Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kaji Ulang Parameter
Hidrolika Bendung Cisokan di Kabupaten Cianjur Jawa Barat” adalah benar karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2017
TULUS WIJAYA SAPTO AJI. Kaji Ulang Parameter Hidrolika Bendung Cisokan
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing oleh PRASTOWO.
Bendung merupakan bangunan yang digunakan untuk menyadap aliran air sehingga
muka air dapat dinaikkan hingga ketinggian tertentu. Fungsi bendung ini selain
dapat mempertinggi muka aliran sungai yaitu dapat pula membelokkan air sehingga
dapat mengalir ke saluran untuk keperluan irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan dimensi hidrolika serta debit limpasan pada Bendung dan saluran
irigasi di Sungai Cisokan untuk dibandingkan dengan debit banjir sungai dan debit
sungai selama bulan Maret 2017. Metode untuk menentukan dimensi bendung
sesuai dengan KP-02 untuk bendung, dan KP-03 untuk saluran dimana untuk
menentukan kapasitas bendung memerlukan perhitungan lebar efektif bendung, dan
tinggi energi, serta perhitungan-perhitungan lain untuk menentukan dimensi dalam
desain hidrolika bendung. Berdasarkan dari hasil pertimbangan elevasi muka air
rencana pada bangunan paling hulu, kehilangan tinggi dari alat ukur, kehilangan
tinggi energi pada intake, beda tinggi akibat sedimen, dan faktor keamanan. Elevasi
muka air di hulu bendung dari hasil perhitungan berada pada 371,24 meter. Lebar
rata-rata sungai diperoleh sebesar 53,99 meter, sedangkan untuk lebar total bendung
54,5. Lebar efektif bendung yang telah dihitung sebelumnya yaitu sebesar 54,21
meter. Kecepatan awal loncatan air pada bendung dari hasil perhitungan diperoleh
sebesar 10,54 m/detik dimana bilangan froudenya sebesar 3,76. Hal ini
menunjukkan bahwa aliran air tergolong pada aliran superkritis. Panjang kolam
olak dari hasil perhitungan diperoleh 12,5 meter.. Bendung Cisokan memiliki tinggi
terjun sebesar 2,26 m yang diperoleh dari selisih antara tinggi muka air hulu dengan
tinggi muka air hilir. Elevasi Dekzerk terletak pada 373, 44 mdpl yang diperoleh
dari dari penjumlahan antara elevasi mercu bendung, tinggi energi, dan tinggi
jagaan. Panjang ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir (Lpi) dihitung
berdasarkan total dari panjang ujung tembok pangkal bendung sepanjang 3 meter
dan setengah dari panjang lantai peredam energi, dimana panjang dari lantai
peredam energi sebesar 10,5 meter. Sehingga diperoleh panjang ujung pangkal
tembok sebesar 9,25 meter. Tinggi energi air diatas mercu dari hasil plot pada grafik
MDO diperoleh sebesar 1,2 meter. Kapasitas maksimum pembendungan dapat
ditentukan berdasarkan parameter koefisien limpasan, lebar efektif bendung, dan
tinggi energi maksimum. Hasil perhitungan koefisien limpasan diperoleh sebesar
1,57. Berdasarkan hasil perhitungan ketiga parameter tersebut, kapasitas bendung
maksimum diperoleh sebesar 112,10 m3/detik. Jika dibandingkan debit banjir aktual
di lapangan, pada musim curah hujan diluar bulan Maret air pada bendung sudah
melimpas saat debit menyentuh angka 99,615 m3/detik. Hal ini dapat disebabkan
karena adanya tumpukan sedimen pada dasar bendung. Sedimen yang menumpuk
dapat menyebabkan pendangkalan sungai. Pendangkalan sungai ini dapat
menyebabkan berkurangnya kapasitas debit yang dapat ditampung oleh bendung.
Sehingga sebaiknya dilakukan pengerukan sungai di daerah sekitar bendung agar
ketinggian sungai dapat kembali sesuai dengan ketinggian sungai rencana.
Kata Kunci: bendung, kapasitas, debit, lebar efektif, limpasan
ABSTRACT
Weir is a building used to tap airflow so it can be raised to a certain height. The
function of this weir can increase the river flow that can also deflect the water so
that it can flow into the channel for irrigation purposes. This study is intended to
determine the hydrolic and runoff dimensions of the irrigation canals and drains in
the Cisokan River to compare with river flood discharge and river discharge during
March 2017. Methods for determining the weir dimensions correspond to KP-02
for weirs, and KP-03 for The channels in which to determine the weir capacity
require the calculation of the effective width of the weir, and the high energy, as
well as other calculations to determine the dimensions in the hydraulic design of
the weir. Based on the consideration of the elevation of the water level plan in the
uppermost building, the high loss of the measuring instrument, the high energy loss
at the intake, the high difference due to sediment, and the safety factor. The
elevation of the upstream surface of the weir from the calculation is at 371.24
meters. The average width of the river yields 53.99 meters, while for the total width
of the curve 54.5. The effective width of bend that has been calculated earlier is
equal to 54.21 meters. The initial speed of water jump on the weir from the
calculation of 10.54 m / sec which produces froude number 3.76. This shows the
water flow belonging to the supercritical flow. The length of the stilling basin from
the calculation of the discharge is 12.5 meters. Cisokan weir has a plunge height of
2.26 m which is raised from the difference between the upstream water level and
the downstream water level. Dekzerk elevation is at 373, 44 mdpl obtained from
the sum of the elevation of the weir, the high energy, and the height of the guard.
