun lanadai
Sumber : Soewarno, 1997
74
Untuk menganalisis debit banjir rancangan, terlebih dahulu harus dibuat hidrograf
banjir pada sungai yang bersangkutan dengan menggunakan persamaan 2.32.
1. Time Lag (Tg) : Waktu antara hujan sampai debit banjir untuk sungai yang
mempunyai panjang < 15 km.
Tg = 0.21 × L0.7
= 0.21 × (1.200)0.7
= 0.239 jam
2. Satuan waktu hujan (Tr), ditentukan dengan persamaan rumus berikut.
Tr = 0.5 × Tg
= 0.5 × 0.239
= 0.119 jam
3. Tenggang waktu permulaan hujan sampai puncak banjir (Tp) dengan persamaan
rumus berikut.
Tp = Tg + 0.8 × Tr
= 0.239 + 0.8 × 0.119
= 0.334 jam
4. Penurunan debit puncak sampai menjadi 30% (T0.3) dengan persamaan rumus
berikut.
T0.3 = α × Tg
= 2 × 0.239
= 0.477 jam
C × A ×Ro
Q p = 3.6 × (0.3 ×T
p +T0.3 )
0.75 × 2.400 × 1
= 3.6 × (0.3 × 0.334 + 0.477)
75
= 0.866 m3 /detik
Perhitungan kurva :
Kurva naik :
2.4
t
Qa = Q p ( )
Tp
t 2.4
Qa = 0.866 ( )
0.334
Kurva turun :
t−Tp
Qd = Qp × 0.3 T0.3
t−0.334
Qd = 0.866 × 0.3 0.477
Kurva turun :
t−Tp+0.5T0.3
Qd = Qp × 0.3 1.5T0.3
𝑡−0.334+0.5×0.477
Qd = 0.866 × 0.3 1.5×0.477
76
Kurva turun :
t−Tp+1.5T0.3
Qd = Qp × 0.3 2T0.3
t−0.334+1.5 ×0.477
Qd = 0.866 × 0.3 2 ×0.477
77
24 0.000
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
Tabel 4.26 Rekapitulasi Q (m3/detik)
t (jam) Q (m3/detik)
0 0
0.334 0.866
0.811 0.260
1 0.189
1.527 0.078
2 0.043
3 0.012
4 0.003
5 0.001
6 0.000
7 0.000
8 0.000
9 0.000
10 0.000
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
t (jam) Q (m3/detik)
11 0.000
12 0.000
13 0.000
14 0.000
15 0.000
16 0.000
17 0.000
18 0.000
19 0.000
20 0.000
78
21 0.000
22 0.000
23 0.000
24 0.000
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
79
4 0.003 0.221 0.202 0.501 0.725 1.486 3.135
5 0.001 0.062 0.057 0.142 0.399 0.612 1.273
6 0.000 0.018 0.016 0.040 0.113 0.337 0.524
7 0.000 0.005 0.005 0.011 0.032 0.095 0.148
8 0.000 0.001 0.001 0.003 0.009 0.027 0.042
9 0.000 0.000 0.000 0.001 0.003 0.008 0.012
10 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.002 0.003
11 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.001
12 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
13 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
14 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
15 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
16 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
17 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
18 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
19 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
20 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
21 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
22 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
80
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
81
3.000 0.012 0.886 0.813 1.036 2.001 2.321 7.056
4 0.003 0.251 0.230 0.570 0.824 1.689 3.565
5 0.001 0.071 0.065 0.161 0.454 0.696 1.448
6 0.000 0.020 0.018 0.46 0.129 0.383 0.596
7 0.000 0.006 0.005 0.013 0.036 0.109 0.169
8 0.000 0.002 0.001 0.004 0.010 0.031 0.048
9 0.000 0.000 0.000 0.001 0.003 0.009 0.014
10 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.002 0.004
11 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.001
12 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
13 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
14 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
15 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
16 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
17 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
18 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
19 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
20 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