The length of the base of the upstream downstream weir wall (Lpi) is calculated
based on the total length of the end of the base of the basin along the 3 meters and
half of the floor length of the energy damper, where the length of the energy
dampening floor is 10.5 meters. The resulting length of the base of the wall is 9.25
meters. Higher water energy above the location of the plot on the MDO graph
generates 1.2 meters. Maximum capacity can be determined based on runoff
parameters, effective weir width, and maximum energy level. The result of the
runoff coefficient calculation is obtained 1,57. Based on the calculation of the three
parameters, the maximum weir capacity is obtained at 112.10 m3 / sec. When
compared to the actual flood discharge in the field, in the rainy season in the moon
air month in the weir has been overflowing when the discharge approaches 99.615
m3 / sec. This can happen because of the presence of sediment on the base of the
weir. The accumulated sediments can cause siltation of the river. The silting of these
rivers can lead to a decrease in the discharge capacity that can be accommodated
by weirs. How to do river dredging in the area around the weir so that the height
can go back in accordance with the plan.
Keywords: capacity, discharge, effective width, runoff, weir
KAJI ULANG PARAMETER HIDROLIKA BENDUNG CISOKAN
DI KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Disetujui oleh
Pembimbing
Diketahui oleh
Ketua Departemen/Program Studi
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa dengan
karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Kaji Ulang Parameter
Hidrolika Bendung Cisokan di Kabupaten Cianjur Jawa Barat" dapat diselesaikan
dengan baik. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam membantu secara langsung maupun tidak langsung,
khususnya kepada:
1. Dr. Ir. Prastowo, M.Eng selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan,
2. Ibunda Sri Wulandari dan Ayahanda Rajab Sapto Aji dan seluruh keluarga atas
doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan,
3. Bapak Hendra Selaku Petugas Bendung Cisokan yang telah membantu dalam
proses pengambilan data di bendung.
4. Teman-teman terbaik, yaitu Ruth Kartika, Astri Salatin, Nur Rizky Aulia,
Umniah Hanesti, Sinta Agustia, Abang Zuhri, Lucky Rizkia Putra, Mohammad
Hamdani, Fauzan Muhammad Ilmi yang selalu mendukung dalam proses
penelitian.
5. Teman-teman SIL 50 yang telah memberikan dukungan.
Karya ilmiah ini jauh dari sempurna, tetapi diharapkan karya ilmiah ini tetap
bermanfaat bagi akademisi khususnya dan bagi pembaca umumnya.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 7 Hasil perhitungan ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir 17
Tabel 9 Hasil perhitungan tinggi terjun bendung untuk debit desain banjir 18
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman untuk berbagai
pihak dalam proses desain bendung misalnya untuk instansi dinas Pekerjaan Umum
(PU), civitas akademisi, pemerintah, balai besar wilayah sungai (BBWS), hingga
masyarakat umum. Manfaat dari hasil penelitian ini diantaranya adalah:
1. Sebagai acuan untuk perhitungan debit kapasitas pembendungan
maksimum pada bendung yang akan diteliti.
2. Sebagai acuan untuk perhitungan dimensi hidrolika serta parameter
hidrolika bendung yang diteliti.
3. Sebagai acuan evaluasi kapasitas bendung untuk beroperasi pada daerah
yang akan diteliti.
4. Sebagai acuan untuk penelitian dengan topik yang serupa.
TINJAUAN PUSTAKA
pengamanan bahaya banjir pada suatu kawasan. Debit banjir ini merupakan hal
yang harus direncanakan sedemikian rupa sehingga nantinya kerusakan atau
kerugian yang ditimbulkan baik secara langsung ataupun tidak langsung, tidak
terjadi selama banjir yang telah ditetapkan (Saleh 2011).
Debit banjir yang ditentukan dengan menggunakan perhitungan
menggunakan data curah hujan yang diperoleh dari hasil studi pustaka. Sehingga
debit yang dihasilkan dari perhitungan merupakan debit rencana berdasarkan
kemungkinan curah hujan yang pernah terjadi (Chow 1964). Debit banjir rencana
merupakan debit banjir yang digunakan untuk dasar perencanaan pengendalian
banjir, dan dinyatakan berdasarkan kala ulang tertentu (Basuki et al 2009).
Besarnya kala ulang ditentukan dengan mempertimbangkan segi keamanan dengan
resiko tertentu, serta kelayakannya baik teknis maupun lingkungan. Debit banjir ini
terjadi pada saat curah hujan sedang berada pada puncaknya sehingga berdampak
dengan meningkatnya debit sungai (Bunganaen et al 2013).
dibatasi pada perencanaan mercu, lebar efektif bendung, kecepatan loncat, panjang
kolam olak, elevasi muka air udik bendung, tinggi terjun bendung, elevasi dekzerk,
serta debit limpasan pembendungan maksimum. Disamping itu dalam perencanaan
hidrolis bendung perlu mempertimbangkan aspek sedimentasi yang dapat terjadi.
Keberadaan sedimen yang berlebih dapat mempengaruhi dimensi hidrolika
bendung, karena kapasitas tampung air sungai, atau dengan kata lain kemampuan
sungai dalam mengalirkan air semakin kecil (Hambali dan Apriyanti 2016).
Lebar bendung yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment), sebaiknya
sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Lebar maksimum
bendung hendaknya tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang
stabil.
Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka debit
aliran per satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12-14 m3/detik.m, yang
memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3,5- 4,5 m (Dirjen Pengairan 1986).
Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya (B),
yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung atau tiang pancang, dalam
memperhitungkan lebar efektif bendung, lebar pembilas yang sebenarnya (dengan
bagian depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana untuk
mengkompensasi perbedaan koefisiensi debit dibandingkan dengan mercu bendung
itu sendiri (Dimas dan Widyastuti 2009). Persamaan yang digunakan untuk
menentukan lebar efektif bendung adalah persamaan (1) (Hadisiswoyo 2011).
Keterangan:
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi (m)
Perencanaan Mercu
Umumnya mercu yang digunakan di Indonesia yaitu tipe ogee dan tipe bulat.
Kedua bentuk mercu tersebut dapat digunakan baik untuk konstruksi beton maupun
pasangan batu atau bentuk kombinasi dari keduanya. Kemiringan maksimum muka
bendung dengan muka hilir vertikal mungkin menguntungkan jika bahan
pondasinya dibuat dari batu keras dan tidak diperlukan kolam olak, dalam hal ini
kavitasi dan aerasi tirai luapan harus diperhitungkan dengan baik (Mulyana et al
2013).
1. Mercu Bulat
Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih
tinggi (44%) dibanding dengan koefisien bendung ambang lebar. Hal ini
akan lebih banyak menguntungkan pada sungai karena memberikan
keuntungan untuk mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga
koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung streamline dan tekanan
negatif pada mercu. Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara
5
H1 dan r (H1/r), untuk bendung dengan dua jari-jari (R2), jari-jari hilir akan
digunakan untuk menemukan harga koefisien debit. Kavitasi lokal dapat
dihindari dengan menimimumkan tekanan pada mercu bendung sampai
dengan batas -4 m tekanan air jika mercu terbuat dari beton, untuk pasangan
batu tekanan subatmosfer dibatasi sampai dengan -1 m tekanan air
(Mangore 2013).
2. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam
aerasi. Oleh karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan
subatmosfir pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada
debit rencana, untuk debit yang lebih rendah, air akan memberikan tekanan
ke bawah pada mercu.
Kolam loncat berfungsi untuk menjaga loncatan tetap dekat dengan muka
miring bendung dan diatas lantai, sehingga lantai harus diturunkan sesuai dengan
kedalaman air hilir sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman konjugasi
(Pamungkas 2014). Kecepatan awal loncatan merupakan salah satu parameter yang
dibutuhkan dalam proses desain parameter hidrolika kolam olak. Kecepatan awal
loncatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.
1
𝑣1 = √2𝑔 (2 𝐻1 + 𝑧) (2)
Keterangan:
Keterangan :
Fr = Bilangan Froude
v1 = kecepatan awal loncatan (m/detik)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)
yu = kedalaman air di awal loncat (m)
6
𝐿𝑗 = 5 (𝑛 + 𝑦2) (4)
Keterangan:
Kedalaman kritis merupakan jarak antara tinggi muka air diatas mercu denga
tinggi mercu. Persamaan yang digunakan untuk menghitung kedalaman air kritis
ditunjukkan pada persamaan 7.
𝑞2
ℎ𝑐 = √ 𝑔 (5)
Keterangan:
𝐸𝑖𝐷𝑧𝑢 = 𝑀 + 𝐻1 + 𝐹𝑏 (9)
Keterangan:
Bendung yang didesain pada suatu kawasan harus mampu membendung debit
air yang terdapat pada sungai dalam berbagai kondisi, terutama pada kondisi curah
hujan yang tinggi sehingga menyebabkan debit yang berada di sungai mencapai
keadaan maksimum (Prambudi 2012). Jika suatu bendung tidak dapat melakukan
pembendungan hingga pada debit maksimum suatu sungai, tidak menutup
kemungkinan akan terjadinya limpasan. Limpasan ini dapat menimbulkan
penggerusan pada badan sungai (Kalimanto et al 2016).
Penggerusan badan sungai ini dapat menyebabkan perluasan pada daerah
aliran sungai. Hal ini dapat berdampak pada lingkungan yang berada disekitar
daerah aliran sungai. Limpasan sendiri memiliki definisi intensitas hujan yang jatuh
di suatu DAS melebihi kapasitas infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi air akan
mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Limpasan yang terjadi selain
dapat menyebabkan penggerusan dapat pula berdampak tergenangnya bantaran di
sekitar sungai. Jika hal tersebut sudah terjadi maka lama-kelamaan dapat
menimbulkan banjir pada area di sekitar sungai bahkan hingga ke pemukiman
warga.
Limpasan permukaan terjadi ketika laju hujan lebih besar dari pada laju
infiltrasi dan persamaan limpasan permukaan selalu dikembangkan berdasarkan
pada kondisi tersebut (Dimas et al 2014). Persamaan yang digunakan untuk
menghitung debit kapasitas pembendungan maksimum adalah persamaan (13) dan
(14) (Taufiq 2012).
𝑄𝑤 = 𝐶𝑤 𝐿 ℎ13/2 (11)
ℎ1 ℎ1
𝐶𝑤 = 1,77 ( 𝐻 ) + 1,05 (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 0 < < 0,3) (12)
𝐻
Keterangan :
Saluran irigasi dalam perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran
tetap, dan untuk itu digunakan persamaan strickler. Berikut ini merupakan beberapa
persamaan yang digunakan dalam desain hidrolis saluran irigasi Bendung Cisokan:
2. Keliling Terbasahkan
𝑃 = (𝑏 + 2ℎ√1 + 𝑚2 (14)
3. Jari-jari Hidrolis
𝐴
𝑅=𝑃 (15)
4. Kecepatan Aliran
𝑉 = 𝐾 𝑅 2/3 𝐼1/2 (16)
5. Debit saluran
𝑄=𝑉𝐴 (17)
Keterangan:
METODOLOGI PENELITIAN
Skala 1:200
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah tapping, alat
duga air, laptop, aplikasi Autocad, aplikasi olah data Microsoft Excel, aplikasi
Sketch Up serta peralatan penunjang lainnya. Tapping dan alat duga air digunakan
untuk melakukan pengukuran di lapangan secara langsung. Laptop beserta aplikasi
pengolah data yang lainnya seperti Sketch Up, Microsoft Excel, dan Autocad
digunakan untuk mencari data sekunder dan melakukan pengolahan data.