21 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
22 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
23 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
24 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
82
Gambar 4.3 Grafik Debit Banjir Rencana 10 Tahun Metode Nakayasu
84
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
85
22 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
86
1.527 0.078 7.825 4.935 4.756 12.621 0.000 30.137
2 0.043 4.308 2.034 3.462 3.786 10.658 24.248
3.000 0.012 1.220 1.120 1.427 2.756 3.197 9.720
4 0.003 0.346 0.317 0.786 1.136 2.327 4.911
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
87
Gambar 4.6 Grafik Debit Banjir Rencana 100 Tahun Metode Nakayasu
Tabel 4.32 Rekapitulasi Debit (Q) Periode 5, 10, 20, 50 dan 100 Tahun
88
11 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001
12 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
13 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
14 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
15 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
80
2 Tahun
70
60 5 Tahun
Q (Debit) m3/detik
50 10 Tahun
40
20 Tahun
30
20 50 Tahun
10 100 Tahun
0
t (Waktu) jam
Gambar 4.7 Grafik Debit Banjir Rencana Metode Nakayasu
89
Berdasarkan hasil perhitungan dan gambar grafik 4.7, maka diperoleh grafik
Rekapitulasi Debit Banjir Rencana Menggunakan Metode Nakayasu pada titik puncak
terjadi pada saat 0.334 jam dengan periode ulang 5 tahun nilai Q = 54.588 m3/detik, periode
ulang 10 tahun nilai Q = 59.303 m3/detik, periode ulang 20 tahun nilai Q = 63.161 m3/detik,
periode ulang 50 tahun nilai Q = 67.555 m 3/detik dan untuk periode ulang 100 tahun nilai
Q = 70.555 m3/detik.
Periode Hujan
Debit Rencana
Ulang T Rencana
(m3/detik)
(tahun) (mm)
5 146.1 55.504
10 166.2 63.114
20 185.1 70.319
50 210.3 79.866
100 228.9 86.947
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
Untuk menetukan Studi Normalisasi Sungai Lapri Untuk Pengendalian Banjir, maka
debit banjir rencana yang di gunakan adalah debit banjir rencana periode ulang 100 tahun
dengan debit banjir rencana sebesar Q = 86.947 m3/detik.
90
Debit aliran dihasilkan dari data tinggi muka air dan data kecepatan arus sungai pada
suatu penampang di titik keluaran pada suatu daerah tangkapan air. Adapun data exsisting
Sungai Lapri, berdasarkan hasil pengukuran tersebut terdapat pada tabel 4.34, berikut ini :
Catatan :
91
a1 = Lebar atas saluran (m)
a2 = Lebar atas permukaan air (m)
b = Lebar dasar saluran (m)
h1 = Tinggi saluran (m)
h2 = Tinggi muka air (m)
m = Kemiringan dinding saluran (m)
4.8.1 Menentukan Debit Aliran Pada Sungai Lapri
Debit aliran merupakan banyaknya volume zat (air) yang melalui suatu jarak dari
suatu penampang tiap satuan waktu. Sementara itu debit adalah volume zat (air) persatuan
waktu, maka satuan debit itu satuan volume persatuan waktu, misal m3/detik.
Catatan :
m = √x 2 + y 2
92
Dimana :
x2 = Nilai dari a2 – b
y2 = Nilai dari h2
Contoh perhitungan :
x = a2 – b
= 3.00 – 1.56
= 1.44 m
y = 0.45 m
m = √x 2 + y 2
= √1.442 + 0.452
= 2.0736 + 0.2025
= 1.509 m
93
Persamaan untuk menentukan keliling basa saluran (P) :
P = b + 2h2 (m2 + 1)0.5
Dimana :
P = Keliling basah saluran (m)
b = Lebar dasar saluran (m)
h2 = Tinggi muka air (m)
m = Kemiringan dinding saluran (m)
Contoh perhitungan :
P = b + 2h2 (m2 + 1)0.5
= 1.56 + 2 x 0.45 (1.509 + 1)0.5
= 3.189 m
Dimana :
R = Jari-jari hidrolis (m)
A’ = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
Contoh perhitungan :
A′
R=
P
1.008
=
3.189
= 0.316 m
Untuk menentukan besarnya nilai n (koefisien manning), maka kita dapat melihat
pada lampiran tabel 2.11, berdasarkan kondisi exsisting pada Sungai Lapri.
Untuk menentukan besarnya nilai S (kemiringan dasar saluran), maka dapat dilihat
T1 −T2
pada kondisi exisisting Sungai Lapri. S=
P
Dimana :
S = Kemiringan dasar saluran (m)
T1 = Tinggi saluran hulu (m)
T2 = Tinggi saluran hilir (m)
P = Panjang Saluran (m)
94
Contoh perhitungan :
T1 −T2
S=
P
2.030−1.64
=
110
0.390
=
110
= 0.004 m
Dimana :
V = Kecepatan aliran (m/detik)
n = Nilai koefisien kekasaran manning
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluran (m)
Contoh perhitungan :
2 1
1
V = . R3 . S 2
𝑛
2 1
1
= . 0.316 3 . 0.004 2
0.050
= 0.552 m/detik
a2 b h2 A’ P R V QAliran
STA n S
(m) (m) (m) (m2) (m) (m) (m/detik) (m3/detik)
95
10 3.00 1.56 0.45 1.008 3.189 0.316 0.050 0.004 0.552 0.557
9 2.80 1.46 0.53 1.179 3.319 0.355 0.050 0.004 0.597 0.704
8 3.57 2.09 0.50 1.436 3.945 0.364 0.070 0.004 0.434 0.622
7 4.43 3.01 0.47 1.745 4.701 0.371 0.040 0.004 0.769 1.342
6 4.09 2.93 0.37 1.251 4.096 0.305 0.040 0.004 0.675 0.844
5 3.23 1.54 0.52 1.279 3.653 0.350 0.030 0.004 0.986 1.261
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
a2 b h2 A’ P R V QAliran
STA n S
(m) (m) (m) (m2) (m) (m) (m/detik) (m3/detik)
4 3.34 1.83 0.35 0.830 3.121 0.266 0.030 0.004 0.821 0.682
3 2.89 1.46 0.46 0.989 3.120 0.317 0.070 0.004 0.396 0.391
2 3.17 1.68 0.56 1.440 3.785 0.380 0.035 0.004 0.893 1.286
1 2.98 1.90 0.46 1.122 3.319 0.338 0.050 0.004 0.578 0.649
0 3.65 1.73 0.61 1.805 4.474 0.403 0.050 0.004 0.650 1.174
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
96
1 4.17 1.90 2.00 2.27 2.00 9.153 3.025
0 4.79 1.73 2.03 3.06 2.03 13.485 3.672
Sumber : Hasil Pengukuran, 2021
Catatan :
Dimana :
x2 = Nilai dari a1 – b
y2 = Nilai dari h1
Contoh perhitungan :
x = a1 – b
= 4.73 – 1.56
= 3.17 m
y = 1.64 m
m = √x 2 + y 2
= √3.172 + 1.642
= 10.049 + 2.690
= 3.569 m
97
A’ = Luas penampang (m2)
b = Lebar dasar saluran (m)
m = Kemiringan dinding saluran (m)
h1 = Tinggi saluran (m)
Contoh perhitungan :
A′ = (b + m . h1 ) . h1
= (1.56 + 3.569 x 1.64) x 1.64
= 7.41 x 1.64
= 12.158 m2
Dimana :
R = Jari-jari hidrolis (m)
A’ = Luas penampang (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
Contoh perhitungan :
A′
R=
P
12.158
=
13.717
= 0.886 m
98
Untuk menentukan besarnya nilai n (koefisien manning), maka kita dapat melihat
pada lampiran tabel 2.11, berdasarkan kondisi exsisting pada Sungai Lapri.