Sementara itu untuk bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu data hidrologi
yang meliputi data debit sungai, peta aliran Sungai Cisokan dan saluran irigasi
Bendung Cisokan, dan data hidrolika berupa data dimensi Bendung Cisokan.
Debit Sungai Cisokan diperoleh dari kantor pemantauan Bendung Cisokan
di daerah Cisuru, Bojongpicung. Peta Sungai Cisokan diperoleh di stasiun curah
hujan di daerah Ciranjang. Data dimensi Bendung Cisokan diperoleh sebagian
melalui pengukuran langsung di lapangan sebagian lagi diperoleh berdasarkan
analisa gambar teknik yang meliputi gambar denah, potongan memanjang,
potongan melintang, peta lokasi dan peta kontur. Beberapa program yang
digunakan seperti Autocad untuk proses penggambaran 2D bendung, Sketch Up
digunakan untuk penggambaran 3D bendung, Microsoft Excel digunakan untuk
proses perhitungan dan pengolahan data. Gambar 2 menunjukkan diagram alur
penelitian .
10
Mulai
Studi
literatur
Perhitungan Perhitungan
Data debit puncak Pengukuran panjang lebar efektif
Sungai Cisokan luas
lintasan air bendung
penampang
terbasahkan
saluran
Perhitungan
Pengukuran debit pada
kemiringan daerah Perhitungan mercu
aliran sungai Kecepatan bendung
Aliran
Tidak memenuhi
Perhitungan
Perhitungan Debit limpasan
Debit Saluran pembendungan
Irigasi maksimum
Kapasitas
bendung > debit Selesai
Komparasi puncak sungai
Memenuhi
Analisis Data
Lebar efektif
Bilangan Froude
Tahap selanjutnya adalah perhitungan kecepatan awal loncat air yang dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan (2). Kecepatan awal loncat ini
dipengaruhi oleh gaya gravitasi, tinggi energi, dan tinggi jatuh. Kecepatan loncat
ini selanjutnya akan digunakan untuk menentukan bilangan Froude yang digunakan
sebagai kriteria golongan aliran yaitu aliran subkritis, kritis, dan superkritis.
Perhitungan bilangan froude dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (3).
Elevasi Dekzerk
Kapasitas Bendung
Bangunan bendung paling hulu untuk menentukan elevasi muka air rencana
terdapat pada aliran sungai sebelum mercu bendung dimana pada bagian hulu ini
terdapat bangunan bagi yang memisahkan antara aliran ke sungai dengan aliran
menuju saluran irigasi. Kehilangan tinggi alat ukur diperoleh berdasarkan analisa
gambar teknik. Alat ukur yang digunakan pada Bendung Cisokan ini merupakan
alat duga tinggi muka air yang dipasang pada dinding di sisi sungai.
Kehilangan tinggi energi pada intake diperoleh berdasarkan data desain
gambar teknik Bendung Cisokan, sama halnya dengan data kehilangan tinggi energi
pada intake, beda tinggi akibat sedimen dan faktor kemanan juga diperoleh dari
analisa pada gambar teknik. Tinggi sedimen ini dimasukan dalam faktor
perencanaan bendung dikarenakan seiring dengan waktu aliran sungai dapat
membawa partikel-partikel yang lama-kelamaan dapat menumpuk pada mercu
bendung. Hal ini dapat menyebabkan pengurangan kapasitas debit bendung. Faktor
keamanan juga menjadi hal yang sangat penting dalam perencanaan elevasi mercu
bendung, karena merupakan jarak jaga antara muka air dengan bantaran sungai.
Berdasarkan parameter-parameter tersebut, elevasi mercu berdung diperoleh
sebesar 371, 24 mdpl. Nilai ini merupakan hasil dari penjumlahan kelima parameter
tersebut. Masing-masing parameter tersebut untuk lebih jelasnya penempatannya
dapat ditunjukkan pada Gambar 3.
Berdasarkan hasil analisa pada peta ikhtisar untuk daerah irigasi Bendung
Cisokan, elevasi tertinggi lahan persawahan yang akan diairi terdapat pada ± 364
mdpl dengan jarak 3,1 km dari Bendung Cisokan. Hal ini menunjukkan bahwa
14
dengan elevasi mercu bendung sebesar 371,24 mdpl maka beda tinggi antara mercu
bendung dengan lahan adalah 7,24 m. Sehingga diperoleh gradien saluran sebesar
0,002. Berdasarkan standar pada KP-03 kemiringan minimum saluran hendaknya
lebih besar dari akar jari-jari hidrolis yang dikalikan dengan kemiringan saluran.
Hasil perhitungan dari perkalian antara akar jari-jari hidrolis dengan kemiringan
saluran hidrolis diperoleh sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
gradien 0,002 air dapat mengalir hingga lahan yang dituju. Maka tidak perlu
dilakukan perubahan terhadap elevasi mercu bendung Gambar 4 menunjukkan
elevasi tertinggi lahan persawahan yang perlu diberikan irigasi.