Untuk menentukan besarnya nilai S (kemiringan dasar saluran), maka dapat dilihat
T1 −T2
pada kondisi exisisting Sungai Lapri. S=
P
Dimana :
S = Kemiringan dasar saluran (m)
T1 = Tinggi saluran hulu (m)
T2 = Tinggi saluran hilir (m)
P = Panjang Saluran (m)
Contoh perhitungan :
T1 −T2
S=
P
2.030−1.64
=
110
0.390
=
110
= 0.004 m
Persamaan menetukan kecepatan aliran (V) :
2 1
1
V = . R3 . S 2
𝑛
Dimana :
V = Kecepatan aliran (m/detik)
n = Nilai koefisien kekasaran manning
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluran (m)
Contoh perhitungan :
2 1
1
V = . R3 . S 2
𝑛
2 1
1
= . 0.8863 . 0.0042
0.050
= 1.099 m/detik
99
Contoh Perhitungan :
Q Aliran = A′ x V
= 12.158 x 1.099
= 13.359 m3/detik
Setelah dilakukan serangkayan perhitung seperti pada contoh di atas, maka diperolehlah
debit kapasitas drainase Sungai Lapri untuk masing-masing STA, seperti yang terdapat
pada tabel 4.38, berikut ini.
a1 b h1 A’ R V QKapasitas
STA 2
P (m) n S
(m) (m) (m) (m ) (m) (m/detik) (m3/detik)
10 4.73 1.56 1.64 12.158 13.717 0.886 0.050 0.004 1.099 13.359
9 4.15 1.46 1.73 12.098 13.054 0.927 0.050 0.004 1.132 13.695
8 3.92 2.09 1.83 12.492 12.245 1.020 0.070 0.004 0.862 10.768
7 5.12 3.01 1.72 13.231 12.986 1.019 0.040 0.004 1.507 19.941
6 5.16 2.93 1.54 10.939 11.827 0.925 0.040 0.004 1.413 15.459
5 4.25 1.54 1.63 10.912 12.353 0.883 0.030 0.004 1.827 19.941
4 4.34 1.83 2.43 25.076 19.491 1.287 0.030 0.004 2.348 58.875
3 4.10 1.46 2.12 18.313 16.429 1.115 0.070 0.004 0.914 16.746
2 5.00 1.68 1.95 17.917 17.194 1.042 0.035 0.004 1.749 31.329
1 4.17 1.90 2.00 15.902 14.645 1.086 0.050 0.004 1.258 20.005
0 4.79 1.73 2.03 18.644 17.182 1.085 0.050 0.004 1.258 23.446
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
QAliran + QRencana < QKapasitas → Penampang saluran saat ini masih mampu
menampung debit QAliran + QRencana
100
QAliran + QRencana ˃ QKapasitas → Penampang saluran saat ini sudah tidak mampu
menampung debit QAliran + QRencana
Untuk mengetahui apakah saluran pada Sungai Lapri masi dapat, atau tidak dapat lagi
menampung debit Q Aliran + QRencana, dapat diketahui dengan membandingkan QAliran +
QRencana dengan QKapasitas. Adapun hasil perbandingan tersebut, terdapat pada tabel 4.39,
berikut ini :
Berdasarkan hasil analisis potensi terjadinya banjir pada tabel 4.39 di atas, maka dapat di
peroleh hasil untuk masing-masing STA mengalami peluapan, oleh karena itu perlu
dilakukan desain ulang untuk penampang saluran pada Sungai Lapri dengan menggunakan
debit QAliran + QRencana yang maksimum = 88.289 m3/detik.
Dimana :
Q = Debit (m3/detik)
101
A = Luas penampang (m2)
Sebelum mendesain saluran drainase pada Sungai Lapri, ada beberapa data yang perlu
diketahui terlebih dahulu, diantaranya data debit banjir rencana yang telah ditambahakan
dengan debit aliran pada kondisi normal, kemiringan dasar saluran (S), dan koefisien
manning (n). Adapun langkah-langkah dalam mendesain saluran drainase pada Sungai
Lapri, adalah sebagai berikut :
Dimana :
Diketahui :
T1 = 2.03 m
T2 = 1.64 m
P = 110 m
Tentukan :
S = ………….?
Jawab : S=
T1−T2
S=
P
2.03−1.64
110
= 0.004 m
102
Menentukan desain saluran drainase Sungai Lapri dengan menggunakan persamaan
manning. Adapun data-data yang diperlukan dalam mendesain saluran drainase pada
Sungai Lapri, terdapat pada tabel 4.40.
Q
STA S n
(m3/detik)
10 87.504 0.004 0.050
9 87.651 0.004 0.050
8 87.570 0.004 0.070
7 88.289 0.004 0.040
6 87.792 0.004 0.040
5 88.208 0.004 0.030
4 87.629 0.004 0.030
3 87.339 0.004 0.070
2 88.233 0.004 0.035
1 87.596 0.004 0.050
0 88.121 0.004 0.050
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
8⁄
h 3 = 87.442
3⁄
h = 87.442 8
103
h = 5.35 m
= 6.17 m
= 1.64 m
Setelah dilakukan serangkain analisis perhitungan, seperti pada proses di atas, maka pada
tabel 4.41, ditampilkan hasil desai saluran drainase Sungai Lapri, berdasarkan debit banjir
rencana yang telah ditambahkan dengan debit pada kondisi normal, untuk masing-masing
STA.
Q
STA h (m) B (m) W (m)
(m3/detik)
10 87.504 5.35 6.17 1.64
9 87.651 5.35 6.18 1.64
8 87.570 5.35 6.18 1.64
7 88.289 5.37 6.20 1.64
6 87.792 5.35 6.18 1.64
5 88.208 5.36 6.19 1.64
4 87.629 5.35 6.18 1.64
3 87.339 5.34 6.17 1.64
2 88.233 5.36 6.19 1.64
104
1 87.596 5.35 6.18 1.64
0 88.121 5.36 6.19 1.64
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
Catatan :
Dengan ketentuan untuk saluran pada gambar 4.9 adalah Q = Debit rencana
(m3/detik), h = Tinggi saluran (m), B = Lebar dasar saluran (m), a = Lebar atas saluran
(m) dan W = Tinggi jagaan saluran (m).
105
BAB 5
PENUTUP
a) Kesimpulan
Dari hasil analisis perhitungan serta analisis potensi banjir dengan persamaan
manning maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil analisis perhitungan, maka diperoleh debit banjir
exsisting Sungai Lapri, untuk masing-masing STA sebagai berikut :
STA 10 = 87.504 m3/detik, STA 9 = 87.651 m3/detik, STA 8 = 87.570 m3/detik,
STA 7 = 88.289 m3/detik, STA 6 = 87.792 m3/detik, STA 5 = 88.208 m3/detik,
STA 4 = 87.629 m3/detik, STA 3 = 87.339 m3/detik, STA 2 = 88.233 m3/detik,
STA 1 = 87.596 m3/detik dan STA 0 = 88.121 m3/detik.