Dimensi Bendung
Dimensi bendung yang dianalisa pada penelitian ini merupakan dimensi yang
menjadi dasar untuk perhitungan lebar efektif bendung dan tinggi bendung. Data
dimensi ini sebagian diperoleh langsung dari pengukuran di lapangan dan sebagian
lagi diperoleh dari analisa pada gambar teknik. Tabel 2 menunjukkan data hasil
pengukuran lebar dan pilar bendung.
Lebar rata-rata sungai diperoleh dari analisa pada gambar teknik dengan
mengambil lima garis lebar bentang bendung yang berbeda lalu kemudian diambil
15
rata-ratanya. Lebar total bendung merupakan hasil dari penjumlahan antara lebar
mercu dengan lebar pembilas dimana lebar mercu sebesar 44 m dan lebar pembilas
beserta pilarnya 10,5 m. Sementara itu untuk pilar bendung terbuat dari batu candi.
Batu candi ini dibuat dari batu keras yang berasal dari batu andesit dan basalt.
Menurut (Dirjen Pengairan 1986), lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih
dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas sungai yang stabil.
Hasil pengukuran untuk lebar rata-rata sungai sebesar 53,99 m dan lebar total
sungai 54,5 m menunjukkan bahwa lebar maksimum bendung kurang dari 1,2 kali
lebar rata-rata sungai, sehingga lebar total bendung ini telah sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Sehingga tidak perlu dilakukan perubahan dimensi untuk
lebar total bendung, untuk mengetahui lebar ruas sungai lebih jelas dapat
ditunjukkan oleh Gambar 5.
yang terdapat pada KP-02 Sementara itu untuk perhitungan lebar efektif bendung
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1). Berdasarkan (Dirjen
Pengairan 1986) lebar efektif bendung sebaiknya 80% dari lebar rencana atau lebar
total. Akan tetapi lebar efektif bendung ini mencapai 99% dari lebar rencana. Lebar
total bendung lebih jelasnya dapat ditunjukkan pada Gambar 6.
Tinggi energi bendung diperoleh berdasarkan hasil plot pada grafik MDO-1.
Grafik ini ditunjukkan untuk kolam olak datar dengan ambang ujung hilir.
Penjelasan mengenai grafik MDO-1 untuk lebih jelasnya akan dilakukan pada topik
bahasan debit persatuan peplimpah untuk bahaya banjir. Elevasi mercu bendung
dan elevasi dasar sungai merupakan parameter yang digunakan untuk menghitung
tinggi bendung, dimana tinggi bendung diperoleh dari selisih kedua parameter
tersebut. Jari-jari bendung yang berbentuk bulat diperoleh dari hasil analisa pada
gambar teknik. Jari-jari ini mempengaruhi tinggi energi bendung karena jari-jari
mercu bendung menjadi parameter yang sangat berpengaruh pada grafik MDO-1.
Elevasi muka air banjir diperoleh berdasarkan penjumlahan antara elevasi mercu
bendung dengan tinggi energi bendung.
Hasil analisa beberapa parameter dimensi bendung yaitu lebar total bendung,
lebar efektif bendung, dan tinggi bendung menunjukkan bahwa untuk lebar total
yaitu sebesar 54,5 m dan lebar rata-rata sungai dari hasil perhitungan diperoleh
sebesar 53,99 m . Berdasarkan ketentuan dari (Dirjen pengairan 1986) dimana lebar
17
total bendung kurang dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai. Hasil perhitungan
diperoleh lebar total bendung hanya 1,01 kali lebar rata-rata sungai. Hasil ini
menunjukkan bahwa lebar total bendung telah sesuai dengan standar tersebut.
Sehingga tidak perlu dilakukan perubahan dimensi.
Lebar efektif bendung berdasarkan ketentuan yang dari KP-02 yaitu
sebaiknya 80% dari lebar total bendung. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
lebar efektif bendung mencapai 99%. Sehingga lebar efektif bendung ini tidak
sesuai dengan kriteria pada standar yang berlaku. Sebaiknya lebar efektif bendung
dikurangi menjadi 80% dari lebar rencana. Tinggi bendung berdasarkan peraturan
yang terdapat pada KP-02 kurang dari 10 meter. Hasil perhitungan diperoleh untuk
tinggi bendung sebesar 4,06 meter. Hal ini menunjukkan tinggi bendung sesuai
dengan standar pada KP-02 dimana tinggi bendung maksimum 10 m. Sehingga
tidak perlu dilakukan perubahan untuk dimensi tinggi bendung.
Bilangan Froude
Tinggi jatuh air berdasarkan hasil analisa pada gambar teknik diperoleh
sebesar 5,06 m. Tinggi jatuh ini ditinjau berdasarkan selisih dari elevasi mercu
bendung dengan elevasi kolam olak. Tinggi energi diperoleh berdasarkan grafik
MDO-1. Kecepatan awal loncatan pada bendung dapat dihitung dengan persamaan
(2). Kecepatan aliran air ini akan mempengaruhi terjadinya sedimentasi ataupun
terjadinya pengikisan pada bagian bendung. Oleh karena itu dilakukan juga
perhitungan bilangan froude. Proses perhitungan bilangan froude ini juga
membutuhkan data kecepatan awal loncatan dari hasil perhitungan sebelumnya.
Sementara itu untuk meredam energi air pada bendung dilakukan juga perhitungan
untuk panjang kolam olak. Tabel 6 merupakan hasil perhitungan bilangan froude
dan panjang kolam olak.
Parameter y2 merupakan jarak dari dasar sungai ke muka air sungai di bagian
hilir sungai atau dapat juga disebut kedalaman air di atas ambang. Lambang Yu
menunjukkan kedalaman air di awal loncat air. Perhitungan bilangan froude
diperoleh berdasarkan 3 parameter diantaranya adalah kecepatan awal loncat air,
percepatan gravitasi, dan kedalaman air di awal loncat air. Menurut (Prastumi dan
Primadi 2009), jika nilai bilangan froude menunjukkan nilai Fr <1 maka aliran
tersebut pada aliran subkritis, jika bilangan Froude sama dengan 1 maka aliran
tergolong aliran kritis, dan jika aliran tersebut memiliki bilangan froude lebih dari
1, maka aliran termasuk pada aliran super kritis. Tabel 7 menunjukkan hasil
perhitungan ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir.
Tabel 7 Hasil perhitungan ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir
Parameter Kuantitas Satuan
Ujung tembok pangkal bendung (Lb) 3 m
panjang lantai peredam energi (Ls) 12,50 m
Ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir (Lbi) 9,25 m
Perhitungan ujung tembok pangkal bendung tegak hilir dipengaruhi oleh dua
parameter yaitu ujung tembok pangkal bendung dan panjang lantai peredam energi.
Ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir (Lpi) ditempatkan kurang lebih
di tengah-tengah panjang lantai peredam energi. Menurut (Chow 1997) ketika
bilangan froude berkisar antara 2,5 hingga 4,5 maka akan terjadi semburan
19
berisolasi, setiap isolasi menghasilkan gelombang tak teratur yang besar, seringkali
menjalar jauh hingga menimbulkan kerusakan pada tanggul. Bilangan froude hasil
perhitungan pada Bendung Cisokan sebesar 3,76, sehingga hal yang sama dapat
terjadi pada bendung tersebut. Sebaiknya Bendung Cisokan menggunakan kolam
olak dengan tipe USBR IV karena kolam olak tersebut didesain untuk bilangan
froude dengan kisaran 2,5 hingga 4,5. Kolam olak tipe USBR IV dapat ditunjukkan
pada Gambar 8.
Elevasi Dekzerk
Debit banjir aktual ini merupakan debit banjir yang terjadi saat bendung
sudah mencapai kapasitas maksimumnya berdasarkan dari data debit yang berada
di lapangan. Debit desain persatuan pelimpah merupakan pembagian antara debit
banjir aktual dengan lebar mercu. Sehingga diperoleh debit desain persatuan
pelimpahnya sebesar 2,26 m2/detik. Perhitungan kedalaman kritis sesuai dengan
persamaan (5) dipengaruhi oleh dua parameter yaitu debit desain persatuan
pelimpah, dan percepatan gravitasi. Kedalaman kritis merupakan kedalaman air
yang dapat menyebabkan aliran kritis (Harianja dan Gunawan 2007). Kedalaman
kritis bernilai sama dengan 2/3 dari tinggi energi (H1). Berdasarkan hasil
perhitungan Debit persatuan pelimpah dengan jari-jari mercu bendung dapat
20
ditentukan tinggi energi bendung dengan menggunakan grafik MDO-1. Grafik ini
dapat ditunjukkan pada Gambar 9.
Grafik MDO-1 pada Gambar 8 menunjukkan hasil plot nilai debit desain
persatuan pelimpah dimana nilai debit tersebut sebesar 2,26 m2/detik. Jari-jari
mercu bendung telah diketahui sebelumnya yaitu sebesar 1 m, sehingga tinggi
energi bendung dapat diperoleh sebesar 1,2 m. Grafik MDO-1 juga menunjukkan
bahwa semakin besar jari-jari mercu bendung maka tinggi energi yang dihasilkan
juga semakin besar. Sementara itu untuk hasil perhitungan tinggi terjun bendung
untuk desain banjir dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil perhitungan tinggi terjun bendung untuk debit desain banjir
Parameter Kuantitas Satuan
tinggi air diatas mercu desain banjir (H1) 1,20 m
tinggi air dari dasar sungai desain banjir 5,26 m
elevasi muka air di hulu bendung (untuk debit banjir) 372,44 mdpl
Tinggi air di hilir bendung pada debit desain banjir (Hsi) 3 m
Tinggi terjun bendung (Zdf) 2,26 m
Tinggi air dari dasar sungai desain banjir diukur berdasarkan ketinggian
antara dasar sungai di bagian hulu hingga tinggi energi diatas mercu. Elevasi muka
air pada hulu bendung untuk debit banjir diperoleh dari penambahan antara elevasi
mercu bendung dengan tinggi energi diatas mercu pada desain banjir, sehingga
diperoleh elevasi muka air di hulu bendung untuk desain banjir sebesar 372,44
mdpl. Tinggi air di hilir bendung pada debit desain banjir diperoleh berdasarkan
grafik lengkung aliran debit tinggi muka air di hilir pada desain banjir sebesar 1
meter, dengan kedalaman sungai sebesar 2 meter maka tinggi air di hilir bendung
pada desain banjir diperoleh sebesar 3 meter. Tinggi Terjun bendung diperoleh
berdasarkan seleisih dari tinggi air dari dasar sungai sebesar 5,26 m dengan tinggi
21
air di hilir bendung pada debit desain banjir sebesar 3 meter. Sehingga tinggi terjun
bendung diperoleh 2,26 m.