2. Berdasarkan hasil analisis perhitungan dengan menggunakan persamaan
manning, maka diperoleh dimesi saluran drainase yang mampu untuk mengalirkan
debit banjir rencana untuk masing-masing STA, adapun untuk dimensi yang
mampu untuk mengalirkan debit banjir rencana untuk masing-masing STA adalah
sebagai berikut :
Tabel 5.1 Hasil Desain Saluran Drainase Sungai Lapri
Q
STA h (m) b (m) W (m)
(m3/detik)
10 87.504 5.35 6.17 1.64
9 87.651 5.35 6.18 1.64
8 87.570 5.35 6.18 1.64
7 88.289 5.37 6.20 1.64
6 87.792 5.35 6.18 1.64
5 88.208 5.36 6.19 1.64
4 87.629 5.35 6.18 1.64
3 87.339 5.34 6.17 1.64
2 88.233 5.36 6.19 1.64
1 87.596 5.35 6.18 1.64
0 88.121 5.36 6.19 1.64
Sumber : Hasil Analisis Perhitungan, 2021
106
Gambar 5.1 Desai Penampang Sungai Lapri
Sumber: Dok Pribadi, 2021
Catatan :
Q = Debit rencana (m3/detik)
h = Tinggi saluran (m)
B = Lebar dasar saluran (m)
W = Tinggi jagaan saluran (m)
b) Saran
Adapun saran-saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini, berdasarkan
dari hasil pengolahan data, maka ada beberapa hal yang menjadi point utama,
diantaranya iyalah :
1. Untuk penelitian selanjutnya, hasil dari penelitian ini dapat digunakan
untuk menentukan perhitungan stabilitas konstruksi untuk penampang
saluran Sungai Lapri.
2. Dalam pengambilan data, pada saat penelitian di lokasi atau objek
penelitian diperlukan peralatan yang memadai.
107
DAFTAR PUSTAKA
Chow, Ven Te. 1992. Hidrolika Saluran Terbuka (Open Channel Hydraulics).
Jakarta: Erlangga.
Google Inc.2018 Google Maps: Peta Lokasi Sungai Lapri Kecamatan Sebatik Utara
dalam https://maps.google.com,_diakses 06 Oktober 2020.
Dhani Pratama, dkk. 2014. Studi Normalisasi Kapasitas Penampang Sungai (Studi
Kasus Engkulik di Kabupaten Sintang). Universitas Tanjungpura. Pontianak
Kalimatan Barat.
Hendratta Amelia Liany. 2014. Optimalisasi Sitem Jaringan Drainase Jalan Raya
Sebagai Alternatif Penanganan Masalah Genangan Air. Universitas Sam
Ratulangi. Sulawesi Utara.
Jaya Satria Putra Fiyan. 2016. Normalisasi Sungai Remeneng Untuk Pengendalian
Banjir di Kelurahan Babakan Kota Mataram. Universitas Mataram. Nusa
Tengara Barat.
108
Sinarno. 2021. Analisis Bangunan Pelimpah Tipe Saluran Terbuka Pada Embung
Binalatung. Universitas Borneo Tarakan. Kalimantar Utara.
109
LAMPIRAN
Lampiran 1
110
Lanjutan Lampiran 1
111
Tabel III-1
Wilayah Luas Di bawah Kurva Normal
1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09
-3,4 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0002
-3,3 0,0005 0,0005 0,0005 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0003