Elevasi dekzerk merupakan elevasi dimana terdapat bantaran sungai. Jika
ditinjau dari elevasi mercu, elevasi dekzerk ini hanya dipisahkan oleh dua
parameter yaitu tinggi energi dan freeboard. Tabel 10 menunjukkan hasil
perhitungan elevasi dekzerk pada Bendung Cisokan.
Kapasitas Bendung
Hasil analisa pada gambar teknik diperoleh tinggi dari dasar sungai ke mercu
sebesar 4,06 m. Perbandingan antara tinggi energi dengan tinggi bendung (h1/H)
digunakan untuk menentukan koefisien limpasan pada bendung. Menurut (Dirjen
pengairan 1986). Terdapat koefisien sebesar 1,05 yang terdapat pada persamaan
koefisien limpasan dengan syarat nilai perbandingan h1/H antara 0 sampai 0,3.
Hasil perhitungan h1/H diperoleh sebesar 0,29, sehingga dari hasil perhitungan
tersebut nilai koefisien pada rumus tersebut dapat digunakan. Setelah itu kapasitas
bendung baru dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (11), hingga
diperoleh kapasitas bendung sebesar 112,10 m3/detik. Sementara itu grafik
lengkung aliran debit pada Bendung Cisokan dapat ditunjukkan pada Gambar 11.
120
100
Tinggi Muka Air (cm)
80
60
40
20
0
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000
Debit(L/detik)
50000
45000
40000
35000
Pagi
30000
Debit (L)
sore
25000
20000
15000
10000
5000
0
2/24/2017 3/1/2017 3/6/2017 3/11/2017 3/16/2017 3/21/2017 3/26/2017 3/31/2017 4/5/2017
Waktu (Tanggal)
(A) (B)
Gambar 13 (A) Area penumpukan sedimen pada potongan memanjang. (B) Area
penumpukan sedimen pada denah
Dimensi saluran irigasi untuk lebar dasar saluran, kemiringan talut, hingga
tinggi air diperoleh berdasarkan analisa pada gambar teknik. Sedangkan untuk
panjang saluran dan beda tinggi diperoleh berdasarkan peta saluran irigasi untuk
Bendung Cisokan. Debit Aktual kebutuhan air tanaman pada saat musim tanam
merupakan data ketentuan dari kebijakan pemerintah di Kabupaten Cianjur
mengenai kebutuhan air tanaman pada saat musim tanam. Sementara itu sisa
parameter yang terdapat pada tabel diperoleh melalui perhitungan dengan
persamaan yang tertera pada metodologi untuk bagian perhitungan saluran irigasi.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa debit saluran irigasi untuk satu buah
saluran pada Bendung Cisokan sebesar 5,07 m3/detik, karena intake saluran irigasi
Bendung Cisokan terdapat dua buah maka kapasitas saluran irigasi diperoleh
sebesar 10,15 m3/detik. Jika dibandingkan dengan kebutuhan air tanaman
berdasarkan kebijakan pemerintah Kabupaten Cianjur yaitu sebesar 6,64 m3/detik,
debit kapasitas saluran irigasi lebih besar dari debit air kebutuhan tanaman.
Sehingga kapasitas saluran irigasi telah mencukupi untuk mengalirkan debit
kebutuhan irigasi dan tidak perlu dilakukan perbesaran dimensi saluran. Gambar 14
menunjukkan potongan melintang yang menunjukkan parameter hidrolika dari
saluran irigasi.
(A) (B)
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Desain hidrolika untuk bagian-bagian bendung dan saluran irigasi dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
a. Elevasi mercu Bendung Cisokan berada pada 371,24 mdpl dengan
gradien saluran hingga lahan irigasi sebesar 0,002.
b. Lebar total bendung sebesar 54,5 m dan lebar efektif sebesar 54,21 m
c. Tinggi Bendung Cisokan yaitu sebesar 4,06 m
d. Kecepatan awal loncatan diperoleh sebesar 10,54 m/detik dengan tinggi
jatuh air sebesar 5,06 meter. Sedangkan untuk bilangan Froude
diperoleh sebesar 3,76.
e. Panjang kolam olak pada Bendung Cisokan yaitu sebesar 12,5 meter,
Debit persatuan lebar diperoleh sebesar 2,26 m2/detik, kedalaman kritis
sebesar 0,8 m, dan elevasi muka air di hulu bendung untuk debit banjir
diperoleh sebesar 372,44 mdpl.
f. Bendung Cisokan memiliki tinggi terjun air sebesar 2,26 meter, dan
elevasi dekzerk 373,44 mdpl.
g. Saluran irigasi Bendung Cisokan memiliki luas sebesar 0,78 m2, keliling
terbasahkan saluran irigasi 0,24 m, jari-jari hidrolis pada saluran irigasi
sebesar 0,32 m, dan kecepatan aliran pada saluran irigasi sebesar 6,5
m/detik.
2. Debit sungai maksimum yang terjadi selama bulan Maret tahun 2017 yaitu
sebesar 45,67 m3/detik
3. Debit banjir aktual Bendung Cisokan dari hasil pengumpulan data diperoleh
sebesar 99,61 m3/detik
4. Debit kapasitas bendung berdasarkan hasil perhitungan diperoleh sebesar
112,10 m3/detik. Sedangkan debit kapasitas saluran irigasi primer sebesar
10,15 m3/detik.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Winarsih L, Adhyani N.L. 2009. Analisis Periode Ulang Hujan Maksimum
dengan Berbagai Metode. Jurnal Agromet. 23(2). 76-92.
Bunganaen W, Krisnayanti D.S. 2013. Analisis Hubungan Tebal Hujan dan Durasi
Hujan pada Stasiun Klimatologi Lasiana Kota Kupang. Jurnal Teknik Sipil.