-3,2 0,0007 0,0007 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0005 0,0005 0,0005
-3,1 0,0010 0,0009 0,0009 0,0009 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0007 0,0007
-3,0 0,0013 0,0013 0,0013 0,0012 0,0012 0,0011 0,0011 0,0011 0,0010 0,0010
-2,9 0,0019 0,0018 0,0017 0,0017 0,0016 0,0016 0,0015 0,0015 0,0014 0,0014
-2,8 0,0026 0,0025 0,0024 0,0023 0,0022 0,0022 0,0021 0,0021 0,0020 0,0019
-2,7 0,0036 0,0034 0,0033 0,0032 0,0030 0,0030 0,0029 0,0028 0,0027 0,0026
-2,6 0,0047 0,0045 0,0044 0,0043 0,0040 0,0040 0,0039 0,0038 0,0037 0,0036
-2,5 0,0062 0,0060 0,0059 0,0057 0,0055 0,0054 0,0052 0,0051 0,0049 0,0048
-2,4 0,0082 0,0080 0,0078 0,0075 0,0073 0,0071 0,0069 0,0068 0,0066 0,0064
-2,3 0,0107 0,0104 0,0102 0,0099 0,0096 0,0094 0,0094 0,0089 0,0087 0,0084
-2,2 0,0139 0,0136 0,0132 0,0129 0,0125 0,0122 0,01119 0,0116 0,0113 0,0110
-2,1 0,0179 0,0174 0,0170 0,0166 0,0162 0,0158 0,0154 0,0150 0,0146 0,0143
-2,0 0,0228 0,0222 0,0217 0,0212 0,0207 0,0202 0,0197 0,0192 0,0188 0,0183
-1,9 0,0287 0,0281 0,0274 0,0268 0,0262 0,0256 0,0250 0,0244 0,0239 0,0233
-1,8 0,0359 0,0352 0,0344 0,0336 0,0329 0,0322 0,0314 0,0307 0,0301 0,0294
-1,7 0,0446 0,0436 0,0427 0,0418 0,0409 0,0401 0,0392 0,0384 0,0375 0,0367
-1,6 0,0548 0,0537 0,0526 0,0516 0,0505 0,0495 0,0485 0,0475 0,0465 0,0455
-1,5 0,0668 0,0655 0,0643 0,0630 0,0618 0,0606 0,0594 0,0582 0,0571 0,0559
-1,4 0,0808 0,0793 0,0778 0,0764 0,0749 0,0735 0,0722 0,0708 0,0694 0,0681
-1,3 0,0968 0,0951 0,0934 0,0918 0,0901 0,0885 0,0869 0,0853 0,0838 0,0823
-1,2 0,1151 0,1131 0,1112 0,01093 0,1075 0,1056 0,1038 0,1020 0,1003 0,0985
-1,1 0,1357 0,1335 0,1314 0,1292 0,1271 0,1251 0,1230 0,1210 0,1190 0,1170
-1,0 0,1587 0,1562 0,1539 0,1515 0,1492 0,1469 0,1446 0,1423 0,1401 0,1379
-0,9 0,1841 0,1814 0,1788 0,1762 0,1736 0,711 0,1685 0,1660 0,1635 0,1611
-0,8 0,2119 0,2090 0,2061 0,2033 0,2005 0,1977 0,1949 0,1922 0,1894 0,1867
-0,7 0,2420 0,2389 0,2358 0,2327 0,2296 0,2266 0,2236 0,2206 0,2177 0,2148
-0,6 0,2743 0,2709 0,2676 0,2643 0,2611 0,2578 0,2546 0,2514 0,2483 0,2451
-0,5 0,3085 0,3050 0,3015 0,2981 0,2946 0,2912 0,2877 0,2843 0,2810 0,2776
-0,4 0,3446 0,3409 0,3372 0,3336 0,3300 0,3264 0,3228 0,3192 0,3156 0,3121
-0,3 0,3821 0,3783 0,3745 0,3707 0,3669 0,3632 0,3594 0,3557 0,3520 0,3483
-0,2 0,4207 0,4168 0,4129 0,4090 0,4052 0,4013 0,3974 0,3936 0,3897 0,3859
-0,1 0,4602 0,4562 0,4522 0,4483 0,4443 0,4404 0,4364 0,4325 0,4286 0,4247
0,0 0,5000 0,4960 0,4920 0,4880 0,4840 0,4801 0,4761 0,4721 0,4681 0,4641
0,0 0,5000 0,50470 0,5080 0,5120 0,5160 0,5199 0,5239 0,5279 0,5319 0,5359