2(2): 181-190.
Chow V.T. 1964. Handbook of Applied Hydrology. New York (US). McGraw-Hill
Book Company.
Chow V.T. 1997. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta (ID): Erlangga.
Dewandaru G.G.T, Lasminto U. 2014. Studi Penanggulangan Banjir Kali
Lamongan Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik. Jurnal Teknik Pomits.
3(2): 35-40.
Dimas A.N, Muhammad, Sudarsono M.S, Bambang Sasmito, Bandi, Yuwono,
Bambang. 2014. Identifikasi Zona Rawan Banjir dengan Sistem Informasi
Geografis [tesis]. Semarang(ID): Universitas Diponegoro.
Dimas D.P.B, Widyastuti. 2009. Perencanaan Teknis dan Kajian Sistem
Pengendalian Proyek dengan Metode Earned Value pada Bendung Susukan
Kabupaten Magelang [skripsi]. Semarang(ID). Universitas Diponegoro.
Dirjen Pengairan. 1986. Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama (KP-02).
No.185/KPTS/A/1986. Jakarta (ID). Yayasan Penerbitan Pekerjaan Umum.
Dirjen Pengairan. 1986. Kriteria Perencanaan Bagian Saluran (KP-03). No.
185/KPTS/A/1986. Jakarta(ID). Yayasan Penerbitan Pekerjaan Umum.
Dirjen Pengairan. 1986. Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan (KP-04). No.
185/KPTS/A/1986. Jakarta(ID). Yayasan Penerbitan Pekerjaan Umum.
Hadisiswoyo S. 2011. Aspek Analisis Debit Aliran terhadap Efisiensi dan
Penampang hidraulik Bendung. E-Journal Unpar. 2(1): 1-9
Hambali R, dan Apriyanti Y. 2016. Studi Karakteristik Sedimen dan Laju
Sedimentasi Sungai Daeng Kabupaten Bangka Barat. Jurnal Fropil. 4(2):
165-173
Handayani Y L, Hendri A, Suherly H. 2007. Pemilihan Metode Intensitas Hujan
yang Sesuai dengan Karakteristik Stasiun Pekanbaru. Jurnal Teknik Sipil.
8(1): 1-15.
Harianja J.A. dan Gunawan S. 2007. Tinjauan Energi Spesifik Akibat Penyempitan
pada Saluran Terbuka[makalah]. Yogyakarta (ID): UKRIM
Kalimanto D, Surjandari N S, Dananjaya R H. 2016. Analisis Stabilitas Lereng
Akibat Beban Hujan Harian Maksimum Bulanan dan Beban Lalu Lintas.
Jurnal Matriks Teknik Sipil. 4(2): 458-462.
[KPU] Kementrian Pekerjaan Umum. 1991. Tata Cara Perencanaan Bendung. SNI
03-2401-1991. Jakarta (ID). Kementrian Pekerjaan Umum.
28
Mangore. V.R. 2013. Perencanaan Bendung untuk Daerah Irigasi Sulu. Jurnal Sipil
Statik. 1(7): 533-541.
Mulyana W P, Permana S, Farida I. 2013. Pengaruh Curah Hujan Harian Terhadap
Ketersediaan Air pada Perencanaan Pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Minihidro (PLTM) Sungai Cisanggiri Kecamatan Cihurip Kabupaten
Garut. Jurnal Hidrologi. 11(1): 1-11.
Prambudi Y. 2012. Perencanaan Bangunan Pengendali Sedimen Pada Sungai
Sampean[skripsi]. Jember(ID). Universitas Jember.
Prastumi, dan Primadi H. 2009. Kajian Hidrolika Saluran Transisi dan Saluran
Peluncur pada Uji Model Fisik Waduk Jehem Kabupaten Bangli Bali. Jurnal
Rekayasa Sipil. 3(3): 227-236
Rapar S.M.E. 2014. Analisis Debit Banjir Sungai Tondano Menggunakan Metode
HSS Gama I dan HSS Limantara. Jurnal Sipil Statik. 2(1): 13-2.
Saleh C. 2011. Kajian Penanggulangan Limpasan Permukaan dengan
Menggunakan Sumur Resapan (Studi Kasus di Daerah Perumnas Made
Kabupaten Lamongan). Jurnal Media Teknik Sipil. 9(2): 116-124
Soemarto C.D. 1999. Hidrologi Teknik. Jakarta(ID). Erlangga.
Sosrodarsono S dan Tominaga M. 1985. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Jakarta
(ID): Pradnya Paramita.
Taufiq M. 2012. Pemberian Sill (Z) pada Awal Saluran Pengisi pelimpah samping
Studi Kasus pada Pelimpah Bendungan Bayang-Bayang Kabupaten
Bulukumba. Jurnal Teknik Pengairan. 2(1): 1-8.
Tunnisa L, Suryanto, Solichin. 2014. Potensi Banjir di DAS Siwaluh Menggunakan
Conservation Service dan Soil Conservatory Service Modifikasi SUB Dinas
Pengairan Jawa Tengah. Jurnal Matriks Teknik Sipil. 2(4): 688-694.
Yulianto A E, Jonatan Y, Edhisono S, Kadir A. 2014. Perencanaan Check DAM
Kali Gung Kabupaten Tegal. Jurnal Karya Teknik Sipil. 3(3): 638-648.
Pamungkas E.V.J. 2014. Analisis Gerusan di Hilir Bendung Tipe USBR-IV (Uji
Model Di Laboratorium). Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. 2(3): 389-396
29