0,1 0,5398 0,5438 0,5478 0,5517 0,5557 0,5596 0,5636 0,5675 0,5714 0,5753
0,2 0,5793 0,5832 0,5871 0,5910 0,5948 0,5987 0,6026 0,6064 0,6103 0,6141
0,3 0,6179 0,6217 0,6255 0,6293 0,6331 0,6368 0,6406 0,6443 0,6480 0,6517
0,4 0,6554 0,6591 0,6628 0,6664 0,6700 0,6736 0,6772 0,6808 0,6844 0,6879
0,5 0,6915 0,6950 0,6985 0,7019 0,7054 0,7088 0,7123 0,7157 0,7190 0,7224
0,6 0,7257 0,7291 0,7324 0,7357 0,7389 0,7422 0,7454 0,7486 0,7517 0,7549
0,7 0,7580 0,7611 0,7642 0,7673 0,7704 0,7734 0,7764 0,7794 0,7823 0,7852
0,8 0,7881 0,7910 0,7939 0,7967 0,7995 0,8023 0,8051 0,8078 0,8106 0,8133
0,9 0,8159 0,8186 0,8212 0,8238 0,8264 0,8289 0,8315 0,8340 0,8365 0,8389
112
1,0 0,8413 0,8438 0,8461 0,8485 0,8505 0,8531 0,8554 0,8577 0,8599 0,8621
1,1 0,8643 0,8665 0,8686 0,8708 0,8729 0,8749 0,8770 0,8790 0,8810 0,8830
1,2 0,8849 0,8869 0,8888 0,8907 0,8925 0,8944 0,8962 0,8980 0,8997 0,9015
1,3 0,9032 0,9049 0,9066 0,9082 0,9099 0,9115 0,9131 0,9147 0,9162 0,9177
1,4 0,9192 0,9207 0,9222 0,9236 0,9251 0,9265 0,9278 0,9292 0,9306 0,9319
1,5 0,9332 0,9345 0,9357 0,9370 0,9382 0,9394 0,9406 0,9418 0,9429 0,9441
1,6 0,9452 0,9463 0,9474 0,9484 0,9495 0,9505 0,9515 0,9525 0,9535 0,9545
1,7 0,9554 0,9564 0,9573 0,9582 0,9591 0,9599 0,9608 0,9616 0,9625 0,9633
1,8 0,9541 0,9649 0,9656 0,9664 0,9671 0,9678 0,9686 0,9693 0,9699 0,9706
1,9 0,9713 0,9719 0,9726 0,9732 0,9738 0,9744 0,9750 0,9756 0,9761 0,9767
2,0 0,9772 0,9778 0,9783 0,9788 0,9793 0,9798 0,9803 0,9808 0,9812 0,9817
2,1 0,9821 0,9826 0,9830 0,9834 0,9838 0,9842 0,9846 0,9850 0,9854 0,9857
2,2 0,9861 0,9864 0,9868 0,9871 0,9875 0,9878 0,9891 0,9884 0,9887 0,9890
2,3 0,9893 0,9896 0,9896 0,9901 0,99990 0,99990 0,9909 0,9911 0,9913 0,9916
4 6
2,4 0,9918 0,9920 0,9922 0,9925 0,9927 0,9929 0,9931 0,9932 0,9934 0,9936
2,5 0,9938 0,9940 0,9941 0,9943 0,9945 0,9946 0,9948 0,9949 0,9951 0,9952
2,6 0,9953 0,9955 0,9956 0,9957 0,9959 0,9960 0,9961 0,9962 0,9963 0,9964
2,7 0,9965 0,9966 0,9967 0,9968 0,9969 0,9970 0,9971 0,9972 0,9973 0,9974
2,8 0,9974 0,9975 0,9976 0,9977 0,9977 0,9978 0,9979 0,9979 0,9980 0,9981
2,9 0,9981 0,9982 0,9982 0,9983 0,9984 0,9984 0,9985 0,9985 0,9986 0,9986
3,0 0,9987 0,9987 0,9987 0,9988 0,9988 0,9989 0,9989 0,9989 0,9990 0,9990
3,1 0,9990 0,9991 0,9991 0,9991 0,9992 0,9992 0,9992 0,9992 0,9993 0,9993
3,2 0,9993 0,9993 0,9994 0,9994 0,9994 0,9994 0,9994 0,9995 0,9995 0,9995
3,3 0,9995 0,9995 0,9995 0,9996 0,9996 0,9996 0,9996 0,9996 0,9996 0,9997
3,4 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9997 0,9998
Sumber :Soewarno,1995
113
114
cxv